Desain Model Pengering Spouted Bed Dua Dimensi Untuk Pengeringan Gabah

DESAIN MODEL PENGERING SPOUTED BED DUA
DIMENSI UNTUK PENGERINGAN GABAH

YUSNITA ONI NAPITU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Model Pengering
Spouted Bed Dua Dimensi untuk Pengeringan Gabah adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, April 2016
Yusnita Oni Napitu
NIM F151140146

RINGKASAN
YUSNITA ONI NAPITU. Desain Model Pengering Spouted Bed Dua Dimensi
untuk Pengeringan Gabah. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN dan
DYAH WULANDANI
Spouted bed awalnya dirancang untuk mengatasi proses bubbling dan
slugging yang umum terjadi pada pengering fluidized bed. Pengering ini dapat
bekerja secara efektif untuk bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi karena
peningkatan suhu bahan terbatas walaupun suhu inlet udara tinggi dengan
pencampuran dan waktu relative singkat di daerah spout. Tujuan penelitian ini
adalah untuk merancang desain model pengering spouted bed dua dimensi, menguji
kinerja ruang pengering dan simulasi kondisi pengeringan.
Desain pengering spouted bed dua dimensi pada penelitian ini terdiri dari
bagian persegi panjang dengan tinggi 0.5 m, lebar 0.15 m dan panjang 0.2 m.
Bagian bawah ruang pengering berbentuk sisi miring dengan kemiringan 60o yang
dihubungkan dengan saluran inlet udara dengan dimensi 0.02 m x 0.15 m. Suhu
udara selama pengeringan adalah 80 oC dan kadar air awal 29, 26.4 dan 23% basis

basah (bb). Kapasitas pengering adalah 3 kg/jam dengan laju pengeringan
bervariasi yaitu 4.35 – 12 %bk/jam. Massa bahan yang tinggal di dalam ruang
pengering adalah 0.1 kg. Model matematika yang digunakan untuk menduga profil
suhu udara, suhu gabah, kelembaban mutlak udara dan kadar air adalah model
Nellist et al. (1987). Pendugaan kadar air keluaran tipe kontinyu menggunakan
model yang dikembangkan oleh Zahed dan Epstein (1992).
Data pengujian menunjukkan bahwa suhu udara di daerah spout akan
menurun secara signifikan terhadap posisi aksial ruang pengering tetapi pada
daerah downcomer suhu udara bernilai fluktuatif. Nilai MAPE suhu udara daerah
spout bernilai kurang dari 4.45% dan pada daerah downcomer kurang dari 8.51%.
Dari nilai MAPE tersebut dapat disimpulkan bahwa model Nellist et al. (1987)
dapat digunakan untuk menduga parameter selama proses pengeringan. Suhu gabah
dan kelembaban mutlak udara pada daerah spout menunjukkan bahwa nilai akan
naik secara bertahap sementara untuk daerah downcomer nilai menurun secara
bertahap terhadap posisi aksial. Hasil simulasi kadar air daerah spout dan daerah
downcomer mengalami penurunan nilai terhadap waktu. Penurunan kadar air
daerah spout lebih besar dibandingkan daerah downcomer karena pada daerah spout
laju aliran udara lebih besar. Nilai MAPE pendugaan kadar air keluaran dengan
model Zahed dan Epstein (1992) adalah 7%.
Rendemen beras kepala bernilai 39 - 46.5%, rendemen penggilingan bernilai

65 – 67%. Konsumsi energi panas selama proses pengeringan adalah 5.14 – 9.48
MJ/kg air yang diuapkan dan nilai konsumsi energi total adalah 8 – 16 MJ/kg air
yang diuapkan.

Kata kunci : Model matematika, Pengeringan gabah, Pengering spouted bed
dua dimensi.

SUMMARY
YUSNITA ONI NAPITU. Design Model of Two-Dimensional Spouted Bed Dryer
for Paddy Drying. Supervised by LEOPOLD OSCAR NELWAN and DYAH
WULANDANI.
Spouted bed is originally developed as an alternative method of bubbling and
slugging process in fluidized bed dryer. Spouted bed allows more efficient for
drying heat sensitive materials since the rise in material temperature is limited by
through mixing and short dwelling time in the spout. The objectives of this study
were to design model of two-dimensional spouted bed dryer (2DSB), to test the
performance of 2DSB and to predict air temperature, grain temperature, absolute
humidity and moisture content during the drying process.
Design of 2DSB in this study consisted of vertical rectangular chamber 0.5 m
in height, 0.15 m width and 0.2 m length. The two-sided slanted base inclined at

60o to the side wall was connected to rectangular (0.02 m x 0.15 m) air entry slot.
Drying air temperature at 80 oC and different paddy initial moisture contents (at
29.07 %wb, 26.4 %wb and 23 %wb) were used. Drying capacity of the dryer was
3 kg/hr and drying rates were found to vary between 4.35 – 12 %db/hr. The holding
capacity of the dryer was at 0.1 kg. A mathematical model developed by Nellist et
al. (1987) was adopted to predict air temperature, grain temperature, absolute
humidity and moisture content during the drying process. A mathematical model
by Zahed and Epstein (1992) was adopted to predict moisture content for
continuous drying.
The data showed that air temperature profiles in spout region dropped
significantly with the axial positions while downcomer regions resulted fluctuated
value. MAPE value of air temperature in spout region was less than 4.5% and within
downcomer was less than 8.51%. From the MAPE value, it can be concluded that
Nellist model was accepted to be adopted in this simulation. Grain temperature and
absolute humidity in the spout region increased gradually while they decreased in
the downcomer region in axial position. The moisture content decreased both in
spouted and downcomer regions. Moisture reduction in spout region was higher
than in downcomer regions because of the higher air flow rate in spout region. The
MAPE value of moisture predictions with Zahed and Epstein (1992) mathematical
model was less than 7%.

Head rice yield (HRY) was in range of 39 – 46.5% and milling rice yield was
in range 65 – 67%. Heat energy consumption in this study was in range of 5.14 –
9.48 MJ/kg of water evaporated, and total energy consumption was in range of 8 –
16 MJ/kg of water evaporated.

Keywords: Mathematical model, Paddy drying, Two dimensional spouted
bed dryer

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DESAIN MODEL PENGERING SPOUTED BED DUA
DIMENSI UNTUK PENGERINGAN GABAH


YUSNITA ONI NAPITU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema umum
yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan judul Desain Model
Pengering Spouted Bed Dua Dimensi untuk Pengeringan Gabah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Leopold Oscar Nelwan, STP,
MSi dan Ibu Dr Ir Dyah Wulandani, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, dan Bapak Prof Dr Ir
Sutrisno, MAgr selaku dosen penguji pada sidang tesis yang telah banyak
memberikan saran dan masukan kepada penulis.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ayah (Donni
Napitu), ibu (Rosita Pardede), adik (Roy Napitu, Leni Napitu dan Lena Napitu)
serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Abdullah Taufiq Kharisma atas
motivasi dan bantuan yang diberikan selama penelitian ini. Terimakasih juga saya
ucapkan kepada Bapak Harto selaku teknisi Laboratorium Energi dan Elektrifikasi
Pertanian, Mas Firman, Nurbaiti, Kak Robert, Kak Ubay, Kak Sapar serta teman –
teman TMP yang telah menjadi rekan seperjuangan penulis selama menempuh
studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016

Yusnita Oni Napitu


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

DAFTAR SIMBOL

xiv


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Gabah
Beras
Pengering Spouted bed

3
3
6
6

3 METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Perumusan kriteria rancangan

9
9
9
10
10

Perancangan

10

Analisis teknik alat

11

Gambar teknik


12

Pembuatan alat

13

Model matematika pengeringan spouted bed

13

Model matematika pengering tipe kontinyu

15

Prosedur Pengujian
Pengujian alat

17
19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Desain pengering spouted bed dua dimensi
Profil suhu dalam ruang pengering
Validasi Model Matematika Pengering Spouted Bed
Hasil Simulasi Sebaran Suhu Udara

23
23
25
27
27

Hasil Simulasi Sebaran Suhu Gabah

30

Hasil Simulasi Kelembaban Mutlak Udara

31

Hasil Simulasi Penurunan Kadar Air Gabah

32

Hasil Simulasi Pendugaan Kadar Air Gabah Pengering Tipe Kontinyu 33

Tekanan
Penurunan Kadar Air
Mutu Gabah Hasil Pengeringan dan Konsumsi Energi

34
35
37

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

40
40
41

6 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

42
47
54

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Mutu fisik gabah galur padi berkadar besi tinggi
5
Data karakteristik gabah
5
Karakteristik dan dimensi beberapa komoditas gabah
5
Persyaratan mutu beras giling menurut SNI RSNI 01-6128-2008 6
Parameter yang digunakan selama proses pengeringan
28
Kondisi yang digunakan saat simulasi
28
Nilai MAPE data hasil simulasi dan eksperimen suhu udara
29
Nilai MAPE model pendugaan kadar air gabah tipe kontinyu
33
Penurunan kadar air dan lama pengeringan selama proses pengeringan
35
Perbandingan rendemen pengering spouted bed dan suhu udara
lingkungan
37
Rendemen gabah dan konsumsi energi selama proses pengeringan 39
Hubungan kadar air awal gabah dengan kualitas beras
40
Kalibrasi termokopel terhadap termometer standar
48
Kalibrasi sensor LM35DZ terhadap termometer standar
48

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Struktur Gabah
Diagram skematik spouted bed tipe konvensional silinder
Beberapa tipe pengering spouted bed (Passos et al. 2011)
Skema ruang pengering dua dimensi
Skema rancangan alat
Diagram alir tahapan penelitian
Skema penentuan jarak nomal jika Ws = Wi
Skema penentuan jarak normal jika Ws > Wi
Skema aliran bahan dan udara pada satu lapisan
Tahapan simulasi pada daerah spout
Diagram alir proses penggilingan dan pemutuan gabah
Titik pengukuran suhu dan tekanan
Suhu udara pada daerah spout selama proses pengeringan
Sebaran suhu udara di daerah downcomer kanan
Sebaran suhu udara di daerah downcomer kiri
Validasi suhu udara di daerah spout pada proses pengeringan
Validasi suhu udara daerah downcomer pada proses pengeringan
Suhu gabah pada daerah spout
Suhu gabah pada daerah downcomer
Kelembaban mutlak udara daerah spout
Simulasi kelembaban udara mutlak daerah downcomer
Hasil simulasi penurunan kadar air
Grafik penurunan tekanan pada daerah spout dan downcomer

4
7
8
23
24
11
12
12
15
17
19
20
26
27
27
29
30
30
31
31
32
33
34

24 Grafik penurunan kadar air gabah yang keluar dari ruang
pengering
36
25 Laju pengeringan bahan selama proses pengeringan
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Kalibrasi termokopel dan sensor suhu LM35DZ
Skema sistem pengumpanan
Skema screw feeder
Skema siklon
Skema alat pengering
Skema ruang pengering

48
49
50
51
52
53

DAFTAR SIMBOL
Ar
Cpa
Cpg
Cpl
Cpv
dp
dz
E(θ)
G
g
Ga
Ga,d
Ga,s
Gp,d
Gp,s
Gp
h
H
HD
He
HE
Hr
Hmax
Ho
hS
Hv
I(θ)
k
KAo
KAt

Bilangan Archimedes
Panas spesifik udara saat tekanan konstan (kJ/kgK)
Panas spesifik bahan saat tekanan konstan (kJ/kgK)
Panas spesifik air (kJ/kgK)
Panas spesifik bahan uap air (kJ/kgK)
Diameter bahan (m)
Ketebalan (m)
Fungsi distribusi bahan keluar
Laju aliran massa (kg/m2s)
Gravitasi (m/s2)
Laju aliran massa udara (kg/m2s)
Laju aliran udara daerah downcomer (kg/m2s)
Laju aliran udara daerah spout (kg/m2s)
Laju aliran bahan daerah downcomer (kg/m2s)
Laju aliran bahan daerah spout (kg/m2s)
Laju aliran massa bahan (kg/m2s)
Ketinggian air (mm)
Kelembaban mutlak udara (kg kadar air/ kg udara kering)
Tinggi draft plates (m)
Jarak antara draft plates dan plat distributor (m)
Ketinggian jarak pisah (m)
Tinggi total ruang pengering (m)
Tinggi tumpukan maksimum bahan di dalam ruang pengering (m)
Tinggi tumpukan awal bahan (m)
Koefisien pindah panas volumetrik (kJ/sm3K)
Panas laten penguapan air (kJ/s)
Distribusi waktu selama proses pengeringan
Koefisien pengering (1/s)
Kadar air awal bahan (% basis basah)
Kadar air bahan saat t (% basis basah)

KAt+Δt
La
Lr
Lg
M
MAPE

Kadar air bahan saat t+Δt (% basis basah)
Panas laten penguapan air pada suhu 0oC (kJ/kgK)
Lebar total ruang pengering (m)
Panas laten penguapan air di dalam biji (kJ/kg)
Nilai kadar air tertentu (desimal basis kering)
Nilai tengah kesalahan persentasi absolute

M

Kadar air rata-rata bahan pada proses batch (g/g)



mA

mB

Laju aliran massa udara kering (g/menit)
Massa hold up bahan di dalam ruang pengering (g)



mB

Laju aliran massa bahan kering (g/menit)



m in

Laju aliran massa bahan masuk ruang pengering (kg/s)

Me
Kadar air kesetimbangan (desimal basis kering)
Mf
Kadar air akhir sampel (%bk)
Mi
Kadar air awal sampel (%bk)
Mo
Kadar air awal (g/g)
m1
Berat bahan dan cawan sebelum dimasukkan ke dalam oven (g)
m2
Berat bahan dan cawan setelah di oven (g)
mo
Berat cawan tanpa bahan (g)
muap Jumlah air yang diuapkan
ΔP
Penurunan tekanan (Pa)
PEi
Persentasi error
Ppl
Tekanan statis daerah plenum (Pa)
Pr
Panjang total ruang pengering (m)
Ps
Tekanan statis (Pa)
Q
massa air yang ditambahkan (kg)
Qv,min Total energi panas pada pengering tipe kontinyu (kW)
Qheater Daya heater yang dibutuhkan (kW)
Ql
Total konsumsi energi listrik (kW)
Qmotor listrik Energi motor listrik (kW)
Qblower Energi blower (kW)
t
Waktu (s)

t
tp
Ta
Tg
Tg,a
Tg,in
Tgo
vi
̂�
Vmf
VT
Y
Yi

Waktu tinggal bahan di dalam ruang pengering (menit)
Ketebalan dari draft plates (m)
Suhu udara (oC)
Suhu gabah (oC)
Suhu ruangan di dalam ruang pengering (oC)
Suhu udara yang masuk ke dalam ruang pengering (oC)
Suhu awal gabah (oC)
Nilai sebenarnya
Nilai simulasi
Kecepatan minimum superficial fluida (m/s)
Kecepatan terminal partikel (m/s)
Kelembaban udara outlet (g uap air/g udara kering)
Kelembaban udara inlet (g uap air/g udara kering)

Wg
Wo
Ws
ws
Wt
Xin
Xout

Jarak antara kedua draft plates (m)
Saluran inlet udara berbentuk persegi panjang dengan dimensi
panjang (m)
Laju aliran massa udara (kg/s)
Jarak normal dari saluran inlet udara (m)
Laju pengumpanan bahan (kg/s)
Jarak draft tube (m)
Massa awal sampel (kg)
Kadar air masuk (desimal basis kering)
Kadar air keluar (desimal basis kering)

z

Ketebalan lapisan (m)

WD
Wi

Huruf Yunani
δ
ρ
Δ
θ
ϕ
ρf
f
ρs
θs
θ0
θE

perubahan
densitas (kg/m3)
selisih
waktu tidak berdimensi ( t / t )
kebundaran bahan
densitas udara (kg/m3)
viskositas fluida
densitas bahan, kg/m3
kemiringan sudut ruang pengering, o
besar sudut antara draft plates dengan sisi miring bawah ruang
pengering di titik D, o
besar sudut antara draft plates dengan sisi miring bawah ruang
pengering di titik A, o

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah mempunyai prioritas yang diarahkan kepada sektor pertanian
terutama beras (gabah) dalam orientasi pertumbuhan ekonomi untuk penduduknya.
Penanganan panen dan pasca panen mempunyai peran yang strategis dalam upaya
penyediaan bahan pertanian karena dapat menekan kehilangan hasil sekaligus
memperbaiki kualitas produksi. Susut (kehilangan) dalam kegiatan pasca panen
berdasarkan data Badan Litbang Pertanian (2011) adalah pada proses pemanenan
(9.41%), perontokan (4.42%), penggilingan (2.24%), pengeringan (1.78%),
penyimpanan (0.67%) dan pengangkutan (0.23%). Menurut Anugrah dan Husnah
(2015), susut pasca panen yang dimaksud adalah gabah yang lenyap tanpa
sepengetahuan dan seizin petani. Gabah yang hilang adalah pengurangan atau
penurunan berat gabah akibat tercecer yang tidak dapat diambil kembali oleh petani
baik kuantitas maupun kualitas selama proses penanganan pasca panen. Kehilangan
kuantitatif ditujukan kepada jumlah bobot sedangkan kehilangan kualitatif
ditujukan kepada penurunan mutu (kualitas). Beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat kehilangan hasil padi antara lain : varietas padi, umur panen padi, alat panen,
sistem panen, perilaku pemanen dan perontok padi.
Pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam upaya
mempertahankan kualitas gabah dan beras. Pengeringan dapat memperlambat
pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga bahan tidak mengalami kerusakan dan
penyusutan selama masa simpannya. Pengeringan dapat dilakukan dengan metode
konvensional dan mekanis. Penjemuran merupakan cara pengeringan konvensional
yang cukup murah akan tetapi ada faktor yang menjadi kendala penjemuran yang
mencakup: kebutuhan lahan yang luas, kontaminasi bahan asing, tidak praktis pada
daerah yang sering berubah cuacanya dan pada musim hujan praktis sulit dilakukan
dan berakibat pada nilai susut dan kualitas padi yang dihasilkan.
Untuk mengatasi kehilangan pada pengeringan konvensional dapat
digunakan pengering mekanis. Penerapan teknologi mekanis dalam pengeringan
gabah akan dapat mempertahankan mutu gabah sebelum digiling. Pengering
mekanis memiliki resiko kehilangan hasil lebih rendah (2.3%) daripada penjemuran
(2.98%) (Hosokawa 1995). Salah satu tipe pengeringan mekanis yang dapat
digunakan adalah pengering tumpukan fluidisasi (fluidized bed dryer/ FBD).
Prinsip kerja FBD adalah dengan menyalurkan udara panas dari bagian bawah
ruang pengering pada tumpukan bahan. Beberapa jenis FBD telah banyak dipelajari,
dikembangkan dan dioperasikan pada proses industri. Sutherland dan Ghaly (1990)
melakukan penelitian dengan FBD untuk pengeringan padi. Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa rendemen beras kepala yang dihasilkan adalah 58 - 61% ketika
dikeringkan dari kadar air 28.2 - 20.5%. Namun, ketika dikeringkan sampai kadar
air akhir 19%, rendemen beras kepala yang dihasilkan adalah 15-24%. Kekurangan
pengering tipe FBD adalah besarnya penurunan tekanan di ketinggian tumpukan
bahan selama proses pengeringan yaitu sekitar 96 - 100% dari tekanan yang
dibutuhkan, dan 30 - 50% pada saluran inlet ke dalam ruang pengering yang
menyebabkan kebutuhan energi lebih besar (Sutkar et al. 2013).

2
Salah satu jenis FBD adalah pengering spouted bed. Pengering spouted bed
tidak seperti tumpukan fluidisasi dimana partikel bergerak secara acak. Gerakan
partikel di dalam spouted bed bersirkulasi ulang secara teratur sehingga pengering
dengan tipe batch maupun kontinyu dapat diterapkan (Mujumdar 2006). Pengering
tipe spouted bed juga dapat diaplikasikan ke partikel tipe D menurut klasifikasi
karakteristik fluidisasi oleh Geldart.
Keuntungan pengering tipe spouted bed ini adalah kinerja dari panas yang
digunakan dapat ditingkatkan sampai suhu tinggi tanpa menyebabkan adanya
penurunan kualitas yang signifikan pada produk. Hal ini disebabkan karena partikel
yang berada pada wilayah spout merupakan fraksi dari total waktu pengeringan.
Selama waktu pengeringan, kadar air permukaan bahan akan menguap dan gradien
antar partikel di dalam bahan yang terbentuk semakin tinggi. Tingginya sirkulasi
partikel dan laju transfer massa dan panas pada spouted bed tidak akan lebih dari
50-80 oC walaupun suhu udara masuk pengering 160 oC (Chandra dan Sodha 1986).
Selain itu, penurunan tekanan sebagai fungsi tinggi tumpukan lebih kecil dari 75%.
Kekurangan sistem pengeringan gabah spouted bed konvensional adalah
tingginya penurunan tekanan. Namun, hal ini dapat diatasi dengan penambahan unit
draft tubes di bagian tengah ruang pengering sehingga ruang pengering terdiri dari
daerah anulus dan spout. Penambahan unit ini menyebabkan sirkulasi bahan di
dalam ruang pengering menjadi lebih stabil dan penurunan tekanan menjadi lebih
kecil (Viswanathan et al. 1986). Wetchama et al. (2001) melakukan pengeringan
gabah dengan spouted bed dua dimensi dilengkapi dengan draft plates dan
diperoleh bahwa kandungan beras kepala meningkat ketika gabah memiliki kadar
air awal 45.56% bk (basis kering) dan dikeringkan dengan temperatur lebih dari
130 oC. Namun pada kadar air rendah yaitu 37.8% bk, beras kepala menurun ketika
suhu inlet meningkat. Hanya penelitian Nguyen et al. (2001) melaporkan bahwa
pada pengering spouted bed tipe segitiga dapat menurunkan kadar air gabah sekitar
18% bk dengan hasil beras kepala yang memuaskan walaupun suhu inlet udara
sampai 160 oC. Penurunan tekanan maksimum pada awal spouting adalah 20003600 Pa dan penurunan tekanan berada pada batas antara 1400 - 2300 Pa.
Untuk mensimulasi pengeringan spouted bed, model pengeringan di dalam
tumpukan mencakup persamaan kesetimbangan massa, kesetimbangan energi dan
kinetika pengeringan. Model pengeringan tipe batch untuk gabah dikembangkan
oleh Zurith dan Singh (1982) menggunakan model semi teori dari desorpsi panaspenguapan sebagai fungsi dari suhu dan kadar air. Untuk memprediksi kadar air,
Zurith dan Singh (1982) mengasumsikan dengan konstanta difusi konstan selama
proses pengeringan (Madhiyanon et al. 2007). Madhiyanon et al. (2007)
mengembangkan persamaan yang terdiri dari persamaan kesetimbangan massa,
kesetimbangan energi, pindah panas dan difusi pengeringan yang diselesaikan
dengan metode numerik. Aliran bahan di ruang pengering diasumsikan bergerak
dengan prinsip plug flow walaupun kondisi sebenarnya perilaku bahan berbeda
dengan prinsip plug flow. Nellist et al. (1987) juga mengembangkan model yang
dapat digunakan untuk pengeringan dengan tipe aliran co-flow dan counter-flow.
Di dalam pengering spouted bed dua dimensi, aliran bahan diasumsikan bergerak
dengan tipe co-flow untuk daerah spout dan counter-flow untuk daerah downcomer.
Model ini diadopsi untuk menduga parameter pengeringan seperti suhu udara, suhu
gabah, kelembaban mutlak udara dan kadar air selama proses pengeringan.

3
Proses pengeringan merupakan kegiatan pascapanen yang tidak hanya
mengonsumsi sejumlah energi tetapi juga akan mempengaruhi kualitas bahan yang
dihasilkan terutama gabah. Oleh karena itu, proses pengeringan untuk kapasitas
yang besar hal ini menjadi sangat penting. Untuk merancang pengering tipe batch
maupun kontinyu, parameter dalam proses pengeringan sebaiknya diprediksi
dengan simulasi. Simulasi merupakan metode paling murah dan hemat waktu untuk
mengontrol dinamika dari proses pengeringan sehingga dapat mengoptimalkan
kinerja pengering dari segi konsumsi energi dan kualitas produk yang dihasilkan.
Hasil simulasi berupa suhu udara dan kelembaban mutlak udara dapat digunakan
menduga kebutuhan energi minimum yang dibutuhkan dalam proses pengeringan
dengan lebih tepat, juga dapat ditambahkan suatu proses seperti unit resirkulasi
udara dan peningkatan kapasitas pengeringan jika suhu udara dan kelembaban
mutlak udara masih bernilai tinggi. Kualitas produk dapat diduga dari hasil simulasi
peningkatan suhu gabah dan kemudian dibandingkan dengan hasil literatur.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Merancang model pengering skala laboratorium dan menguji kinerja
pengering spouted bed dua dimensi
2. Menduga sebaran suhu udara, suhu gabah, kelembaban mutlak udara dan
kadar air di pengering spouted bed dua dimensi dengan model Nellist et
al. (1987)
3. Menduga kadar air rata-rata bahan yang keluar dari ruang pengering
dengan model Zahed dan Epstein (1992)

2 TINJAUAN PUSTAKA
Gabah
Gabah merupakan biji padi yang memiliki klasifikasi tertentu yang
membedakannya di pasaran sesuai dengan permintaan konsumen. Klasifikasi ini
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis gabah, kualitas gabah, dan kadar
air gabah. Klasifikasi gabah diperlukan untuk mengetahui mutu gabah dari proses
pengeringan dan juga proses penyimpanan.
Buah padi atau gabah yang dikupas akan menghasilkan beras pecah kulit
(brown rice). Gabah terdiri dari dua penyusun utama yaitu 72-82% bagian yang
dapat dimakan atau kariopsis (beras pecah kulit) dan 18-28% kulit gabah atau
sekam. Menurut Juliano (1980), beras pecah kulit yang telah dihilangkan kulit atau
sekam terdiri dari perikarp (1-2%), aleuron dan testa (4-6%), lembaga (2-3%) dan
endosperm (89-94%). Struktur dari gabah dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Gambar 1 Struktur Gabah
Berdasarkan tingkat kekeringannya, gabah dapat diklasifikasikan menjadi 3
jenis antara lain:
1. Gabah kering panen (GKP), adalah gabah yang mengandung kadar air
lebih dari 18% bb tetap sampai 25% basis basah (bb).
2. Gabah kering simpan (GKS), adalah gabah yang memiliki kandungan
kadar air antara 14% bb sampai 18% bb.
3. Gabah kering giling (GKG), adalah gabah yang memiliki kandungan
kadar air maksimal 14% bb.
Tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap
berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa
atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin
menurun. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak beras seperti
butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah,
seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam,
tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya.
Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah
terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan
berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase
berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling.
Dalam proses perancangan suatu alat sangat penting untuk mengetahui dan
menganalisis karakteristik perilaku bahan yang akan diuji. Selain proses
perancangan, manfaat lain untuk mengetahui karakteristik bahan yang diuji adalah
pengembangan produk baru dan pengkajian/evaluasi performansi atau efisiensi
sebuah proses atau kontrol. Pada pengolahan padi khususnya pengeringan,
karakteristik yang berperan penting dalam proses perancangan adalah:
1. Karakteristik fisik bahan terdiri dari bentuk, ukuran (panjang, tinggi, lebar,
diameter), luas permukaan dan berat jenis.
2. Karakteristik mekanik bahan terdiri dari kekerasan impact, gesekan,
kompresi.
3. Karakteristik air dalam bahan
4. Karakteristik panas bahan terdiri dari panas jenis, konduktifitas, entalpi,
panas laten, difusivitas panas.
Selain keempat karakteristik diatas, gabah juga memiliki sifat glass transition.
Cnossen dan Siebenmorgen (2000) telah melakukan penelitian mengenai suhu glass

5
transition selama proses pengeringan gabah. Tg merupakan suhu dimana
karakteristik bahan berubah dari keadaan glassy ke kondisi rubbery. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa gabah yang dikeringkan pada suhu 60oC bisa terjadi
tanpa mengurangi jumlah beras kepala jika gabah di tempering terlebih dulu
sebelum di dinginkan.
Pada Tabel 1 dibawah ini disajikan persyaratan khusus kadar air gabah untuk
pengadaan pangan dalam negeri berdasarkan standar mutu gabah SNI No.02241987/SPI-TAN/01/01/1993. Tabel 2 menyajikan data karakteristik dari gabah
(Jayas dan Cenkowski 2006). Tabel 3 menyajikan data karakteristik dan dimensi
gabah (Hasbullah dan Dewi 2009).
Tabel 1 Mutu fisik gabah galur padi berkadar besi tinggi

Galur/
Varietas

Kadar
air
(%)

Densitas
(g/l)

Bobot
1000
butir
(g)

BP146D
BP138E
IR65600
IR66750
IR71218
IR68144
Ciherang

12.8
11.6
11.7
11.2
10.8
11.4
11.5

502
481
480
456.5
474
492
480

22.9
25.9
22.6
22.7
26.4
17.7
22.5

Butir
hampa
+
kotoran
(%)
1.1
1.26
0.5
0.38
0.24
1.86
2.66

Butir
hijau
+
kapur
(%)
1.54
1.48
4.02
8.6
8.74
8.14
6.76

Rendemen
BPK (%)

Rendemen
beras
giling (%)

77.84
78.44
81
78.04
77.75
76.04
74.38

64.26
6385
67.09
61.41
63.85
63.74
64.46

Tabel 2 Data karakteristik gabah
Sifat
Bulk density
Kadar air
Porositas
Densitas
Kapasitas panas (gabah)
Kapasitas panas (beras putih)
Kapasitas panas (beras)
Difusivitas panas

Nilai
579
12.4
46.5
1120
1109
1197
1637
1.64.10-06

Satuan
kg/m3
% basis basah
%
kg/m3
J/kgK
J/kgK
J/kgK
m2/s

Tabel 3 Karakteristik dan dimensi beberapa komoditas gabah
Varietas
Ciherang
Hibrida
Cibogo

Panjang (mm)

Lebar (mm)

Rasio panjang/lebar

10
9.97
11.1

2.73
2.82
2.97

3.66
3.54
3.74

6
Beras
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3%, atau dengan kata lain
setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto
2001). Secara umum, mutu beras dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok, yaitu
(i) mutu giling, (ii) mutu rasa dan mutu tanak, (iii) mutu gizi, dan (iv) standar
spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar dan bentuk beras,
kebeningan (transluency), dan beras chalky. Sedangkan dalam program pemuliaan
padi, komponen mutu beras dapat dikelompokkan atas (i) rendemen giling, (ii)
penampakan, bentuk, dan ukuran biji, dan (iii) sifat-sifat tanak dan rasa nasi
(Damardjati dan Purwani 1991).
Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan
diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini
juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan.
Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu
kendala utama bagi produksi beras adalah banyaknya beras yang pecah sewaktu
digiling. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya mutu beras (Allidawati dan
Kustianto 1989). Spesifikasi persyaratan mutu beras giling telah diatur dalam RSNI
01-6128-2008. Mutu beras giling menurut SNI ini dibedakan menjadi beras mutu I,
mutu II, mutu III, mutu IV, dan mutu V. Persyaratan mutu beras giling menurut SNI
ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Persyaratan mutu beras giling menurut SNI RSNI 01-6128-2008
No
1
2
3
4
5
6

Komponen Mutu

7
8
9

Derajat sosoh (min)
Kadar air (max)
Beras kepala (min)
Butir patah total (max)
Butir menir (max)
Butir merah (max)
Butir kuning/rusak
(max)
Butir mengapur (max)
Benda asing (max)

10

Butir gabah (max)

Mutu

Satuan
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)

I
100
14
95
5
0
0

II
100
14
89
10
1
1

III
95
14
78
20
2
2

IV
95
14
73
25
2
3

V
95
14
60
35
5
3

(%)
(%)
(%)

0
0
0

1
1
0.02

2
2
0.02

3
3
0.1

5
5
0

Butir/100 gr

0

1

1

2

3

Pengering Spouted bed
Tipe awal spouted bed dikembangkan pada tahun 1954 di NRC (National
Research Council) Kanada oleh Gisler dan Mathur. Tipe ini dikembangkan sebagai
metode alternatif pengeringan gandum yang saat itu terjadi slugging yang buruk
pada pengering fluidized bed. Slugging pada spouted bed dapat diatasi dengan
membagi daerah di dalam ruang pengering menjadi beberapa bagian yaitu anulus,

7
spout dan fountain (Gambar 2). Saluran inlet udara berada pada bagian bawah pada
posisi tengah ruang pengering.
Cara kerja pengering tipe ini adalah bahan yang telah dimasukkan dari bagian
atas kemudian ditiupkan udara yang cukup kuat yang berasal dari saluran inlet
bagian bawah ruang pengering. Hal ini akan menyebabkan bahan akan terbang dan
pada ketinggian tertentu akan jatuh kembali ke daerah anulus. Bahan yang jatuh ke
daerah anulus akan terus bergerak ke daerah spout dan kemudian tertiup oleh udara
inlet kembali ke atas. Siklus ini akan terjadi terus menerus jika udara terus ditiupkan
dari bagian bawah. Sifat hidrodinamika ini kemudian menarik para ahli kala itu
karena dianggap unik dan dinamakan spouted bed. Bagian pusat ruang pengering
dinamakan spout, daerah sekitar spout dinamakan anulus dan bahan yang terdapat
di atas permukaan tumpukan bahan pada daerah spout dan kembali turun ke daerah
anulus dinamakan fountain (Gambar 2). Untuk menghilangkan dead spaces pada
bagian bawah ruang pengering, biasanya digunakan dasar berbentuk kerucut (untuk
tipe konvensional) atau bidang miring (biasa digunakan untuk tipe dua dimensi).
Pengering tipe spouted bed dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu tipe
konvensional silinder (Gambar 3a), conical-cylindrical (Gambar 3b), dua dimensi
(Gambar 3c) dan segitiga (Gambar 3d). Alat pengering konvensional yang banyak
terdapat di pasaran adalah yang berbentuk silinder (Gambar 3a). Keuntungan
pengering spouted bed tipe silinder adalah mudah dalam penanganan untuk partikel
berukuran besar, biaya investasi murah, suhu udara inlet dapat menggunakan suhu
tinggi tanpa mengakibatkan kerusakan yang besar terhadap produk dan aliran udara
sepenuhnya tergantung terhadap semburan dari inlet. Kekurangan pengering tipe
ini adalah terbatas pada kedalaman tumpukan, diameter kolom yang digunakan
(tanpa draft tubes) dan scale-up alat.

Fountain

Anulus
Spout
Bagian dasar
Saluran inlet udara
Gambar 2 Diagram skematik spouted bed tipe konvensional silinder

8

Gambar 3 Beberapa tipe pengering spouted bed (Passos et al. 2011)
Mujumdar pada tahun 1984 memodifikasi tipe konvensional pengering spout
dengan pengering tipe dua dimensi (2DSB). Diagram skematik pengering tipe dua
dimensi dapat dilihat pada Gambar 3c. Kalwar et al. (1991) telah mempelajari
pengeringan biji-bijian dengan tipe pengering 2DSB menggunakan plat untuk
bahan kacang hijau, gandum, jagung dan jagung pipilan. Metode pengeringan
adalah pengeringan lapisan tipis dengan menggunakan persamaan Page yang
menunjukkan hasil yang baik dengan dua konstanta parameter dari persamaan yang
berkolerasi dengan ukuran ruang pengering dan parameter operasi. Sirkulasi
partikel di dalam ruang pengering tergantung kepada posisi masuknya udara ke
ruang pengering, lebar dari spout dan sudut kemiringan bagian bawah ruang
pengering. Sirkulasi bahan dalam ruang pengering meningkat apabila parameter
tersebut juga meningkat. Hal ini selalu diilustrasikan dengan laju pengeringan yang
dipengaruhi langsung oleh laju sirkulasi bahan. Tulasidas et al. (1993)
menyimpulkan bahwa dengan menurunkan ketinggian dari ruang pengering maka
nilai rasio kelembaban (MR) dan koefisien difusi akan meningkat.
Madhiyanon et al. (2000) melakukan pengeringan padi dengan pengering
spouted bed 2DSB tipe kontinyu. Studi mengenai pengeringan gabah ini dilakukan
prototipe terlebih dulu sebelum digunakan pada skala industri dengan kapasitas
3000 kg/jam. Pengering dilengkapi dengan ruang pengering yang dibuat dari kaca
sehingga pola aliran gerakan dari gabah selama proses pengeringan dapat dilihat.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada kondisi pengumpanan 3140 kg/jam dan
waktu tinggal selama 4 menit, gabah yang memiliki kadar air awal 31.9% turun
menjadi 28.5% dengan laju pengeringan 83 kg air/jam dan konsumsi energi sebesar
7.1 MJ/kg air yang diuapkan untuk panas dan 0.50 MJ/kg air yang diuapkan untuk
listrik. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sirkulasi dari partikel di dalam ruang
pengering (COP) tergantung kepada tinggi masuknya udara dari bagian bawah,
lebar spouted, dan kemiringan dari bagian bawah ruang pengering. Semakin tinggi
nilai tiga parameter diatas maka nilai COP juga akan semakin besar.
Untuk pengeringan dengan spouted bed, konstanta pengeringan dapat
menggunakan hasil penelitian Jittanit et al. (2010). Pada penelitian tersebut, bahan
yang digunakan adalah jagung, beras dan gandum. Suhu pengeringan yang
digunakan adalah 40-80 oC. Dari hasil penelitian tersebut, nilai korelasi yang paling
tinggi adalah model dua bagian dengan nilai rata rata korelasi adalah 98%.

9

3 METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Januari 2016.
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Lapang Siswadhi
Soepardjo Leuwikopo dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian.
Bahan dan Alat
Rincian alat dan bahan yang digunakan pada penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Pembuatan ruang pengering
Alat : Bor tangan, las listrik, pemotong akrilik, lem akrilik, gerinda tangan.
Bahan : Akrilik, besi plat
2. Pembuatan siklon
Alat : Las listrik, elektroda, gerinda, gergaji
Bahan : Besi plat lembaran dengan tebal 0.5 mm.
3. Saluran inlet dan outlet udara
Alat : Gergaji, lem, klem
Bahan : Pipa PVC dengan diameter 1.5 inch.
4. Unit pemanas (heater)
Alat : Gergaji besi, las listrik
Bahan : Heater 1 kW, besi dengan diameter 2.5 inch.
5. Pengujian alat
Alat :
a. Perangkat komputer merk Acer One 10 untuk proses pengolahan data
b. Hybrid recorder merk Chino-10 untuk menampilkan suhu pengukuran
termokopel
c. Arduino Mega 2560 untuk menampilkan suhu pengukuran dari sensor
suhu LM35DZ
d. Termokopel tipe T dan sensor suhu LM35DZ merupakan sensor untuk
pengukuran suhu
e. Anemometer merk Kanomax untuk melakukan pengukuran kecepatan
udara
f. Termometer bola basah dan bola kering untuk mengukur suhu
lingkungan
g. Timbangan digital untuk mengukur massa gabah
h. Oven pengering sebagai media pengukuran kadar air gabah
i. Motor listrik untuk sumber tenaga yang memutar screw pada proses
pengumpanan
j. Motor driver untuk mengatur kecepatan screw feeder pada sistem
pengumpanan bahan
k. Penggiling gabah merk Satake untuk menggiling gabah menjadi beras
coklat
l. Penyosoh beras merk Satake untuk menyosoh beras coklat menjadi
beras putih

10
m. Grader beras merk Satake untuk mensortasi beras berdasarkan ukuran
beras yaitu beras kepala, beras patah dan menir.
Bahan : Gabah dengan kadar air awal 23 % bb, 26.5 % bb dan 29 % bb.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 4 meliputi 7 tahapan yaitu :
1. Perumusan kriteria rancangan merupakan penentuan prinsip kerja alat
yang akan digunakan.
2. Perancangan terdiri dari perancangan fungsional dan struktural alat.
Rancangan fungsional untuk menentukan fungsi dari komponen utama
alat pengering dan rancangan struktural untuk menentukan bentuk dan
tata letak dari komponen utama.
3. Analisis teknik alat merupakan cara untuk penentuan dimensi dari setiap
komponen yang akan dirancang.
4. Gambar teknik alat digunakan untuk mempermudah dalam proses
pabrikasi. Dalam gambar teknik memperhatikan dimensi alat secara
lengkap.
5. Pembuatan alat (pabrikasi) yaitu pembuatan model fisik dari hasil
penentuan kriteria perancangan, analisis teknik dan gambar teknik.
6. Model matematika pengeringan yang akan digunakan untuk simulasi
proses pengeringan.
7. Uji kinerja alat untuk mengetahui efisiensi alat secara keseluruhan.
8. Pengolahan data bertujuan untuk menganalisis data hasil pengujian
kinerja alat.
Perumusan kriteria rancangan
Perumusan kriteria perancangan merupakan perancangan prinsip kerja alat
yang akan dirancang dengan penentuan kriteria dasar alat. Bahan yang berada di
dalam hoper akan masuk ke dalam ruang pengering. Bahan akan bersirkulasi di
dalam ruang pengering karena aliran udara panas yang ditiupkan dari bawah ruang
pengering oleh blower. Selama waktu tertentu, kadar air bahan akan menurun
karena udara panas yang ditiupkan dan akan keluar dari saluran outlet ruang
pengering.
Perancangan
Alat yang digunakan merupaka skala kecil (model) untuk skala laboratorium.
Perancangan alat dibagi menjadi dua yaitu rancangan fungsional dan rancangan
struktural. Rancangan fungsional merupakan kegiatan yang memastikan alat
berfungsi dengan baik, sementara rancangan struktural merupakan pemaparan
detail dimensi setiap komponen yang terdapat pada alat. Komponen utama desain
pengering spouted bed pada penelitian ini terdiri dari ruang pengering, hoper dan
sistem pengumpanan, siklon, blower dan pemanas udara. Rancangan fungsional
dan struktural akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab hasil dan pembahasan.

11
Mulai
Data dan informasi
penunjang

Perumusan kriteria
perancangan
Perancangan fungsional dan struktural alat
Analisis/perhitungan gambar teknik dan gambar kerja
Gambar teknik
Pembuatan alat
Uji fungsional dan uji pendahuluan

Modifikasi

Berhasil?

Uji kinerja fungsional dan struktural alat
Pengolahan data
Selesai
Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian
Analisis teknik alat
Analisis teknik pada penelitian ini merupakan metode yang akan digunakan
dalam penentuan dimensi dari setiap komponen yang akan dirancang, model
matematika yang digunakan untuk simulasi dan kebutuhan energi pengeringan yang
akan dibahas selanjutnya.
Passos et al. (1993) menggunakan beberapa rasio yang dapat digunakan
sebagai dasar penentuan dimensi ruang pengering yaitu :
55 < Pr/dpϕ < 141
(1)
4 < Wi/dpϕ < 11
(2)
0.4 < Ho/Pr < 1.8
(3)
0.5 < Lr/Wi < 1.0
(4)
(Pr/Wi)min = VT/Vmf
(5)

12
Hmax/Pr = f(A2D, Pr/Wi, Wi/dpϕ )
(6)
Dengan : A2D = Re*mfReT(dp/Wi)/Ar
(7)
Re*mf = Remf/ϕ = ρfVmfdp/µ f
(8)
ReT = ρfVTg(ϕ)dp/µ f,
(9)
Ar = ρf(ρs-ρf)gdp3/ µ f2
(10)
Lr/Wi < 650 (dpϕ/Wi)2
(11)
Penentuan jarak normal (Wo) draft plates (Gambar 5 dan Gambar 6) dapat
menggunakan persaman yang dikembangkan oleh Kalwar et al. (1991) yaitu :
a. Jika θs = θ0 karena θE + θs = 90o dan θE + θ0 = 90o ketika Ws = Wi
Maka,
Cos θ0 = Cos θs = (DE/AD) atau
DE = AD Cos θs sehingga Wo = HE Cos θs
(12)

Gambar 5 Skema penentuan jarak nomal jika Ws = Wi
b. Jika Ws > Wi maka θs=θ0 karena θE = θs
Maka:
AB = [{(Ws-Wi)/2}+tp dan BC = AB Tan θs
CD = BD.BC atau CD =HE-[{(Ws-Wi)/2+tp] Tan θs
DE = CD Cos θs atau Wo = CD Cos θs
Sehingga : Wo = (HE-[{(Ws-Wi)/2)+tp]Tan θs) Cos θs
(13)

Gambar 6 Skema penentuan jarak normal jika Ws > Wi
Gambar teknik
Gambar teknik diperlukan agar dapat memudahkan dalam proses pabrikasi.
Dalam gambar teknik harus memperhatikan dimensi dari mesin dan skala. Gambar
teknik dilakukan dengan bantuan software Solid work 2011.

13
Pembuatan alat
Pembuatan alat dilakukan setelah proses perancangan alat dan gambar teknik
selesai dilakukan. Proses pabrikasi dilakukan di bengkel Siswadhi Soepardjo
Leuwikopo.
Model matematika pengeringan spouted bed
Model matematika yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu model pendugaan parameter pengeringan seperti suhu udara, suhu
gabah, kelembaban udara dan kadar air di dalam ruang pengering selama proses
pengeringan dan model matematika pendugaan kadar air rata-rata bahan yang
keluar dari ruang pengering per satuan waktu. Model matematika yang digunakan
untuk pendugaan parameter pengeringan adalah model matematika yang telah
dikembangkan oleh Nellist et al. (1987), sementara model matematika pendugaan
kadar air rata-rata yang keluar dari ruang pengering menggunakan model yang
dikembangkan oleh Zahed dan Epstein (1992).
Tahap awal untuk mengembangkan persamaan adalah dengan menurunkan
persamaan untuk mendeskripsikan perpindahan panas dan massa pada lapisan tipis
pada waktu yang relatif kecil. Tumpukan bahan dibagi menjadi lapisan yang tipis
dengan ketebalan (dz) dengan nilai kadar air tertentu (M) bergerak pada sumbu z
dengan laju aliran udara (G) dan suhu udara (Ta) dan kelembaban mutlak udara (H)
(Gambar 7). Dengan asumsi bahwa kehilangan panas hanya terjadi pada arah aliran,
maka persamaan diferensial perubahan suhu udara selama waktu tertentu (t) dapat
ditulis dengan persamaan :

 T 
 T 
Ta   a dt   a dz
 z 
 t 

(14)

Namun, dalam waktu yang relatif singkat maka perubahan suhu udara dan
kelembaban akan lebih berpengaruh terhadap ketebalan tumpukan dibandingkan
terhadap waktu. Sehingga perubahan suhu dapat ditulis dengan komponen terpisah

 H 
 Ta 
dz dan  dz .
 z 
 z 

yaitu dengan notasi masing masing 

Perubahan suhu gabah dan kadar air bahan akan berpengaruh lebih besar jika
dihubungkan terhadap waktu dibandingkan dengan ketebalan, sehingga perubahan

 Tg 
 M 
dt dan 
dt . Hubungan
 t 
 t 

suhu dapat ditulis dengan notasi masing masing 

antara suhu udara, suhu gabah, kelembaban udara dan kadar air akan dinyatakan
dalam empat persamaan yaitu :
1. Kesetimbangan kadar air
Perubahan massa air pada bahan sama dengan massa air di udara sehingga
persamaan dapat ditulis :

 H 
 M 
dz 
dt  Gdt dz
 z 
 t 
dz  M   H 
 
   dz
G  t   z 

(15)
(16)

14
Pemecahan persamaan (16) dapat ditulis dalam notasi numerik yaitu :
H  

z M
G t

(17)

2. Persamaan pindah panas
Pindah panas merupakan penjumlahan dari perubahan panas bahan dan
entalpi penguapan kelembaban dikurangi dengan entalpi kelembaban sebelum
penguapan. Secara matematis dapat ditulis dengan persamaan :
hS z Ta  1 Ta  Tg  1 Tg t  z.Tg C pg  C pl M  
2
2
(18)
z  M L g  C pwTa  C pl Tg 







2Ta  Tg   Ta  Tg  

2 Tg
C pg  C pl .M  
hS t

2 M
Lg  C pwTa  C pl Tg 

hS t

(19)

Persamaan (19) dapat disederhanakan menjadi :
A  2Ta  Tg 

B  C pg  C pl M 

Y  Lg  C pwTa  C plTg 

Sehingga persamaan (18) dapat ditulis menjadi :

2 B
2 M
  
Ta   A  Tg 1  
Y
hS t 
hS t


(20)

3. Persamaan kesetimbangan panas
Persamaan kesetimbangan panas diturunkan untuk memperoleh suhu
gabah selama proses pengeringan. Persamaan dapat ditulis menjadi :
 2Y zF 

 
 hS GE 
Tg 
   2 B z
B  C pl M  
1   
 t  hS GE
 
A 

M
t

Dimana :


F  C

(21)



E  C pa  C pw H  z / G  M / t 

T  La  C plTg 

pv a

4. Laju pengeringan
Persamaan diferensial kadar air yang hilang M sebagai fungsi dari tiga
faktor yaitu Ta, Tg dan H. Persamaan laju penurunan kadar air dapat dituliskan
sebagai :
 k M  M e t
(22)
M 
1  1 kt
2
Dalam penggunaan model, terdapat empat asumsi yang digunakan yaitu :
1. Pada daerah spout, bahan dan udara diasumsikan bergerak dengan prinsip
aliran co-flow (Gambar 7a) yaitu posisi inlet udara dan bahan berasal dari
posisi yang sama. Sementara untuk daerah downcomer, bahan dan udara
bergerak dengan prinsip aliran counter-flow (Gambar 7b) yaitu posisi inlet
udara dan bahan tidak berada pada posisi yang sama.
2. Bahan dan diasumsikan bersirkulasi dengan satu aliran saja untuk masing
masing daerah spout dan downcomer.





15
3. Koefisien pindah panas antara dinding draft plates dengan daerah spout dan
downcomer diabaikan.
4. Kadar air awal sebagai kondisi awal untuk daerah spout dan daerah
downcomer adalah kadar air awal gabah

(a)
(b)
Gambar 7 Skema aliran bahan dan udara pada satu lapisan
Tahapan dalam proses simulasi terdiri dari dua bagian yaitu daerah spout dan
daerah downcomer. Tahapan simulasi pada daerah spout disajikan pada Gambar 8.
Simulasi daerah downcomer dilakukan dengan dua tahapan yaitu :
1. Asumsi untuk tahap awal yaitu posisi inlet bahan dan udara berada pada
posisi yang sama (posisi 0 adalah inlet udara) dan proses simulasi
dilakukan seperti pada tahapan simulasi daerah spout. Jika kondisi sampai
lapisan outlet udara (lapisan n) diketahui, maka simulasi dilanjutkan ke
tahap 2.
2. Kondisi lapisan n (outlet udara) diganti dengan kondisi lapisan (n-1).
Proses ini akan diulang kembali sampai posisi inlet udara dihitung seperti
simulasi daerah spout.
Model matematika pengering tipe kontinyu
Pendugaan kadar air rata-rata bahan yang keluar dari ruang pengering
merupakan pendugaan kadar air rata-rata pengering tipe kontinyu. Model yang
digunakan adalah model yang telah dikembangkan oleh Zahed dan Epstein (1992).
Kesetimbangan massa yang terjadi pada tumpukan untuk pengumpanan secara
kontinyu dengan kadar air awal yang sama (Mo),laju aliran massa bahan kering
̿ ) dapat ditulis dengan persamaan :
( ̇ ) dan komposisi kadar air produk (�






m A Y  Yi   mB M o  M
(23)
Dalam hal ini ̇ adalah laju aliran massa udara kering (g/menit), Y adalah
kelembaban udara outlet (g uap air/g udara kering), Yi adalah kelembaban udara
inlet (g uap air/g udara kering), ̇ adalah laju aliran massa bahan kering (g/menit),
̿ adalah volume rata-rata
Mo adalah kadar air gabah yang diumpankan (g/g), dan �
kadar air (g/g).
Jika aliran bahan di dalam ruang pengering diasumsikan berpindah dengan
̅ ) pada proses batch selama
prinsip plug flow, maka nilai kadar air rata-rata bahan (�
waktu tinggal ( ̅ =
/ ̇ ) akan bernilai sama dengan kadar air rata-rata bahan
̅
(�) pada proses kontinyu. Namun, jika bahan tidak diasumsikan bergerak secara
plug flow maka nilai komposisi akhir produk dapat dihitung dengan persamaan :

16


M   M  E  d

(24)

o

Dimana :   t . Dalam hal ini t adalah waktu (menit) dan ̅ adalah waktu
t
tinggal rata-rata bahan yaitu
/ ̇ , mB adalah massa hold up bahan kering (g),
̅ adalah volume rata-rata kadar air
̇ adalah laju aliran massa bahan (g/menit), �
̿
masing masing gabah (g/g), E(θ) adalah fungsi distribusi bahan keluar dan �
adalah volume rata-rata kadar air (g/g).
Fungsi distribusi keluaran bahan (E(θ)) memiliki relasi terhadap distribusi
waktu selama proses pengeringan (I(θ)) yang dapat ditulis dengan persamaan :
(25)
E   dI   / d
Jika diasumsikan bahwa pencampuran bahan di dalam spouted bed terjadi
secara sempurna, maka persamaan (25) dapat ditulis menjadi :
(26)
E   I    exp   
Jika diasumsikan pencampuran bahan terjadi secara baik namun tidak
sempurna di dalam spouted bed, maka distribusi waktu selama proses pengeringan
(I(θ)) dapat ditulis menjadi :
(27)
I    exp   0.1 / 0.92
Sehingga persamaan (25) dapat ditulis menjadi :
(28)
E   1 / 0.92 exp   0.1 / 0.92
Persamaan (26) atau (28) dapat digunakan