Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging Di Kabupaten Sumbawa Barat.

i

STRATEGI PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI TERNAK
SAPI PEDAGING DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BENI AHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Program Pemberdayaan
Kelompok Tani Sapi Pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Beni Ahmadi
NRP I354120055

iv

v

RINGKASAN
BENI AHMADI, Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging
di Kabupaten Sumbawa Barat. Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan
SATYAWAN SUNITO.

Program pemberdayaan Kelompok Tani Ternak (KTT) sapi pedaging di
KSB sudah dimulai pada 2005 dan sampai sekarang masih berlangsung. Selama
kurun waktu tersebut belum menunjukkan penambahan jumlah KTT sapi
pedaging maupun jumlah populasi ternak yang signifikan. Keberdayaan pemberi
program dan penerima program merupakan indikator keberhasilan program
pemberdayaan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah bagaimana pemberdayaan
KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat. Sedangkan tujuan khusus
adalah 1) Mengkaji implementasi program pemberdayaan KTT Sapi pedaging di
Kabupaten Sumbawa Barat, 2) Mengkaji keberdayaan KTT pedaging di
Kabupaten Sumbawa Barat dan penentu keberdayaan KTT (penerima program
dan pemberi program), 3) Merumuskan strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging
di Kabupaten Sumbawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
didukung oleh data kuantitatif yang digunakan pada study kasus program
pemberdayaan KTT sapi pedaging. Informan dalam penelitian ini adalah; anggota
KTT, Ketua KTT, tokoh masyarkat/agama, staff desa, tenaga pendamping,
pegawai kecamatan, Dinas Kelautan Prikanan Peternakan . Hasil penelitian
menunjukkan: 1) Implementasi program pemberdayaan KTT sapi pedaging di
KSB belum sejalan dengan SOP sesuai peraturan bupati nomor 16 tahun 2012
karena tidak ada konsistensi pemerintah dalam pelaksanaan program. Perubahan
dan penyusunan SOP dengan keterlibatan semua pihak harus dilakukan; 2)

Keberhasilan program sangat ditentukan oleh keberdayaan dari pemberi program
dan penerima program. Adapun faktor penentu adalah penyeragaman program,
KTT penerima program, kualitas bibit sapi, system penyetoran bibit sapi, tenaga
pendamping, infrastruktur dan dana pemeliharaan, system pemeliharaan dan
ketersedian lahan. sedangkan pemberi program yang menentukan dalam program
pemberdayaan KTT sapi pedaging adalah kepemimpinan, infrastruktur dan
fasilitas pendukung tenaga pendamping, pelatihan tenaga pendamping, system
pemeliharaan, informasi dan konsultasi program, monitoring dan evaluasi; 3)
Strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging di KSB dengan melahirkan kebijakan
yang berorientasi pada karakteristik dan budaya lokal. Penelitian ini diharapkan
menjadi solusi bagi program pemberdayaan KTT sapi pedaging di KSB dengan
melahirkan kebijakan yang berorientasi pada karakteristik dan budaya lokal
tempat program dilaksanakan.

Kata kunci: implementasi program, keberdayaan, strategi pemberdayaan

vi

SUMMARY
BENI AHMADI, The Empowerment Strategic of Beef Catle Farmer Group in

West Sumbawa Regency. Supervised by TITIK SUMARTI and SATYAWAN
SUNITO.
Empowerment of Livestock Farmers (KTT) beef cattle has been started in
2005 and is still ongoing. During that time the implementation of the program has
not been shown to extend the number of beef cattle and livestock numbers are
significant. The empowerment of programs giver and program receiver is an
indicator of the success of the empowerment program. The general objective of
this research is how the implementation of empowerment beef cattle farmer group
in West Sumbawa regency. While the specific objectives are: 1) Assess the
implementation of empowerment beef catle farmer group in West Sumbawa
regency, 2) Assessing empowerment beef catle farmer group in West Sumbawa
regency and determinants of empowerment (beneficiaries and donor programs), 3)
Formulate a strategy of empowerment in the District West Sumbawa. This study
used qualitative methods supported by quantitative, and used to case study of the
empowerment beef cattle farmer groups. Informants in this study are; member,
chairman of the group, the community leaders / religious, village staff, assistants,
clerks districts, DKPP. The results showed: 1) Implementation of empowerment
beef cattle farmer groups in KSB has not suitble with the appropriate SOP regent
regulation number 16 of 2012 because there is no consistency in the
implementation of government programs. Changes and SOP development with the

involvement of all parties must be made; 2) The success of the program is
determined by the empowerment of reciever programs and recipient programs.
The deciding factor is the uniformity of the program, recipients program, the
quality of cattle, cattle deposit system, assistants, funding infrastructure and
maintenance, system maintenance and availability of land. while giving the
program a decisive beef cattle farmer groups development program is leadership,
infrastructure and support facilities assistants, assistants training, system
maintenance, information and consultation programs, monitoring and evaluation;
3) The strategy to empowerment at KSB with based need oriented policies and the
characteristics of the local culture. This study is expected to be a solution for beef
cattle empowerment at KSB with need oriented policies and the characteristics of
the local culture where the programs are implemented.

Keywords: program implementation, empowerment, empowerment strategies

vii

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karyatulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpak izin IPB

viii

ix

STATEGI PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI TERNAK
SAPI PEDAGING DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BENI AHMADI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

Penguji luar pada Ujian Tesis: Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

iv

v

Judul Kajian
: Program Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi
Pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat
Nama
: Beni Ahmadi
NRP

: I354120055

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Titik Sumarti MC, MS
Ketua

Dr Satyawan Sunito MC, MS
Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi
Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala
atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam tesis yang dilaksanakan ini ialah Program
Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging di Kabupaten
Sumbawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Titik Sumarti MC, MS
dan Bapak Dr Satyawan Sunito MC, MS selaku komisi pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pengelola Program
Studi MPM SPs IPB serta para staf PS MPM SPs IPB. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada bapak H. Ramli dan Ibu Siamina, istri
tercinta Betty Pusyanti, anak-anakku M. Wanggra Jubran Ahmadi,

M.Ghailan Ahmadi, Saa Ka Waya Ahmadi serta seluruh keluarga, atas
segala do‟a dan kasih sayangnya, dan tidak lupa pula penulis sampaikan rasa
terima kasih kepada informan dan semua rekan-rekan MPM IPB kelas KSB.
Semoga tesis yang peneliti selesaikan ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Beni Ahmadi

iv

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii


DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
LatarBelakang
RumusanMasalah
TujuanKajian
KegunaanKajian
RuangLingkupKajian

2
3
5
6
6

2 PENDEKATAN TEORITIS
TinjauanPustaka
KerangkaPemikiran

7
14

3 METODE KAJIAN
LokasidanWaktuKajian
MetodePenelitian

15
15

Pengumpulan Data
PengolahandanAnalisis Data

16
16

MetodePerancanganStrategi
PartisipanPerancangan

17
17

Proses Perancangan

17

4 PROFIL KOMUNITAS
Geografis
Iklim
Kependudukan
StrukturSosial
KelembagaanEkonomi
Pola-PolaKebudayaan
PolaAdaftasiEkologi
Masalah-MasalahSosial

19
19
20
21
23
23
24
25

5 EVALUASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM
EvaluasiKebijakanPeningkatanSwasembadaDagingSapi
ImplementasiKebijakanProvinsi
danKabupatenSumbawa Barat

Nusa

Tenggara

27
Barat

30
HASIL DAN SINTESIS KEBERDAYAAN KTT DAN
6
PENENTUNYA
ImplementasiProgram Pemberdayaan KTTSapiPedaging
AnalisisImplementasi Program Pemberdayaan KTT SapiPedaging
AnalisisKetidaberdayaan KTT pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat

39
40
44

v

7 PERANCANGAN STRATEGI (PROGRAM AKSI)
Kondisi Program PemberdayaanSapiPedaging
Isu-isuStrategisStrategis Program Pemberdayaan
Permasalahan-permasalahanProgram Pemberdayaan KTT
PerancanganStrategi (Program Aksi)

49
49
50
52

8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran-saran

62
62

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN

64

vi

DAFTAR TABEL
1

Konseppemberdayaan

2
3
4
5
6
7

Konseppemberdayaandanindikatorkeberdayaan
Informandalamkajian
Rekapitulasipekembanganbibitsapi di KSB
Data bantuansapi di desaKalimantongtahun 2006-2013
Evaluasiterhadapkreteriakebijakandibidangpeternakan di KSB
Perkembangansapipenggemukanmasing-masingKecamatandi KSB Tahun
2005 – 2011
Pokokpenyebaran/distribusidankeadaanakhirinventarisasiPerkembangansapi
masing-masingdesaKalimantongKecamatanBrangEne 2005 - 2011
SistempenyetoranbibitsapiuntukbantuanPemerintah Daerah
Tahapanimplementasi program denganindikatoruraiandanharapan
Uraianketidakberdayaan KTT danpemberi program
Penerima program danpemberi program pemberdayaan

8
9
10
11
12
13

14

11
12
15
29
32
33
34

Permasalahandankebutuhanmasyarakatdalam program pemberdayaan

37
42
43
46
47
52

Perancanganstrategi (program aksi) programpemberdayaanKTT di KSB

55

vii

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangkapemikirankajian

Grafikpersentaseluaswilayah di KecamatanBrangEneTahun 2011
GrafikkepadatanpendudukdesaKalimantongdaritahun 2006
sampaidengantahun 2011

14
19
21

viii

DAFTAR LAMPIRAN
1. Riwayathidup

1

0PENDAHULUAN
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum
Program Swasembada Daging Sapi sebagai acuan bagi para pengelola
kebijakandi tingkat pusat dan daerah. Pedoman Umum di antaranya menurunkan
kuota impor daging dari 100 ribu ton menjadi 38 ribu ton sehingga mencapai 10%
dari kebutuhan konsumsi masyarakat, meningkatkan populasi sapi potong menjadi
14,2 juta ekor tahun 2014 dengan rata-rata pencapaian pertumbuhannya sebesar
12,48%, dan meningkatkan produksi daging dalam negeri sebesar 420,3 ribu ton
pada tahun 2014 atau meningkat 10,4% setiap tahunnya.
Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan
tekad bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian
yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak
berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi pedaging. Swasembada
daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan
terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan
mengembangkan potensi dalam negeri. Dengan berswasembada daging sapi
tersebut akan diperoleh keuntungan dan nilai tambah yaitu : (1) meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2) penyerapan tambahan tenaga kerja
baru; (3) penghematan devisa negara; (4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak
sapi lokal; dan (5) semakin meningkatnya peyediaan daging sapi yang Aman,
Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih
terjamin.
Keberhasilan program swasembada daging sapi 2014 akan sangat
tergantung kepada partisipasi penuh masyarakat peternak sapi potong, sehingga
bagaimanapun baiknya program yang disusun tidak akan berhasil tanpa partisipasi
masyarakat peternak dan para pelaku peternakan sapi potong lainnya Oleh karena
itu, diperlukan pedoman umum PSDS 2014 agar para pengelola kebijakan sampai
operasionalnya di lapangan mempunyai pegangan umum dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan sebagaimana tercantum dalam cetak biru (blue print) PSDS
2014. Pedoman umum ini merupakan acuan penting bagi para pengelola kegiatan
baik di tingkat Pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga diperoleh
persamaan persepsi dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan langkah-langkah
operasionalnya.

Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) hasil sensus pertanian tahun 2011 menyebutkan bahwa
populasi sapi potong mencapai 14,8 juta ekor. Hasil sensus tersebut dinilai belum
ada kejelasan populasi berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin ternak.
Informasi populasi ternak berdasarkan umur dan jenis kelamin penting untuk
diketahui karena dapat menentukan perkembangan populasi ternak di masa depan.
Data terbaru hasil Sensus Pertanian 2013 (SP-2013) secara resmi belum
diumumkan. Namun, saat ini sudah beredar berita yang menyebutkan populasi
sapi potong hanya 12- 12,5 juta ekor. Penurunan populasi itu ditengarai akibat

2

pemotongan sapi secara besar-besaran sebagai dampak harga daging sapi yang
bertahan relatif tinggi . Sementara itu proyeksi kebutuhan daging sapi tahun 2013
dari Kementerian Pertanian adalah sebesar 549,7 ribu ton. Dari jumlah itu, 474,4
ribu ton mampu dipenuhi dari populasi ternak sapi domestik, sedangkan sisanya
sekitar 80 ribu ton (14,6%) harus diimpor. Adapun rincian impor tersebut terdiri
dari 32 ribu ton dalam bentuk daging sapi beku dan 267 ribu ekor sapi bakalan
yang setara dengan 48 ribu ton daging sapi.Data yang disampaikan Kementerian
Pertanian tersebut menggambarkan bahwa potensi pemenuhan penyediaan daging
sapi dari dalam negeri cukup besar meskipun belum mampu mencukupi
seluruhnya. Fenomena tingginya harga daging sapi di Pulau Jawa, khususnya
Jabodetabek dalam beberapa bulan terakhir ini, menunjukkan adanya indikasi
ketimpangan pada sistem pasokan daging sapi di Indonesia.
Sebaran populasi ternak sapi dan sebaran konsumsi daging sapi menurut
data BPS menurut provinsi tidak merata. Di Indonesia terdapat perbedaan tingkat
konsumsi daging oleh masyarakat antara daerah satu dengan lainnya. Masyarakat
di kawasan Indonesia Barat (Sumatera dan Jawa) memiliki tingkat konsumsi
daging sapi tinggi, sementara itu populasi ternak sapi menyebar di seluruh
wilayah Indonesia dan dalam jumlah cukup besar berada di kawasan Indonesia
Timur, seperti di Sulawesi Selatan, NTB, NTT, dan Jawa Timur, yang justru
tingkat konsumsinya rendah.
Salah satu program strategis Pembangunan Pertanian Tahun 2014
khususnya bidang peternakan yaitu Program Peningkatan Swasembada Daging
Sapi dan Kerbau (PSDSK). PSDSK dilaksanakan di 33 Provinsi melalui 5 (lima)
kegiatan pokok yaitu penyediaan bakalan/dagang Sapi lokal, peningkatan
produktivitas ternak Sapi lokal, pencegahan pemotongan Sapi betina produktif,
penyediaan bibit Sapi dan pengaturan stock daging Sapi dalam negeri.Dalam
implementasinya kelima kegiatan pokok tersebut dijabarkan ke dalam kegiatan
operasional, diantaranya optimalisasi kegiatan inseminasi buatan (IB).Sehubungan
dengan PSDSK tersebut, perlu didukung ketersediaan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang memiliki keahlian teknis bersertifikat. Salah satu upaya peningkatan
SDM tersebut dilaksanakan melalui Penyelenggaraan Bimtek Peningkatan
Kapasitas Petugas Teknis Inseminasi Buatan (IB)(BIMTEK : BIB Lembang
Membangun SDM Peternakan. Selasa, 9 Juli 2013).
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu wilayah Indonesia
yang berpotensi untuk mengembangkan usaha peternakan sapi telah membuat
program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan Program Swasembada Daging Sapi Tahun
2014 (PSDS-2014). Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014)
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani asal
ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Pencapaian
swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar
ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging makin menurun
dengan mengembangkan potensi dalam negeri.
Peternakan sapi NTB menempati peringkat delapan nasional dengan jumlah
populasi sapi mencapai 507.836 ekor, sedangkan populasi sapi rata-rata 93.500
ekor per tahun dan kerbau 27.000 ekor per tahun. Dari total jumlah produksi
ternak sapi tersebut, 50 persen di antaranya berada di Pulau Sumbawa, sehingga
Pemerintah Provinsi NTB menetapkan Pulau Sumbawa sebagai ujung tombak

3

bagi kesuksesan pelaksanaan program NTB Bumi Sejuta Sapi
(http://regional.kompas.com/read/2009/05/12/15282130).
Dalam mendukung program tersebut kabupaten Sumbawa Barat
mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 16 Tahun 2012tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) pendistribusian ternak kepada masyarakat Kelompok
Tani Ternak (KTT) Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2012 dalam mendukung
pelaksanakan program. Disamping itu meningkatkan populasi, mewujudkan
ketahanan pangan hewani asal ternak dengan penyebaran ternak pada kawasankawasan potensial untuk pengembangan peternakan.
Pembuatan SOP tentang pendistribusian ternak, tahapan-tahapan program
dan monitoring kegiatan memastikan Pemberdayaan KTT berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Pedoman dan arah yang jelas dalam melakukan pemberdayaan
sebagai acuan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas
yang membidangi di Kabupaten Sumbawa Barat. Program pemberdayaan KTT di
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dimulai sejaktahun 2005, pendistribusian bibit
sapi tersebar diseluruh desa yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat.
Dalam kurun waktu tersebut sekitar 5 (lima) KTT telah menerima bantuan
bibit sapi pedaging di desa Kalimantong, dengan jumlah bantuan bibit sapi tidak
sama masing-masing KTT sapi pedaging. Masing-masing KTT sapi pedaging
mempunyai anggota tidak sama tergantung program dan jumlah ternak yang akan
diberikan.. Anggota KTT disamping sebagai peternak merupakan petani,
pekerjaan pertanian akan dikerjakan setelah selesai mengurus ternak atau
sebaliknya. Pembagian waktu diperlukan keseriusan, ketepatan dan kecekatan
dalam mengerjakan kedua pekerjaan tersebut.
Keterbatasan pengetahuan, informasi, minimnya pendampingan, monitoring
dan evaluasi, mengakibatkan mekanisme pendistribusian bibit sapi belum tepat
sasaran, baik dari KTT yang mendapatkan bantuan ternak, kualitas bibit sapi
sampai dengan waktu pendistribusian bantuan ternak (Sumber: Informan). Bertitik
tolak pada permasalahan di atas, dapat dirumuskan sebuah pertanyaan utama:
bagaimana pemberdayaan Kelompok Tani Ternak sapi pedaging di
Kabupaten Sumbawa Barat?
Perumusan Masalah Kajian
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila
warganya ikut menjadi bagian dalam program pemberdayaan.
Untuk memberdayakan masyarakat diperlukan pendekatan utama adalah
bahwa masyarakat tidak dijadikan sebagai obyek melainkan subyek dari berbagai
upaya pembangunan oleh karena itu Kartasasmita (1997) mengatakan
pemberdayaan harus mengikuti pendekatan-pendekatan sebagai berikut :upaya
pemberdayaan harus terarah (targeted) program pemberdayaan harus langsung
mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi
sasaranmenggunakan pendekatan kelompok. Kemudian Kartasasmita (1997) yang
dikutip oleh Firdaus (2012) mengatakan upaya memberdayakan masyarakat dapat
dilihat dari tiga sisi yaitu : pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). kedua, memperkuat

4

potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). ketiga,
memberdayakan mengandung pula arti melindungi.
Pendekataan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia
(people centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber daya
lokal, yang merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi
pembelajaran sosial dan strategi perumusan program. Tujuan yang ingin dicapai
adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan
dirinya.
Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi masyarakat setempat dibuat
ditingkat lokal, oleh masyarakat yang memiliki identitas yang diakui peranannya
sebagai partisipan dalam proses pengambilan keputusan. Fokus utama
pengelolaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan masyarakat
miskin dalam mengarahkan aset- asset yang ada dalam masyarakat setempat untuk
memenuhi kebutuhannya, toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh
karena itu mengakui makna pilihan individual, dan mengakui proses pengambilan
keputusan dengan sentralistik yang memberikan keleluasan pada masyarakat.
Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi- organisasi yang
otonom dan mandiri, yang saling berinteraksi memberikan umpan balik
pelaksanaan untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang organisasi. Adanya
jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan organisasi lokal yang
otonom dan mandiri, yang mencakup kelompok penerima manfaat, pemerintah
lokal, lokal dan sebagainya, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang
ditujukan untuk memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas
berbagai sumber yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber
daya setempat.
Dilain pihak konsep pembangunan yang selama ini diterapkan belum
mampu menjawab tuntutan-tuntutan yang menyangkut keadilan dan pemerataan
serta keberpihakannya kepada masyarakat, sehingga pembangunan yang digagas
belum mampu mengangkat penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Upaya meningkatkan keberpihakan pembangunan kepada kepentingan
masyarakat, sepertinya tidak dapat dilepaskan dari upaya pemberdayaan
masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan dimaksud.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberdayaan masyarakat
terletak pada proses pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan
pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Oleh karena
itu, pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya
merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi pada
manusia (people centered development), yang melandasi wawasan pengelolaan
sumber daya lokal (community based resource management). Oleh karena itu
bagaimana implementasi pemberdayaan Kelompok Tani Ternak sapi
pedaging di kabupaten Sumbawa Barat?
Dalam pelaksanaan program pemberdayaan, terdapat beberapa hal yang
menentukan keberhasilan program. Jika tidak disikapi dengan benar, akan menjadi
hambatan dalam keberhasilan program pemberdayaan. Identifikasi tersebut
menjadi antisipasi berikutnya ketika program pemberdayaan dilakukan. Perlu
disadari disetiap tempat/wilayah persoalan yang akan dihadapi tidak selalu sama
tetapi langkah antisipasi ini dapat memberikan gambaran awal. Keberadaan
pemerintah, swasta dan masyarakat dalam program diharapkan menjadi solusi tapi

5

justru membawa pemikiran sendiri-sendiri dan bisa menjadi kendala.
Ketidaksamaan ide, pemikiran maupun persoalan-persoalan lainnya selama
program pemberdayaan berlangsung mengakibatkan program pemberdayaan tidak
berjalan baik.
Penempatan posisi struktural pemerintah dan ketidakberdayaan masyarakat
KTT sapi pedaging menjadi penghalang program, ketidaksetaraan ini akan diikuti
dominasi pemerintah dalam setiap asfek. Dominasi yang begitu kuat terhadap
program pemberdayaan. Setelah pengumpulan informasi terkait kondisi yang
dapat menghambat dan menggagalkan program pemberdayaan, diharapkan segera
diambil langkah perbaikan guna mengantisipasi kegagalan yang lebih besar.
Tindakan atau langkah perbaikan harus diikuti dengan pendalaman kembali
program pemberdayaan baik ditingkat kebijakan maupun aras komunitas yaitu
KTT. Oleh karena itu bagaimana keberdayaan KTT sapi pedaging dan
penentu keberdayaan KTT baik dari sisi penerima program maupun
pemberi program.
Tindakan yang diambil harus dipastikan merupakan langkah yang tepat dan
solusi jangka panjang. Langkah-langkah prematur yang tidak mengenal baik
presoalan, dikwatirkan justru akan membuat program pemberdayaan tidak
bertahan lama. Pemahaman akan situasi dan kondisi ini tentu diperlukan
pengetahuan, kemampuan dan mengusai lingkungan tempat dilakukan kajian.
Kedekatan dan merasa diterima dilokasi penelitian diharapkan memahami langkah
perbaikan program pemberdayaan untuk bisa memberi manfaat yang lebih banyak
lagi kedepan. Dengan demikian perlu strategi dalam pemberdayaan kelompok
tani ternak sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat.
Tujuan Kajian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan
utama kajian ini adalah untuk merumuskan strategi pemberdayaan KTT sapi di
Kabupaten Sumbawa Barat.
Adapun tujuan kajian secara lebih rinci dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengkaji implementasi program pemberdayaan KTT Sapi pedaging di
Kabupaten Sumbawa Barat;
2. Mengkaji keberdayaan KTT pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat dan
penentu keberdayaan KTT (penerima program dan pemberi program); dan
3. Merumuskan strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten
Sumbawa Barat.
Kegunaan Kajian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang
bermanfaat antara lain:
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan perbandingan atau referensi
dan menambah bahan studi kepustakaan terkait dengan pemberdayaan KTT
sapi pedaging dalam rangka pengembangan masyarakat; dan
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi pemikiran
kepada pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat dan provinsi Nusa

6

Tenggara Barat terkait dengan penyusunan kebijakan dan strategi
pemberdayaan KTT sapi pedaging dimasa mendatang.
Ruang lingkup Kajian
Fokus kajian dalam penelitian ini ditekan pada perumusan strategi
pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat.Untuk mencapai
tujuan tesebut maka ruang lingkup kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis implementasi program pemberdayaan
KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat;
2. Menganalisis keberdayaan kelompok tani ternak sapi pedaging di
Kabupaten Sumbawa Barat dan keberdayaan KTT (penerima program dan
pemberi program);dan
3. Menentukan strategi dalam pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten
Sumbawa Barat.

7

PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini memaparkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran. Tinjauan
pustaka berisi tentang program pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten
Sumbawa Barat. Pelaksanaan/implementasi program pemberdayaan dan kebijakan,
strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging. Kerangka pemikiran konseptual akan
dibahas tentang kerangka (frame) yang menjadi alur pikir dan prosedur serta alat
analisis yang digunakan. Dari kerangka pemikiran konseptual akan dihasilkan
suatu bagan alir dari penelitian.

Tinjauan Pustaka
Pengembangan Masyarakat
Community Development (CD) atau pengembangan masyarakat di
definisikan sebagai metode yang memungkinkan orang dapat meningkatkan
kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses
yang mempengaruhi kehidupannya. Secara khusus pengembangan masyarakat
berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang beruntung atau
tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi sosial,
suku, gender, kelamin, usia dan kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki
fokus terhadap menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat
bekerjasama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan
kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Suharto, 2005).
Community Development menggambarkan makna yang penting dari dua
konsep: community bermakna kualitas hubungan sosial dan development
bermakna perubahan kearah kemajuan yang terencana dan bersifat gradual
community development digunakan sebagai cara untuk memperbaiki pelayanan
dan fasilitas publik, menciptakan tanggungjawab pemerintah lokal, meningkatkan
partisipasi masyarakat, memperbaiki kepemimpinan, membangun kelembagaan
baru, melaksanakan pembangunan ekonomi dan fisik, serta mengembangkan
perencanaan fisik dan lingkungan (Nasdian, 2013).
Menghargai pengetahuan lokal adalah sebuah komponen esensial dari
setiap kerja pengembangan masyarakat dan ini dapat dirangkum dengan frasa
„masyarakat yang paling tau‟ di atas segalanya. Anggota masyarakat memiliki
pengalaman dari masyarakat tersebut tentang kebutuhan dan masalah-masalahnya,
kekuatan dan kelebihannya dan cirri-ciri khasnya. Jika kita ingin terlibat dalam
sebuah proses pengembangan masyarakat, ia harus dikerjakan di atas dasar
pengetahuan lokal seperti ini dan dalam hal ini pekerja masyarakat, kecuali telah
lama menjadi anggota masyarakat tersebut, tidak dapat mengklaim sebagi‟ahli‟.
Masyarakat lokallah yang memiliki pengetahuan, kearifan dan keahlian ini dan
peran pekerja masyarakat adalah mendengar dan belajar dari masyarakat bukan
mengajari masyarakat tentang masalah dan kebutuhan mereka (Holland &
Blackburn dikutip dalam Jim Ife & Frank Tesoriero)
Pemberdayaan kelompok tani ternak sapi pedaging di desa Kalimantong
adalah berangkat dari kelokalan masyarakat KSB umumnya dan desa
Kalimantong khususnya yang merupakan petani sekaligus peternak.

8

Pengembangan masyarakat bukan lagi mengenalkan budaya baru tetapi petani dan
peternak ini dimaksudkan medukung program Swasemba daging sapi NTB dan
KSB, disamping pemberdayaan KTT demi meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Kebiasan dan budaya masyarakat masyarakat setempat dengan peternakan
sapi diharapkan mampu mengembangkan program pmberdayaan dan
mensejahterahkan masyarakat.
Strategi untuk mencapai sasaran swasembada daging sapi 2014 adalah
strategiyang megutamakan keterpaduan antara pendekatan teknis, ekonomis,
kelembagaan,pembiayaan dan regulasi. Masing-masing pendekatan ini tidak
berdiri sendiri melainkan saling ketergantungan sehingga menimbulkan efek
sinergi.
A. Teknis
Pendekatan teknis adalah strategi yang terkait dengan aspek
perbibitan,budidaya, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan pakan.
Pendekatan ini akanterkait dengan langkah operasional teknis yang secara rinci
diuraikan ke dalam masing-masing pedoman teknis.
B. Ekonomis
Pendekatan ekonomis adalah strategi yang diarahkan untuk secara
umummengatur, stok ternak yang ada sehingga stock meningkat mengarah
kepadakemampuan domestik sebesar 90% dari kebutuhan konsumsi daging
masyarakat. Pada pendekatan ini dilakukan pengaturan stock dan impor melalui
instansi yang berwenang sehingga supply tetap terjamin. Melalui strategi ini akan
dapat dihitung juga pengaruhnya terhadap pendapatan peternak terutama adanya
dampak impor terhadap harga dalam negeri.
C. Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan
Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk melengkapi SDM
dankelembagaan sesuai dengan kebutuhan. Dalam melengkapi SDM
dankelembagaan tersebut dapat terjadi proses revitalisasi kelembagaan, dalam
artipeningkatan kapasitas dan kompetensi para pelaku dan kelembagaannya.
D. Pembiayaan
Pendekatan pembiayaan ini dipilih karena terdapat tugas-tugas
danwewenang yang harus dijalankan oleh pemerintah dan oleh masyarakat. Pada
prinsipnya pendanaan pemerintah digunakan sebagai leverage untuk
menumbuhkan pembiayaan yang berasal dari swasta dan masyarakat. Faktor
leverage tersebut terutama untuk perbibitan dan penanganan kesehatan
hewanserta kesehatan masyarakat veteriner. Karena sifat program yang
bersifatmendesak maka kebutuhan pembiayaan sebagian besar akan ditanggung
olehpemerintah dan pemerintah daerah
E. Regulasi
Strategi regulasi ini untuk melengkapi pilihan-pilihan strategi
lainnya.Domain regulasi lebih banyak berada pada pemerintah pusat ataupun
daerah. Apabila diperlukan dapat dilakukan regulasi baru atau deregulasi ataupun
penghapusan regulasi yang berlaku selama ini dalam rangka memenuhi tuntutan
perkembangan keadaan.

9

Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging
Pengertian pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata
“Empowerment”, yaitu sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah
dimiliki oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan masyarakat adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal
yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan
memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku
atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri. Lebih lanjut (Payne,1997)
yang dikutip oleh (Firdaus, 2012). Pemberdayaan dipandang untuk menolong
klien dengan membangkitkan tenaga dalam mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan sepanjang hidup, termasuk
mengurangi efek atau akibat dari gejala-gejala pada masyarakat atau individu
untuk melatih agar kekuatan itu tumbuh dengan meningkatkan kapasitas percaya
diri, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.
Pemberdayaan masyarakat, sebagai proses pemandirian masyarakat,
pada hakekatnya merupakan kegiatan yang tak kunjung berhenti (never ending
proses). Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan-perubahan di lingkungan
internal maupun eksternal masyarakat. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa
praktek pelaksanaan pemberdayaan masyarakat seringkali jauh meleset dari
konsepnya. Pemberdayaan bukannya mengarah kepada kemandirian, tetapi
menjadi “memperdayai” upaya pengembangan kemandirian tetapi justru lebih
cendrung melestarikan ketergantungan masyarakat kepada beragam bentuk
bantuan. (Mardikanto, 2011)
Pemberdayaan masyarakat secara luas diartikan sebagai suatu proses yang
membangun manusia atau masyarakat melalui pembangunan kemampuan
masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat.
menurut Nasdian (2013) persoalan ketidakberdayaan masyarakat bawah biasanya
berkaitan erat dengan persoalan kemiskinan, keterbelakangan, kekurangan
kapasitas pendidikan. Salah satu prinsip pembangunan yang dianggap penting dan
bisa menjembatani proses pemberdayaan komunitas adalah grass root
development (pembangunan dimulai dari rakyat).
Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat
diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat
(Karsidi, 2007) yang dikutip oleh (Suvi,2013) sebagai berikut:
1. Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti,
dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi
pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk
memecahkan masalah-masalah sendiri.
2. Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping menyadari
perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau guru. Untuk itu
perlu sikap rendah hati serta kesediaan belajar dari masyarakat dan
menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami

10

keadaan masyarakat itu sendiri. Bahkan dalam penerapannya masyarakat
dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping
lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang
dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu
sendiri.
3. Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman
Salah satu prinsip pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adalah
pengakuanakan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini
bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan
tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak
hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal (bahkan tradisional)
masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan
tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang.Namun
sebaliknya, telah terbukti pula bahwapengetahuan modern dan inovasi dari
luar yang diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan
masalah mereka.
Otonomi daerah dalam rangka menangkap aspirasi masyarakat daerah,
bisa diartikan sebagai undangan pada institusi lokal untuk kembali berfungsi.
Otonomi daerah secara budaya berarti pengembalian hak budaya lokal untuk bisa
tumbuh dan berkembang secara wajar. Penguatan institusi lokal dalam kerangka
otonomi daerah bermakna pengembalian fungsi institusi lokal sebagai wahana
masyarakat dalam menghadapi hidup dan menyelesaikan persoalan-persoalan
yang dihadapi.
Karakteristik suatu wilayah dan kedekatan budaya masyarakat tersebut
terhadap program pemberdayaan KTT sapi pedaging, mampu meningkatkan
keberdayaan masyarakat. Pada akhirnya akan menciptakan kesejahteraan
masyarakat itu sendiri. Sadar akan hal ini Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
merencanakan program pemberdayaan masyarakat di bidang peternakan Bumi
Sejuta Sapi (BSS) dan swasembada daging sapi 2014. Sala satu Kabupaten yang
ada di NTB yaitu Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menerbitkan peraturan
Bupati Nomor 16 tahun 2012 tentang Standar opersional prosedur ternak kepada
masyarakat kelompok tani ternak. Meskipun kedua program ini punya tujuan yang
sama tetapi berbeda dalam penerapannya dilapangan, mulai dari pembentukan
KTT sapi pedaging, pendistribusian bibit sapi dan sistem pengembalian bibit sapi.
Pembentukan kelompok-kelompok tani disetiap desa dimaksudkan setiap
RT atau kelompok akan terbentuk KTT sapi pedaging dengan jumlah tertentu.
pembentukan kelompok biasanya dilakukan sendiri oleh masyarakat berdasarkan
kedekatan/kesamaan politik maupun karena alasan satu lokasi lahan pertanian. Di
desa kalimantong sendiri terdapat 5 KTT dengan masa pembentukan bervariasi,
dari 3 tahun sampai dengan 8 tahun (sumber: informan).
Pemberdayaan KTT sampai saat ini masih terus berjalan, tetapi belum
sesuai dengan harapan masyarakat. Diperlukan perbaikan sistem baik dari
pemberi program maupun peneima program guna meningkatkan kualitas KTT dan
produksi sapi pedaging. Konsep atau model perberdayaan selama ini perlu ditinjau
ulang supaya KTT yang belum berhasil dapat dilakukan perbaikan begitu juga
yang sudah berhasil perlu ditingkatkan secara maksimal.

11

Tabel 1. Konsep Pemberdayaan
No
Refrensi
1
Suharto (2005)
2
Nasdian (2003)
3
4
5
6

Jim Ife & Frank Tesoriero
(2008)
Payne (dikutip Firdaus.
2012)
Mardikanto ( 2011)
Karsidi (dikutip Suvi, 2013)

Uraian
Meningkatkan kualitas hidup
Kualitas hubungan social, perubahan kearah
kemajuan
Belajar dari masyarakat
„Empowerment‟ mengaktualisasikan potensi yang
dimiliki masyarakat
Pemandirian masyarakat bukan memperdayai
Belajar dari masyarakat, masyarakat sebagai
pelaku, saling belajar dan saling berbagi
pengalaman

Keberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging
Menurut Sennet & Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam Suharto
(1998): “ketidakberdayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketiadaan
jaminan ekonomi, rendahnya akses politik, lemahnya akses informasi dan
teknologi, ketiadaan dukungan finansial serta tidak tersedianya pendidikan dan
pelatihan”. Para teoritisi seperti Seeman (1985), Seligman (1972), dan Learner
(1986) yang dirangkum Suharto meyakini bahwa “ketidakberdayaan yang dialami
oleh sekelompok masyarakat merupakan akibat dari proses internalisasi yang
dihasilkan dari interaksi mereka dengan masyarakat.
Ketidakberdayaan ini baik dari segi struktural dan lingkungan merupakan
faktor-faktor yang menentukan program. Keterbatasan sumberdaya daya manusia
adalah alasan penting untuk ditemukan solusi. Pada posisi tertentu diperlukan
inovasi dan ilmu-ilmu baru dalam meningkatkan program yang terhadap kondisi
sosial masyarakat KTT sapi pedaging. Dengan keterbatasan ini juga akan
memberikan pengaruh kepada keingintahuan dan keterlibatan dalam setiap
program yang ada. Pemanfaatan sumberdaya lokal dalam program ini perlu
didorong lebih kuat guna memberikan pengaruh kepada KTT sapi pedaging dan
lingkungan sekitar, dengan ketersedian ini diharapkan menunjang keberlanjutan
dan keberhasilan program
Faktor pemberi program dalam hal ini adalah, kepemimpinan, pengawasan
dan konsistensi implementasi program, fasilitator, monitoring dan evaluasi.
Kondisi ini menjadi tolak ukur dari implementasi program bahwa
sesungguhnyaposisi pemberi program tidak lebih baik dari penerima program.
Masing-masing pihak berada posisi aman dimana hanya sekedar menyerahkan
bantuan bibit sapi dan setelah itu cendrung tidak terciptanya intraksi kedua belah
pihak.
Sulaiman dkk (2010). Jiwa kepemimpinan harus dimiliki setiap orang,
paling tidak harus mampu memimpin dirinya karena seseorang tidak dapat meraih
cita-citanya jija ia tidak mampu mengarahkan dirinya sendiri dalam arti tidak
dapat memotivasi dirinya untuk maju, untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari,
sudah pasti tidak dapat diharapkan untuk mampau memimpin orang lain.
Monitoring adalah pemantauan secara terus menerus proses perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan. Monitoring dapat dilakukan dengan cara mengikuti
langsung kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksanaan kegiatan (Suharto.

12

2005). Monitoring adalah proses proses pengumpulan informasi mengenai apa
yang sebenarnyaterjadi selama proses implementasi atau penerapan program
Barker (1987) dukutip dalam Suharto (2005). Memberi definisi
pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi
mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus
untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberi harapan, pengurangan
penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan personal dan asset-asset sosial,
pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan,
dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.
Suharto (2005). Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat
kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki
ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka
sendiri), maupu karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial
yang tidak adil). Guna melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan perlu
diketahui konsep mengenai kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang
dialaminya. Berapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah
atau tidak berdaya.
Pemberdayaan menunjuk kepada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah sehingga mereka memeliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (frededom),
dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumbersumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara
pemberdayaan (Suharto 2005)
Mardikanto (2003) mengemukakan beberapa indikator keberhasilan untuk
mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yaitu; jenis hubungan
kekuasaan, kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan,
kemampuan kulturral dan politis.
Tabel 2. Konsep Pemberdayaan dan Indikator Keberdayaan
No
Refrensi
1
Suharto (1998)

2

Sulaiman dkk (2010)

3

Barker dalam (Suharto 2005)

4
5

Suharto (2005)
Totok Mardikanto (2003)

Uraian
ketiadaan jaminan ekonomi, rendahnya akses
politik, lemahnya akses informasi dan teknologi,
ketiadaan dukungan finansial serta tidak
tersedianya pendidikan dan pelatihan
Kepemimpinan, mengarahkan dirinya sendiri
dan orang lain
Fasilitator sebagai tanggungjawab membantu
klien menjadi mampu menagani tekanan
situasional atau transisional
Memperkuat kekuasaan masyarakat
Jenis hubungan kekuasaan, kemapuan ekonomi,
kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan,
kemampuan cultural dan politis

13

Evaluasi Kebijakan Program Pemberdayaan
Evaluasi menurut Dunn yang dikutip dalam Riant Nugroho (Nugroho.
2003) dalam bukunya Kebijakan Publik (Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi)
mendefinisikan evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing
menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penafsiran
(appraisal), pemberian angka (Ratting) dan penilaian (Assesment), kata-kata yang
menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan lainnya.
Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi
mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.
Sedangkan Suharto (2005). Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan
dan/atau kegagalan sesuatu rencana kegiatan atau program . secara umum dikenal
dua tipe evaluasi, yaitu: on-going-evaluation atau evaluasi terus menerus dan expost evaluation atau evaluasi akhir. Tipe evaluasi yang pertama dilaksanakan pada
interval periode waktu tertentu, misalnya per tri wulan atau semester selama
proses implementasi (biasanya pada akhir phase atau tahap suatu renaca). Tipe
evaluasi yang kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana.
Berbeda dengan monitoring, evaluasi biasanya lebih difokuskan pada
pengidentifikasian kualitas program. Evaluasi berusaha mengidentifikasi
mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program
evaluasi untuk;
1. Mengidentifikasi tingkat pencapain tujuan;
2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran; dan
3. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang
mungkin terjadi diluar rencana (externalities)
Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan ( course of action), kerangka
kerja (framework), petunjuk (guideline), rencana (plan), peta (map) atau strategi
yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga
pemerintah ke dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu
dibidang kesejahteraan sosial (social welfare).Karena urusan kesejahteraan sosial
senantiasa menyangkut orang banyak, maka kebijakan sosial seeringkali
diidentifikasikan dengan kebijakan publik (Suharto 2005).
Tidak sedikit kebijakan yang dibuat oleh Pusat dan diimplementasikan oleh
daerah (bersifat Top-Down) atau kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan
aspirasi dari bawah termasuk yang akan menjadi para pelaksananya (Bottom-Up).
Padahal persoalan ini hanya merupakan bagian dari permasalahan yang lebih luas,
yakni bagaimana mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu proses yang
sangat komplek, dari berbagai ruang dan waktu, serta beragam aktor yang
terlibat di dalamnya.
Peraturan Bupati Nomor 16 tahun 2012 tentang pendistribusian ternak
dimaksudkan, program pemberdayaan menjadi lebih baik dan terarah. Hal ini
diperjelas dengan SOP pada setiap tahapan program. Pendistribusian ternak
adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah KSB dalam
rangka memacu peningkatan populasi ternak, melalui penyebaran bantuan ternak
kepada masyarakat KTT yang pendanaannya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan Perikanan Peternakan (DKPP)
yang tergabung dalam tim Verifikasi KTT sapi pedaging calon penerima ternak

14

sapi yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Sebelum menyeleksi
kelayakan baik secara teknis maupun secara administrasi untuk mendapatkan
bantuan ternak, masyarakat KTT sapi pedaging calon penerima bantuan ternak
harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
Penerapan SOP dilapangan banyak ditemukan pelanggaran atau
mengabaikan tahapan yang sudah menjadi ketentuan dalam implementasi
program pemberdayaan. Akibat pelanggaran pada tahapan ini banyak persoalan
yang terjadi ketika pendistribusian kepada KTT sapi pedaging menerima bantuan
ternak sapi. Kondisi dan karakteristik di setiap KTT sapi pedaging maupun
lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada perkembangan program
pemberdayaan. seperti penentuan waktu pendistribusian bibit sapi, terdapat
waktu/musim tertentu yang paling ideal dilakukan, dan waktu/musim tertentu
juga, bibit sapi dapat terserang penyakit dan kelaparan. Kondisi-kondisi ini sangat
dipahami oleh KTT, yang sudah turun temurun memelihara sapi. Jadi akan sangat
baik jika perbup dan SOP mengakomodir kelokalan KTT sapi pedaging dalam
imlementasi kebijakan program pemberdayaan selanjutnya.

Kerangka pemikiran
Kebijakan pemerintah daerah terkait program pemberdayaan KTT
dimaksudkan menjadi produktif dan berhasil sehingga dapat menjadikan taraf
hidup mereka menjadi lebih baik dan sejahtera, meningkatkan peran serta KTT
dalam menciptakan akselerasi dan mendukung perluasan kesempatan kerja dan
meningkatkan populasi ternak sapi.
Implementasi program pemberdayaan KTT sangat ditentukan pemberi
program dan penerima program seperti: keterbatasan akses, ketiadaan jaminan
ekonomi dan pendidikan dan pelatihan, kepemimpinan, konsistensi implementasi
program, fasilitator, monitoring dan evaluasi. Keberdayaan KTT sapi pedaging
dapat diukur dari kemampuan kekuasaan, kemampuan ekonomi dan kemampuan
sosial.
Berdasarkan analisa keberdayaan, maka dapat dirumuskan strategi
pemberdayaan KTT sapi pedaging di KSB. Strategi ini diharapkan menjadi solusi
dan menjawab persoalan yang dihadapi oleh pemberi program dan penerima
program pada akhirnya mencapai tujuan program dan pemberdayaan KTT sapi
pedaging di KSB. Kerangka Pemikiran digambarkan pada gambar 1.

15

Program Pemberdayaan KTT Sapi Pedaging

Penerima program:
- Keterbatasan Akses
- Jaminan Ekonomi
- Pendidikan dan Pelatihan

Pemberi