Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT
DANGKE ASAL KABUPATEN SINJAI
SULAWESI SELATAN
JANNAATIN AL FAAFA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan
adalah benar karya saya dengan arahan dan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Jannaatin Al Faafa
NIM D14100027
ABSTRAK
JANNAATIN AL FAAFA. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke
Asal Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF
dan M SRIDURESTA S.
Dangke merupakan makanan tradisional Indonesia berasal dari Sinjai
Sulawesi Selatan yang terbuat dari susu kerbau dan sapi. Produk ini dibuat dengan
cara menggumpalkan susu yang mendidih dengan getah buah pepaya (enzim
papain) sebagai koagulan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik
fisik dangke, mengisolasi, dan mengidentifikasi bakteri asam laktat (BAL) yang
telah diisolasi dari dangke asal Sinjai Sulawesi Selatan. BAL yang telah
diperoleh selanjutnya dikarakterisasi pertumbuhannya pada suhu yang berbeda
dan konsentrasi NaCl 6.5%. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap pola faktorial dengan 3 perlakuan suhu inkubasi (10 °C, 30 °C, dan 45
°C), tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Data dianalisis menggunakan analisis
ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Data pertumbuhan
bakteri pada konsentrasi NaCl 6.5% dianalisis menggunakan uji T. Hasil
identifikasi menggunakan Kit API 50 CHL menunjukkan bahwa spesies BAL dari
dangke adalah Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan Pediococcus pentosaceus
MSS 2. Dapat disimpulkan bahwa P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus
MSS 2 termasuk BAL mesofilik yang mampu bertahan pada suhu 30 °C hingga
45 °C dan kondisi garam yang tinggi yaitu NaCl 6.5%.
.
Kata kunci: BAL, dangke, P. pentosaceus MSS 1, P. pentosaceus MSS 2
ABSTRACT
JANNAATIN AL FAAFA. Isolation and Identification Lactic Acid Bacteria of
Dangke from Sinjai South Sulawesi. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and
M SRIDURESTA S.
Dangke is an Indonesian traditional food from Sinjai South Sulawesi made
from buffalo and bovine milk. This product is made by clotting boiled milk with
fresh fruit leaves juice of Carica papaya (papain enzyme) as coagulant. An
experiment was conducted to analyze the physics characteristics of dangke, isolate
and identified Lactic Acid Bacteria (LAB) from original dangke. BAL isolates
were futher identified and characterized its growth at different temperature
conditions and concentration of NaCl 6.5%. This experiment was arranged in a
factorial completely randomized design and consisted of 3 treatments of
incubation temperature (10 ºC, 37 ºC, and 45 ºC), each treatment in 3 equal
replicates. Data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) and continued to
Tukey HSD. Data of bacterial growth in concentration of NaCl 6.5% was
analyzed by T-test. Result identification showed that species of LAB isolated
from dangke were Pediococcus pentosaceus MSS 1 and Pediococcus pentosaceus
MSS 2. It is concluded that P. pentosaceus MSS 1 and P. pentosaceus MSS 2
were mesophiles LAB that could survive at 30 °C up to 45 °C incubation
temperature and high salt condition with concentration of NaCl 6.5%
Key words: dangke, LAB, P. pentosaceus MSS 1, P. pentosaceus MSS 2
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT
DANGKE ASAL KABUPATEN SINJAI
SULAWESI SELATAN
JANNAATIN AL FAAFA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan
Nama
: Jannaatin Al Faafa
NIM
: D14100027
Disetujui oleh
Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
Pembimbing I
M Sriduresta S, SPt MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan bulan September 2013 sampai April 2014 dengan tema Dangke.
Penelitan ini berjudul Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
dan Bapak M Sriduresta S, SPt MSc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi arahan dan saran. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada staf Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada kakak, adik serta seluruh teman-teman, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Jannaatin Al Faafa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Peubah
Rancangan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH dan TAT Dangke
Isolasi dan Identifikasi BAL Dangke
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada Suhu berbeda
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada Konsentrasi NaCl 6.5%
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
1
1
2
2
2
2
2
2
2
4
4
5
5
5
6
9
10
11
11
14
18
DAFTAR TABEL
1 Hasil pemeriksaan kemurniaan bakteri asam laktat dangke
2 Identifikasi isolat BAL menggunakan Kit API 50 CHL
3 Rataan Populasi P. pentosaceus MSS 1 dan MSS2 serta persentase
kenaikan populasi pada suhu yang berbeda
4 Rataan Populasi P. pentosaceus MSS 1dan MSS 2 dan persentase
kenaikan populasi pada konsentrasi NaCl 6.5%
6
7
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Populasi P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada suhu berbeda
2 Hasil analisis ragam populasi P. pentosaceus MSS 1 dan
P. pentosaceus MSS 2 pada suhu berbeda
3 Hasil uji banding Tukey
4 Populasi P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada konsentrasi NaCl 6.5%
5 Hasil T-test P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada konsentrasi NaCl 6.5%
6 Hasil ApiWeb isolat DK 2a1 umur 48 jam
7 Hasil ApiWeb isolat DK 3a12 umur 48 jam
8 Kurva standar isolat DK 2a1
9 Kurva standar isolat DK 3a12
14
14
14
14
15
15
16
17
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan protein hewani mengalami peningkatan tiap tahunnya, hal ini
berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2012) yang menyatakan bahwa
konsumsi produk asal ternak seperti daging, telur, dan susu meningkat dari tahun
2008 hingga 2011. Peningkatan ini sejalan dengan peranan protein hewani dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu protein hewani yang meningkat
konsumsinya adalah susu, yaitu mencapai 14.26 kg-1 kapita-1 tahun-1 (Deptan
2012). Berdasarkan SNI 3141-1-2011, susu didefinisikan sebagai cairan yang
berasal dari ambing mamalia sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah
sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (BSN
2011).
Susu mengandung nilai gizi yang lengkap dan tinggi. Susu segar mengandung
air 87.5%, laktosa 5%, protein 3.5%, dan lemak 3%-4% (Widodo
2002).Tingginya kadar gizi dalam susu memberikan potensi sebagai media
pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri, baik bakteri patogen (pathogenic
bacteria) maupun bakteri pembusuk (spoilage bacteria) (Rahayu dan Nurwitri
2012). Kontaminasi bakteri mampu berkembang dengan cepat sehingga susu
menjadi rusak dan tidak layak konsumsi. Salah satu upaya untuk mengurangi
kerusakan susu adalah dengan pengolahan lebih lanjut menjadi berbagai macam
produk. Produk susu yang mulai dikenal saat ini adalah dangke.
Dangke merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang terbuat dari
susu kerbau atau susu sapi asal Sulawesi Selatan. Produk olahan susu ini memiliki
nilai gizi yang tinggi dan sangat disukai oleh masyarakatnya (Marzoeki et al.
2003). Dangke diolah dengan cara memanaskan susu kerbau atau susu sapi segar
dengan api kecil hingga mendidih dan kemudian ditambahkan getah dari buah
pepaya (enzim papain) hingga membentuk gumpalan (Surono dan Hardjo 1984).
Enzim papain merupakan enzim proteolitik yang terdapat pada getah tanaman
papaya (Cacica papaya L) (Yuniwati et al. 2008). Arni (1993) melaporkan
bahwa dangke termasuk dalam jenis keju tanpa pemeraman dan memiliki kadar
air sebesar 63.83%. Hasil penelitian Hatta (2013) melaporkan bahwa dangke yang
terbuat dari susu sapi memiliki kadar air 55%, kadar abu 2.1%, kadar lemak
14.8%, dan kadar protein 23.8%.
Bakteri Asam Laktat (BAL) berperan sebagai bahan dasar (starter) dalam
meningkatkan masa simpan makanan, baik daging, susu, mapun sayuran melalui
proses fermentasi (Fardiaz 1992). Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa
dangke memiliki BAL yang berfungsi sebagai bakteri baik bagi kesehatan. BAL
asal Dangke yang berhasil diisolasi antara lain Lactobacillus plantarum DU15,
Enterococcus faecium DU55, dan Leuconostoc mesentroides DU02 (Razak et al.
2009). Namun belum banyak dilakukan identifikasi BAL yang terdapat pada
dangke, sehingga perlu dilakukan karakterisasi BAL dari dangke. Produk ini perlu
untuk dipertahankan dan dilestarikan karena memberikan kontribusi dalam dunia
pangan, khususnya melalui identifikasi BAL yang terdapat didalamnya.
2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik fisik dangke dan
mengisolasi serta mengidentifikasi BAL dari dangke asal Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang karakteristik nilai pH dan Total Asam
Tertitrasi (TAT) dangke serta menganalisis karakteristik bakteri asam laktat pada
dangke secara mikrobiologis.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan, mulai dari bulan September
2013 sampai dengan April 2014. Laboratorium yang digunakan adalah
Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel dangke
yang diperoleh langsung dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Bahan untuk
pengujian fisik meliputi nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT) menggunakan
bahan-bahan seperti NaOH 0.1N dan indikator fenolpthalin. Media tumbuh untuk
isolasi bakteri yang digunakan adalah deMan Rogosa Sharpe Broth (MRSB),
Yeast Extract (YE), dan Bacteriological Agar (BA). Bahan untuk pewarnaan
Gram meliputi aquades steril, aquabides steril, minyak imersi, alkohol, NaCl,
Buffer Peptone Water (BPW), kristal violet, iodin, alkohol 95% dan safranin.
Bahan untuk identifikasi bakteri asam laktat yaitu media CHL.
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu pH meter, autoclave, inkubator, laminar
flow, refrigerator, mikroskop, vortex, jarum ose, pipet mikro, tabung reaksi,
erlenmeyer, cawan petri, gelas objek, pipet tetes, bunsen, beaker glass, tip, rak
tabung reaksi dan alat gelas lain, sedangkan untuk identifikasi bakteri asam laktat
digunakan kit API 50 CHL.
Prosedur
Persiapan Sampel
Sampel dangke diperoleh dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan yang
terbuat dari susu sapi yang diolah secara enzimatis menggunakan papain dari
getah pepaya.
3
Pengujian Fisik (AOAC 2005)
Nilai pH. Sampel dangke ditimbang sebanyak 5 g dan dihomogenkan dengan
aquades 5 mL. Kemudian pH sampel diukur dengan menggunakan pH meter
Schott yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan larutan standar pH 7, lalu
dikalibrasi kembali dengan larutan standar pH 4. Ujung elektroda dicelupkan ke
dalam larutan sampel hingga timbul bunyi. Nilai pH dicatat dan dilakukan 3 kali
pengukuran.
Total Asam Tertitrasi. Sampel ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan
aquades 50 mL, kemudian dihomogenkan. Setelah itu sampel ditambahkan
dengan indikator fenolpthalin sebanyak 2-3 tetes, kemudian dititrasi dengan
NaOH (0.1 N) sampai timbul warna merah muda.Volume NaOH yang terpakai
dicatat dan pengukuran TAT dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Total asam
dihitung dengan rumus:
Pengujian Mikrobiologi
Isolasi Bakteri Asam Laktat (Sujaya et al. 2008; Ogunbanwo et al. 2003)
Sebanyak 1 ose sampel dangke digoreskan pada media MRSA padat.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Isolasi dilakukan hingga
mendapat koloni yang terpisah dan cukup besar. Isolat ini digunakan sebagai
biakan kerja untuk mengkonfirmasi bakteri uji.
Identifikasi Bakteri Asam Laktat (Lay 1994; Hadioetomo 1990)
Uji Katalase. Sebanyak 1 ose isolat hasil plating dioleskan pada gelas objek yang
telah disterilkan dengan alkohol, lalu ditetesi larutan H2O2 3%. Preparat diamati,
bila terdapat gelembung gas maka menunjukkan bakteri tersebut katalase positif
dan apabila tidak terbentuk gelembung gas bakteri tersebut katalase negatif.
Semua bakteri uji dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali ulangan.
Morfologi. Sebanyak 0.5 mL aquades diteteskan pada gelas objek, kemudian
diambil sebanyak 1 ose isolat BAL dan dioleskan pada gelas objek berisi aquades.
Selanjutnya ditutup dengan cover glass. Kaca preparat ditetesi minyak imersi
kemudian diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 100X.
Pewarnaan Gram. Sampel bakteri dari koloni yang homogen dioleskan pada
kaca objek steril lalu dibuat sediaan tipis dan difiksasi panas. Olesan bakteri
diteteskan dengan kristal violet, tunggu selama 2 menit, dibilas dengan akuades.
Selanjutnya, olesan bakteri diteteskan iodium dan dikeringkan udara selama 2
menit, dibilas akuades dan ditiriskan. Preparat dicuci dengan pemucat warna yaitu
alkohol 95% selama 30 detik, dicuci segera dengan akuades dan ditiriskan.
Preparat selanjutnya diteteskan safranin selama 30 detik, dibilas dengan akuades
dan ditiriskan. Kemudian, preparat diteteskan minyak imersi dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100x untuk melihat bentuk dan warna dinding sel
setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri yang termasuk dalam kelompok Gram
positif dinding selnya berwarna ungu atau gelap sedangkan kelompok bakteri
Gram negatif akan menunjukkan warna merah safranin.
4
Pengujian Identifikasi BAL (Annuk et al. 2003)
BAL yang telah diidentifikasi berdasarkan morfologi, sifat kultur, uji
katalase dan pewarnaan gram selanjutnya dilakukan pengujian biokimia
fermentasi karbohidrat menggunakan analisis kit API 50 CHL yang didasarkan
pada kemampuan memfermentasi 49 jenis karbohidrat untuk mengetahui spesies
bakteri asam laktat. Isolat terpilih diremajakan dalam media MRS Broth pada
suhu optimum pertumbuhannya selama 24 jam. Prosedur pengujian dilakukan
sesuai dengan standar dalam manual penggunaan API 50 CH kit. Data
pengamatan dimasukkan dan dianalisis dalam software APIweb (bioMērieux).
Peubah
Pembuatan Kurva Standar (Kusmiati dan Malik 2002)
Kultur bakteri berumur 24 jam dilakukan pengenceran pertama dengan
perbandingan 1:9 yaitu kultur diambil sebanyak 1 mL dan diinokulasi ke dalam 9
mL MRSB. Selanjutkan dilakukan pengenceran kedua dengan perbandingan 1:1
yaitu kultur sebanyak 5 mL dari pengenceran pertama diinokulasi ke dalam 5 mL
MRSB berturut-turut mulai dari pengenceran 1, ½, ¼, 1/8, 1/16 dan 1/32.
Kemudian dari masing-masing pengenceran dilakukan pengenceran bertingkat
menggunakan BPW dengan perbandingan 1:9 hingga 109 untuk pengenceran 1, ½,
¼ dan 1/8 serta hingga 108 untuk pengenceran 1/16 dan 1/32. Selanjutnya 3
pengenceran terakhir dilakukan teknik pour plate untuk mengetahui jumlah
bakteri asam laktat.
Sebanyak 1 kultur diambil dan dituang ke dalam cawan petri kemudian
MRSA dituangkan dan dihomogenkan. Cawan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 37 ºC dan dihitung jumlah bakteri asam laktatnya. Kepadatan sel (optical
density) pada pengenceran 1, ½, ¼, 1/8, 1/16 dan 1/32 mulai dari pengenceran
tertinggi diukur dengan spektrofotometer UV-VIS 600 nm. Sehingga didapatkan
persamaan untuk kurva standar yaitu:
Keterangan
y
: populasi bakteri
a dan b : variabel nilai
x
: absorbansi
Pertumbuhan BAL pada Suhu 10 ºC, 37 ºC, dan 45 ºC
Sebanyak 1 mL sampel kultur kerja bakteri asam laktat umur 24 jam
masing-masing diambil dan diinokulasi ke dalam 9 mL MRSB. Kemudian
diinkubasi pada suhu 10 ºC, 37 ºC, dan 45 ºC selama 24 jam. Pengamatan
pertumbuhan BAL terhadap suhu berbeda dilakukan triplo. Hasil positif atau
adanya pertumbuhan ditunjukkan dengan terbentuknya kekeruhan, Kekeruhan
yang terjadi menyatakan kemampuan BAL tumbuh pada suhu yang diujikan.
Apabila tidak terdapat pertumbuhan BAL maka media tetap bening atau
sama dengan media MRSB (Harrigan dan Cance 1976). Kepadatan sel (optical
density) hasil inkubasi diukur dengan spektrofotometer UV-VIS 600 nm. Data
berupa nilai absorbansi dimasukkan ke persamaan pada kurva standar untuk
mengetahui jumlah populasi bakteri pada suhu inkubasi yang berbeda.
5
Pertumbuhan BAL pada NaCl 6.5%
Pengujian dilakukan untuk mengetahui toleransi bakteri asam laktat
terhadap NaCl dengan konsentrasi 6.5%. Kultur kerja bakteri asam laktat umur 24
jam diinokulasi sebanyak 1mL ke dalam media MRSB 9 mL yang mengandung
NaCl dengan konsentrasi 6.5%. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24
jam yang dilakukan secara triplo. Hasil yang positif ditunjukan dengan
terbentuknya kekeruhan atau adanya endapan. Kepadatan sel (optical density)
hasil inkubasi diukur dengan spektrofotometer UV-VIS 600 nm. Data berupa nilai
absorbansi dimasukkan ke persamaan pada kurva standar untuk mengetahui
jumlah populasi bakteri pada konsentrasi NaCl 6.5%.
Rancangan
Rancangan yang digunakan untuk mengetahui populasi BAL pada suhu
tertentu adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan faktor
perlakuan suhu yang berbeda yaitu, P1:10 ºC, P2:37 ºC dan P3:45 ºC serta jenis
isolat yang berbeda. Masing-masing pengamatan terdiri atas 3 ulangan. Model
matematika yang digunakan untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):
Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Σij
Keterangan:
Yij
: nilai populasi BAL pada perlakuan suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC dan spesies bakteri ke-j
(Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2)
: nilai rataan populasi BAL
Ai
: pengaruh suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC terhadap populasi BAL
Bj
: pengaruh spesies bakteri ke-j (Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus
MSS 2) terhadap populasi BAL
(AB)ij : pengaruh interaksi antara suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC dengan spesies bakteri ke-j
(Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2) terhadap populasi BAL
Σij
: pengaruh galat percobaan pada taraf suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC dan spesies bakteri
ke-j (Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2) terhadap populasi
BAL
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah untuk memperoleh nilai rataan dan
standar deviasi pertumbuhan BAL. Perbedaan dalam data perhitungan populasi
bakteri pada perlakuan suhu yang berbeda (10 ºC, 37 ºC, dan 45 ºC) serta jenis
isolat yang berbeda (A dan B) dianalisis ragam menggunakan ANOVA. Jika
ANOVA berbeda nyata maka dilakukan uji banding Tukey, sedangkan data
populasi BAL pada konsentrasi NaCl 6.5% dianalisis menggunakan uji T (T-Test)
(Mattjik dan Sumertajaya 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH dan TAT Dangke
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH dangke adalah 5.22 ± 0.02,
hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aras (2009) yang melaporkan bahwa nilai
pH dangke adalah kisaran 6. Hatta (2013) juga melaporkan bahwa nilai pH
dangke yang dibuat dari susu kerbau dan susu sapi tidak berbeda yaitu 6.4.
6
Dangke merupakan salah satu produk olahan susu khas Indonesia yang dikenal
dengan istilah keju tradisional oleh masyarakatnya (Ingrid et al. 2000). Produk ini
telah diolah di berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Sinjai,
Baraka, Anggeraja, dan Alla. Marzoeki et al. (1978) menyebutkan bahwa ciri fisik
dari dangke dengan kualitas yang baik adalah berwarna putih dan bersifat elastis.
Sampel dangke yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri fisik yang sesuai
dengan literatur. Nielsen (2003) menyatakan bahwa nilai pH merefleksikan
konsentrasi ion hidrogen bebas yang terdapat pada suatu produk. Nilai pH
menentukan kadar keasaman produk, sehingga jika nilai pH yang terkandung
dalam suatu produk rendah maka tingkat keasamannya tinggi dan sebaliknya,
sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat keasaman dangke hasil penelitian adalah
tinggi.
Nielsen (2003) menyatakan bahwa total asam laktat dari suatu produk
pangan dapat diukur melalui uji Total Asam Tertirasi (TAT). Apabila nilai pH
suatu produk menurun maka nilai total asam laktat meningkat. Nilai TAT dangke
hasil penelitian adalah 1.28 ± 0.34%. Syah (2012) melaporkan bahwa nilai ratarata TAT dangke adalah 0.17% hingga 0.63%, perlakuan konsentrasi pemberian
bakteri asam laktat, suhu, dan lama penyimpanan yang berbeda berpengaruh
terhadap nilai total asam laktat dangke.
Isolasi dan Identifikasi BAL Dangke
Isolat yang berhasil diisolasi dari dangke sebanyak 24 isolat. Selanjutnya
semua isolat diidentifikasi secara mikrobiologis berdasarkan pengamatan
morfologi sel, uji katalase, dan pewarnaan Gram. Hasil identifikasi pada Tabel 1
menunjukkan hanya 2 isolat yang termasuk bakteri asam laktat yaitu DK 2a1 dan
DK 3a12. Kedua isolat ini memiliki morfologi bulat (kokus) membentuk tetrad,
hasil uji katalase negatif (tidak terdapat gelembung gas), dan pewarnaan Gram
positif (dinding sel berwarna ungu). Menurut Fardiaz (1989) bakteri asam laktat
memiliki ciri-ciri yang sama seperti hasil pengamatan tersebut, yaitu memiliki
bentuk bulat (kokus) atau batang (basil), pewarnaan Gram positif, katalase negatif,
dan tidak berspora.
Tabel 1 Hasil identifikasi mikrobiologis bakteri asam laktat asal dangke
Kode Isolat
Morfologi
Uji katalase Pewarnaan gram
DK 2a1
Negatif
Gram positif
Negatif
Gram positif
Kokus
DK 3a12
Kokus
7
Isolat selanjutnya diidentifikasi secara biokimiawi berdasarkan
kemampuannya memfermentasi karbohidrat menggunakan kit API 50 CHL untuk
mengetahui spesies bakteri asam laktat yang terdapat pada dangke. Hasil
identifikasi bakteri asam laktat dangke menggunakan kit API 50 CHL terdapat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Identifikasi isolat BAL menggunakan Kit API 50 CHL
Tub
Jenis karbohidrat
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Kontrol
Glyserol
Erythritol
D-Arabinose
L-Arabinose
D-Ribose
D-Xylose
L-Xylose
D-Adonitol
Methyl- D-Xylopyranoside
D-Galactose
D-Glucose
D-Fructose
D-Mannose
L-Sorbose
L-Rhamnose
Dulcitol
Inucitol
D-Mannitol
D-Sorbitol
Methyl- D-Mannopyranose
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
Methyl- D-Glucopyranose
N-AcetylGlucosamine
Amygladin
Arbutin
Esculin feric citrate
Salicin
D-Celiobiose
Maltose
D-Lactose
D-Melibiose
D-Saccharose
D-Trehalose
Inulin
D-Melezitose
D-Rafinose
Amidon
Glycogen
Xylitol
Gentiobiose
D-Turanose
D-Lyxose
D-Tagatose
D-Fucose
L-Fucose
D-Arabitol
-Arabitol
Potassium Gluconate
Pottasium 2-Ketogluconate
Potassium 5-Ketogluconate
Isolat DK 2a1*
24 jam
48 jam
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
pH
7
7
7
7
5
5
6
6
7
7
4
4
4
4
6
6
6
6
6
6
6
6
5
5
5
13
5
4
4
6
6
6
4
6
6
6
7
7
7
4
7
6
4
6
7
7
7
7
8
7
Isolat DK 3a12**
24 jam
48 jam
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Keterangan: (+) : dapat memfermentasi; (-) : tidak dapat memfermentasi
* Pediococcus pentosaceus MSS 1; **Pediococcus pentosaceus MSS 2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
pH
7
6
6
6
5
5
6
7
7
7
4
4
4
4
6
7
6
7
7
7
7
6
5
5
5
13
5
4
4
6
7
7
4
6
6
7
7
7
6
5
7
7
4
7
7
7
7
7
8
7
8
Kemampuan kedua isolat dalam memfermentasi karbohidrat ditandai
dengan tanda positif yaitu terjadi perubahan warna mediumCHL dari merah
menjadi kuning serta nilai pH yang cenderung asam dengan nilai 2 sampai dengan
5. Berdasarkan analisis ApiWeb (API 50 CHL V5.0) didapatkan hasil bahwa
isolat bakteri asam laktat dangke DK 2a1 dan DK 3a12 yang berumur 48 jam
teridentifikasi sebagai Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan MSS 2 sebesar
99.9%. Kedua isolat memiliki kemampuan memfermentasi karbohidrat yang sama
selama waktu inkubasi 48 jam. Beberapa jenis karbohidrat monosakarida yang
mampu difermentasi antar lain L-Arabinose, D-Ribose, D-Galactose, D-Glucose,
D-Fructose, D-Mannose, dan karbohidrat lainnya seperti N-AcetylGlucosamine,
Amygladin, Arbutin, Esculin feric citrate, Salicin, D-Celiobiose, Maltose, DTrehalose, Gentiobiose, dan D-Tagatose.
Menurut Ray (2003) Pediococcus merupakan sel bulat dan membentuk
tetrad, tetapi dapat hidup berpasangan, termasuk gram positif, tidak motil, tidak
berspora, dan tergolong bakteri anaerob fakultatif. Bergantung pada spesiesnya,
bakteri ini mampu memfermentasi sukrosa, arabinosa, ribosa, dan xylosa. Hal ini
juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Abbasiliasi et al
(2012) yang menyebutkan bahwa strain Pediococcus memiliki karakteristik
bakteri gram positif, katalase negatif, bulat membentuk tetrad serta memiliki
kemampuan tumbuh pada kondisi garam dengan konsentrasi NaCl 2% dan kisaran
suhu 30 °C hingga 45 °C. Wikandari et al. (2012) juga melaporkan bahwa
Pediococcus yang diisolasi dari bekasam (ikan fermentasi) memilki ciri-ciri tidak
memproduksi gas, mampu hidup dalam kadar garam 6.5%, dan kondisi pH 4.2 9.6. Menurut Kiran et al. (2012) Pediococcus merupakan bakteri asam laktat yang
tergolong homofermentatif fakultatif dengan hasil akhir metabolisme berupa asam
laktat yang berperan penting dalam fermentasi makanan dan pada umumnya
digunakan dalam fermentasi sayuran dan sosis secara alami maupun terkontrol.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Razak et al. (2009) menyatakan
bahwa isolasi bakteri asam laktat dari dangke asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan menghasilkan 30 isolat dan sebanyak 3 isolat menghasilkan senyawa
antimikroba yang masing-masing diidentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum
DU15, Enterococcus faecium DU55, dan Leuconostoc mesentroides DU02.
Pengujian aktivitas antimikroba bakteri tersebut dilakukan terhadap bakteri uji
patogen Salmonella typhimirium FNCC 0050. Adanya perbedaan spesies bakteri
asam laktat pada dangke hasil penelitian dengan identifikasi yang dilakukan oleh
Razak et al. (2009) dimungkinkan karena perbedaan jenis susu yang digunakan
dan daerah asal pembuatan dangke. Sampel dangke pada penelitian terbuat dari
susu sapi dan dibuat dari daerah asal Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan,
sedangkan sampel dangke pada penelitian Razak et al. (2009) terbuat dari susu
kerbau dan berasal dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 pada
Suhu 10 °C, 37 °C, dan 45 °C
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu inkubasi yang
berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P0.05). Rahayu dan Nurwitri
(2012) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penting yang
berperan dalam pertumbuhan bakteri. Bakteri P. pentosaceus MSS 1 dan P.
pentosaceus MSS 2 yang diinkubasi pada suhu 10 °C penghambatan pertumbuhan
serta memiliki rataan persentase kenaikan populasi yang bernilai negatif seperti
pada Gambar 1. Hal ini berbeda dengan perlakuan suhu 37 °C dan 45 °C. Pada
suhu 37 °C, P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 memiliki
pertumbuhan yang optimal dengan rataan populasi 9.78 log 10 cfu mL-1 dan 9.65
log 10 cfu mL-1 serta rataan persentase kenaikan populasi yang cukup tinggi dari
populasi awal yaitu sebesar 10.71% dan 11.86% (Gambar 1).
Pada suhu inkubasi 45 °C, rataan populasi akhir P. pentosaceus MSS 1 dan
P. pentosaceus MSS 2 adalah 9.59 log 10 cfu mL-1 dan 9.31 log 10 cfu mL-1
dengan rataan persentase kenaikan populasi sebesar 8.58% dan 7.92% (Gambar
1). Hal ini berarti bahwa bakteri tersebut masih mampu bertahan pada kondisi
suhu yang cukup tinggi, namun tidak optimal.
Tabel 3 Rataan populasi P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 pada
suhu yang berbeda
Spesies BAL
P. pentosaceus
MSS 1
P. pentosaceus
MSS 2
Rataan P 24jam pada suhu
P 0jam
(log 10
cfu mL-1)
10 °C
8.83
8.33 ± 0.10c
9.78 ± 0.10a
9.59 ± 0.04a
8.62
8.06 ± 0.03d
9.65 ± 0.11a
9.31 ± 0.11b
37 °C
log 10 cfu mL-1
45 °C
Keterangan: a,b,c,dAngka-angka pada kolom dan baris yang berbeda diikuti oleh huruf yang
berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey), P0: Populasi awal
bakteri umur 0 jam, P24: populasi akhir bakteri umur 24 jam.
Gambar 1 Hubungan suhu inkubasi terhadap kenaikan populasi P. pentosaceus
MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 umur 0 hingga 24 jam
Ray (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri sangat berkaitan erat
dengan reaksi enzimatis. Setiap terjadi kenaikan suhu inkubasi sebesar 10 °C,
maka laju katalitik pada enzim akan mengganda. Demikian pula, laju reaksi
enzimatis akan berkurang sebagian apabila terjadi penurunan suhu sebesar 10 °C.
Isolat P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 yang diinkubasi pada
suhu 10 °C mengalami penghambatan pertumbuhan karena terjadi penurunan
suhu yang cukup drastis sehingga laju reaksi enzimatis dan metabolismenya
terhambat. Pada suhu inkubasi 37 °C dan 45 °C, kedua spesies bakteri tersebut
10
mampu tumbuh dengan optimal karena merupakan suhu inkubasi yang optimum.
Ray (2003) juga menyatakan bahwa bakteri Pediococcus merupakan bakteri
mesofilik yang mampu bertahan pada suhu 10 °C hingga 45 °C dengan suhu
optimal 35 °C.
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 pada
Konsentrasi NaCl 6.5 %
Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri pada konsentrasi NaCl 6.5%
ditunjukkan pada Tabel 4. Rataan populasi P. pentosaceus MSS 1 pada
konsentrasi NaCl 6.5% selama 24 jam inkubasi pada suhu 37 °C menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan P. pentosaceus MSS 2 (P
DANGKE ASAL KABUPATEN SINJAI
SULAWESI SELATAN
JANNAATIN AL FAAFA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan
adalah benar karya saya dengan arahan dan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Jannaatin Al Faafa
NIM D14100027
ABSTRAK
JANNAATIN AL FAAFA. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke
Asal Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF
dan M SRIDURESTA S.
Dangke merupakan makanan tradisional Indonesia berasal dari Sinjai
Sulawesi Selatan yang terbuat dari susu kerbau dan sapi. Produk ini dibuat dengan
cara menggumpalkan susu yang mendidih dengan getah buah pepaya (enzim
papain) sebagai koagulan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik
fisik dangke, mengisolasi, dan mengidentifikasi bakteri asam laktat (BAL) yang
telah diisolasi dari dangke asal Sinjai Sulawesi Selatan. BAL yang telah
diperoleh selanjutnya dikarakterisasi pertumbuhannya pada suhu yang berbeda
dan konsentrasi NaCl 6.5%. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap pola faktorial dengan 3 perlakuan suhu inkubasi (10 °C, 30 °C, dan 45
°C), tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Data dianalisis menggunakan analisis
ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Data pertumbuhan
bakteri pada konsentrasi NaCl 6.5% dianalisis menggunakan uji T. Hasil
identifikasi menggunakan Kit API 50 CHL menunjukkan bahwa spesies BAL dari
dangke adalah Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan Pediococcus pentosaceus
MSS 2. Dapat disimpulkan bahwa P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus
MSS 2 termasuk BAL mesofilik yang mampu bertahan pada suhu 30 °C hingga
45 °C dan kondisi garam yang tinggi yaitu NaCl 6.5%.
.
Kata kunci: BAL, dangke, P. pentosaceus MSS 1, P. pentosaceus MSS 2
ABSTRACT
JANNAATIN AL FAAFA. Isolation and Identification Lactic Acid Bacteria of
Dangke from Sinjai South Sulawesi. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and
M SRIDURESTA S.
Dangke is an Indonesian traditional food from Sinjai South Sulawesi made
from buffalo and bovine milk. This product is made by clotting boiled milk with
fresh fruit leaves juice of Carica papaya (papain enzyme) as coagulant. An
experiment was conducted to analyze the physics characteristics of dangke, isolate
and identified Lactic Acid Bacteria (LAB) from original dangke. BAL isolates
were futher identified and characterized its growth at different temperature
conditions and concentration of NaCl 6.5%. This experiment was arranged in a
factorial completely randomized design and consisted of 3 treatments of
incubation temperature (10 ºC, 37 ºC, and 45 ºC), each treatment in 3 equal
replicates. Data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) and continued to
Tukey HSD. Data of bacterial growth in concentration of NaCl 6.5% was
analyzed by T-test. Result identification showed that species of LAB isolated
from dangke were Pediococcus pentosaceus MSS 1 and Pediococcus pentosaceus
MSS 2. It is concluded that P. pentosaceus MSS 1 and P. pentosaceus MSS 2
were mesophiles LAB that could survive at 30 °C up to 45 °C incubation
temperature and high salt condition with concentration of NaCl 6.5%
Key words: dangke, LAB, P. pentosaceus MSS 1, P. pentosaceus MSS 2
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT
DANGKE ASAL KABUPATEN SINJAI
SULAWESI SELATAN
JANNAATIN AL FAAFA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan
Nama
: Jannaatin Al Faafa
NIM
: D14100027
Disetujui oleh
Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
Pembimbing I
M Sriduresta S, SPt MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan bulan September 2013 sampai April 2014 dengan tema Dangke.
Penelitan ini berjudul Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dangke Asal
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
dan Bapak M Sriduresta S, SPt MSc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi arahan dan saran. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada staf Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada kakak, adik serta seluruh teman-teman, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Jannaatin Al Faafa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Peubah
Rancangan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH dan TAT Dangke
Isolasi dan Identifikasi BAL Dangke
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada Suhu berbeda
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada Konsentrasi NaCl 6.5%
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
1
1
2
2
2
2
2
2
2
4
4
5
5
5
6
9
10
11
11
14
18
DAFTAR TABEL
1 Hasil pemeriksaan kemurniaan bakteri asam laktat dangke
2 Identifikasi isolat BAL menggunakan Kit API 50 CHL
3 Rataan Populasi P. pentosaceus MSS 1 dan MSS2 serta persentase
kenaikan populasi pada suhu yang berbeda
4 Rataan Populasi P. pentosaceus MSS 1dan MSS 2 dan persentase
kenaikan populasi pada konsentrasi NaCl 6.5%
6
7
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Populasi P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada suhu berbeda
2 Hasil analisis ragam populasi P. pentosaceus MSS 1 dan
P. pentosaceus MSS 2 pada suhu berbeda
3 Hasil uji banding Tukey
4 Populasi P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada konsentrasi NaCl 6.5%
5 Hasil T-test P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2
pada konsentrasi NaCl 6.5%
6 Hasil ApiWeb isolat DK 2a1 umur 48 jam
7 Hasil ApiWeb isolat DK 3a12 umur 48 jam
8 Kurva standar isolat DK 2a1
9 Kurva standar isolat DK 3a12
14
14
14
14
15
15
16
17
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan protein hewani mengalami peningkatan tiap tahunnya, hal ini
berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2012) yang menyatakan bahwa
konsumsi produk asal ternak seperti daging, telur, dan susu meningkat dari tahun
2008 hingga 2011. Peningkatan ini sejalan dengan peranan protein hewani dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu protein hewani yang meningkat
konsumsinya adalah susu, yaitu mencapai 14.26 kg-1 kapita-1 tahun-1 (Deptan
2012). Berdasarkan SNI 3141-1-2011, susu didefinisikan sebagai cairan yang
berasal dari ambing mamalia sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah
sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (BSN
2011).
Susu mengandung nilai gizi yang lengkap dan tinggi. Susu segar mengandung
air 87.5%, laktosa 5%, protein 3.5%, dan lemak 3%-4% (Widodo
2002).Tingginya kadar gizi dalam susu memberikan potensi sebagai media
pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri, baik bakteri patogen (pathogenic
bacteria) maupun bakteri pembusuk (spoilage bacteria) (Rahayu dan Nurwitri
2012). Kontaminasi bakteri mampu berkembang dengan cepat sehingga susu
menjadi rusak dan tidak layak konsumsi. Salah satu upaya untuk mengurangi
kerusakan susu adalah dengan pengolahan lebih lanjut menjadi berbagai macam
produk. Produk susu yang mulai dikenal saat ini adalah dangke.
Dangke merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang terbuat dari
susu kerbau atau susu sapi asal Sulawesi Selatan. Produk olahan susu ini memiliki
nilai gizi yang tinggi dan sangat disukai oleh masyarakatnya (Marzoeki et al.
2003). Dangke diolah dengan cara memanaskan susu kerbau atau susu sapi segar
dengan api kecil hingga mendidih dan kemudian ditambahkan getah dari buah
pepaya (enzim papain) hingga membentuk gumpalan (Surono dan Hardjo 1984).
Enzim papain merupakan enzim proteolitik yang terdapat pada getah tanaman
papaya (Cacica papaya L) (Yuniwati et al. 2008). Arni (1993) melaporkan
bahwa dangke termasuk dalam jenis keju tanpa pemeraman dan memiliki kadar
air sebesar 63.83%. Hasil penelitian Hatta (2013) melaporkan bahwa dangke yang
terbuat dari susu sapi memiliki kadar air 55%, kadar abu 2.1%, kadar lemak
14.8%, dan kadar protein 23.8%.
Bakteri Asam Laktat (BAL) berperan sebagai bahan dasar (starter) dalam
meningkatkan masa simpan makanan, baik daging, susu, mapun sayuran melalui
proses fermentasi (Fardiaz 1992). Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa
dangke memiliki BAL yang berfungsi sebagai bakteri baik bagi kesehatan. BAL
asal Dangke yang berhasil diisolasi antara lain Lactobacillus plantarum DU15,
Enterococcus faecium DU55, dan Leuconostoc mesentroides DU02 (Razak et al.
2009). Namun belum banyak dilakukan identifikasi BAL yang terdapat pada
dangke, sehingga perlu dilakukan karakterisasi BAL dari dangke. Produk ini perlu
untuk dipertahankan dan dilestarikan karena memberikan kontribusi dalam dunia
pangan, khususnya melalui identifikasi BAL yang terdapat didalamnya.
2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik fisik dangke dan
mengisolasi serta mengidentifikasi BAL dari dangke asal Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang karakteristik nilai pH dan Total Asam
Tertitrasi (TAT) dangke serta menganalisis karakteristik bakteri asam laktat pada
dangke secara mikrobiologis.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan, mulai dari bulan September
2013 sampai dengan April 2014. Laboratorium yang digunakan adalah
Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel dangke
yang diperoleh langsung dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Bahan untuk
pengujian fisik meliputi nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT) menggunakan
bahan-bahan seperti NaOH 0.1N dan indikator fenolpthalin. Media tumbuh untuk
isolasi bakteri yang digunakan adalah deMan Rogosa Sharpe Broth (MRSB),
Yeast Extract (YE), dan Bacteriological Agar (BA). Bahan untuk pewarnaan
Gram meliputi aquades steril, aquabides steril, minyak imersi, alkohol, NaCl,
Buffer Peptone Water (BPW), kristal violet, iodin, alkohol 95% dan safranin.
Bahan untuk identifikasi bakteri asam laktat yaitu media CHL.
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu pH meter, autoclave, inkubator, laminar
flow, refrigerator, mikroskop, vortex, jarum ose, pipet mikro, tabung reaksi,
erlenmeyer, cawan petri, gelas objek, pipet tetes, bunsen, beaker glass, tip, rak
tabung reaksi dan alat gelas lain, sedangkan untuk identifikasi bakteri asam laktat
digunakan kit API 50 CHL.
Prosedur
Persiapan Sampel
Sampel dangke diperoleh dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan yang
terbuat dari susu sapi yang diolah secara enzimatis menggunakan papain dari
getah pepaya.
3
Pengujian Fisik (AOAC 2005)
Nilai pH. Sampel dangke ditimbang sebanyak 5 g dan dihomogenkan dengan
aquades 5 mL. Kemudian pH sampel diukur dengan menggunakan pH meter
Schott yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan larutan standar pH 7, lalu
dikalibrasi kembali dengan larutan standar pH 4. Ujung elektroda dicelupkan ke
dalam larutan sampel hingga timbul bunyi. Nilai pH dicatat dan dilakukan 3 kali
pengukuran.
Total Asam Tertitrasi. Sampel ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan
aquades 50 mL, kemudian dihomogenkan. Setelah itu sampel ditambahkan
dengan indikator fenolpthalin sebanyak 2-3 tetes, kemudian dititrasi dengan
NaOH (0.1 N) sampai timbul warna merah muda.Volume NaOH yang terpakai
dicatat dan pengukuran TAT dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Total asam
dihitung dengan rumus:
Pengujian Mikrobiologi
Isolasi Bakteri Asam Laktat (Sujaya et al. 2008; Ogunbanwo et al. 2003)
Sebanyak 1 ose sampel dangke digoreskan pada media MRSA padat.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Isolasi dilakukan hingga
mendapat koloni yang terpisah dan cukup besar. Isolat ini digunakan sebagai
biakan kerja untuk mengkonfirmasi bakteri uji.
Identifikasi Bakteri Asam Laktat (Lay 1994; Hadioetomo 1990)
Uji Katalase. Sebanyak 1 ose isolat hasil plating dioleskan pada gelas objek yang
telah disterilkan dengan alkohol, lalu ditetesi larutan H2O2 3%. Preparat diamati,
bila terdapat gelembung gas maka menunjukkan bakteri tersebut katalase positif
dan apabila tidak terbentuk gelembung gas bakteri tersebut katalase negatif.
Semua bakteri uji dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali ulangan.
Morfologi. Sebanyak 0.5 mL aquades diteteskan pada gelas objek, kemudian
diambil sebanyak 1 ose isolat BAL dan dioleskan pada gelas objek berisi aquades.
Selanjutnya ditutup dengan cover glass. Kaca preparat ditetesi minyak imersi
kemudian diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 100X.
Pewarnaan Gram. Sampel bakteri dari koloni yang homogen dioleskan pada
kaca objek steril lalu dibuat sediaan tipis dan difiksasi panas. Olesan bakteri
diteteskan dengan kristal violet, tunggu selama 2 menit, dibilas dengan akuades.
Selanjutnya, olesan bakteri diteteskan iodium dan dikeringkan udara selama 2
menit, dibilas akuades dan ditiriskan. Preparat dicuci dengan pemucat warna yaitu
alkohol 95% selama 30 detik, dicuci segera dengan akuades dan ditiriskan.
Preparat selanjutnya diteteskan safranin selama 30 detik, dibilas dengan akuades
dan ditiriskan. Kemudian, preparat diteteskan minyak imersi dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100x untuk melihat bentuk dan warna dinding sel
setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri yang termasuk dalam kelompok Gram
positif dinding selnya berwarna ungu atau gelap sedangkan kelompok bakteri
Gram negatif akan menunjukkan warna merah safranin.
4
Pengujian Identifikasi BAL (Annuk et al. 2003)
BAL yang telah diidentifikasi berdasarkan morfologi, sifat kultur, uji
katalase dan pewarnaan gram selanjutnya dilakukan pengujian biokimia
fermentasi karbohidrat menggunakan analisis kit API 50 CHL yang didasarkan
pada kemampuan memfermentasi 49 jenis karbohidrat untuk mengetahui spesies
bakteri asam laktat. Isolat terpilih diremajakan dalam media MRS Broth pada
suhu optimum pertumbuhannya selama 24 jam. Prosedur pengujian dilakukan
sesuai dengan standar dalam manual penggunaan API 50 CH kit. Data
pengamatan dimasukkan dan dianalisis dalam software APIweb (bioMērieux).
Peubah
Pembuatan Kurva Standar (Kusmiati dan Malik 2002)
Kultur bakteri berumur 24 jam dilakukan pengenceran pertama dengan
perbandingan 1:9 yaitu kultur diambil sebanyak 1 mL dan diinokulasi ke dalam 9
mL MRSB. Selanjutkan dilakukan pengenceran kedua dengan perbandingan 1:1
yaitu kultur sebanyak 5 mL dari pengenceran pertama diinokulasi ke dalam 5 mL
MRSB berturut-turut mulai dari pengenceran 1, ½, ¼, 1/8, 1/16 dan 1/32.
Kemudian dari masing-masing pengenceran dilakukan pengenceran bertingkat
menggunakan BPW dengan perbandingan 1:9 hingga 109 untuk pengenceran 1, ½,
¼ dan 1/8 serta hingga 108 untuk pengenceran 1/16 dan 1/32. Selanjutnya 3
pengenceran terakhir dilakukan teknik pour plate untuk mengetahui jumlah
bakteri asam laktat.
Sebanyak 1 kultur diambil dan dituang ke dalam cawan petri kemudian
MRSA dituangkan dan dihomogenkan. Cawan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 37 ºC dan dihitung jumlah bakteri asam laktatnya. Kepadatan sel (optical
density) pada pengenceran 1, ½, ¼, 1/8, 1/16 dan 1/32 mulai dari pengenceran
tertinggi diukur dengan spektrofotometer UV-VIS 600 nm. Sehingga didapatkan
persamaan untuk kurva standar yaitu:
Keterangan
y
: populasi bakteri
a dan b : variabel nilai
x
: absorbansi
Pertumbuhan BAL pada Suhu 10 ºC, 37 ºC, dan 45 ºC
Sebanyak 1 mL sampel kultur kerja bakteri asam laktat umur 24 jam
masing-masing diambil dan diinokulasi ke dalam 9 mL MRSB. Kemudian
diinkubasi pada suhu 10 ºC, 37 ºC, dan 45 ºC selama 24 jam. Pengamatan
pertumbuhan BAL terhadap suhu berbeda dilakukan triplo. Hasil positif atau
adanya pertumbuhan ditunjukkan dengan terbentuknya kekeruhan, Kekeruhan
yang terjadi menyatakan kemampuan BAL tumbuh pada suhu yang diujikan.
Apabila tidak terdapat pertumbuhan BAL maka media tetap bening atau
sama dengan media MRSB (Harrigan dan Cance 1976). Kepadatan sel (optical
density) hasil inkubasi diukur dengan spektrofotometer UV-VIS 600 nm. Data
berupa nilai absorbansi dimasukkan ke persamaan pada kurva standar untuk
mengetahui jumlah populasi bakteri pada suhu inkubasi yang berbeda.
5
Pertumbuhan BAL pada NaCl 6.5%
Pengujian dilakukan untuk mengetahui toleransi bakteri asam laktat
terhadap NaCl dengan konsentrasi 6.5%. Kultur kerja bakteri asam laktat umur 24
jam diinokulasi sebanyak 1mL ke dalam media MRSB 9 mL yang mengandung
NaCl dengan konsentrasi 6.5%. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24
jam yang dilakukan secara triplo. Hasil yang positif ditunjukan dengan
terbentuknya kekeruhan atau adanya endapan. Kepadatan sel (optical density)
hasil inkubasi diukur dengan spektrofotometer UV-VIS 600 nm. Data berupa nilai
absorbansi dimasukkan ke persamaan pada kurva standar untuk mengetahui
jumlah populasi bakteri pada konsentrasi NaCl 6.5%.
Rancangan
Rancangan yang digunakan untuk mengetahui populasi BAL pada suhu
tertentu adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan faktor
perlakuan suhu yang berbeda yaitu, P1:10 ºC, P2:37 ºC dan P3:45 ºC serta jenis
isolat yang berbeda. Masing-masing pengamatan terdiri atas 3 ulangan. Model
matematika yang digunakan untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):
Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Σij
Keterangan:
Yij
: nilai populasi BAL pada perlakuan suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC dan spesies bakteri ke-j
(Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2)
: nilai rataan populasi BAL
Ai
: pengaruh suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC terhadap populasi BAL
Bj
: pengaruh spesies bakteri ke-j (Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus
MSS 2) terhadap populasi BAL
(AB)ij : pengaruh interaksi antara suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC dengan spesies bakteri ke-j
(Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2) terhadap populasi BAL
Σij
: pengaruh galat percobaan pada taraf suhu ke-i (10, 37, dan 45) ºC dan spesies bakteri
ke-j (Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2) terhadap populasi
BAL
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah untuk memperoleh nilai rataan dan
standar deviasi pertumbuhan BAL. Perbedaan dalam data perhitungan populasi
bakteri pada perlakuan suhu yang berbeda (10 ºC, 37 ºC, dan 45 ºC) serta jenis
isolat yang berbeda (A dan B) dianalisis ragam menggunakan ANOVA. Jika
ANOVA berbeda nyata maka dilakukan uji banding Tukey, sedangkan data
populasi BAL pada konsentrasi NaCl 6.5% dianalisis menggunakan uji T (T-Test)
(Mattjik dan Sumertajaya 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH dan TAT Dangke
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH dangke adalah 5.22 ± 0.02,
hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aras (2009) yang melaporkan bahwa nilai
pH dangke adalah kisaran 6. Hatta (2013) juga melaporkan bahwa nilai pH
dangke yang dibuat dari susu kerbau dan susu sapi tidak berbeda yaitu 6.4.
6
Dangke merupakan salah satu produk olahan susu khas Indonesia yang dikenal
dengan istilah keju tradisional oleh masyarakatnya (Ingrid et al. 2000). Produk ini
telah diolah di berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Sinjai,
Baraka, Anggeraja, dan Alla. Marzoeki et al. (1978) menyebutkan bahwa ciri fisik
dari dangke dengan kualitas yang baik adalah berwarna putih dan bersifat elastis.
Sampel dangke yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri fisik yang sesuai
dengan literatur. Nielsen (2003) menyatakan bahwa nilai pH merefleksikan
konsentrasi ion hidrogen bebas yang terdapat pada suatu produk. Nilai pH
menentukan kadar keasaman produk, sehingga jika nilai pH yang terkandung
dalam suatu produk rendah maka tingkat keasamannya tinggi dan sebaliknya,
sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat keasaman dangke hasil penelitian adalah
tinggi.
Nielsen (2003) menyatakan bahwa total asam laktat dari suatu produk
pangan dapat diukur melalui uji Total Asam Tertirasi (TAT). Apabila nilai pH
suatu produk menurun maka nilai total asam laktat meningkat. Nilai TAT dangke
hasil penelitian adalah 1.28 ± 0.34%. Syah (2012) melaporkan bahwa nilai ratarata TAT dangke adalah 0.17% hingga 0.63%, perlakuan konsentrasi pemberian
bakteri asam laktat, suhu, dan lama penyimpanan yang berbeda berpengaruh
terhadap nilai total asam laktat dangke.
Isolasi dan Identifikasi BAL Dangke
Isolat yang berhasil diisolasi dari dangke sebanyak 24 isolat. Selanjutnya
semua isolat diidentifikasi secara mikrobiologis berdasarkan pengamatan
morfologi sel, uji katalase, dan pewarnaan Gram. Hasil identifikasi pada Tabel 1
menunjukkan hanya 2 isolat yang termasuk bakteri asam laktat yaitu DK 2a1 dan
DK 3a12. Kedua isolat ini memiliki morfologi bulat (kokus) membentuk tetrad,
hasil uji katalase negatif (tidak terdapat gelembung gas), dan pewarnaan Gram
positif (dinding sel berwarna ungu). Menurut Fardiaz (1989) bakteri asam laktat
memiliki ciri-ciri yang sama seperti hasil pengamatan tersebut, yaitu memiliki
bentuk bulat (kokus) atau batang (basil), pewarnaan Gram positif, katalase negatif,
dan tidak berspora.
Tabel 1 Hasil identifikasi mikrobiologis bakteri asam laktat asal dangke
Kode Isolat
Morfologi
Uji katalase Pewarnaan gram
DK 2a1
Negatif
Gram positif
Negatif
Gram positif
Kokus
DK 3a12
Kokus
7
Isolat selanjutnya diidentifikasi secara biokimiawi berdasarkan
kemampuannya memfermentasi karbohidrat menggunakan kit API 50 CHL untuk
mengetahui spesies bakteri asam laktat yang terdapat pada dangke. Hasil
identifikasi bakteri asam laktat dangke menggunakan kit API 50 CHL terdapat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Identifikasi isolat BAL menggunakan Kit API 50 CHL
Tub
Jenis karbohidrat
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Kontrol
Glyserol
Erythritol
D-Arabinose
L-Arabinose
D-Ribose
D-Xylose
L-Xylose
D-Adonitol
Methyl- D-Xylopyranoside
D-Galactose
D-Glucose
D-Fructose
D-Mannose
L-Sorbose
L-Rhamnose
Dulcitol
Inucitol
D-Mannitol
D-Sorbitol
Methyl- D-Mannopyranose
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
Methyl- D-Glucopyranose
N-AcetylGlucosamine
Amygladin
Arbutin
Esculin feric citrate
Salicin
D-Celiobiose
Maltose
D-Lactose
D-Melibiose
D-Saccharose
D-Trehalose
Inulin
D-Melezitose
D-Rafinose
Amidon
Glycogen
Xylitol
Gentiobiose
D-Turanose
D-Lyxose
D-Tagatose
D-Fucose
L-Fucose
D-Arabitol
-Arabitol
Potassium Gluconate
Pottasium 2-Ketogluconate
Potassium 5-Ketogluconate
Isolat DK 2a1*
24 jam
48 jam
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
pH
7
7
7
7
5
5
6
6
7
7
4
4
4
4
6
6
6
6
6
6
6
6
5
5
5
13
5
4
4
6
6
6
4
6
6
6
7
7
7
4
7
6
4
6
7
7
7
7
8
7
Isolat DK 3a12**
24 jam
48 jam
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Keterangan: (+) : dapat memfermentasi; (-) : tidak dapat memfermentasi
* Pediococcus pentosaceus MSS 1; **Pediococcus pentosaceus MSS 2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
pH
7
6
6
6
5
5
6
7
7
7
4
4
4
4
6
7
6
7
7
7
7
6
5
5
5
13
5
4
4
6
7
7
4
6
6
7
7
7
6
5
7
7
4
7
7
7
7
7
8
7
8
Kemampuan kedua isolat dalam memfermentasi karbohidrat ditandai
dengan tanda positif yaitu terjadi perubahan warna mediumCHL dari merah
menjadi kuning serta nilai pH yang cenderung asam dengan nilai 2 sampai dengan
5. Berdasarkan analisis ApiWeb (API 50 CHL V5.0) didapatkan hasil bahwa
isolat bakteri asam laktat dangke DK 2a1 dan DK 3a12 yang berumur 48 jam
teridentifikasi sebagai Pediococcus pentosaceus MSS 1 dan MSS 2 sebesar
99.9%. Kedua isolat memiliki kemampuan memfermentasi karbohidrat yang sama
selama waktu inkubasi 48 jam. Beberapa jenis karbohidrat monosakarida yang
mampu difermentasi antar lain L-Arabinose, D-Ribose, D-Galactose, D-Glucose,
D-Fructose, D-Mannose, dan karbohidrat lainnya seperti N-AcetylGlucosamine,
Amygladin, Arbutin, Esculin feric citrate, Salicin, D-Celiobiose, Maltose, DTrehalose, Gentiobiose, dan D-Tagatose.
Menurut Ray (2003) Pediococcus merupakan sel bulat dan membentuk
tetrad, tetapi dapat hidup berpasangan, termasuk gram positif, tidak motil, tidak
berspora, dan tergolong bakteri anaerob fakultatif. Bergantung pada spesiesnya,
bakteri ini mampu memfermentasi sukrosa, arabinosa, ribosa, dan xylosa. Hal ini
juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Abbasiliasi et al
(2012) yang menyebutkan bahwa strain Pediococcus memiliki karakteristik
bakteri gram positif, katalase negatif, bulat membentuk tetrad serta memiliki
kemampuan tumbuh pada kondisi garam dengan konsentrasi NaCl 2% dan kisaran
suhu 30 °C hingga 45 °C. Wikandari et al. (2012) juga melaporkan bahwa
Pediococcus yang diisolasi dari bekasam (ikan fermentasi) memilki ciri-ciri tidak
memproduksi gas, mampu hidup dalam kadar garam 6.5%, dan kondisi pH 4.2 9.6. Menurut Kiran et al. (2012) Pediococcus merupakan bakteri asam laktat yang
tergolong homofermentatif fakultatif dengan hasil akhir metabolisme berupa asam
laktat yang berperan penting dalam fermentasi makanan dan pada umumnya
digunakan dalam fermentasi sayuran dan sosis secara alami maupun terkontrol.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Razak et al. (2009) menyatakan
bahwa isolasi bakteri asam laktat dari dangke asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan menghasilkan 30 isolat dan sebanyak 3 isolat menghasilkan senyawa
antimikroba yang masing-masing diidentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum
DU15, Enterococcus faecium DU55, dan Leuconostoc mesentroides DU02.
Pengujian aktivitas antimikroba bakteri tersebut dilakukan terhadap bakteri uji
patogen Salmonella typhimirium FNCC 0050. Adanya perbedaan spesies bakteri
asam laktat pada dangke hasil penelitian dengan identifikasi yang dilakukan oleh
Razak et al. (2009) dimungkinkan karena perbedaan jenis susu yang digunakan
dan daerah asal pembuatan dangke. Sampel dangke pada penelitian terbuat dari
susu sapi dan dibuat dari daerah asal Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan,
sedangkan sampel dangke pada penelitian Razak et al. (2009) terbuat dari susu
kerbau dan berasal dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 pada
Suhu 10 °C, 37 °C, dan 45 °C
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu inkubasi yang
berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P0.05). Rahayu dan Nurwitri
(2012) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penting yang
berperan dalam pertumbuhan bakteri. Bakteri P. pentosaceus MSS 1 dan P.
pentosaceus MSS 2 yang diinkubasi pada suhu 10 °C penghambatan pertumbuhan
serta memiliki rataan persentase kenaikan populasi yang bernilai negatif seperti
pada Gambar 1. Hal ini berbeda dengan perlakuan suhu 37 °C dan 45 °C. Pada
suhu 37 °C, P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 memiliki
pertumbuhan yang optimal dengan rataan populasi 9.78 log 10 cfu mL-1 dan 9.65
log 10 cfu mL-1 serta rataan persentase kenaikan populasi yang cukup tinggi dari
populasi awal yaitu sebesar 10.71% dan 11.86% (Gambar 1).
Pada suhu inkubasi 45 °C, rataan populasi akhir P. pentosaceus MSS 1 dan
P. pentosaceus MSS 2 adalah 9.59 log 10 cfu mL-1 dan 9.31 log 10 cfu mL-1
dengan rataan persentase kenaikan populasi sebesar 8.58% dan 7.92% (Gambar
1). Hal ini berarti bahwa bakteri tersebut masih mampu bertahan pada kondisi
suhu yang cukup tinggi, namun tidak optimal.
Tabel 3 Rataan populasi P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 pada
suhu yang berbeda
Spesies BAL
P. pentosaceus
MSS 1
P. pentosaceus
MSS 2
Rataan P 24jam pada suhu
P 0jam
(log 10
cfu mL-1)
10 °C
8.83
8.33 ± 0.10c
9.78 ± 0.10a
9.59 ± 0.04a
8.62
8.06 ± 0.03d
9.65 ± 0.11a
9.31 ± 0.11b
37 °C
log 10 cfu mL-1
45 °C
Keterangan: a,b,c,dAngka-angka pada kolom dan baris yang berbeda diikuti oleh huruf yang
berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey), P0: Populasi awal
bakteri umur 0 jam, P24: populasi akhir bakteri umur 24 jam.
Gambar 1 Hubungan suhu inkubasi terhadap kenaikan populasi P. pentosaceus
MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 umur 0 hingga 24 jam
Ray (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri sangat berkaitan erat
dengan reaksi enzimatis. Setiap terjadi kenaikan suhu inkubasi sebesar 10 °C,
maka laju katalitik pada enzim akan mengganda. Demikian pula, laju reaksi
enzimatis akan berkurang sebagian apabila terjadi penurunan suhu sebesar 10 °C.
Isolat P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 yang diinkubasi pada
suhu 10 °C mengalami penghambatan pertumbuhan karena terjadi penurunan
suhu yang cukup drastis sehingga laju reaksi enzimatis dan metabolismenya
terhambat. Pada suhu inkubasi 37 °C dan 45 °C, kedua spesies bakteri tersebut
10
mampu tumbuh dengan optimal karena merupakan suhu inkubasi yang optimum.
Ray (2003) juga menyatakan bahwa bakteri Pediococcus merupakan bakteri
mesofilik yang mampu bertahan pada suhu 10 °C hingga 45 °C dengan suhu
optimal 35 °C.
Pertumbuhan P. pentosaceus MSS 1 dan P. pentosaceus MSS 2 pada
Konsentrasi NaCl 6.5 %
Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri pada konsentrasi NaCl 6.5%
ditunjukkan pada Tabel 4. Rataan populasi P. pentosaceus MSS 1 pada
konsentrasi NaCl 6.5% selama 24 jam inkubasi pada suhu 37 °C menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan P. pentosaceus MSS 2 (P