Strategi Pengembangan Industri Kitin Dan Kitosan Di Indonesia
STRATEGI PENGEMBANGAN
INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA
DENA SISMARAINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Dena Sismaraini
NIM F351137061
RINGKASAN
DENA SISMARAINI. Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di
Indonesia. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN.
Industri kitin dan kitosan adalah industri yang memproduksi kitin dan
kitosan yaitu sumber polimer terbarukan yang berasal dari cangkang Crustaceae.
Potensi pengembangan industri kitin dan kitosan didukung oleh kondisi Indonesia
yang merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya perikanan
khususnya udang dan memiliki banyak industri pengolahan udang yang dalam
proses produksinya akan menghasilkan produk samping berupa cangkang, ekor
dan kepala udang. Persebaran industri pengolahan udang di Indonesia
mengindikasikan tingginya persebaran produk samping yang merupakan bahan
baku utama industri kitin dan kitosan. Hal ini tentu menjadi peluang tumbuhnya
industri kitin dan kitosan di banyak daerah di Indonesia, walaupun pada
kenyataannya industri belum banyak tumbuh dan industri eksisting hanya
tersentralisasi di Pulau Jawa. Melihat kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian
untuk mengetahui karakteristik salah satu industri kitin dan kitosan yang
merupakan leading industry di Indonesia, mengetahui faktor internal dan eksternal
terkait industri kitin dan kitosan dan pada akhirnya memformulasikan strategi
untuk mengembangkan industri kitin dan kitosan berdasarkan identifikasi
karakteristik, faktor internal dan faktor eksternal yang diketahui.
Terdapat beberapa tahapan metode penelitian yang dilakukan berdasarkan
wawancara mendalam kepada beberapa responden. Hasil wawancara berupa data
kualitatif dan kuantitatif dianalisis menggunakan 4 teknik yang saling terintegrasi
yaitu analisis matriks evaluasi faktor internal (IFE) dan eksternal (EFE), analisis
matriks internal dan eksternal (IE), analisis matriks Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT) dan penetapan strategi dengan metode
Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis matriks IE menentukan
strategi berdasarkan posisi industri yang kemudian dibandingkan dengan hasil
penetapan strategi dengan AHP sehingga dapat diformulasikan strategi yang tepat
bagi industri kitin dan kitosan.
Hasil penelitian menunjukkan industri kitin dan kitosan merupakan industri
yang menghasilkan produk biopolimer seperti kitin dan kitosan yang tergolong
pada produk antara (intermediate) dengan segmen pasar yaitu ekspor untuk
industri pengguna. Pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia
dipengaruhi beberapa faktor internal yaitu penerapan kontrol kualitas produk yang
selalu dipertahankan dan penerapan efisiensi biaya produksi yang belum
terlaksana dengan baik, serta faktor eksternal yaitu potensi pasar ekspor yang
perlu dimanfaatkan dan persaingan penjualan dengan negara lain yang perlu
diantisipasi. Diperlukan tiga alternatif strategi pengembangan bagi industri kitin
dan kitosan yaitu, meningkatkan pemasaran produknya dengan pemilihan target
pasar internasional, mengembangkan akuisisi atau joint ventures internasional,
dan menguatkan bisnis melalui penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan
terkait.
Kata kunci: Industri, Kitin dan Kitosan, Pengembangan, Strategi, Udang
SUMMARY
EMILIA FATMAWATI. The Development Strategy for Chitin and Chitosan
Industry in Indonesia. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and
SUPRIHATIN.
Chitin and chitosan industry is an industry that produce chitin and chitosan
which are known as renewable source of Crustacean shell based polymer. The
development of this industry is supported by Indonesia’s characteristic as an
islands country that rich of fisheries resources especially shrimp and also having
many shrimp processing industry that generates by products such as shrimp shells,
tails and heads. The spreading of shrimp processing industries in almost all
islands in Indonesia indicates the spreading of its by products which are utilized
as main raw material for chitin and chitosan industry. This condition becomes the
opportunity for the growth of chitin and chitosan industry in many areas in
Indonesia, in fact, the industry have not growing fast and the existing industries
are still centralized in Java Island. Then, research was conducted to find out the
problem by analyzing characteristic of chitin and chitosan industry based on the
case study in one leading industry for chitin and chitosan industry in Indonesia, to
analyse internal and external factors related to chitin and chitosan industry and at
the end to formulate the strategy to develop chitin and chitosan industry based on
identification of characteristic and also its internal and external factors.
Several research methods was conducted. Qualitative and quantitative data
were collected through in-depth interview to respondents, and then analyzed by 4
integrated methods: Internal Factor Evaluation (IFE) and External Factor
Evaluation (EFE) analysis, Internal External (IE) analysis, SWOT analysis and
strategy selection by AHP method. The results of IE analysis determined the suit
strategy based on industry position and then compared to the results of strategy
selection by AHP so the best strategy can be formulated.
The results of this research shows that chitin and chitosan industry is
industry that is producing bioplymer products such as chitin and chitosan, kind of
intermediate products with export for industrial use as its market segment. The
development of chitin and chitosan industry is influenced by several internal
factors such as quality control implementation and inefficiency production cost,
and also external factors such as the potency of export market and competition
with other foreign industry. There are three recommendation alternative strategies
for chitin and chitosan industry, which are accelerating product marketing with
international market as main target, development of acquisition and joint ventures,
and the last is business strengthening by collaboration among related stakeholders
to guarantee raw material supply and increase promotion.
Keywords: Chitin and chitosan, development, industry, shrimp, strategy
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN
INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA
DENA SISMARAINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T.
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia
Nama
: Dena Sismaraini
NIM
: F351137061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti
Ketua
Prof. Dr. Ir. Suprihatin
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 November 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ialah strategi pengembangan industri, dengan judul Strategi
Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti dan
Prof. Dr. Ir. Suprihatin selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Eka Linggadjaja, Ibu Linawati Hardjito, Ibu Pipih
Suptijah, Bapak Yapisman, serta Bapak Jef Rinaldi, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami,
Fadel, mama, papa, teteh serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, motivasi
dan doa yang terus diberikan. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih
Pusdiklat Kementerian Perindustrian atas beasiswa yang diberikan serta kepada
semua teman program Double Degree Kementerian Perindustrian atas
pengalaman-pengalaman berharga yang tidak dapat penulis lupakan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2015
Dena Sismaraini
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Karakteristik
Sumber
Proses Produksi Kitin dan Kitosan
Produk Aplikasi
Strategi Pengembangan Agroindustri
Penyusunan Perencanaan Strategis
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Strategi Pengembangan Industri
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Udang di Indonesia
Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia
Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Analisis Matriks IFE
Analisis Matriks EFE
Analisis Matriks IE
Analisis Matriks SWOT
Analisis Pemilihan Alternatif Strategi
Formulasi Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan
Implikasi Praktis
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
i
ii
ii
iii
1
1
2
3
3
3
4
4
4
6
7
7
8
10
14
14
15
15
16
22
22
24
27
33
34
35
36
41
46
48
49
49
49
50
52
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Karakteristik Fisikokimia Kitosan
Alasan Ilmiah Pemanfaatan Kitin dan Kitosan pada Berbagai
Aplikasi
Data Responden
Penilaian Bobot Faktor Strategis dengan Metode Matriks
Perbandingan Berpasangan
Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal
Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal
Skala Perbandingan pada AHP (Marimin 2013)
Total dan Volume Ekspor dan Impor Cangkang Udang
Nilai Ekspor Produk (HS 3913909000)
Konsumsi Kitosan Dunia Berdasarkan Aplikasi (t), 2010, 2015
Faktor Strategis Internal Industri Kitin dan Kitosan
Faktor Strategis Internal Industri Kitin dan Kitosan
Matriks SWOT Alternatif Strategi Pengembangan Industri
Kitin dan Kitosan
Nilai Eigen Kriteria untuk Pemillihan Strategi
Nilai Eigen Aktor untuk Pemilihan Strategi
Nilai Eigen Tujuan untuk Pemilihan Strategi
Hasil Penilaian Hirarki Level 4 (Alternatif Strategi)
5
9
16
17
18
19
20
23
24
30
34
35
40
44
45
46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Cangkang Udang
Cangkang Kepiting
Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)
Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014)
Alur Proses Pelaksanaan Penelitian
Pengembangan Produk Berbasis Udang
Pohon Industri Udang
Produk Anti Jamur dari Kitin dan Kitosan
Produk Bahan Tambahan Makanan dari Kitin dan Kitosan
Berbagai Produk Kecantikan dari Kitin dan Kitosan
Hasil Analisa Matriks IE
Hierarki Pemilihan Strategi
Tampilan Hirarki AHP Strategi Pengembangan Industri Kitin
dan Kitosan (Expert Choice 2000)
Gambar 14 Hierarki Proses Penentuan Strategi Pengembangan Industri
Kitin dan Kitosan
6
6
11
12
14
23
24
25
26
26
36
41
43
48
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Perhitungan Faktor Strategis Internal
Lampiran 2 Contoh Perhitungan AHP Expert Choice 2000
(Berdasarkan Seluruh Responden)
52
56
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agroindustri adalah suatu usaha di bidang pertanian yang berorientasi pada
komersial dan tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki beberapa subsistem, yaitu
pengadaan agroinput termasuk sarana produksi, yaitu pengadaan bahan baku,
teknologi proses, pemanfaatan dan pengolahan limbah, pemasaran, transportasi,
fasilitas kelembagaan ekonomi dan non ekonomi (Soekartawi 2000 dalam Erlina
2011). Sektor agroindustri merupakan bagian dari sektor manufaktur yang
memproses bahan baku dan produk antara yang dihasilkan dari pertanian,
perikanan dan kehutanan, sehingga lingkup dari agroindustri mencakup
manufaktur makanan, minuman, rokok, tekstil dan pakaian, produk kayu dan
furnitur, kertas, produk kertas dan percetakan dan juga karet dan produk karet
(Henson and Cranfield 2009).
Industri kitin dan kitosan adalah industri yang memproduksi kitin dan kitosan
yaitu sumber polimer terbarukan yang berasal dari cangkang crustaceae dan
memiliki potensi yang besar untuk digunakan pada sektor industri biomedis,
kimia dan makanan (Tharanathan et al., 2003 di dalam Vargas dan Martinez
2010). Potensi pengembangan industri kitin dan kitosan didukung oleh kondisi
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya
perikanan khususnya udang. Indonesia juga memiliki sekitar 170 unit industri
pengolahan udang dengan kapasitas produksi mencapai 500000 ton per tahun
(Indrasti 2012). Tingginya tingkat produksi udang dan ekspor udang dalam bentuk
olahan dapat mempengaruhi tingginya produk samping berupa cangkang ataupun
kepala udang. Chasanah (1994) menemukan bahwa 40% bagian dari udang yang
dapat dikonsumsi dan sisanya adalah cangkang dan kepala. Sehingga dapat
diestimasikan dari total unit pengolahan udang, sekitar 300000 ton limbah udang
yang akan dihasilkan. Jumlah cangkang udang yang sangat besar inilah yang
menjadi peluang pengembangan industri kitin dan kitosan jika dilihat dari aspek
ketersediaan bahan baku.
Cangkang dan kepala udang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi jika
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kitin dan kitosan namun selama ini
limbah udang di Indonesia hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan baku
terasi, petis dan kerupuk udang. Data BPS menyebutkan bahwa dalam 3 tahun
terakhir yaitu pada tahun 2012 hingga 2014, rata-rata kitosan yang diekspor
sebesar 341 ton dengan nilai ekspor yang cenderung meningkat dan mencapai
US$ 14 /ton kitosan pada tahun 2014.
Selain Jepang dan Amerika, kitin dan kitosan juga diproduksi secara
komersial di India, Polandia, Norwegia, Australia (Dutta 2004), dan China yang
merupakan produsen kitin terbesar di dunia (Hayes 2012). Secara global,
permintaan kitin dan produk turunannya meningkat cukup signifikan. Hal ini telah
diproyeksikan bahwa pada tahun 2015 konsumsi kitosan dunia akan mencapai
26.379 ton dengan aplikasi pada pengolahan air memberikan kontribusi paling
besar yaitu sebesar 11436 ton. Global Industry Analysts, Inc mengumumkan
bahwa pasar global untuk kitin dan derivatifnya diproyeksi akan mencapai US$
63 milyar, dengan pasar global untuk kitosan akan mencapai US$ 21,4 milyar
1
pada tahun 2015. Jepang mewakili negara dengan pasar paling besar bagi kitin
dan kitosan, dengan aplikasi di biomedis seperti material penyembuh luka dan
sebagai bahan benang operasi sebagai pengguna terbesar (GIA 2012).
Pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia juga didukung oleh
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No 28 tahun 2008 mengenai
Kebijakan Industri Nasional, yang menyatakan bahwa pemanfaatan limbah
produk perikanan untuk aplikasi yang memberikan nilai tambah seper ti kitin dan
kitosan harus ditingkatkan. Hal tersebut juga tercantum dalam Peraturan Menteri
Perindustrian No 41 Tahun 2010 mengenai Peta Strategi dan Indikator Kinerja
Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon 1 Kementerian Perindustrian,
bahwa salah satu target pengembangan klaster industri berbasis agro adalah
meningkatkan penggunaan limbah produk laut untuk dijadikan bahan makanan
dan famasi/suplemen seperti kitin dan kitosan. Dukungan pemerintah lain juga
dapat dilihat berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan Non Konsumsi No 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum
Registrasi Unit Penanganan, Pengolahan Hasil Perikanan Non Konsumsi bahwa
kitin dan kitosan adalah salah satu produk non konsumsi yang menjadi salah satu
fokus yang akan dikembangkan.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor strategis internal dan eksternal yang menjadi pendukung dan penghambat
pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia serta memformulasikan
strategi pengembangan industri kitin dan kitosan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Perumusan Masalah
Industri kitin dan kitosan di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan. Hal ini didukung oleh potensi bahan baku dari cangkang udang
dan permintaan kitin dan kitosan yang turut meningkat. Keberlangsungan industri
kitin dan kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah kondisi internal industri kitin dan kitosan dalam
menjalankan bisnisnya, yaitu kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal adalah
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kitin dan kitosan dan tidak dapat
dikendalikan oleh pelaku industri, yaitu peluang dan ancaman. Berdasarkan
ilustrasi di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakeristik industri kitin dan kitosan di Indonesia?
2. Faktor internal apa saja yang mempengaruhi pengembangan industri kitin dan
kitosan?
3. Faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi pengembangan industri kitin
dan kitosan?
4. Bagaimana bentuk strategi yang tepat dalam pengembangan industri kitin dan
kitosan?
2
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah:
Mengetahui kondisi dan karakteristik industri kitin dan kitosan
Mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal industri kitin dan kitosan
Memformulasikan strategi terbaik dalam hal pengembangan industri kitin dan
kitosan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan bagi praktisi di
sektor industri kitin dan kitosan maupun yang terkait untuk menerapkan strategi
pengembangan yang diformulasikan berdasarkan kondisi internal dan eksternal
yang terjadi pada industri kitin dan kitosan. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat
menjadi acuan untuk membuat kebijakan yang dapat mendukung pengembangan
industri kitin dan kitosan. Sedangkan bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi
dasar penelitian tentang kitin dan kitosan selanjutnya khususnya yang terkait
dengan pengembangan industri yang lebih teknis, mendetail dan aplikatif.
Ruang Lingkup Penelitian
Penentuan strategi dibatasi ke dalam penentuan strategi umum berdasarkan
kondisi yang terjadi pada industri kitin dan kitosan dari sudut pandang akademisi,
pelaku industri dan pemerintah yang terkait.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Kitin adalah biopolimer alami yang dapat diperoleh di laut dan daratan. Kitin
(C8H13NO5) merupakan polisakarida yang paling melimpah kedua setelah
selulosa, berbentuk padatan amorf atau kristal berwarna putih, dapat terurai secara
hayati (biodegradable). Perbedaan utama antara selulosa dan kitin adalah sumber
kedua material tersebut diambil. Selulosa didapatkan dari tumbuh-tumbuhan
sedangkan kitin diambil dari invertebrata laut dan jamur (Rout 2001). Kitin
bersifat tidak larut dalam air, asam organik encer, asam organik, alkali pekat dan
pelarut organik tapi larut dalam asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, dan
asam fosfat (Junianto 2008). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan
protein, mineral dan berbagai macam pigmen. Kitin dapat ditemukan dari jenis
kelompok Crustaceae yang memiliki kerangka eksternal keras, seperti udang,
lobster dan kepiting, sayap lalat, serta dinding sel pada beberapa kelompok jamur.
Kitin yang saat ini banyak diproduksi berasal dari kelompok crustacea dengan
alasan ketersediaannya di pasaran. Data menunjukkan bahwa kulit udang
mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3 dan 15-20% kitin (Altschul 1976
dalam Purwatiningsih 2009).
Kitin dapat ditransformasi menjadi kitosan yaitu produk biopolimer yang
memiliki aplikasi lebih luas di dunia industri karena sifatnya yang alami, dapat
terdegradasi secara biologis, biocompatible dan tidak beracun. Kitosan adalah
jenis polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin yang memilliki rumus
molekul C6H11NO4. Kitosan produk turunan kitin yang diperoleh melalui
deasetilasi secara kimiawi menggunakan basa atau deasetilasi secara enzimatik
menggunakan enzim lipase dan fosfolipase (Vargaz dan Martinez 2010). Dengan
demikian, kitin dan kitosan merupakan jenis polimer yang sama namun dengan
derajat deasetilasi (DD) yang berbeda. Istilah kitosan digunakan apabila derajat
deasetilasi yang terukur lebih besar dari 40%. Telah diteliti sebelumnya bahwa
biodegradasi menurun tajam saar derajat deasetilasi lebih dari 70% (Abbas 2010).
DD dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan suhu atau kekuatan dari larutan
alkali.
Pendorong utama penelitian mengenai kitosan diberikan melalui Konferensi
Internasional Kitin dan Kitosan yang pertama kali dilaksanakan di Boston pada
Mei 1977 (Robert 2008). Setelah itu, banyak penelitian yang telah dilakukan
untuk mengetahui manfaat kitosan, dan seluruh penelitian tersebut menunjukkan
hasil bahwa kitosan memiliki banyak aplikasi dalam berbagai penggunaan.
Kitosan memiliki potensi yang besar pada penggunaan biomedis, kimia dan
industri makanan (Tharanathan, 2003 dalam Vargas and Martinez 2010). Di
Amerika Serikat, kitosan digunakan pada sektor pertanian dan industri kosmetik
(Anon, 1995 dalam Teftal 2000).
Karakteristik
Konsistensi pada aspek fisikokimia merupakan faktor penting bagi produk
kitin dan kitosan untuk diaplikasikan di sektor industri. Karakteristik fisikokimia
4
kitosan diantaranya adalah derajat deasetilasi, berat molekul, viskositas, bulk
density, kelarutan, kandungan nitrogen, kapasitas pengikat air, kapasitas pengikat
lemak dan kestabilan (Tabel 1). Terdapat dua faktor penting yang menentukan
karakteristik fisikokimia yaitu derajat deasetilasi dan berat molekul, yang
dipengaruhi oleh konsentrasi basa, waktu dan temperatur proses. Derajat
deasetilasi dan berat molekul memberikan pengaruh besar pada kitosan dalam hal
kelarutan dalam larutan asam, viskositas dan aktivitas biologis (Vargas dan
Martinez 2010). Pada umumnya, DD lebih besar dari 40% akan larut dalam
larutan asam. Saat DD lebih kecil dari 40%, ikatan kitosan akan menjadi tidak
larut dalam air. Berat molekul (BM) kitosan memiliki dampak yang signifikan
terkait dengan keefektifannya pada beberapa aplikasi. Hal ini terlihat dari
keefektifan kitosan untuk mempercepat penyembuhan luka bakar, koagulan,
penurunan tingkat kolesterol dalam darah, mengontrol viskositas yang semuanya
diketahui memiliki kergantungan pada berat molekul. Sebagai contoh, kitosan
dengan BM 9,3 kDa dapat menghambat pertumbuhan bakteria Eschericia coli,
namun kitosan dengan BM 2,2 kD justru dapat meningkatkan pertumbuhannya
(Abbas 2010). Sehingga penting sekali untuk mengontrol berat molekul kitosan
agar dapat sesuai dengan berbagai aplikasi dan produk hasil yang diharapkan.
Tabel 1 Karakteristik Fisikokimia Kitosan
No
1
3
4
5
6
Karakteristik
Tampilan (bubuk atau
]flakes)
Derajat Deasetilasi
(DDA)
Berat Molekul
Viskositas
Densitas
Kelarutan
7
Kandungan Nitrogen
8
9
Kapasitas pengikat air
Kestabilan
2
Keterangan
Putih atau Kuning (Bansal et al, 2011)
Berkisar antara 70-95% (Kurita, 2001; Cheba,
2011)
100-1,200,000 Daltons (Li et al, 1992, Rout, 2001)
Kurang dari 5cps (Bansal et al, 2011)
Antara 1,35 to 1,4 g/cm3 (Bansal et al, 2011)
Tidak larut dalam air, alkali dan pelarut organik,
namun larut dalam larutan asam orgnaik dengan pH
kurang dari 6 (Rout, 2001).
Bervariasi untuk beberapa jenis Crustaceans, 7,2%
pada kepiting (Shepherd et al, 1997; Rout, 2001)
and 7% pada udang (Cho et al, 1998; Rout, 2001)
Bervariasi antara 581 to 1150% (Rout, 2001)
Stabil pada larutan basa terkonsentrasi pada
temperatur tinggi (Cheba, 2011)
Hingga saat ini banyak ketertarikan secara komersial terhadap penggunaan
kitosan karena karakteristik biologisnya seperi alami, biodegradable,
biocompatible, tidak memiliki rasa dan tidak beracun (Muzzarelli, 1996 dalam
Dyahningtyas 2010). Karakteristik biologis ini yang menjadikan kitosan sebagai
pilihan yang unggul sebagai komponen natural zat aditif makanan, material untuk
farmasi, biomedis serta aplikasi industri (Shahidi et al. 2002, Rafaat and Sahl
2009 dalam Dyahningtyas 2010). Biodegradability memiliki pengertian bahwa
kitosan adalah produk ramah lingkungan karena merupakan polimer alami, aman
dan tidak beracun atau menyebabkan alergi. Toksisitas kitosan jika dibandingkan
dengan polisakarida lainnya tergolong rendah, sehingga daya tarik kitosan untuk
aplikasi makanan sangat tinggi. Keamanan kitosan telah ditunjukkan melalui studi
5
in vivo. Sifat biocompatible yang dimiliki kitosan disebabkan karena kitosan tidak
memiliki zat antigen. Biocompatibility memiliki pengertian kemampuan material
untuk menunjukkan fungsi yang diharapkan khususnya pada terapi medis, tanpa
memunculkan efek lokal atau sistemik yang tidak diharapkan pada penerima
terapi medis, namun menghasilkan respon yang baik dari sel atau jaringan dan
mengoptimalkan kinerja secara klinis atas terapi tersebut (Williams 2008).
Kitosan sangat ditoleransi dengan baik oleh jaringan hidup, termasuk kulit,
membran okular dan epitel hidung dan sudah teruji bermanfaat bagi aplikasi
biomedis (Kumar et al., 2004 dalam Dyahningtyas 2010).
Dilaporkan juga bahwa kitosan memiliki karakteristik bioaktivitas seperti
bakteriostatis, hemostatis, imunologis, analgesik, cicatrizant, antiulcer, antikolik,
anti inflamatori, hypourouricemic, hypocholesteroloemic, free radical scavenging
activity, antikoagulan, anti-gastritis, anti-thrombogenic, antiviral, antibakteri,
antijamur, anti-tumor, and spermicidal (Okamoto et al., 2002; No et al., 2002;
Nagahama; 2008 dalam Cheba 2011)
Sumber
Kandungan kitin banyak terdapat di hewan tak bertulang belakang,
serangga, diatom laut, alga, jamur dan Crustaceae seperti kepiting, udang dan
lobster (Synowiecki and Al-khateeb, 2003 dalam Bolat et al. 2010). Di alam, kitin
terdapat pada beberapa spesies jamur seperti zygomycetes dan mucorales seperti
Absidia coerulae (Muzarelly et al., 1995 dalam Cheba 2011). Semua sumber
(kecuali Crustaceae) tidak tersedia secara komesial di pasar, sehingga cangkang
Crustacea adalah sumber yang digunakan sebagai bahan baku produksi pada
industri kitin dan kitosan. Bentuk cangkang udang dan kepiting yang biasa
digunakan sebagai bahan baku kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Gambar 2.
Gambar 1 Cangkang Udang
Gambar 2 Cangkang Kepiting
Produsen kitin dan kitosan lebih banyak menggunakan cangkang dari
Crustaceae sebagai bahan baku dikarenakan ketersediaanya di pasaran.
Penggunaan cangkang udang lebih dapat diandalkan karena adanya produksi dari
tambak udang yang memberikan suplai bahan baku secara berkelanjutan. Hal ini
juga seiring dengan meningkatnya konsumsi udang, khususnya di Asia dan Timur
Tengah (Roberts 2008). Di samping itu, meningkatnya pertumbuhan industri
seafood yang menghasilkan produk samping olahan udang berpotensi sebagai
sumber bahan baku untuk industri kitin dan kitosan.
6
Proses Produksi Kitin dan Kitosan
Produksi kitin dan kitosan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara
kimiawi yaitu proses yang dilakukan menggunakan beberapa bahan kimia dan
proses enzimatis yaitu proses yang dilakukan menggunakan katalis dari beberapa
jenis enzim. Pada penelitian ini, pembahasan proses produksi difokuskan pada
proses kimiawi. Terdapat 4 tahapan penting yang perlu dilakukan untuk
memproduksi kitosan secara kimiawi, yaitu deproteinisasi, demineralisasi,
penghilangan warna dan deasetilasi. Dua tahapan pertama (deproteinisasi dan
demineralisasi) tidak harus dilakukan secara berurutan, namun dapat dilakukan
berkebalikan (Rout 2001).
1. Deproteinisasi
Cangkang Crustacea mengandung kitin yang terikat dengan mineral CaCO3
dan protein (Austin, 1988 dalam Purwatiningsih et al. 2009). Dalam satu
cangkang udang terdapat sekitar 30-40% protein (Johnson and Peniston, 1982
dalam Purwatiningsih et al. 2009). Deproteinisasi dapat dilakukan dengan
cara mengencerkan cangkang udang pada larutan NaOH pada temperatur
yang ditingkatkan, sehingga protein yang ada dalam cangkang udang dapat
melarut (Rout 2001). Deproteinisasi juga dapat dilakukan dengan melakukan
pengenceran pada larutan potasium hidroksida (KOH) (Shahidi and
Synowiecki, 1991 di dalam Rout 2001).
2. Demineralisasi
Demineralisasi adalah proses penghilangan kandungan mineral dalam
cangkang. Cangkang Crustacea umumnya mengandung 30-50% mineral
dalam basis kering dengan kalsium karbonat (CaCO 3) sebagai komponen
utamanya. Demineralisasi dapat dilakukan dengan cara melakukan ekstraksi
dengan larutan asam klorida (HCl) pada temperatur ruang
dengan
pengadukan sehingga CaCO3 dapat melarut menjadi kalsium klorida (CaCl)
(Rout 2001).
3. Penghilangan warna
Untuk kepentingan komersial, kitin yang diterima di pasaran adalah kitin
yang berwarna putih. Proses yang melibatkan cairan asam dan basa pada
proses sebelumnya akan menimbulkan warna pada produk kitin, sehingga
proses penghilangan warna diperlukan. Pelarut yang umumnya digunakan
adalah aseton (Rout 2001).
4. Deasetilasi
Kitosan didapatkan melalui proses pengilangan gugus asetil-N. Deasetilasi
dapat dilakukan melalui perlakuan dengan konsentrasi NaOH atau KOH 4050% pada temperatur 100oC atau lebih tinggi selama 30 menit (Muzarelli,
1977 dalam Rout 2001). Proses deasetilasi perlu dilakukan untuk
mempersiapkan kitosan yang tidak dapat terdegradasi dan larut pada larutan
asam dalam waktu singkat (Rout 2001).
Produk Aplikasi
Melalui proses kimiawi dan enzimatis, kitin dan kitosan dapat diproses
menjadi berbagai produk dengan nilai tambah cukup tinggi yang dapat
7
diaplikasikan pada berbagai industri. Pada pengolahan air dan air limbah, kitosan
memiliki fungsi sebagai flokulan untuk menjernihkan air (air minum dan kolam
renang), menghilangkan ion logam dan mengurangi bau. Pada tahun 1981,
penggunaan kitosan sebagai penjernih air telah disetujui oleh United States
Environmental Protection Agency (USEPA) hingga level maksimum 10 mg/L
(Hahn et al. 2004). Pada aplikasi di makanan, kitosan memiliki beberapa aplikasi
diantaranya sebagai serat makanan, pengikat lemak yang dapat menurunkan
kolesterol, pengawet alami, pengental dan stabilisator untuk saus dan sebagai
edible coating pada buah, daging atau ikan. Kitosan berbasis udang mendapatkan
notifikasi Generally Recognize as Safe (GRAS) dari Food and Drug
Administration (FDA). Pada aplikasi di dunia medis, kitosan memiliki fungsi
untuk mempertahankan kelembaban kulit, mengobati jerawat, meningkatkan
kelembutan rambut, mengurangi listrik statis pada rambut, mengencangkan kulit
dan sebagai perawatan mulut (pasta gigi dan permen karet). Sementara itu, pada
aplikasi di biomedis, kitosan dapat diaplikasikan sebagai bahan benang operasi,
kulit artifisial, material enkapsulasi (penghilang luka, antibakteri, antivirus dan
antijamur). Pada aplikasi di bidang pertanian, kitosan berfungsi sebagai stimulan
pertumbuhan tanaman, mekanisme pertahanan pada tanaman, coating pada benih,
dan nutrien bagi tanah.
Menurut Morrisey (2003) terdapat tingkatan nilai tambah yang berbedabeda pada beberapa aplikasi produk kitin dan kitosan untuk industri. Secara
berurutan aplikasi kitin dan kitosan pada biomedik dan farmasi memiliki nilai
tambah tertinggi dengan volume pemakaian sedikit, lalu diikuti oleh aplikasi pada
teknologi kimia, kosmetika, teknologi pangan, penjernih air, pertanian, dan tekstil.
Sedangkan aplikasi yang memiliki nilai tambah terendah dengan volume
pemakaian besar adalah pada teknologi kertas (Junianto 2008). Manfaat kitin dan
kitosan yang dapat diaplikasikan secara luas ini telah dibuktikan secara ilmiah
oleh beberapa peneliti. Tabel 2 menunjukkan alasan ilmiah yang mendasari
penggunaan kitin dan kitosan pada berbagai aplikasi.
Strategi Pengembangan Agroindustri
Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam
kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas
alokasi sumber daya (Chandler 1962 di dalam Rangkuti 2014). Erlina (2011)
menjelaskan bahwa strategi adalah suatu pola atau perencanaan yang mampu
mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan tindakan-tindakan organisasi secara
kohesi. Agroindustri adalah suatu model yang cocok untuk dikembangkan
mengingat agroindustri memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang.
Keterkaitan ke depan memiliki pengertian bahwa agroindustri dapat memberi
peluang lapangan kerja bagi unskilled sampai skilled labour, sedangkan ke
belakang memiliki pengertian bahwa agroindustri dapat memacu pertumbuhan
perekonomian daerah dan dapat mengurangi arus urbanisasi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa strategi pengembangan agroindustri adalah suatu pola
pengembangan agroindustri yang mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan
tindakan-tindakan organisasi usaha secara terpadu sehingga menjadi lebih baik,
dalam arti terciptanya nilai tambah dari keadaan sebelumnya (Erlina 2011).
8
Tabel 2 Alasan Ilmiah Pemanfaatan Kitin dan Kitosan pada Berbagai Aplikasi
No
1
Aplikasi
Pertanian: bahan
mempercepat
pertumbuhan
tanaman
2
Antimikroba dan
antijamur
3
Antioksidan
4
Flocculating dan
Clarifying Agent
5
Dietary fibre
6
Edible Film dan
Coating
Alasan Ilmiah
Kandungan gula amino, ß-D-glukosamin yang berfungsi
untuk :
- menstimulasi sintesis agen pelindung,
- meningkatkan
kemampuan
tanaman
dalam
menyerap air,
- menjaga air dengan cara menutup stomata dan
menurunkan laju penguapan
(Burrows et al. 2007)
Kandungan grup amino yang menunjukkan ion positif
(derajat deasetilasi) dapat berinteraksi dengan dinding sel
mikroba/jamur, merubah permeabilitasnya yang diikuti
keluarnya sitoplasma sehingga berakhir pada kematian
sel.
(Vargaz & Martinez 2010); (Jung & Kim 1999); (Cuero
RG 1999)
Hidroksil aktif dan grup amino akan bereaksi dengan
senyawa radikal bebas dan membentuk makroradikal
yang stabil. Semakin tinggi derajat deasetilasi
menunjukkan keefektifan kitosan dalam aktivitas
antioksidan, menangkap radikal hidroksil dan kemampuan
berikatan dengan ion besi.
(Yen et al. 2008); (Xing et al. 2007)
Karakteristik kimia menunjukkan afinitas yang tinggi
terhadap ion logam berat seperti kromium, timbal,
merkuri, tembaga dan kadmium karena kitosan memiliki
kapasitas penyerapan lebih tinggi daripada karbon aktif
atau pelarut organik yang secara tradisional digunakan
untuk mereduksi kontaminan air limbah.
(Synowiecki et al. 2003); (Shaidi et al. 1999)
Kriteria yang menyerupai serat untuk diet, yaitu tidak
dapat dicerna, polimer alami, dan memiliki kemampuan
mengikat air yang tinggi. Kondisi perut yang asam dapat
memicu kitosan untuk larut dan bereaksi dengan asam
lemak dan mengikat lipid karena adanya interaksi
hidrofobik (trigliserid, lemak dan asam empedu,
kolesterol dan sterol lainnya) untuk kemudian
diekskresikan dari tubuh.
(Muzzarelli RAA. 1999)
Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk suatu
selaput (film) sebagai lapisan semipermeabel yang dapat
dimakan sehingga dapat memperpanjang umur hidup
buah-buahan olahan atau segar, produk daging dan
seafood.
(Vargaz & Martinez 2010)
Berdasarkan Grand Strategy Pengembangan Agroindustri yang telah disusun
oleh Deptan (2005), program pengembangan agroindustri diarahkan pada hal-hal
berikut:
9
1. Mengembangkan klaster industri, yaitu industri pengolahan yang terintegrasi
dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya.
2. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang
didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.
3. Mengembangkan industri pengolahan yang mempunyai daya saing tinggi
untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pengembangan agroindustri memerlukan suatu perencanaan strategi yang
baik sehingga dapat terus berkembang dan mencapai keunggulan bersaing. Tujuan
utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif
mengenai kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat diantisipasi
perubahan lingkungan yang ada. Sehingga dapat ditekankan bahwa perencanaan
strategis sangat penting untuk perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing
dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen, dengan dukungan
optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti, 2014). Terdapat sembilan elemen
kunci ekoefisiensi yang dapat diadaptasi untuk bagi perencanaan strategi
agroindustri dalam meningkatkan daya saingnya yaitu (1) aspek kepemimpinan,
(2) kemampuan meninjau ke depan, (3) budaya perusahaan atau bisnis yang
mendukung, (4) teknik manajemen, (5) daur hidup manajemen, (6) riset dan
pengembangan, (7) proses produksi dan operasi, (8) aspek pemasaran, serta (9)
layanan purna jual dan pemanfaatan kembali limbah (Sa’id 2010).
Penyusunan Perencanaan Strategis
Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT)
merupakan analisis yang paling banyak dipertimbangkan dan merupakan alat
yang lazim digunakan untuk perencanaan strategis (Glaister dan Falshaw 1999).
Perencanaan strategi seringkali merupakan proses yang rumit yang perlu
mengadopsi suatu pendekatan sistem untuk mendiagnosa faktor eksternal dan
menyesuaikan dengan kemampuan internal yang ada dalam suatu organisasi
(Wehrich 1982 di dalam Koo et al. 2011). Analisis SWOT didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada (Rangkuti 2014).
Proses penyusunan perencanaan strategis dengan menggunakan analisis
SWOT ini dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu (1) tahap pengumpulan data,
(2) tahap analisis dan (3) tahap pengambilan keputusan.
Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekadar kegiatan
pengumpulan data, melainkan juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian
dan pra analisis. Dalam melakukan analisis SWOT diperlukan data eksternal dan
data internal. Beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai data eksternal dapat
diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan seperti: analisis pasar, komunitas,
pemasok, pemerintah dan analisis kelompok kepentingan tertentu. Sebaliknya,
data internal dapat diperoleh dari dalam perusahaan seperti: laporan keuangan
(neraca, laba rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan sumber kegiatan
sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian, pengalaman, gaji,
10
perputaran tenaga kerja), laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan
pemasaran, dan lain-lain (Erlina 2011).
Model yang dapat dipakai pada tahap pengumpulan data diantaranya adalah
model Matriks Faktor Strategi Eksternal (Matriks EFAS), dan Matriks Faktor
Strategi Internal (Matriks IFAS). Matriks EFAS adalah matriks yang digunakan
untuk menganalisis faktor eksternal yang mencakup peluang dan ancaman.
Sedangkan matriks IFAS adalah matrik yang digunakan untuk menganalisis faktor
internal yang mencakup kekuatan dan kelemahan.
Tahap Analisis
Tahap analisis merupakan tahapan yang dilakukan setelah semua
informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri dikumpulkan, untuk
kemudian dimanfaatkan dalam suatu model kuantitatif perumusan strategis.
Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) merupakan salah satu metode analisis
dalam suatu perencanaan strategis. Gabungan kedua kondisi internal dan eksternal
yang telah diketahui nilainya selanjutnya dimasukkan ke dalam (Matriks IE) yang
ditunjukkan pada Gambar 3 . Hasil yang didapatkan pada matriks IE dapat
digunakan untuk menentukan posisi industri, sehingga dapat diketahui arah
strategi yang akan diterapkan. Total skor strategis internal menunjukkan kekuatan
bisnis suatu industri, sedangkan total skor strategis eksternal menunjukkan daya
tarik industri.
Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)
Berdasarkan matriks IE sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3, dapat
diidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, yang pada prinsipnya kesembilan sel
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:
a. Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri atau
upaya diversifikasi
b. Stability strategy yaitu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi
yang telah ditetapkan
11
c.
Retrenchment strategy yaitu usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang
dilakukan.
Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis
matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2014). Keunggulan matriks
SWOT ini adalah dapat dengan mudah memformulasikan strategi yang diperoleh
dari gabungan faktor internal dan eksternal berdasarkan hasil analisis matriks
IFAS dan EFAS. Terdapat 4 alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan
matriks SWOT (Tabel 4), yaitu:
1. Strategi SO, yaitu strategi yang dibuat dengan menggunakan seluruh
kekuatan untuk memanfaatkan peluang
2. Strategi ST, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman
3. Strategi WO, yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada
4. Strategi WT, yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat
defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman.
Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014)
Tahap Pengambilan Keputusan
Untuk mengetahui alternatif strategi yang paling efektif diterapkan untuk
pengembangan industri diperlukan suatu teknik pengambilan keputusan yang
didasari atas pertimbangan para ahli di bidangnya. Proses Hierarki Analitik
(Analytical Hierarchy Process-AHP) merupakan suatu teknik pengambilan
keputusan yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an
untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang
disukai (Marimin 2013). AHP adalah penyederhanaan suatu situasi kompleks dan
tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau
variabel itu ke dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis
12
berbagai pertimbangan tersebut untuk menetapkan variabel mana yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut (Saaty, 1993 di dalam Erlina 2011).
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai
diagram bertingkat (hierarki) yang dimulai dengan sasaran (goal) lalu kriteria
level pertama, subkriteria dan alternatif (Marimin 2013). AHP memungkinkan
pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau
alternatif majemuk terhadap suatu kriteria secara intuitif, yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
13
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Industri kitin dan kitosan adalah industri potensial yang baru berkembang di
Indonesia dan memiliki beberapa kendala yang perlu disiasati dengan strategi
yang tepat sehingga dapat berkembang dan memiliki daya saing. Dalam
mengembangkan industri kitin dan kitosan diperlukan analisis mendalam untuk
mengetahui kondisi eksisting industri kitin dan kitosan, faktor-faktor eksternal dan
internal yang berpengaruh dalam perumusan strategi pengembangan industri kitin
dan kitosan.
Gambar 5 Alur Proses Pelaksanaan Penelitian
Gambar 5 menunjukkan beberapa tahapan dan metode yang dilakukan untuk
mendukung dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengembangan agroindustri kitin dan kitosan adalah
mengidentifikasi kondisi eksisting tentang industri kitin dan kitosan. Tahapan
selanjutnya adalah analisis faktor internal dan eksternal dengan metode matriks
IFE dan EFE, yang diikuti secara paralel oleh analisis SWOT yang dilanjutkan
dengan penetapan strategi pilihan dengan metode AHP dan analisis matriks
internal dan eksternal. Analisis matriks internal dan eksternal serta analisis
penetapan strategi pilihan dengan AHP menghasilkan dua kelompok strategi yang
kemudian dianalisis keterkaitannya dan diformulasikan kedalam suatu strategi
pengembangan industri kitin dan kitosan.
14
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan beberapa lokasi berbeda sesuai dengan lokasi kerja
expert atau pemangku kepentingan yang terkait. Lokasi pengumpulan data dan
informasi terkait dengan industri kitin dan kitosan dilakukan di beberapa tempat,
yaitu (1) Industri kitin kitosan PT. X yang berlokasi di Kota Cirebon – Provinsi
Jawa Barat (2) Kantor Asosiasi Pengusaha Pengolahan Pemasaran Produk
Perikanan Indonesia (AP5I) yang berlokasi di Jakarta dan (3) CV. Ocean Fresh
yang berlokasi di Kabupaten Bogor (4) Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen. P2HP), Kementerian Kelautan dan Perikanan,
(5) Direktorat Jenderal Industri Agro (Ditjen IA)Kementerian Perindustrian, (6)
Departemen Teknologi Hasil Perikanan (Dept. THP), Fakultas Ilmu Perikanan
dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pemilihan lokasi sebagaimana disebutkan diatas dilakukan secara sengaja
(purposive), yang didasarkan pada pertimbangan: (1) PT. X merupakan industri
kitin dan kitosan terbesar di Indonesia, yang memiliki teknologi yang terbaik
dalam memproduksi kitin kitosan dan turunannya (2) AP5I merupakan
representasi industri pengolahan udang yang tersebar di seluruh Indonesia (3) CV.
Ocean Fresh merupakan unit usaha yang bergerak di bidang kitin kitosan, produk
turunan dan produk aplikasi di bidang kosmetika (4) Dirjen P2HP merupakan
instansi pemerintah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait dengan
pengembangan industri kitin dan kitosan (5) Ditjen. IA adalah pembina teknis
industri pertanian yang salah satunya adalah industri pengolahan udang (6) Dept.
THP merupakan salah satu program studi yang memiliki fokus khusus pada
pengembangan kitin dan kitosan.
Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan April sampai Juli
2015. Sedangkan tahap pengolahan data hingga penyelesaian akhir laporan
penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Juli – September 2015.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari
observasi pada salah satu industri kitin dan kitosan, wawancara mendalam dan
pengisian kuesioner kepada para pelaku industri, pakar dari Perguruan Tinggi, dan
para pengambil kebijakan di instansi pemerintah yang terkait dengan
pengembangan kitin dan kitosan. Data sekunder didapatkan dari buku-buku,
publikasi dari instansi pemerintah (Badan Pusat Statistik, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan), jurnal nasional maupun
jurnal internasional, laporan penelitian yang terkait dengan strategi
pengembangan agroindustri serta dokumen-dokumen lain yang relevan.
Pemilihan responden dalam penelitian ini didasari atas konsep Triple Helix,
dimana interaksi antara akademisi, pelaku bisnis dan pemerintahan merupakan hal
yang penting dalam penentuan strategi secara umum (Etzkowitz 2007) dan
khususnya dalam strategi pengembangan agroindustri kitin dan kitosan. Metode
yang digunakan dalam penentuan responden adalah metode snowball sampling,
yaitu melakukan kontak dengan responden pertama, kemudian mengidentifikasi
15
responden selanjutnya berdasarkan informasi dari responden pertama. Lee (1993)
menyebutkan bahwa responden yang cenderung mengidentifikasi responden
potensial lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan dirinya akan berujung
pada sampel yang homogen.
Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dan
kondisi eksisting industri kitin kitosan di Indonesia. Kuesioner digunakan sebagai
alat untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkait dengan strategi
pengembangan agroindustri kitin dan kitosan, yaitu faktor-faktor kunci
pengembangan agroindustri kitin dan kitosan, faktor eksternal dan faktor internal
yang berpengaruh serta masukan lain yang berguna dalam merumuskan strategi
pengembangan agroindustri kitin dan kitosan. Tabel 3 menunjukkan responden
yang terlibat pada penelitian ini.
Tabel 3 Data Responden
Lingkup
Perguruan
Tinggi
Industri
Instansi
Pemerintah
Responden
1. Pakar teknologi kitin dan kitosan (Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor)
1. Manajer Produksi (PT X), representasi atas produsen kitin dan
kitosan
2. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk
Perkanan Indonesia (AP5I), representasi dari industri pengolahan
udang selaku penyuplai bahan baku kitin kitosan
3. Pemilik CV. X, representasi atas pengguna kitin dan kitosan
1. Pejabat Es IV Direktorat Pengembangan Produk Non Konsumsi,
Ditjen. P2HP- Kementerian Kelautan dan Perikanan
2. Pejabat Es IV Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan
Perikanan, Ditjen. Industri Agro, Kementerian Perindustrian
Analisis Strategi Pengembangan Industri
Analisis strategi pengembangan industri kitin kitosan dilakukan melalui
identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh. Faktor-faktor tersebut diketahui
berdasarkan masukan para pakar atau pihak yang terkait dengan pengembangan
industri kitin dan kitosan melalui teknik wawancara mendalam.
Analisis Matriks IFE-EFE
Data internal dan eksternal yang telah diidentifikasi kemudian akan
dirangkum dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factor Evaluation (EFE). Identifikasi faktor internal dan eksternal dapat
digunakan untuk menciptakan strategi yang efektif bagi pengembangan industri
kitin kitosan. Matriks IFE dan EFE d
INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA
DENA SISMARAINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Dena Sismaraini
NIM F351137061
RINGKASAN
DENA SISMARAINI. Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di
Indonesia. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN.
Industri kitin dan kitosan adalah industri yang memproduksi kitin dan
kitosan yaitu sumber polimer terbarukan yang berasal dari cangkang Crustaceae.
Potensi pengembangan industri kitin dan kitosan didukung oleh kondisi Indonesia
yang merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya perikanan
khususnya udang dan memiliki banyak industri pengolahan udang yang dalam
proses produksinya akan menghasilkan produk samping berupa cangkang, ekor
dan kepala udang. Persebaran industri pengolahan udang di Indonesia
mengindikasikan tingginya persebaran produk samping yang merupakan bahan
baku utama industri kitin dan kitosan. Hal ini tentu menjadi peluang tumbuhnya
industri kitin dan kitosan di banyak daerah di Indonesia, walaupun pada
kenyataannya industri belum banyak tumbuh dan industri eksisting hanya
tersentralisasi di Pulau Jawa. Melihat kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian
untuk mengetahui karakteristik salah satu industri kitin dan kitosan yang
merupakan leading industry di Indonesia, mengetahui faktor internal dan eksternal
terkait industri kitin dan kitosan dan pada akhirnya memformulasikan strategi
untuk mengembangkan industri kitin dan kitosan berdasarkan identifikasi
karakteristik, faktor internal dan faktor eksternal yang diketahui.
Terdapat beberapa tahapan metode penelitian yang dilakukan berdasarkan
wawancara mendalam kepada beberapa responden. Hasil wawancara berupa data
kualitatif dan kuantitatif dianalisis menggunakan 4 teknik yang saling terintegrasi
yaitu analisis matriks evaluasi faktor internal (IFE) dan eksternal (EFE), analisis
matriks internal dan eksternal (IE), analisis matriks Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT) dan penetapan strategi dengan metode
Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis matriks IE menentukan
strategi berdasarkan posisi industri yang kemudian dibandingkan dengan hasil
penetapan strategi dengan AHP sehingga dapat diformulasikan strategi yang tepat
bagi industri kitin dan kitosan.
Hasil penelitian menunjukkan industri kitin dan kitosan merupakan industri
yang menghasilkan produk biopolimer seperti kitin dan kitosan yang tergolong
pada produk antara (intermediate) dengan segmen pasar yaitu ekspor untuk
industri pengguna. Pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia
dipengaruhi beberapa faktor internal yaitu penerapan kontrol kualitas produk yang
selalu dipertahankan dan penerapan efisiensi biaya produksi yang belum
terlaksana dengan baik, serta faktor eksternal yaitu potensi pasar ekspor yang
perlu dimanfaatkan dan persaingan penjualan dengan negara lain yang perlu
diantisipasi. Diperlukan tiga alternatif strategi pengembangan bagi industri kitin
dan kitosan yaitu, meningkatkan pemasaran produknya dengan pemilihan target
pasar internasional, mengembangkan akuisisi atau joint ventures internasional,
dan menguatkan bisnis melalui penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan
terkait.
Kata kunci: Industri, Kitin dan Kitosan, Pengembangan, Strategi, Udang
SUMMARY
EMILIA FATMAWATI. The Development Strategy for Chitin and Chitosan
Industry in Indonesia. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and
SUPRIHATIN.
Chitin and chitosan industry is an industry that produce chitin and chitosan
which are known as renewable source of Crustacean shell based polymer. The
development of this industry is supported by Indonesia’s characteristic as an
islands country that rich of fisheries resources especially shrimp and also having
many shrimp processing industry that generates by products such as shrimp shells,
tails and heads. The spreading of shrimp processing industries in almost all
islands in Indonesia indicates the spreading of its by products which are utilized
as main raw material for chitin and chitosan industry. This condition becomes the
opportunity for the growth of chitin and chitosan industry in many areas in
Indonesia, in fact, the industry have not growing fast and the existing industries
are still centralized in Java Island. Then, research was conducted to find out the
problem by analyzing characteristic of chitin and chitosan industry based on the
case study in one leading industry for chitin and chitosan industry in Indonesia, to
analyse internal and external factors related to chitin and chitosan industry and at
the end to formulate the strategy to develop chitin and chitosan industry based on
identification of characteristic and also its internal and external factors.
Several research methods was conducted. Qualitative and quantitative data
were collected through in-depth interview to respondents, and then analyzed by 4
integrated methods: Internal Factor Evaluation (IFE) and External Factor
Evaluation (EFE) analysis, Internal External (IE) analysis, SWOT analysis and
strategy selection by AHP method. The results of IE analysis determined the suit
strategy based on industry position and then compared to the results of strategy
selection by AHP so the best strategy can be formulated.
The results of this research shows that chitin and chitosan industry is
industry that is producing bioplymer products such as chitin and chitosan, kind of
intermediate products with export for industrial use as its market segment. The
development of chitin and chitosan industry is influenced by several internal
factors such as quality control implementation and inefficiency production cost,
and also external factors such as the potency of export market and competition
with other foreign industry. There are three recommendation alternative strategies
for chitin and chitosan industry, which are accelerating product marketing with
international market as main target, development of acquisition and joint ventures,
and the last is business strengthening by collaboration among related stakeholders
to guarantee raw material supply and increase promotion.
Keywords: Chitin and chitosan, development, industry, shrimp, strategy
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN
INDUSTRI KITIN DAN KITOSAN DI INDONESIA
DENA SISMARAINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T.
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia
Nama
: Dena Sismaraini
NIM
: F351137061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti
Ketua
Prof. Dr. Ir. Suprihatin
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 November 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ialah strategi pengembangan industri, dengan judul Strategi
Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti dan
Prof. Dr. Ir. Suprihatin selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Eka Linggadjaja, Ibu Linawati Hardjito, Ibu Pipih
Suptijah, Bapak Yapisman, serta Bapak Jef Rinaldi, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami,
Fadel, mama, papa, teteh serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, motivasi
dan doa yang terus diberikan. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih
Pusdiklat Kementerian Perindustrian atas beasiswa yang diberikan serta kepada
semua teman program Double Degree Kementerian Perindustrian atas
pengalaman-pengalaman berharga yang tidak dapat penulis lupakan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2015
Dena Sismaraini
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Karakteristik
Sumber
Proses Produksi Kitin dan Kitosan
Produk Aplikasi
Strategi Pengembangan Agroindustri
Penyusunan Perencanaan Strategis
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Strategi Pengembangan Industri
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Udang di Indonesia
Industri Kitin dan Kitosan di Indonesia
Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Analisis Matriks IFE
Analisis Matriks EFE
Analisis Matriks IE
Analisis Matriks SWOT
Analisis Pemilihan Alternatif Strategi
Formulasi Strategi Pengembangan Industri Kitin dan Kitosan
Implikasi Praktis
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
i
ii
ii
iii
1
1
2
3
3
3
4
4
4
6
7
7
8
10
14
14
15
15
16
22
22
24
27
33
34
35
36
41
46
48
49
49
49
50
52
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Karakteristik Fisikokimia Kitosan
Alasan Ilmiah Pemanfaatan Kitin dan Kitosan pada Berbagai
Aplikasi
Data Responden
Penilaian Bobot Faktor Strategis dengan Metode Matriks
Perbandingan Berpasangan
Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal
Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal
Skala Perbandingan pada AHP (Marimin 2013)
Total dan Volume Ekspor dan Impor Cangkang Udang
Nilai Ekspor Produk (HS 3913909000)
Konsumsi Kitosan Dunia Berdasarkan Aplikasi (t), 2010, 2015
Faktor Strategis Internal Industri Kitin dan Kitosan
Faktor Strategis Internal Industri Kitin dan Kitosan
Matriks SWOT Alternatif Strategi Pengembangan Industri
Kitin dan Kitosan
Nilai Eigen Kriteria untuk Pemillihan Strategi
Nilai Eigen Aktor untuk Pemilihan Strategi
Nilai Eigen Tujuan untuk Pemilihan Strategi
Hasil Penilaian Hirarki Level 4 (Alternatif Strategi)
5
9
16
17
18
19
20
23
24
30
34
35
40
44
45
46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Cangkang Udang
Cangkang Kepiting
Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)
Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014)
Alur Proses Pelaksanaan Penelitian
Pengembangan Produk Berbasis Udang
Pohon Industri Udang
Produk Anti Jamur dari Kitin dan Kitosan
Produk Bahan Tambahan Makanan dari Kitin dan Kitosan
Berbagai Produk Kecantikan dari Kitin dan Kitosan
Hasil Analisa Matriks IE
Hierarki Pemilihan Strategi
Tampilan Hirarki AHP Strategi Pengembangan Industri Kitin
dan Kitosan (Expert Choice 2000)
Gambar 14 Hierarki Proses Penentuan Strategi Pengembangan Industri
Kitin dan Kitosan
6
6
11
12
14
23
24
25
26
26
36
41
43
48
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Perhitungan Faktor Strategis Internal
Lampiran 2 Contoh Perhitungan AHP Expert Choice 2000
(Berdasarkan Seluruh Responden)
52
56
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agroindustri adalah suatu usaha di bidang pertanian yang berorientasi pada
komersial dan tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki beberapa subsistem, yaitu
pengadaan agroinput termasuk sarana produksi, yaitu pengadaan bahan baku,
teknologi proses, pemanfaatan dan pengolahan limbah, pemasaran, transportasi,
fasilitas kelembagaan ekonomi dan non ekonomi (Soekartawi 2000 dalam Erlina
2011). Sektor agroindustri merupakan bagian dari sektor manufaktur yang
memproses bahan baku dan produk antara yang dihasilkan dari pertanian,
perikanan dan kehutanan, sehingga lingkup dari agroindustri mencakup
manufaktur makanan, minuman, rokok, tekstil dan pakaian, produk kayu dan
furnitur, kertas, produk kertas dan percetakan dan juga karet dan produk karet
(Henson and Cranfield 2009).
Industri kitin dan kitosan adalah industri yang memproduksi kitin dan kitosan
yaitu sumber polimer terbarukan yang berasal dari cangkang crustaceae dan
memiliki potensi yang besar untuk digunakan pada sektor industri biomedis,
kimia dan makanan (Tharanathan et al., 2003 di dalam Vargas dan Martinez
2010). Potensi pengembangan industri kitin dan kitosan didukung oleh kondisi
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya
perikanan khususnya udang. Indonesia juga memiliki sekitar 170 unit industri
pengolahan udang dengan kapasitas produksi mencapai 500000 ton per tahun
(Indrasti 2012). Tingginya tingkat produksi udang dan ekspor udang dalam bentuk
olahan dapat mempengaruhi tingginya produk samping berupa cangkang ataupun
kepala udang. Chasanah (1994) menemukan bahwa 40% bagian dari udang yang
dapat dikonsumsi dan sisanya adalah cangkang dan kepala. Sehingga dapat
diestimasikan dari total unit pengolahan udang, sekitar 300000 ton limbah udang
yang akan dihasilkan. Jumlah cangkang udang yang sangat besar inilah yang
menjadi peluang pengembangan industri kitin dan kitosan jika dilihat dari aspek
ketersediaan bahan baku.
Cangkang dan kepala udang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi jika
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kitin dan kitosan namun selama ini
limbah udang di Indonesia hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan baku
terasi, petis dan kerupuk udang. Data BPS menyebutkan bahwa dalam 3 tahun
terakhir yaitu pada tahun 2012 hingga 2014, rata-rata kitosan yang diekspor
sebesar 341 ton dengan nilai ekspor yang cenderung meningkat dan mencapai
US$ 14 /ton kitosan pada tahun 2014.
Selain Jepang dan Amerika, kitin dan kitosan juga diproduksi secara
komersial di India, Polandia, Norwegia, Australia (Dutta 2004), dan China yang
merupakan produsen kitin terbesar di dunia (Hayes 2012). Secara global,
permintaan kitin dan produk turunannya meningkat cukup signifikan. Hal ini telah
diproyeksikan bahwa pada tahun 2015 konsumsi kitosan dunia akan mencapai
26.379 ton dengan aplikasi pada pengolahan air memberikan kontribusi paling
besar yaitu sebesar 11436 ton. Global Industry Analysts, Inc mengumumkan
bahwa pasar global untuk kitin dan derivatifnya diproyeksi akan mencapai US$
63 milyar, dengan pasar global untuk kitosan akan mencapai US$ 21,4 milyar
1
pada tahun 2015. Jepang mewakili negara dengan pasar paling besar bagi kitin
dan kitosan, dengan aplikasi di biomedis seperti material penyembuh luka dan
sebagai bahan benang operasi sebagai pengguna terbesar (GIA 2012).
Pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia juga didukung oleh
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No 28 tahun 2008 mengenai
Kebijakan Industri Nasional, yang menyatakan bahwa pemanfaatan limbah
produk perikanan untuk aplikasi yang memberikan nilai tambah seper ti kitin dan
kitosan harus ditingkatkan. Hal tersebut juga tercantum dalam Peraturan Menteri
Perindustrian No 41 Tahun 2010 mengenai Peta Strategi dan Indikator Kinerja
Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon 1 Kementerian Perindustrian,
bahwa salah satu target pengembangan klaster industri berbasis agro adalah
meningkatkan penggunaan limbah produk laut untuk dijadikan bahan makanan
dan famasi/suplemen seperti kitin dan kitosan. Dukungan pemerintah lain juga
dapat dilihat berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan Non Konsumsi No 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum
Registrasi Unit Penanganan, Pengolahan Hasil Perikanan Non Konsumsi bahwa
kitin dan kitosan adalah salah satu produk non konsumsi yang menjadi salah satu
fokus yang akan dikembangkan.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor strategis internal dan eksternal yang menjadi pendukung dan penghambat
pengembangan industri kitin dan kitosan di Indonesia serta memformulasikan
strategi pengembangan industri kitin dan kitosan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Perumusan Masalah
Industri kitin dan kitosan di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan. Hal ini didukung oleh potensi bahan baku dari cangkang udang
dan permintaan kitin dan kitosan yang turut meningkat. Keberlangsungan industri
kitin dan kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah kondisi internal industri kitin dan kitosan dalam
menjalankan bisnisnya, yaitu kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal adalah
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kitin dan kitosan dan tidak dapat
dikendalikan oleh pelaku industri, yaitu peluang dan ancaman. Berdasarkan
ilustrasi di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakeristik industri kitin dan kitosan di Indonesia?
2. Faktor internal apa saja yang mempengaruhi pengembangan industri kitin dan
kitosan?
3. Faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi pengembangan industri kitin
dan kitosan?
4. Bagaimana bentuk strategi yang tepat dalam pengembangan industri kitin dan
kitosan?
2
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah:
Mengetahui kondisi dan karakteristik industri kitin dan kitosan
Mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal industri kitin dan kitosan
Memformulasikan strategi terbaik dalam hal pengembangan industri kitin dan
kitosan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan bagi praktisi di
sektor industri kitin dan kitosan maupun yang terkait untuk menerapkan strategi
pengembangan yang diformulasikan berdasarkan kondisi internal dan eksternal
yang terjadi pada industri kitin dan kitosan. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat
menjadi acuan untuk membuat kebijakan yang dapat mendukung pengembangan
industri kitin dan kitosan. Sedangkan bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi
dasar penelitian tentang kitin dan kitosan selanjutnya khususnya yang terkait
dengan pengembangan industri yang lebih teknis, mendetail dan aplikatif.
Ruang Lingkup Penelitian
Penentuan strategi dibatasi ke dalam penentuan strategi umum berdasarkan
kondisi yang terjadi pada industri kitin dan kitosan dari sudut pandang akademisi,
pelaku industri dan pemerintah yang terkait.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Kitin adalah biopolimer alami yang dapat diperoleh di laut dan daratan. Kitin
(C8H13NO5) merupakan polisakarida yang paling melimpah kedua setelah
selulosa, berbentuk padatan amorf atau kristal berwarna putih, dapat terurai secara
hayati (biodegradable). Perbedaan utama antara selulosa dan kitin adalah sumber
kedua material tersebut diambil. Selulosa didapatkan dari tumbuh-tumbuhan
sedangkan kitin diambil dari invertebrata laut dan jamur (Rout 2001). Kitin
bersifat tidak larut dalam air, asam organik encer, asam organik, alkali pekat dan
pelarut organik tapi larut dalam asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, dan
asam fosfat (Junianto 2008). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan
protein, mineral dan berbagai macam pigmen. Kitin dapat ditemukan dari jenis
kelompok Crustaceae yang memiliki kerangka eksternal keras, seperti udang,
lobster dan kepiting, sayap lalat, serta dinding sel pada beberapa kelompok jamur.
Kitin yang saat ini banyak diproduksi berasal dari kelompok crustacea dengan
alasan ketersediaannya di pasaran. Data menunjukkan bahwa kulit udang
mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3 dan 15-20% kitin (Altschul 1976
dalam Purwatiningsih 2009).
Kitin dapat ditransformasi menjadi kitosan yaitu produk biopolimer yang
memiliki aplikasi lebih luas di dunia industri karena sifatnya yang alami, dapat
terdegradasi secara biologis, biocompatible dan tidak beracun. Kitosan adalah
jenis polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin yang memilliki rumus
molekul C6H11NO4. Kitosan produk turunan kitin yang diperoleh melalui
deasetilasi secara kimiawi menggunakan basa atau deasetilasi secara enzimatik
menggunakan enzim lipase dan fosfolipase (Vargaz dan Martinez 2010). Dengan
demikian, kitin dan kitosan merupakan jenis polimer yang sama namun dengan
derajat deasetilasi (DD) yang berbeda. Istilah kitosan digunakan apabila derajat
deasetilasi yang terukur lebih besar dari 40%. Telah diteliti sebelumnya bahwa
biodegradasi menurun tajam saar derajat deasetilasi lebih dari 70% (Abbas 2010).
DD dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan suhu atau kekuatan dari larutan
alkali.
Pendorong utama penelitian mengenai kitosan diberikan melalui Konferensi
Internasional Kitin dan Kitosan yang pertama kali dilaksanakan di Boston pada
Mei 1977 (Robert 2008). Setelah itu, banyak penelitian yang telah dilakukan
untuk mengetahui manfaat kitosan, dan seluruh penelitian tersebut menunjukkan
hasil bahwa kitosan memiliki banyak aplikasi dalam berbagai penggunaan.
Kitosan memiliki potensi yang besar pada penggunaan biomedis, kimia dan
industri makanan (Tharanathan, 2003 dalam Vargas and Martinez 2010). Di
Amerika Serikat, kitosan digunakan pada sektor pertanian dan industri kosmetik
(Anon, 1995 dalam Teftal 2000).
Karakteristik
Konsistensi pada aspek fisikokimia merupakan faktor penting bagi produk
kitin dan kitosan untuk diaplikasikan di sektor industri. Karakteristik fisikokimia
4
kitosan diantaranya adalah derajat deasetilasi, berat molekul, viskositas, bulk
density, kelarutan, kandungan nitrogen, kapasitas pengikat air, kapasitas pengikat
lemak dan kestabilan (Tabel 1). Terdapat dua faktor penting yang menentukan
karakteristik fisikokimia yaitu derajat deasetilasi dan berat molekul, yang
dipengaruhi oleh konsentrasi basa, waktu dan temperatur proses. Derajat
deasetilasi dan berat molekul memberikan pengaruh besar pada kitosan dalam hal
kelarutan dalam larutan asam, viskositas dan aktivitas biologis (Vargas dan
Martinez 2010). Pada umumnya, DD lebih besar dari 40% akan larut dalam
larutan asam. Saat DD lebih kecil dari 40%, ikatan kitosan akan menjadi tidak
larut dalam air. Berat molekul (BM) kitosan memiliki dampak yang signifikan
terkait dengan keefektifannya pada beberapa aplikasi. Hal ini terlihat dari
keefektifan kitosan untuk mempercepat penyembuhan luka bakar, koagulan,
penurunan tingkat kolesterol dalam darah, mengontrol viskositas yang semuanya
diketahui memiliki kergantungan pada berat molekul. Sebagai contoh, kitosan
dengan BM 9,3 kDa dapat menghambat pertumbuhan bakteria Eschericia coli,
namun kitosan dengan BM 2,2 kD justru dapat meningkatkan pertumbuhannya
(Abbas 2010). Sehingga penting sekali untuk mengontrol berat molekul kitosan
agar dapat sesuai dengan berbagai aplikasi dan produk hasil yang diharapkan.
Tabel 1 Karakteristik Fisikokimia Kitosan
No
1
3
4
5
6
Karakteristik
Tampilan (bubuk atau
]flakes)
Derajat Deasetilasi
(DDA)
Berat Molekul
Viskositas
Densitas
Kelarutan
7
Kandungan Nitrogen
8
9
Kapasitas pengikat air
Kestabilan
2
Keterangan
Putih atau Kuning (Bansal et al, 2011)
Berkisar antara 70-95% (Kurita, 2001; Cheba,
2011)
100-1,200,000 Daltons (Li et al, 1992, Rout, 2001)
Kurang dari 5cps (Bansal et al, 2011)
Antara 1,35 to 1,4 g/cm3 (Bansal et al, 2011)
Tidak larut dalam air, alkali dan pelarut organik,
namun larut dalam larutan asam orgnaik dengan pH
kurang dari 6 (Rout, 2001).
Bervariasi untuk beberapa jenis Crustaceans, 7,2%
pada kepiting (Shepherd et al, 1997; Rout, 2001)
and 7% pada udang (Cho et al, 1998; Rout, 2001)
Bervariasi antara 581 to 1150% (Rout, 2001)
Stabil pada larutan basa terkonsentrasi pada
temperatur tinggi (Cheba, 2011)
Hingga saat ini banyak ketertarikan secara komersial terhadap penggunaan
kitosan karena karakteristik biologisnya seperi alami, biodegradable,
biocompatible, tidak memiliki rasa dan tidak beracun (Muzzarelli, 1996 dalam
Dyahningtyas 2010). Karakteristik biologis ini yang menjadikan kitosan sebagai
pilihan yang unggul sebagai komponen natural zat aditif makanan, material untuk
farmasi, biomedis serta aplikasi industri (Shahidi et al. 2002, Rafaat and Sahl
2009 dalam Dyahningtyas 2010). Biodegradability memiliki pengertian bahwa
kitosan adalah produk ramah lingkungan karena merupakan polimer alami, aman
dan tidak beracun atau menyebabkan alergi. Toksisitas kitosan jika dibandingkan
dengan polisakarida lainnya tergolong rendah, sehingga daya tarik kitosan untuk
aplikasi makanan sangat tinggi. Keamanan kitosan telah ditunjukkan melalui studi
5
in vivo. Sifat biocompatible yang dimiliki kitosan disebabkan karena kitosan tidak
memiliki zat antigen. Biocompatibility memiliki pengertian kemampuan material
untuk menunjukkan fungsi yang diharapkan khususnya pada terapi medis, tanpa
memunculkan efek lokal atau sistemik yang tidak diharapkan pada penerima
terapi medis, namun menghasilkan respon yang baik dari sel atau jaringan dan
mengoptimalkan kinerja secara klinis atas terapi tersebut (Williams 2008).
Kitosan sangat ditoleransi dengan baik oleh jaringan hidup, termasuk kulit,
membran okular dan epitel hidung dan sudah teruji bermanfaat bagi aplikasi
biomedis (Kumar et al., 2004 dalam Dyahningtyas 2010).
Dilaporkan juga bahwa kitosan memiliki karakteristik bioaktivitas seperti
bakteriostatis, hemostatis, imunologis, analgesik, cicatrizant, antiulcer, antikolik,
anti inflamatori, hypourouricemic, hypocholesteroloemic, free radical scavenging
activity, antikoagulan, anti-gastritis, anti-thrombogenic, antiviral, antibakteri,
antijamur, anti-tumor, and spermicidal (Okamoto et al., 2002; No et al., 2002;
Nagahama; 2008 dalam Cheba 2011)
Sumber
Kandungan kitin banyak terdapat di hewan tak bertulang belakang,
serangga, diatom laut, alga, jamur dan Crustaceae seperti kepiting, udang dan
lobster (Synowiecki and Al-khateeb, 2003 dalam Bolat et al. 2010). Di alam, kitin
terdapat pada beberapa spesies jamur seperti zygomycetes dan mucorales seperti
Absidia coerulae (Muzarelly et al., 1995 dalam Cheba 2011). Semua sumber
(kecuali Crustaceae) tidak tersedia secara komesial di pasar, sehingga cangkang
Crustacea adalah sumber yang digunakan sebagai bahan baku produksi pada
industri kitin dan kitosan. Bentuk cangkang udang dan kepiting yang biasa
digunakan sebagai bahan baku kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Gambar 2.
Gambar 1 Cangkang Udang
Gambar 2 Cangkang Kepiting
Produsen kitin dan kitosan lebih banyak menggunakan cangkang dari
Crustaceae sebagai bahan baku dikarenakan ketersediaanya di pasaran.
Penggunaan cangkang udang lebih dapat diandalkan karena adanya produksi dari
tambak udang yang memberikan suplai bahan baku secara berkelanjutan. Hal ini
juga seiring dengan meningkatnya konsumsi udang, khususnya di Asia dan Timur
Tengah (Roberts 2008). Di samping itu, meningkatnya pertumbuhan industri
seafood yang menghasilkan produk samping olahan udang berpotensi sebagai
sumber bahan baku untuk industri kitin dan kitosan.
6
Proses Produksi Kitin dan Kitosan
Produksi kitin dan kitosan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara
kimiawi yaitu proses yang dilakukan menggunakan beberapa bahan kimia dan
proses enzimatis yaitu proses yang dilakukan menggunakan katalis dari beberapa
jenis enzim. Pada penelitian ini, pembahasan proses produksi difokuskan pada
proses kimiawi. Terdapat 4 tahapan penting yang perlu dilakukan untuk
memproduksi kitosan secara kimiawi, yaitu deproteinisasi, demineralisasi,
penghilangan warna dan deasetilasi. Dua tahapan pertama (deproteinisasi dan
demineralisasi) tidak harus dilakukan secara berurutan, namun dapat dilakukan
berkebalikan (Rout 2001).
1. Deproteinisasi
Cangkang Crustacea mengandung kitin yang terikat dengan mineral CaCO3
dan protein (Austin, 1988 dalam Purwatiningsih et al. 2009). Dalam satu
cangkang udang terdapat sekitar 30-40% protein (Johnson and Peniston, 1982
dalam Purwatiningsih et al. 2009). Deproteinisasi dapat dilakukan dengan
cara mengencerkan cangkang udang pada larutan NaOH pada temperatur
yang ditingkatkan, sehingga protein yang ada dalam cangkang udang dapat
melarut (Rout 2001). Deproteinisasi juga dapat dilakukan dengan melakukan
pengenceran pada larutan potasium hidroksida (KOH) (Shahidi and
Synowiecki, 1991 di dalam Rout 2001).
2. Demineralisasi
Demineralisasi adalah proses penghilangan kandungan mineral dalam
cangkang. Cangkang Crustacea umumnya mengandung 30-50% mineral
dalam basis kering dengan kalsium karbonat (CaCO 3) sebagai komponen
utamanya. Demineralisasi dapat dilakukan dengan cara melakukan ekstraksi
dengan larutan asam klorida (HCl) pada temperatur ruang
dengan
pengadukan sehingga CaCO3 dapat melarut menjadi kalsium klorida (CaCl)
(Rout 2001).
3. Penghilangan warna
Untuk kepentingan komersial, kitin yang diterima di pasaran adalah kitin
yang berwarna putih. Proses yang melibatkan cairan asam dan basa pada
proses sebelumnya akan menimbulkan warna pada produk kitin, sehingga
proses penghilangan warna diperlukan. Pelarut yang umumnya digunakan
adalah aseton (Rout 2001).
4. Deasetilasi
Kitosan didapatkan melalui proses pengilangan gugus asetil-N. Deasetilasi
dapat dilakukan melalui perlakuan dengan konsentrasi NaOH atau KOH 4050% pada temperatur 100oC atau lebih tinggi selama 30 menit (Muzarelli,
1977 dalam Rout 2001). Proses deasetilasi perlu dilakukan untuk
mempersiapkan kitosan yang tidak dapat terdegradasi dan larut pada larutan
asam dalam waktu singkat (Rout 2001).
Produk Aplikasi
Melalui proses kimiawi dan enzimatis, kitin dan kitosan dapat diproses
menjadi berbagai produk dengan nilai tambah cukup tinggi yang dapat
7
diaplikasikan pada berbagai industri. Pada pengolahan air dan air limbah, kitosan
memiliki fungsi sebagai flokulan untuk menjernihkan air (air minum dan kolam
renang), menghilangkan ion logam dan mengurangi bau. Pada tahun 1981,
penggunaan kitosan sebagai penjernih air telah disetujui oleh United States
Environmental Protection Agency (USEPA) hingga level maksimum 10 mg/L
(Hahn et al. 2004). Pada aplikasi di makanan, kitosan memiliki beberapa aplikasi
diantaranya sebagai serat makanan, pengikat lemak yang dapat menurunkan
kolesterol, pengawet alami, pengental dan stabilisator untuk saus dan sebagai
edible coating pada buah, daging atau ikan. Kitosan berbasis udang mendapatkan
notifikasi Generally Recognize as Safe (GRAS) dari Food and Drug
Administration (FDA). Pada aplikasi di dunia medis, kitosan memiliki fungsi
untuk mempertahankan kelembaban kulit, mengobati jerawat, meningkatkan
kelembutan rambut, mengurangi listrik statis pada rambut, mengencangkan kulit
dan sebagai perawatan mulut (pasta gigi dan permen karet). Sementara itu, pada
aplikasi di biomedis, kitosan dapat diaplikasikan sebagai bahan benang operasi,
kulit artifisial, material enkapsulasi (penghilang luka, antibakteri, antivirus dan
antijamur). Pada aplikasi di bidang pertanian, kitosan berfungsi sebagai stimulan
pertumbuhan tanaman, mekanisme pertahanan pada tanaman, coating pada benih,
dan nutrien bagi tanah.
Menurut Morrisey (2003) terdapat tingkatan nilai tambah yang berbedabeda pada beberapa aplikasi produk kitin dan kitosan untuk industri. Secara
berurutan aplikasi kitin dan kitosan pada biomedik dan farmasi memiliki nilai
tambah tertinggi dengan volume pemakaian sedikit, lalu diikuti oleh aplikasi pada
teknologi kimia, kosmetika, teknologi pangan, penjernih air, pertanian, dan tekstil.
Sedangkan aplikasi yang memiliki nilai tambah terendah dengan volume
pemakaian besar adalah pada teknologi kertas (Junianto 2008). Manfaat kitin dan
kitosan yang dapat diaplikasikan secara luas ini telah dibuktikan secara ilmiah
oleh beberapa peneliti. Tabel 2 menunjukkan alasan ilmiah yang mendasari
penggunaan kitin dan kitosan pada berbagai aplikasi.
Strategi Pengembangan Agroindustri
Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam
kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas
alokasi sumber daya (Chandler 1962 di dalam Rangkuti 2014). Erlina (2011)
menjelaskan bahwa strategi adalah suatu pola atau perencanaan yang mampu
mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan tindakan-tindakan organisasi secara
kohesi. Agroindustri adalah suatu model yang cocok untuk dikembangkan
mengingat agroindustri memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang.
Keterkaitan ke depan memiliki pengertian bahwa agroindustri dapat memberi
peluang lapangan kerja bagi unskilled sampai skilled labour, sedangkan ke
belakang memiliki pengertian bahwa agroindustri dapat memacu pertumbuhan
perekonomian daerah dan dapat mengurangi arus urbanisasi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa strategi pengembangan agroindustri adalah suatu pola
pengembangan agroindustri yang mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan
tindakan-tindakan organisasi usaha secara terpadu sehingga menjadi lebih baik,
dalam arti terciptanya nilai tambah dari keadaan sebelumnya (Erlina 2011).
8
Tabel 2 Alasan Ilmiah Pemanfaatan Kitin dan Kitosan pada Berbagai Aplikasi
No
1
Aplikasi
Pertanian: bahan
mempercepat
pertumbuhan
tanaman
2
Antimikroba dan
antijamur
3
Antioksidan
4
Flocculating dan
Clarifying Agent
5
Dietary fibre
6
Edible Film dan
Coating
Alasan Ilmiah
Kandungan gula amino, ß-D-glukosamin yang berfungsi
untuk :
- menstimulasi sintesis agen pelindung,
- meningkatkan
kemampuan
tanaman
dalam
menyerap air,
- menjaga air dengan cara menutup stomata dan
menurunkan laju penguapan
(Burrows et al. 2007)
Kandungan grup amino yang menunjukkan ion positif
(derajat deasetilasi) dapat berinteraksi dengan dinding sel
mikroba/jamur, merubah permeabilitasnya yang diikuti
keluarnya sitoplasma sehingga berakhir pada kematian
sel.
(Vargaz & Martinez 2010); (Jung & Kim 1999); (Cuero
RG 1999)
Hidroksil aktif dan grup amino akan bereaksi dengan
senyawa radikal bebas dan membentuk makroradikal
yang stabil. Semakin tinggi derajat deasetilasi
menunjukkan keefektifan kitosan dalam aktivitas
antioksidan, menangkap radikal hidroksil dan kemampuan
berikatan dengan ion besi.
(Yen et al. 2008); (Xing et al. 2007)
Karakteristik kimia menunjukkan afinitas yang tinggi
terhadap ion logam berat seperti kromium, timbal,
merkuri, tembaga dan kadmium karena kitosan memiliki
kapasitas penyerapan lebih tinggi daripada karbon aktif
atau pelarut organik yang secara tradisional digunakan
untuk mereduksi kontaminan air limbah.
(Synowiecki et al. 2003); (Shaidi et al. 1999)
Kriteria yang menyerupai serat untuk diet, yaitu tidak
dapat dicerna, polimer alami, dan memiliki kemampuan
mengikat air yang tinggi. Kondisi perut yang asam dapat
memicu kitosan untuk larut dan bereaksi dengan asam
lemak dan mengikat lipid karena adanya interaksi
hidrofobik (trigliserid, lemak dan asam empedu,
kolesterol dan sterol lainnya) untuk kemudian
diekskresikan dari tubuh.
(Muzzarelli RAA. 1999)
Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk suatu
selaput (film) sebagai lapisan semipermeabel yang dapat
dimakan sehingga dapat memperpanjang umur hidup
buah-buahan olahan atau segar, produk daging dan
seafood.
(Vargaz & Martinez 2010)
Berdasarkan Grand Strategy Pengembangan Agroindustri yang telah disusun
oleh Deptan (2005), program pengembangan agroindustri diarahkan pada hal-hal
berikut:
9
1. Mengembangkan klaster industri, yaitu industri pengolahan yang terintegrasi
dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya.
2. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang
didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.
3. Mengembangkan industri pengolahan yang mempunyai daya saing tinggi
untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pengembangan agroindustri memerlukan suatu perencanaan strategi yang
baik sehingga dapat terus berkembang dan mencapai keunggulan bersaing. Tujuan
utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif
mengenai kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat diantisipasi
perubahan lingkungan yang ada. Sehingga dapat ditekankan bahwa perencanaan
strategis sangat penting untuk perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing
dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen, dengan dukungan
optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti, 2014). Terdapat sembilan elemen
kunci ekoefisiensi yang dapat diadaptasi untuk bagi perencanaan strategi
agroindustri dalam meningkatkan daya saingnya yaitu (1) aspek kepemimpinan,
(2) kemampuan meninjau ke depan, (3) budaya perusahaan atau bisnis yang
mendukung, (4) teknik manajemen, (5) daur hidup manajemen, (6) riset dan
pengembangan, (7) proses produksi dan operasi, (8) aspek pemasaran, serta (9)
layanan purna jual dan pemanfaatan kembali limbah (Sa’id 2010).
Penyusunan Perencanaan Strategis
Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT)
merupakan analisis yang paling banyak dipertimbangkan dan merupakan alat
yang lazim digunakan untuk perencanaan strategis (Glaister dan Falshaw 1999).
Perencanaan strategi seringkali merupakan proses yang rumit yang perlu
mengadopsi suatu pendekatan sistem untuk mendiagnosa faktor eksternal dan
menyesuaikan dengan kemampuan internal yang ada dalam suatu organisasi
(Wehrich 1982 di dalam Koo et al. 2011). Analisis SWOT didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada (Rangkuti 2014).
Proses penyusunan perencanaan strategis dengan menggunakan analisis
SWOT ini dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu (1) tahap pengumpulan data,
(2) tahap analisis dan (3) tahap pengambilan keputusan.
Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekadar kegiatan
pengumpulan data, melainkan juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian
dan pra analisis. Dalam melakukan analisis SWOT diperlukan data eksternal dan
data internal. Beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai data eksternal dapat
diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan seperti: analisis pasar, komunitas,
pemasok, pemerintah dan analisis kelompok kepentingan tertentu. Sebaliknya,
data internal dapat diperoleh dari dalam perusahaan seperti: laporan keuangan
(neraca, laba rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan sumber kegiatan
sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian, pengalaman, gaji,
10
perputaran tenaga kerja), laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan
pemasaran, dan lain-lain (Erlina 2011).
Model yang dapat dipakai pada tahap pengumpulan data diantaranya adalah
model Matriks Faktor Strategi Eksternal (Matriks EFAS), dan Matriks Faktor
Strategi Internal (Matriks IFAS). Matriks EFAS adalah matriks yang digunakan
untuk menganalisis faktor eksternal yang mencakup peluang dan ancaman.
Sedangkan matriks IFAS adalah matrik yang digunakan untuk menganalisis faktor
internal yang mencakup kekuatan dan kelemahan.
Tahap Analisis
Tahap analisis merupakan tahapan yang dilakukan setelah semua
informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri dikumpulkan, untuk
kemudian dimanfaatkan dalam suatu model kuantitatif perumusan strategis.
Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) merupakan salah satu metode analisis
dalam suatu perencanaan strategis. Gabungan kedua kondisi internal dan eksternal
yang telah diketahui nilainya selanjutnya dimasukkan ke dalam (Matriks IE) yang
ditunjukkan pada Gambar 3 . Hasil yang didapatkan pada matriks IE dapat
digunakan untuk menentukan posisi industri, sehingga dapat diketahui arah
strategi yang akan diterapkan. Total skor strategis internal menunjukkan kekuatan
bisnis suatu industri, sedangkan total skor strategis eksternal menunjukkan daya
tarik industri.
Gambar 3 Contoh Matriks Internal Eksternal (IE) (Rangkuti 2014)
Berdasarkan matriks IE sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3, dapat
diidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, yang pada prinsipnya kesembilan sel
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:
a. Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri atau
upaya diversifikasi
b. Stability strategy yaitu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi
yang telah ditetapkan
11
c.
Retrenchment strategy yaitu usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang
dilakukan.
Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis
matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2014). Keunggulan matriks
SWOT ini adalah dapat dengan mudah memformulasikan strategi yang diperoleh
dari gabungan faktor internal dan eksternal berdasarkan hasil analisis matriks
IFAS dan EFAS. Terdapat 4 alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan
matriks SWOT (Tabel 4), yaitu:
1. Strategi SO, yaitu strategi yang dibuat dengan menggunakan seluruh
kekuatan untuk memanfaatkan peluang
2. Strategi ST, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman
3. Strategi WO, yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada
4. Strategi WT, yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat
defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman.
Gambar 4 Contoh Matriks SWOT (Rangkuti 2014)
Tahap Pengambilan Keputusan
Untuk mengetahui alternatif strategi yang paling efektif diterapkan untuk
pengembangan industri diperlukan suatu teknik pengambilan keputusan yang
didasari atas pertimbangan para ahli di bidangnya. Proses Hierarki Analitik
(Analytical Hierarchy Process-AHP) merupakan suatu teknik pengambilan
keputusan yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an
untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang
disukai (Marimin 2013). AHP adalah penyederhanaan suatu situasi kompleks dan
tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau
variabel itu ke dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis
12
berbagai pertimbangan tersebut untuk menetapkan variabel mana yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut (Saaty, 1993 di dalam Erlina 2011).
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai
diagram bertingkat (hierarki) yang dimulai dengan sasaran (goal) lalu kriteria
level pertama, subkriteria dan alternatif (Marimin 2013). AHP memungkinkan
pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau
alternatif majemuk terhadap suatu kriteria secara intuitif, yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
13
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Industri kitin dan kitosan adalah industri potensial yang baru berkembang di
Indonesia dan memiliki beberapa kendala yang perlu disiasati dengan strategi
yang tepat sehingga dapat berkembang dan memiliki daya saing. Dalam
mengembangkan industri kitin dan kitosan diperlukan analisis mendalam untuk
mengetahui kondisi eksisting industri kitin dan kitosan, faktor-faktor eksternal dan
internal yang berpengaruh dalam perumusan strategi pengembangan industri kitin
dan kitosan.
Gambar 5 Alur Proses Pelaksanaan Penelitian
Gambar 5 menunjukkan beberapa tahapan dan metode yang dilakukan untuk
mendukung dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengembangan agroindustri kitin dan kitosan adalah
mengidentifikasi kondisi eksisting tentang industri kitin dan kitosan. Tahapan
selanjutnya adalah analisis faktor internal dan eksternal dengan metode matriks
IFE dan EFE, yang diikuti secara paralel oleh analisis SWOT yang dilanjutkan
dengan penetapan strategi pilihan dengan metode AHP dan analisis matriks
internal dan eksternal. Analisis matriks internal dan eksternal serta analisis
penetapan strategi pilihan dengan AHP menghasilkan dua kelompok strategi yang
kemudian dianalisis keterkaitannya dan diformulasikan kedalam suatu strategi
pengembangan industri kitin dan kitosan.
14
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan beberapa lokasi berbeda sesuai dengan lokasi kerja
expert atau pemangku kepentingan yang terkait. Lokasi pengumpulan data dan
informasi terkait dengan industri kitin dan kitosan dilakukan di beberapa tempat,
yaitu (1) Industri kitin kitosan PT. X yang berlokasi di Kota Cirebon – Provinsi
Jawa Barat (2) Kantor Asosiasi Pengusaha Pengolahan Pemasaran Produk
Perikanan Indonesia (AP5I) yang berlokasi di Jakarta dan (3) CV. Ocean Fresh
yang berlokasi di Kabupaten Bogor (4) Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen. P2HP), Kementerian Kelautan dan Perikanan,
(5) Direktorat Jenderal Industri Agro (Ditjen IA)Kementerian Perindustrian, (6)
Departemen Teknologi Hasil Perikanan (Dept. THP), Fakultas Ilmu Perikanan
dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pemilihan lokasi sebagaimana disebutkan diatas dilakukan secara sengaja
(purposive), yang didasarkan pada pertimbangan: (1) PT. X merupakan industri
kitin dan kitosan terbesar di Indonesia, yang memiliki teknologi yang terbaik
dalam memproduksi kitin kitosan dan turunannya (2) AP5I merupakan
representasi industri pengolahan udang yang tersebar di seluruh Indonesia (3) CV.
Ocean Fresh merupakan unit usaha yang bergerak di bidang kitin kitosan, produk
turunan dan produk aplikasi di bidang kosmetika (4) Dirjen P2HP merupakan
instansi pemerintah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait dengan
pengembangan industri kitin dan kitosan (5) Ditjen. IA adalah pembina teknis
industri pertanian yang salah satunya adalah industri pengolahan udang (6) Dept.
THP merupakan salah satu program studi yang memiliki fokus khusus pada
pengembangan kitin dan kitosan.
Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan April sampai Juli
2015. Sedangkan tahap pengolahan data hingga penyelesaian akhir laporan
penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Juli – September 2015.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari
observasi pada salah satu industri kitin dan kitosan, wawancara mendalam dan
pengisian kuesioner kepada para pelaku industri, pakar dari Perguruan Tinggi, dan
para pengambil kebijakan di instansi pemerintah yang terkait dengan
pengembangan kitin dan kitosan. Data sekunder didapatkan dari buku-buku,
publikasi dari instansi pemerintah (Badan Pusat Statistik, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan), jurnal nasional maupun
jurnal internasional, laporan penelitian yang terkait dengan strategi
pengembangan agroindustri serta dokumen-dokumen lain yang relevan.
Pemilihan responden dalam penelitian ini didasari atas konsep Triple Helix,
dimana interaksi antara akademisi, pelaku bisnis dan pemerintahan merupakan hal
yang penting dalam penentuan strategi secara umum (Etzkowitz 2007) dan
khususnya dalam strategi pengembangan agroindustri kitin dan kitosan. Metode
yang digunakan dalam penentuan responden adalah metode snowball sampling,
yaitu melakukan kontak dengan responden pertama, kemudian mengidentifikasi
15
responden selanjutnya berdasarkan informasi dari responden pertama. Lee (1993)
menyebutkan bahwa responden yang cenderung mengidentifikasi responden
potensial lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan dirinya akan berujung
pada sampel yang homogen.
Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dan
kondisi eksisting industri kitin kitosan di Indonesia. Kuesioner digunakan sebagai
alat untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkait dengan strategi
pengembangan agroindustri kitin dan kitosan, yaitu faktor-faktor kunci
pengembangan agroindustri kitin dan kitosan, faktor eksternal dan faktor internal
yang berpengaruh serta masukan lain yang berguna dalam merumuskan strategi
pengembangan agroindustri kitin dan kitosan. Tabel 3 menunjukkan responden
yang terlibat pada penelitian ini.
Tabel 3 Data Responden
Lingkup
Perguruan
Tinggi
Industri
Instansi
Pemerintah
Responden
1. Pakar teknologi kitin dan kitosan (Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor)
1. Manajer Produksi (PT X), representasi atas produsen kitin dan
kitosan
2. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk
Perkanan Indonesia (AP5I), representasi dari industri pengolahan
udang selaku penyuplai bahan baku kitin kitosan
3. Pemilik CV. X, representasi atas pengguna kitin dan kitosan
1. Pejabat Es IV Direktorat Pengembangan Produk Non Konsumsi,
Ditjen. P2HP- Kementerian Kelautan dan Perikanan
2. Pejabat Es IV Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan
Perikanan, Ditjen. Industri Agro, Kementerian Perindustrian
Analisis Strategi Pengembangan Industri
Analisis strategi pengembangan industri kitin kitosan dilakukan melalui
identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh. Faktor-faktor tersebut diketahui
berdasarkan masukan para pakar atau pihak yang terkait dengan pengembangan
industri kitin dan kitosan melalui teknik wawancara mendalam.
Analisis Matriks IFE-EFE
Data internal dan eksternal yang telah diidentifikasi kemudian akan
dirangkum dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factor Evaluation (EFE). Identifikasi faktor internal dan eksternal dapat
digunakan untuk menciptakan strategi yang efektif bagi pengembangan industri
kitin kitosan. Matriks IFE dan EFE d