Pengukuran Sinyal Hambur Balik Pipa dan Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar

PENGUKURAN SINYAL HAMBUR BALIK PIPA DAN DASAR
LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

SILMINA SABILA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengukuran Sinyal Hambur Balik
Pipa dan Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Silmina Sabila
NIM C54100085

ABSTRAK
SILMINA SABILA. Pengukuran Sinyal Hambur Balik Pipa dan Dasar Laut
Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar. Dibimbing oleh HENRY M MANIK.
Salah satu instrumen yang digunakan dalam pemetaan maupun pencitraan
dasar laut yaitu side scan sonar. Umumnya penelitian mengenai citra side scan
sonar lebih mengarah kepada image processing sehingga perlu dilakukan
pengolahan data sinyal side scan sonar. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan visualisasi kenampakan dasar laut berupa mosaik citra side scan
sonar serta komputasi data sinyal target dasar laut dengan wavelet yang
diharapkan mampu meningkatkan interpretasi secara kuantitatif. Penelitian ini
menggunakan data side scan sonar dari BPPT pada bulan November 2010 di
daerah Balongan, Indramayu. Visualisasi data side scan sonar dilakukan dengan
pembuatan mosaik. Analisis data target menggunakan transformasi wavelet tipe
Morlet. Hambur balik pada citra side scan sonar dapat digambarkan melalui

intensitas warna yang terlihat. Berdasarkan hasil visualisasi dan analisis
pengolahan data side scan sonar dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai
koefisien refleksi maka gelombang suara yang dipantulkan kembali oleh target
akan semakin tinggi. Magnitude koefisien wavelet dari ketiga target menunjukkan
distribusi yang berbeda dengan gradasi warna. Target 1 magnitude koefisien
wavelet tertinggi berada pada selang data 500 - 600, target 2 pada kisaran 200 300, dan target 3 dengan hambur balik yang rendah berada pada kisaran 500 600.
Kata kunci: hambur balik, side scan sonar, target, wavelet

ABSTRACT
SILMINA SABILA. Pipe and Seafloor Backscatter Measurement with Side Scan
Sonar. Supervised by HENRY M MANIK.
One of the instruments that is used in seafloor mapping is side scan sonar.
In general, research about side scan sonar is mostly conduct to image processing
itself. The aim of this research is to visualize image of seafloor with mosaic, data
computation with wavelet from seafloor target and hopefully improve the
intrepretation quantitavely. Side scan sonar data on November 2010 in Balongan,
Indramayu from BPPT is used in this research. Visualization of side scan sonar
data is done with mosaic. Morlet wavelet transformation is used for data analysis.
Colour intensity in side scan sonar image can represent backscatter. Based on
visualization and data analysis, higher of reflection coefficient, sound wave that is

reflected back from target will be higher too. Magnitude form wavelet coefficients
from target shows different result with colour gradation. Magnitude wavelet
coefficient from the first target shows highest value in the data range 500 - 600,
second target in range 200 - 300, and the third target with low backscatter in range
500 - 600.
Keywords : backscatter, side scan sonar, target, wavelet

.

PENGUKURAN SINYAL HAMBUR BALIK PIPA DAN DASAR
LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

SILMINA SABILA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengukuran Sinyal Hambur Balik Pipa dan Dasar Laut
Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar
: Silmina Sabila
: C54100085

Disetujui oleh

Dr. Henry M Manik, S. Pi. M.T
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah akustik, dengan judul
Pengukuran Sinyal Hambur Balik Pipa dan Dasar Laut Menggunakan Instrumen
Side Scan Sonar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Henry M Manik M selaku
pembimbing. Di samping itu, terimakasih penulis sampaikan kepada Balai
Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
atas data survei yang dapat saya gunakan dalam penelitian ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, November 2014
Silmina Sabila

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Pengambilan Data

4


Pengolahan Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mosaik Citra Side Scan Sonar

7
7

Target dan Nilai Amplitudo

14

Transformasi wavelet

16

Akustik Impedansi dan Koefisien Refleksi


19

KESIMPULAN DAN SARAN

20

Kesimpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN


22

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi Innomar SES-2000 Compact Side Scan Sonar

3

2 Nilai Impedansi Akustik dan Koefisien Refleksi

19

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Daerah Penelitian
2 Transducer Innomar SES-2000 Compact Side Scan Sonar
3 Skema Survei Side Scan Sonar dengan KM. Dondang

4 Diagram Alir Penelitian
5 Diagram Alir Pembuatan Mosaik
6 Koreksi Slant Range
7 Citra side scan sonar sebelum koreksi (a),setelah slant range correction
(b), setelah beam angle correction (c)
8 Lintasan 1 sebelum koreksi (a), setelah koreksi (b)
9 Lintasan 2 sebelum koreksi (a), setelah koreksi (b)
10 Lintasan 3 sebelum koreksi (a), setelah koreksi (b)
11 Target 1 dan Nilai Amplitudo
12 Target 2 dan Nilai Amplitudo
13 Target 3 dan Nilai Amplitudo
14 Transformasi wavelet kontinu target 1
15 Transformasi wavelet kontinu target 2
16 Transformasi wavelet kontinu target 3

2
3
4
5
6
7
10
12
13
14
15
15
16
18
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Spesifikasi KM Dondang
Contoh perhitungan impedansi akustik dan koefisien refleksi
Script Matlab

22
22
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hidroakustik merupakan metode yang efektif dan efisien digunakan
untuk kegiatan eksplorasi laut. Metode ini merupakan metode yang paling
baik dan seringkali digunakan untuk melakukan investigasi kolom dan dasar
perairan secara efisien dan akurat (Blondel 2009). Penggunaan gelombang
suara yang mampu merambat jauh sampai ke dasar laut dan beberapa lapisan
di bawahnya digunakan untuk berbagai kegiatan eksplorasi laut seperti
pencarian daerah tangkapan ikan, survei rute pipa dan kabel bawah laut,
pencarian kapal karam, dan pemetaan dasar laut. Salah satu instrumen yang
digunakan dalam pemetaan maupun pencitraan dasar laut yaitu side scan
sonar. Side scan sonar merupakan instrumen yang terdiri dari single beam
transducer pada kedua sisinya. Instrumen ini dapat menjangkau bagian dasar
laut dengan porsi yang sangat jauh dari kapal survei (Blondel 2009). Side scan
sonar frekuensi tinggi secara rutin digunakan dalam pemetaan dasar laut
secara kualitatif dengan tujuan utama untuk menentukan lokasi fitur dan objek
pada dasar laut (Collier dan Brown 2004).
Backscatter merupakan nilai hambur balik yang dipantulkan oleh suatu
objek atau medium dari gelombang suara yang mengenainya. Backscatter dari
dasar perairan dapat mendeskripsikan ukuran butir sedimen halus, bentuk
permukaan dan kekasarannya memiliki peran penting untuk backscatter dari
sedimen kasar dan permukaan kasar lainnya seperti terumbu dan bangkai
kapal (Kagesten 2008). Amplitudo dari sinyal pantul (echo) dapat memberikan
beberapa informasi mengenai daerah dari titik yang digambarkan, dasar
perairan atau target (Blondel 2009). Sinyal digital yang diperoleh dari side
scan sonar umumnya berupa amplitudo dalam domain waktu.
Umumnya penelitian mengenai citra side scan sonar lebih mengarah
kepada image processing, seperti koreksi geometrik pada citra side scan
sonar (Cervenka et al. 1994), citra side scan sonar dan interpretasi geologi
dasar laut (Garcia et al. 2000), koreksi kecerahan dan jarak dalam side scan
sonar image processing (Chang et al. 2010). Selain itu penelitian mengenai
backscatter sidescan sonar yang telah dilakukan antara lain deteksi dan
interpretasi target di dasar laut menggunakan sidescan sonar (Sari dan Manik
2009), hubungan sidescan backscatter dengan distribusi ukuran sedimen dasar
laut (Brown dan Collier 2004), respon backscatter dan resolusinya dalam
survei sidescan sonar untuk arkeologi (Quinn et al. 2005). Sinyal non
stasioner, kandungan frekuensi berubah terhadap waktu sehingga diperlukan
analisis dalam domain waktu-frekuensi (Ulum 2007). Kebutuhan akan resolusi
tinggi dalam analisis sinyal non stasioner diperlukan metode untuk
menganalisa sinyal non stasioner tersebut dengan transformasi wavelet yang
dapat menampilkan visualisasi dalam domain waktu-frekuensi.
Pengukuran sinyal hambur balik target dasar laut secara kuantitatif ini
perlu dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik dasar laut,memahami
berbagai proses yang terjadi di dalamnya dan diharapkan mampu
meningkatkan interpretasi secara kuantitatif.

2

Tujuan Penelitian
1. Melakukan visualisasi dasar laut berupa mosaik citra side scan sonar.
2. Melakukan komputasi data side scan sonar dengan transformasi wavelet target
dasar laut yang diharapkan mampu meningkatkan interpretasi kuantitatif.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data side scan sonar hasil
survei Balai Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT). Data yang digunakan merupakan data pada bulan November
2010 di daerah Balongan, Indramayu. Pengolahan data dilakukan pada bulan
Maret hingga Juli 2014. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik dan
Instrumentasi Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB dan
Balai Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT). Pada penelitian ini digunakan 3 lintasan yaitu Lintasan 1
(Bal_02112010151610SS), Lintasan 2 (Bal_02112010161607SS), dan Lintasan 3
(Bal_02112010200412SS). Berikut merupakan lokasi penelitian yang dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi daerah penelitian

3

Alat dan Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop, software
Sonarweb untuk visualisasi dan mosaicking, Xtftosegy untuk mengubah file
berekstensi .xtf menjadi .segy, Seisee untuk mengekstrak nilai amplitudo dan
menyimpannya dalam bentuk .txt, Ms. Excel untuk melakukan pengeditan data
dan perhitungan, Matlab untuk melakukan analisis wavelet, ArcMap untuk
pembuatan peta lokasi penelitian.
Bahan
Bahan penelitian ini adalah data hasil akuisisi yang dilakukan oleh Balai
Teknologi Survei Kelautan BPPT pada bulan November 2010. Data yang
digunakan yaitu data side scan sonar dengan ekstensi XTF dan data hasil coring
untuk validasi data.Transducer yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1 merupakan spesifikasi dari alat yang digunakan dalam pengambilan data,
yaitu Innomar SES-2000 Compact Side Scan Sonar dengan akuisisi menggunakan
laptop dan software SESWIN 2000 for Windows.

Gambar 2 Transducer Innomar SES-2000 Compact Side Scan Sonar
(Sumber: final report BPPT 2010)

4
Tabel 1 Spesifikasi Innomar SES-2000 Compact Side Scan Sonar
Dimensi
Berat
Frekuensi
Kekuatan pancaran pulsa/source
level
Panjang pulsa
Banyak pulsa

62 cm x 10 cm x 20 cm (WxHxD)
23 kg (termasuk kabel 20 m)
100 kHz

Lebar pancaran

± 0.90/±350

Sudut transducer

400 / 600

>4kW / >220DB//μPa re 1 m
100 – 250 μs
mencapai 25 s-1

Wilayah jangkauan
20-100 m
Sumber: http://www.innomar.com/

Pengambilan Data
Akuisisi Data
Akuisisi data side scan sonar dilakukan oleh Balai Teknologi Survei
Kelautan BPPT pada bulan November 2010 dengan menggunakan Kapal Motor
Dondang (Lampiran 1). Alat yang digunakan yaitu Innomar SES-2000 compact
side scan sonar dengan frekuensi 100 kHz. Gelombang suara ditransmisikan oleh
transducer ke kolom menuju perairan. Sinyal suara ini akan dipantulkan oleh
objek maupun dasar laut kemudian diterima oleh receiver yang kemudian
ditampilkan dalam bentuk citra yang menggambarkan kondisi permukaan dasar
laut metode coring yang digunakan yaitu metode drop core dengan alat berupa
rangkaian pipa besi dengan model desain gravity corer tipe kulenberg ukuran 2.5
inchi dengan pipa transparan 2 inchi. Gambar 3 memperlihatkan skema survei side
scan sonar dengan KM. Dondang.

Gambar 3 Skema survei side scan sonar dengan KM. Dondang
(Sumber: final report BPPT 2010)

5

Pengolahan Data
Pengolahan data sonar pada penelitian ini menggunakan software Sonarweb
untuk mengetahui posisi, ping target, Xtftosegy digunakan untuk mengubah file
ekstensi XTF menjadi SEG-Y. Konversi data dilakukan supaya nilai amplitudo
dapat diekstrak dengan software Seisee, yang hanya dapat dilakukan dengan data
berekstensi SEG-Y. Seisee yang digunakan untuk mengekstrak amplitudo,
Microsoft excel untuk melakukan pengeditan dan pembuatan plot amplitudo.
Analisis sinyal selanjutnya dilakukan menggunakan analisis wavelet dengan
Matlab. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Raw data (.xtf)

Penentuan target

Pembuatan mosaik

Konversi .xtf >.segy
Ekstrak amplitudo
Pengeditan data
Plot amplitudo dan
waktu
Analisis sinyal
dengan wavelet
Interpretasi
kuantitatif

Gambar 4 Diagram alir penelitian

Pembuatan mosaik
Menurut Blondel 2009, mosaik adalah sebuah georeferensi gambar TIFF
(Tagged Image File Format) yang didapatkan dari satu atau lebih track lines yang
berisi data side scan dengan koreksi slant range atau data amplitudo. Pembuatan
mosaik bertujuan untuk meningkatkan kualitas citra secara kualitatif sehingga
mempermudah dalam melihat kenampakan dasar laut. Software yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu Sonarweb V3.16ZQ PRO. Diagram alir pembuatan
mosaik dapat dilihat pada Gambar 5.

6
Langkah pertama yang dilakukan yaitu membuat project baru pada
Sonarweb, kemudian masukkan data sonar yang akan diolah dengan memilih
menu File lalu Add files untuk memasukkan data yang ingin diolah.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan konfigurasi dengan Project Options
seperti memasukkan nilai kecepatan suara. Bottom tracking dipilih pada data yang
diinginkan, digitasi dan simpan hasil.
Kemudian lakukan konfigurasi kembali pada Project options dengan
mengaktifkan Beam Angle Correction dan Reprocess sonar file pada data tersebut.
Proses slant range correction dengan Sonarweb dilakukan dengan melakukan
bottom tracking dan memasukkan kecepatan suara sehingga blind zone tidak
terlihat lagi. Slant range correction dilakukan untuk memetakan kembali objek
yang terlihat ke posisi sebenarnya. Pilih Digitize untuk melihat hasil mosaik
kemudian simpan dalam bentuk .JPEG.
File > New Project

File > Add files
Project Options
Bottom tracking
Beam Angle
Correction

\

Reprocess
Export mosaik
Gambar 5 Diagram alir pembuatan mosaik

Gambar 6 merupakan gambaran koreksi slant range, dengan asumsi
permukaan laut datar. R merupakan slant range ct/2 jarak sonar ke target/titik
pada dasar laut, c adalah kecepatan suara dalam m/s, t waktu dalam detik, dan h
merupakan tinggi sonar dari dasar laut. Sehingga jarak sesungguhnya yaitu
(Blondel 2009).

……………. (1)

7

Gambar 6 Koreksi slant range
(Sumber: Blondel 2009)
Pengumpulan data dari berbagai sistem sonar akan menghasilkan area
yang memiliki warna lebih gelap maupun lebih terang, Time Varied Gains (TVG)
dilakukan namun seringkali hal ini tidak cukup, tergantung pada sistem dan tipe
substrat dasar. Beam angle correction dilakukan untuk mengoreksi variasi
intensitas beam. Jika tidak dilakukan akan menghasilkan data bergaris yang
mengurangi dari variasi backscatter secara keseluruan. Beam angle correction
yang digunakan mengacu pada Danforth 1997.

Analisis Data
Transformasi Wavelet
Pengolahan sinyal side scan sonar yang digunakan merupakan raw data
dimana data tersebut belum dilakukan koreksi apapun. Hal ini dilakukan agar
backscatter dari target yang diamati tidak terpengaruh oleh koreksi yang
dilakukan. Sinyal non-stasioner, seperti sinyal side scan sonar dimana kandungan
frekuensi berubah terhadap waktu diperlukan analisis dalam domain waktufrekuensi (Ulum 2007). Analisis data menggunakan transformasi wavelet
digunakan untuk memperoleh data dengan domain waktu-frekuensi dari data time
series amplitudo. Data dengan domain waktu-frekuensi dapat digunakan untuk
melihat karakteristik sinyal secara lebih lanjut. Transformasi wavelet merupakan
penyempurnaan dari transformasi sebelumnya seperti Transformasi Fourier, yang
menghasilkan informasi frekuensi dan spektrum amplitudo. Namun transformasi
ini lebih cocok digunakan untuk sinyal stasioner, selain itu informasi waktu
menjadi hilang. Transformasi lain pengembangan dari Transformasi Fourier yaitu
STFT (Short Time Fourier Transform) yang menghasilkan data dalam domain
waktu-frekuensi, namun memiliki kekurangan dimana ukuran window yang
digunakan berukuran sama sehingga tidak dapat mendeteksi adanya puncakpuncak dalam suatu sinyal. Wavelet merupakan fungsi matematik yang membagibagi data menjadi beberapa komponen frekuensi yang berbeda-beda, kemudian

8
dilakukan analisis untuk masing-masing komponen menggunakan resolusi yang
sesuai dengan skalanya (Graps, 1995).
……… (2)

……… (3)
Keterangan:
α : parameter dilatasi (skala)
τ : parameter translasi
dimana g* merupakan kompleks konjugasi dari g dan variabel τ, α dapat
bervariasi dalam domain (-∞, ∞). Analisis wavelet menyajikan penyelesaian 2D
dari 1D time series kedalam posisi, τ, dan skala amplitudo, α, sebagai variabel
baru. Transformasi wavelet merupakan sebuah mikroskop matematis dengan
perbesaran (magnifikasi) 1/α, posisi τ, dan optik yang merupakan pilihan dari
spesifik wavelet g(t) (Shen et al. 1994). Fungsi dari persamaan (2) merupakan
fungsi dari mother wavelet dan fungsi (3) merupakan persamaan continuous
wavelet. Continuous Wavelet Transform (CWT) menganalisa sinyal dengan
perubahan skala pada window yang dianalisis, pergeseran window dalam waktu
dan perkalian sinyal serta mengintegral semuanya sepanjang waktu (Polikar,1996).

Impedansi Akustik dan Koefisien Refleksi
Berdasarkan data ρ dan c yang mengacu pada Lurton (2002) dapat dilakukan
penghitungan nilai impedansi, koefisien refleksi. Hal ini dilakukan karena pada
penelitian ini digunakan data sekunder serta diketahuinya tipe substrat sedimen
melalui sampel coring. Nilai impedansi, koefisien refleksi dapat dihitung dengan
persamaan (4), (5) di bawah ini. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran
2.
Z = ρ.c

………… (4)
………… (5)

Keterangan: Z1 adalah impedansi akustik 1, Z2 impedansi akustik 2, ρ adalah masa
jenis (kg/m3) dan c adalah kecepatan suara (m/s).
Impedansi akustik yaitu kemampuan batuan untuk dapat dilewati oleh
gelombang akustik. Impedansi akustik dapat digunakan untuk mendefinisikan
koefisien refleksi , R merupakan pengukuran kekuatan pantulan (Kinsler et al.
1982)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mosaik Citra Side Scan Sonar
Pembuatan mosaik bertujuan untuk mendapatkan visualisasi data side scan
sonar untuk melihat kenampakan permukaan dasar laut. Gambar 7(a)
memperlihatkan bagian citra side scan sonar pada Lintasan 1 sebelum dilakukan
koreksi berupa raw data (.xtf) dimana terlihat sisi kiri (port) dan sisi kanan
(starboard) dari side scan sonar serta blind zone yang terletak di tengah gambar.
Slant range correction yang dilakukan dengan bottom tracking dan memasukkan
kecepatan suara menghasilkan citra side scan sonar terkoreksi dengan hilangnya
blind zone ditunjukkan pada Gambar 7(b). Pada Gambar 7(c) merupakan mosaik
citra dimana telah dilakukan koreksi slant range dan beam angle. Citra yang telah
dilakukan koreksi tersebut terlihat lebih jelas sehingga lebih mudah untuk
dilakukan interpretasi dan analisis lebih lanjut. Visualisasi mosaik dibuat per
lintasan untuk memperjelas kenampakan dasar laut serta memperlihatkan
perbedaan sebelum dan setelah dilakukan koreksi.
Menurut Tian (2011), citra side scan sonar dapat diinterpretasikan
berdasarkan warna yang terlihat, warna yang gelap dapat diinterpretasikan sebagai
hambur balik yang rendah sedangkan warna terang pada citra menggambarkan
nilai hambur balik yang tinggi. Dalam penelitian ini mosaik menggunakan warna
biru, dimana semakin tinggi intensitas warna biru menggambarkan backscatter
yang tinggi sedangkan warna putih menggambarkan nilai backscatter yang
rendah. Gambar 7 terlihat jelas objek pipa berupa garis melengkung pada sisi kiri
(port) memiliki intensitas warna yang tinggi dibandingkan sekitarnya, yang
menggambarkan objek tersebut memiliki nilai hambur balik yang lebih tinggi
dibandingkan sekitarnya.
Mosaik di bawah ini yaitu Gambar 8, 9, dan 10 merupakan lintasan dari
target yang diamati. Koreksi berupa slant range dan beam angle telah dilakukan
pada gambar mosaik berikut. Slant range correction merupakan pemetaan
kembali piksel dari posisinya terlihat ke posisi sebenarnya dengan melakukan
komputasi dari waktu kembali dan tinggi wahana sonar (Blondel 2009). Lintasan
1 dan 2 side scan sonar sebelum dilakukan koreksi ditunjukkan oleh Gambar 8(a)
dan 9(a), dimana daerah sapuan (swath) ditunjukkan dengan warna biru keputihan
pada gambar. Daerah berwarna putih yang terletak di tengah lintasan tersebut
merupakan blind zone.

10

(a)

(b)

(c)
Gambar 7 Citra side scan sonar sebelum koreksi (a), setelah slant range
correction (b), setelah beam angle correction (c)

11
Hal yang paling menonjol dari fitur gambar side scan sonar yaitu intensitas
yang terlalu kuat yang terletak dekat dengan towfish, serta respon yang lemah
pada daerah terluar swath (Chang et al. 2010). Pada gambar terlihat bahwa
semakin jauh dari blind zone, gradasi warna biru akan semakin memudar menjadi
putih yang menggambarkan gelombang akustik yang dipancarkan intensitasnya
akan melemah seiring dengan jarak tempuhnya. Menurut Chang et al. 2010 bahwa
sepanjang daerah sapuan (swath), jumlah energi yang mengenai dasar laut akan
bervariasi dengan jaraknya dari towfish, begitu pula dengan sudut dimana
gelombang sonar mengenai permukaan laut (grazing angle).
Koreksi yang dilakukan pada mosaik berikut yaitu slant range correction
dan beam angle correction. Slant range correction merupakan proses paling dasar
yang dilakukan untuk data side scan sonar (Chang et al. 2010). Slant range
correction merupakan pemetaan kembali piksel dari posisinya terlihat ke posisi
sebenarnya dengan melakukan komputasi dari waktu kembali dan tinggi wahana
sonar (Blondel 2009). Bila proses ini tidak dilakukan maka gambaran objek yang
berada dekat dengan wahana sonar akan termampatkan dibandingkan dengan
objek yang berada jauh dari wahana sehingga posisi yang terlihat bukan posisi
sebenarnya dari objek tersebut. Setelah dilakukan koreksi slant range maka posisi
objek maupun dasar laut akan terkoreksi pada posisi sebenarnya. Gambar 9(a) dan
10(a) merupakan gambar Lintasan 1 dan 2 sebelum dilakukan koreksi sehingga
blind zone masih terlihat.
Gambar 9(b) dan 10(b) menunjukkan lintasan yang telah dilakukan koreksi
slant range sehingga blind zone yang semula terlihat menjadi hilang dan dasar laut
maupun objek dipetakan kembali ke posisi sebenarnya. Beam angle correction
dilakukan untuk mengoreksi variasi intensitas beam. Intensitas kuat dari pola
pancaran terletak dekat dengan towfish serta respon lemah pada daerah sapuan
terluar terlihat dari gradasi warna biru putih pada gambar sebelum dilakukan
koreksi. Tiap sisi dari side scan sonar memiliki main lobe sendiri yang terfokus
dari garis vertikal sekitar 450, dimana intensitas maksimum terletak di sekitar
posisi ini (Chang et al. 2010). Proses koreksi beam angle yang dilakukan dengan
Sonarweb ini mengacu pada Danforth 1997. Pada Gambar 9(b) dan 10(b) tidak
terlihat lagi bagian luar yang lebih hitam dibandingkan dengan sisi yang terletak
dekat dengan wahana sehingga warna biru yang terlihat lebih merata
dibandingkan dengan gambar sebelum dilakukan koreksi.
Pada Gambar 10(b) terlihat mosaik pada lintasan ini memiliki intensitas
warna biru yang lebih rendah dibandingkan dengan mosaik pada Gambar 8 dan 9.
Warna pada citra side scan sonar dapat merepresentasikan kekasaran dan
kekerasan objek atau hambur balik. Semakin tinggi intensitas warna yang terlihat
maka dapat dikatakan bahwa objek yang terlihat memiliki nilai hambur balik yang
tinggi. Semakin rendah intensitas warna yang terlihat maka objek tersebut
memiliki nilai hambur balik yang rendah.

12

(a)

(b)
Gambar 8 Lintasan 1 sebelum koreksi (a), setelah koreksi (b)

13

(a)

(b)
Gambar 9 Lintasan 2 sebelum koreksi (a), setelah koreksi (b)

14

(a)

(b)
Gambar 10 Lintasan 3 sebelum koreksi (a), setelah koreksi (b)

Target dan Nilai Amplitudo
Visualisasi dan penentuan target serta ping dilakukan dengan perangkat
lunak Sonarweb. Nilai amplitudo didapatkan dengan mengekstrak nilai amplitudo
dan waktu dari ping target yang diamati. Proses pengeditan dan pembuatan grafik
di bawah ini dilakukan dengan Ms. Excel. Hambur balik akustik yang dipantulkan
kembali ke transducer side scan sonar dari dasar laut direkam selama jangka
waktu tertentu untuk sebuah ping menghasilkan time series amplitudo (Penrose et
al. 2005). Backscatter amplitudo ini secara tidak langsung dapat menggambarkan
objek maupun permukaan dasar laut yang memantulkan gelombang akustik dari
transducer. Nilai backscatter menjelaskan respon dari dasar laut pada frekuensi
yang digunakan dan untuk kondisi spesifik dari daerah ensonifikasi (Blondel
2009). Semakin tinggi nilai amplitudo maka semakin kasar atau keras suatu target
yang terdeteksi. Begitu pula semakin kecil nilai amplitudo maka tingkat kekasaran
maupun kekerasan suatu objek semakin menurun. Benda-benda yang memiliki

15
tingkat kekerasan seperti batu dan besi akan memiliki nilai hambur balik yang
lebih besar bila dibandingkan dengan dengan material lunak seperti lumpur atau
biota -biota laut. Selain faktor kekerasan dan kekasaran (roughness) suatu benda,
frekuensi suara pada alat yang digunakan serta grazing angle dari pulsa akustik
juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi nilai hambur balik di dasar
perairan (Burczynski 2002).
Garis merah pada gambar menunjukkan ping dari target yang diamati.
Target 1 yang terlihat pada Gambar 11 merupakan pipa di dasar laut beserta nilai
amplitudonya. Target berada pada Lintasan 1. Berdasarkan survei yang dilakukan
oleh Balai Teknologi dan Survei Kelautan BPPT 2010 pipa tersebut terbuat dari
material besi dengan diameter sekitar 36 inchi. Terlihat pada gambar bahwa target
pipa memiliki warna yang lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya. Warna
gelap pada citra side scan sonar dapat diinterpretasikan sebagai hambur balik
rendah sedangkan warna terang menggambarkan nilai hambur balik yang tinggi
(Tian 2011). Nilai maksimum amplitudo pada grafik terlihat sebesar 12500 mV.

Gambar 11 Target 1 dan Grafik Amplitudo
Gambar 12 merupakan target 2 yang berada pada Lintasan 2. Pada citra hasil
side scan sonar target pipa terlihat agak melengkung. Nilai amplitudo maksimum
yaitu 11000 mV, berbeda dengan target pipa pada Gambar 11 yang memiliki nilai
amplitudo maksimum 12500 mV. Side scan sonar merupakan pilihan alat yang
digunakan untuk deteksi dan pemetaan jalur pipa dan sekitarnya (Esser 2002, Tian
2008 dalam Blondel 2009)

Gambar 12 Target 2 dan Grafik Amplitudo

16

Target 3 berada pada Lintasan Bal_02112010200412SS dengan tipe
sedimen berupa lempung (clay) yang diketahui berdasarkan titik coring B3 yang
terdapat pada lintasan ini. Amplitudo dari echo dapat memberikan beberapa
informasi mengenai daerah dari titik yang digambarkan, dasar perairan maupun
target (Blondel 2009). Nilai amplitudo pada target ini berbeda jauh dengan target
satu dan dua yang berupa pipa. Kisaran nilai amplitudo target tiga yaitu 500 –
1600 mV. Nilai amplitudo dapat menggambarkan kekasaran maupun kekerasan
suatu objek/target. Semakin kasar/keras suatu target maka akan memantulkan
sinyal akustik dengan kuat sehingga menghasilkan nilai amplitudo yang tinggi.

Gambar 13 Target 3 dan Grafik Amplitudo

Transformasi Wavelet
Nilai amplitudo dari tiga target yang berada pada tiga lintasan yang berbeda
disimpan dalam format .txt untuk dapat diolah menggunakan Matlab dengan
script yang terdapat pada lampiran 3. Pengolahan sinyal dari target dilakukan
dengan transformasi wavelet untuk mendapatkan visualisasi dalam domain waktu
– frekuensi serta deskripsi data lebih lanjut. Wavelet merupakan fungsi matematik
yang membagi data menjadi komponen frekuensi yang berbeda-beda, kemudian
dilakukan analisis untuk masing-masing komponen menggunakan resolusi sesuai
dengan skalanya (Graps 1995). Proses analisis time frekuensi dilakukan dengan
cara mengkonvolusi signal dengan wavelet, resolusi frekuensi diperoleh dengan
mendilatasi wavelet menggunakan skala tertentu dan resolusi waktu diperoleh
dengan mentranslasi wavelet dengan faktor translasi tertentu. Penentuan inilah
menjadikan metode CWT (Continuous Wavelet Transform )menghasilkan analisis
yang mempunyai resolusi tinggi (Ulum 2007). Hasil dari transformasi ini yaitu
koefisien yang dihasilkan pada skala yang berbeda dengan bagian yang berbeda
dari suatu sinyal. Koefisien merupakan hasil dari penekanan sinyal asli yang
dilakukan dengan wavelet (Gomez 2004).
Dalam hal ini, target yang sebelumnya telah ditentukan diekstrak nilai
amplitudo dan waktunya dalam satu ping. Ping tersebut memuat data deret waktu
amplitudo dimana terdapat amplitudo target yang menggambarkan nilai hambur

17
balik dari target tersebut. Oleh karena itu dilakukan transformasi wavelet dengan
menampilkan CWT modulus untuk identifikasi amplitudo target yang terdapat
dalam data deret waktu ping tersebut. Skala yang digunakan pada transformasi ini
yaitu 1:1:65, yang berarti setiap hasil wavelet dimulai dari skala 1 sampai dengan
65 dengan perubahan nilai tiap 1 satuan. Plot yang dibuat pada sumbu x
merupakan posisi jumlah data sepanjang sinyal yang memuat informasi waktu,
sumbu y menggambarkan skala (kelas data), warna pada tiap titik sumbu x dan y
merupakan magnitude dari koefisien wavelet C (Gomez 2004). Keuntungan
terbesar dari penggunaan CWT yaitu memperoleh konten sinyal yang jauh lebih
detil dibandingkan analisis Fourier dan DWT (Discrete Wavelet Transform).
Keuntungan dari analisis sinyal dengan wavelet adalah dapat mempelajari fitur
lokal dari sinyal dengan detil yang cocok dengan karakteristik skalanya (Fedi et al
2004). Gambar dibawah merupakan hasil dari transformasi wavelet tipe Morlet.
Gambar 14 merupakan merupakan CWT modulus dari target pertama
menunjukkan perbedaan gradasi warna. Data deret waktu ping dari 0 - 65 ms
memuat informasi amplitudo secara horizontal. Visualisasi ini dapat
menggambarkan letak nilai amplitudo nilai hambur balik dari target yang terdapat
dalam data deret waktu. Warna biru menggambarkan nilai terkecil 0 sampai warna
merah yang menggambarkan nilai terbesar yaitu 1. Skala yang kecil memuat
informasi frekuensi yang tinggi, sedangkan skala besar memuat frekuensi yang
rendah. Terlihat warna merah menggambarkan energi yang paling tinggi
merupakan target berupa pipa yang memiliki nilai hambur balik lebih tinggi
dibandingkan dengan sekitarnya yang berupa substrat. Magnitude dari koefisien
wavelet tertinggi berada pada selang data ke 500 - 600 dan kisaran magnitude
koefisien wavelet terendah pada 0 - 300.
Gambar 15 merupakan transformasi wavelet kontinu dari target kedua
dimana menunjukkan perbedaan gradasi warna dengan target pertama. Magnitude
koefisien wavelet tertinggi berada pada kisaran 200 - 300 yang ditandai dengan
warna merah. Warna merah tersebut merupakan lokasi magnitude dari pipa dalam
sinyal tersebut. Semakin tinggi nilai amplitudo maka semakin kasar atau keras
suatu target yang terdeteksi. Begitu pula semakin kecil nilai amplitudo maka
tingkat kekasaran maupun kekerasan suatu objek semakin kecil. Perbedaan
magnitude koefisien dari target 1 dan 2 yang berupa pipa kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan kondisi dasar perairan dimana terdapat kedua target
pipa yang tertanam pada dasar laut.
Hasil transformasi wavelet berupa magnitude koefisien wavelet dari target
ketiga ditunjukkan oleh Gambar 16. Pada selang data 0 - 300 didapatkan
magnitude koefisien terendah yang digambarkan dengan warna biru. Magnitude
koefisien tinggi yang ditandai dengan warna merah terdapat pada selang data 500
– 600. Skala yang kecil pada transformasi wavelet memuat informasi frekuensi
yang tinggi sedangkan skala besar memuat informasi frekuensi rendah.

18

Gambar 14 Transformasi wavelet kontinu target 1

Gambar 15 Transformasi wavelet kontinu target 2

Gambar 16 Transformasi wavelet kontinu target 3

19
Impedansi Akustik dan Koefisien Refleksi
Impedansi akustik yaitu kemampuan batuan untuk dapat dilewati oleh
gelombang akustik. Impedansi akustik dapat digunakan untuk mendefinisikan
koefisien refleksi, R merupakan pengukuran kekuatan pantulan (Kinsler et al.
1982). Nilai impedansi akustik dan koefisien refleksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai impedansi akustik dan koefisien refleksi
ρ
Impedansi
Target
c (m/s)
(kg/m3)
Akustik

Koefisien
Refleksi

Lempung (Clay)

1200

1470

1764000

0.0808

Besi

7800

5130

40014000

0.928

Semakin tinggi nilai koefisien refleksi maka akan semakin tinggi nilai
pantulan sinyal dari objek yang terdeteksi. Akan tetapi jika nilai koefisien refleksi
lebih dari 1, maka akan terjadi penguatan, hal ini dikarenakan jarak antara objek
dan alat yang digunakan terlalu dekat, sehingga pengembalian sinyal yang
dipantulkan juga semakin besar dan pengambilan datanya dilakukan di daerah
yang dangkal (Sari dan Manik 2009). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pipa
memiliki nilai impedansi akustik dan koefisien refleksi yang tinggi. Nilai
impedansi akustik lempung yaitu 1764000 lebih kecil dibandingkan besi yang
memiliki nilai impedansi akustik sebesar 40014000. Nilai ini menggambarkan
kemampuan dari suatu material dalam melewatkan gelombang suara. Kecepatan
gelombang suara pada material besi sebesar 5130 m/s dan lempung 1470 m/s
dapat memberikan gambaran bahwa semakin rapat suatu material atau medium
maka kecepatan suara dalam melewati material atau medium tersebut semakin
akan semakin tinggi. Koefisien refleksi dari medium air ke pipa yang terbuat dari
besi sebesar 0.928 dengan densitas sebesar 7800 kg/m3 menunjukkan bahwa
target ini akan memberikan pantulan gelombang suara yang lebih kuat
dibandingkan target berupa lempung dengan koefisien refleksi 0.0808 dan
densitas 1200 kg/m3.
Refleksi dari suatu lapisan tipis mempunyai karakteristik tertentu pada
spektrum frekuensinya. Hal ini berkaitan dengan ketebalan dan sifat akustik dari
suatu lapisan, sehingga dapat disimpulkan bahwa lapisan tipis akan tampak lebih
jelas pada spektrum frekuensi tinggi sedangkan lapisan tebal akan tampak lebih
jelas pada spektrum frekuensi rendah. (Partyka et al. 1999)

20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Visualisasi dasar laut berupa mosaik citra side scan sonar telah dapat
dilakukan. Kisaran nilai hambur balik pada mosaik dapat dilihat melalui
intensitas warna. Didapatkan bahwa semakin tinggi nilai koefisien refleksi maka
gelombang suara yang dipantulkan kembali oleh target akan semakin tinggi.
Magnitude koefisien wavelet dari ketiga target menunjukkan distribusi yang
berbeda dengan gradasi warna. Target 1 magnitude koefisien wavelet tertinggi
berada pada selang data 500 - 600, target 2 pada kisaran 200 - 300, dan target 3
berada pada kisaran 500 - 600.
Saran
Penghitungan nilai backscatter dari target serta penggunaan transformasi
wavelet dengan tipe yang lain dapat dilakukan untuk meningkatkan interpretasi
citra side scan sonar secara kuantitatif agar lebih baik lagi. Penentuan target dasar
laut yang dijadikan kajian lebih bervariasi lagi agar dapat mengetahui dan
memahami karakteristik maupun proses yang terjadi di dasar laut lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Blondel P. 2009. The Handbook of Sidescan Sonar. Springer, Praxis.Chichester.
UK
BPPT. 2010. Geotechnical and Geophysical Survei ( Survei hidro oseanografi dan
Soil Investigation serta Cabel Route Survei di X-ray (XAPS – Terminal
Balongan)) untuk Pemeliharaan Pipa Migas serta Kabel Listrik. Final report
Burczynski J. 2002. Bottom classification. BioSonics, Inc. www.BioSonics.com.
[Diunduh 14 Oktober 2014]
Cervenka P, Moustier C D, Lonsdale P F. 1994. Geometric Corrections on Side
Scan Sonar Images based on Bathymetry: Application with SeaMARC II
and Sea Beam Data. Marine Geophysical Researches 16:365-383
Chang Y C, Hsu S K, Tsai C H. 2010. Sidescan Sonar Image Processing:
Correcting Brightness Variation and Patching Gaps. Journal of Marine
Science and Technology, Vol. 18, No.6, pp. 785-789
Collier J S, Brown C J. 2004. Correlation of sidescan backscatter with grain size
distribution of surficial seabed sediments. Journal of Marine Geology 214
:431-449
Danforth W W. 1997. Xsonar/ShowImage; a complete system for rapid sidescansonar processing and display: U.S. Geological Survei Open-File Report 97686, 77 p
Fedi M, Primiceri R, Quarta T, Villani A V. 2004. Joint application of continuous
and discrete wavelet transform on gravity data to identify shallow and deep
sources. Geophysical Journal International 156, 7-21

21
Garcia G S, Duran R, Vilas F. 2000. Side Scan Sonar Image and Geological
Interpretation of the Ria de Pontevedra Seafloor. Sci. Mar., 64(4): 393-402
Gomez J C.2004.Wavelet Methods for Time Series Analysis.
http://jfcgomez.webs.ull.es/WAVELET%20METHODS%20FOR%20TIM
E%20SERIES%20ANALYSIS.pdf. [Diunduh 14 Oktober 2014]
Graps A. 1995. An Introduction to Wavelets, IEEE Computational Science and
Engineering, vol.2, num.2, IEEE Computer Society, Loas Alamitos – CA,
USA
Kagesten G. 2008. Geological Seafloor Mapping with Backscatter Data From A
Multibeam Echo Sounder [Tesis]. Swedia (SE): Gothenburg University
Kinsler LE, Frey AR, Coppens AB, Sanders JV. 1982. Fundamentals of
Acoustics. 3rd Edition.New York: John Wiley & Sons
Lurton X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustic. Springer, Praxis.
Chichester. UK.
Partyka G, Gridley J, Lopez J. 1999. Interpretational Applications of Spectral
Decomposition in Reservoir Characterization, The Leading Edge 22 no.3,
353-360
Polikar, R. 1996. The Wavelet Tutorial. Rowan University College of
Engineering. www.rowan.edu. [Diunduh pada14 Oktober 2014]
Penrose JD, Siwabessy P J W, Gavrilov A, Parnum I, Hamilton L J, Bickers A,
Brooke B, Ryan D A, Kennedy P. 2005. Acoustic Techniques for Seabed
Classification. Coastal for Coastal Zone Estuary and Waterway
Management. Technical Report. [Diunduh pada 7 Februari 2014]
Quinn R, Dean M, Lawrence M, Liscoe S, Boland D. 2005. Backscatter responses
and resolution considerations in archaeological side-scan sonar surveis: a
control experiment. Journal of Archaeological Science 32(2005): 12521264
Sari S P, Manik H M. 2009. Deteksi dan interpretasi target di dasar laut
menggunakan instrumen side scan sonar. Seminar Nasional Teori dan
Aplikasi Teknologi Kelautan. Surabaya. hlm A 25-30
Tian W M. 2011. Side scan sonar Techniques for The Characterization of
Physical Properties of Artificial Benthic Habitats. Brazilian Journal of
Oceanography, 59: 77-90
Ulum B. 2007. Interpretasi Dekomposisis Spektrum Dalam Karakterisasi
Reservoar menggunakan Short Time Fourier Transform dan Continous
Wavelet Transform [Tesis]. Indonesia (ID): Institut Teknologi Bandung

22

LAMPIRAN
Lampiran 1. Spesifikasi KM. Dondang
Panjang kapal
Lebar kapal
Draft kapal
Sudut pitch

: 15.5 m
: 4.1 m
: 1.8 m
: 1.074 (port/starboard)

Lampiran 2. Contoh perhitungan impedansi akustik dan koefisien refleksi
= ρ.c
= 1000 x 1500
= 1500000 kg/m2s
Z2(lempung) = ρ.c
= 1200 x 1470
= 1764000 kg/m2s

Z1(air laut)

= 0.0808

23
Lampiran 3. Script Matlab
load (‘duapipa.txt’);
y=duapipa(:,2);
y=reshape(y,length(y),1);
clear aa period yyyy yyyylab x1 x2 wave scale f x scale;
ny=length(y);
ny2=round(ny/2);
exp1=0;
exp2=round(log2(ny2))+1;
inter=20;
j=0;
k0=5.4;
for m=exp1:exp2-1;
jj=inter-1;
for n=0:jj;
a=2^(m+n/inter);
j=j+1;
aa(j)=a;
end;
end;
a=2^exp2;
aa(j+1)=a;
omega0=1/2*(k0./aa+sqrt(2+k0*k0)./aa);
period=1./omega0*2*pi;
aa=aa';
period=period';
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
y=y';
y=(y-mean(y))/std(y);
k0=5.4;
%
dt=1;
n1=length(y);
base2=fix(log(n1)/log(2)+0.4999);
if(2^base2-n1 < 0) base2=base2+1;
end;
x=[y,zeros(1,2^base2-n1)];
y=y';
n=length(x);
%
k=[1:fix(n/2)];
k=k.*((2.*pi)/(n*dt));
k=[0., k, -k(fix((n-1)/2):-1:1)];
%
f=fft(x);
%
scale=aa;
J=length(aa);
wave=zeros(J,n);
wave=wave+i*wave;
%
nn=length(k);
for a1=1:J;
expnt=-(scale(a1).*k - k0).^2/2.*(k > 0.);

24
norm=sqrt(scale(a1)*k(2))*(pi^(-0.25))*sqrt(nn);
daughter=norm*exp(expnt);
daughter=daughter.*(k>0.);
wave(a1,:)=ifft(f.*daughter)/sqrt(scale(a1));
end;
wave=wave(1:J,1:n1);
figure (2);
contourf(abs(wave),25);
shading flat;
%mesh(abs(wave));
view(0,-90);
for k=1:exp2+1;
exponent=k-1;
brol=abs(period-2^exponent);
[x1,x2]=min(brol);
yyyy(k)=x2;
yyyylab(k)=2^exponent;
end;
set(gca,'yTick',yyyy,'yTickLabel',yyyylab,'FontSize',12);
ylabel('period (in time unit)','FontSize',12);
title('CWT modulus','FontSize',12);
caxis([0,1]);
colorbar('horiz');

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 April 1992 sebagai anak ke
dua dari lima bersaudara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 61
Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN
di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan pada tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Paduan Suara Mahasiswa
(PSM) Agriaswara mulai tahun 2010 dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Kelautan (HIMITEKA) mulai dari tahun 2012-2013 sebagai anggota
divisi PSDM. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan dalam beberapa
kegiatan. Selama masa perkuliahan penulis juga aktif menjadi asisten praktikum
beberapa mata kuliah seperti Oseanografi Umum, Ekologi Laut Tropis, dan
Akustik Kelautan. Penulis juga pernah melakukan praktek kerja lapang (PKL) di
PPN Pekalongan, Jawa Tengah.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis
melakukan penelitian dengan judul Pengukuran Sinyal Hambur Balik Pipa dan
Dasar Laut menggunakan Instrumen Side Scan Sonar dibawah bimbingan Dr.
Henry Munandar Manik, S.Pi. M.T.