Penggunaan Membran Kitin Dan Turunannya Dari Tulang Rawan Cumi-Cumi Untuk Menurunkan Kadar Logam Co

Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi
(Harry Agusnar)

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI
TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN
KADAR LOGAM Co
Harry Agusnar
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak
Kitin yang digunakan untuk menghasilkan kitosan dalam penelitian ini diperoleh dari pengolahan kimia basah.
Kitosan disediakan dengan cara deasetilasi kitin dan menghasilkan 70,8%. Kitosan dicampur dengan LiCl 10%
untuk meningkatkan harga konduktivitas film dari membran sedangkan (NH4)2CO3 10% sebagai pemplastis dan
pelarut untuk imersi adalah NaOH, kemudian diimersikan kembali dengan akuades sehingga diperoleh membran
yang transparan pada plat kaca. Proses pengeringan membran dilakukan pada suhu kamar dan ketebalan diukur
dengan mikrometer dan dianalisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Jumlah penyerapan ion logam
kobalt 0.6 ppm sebesar 100%.
Kata kunci: Membran , Kitin, Kitosan


PENDAHULUAN
Kitin adalah sejenis polisakarida yang
memiliki gugus N-asetil pada atom C-2
dan jika diasetilasi akan menghasilkan
turunan utama yaitu kitosan. Kitosan
adalah polimer alam yang mempunyai
rantai bercabang dengan rumus umum
(C6H11NO4)n. Penambahan garam-garam
anorganik seperti litium klorida pada
membran kitin tersebut akan meningkatkan
sifat-sifat konduktivitas.
Konduktivitas
membran
dapat
ditingkatkan dengan menambahkan sejumlah
logam tertentu ke dalam kitin atau kitosan.
Ada dua cara yang dilakukan untuk
menambah kekuatan pada membran yaitu
dengan cara didop langsung dan cara
perendaman. Membran kitosan lebih mudah

diperoleh dibandingkan dengan membuat
membran kitin karena sifat kelarutannya yang
tinggi terhadap asam asetat. Kekuatan
membran tidak begitu nyata dan perlu
penambahan sedikit sifat pemplastik agar
mudah dibentuk. Adanya penambahan pada
membran dapat mempengaruhi sifat-sifat
maupun daya serapan.

Kitin tersebar luas di alam dan
merupakan turunan selulosa kedua yang
sangat melimpah di bumi. Senyawa ini
banyak terdapat pada kulit luar hewan
golongan invertebrata, beberapa jenis
serangga dan jamur, seperti: antropoda,
moluska, dan anneleida. Kitin juga terdapat
pada dinding sel tumbuhan kelas rendah
terutama pada sel fungi. Kulit-kulit crustaceae
seperti kulit udang mengandung 20 – 40%
kitin, cangkang kepiting mengandung 15 –

35% kitin, dan tulang rawan cumi-cumi
mengandung 97,20% kitin.
Struktur kitin hampir sama dengan
selulosa hanya berbeda pada gugus yang
terikat pada atom karbon nomor-2 dan hal
ini menyebabkan sifat kimia kitin berbeda
dengan selulosa di mana secara umum
kitin kurang reaktif dibandingkan dengan
selulosa (Muzarelli, R. A. A., 1977).
Kegunaan
kitin
lebih
terbatas
dibandingkan dengan kitosan maupun
selulosa, akan tetapi kitin sangat berpotensi
digunakan dalam pembuatan membran
yang dibuat dengan cara melarutkan kitin
dalam sistem pelarut tertentu. Walaupun

80


Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.2, 2006: 80–85

kitin di berbagai bidang sudah semakin
banyak digunakan seperti di bidang
industri, khususnya bidang kesehatan
terutama sebagai bahan untuk mempercepat
penyembuhan luka dan sudah banyak
digunakan sebagai membran. Untuk
melarutkan kitin tidak mudah, sehingga
perlu disesuaikan kedua pelarut dan perlu
hati-hati dalam pencampurannya karena
homogen pelarut sangat menentukan untuk
melarutkan kitin (Robert G., 1992).
Turunan utama kitin adalah kitosan
yang mempunyai struktur kimia yang
mengandung pasangan elektron d-orbital
pada ion logam. Kitosan sebagai biopolimer
mempunyai berbagai keistimewaan yaitu

bersifat ramah lingkungan, dapat terdegradasi
dan tidak bersifat racun. Efektivitas kitosan
dalam mengikat logam dalam mengikat
logam berat dipengaruhi oleh ukuran
partikel, pH larutan, konsentrasi ion logam,
reaksi, temperatur, dan jumlah kitosan
yang digunakan (Schmuchl, et al., 2001).
Pada kitosan didapati mempunyai satu
gugus amina linear untuk setiap unit
glukosa. Pada gugus amina ini mempunyai
sepasang elektron yang mampu berkoordinasi
atau membentuk ikatan dengan kation
logam.
Kompleks
polielektrolit
dibentuk
melalui reaksi suatu polielektrolit dengan
polielektrolit lain yang berbeda muatannya
dalam suatu larutan Cane (1998).
BAHAN DAN METODA

Bahan
Tulang rawan cumi-cumi, asam sulfat,
asam asetat, asam nitrat, asam klorida,
isopropanol, metanol, aseton, NaOH, asam
glioksilat, natrium borohidrat, asam
monokloroasetat, asam trikloroasetat, dan
1,2-dikloroetana.
Metoda
Penyediaan Kitin
Tulang rawan cumi-cumi dicuci bersihbersih dan direndam dengan larutan NaOH
2M selama 1 hari. Kemudian dicuci

81

dengan aquadest. Kemudian direndam
kembali dengan HCl 2M selama 1 hari,
setelah itu dicuci dengan air hingga bersih.
Jemur hingga kering pada suhu kamar
(Alimuniar, A. dan R. Zainuddin, 1992).
Penyediaan Kitosan

Timbang serbuk kitin sebanyak 500 g
dan tambahkan NaOH 40% dan dibiarkan
selama 4 hari dan cuci bersih. Jemur
hingga kering pada suhu kamar
(Alimuniar, A. dan R. Zainuddin., 1992).
Pembuatan membran kitosan:
1. Timbang 3 g kitosan dan larutkan
dalam asam asetat 1%
2. Ditambahkan litium klorida 10% dan
3. 0,5 g (NH4)2CO3 dan diaduk sampai
larut sempurna
4. Diimersikan dengan air selama 15 – 30
menit dan dikeringkan pada suhu
kamar
5. Lapisan tipis yang terbentuk dituangkan
ke plat kaca dan keringkan sampai
terbentuk menbran tipis
6. Membran tipis tersebut diimersikan
dengan NaOH dan air suling
7. Dikeringkan pada suhu kamar dan

dikarakterisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyediaan Kitin dan Kitosan
Penyediaan kitin dan kitosan dilakukan
berdasarkan metoda Alimuniar dan Zainuddin
(1992). Kitin yang diproses dari kulit
udang didapat dengan hasil 30,60%.
Kitosan dihasilkan melalui proses
deasetilasi kitin dengan menggunakan
larutan alkali. Hasil kitin dan kitosan
selengkapnya dapat ditunjukkan pada
Tabel 1.
Pada kitin didapati hasilnya lebih baik
jika dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh Hackman (1954) yaitu sebesar
17%. Ini menunjukkan bahwa proses
penyediaan kitin dengan metode Alimuniar
dan Zainuddin (1992) sudah sesuai dengan
prosedur. Kitosan yang diperoleh sekitar
71,35%.


Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi
(Harry Agusnar)
Tabel 1. Hasil Kitin dan Kitosan
No
1
2

Sampel (g)
Kulit Udang
Kitin

Berat Sampel (g)
5000
1200

Berat Hasil (g)
1530
850


Hasil (%)
Kitin 30,6
Kitosan 70,8

Tabel 2. Kadar Abu dan Kadar Air pada Kitin dan Kitosan
No.

Sampel

Kadar Abu (%)

Kadar Air (%)

1
2

Kitin
Kitosan

0,30

0,20

12,20
10,20

Tabel 3. Analisis Unsur (C, H, N) Kitin dan Kitosan
No
1
2

Sampel (g)
Kitin
Kitosan

C (%)
46,6
40,3

Penentuan Kadar Abu dan Kadar Air
Penentuan kadar abu pada kitosan
didapati masih tinggi, ini disebabkan pada
proses pengeringan dilakukan pada udara
terbuka tetapi data yang diperoleh 0,30
tidak jauh berbeda seperti yang dilaporkan
Muzzarelli (1977).
Kadar air didapati juga masih tinggi
karena proses pengeringan dilakukan pada
udara terbuka di dalam ruangan. Hasil
selengkapnya dapat ditunjukkan pada
Tabel 2.

H (%)
6,8
5,2

N (%)
6,5
7,4

Analisis Unsur (C, H, N) Kitin dan
Kitosan
Hasil analisis unsur (karbon, hidrogen
dan nitrogen) didapati tidak jauh berbeda
seperti yang dilaporkan oleh Muzzarelli
(1977), seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan
Derajat deasetilasi kitosan diukur
berdasarkan Hukum Lambert-Beer dari
hasil spektrum FT IR (Gambar 1) pada
bilangan gelombang 1654,8 cm-1 dan
3386,8 cm-1 dengan perhitungan sebagai
berikut:

Gambar 1. Spektrum FTIR Kitosan

82

Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.2, 2006: 80–85

A 1654,8
A3386,8

Po
P
Po
= log
P
= log

N-deasetilasi

=1-

=1-

7,9
= 0,1734
5,3
9,4
= 0,8269
= log
1,4
= log

A1596,9
A3386,8

x

1
x 100%
1,33


⎡ 0,1734
⎢ 0,8269 x0,75⎥ x 100%



= 1 - [0,209 x0,75] x 100% = 1 – 0,1573 x 100%
= 84,27%
Jadi hasil derajat deasetilasi kitosan
adalah 84,27% dan menurut Numazaki &
Kito (1975) derajat deasetilasi yang
diperoleh masih berada pada range
(80–95%).
Penyediaan Membran Kitosan
Pembuatan membran kitosan dilakukan
dengan melarutkan kitosan dalam pelarut
campuran asam tasetat dan air suling
dengan konsentrasi 1,0% dan didapati
menghasilkan membran/film yang sangat
baik. Menurut Tokura (1994) membran
yang baik didapati merupakan film tipis
yang trasnparan dan tidak mudah koyak ini
didapati pada konsentrasi 1,0%, di mana
membran yang dihasilkan sesuai dengan
laporan Tokura (1994). Hasil membran
tipis dianalisa dengan FTIR dan merupakan
bandingan
untuk
membran
basa
polielektrolit.
Pembuatan Membran Kitosan sebagai
Basa pada Elektrolit
Pembuatan membran kitosan dilakukan
dengan melarutkan kitosan dengan asam
asetat 1% dan amonium karbonat 0,5 g dan
diaduk sampai melarut seluruhnya.

83

Penambahan litium klorida 1% adalah
untuk meningkatkan konduktivitas.
Menurut Brime dan Austin (1994)
adanya litium klorida akan dapat bersifat
sebagai penghantar listrik jika berikatan
dengan logam. Sifat pemplastik dari
membran
kitosan
didapati
dari
penambahan ammonium karbonat agar
elestisitas dapat terpenuhi. Setelah
terbentuk membran yang tipis kemudian
diinversikan dengan NaOH agar membran
tersebut membran basa yang bersifat
polielektrolit. Membran kitosan yang
terbentuk dikeringkan di dalam ruang agar
pada membran tidak terdegradasi dari
pengaruh suhu. Analisis dengan FTIR
ditunjukkan pada Gambar 2.
Pengujian Membran Kitosan sebagai
Basa Polielektrolit untuk Menurunkan
Kadar Logam Co
Membaran kitosan yang terbentuk
dimasukkan ke dalam kolom dan dilalui
larutan logam Co dengan konsentrasi
divariasi 2 ppm hingga 10 ppm. Hasil
pengukuran dilakukan pengujian dengan
spektrofotometer serapan atom (AAS)
dan data hasil pengujian ditunjukkan
pada Tabel 4.

Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi
(Harry Agusnar)

Gambar 2. Spektrum FT IR Membran Kitosan

Tabel 4. Hasil Pengujian Kadar Co. dengan Menggunakan Spektrofotomter Serapan Atom
Sampel

Membran Kitosan

Konsentrasi Co2+
(ppm)
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0

Konsentrasi Akhir Penyerapan
(ppm)
0,20 ± 0,00
0,40 ± 0,00
0,60 ± 0,00
0,78 ± 0,02
0,89 ± 0,07

Dari Tabel 4 pada konsentrasi larutan
Co 0,2 – 0,6 ppm didapati hasil penyerapan
100%, ini menunjukkan proses penyerapan
pada membran kitosan sebagai basa
elektrolit berjalan dengan baik, untuk
konsentrasi larutan Co 0,8 – 1,0 ppm
didapati hasil penyerapan 97,50% dan
89,00%. Ini berarti semua proses penyerapan
dengan menggunakan membran kitosan
berjalan dengan baik. Menurut Millot
(1998) penggunaan larutan kitosan dengan
pengaturan pH akan dapat menyerap logam
hampir 100% dan menurut Brime dan
Austin (1994) membran kitosan selalu
dipengaruhi pada bentuk ketebalannya. Ini
menunjukkan membran yang dihasilkan
perlu ditentukan ketebalan agar mudah
menyerap larutan ion logam. Memban
kitosan sebagai basa polielektrolit sudah

Penyerapan
(%)
100
100
100
97.50
89.00

mampu menunjukkan penyerapan yang
baik.
KESIMPULAN

Penyediaan kitin dari cangkang
kepiting dengan menggunakan metoda
kimia basah dapat menghasilkan kitin
sebesar 30,6%. Kitosan disediakan dengan
cara deasetilasi kitin dan menghasilkan
kitosan sebesar 70,8. Kitosan yang
disediakan telah dikarakterisasi seperti
derajat deasetilasi 84,27 %, analisis unsur
C sebesar 40,3%, H sebesar 5,2% dan N
sebesar 7,4% ini menunjukkan bahwa
kitosan yang digunakan sudah memenuhi
standar dan dapat dibuat untuk pengujian
dan membran yang baik. Membran kitosan
dibuat dengan melarutkan kitosan dalam
asam asetat dan penambahan LiCl 10%
84

Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.2, 2006: 80–85

dan (NH4)2CO3 10% pada membran adalah
untuk menghasilkan membran kitosan
yang merupakan basa polimer elektrolit
dan didapati mampu menyerap logam Co
dengan konsentrasi 0,6% sebesar 100%.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuniar, A. dan R. Zainuddin. 1992. An
Economical
Technique
for
Product
Chitosan. In: Advances in Chitin and
Chitosan. Brine, C.J., P.A. Sanford, J.P.
Zikakis (Eds). Elsevier Applied Sciences,
London, PP. 627 – 638.
Caner, C. P., Vergano. J. and Wiles L. 1998.
Chitosan film mechanichal and permeation
properties as affected by Acid, Plasticizer
and Storage. J. Food Science. Vol 63: 6. pp.
1049 – 1053.
Muzzarelli, R. A. A., 1997. Chitin. Pergamon press
Ltd. Oxford, England.
Roberts, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. The
Macmillan Press Ltd., London.
Chang, K. L. B., J. Lee, W. R. Fu. 2000. HPLC
Analysis of N-acetyl-chito-oligosaccharides
during the acid hydrolysis of chitin. J. Food
and Drug Analysis. Vol 8: 2. pp. 75 – 83.
Peberdy, J. F. 1999. Biotechnologycal approaches
to the total utilisation of crustacean shellfish
and shellfish waste. biologycal science.
University of Nottingham. http:/www.Agricta.
org/pubs/std/vol.2/pdf/343.pdf. Tanggal 1210-2004.
Shahidi, F., J. K. V. Arachcho and Y. Jeon. 1999.
Food Applications of chitin and shitosan. In:
Trends in Food Science and Technology.
Vol. 10. pp. 37 – 51.

85