Kelimpahan Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Cemaran Organik Di Sungai Cibala, Sukanagara, Cianjur

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI
BIOINDIKATOR CEMARAN ORGANIK DI SUNGAI CIBALA,
SUKANAGARA, CIANJUR

WILDAN

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan
Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Cemaran Organik di Sungai Cibala,
Sukanagara, Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 13 Februari 2014

Wildan
NIM G34090058

ABSTRAK
WILDAN. Kelimpahan Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Cemaran Organik
di Sungai Cibala, Sukanagara, Cianjur. Dibimbing oleh MUHADIONO dan
TRIHERU WIDARTO.
Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan dan
mempunyai siklus hidup yang panjang sehingga dapat dijadikan bioindikator.
Penelitian ini bertujuan mengetahui indeks keanekaragaman makrozoobenthos
sebagai bioindikator pencemaran yang terdapat di Sungai Cibala, Sukanagara,
Cianjur, dan mengetahui kondisi kualitas air berdasar parameter fisik, kimia, dan
biologi. Komunitas makrozoobenthos yang ditemukan di Sungai Cibala terdiri
dari 9 ordo, yaitu: Odonata, Ephemeroptera, Plecoptera, Diptera, Coleoptera,
Gastropoda, dan Lumbriculida. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Aeshna
dapat dijadikan bioindikator air bersih dan Hirudo bioindikator air kotor. Indeks

keanekaragaman dan kemerataan tertinggi terdapat pada stasiun tengah (H’=2,76
dan E=0,97). Berdasar nilai OQR (Overall Quality Ratings) pada stasiun hulu dan
tengah menunjukkan nilai yang sama yaitu 4, artinya perairain ini baik.
Sedangkan stasiun hilir nilai OQR yaitu 3, artinya perairan ini sudah tercemar
bahan organik sedang. Berdasarkan indeks EPT (Ephemeroptera, Plecoptera,
Tricoptera), stasiun hulu perairan sangat baik (66,84%), stasiun tengah perairan
baik (33,34%), dan stasiun hilir perairan cukup baik (13,07%).
Kata kunci: cemaran organik, kelimpahan makrozoobenthos, sungai cibala.

ABSTRACT
WILDAN. Macrozoobenthos abundance as bio-indicators of organic contaminants
in river Cibala, Sukanagara, Cianjur. Supervised by MUHADIONO and
TRIHERU Widarto.
Macrozoobenthos are organisms living on the bottom and have a long life
cycle so that they can be used as bio-indicators. This study is to determine the
index of macrozoobenthos diversity as of the bio-indicators of organic contained
in Cibala River, Sukanagara, Cianjur, and to determine the condition of the water
quality based on physical, chemical, and biological parameters. Macrozoobenthos
communities found in the River Cibala consisted of 9 order i.e Odonata,
Ephemeroptera, Plecoptera, Diptera, Coleoptera, Gastropoda, and Lumbriculida.

The results showed that Aeshna could be used as bio-indicators of clean water and
Hirudo could be used as bio-indicators of polluted water. Diversity and evenness
index was highest at the middle station (H '=2.76 and E=0.97). Based on the OQR
value (Overall Quality Ratings) on the upper and middle stations show the same
value is 4, meaning that the water status are well. While OQR value on the
downstream stations value is 3, meaning that the water status are have been
contaminated organic matter. Based on the EPT index the upstream station is very
well (66,84%), middle station is good (33,34%), and the downstream station is
good enough (13,07%).
Key word: organic matter, macrozoobenthos abundance, river Cibala.

.

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI
BIOINDIKATOR CEMARAN ORGANIK DI SUNGAI CIBALA,
SUKANAGARA, CIANJUR

WILDAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kelimpahan Makrozoobenthos sebagai Bioindikator Cemaran
Organik Di Sungai Cibala, Sukanagara, Cianjur
Nama
: Wildan
NIM
: G34090058

Disetujui oleh


Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc
Pembimbing I

Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Kelimpahan Makrozoobentos sebagai Bioindikator Cemaran Organik Di
Sungai Cibala, Sukangara, Cianjur”. Penelitian mulai dilaksanakan mulai bulan
Februari hingga Juni 2013 di Sungai Cibala, Sukanagara, Cianjur, Laboratorium
Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Laboratorium

Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FPIK), Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Muhadiono, M.S
dan Ir. Tri Heru Widarto, M.S selaku pembimbing atas segala dukungan, saran,
dan bimbingan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih
penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Manajemen Sumberdaya
Perairan, staf Laboratorium Limnologi LIPI, dan seluruh staf Departemen Biologi.
Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan
adik tersayang atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. Selain
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Biologi 46 atas segala
kebersamaan dan kenangan indah yang takkan pernah terlupakan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan, khususnya bagi mahasiswa
yang akan mengkaji kualitas air di suatu perairan sungai.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 13 Februari 2014
Wildan


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel

2

Parameter Fisik dan Kimia

2


Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

3

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Parameter Fisika Kimia Perairan

4

Keanekaragaman Makrozoobenthos

6


Indeks Biologi Makrozoobenthos

9

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12


LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Data parameter lingkungan di lokasi pengamatan
2 Krelasi Pearson antara jumlah makrozoobenthos dengan parameter
lingkungan
3 Jumlah makrozoobenthos tiap stasiun pengamatan
4 Jumlah Genus, persentase benthos (%), indeks keanekaragaman dan
kemerataan makrozoobenthos
5 Nilai BMWP, ASPT, dan OQR tiap stasiun
6 Nilai Indeks EPT tiap stasiun

4
5
6
7
9
9

DAFTAR GAMBAR
1 Skema perumusan masalah struktur komunitas makrozoobenthos
sebagai bioindikator kualitas perairan

2

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi pengambilan sampel
13
2 Data parameter Fisika-Kimia
15
3 PP No. 82 Tahun 2001 kualitas air berdasarkan kelas untuk
pariwisata dan perikanan
16
4 Makrozoobenthos yang ditemukan
17
5 Tabel skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) (Mason
1991)
19
6 Tabel rating standar dari nilai BMWP dan ASPT (Mason 1991)
20
7 Nilai OQR (Overall Quality Rating) indeks kualitas Lincoln dan
interpretasinya (Mason 1991)
21
8 Perhitungan nilai OQR (Overall Ratings Quality)
22
9 Ketentuan nilai indeks EPT dan kriteria kualitas air untuk sungai di
gunung (Modifikasi NCDEHNR 1997)
233
10 Perhitungan Indeks EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera)
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan ekosistem perairan terbuka mengalir (lotik) yang
mendapat masukan dari semua buangan kegiatan manusia di daerah pemukiman,
pertanian, dan industri di sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai akan
mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam
perairan (Basmi 1999). Perubahan ini menghasilkan bahan cemaran organik
dalam perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan dan menurunkan
kualitas air sungai. Penurunan kualitas perairan menyebabkan terjadi perubahan
komposisi organisme yang menghuni perairan tersebut. Salah satu organisme
yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menduga kualitas perairan ialah
makrozoobenthos (Effendi 2003).
Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup menetap di dasar perairan,
mempunyai keanekaragaman yang tinggi, terdapat mulai hulu sampai hilir sungai,
relatif tidak bergerak, mempunyai siklus hidup yang panjang sehingga
keberadaannya di suatu ekosistem sungai dapat dijadikan indikasi kondisi
lingkungan sekitar (Rahman 2009). Kelimpahan makrozoobenthos dipengaruhi
faktor lingkungan baik abiotik maupun biotik. Faktor abiotik lingkungan meliputi
faktor fisika dan kimia. Faktor fisika-kimia yang mempengaruhi kehidupan
makrozoobenthos adalah penetrasi cahaya, suhu air, substrat dasar, kandungan
unsur kimia seperti DO, pH, dan nutrien. Adapun faktor biologis yang
mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos adalah interaksi spesies serta pola
siklus hidup makrozoobenthos (Hawkes 1979). Penurunan komposisi, kelimpahan,
dan keanekaragaman dari makrozoobenthos biasanya merupakan indikator adanya
gangguan ekologi yang terjadi pada bagian perairan (Setiawan 2009).
Sungai Cibala yang berada di Desa Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai kebutuhan rumah tangga untuk air
minum dan MCK, kegiatan perikanan, serta perairan sawah. Keadaan sungai ini
mulai tercemar sampah rumah tangga, limbah industri, pertanian, dan peternakan.
Adanya bahan pencemar perlu melakukan upaya pemantauan dan pengelolaan
kondisi lingkungan perairan sungai Cibala. Salah satu upaya pemantauannya yaitu
dengan mengidentifikasi bagaimana struktur komunitas makrozoobenthos yang
terdapat di sungai sebagai bioindikator kualitas perairan.
Perumusan Masalah
Keberadaan makrozoobenthos dipengaruhi berbagai faktor, baik abiotik
(substrat, hidrodinamika, dan kualitas air), dan biotik (benthos itu sendiri dan
kegiatan manusia). Selain itu, kelimpahan makrozoobenthos dipengaruhi
kandungan bahan organik. Semakin tinggi bahan organik di sungai akan
menyebabkan menghilangnya beberapa jenis makrozoobenthos. Keberadaan
struktur komunitas ini menjadi bioindikator kualitas perairan, sehingga perlu
diketahui untuk menduga kondisi lingkungan perairan. Skema perumusan masalah
struktur komunitas makrozoobentos disajikan pada Gambar 1.

2
Hidrodinamika
Kualitas Air
Kegiatan
Manusia

Struktur
komunitas
makrozoobenthos

Bioindikator

Bahan Organik

Substrat

Gambar 1

Skema perumusan masalah struktur komunitas makrozoobenthos
sebagai bioindikator kualitas perairan

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui indeks keanekaragaman
makrozoobenthos sebagai salah satu bioindikator cemaran organik di Sungai
Cibala, Desa/Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, dan mengetahui kondisi
kualitas air berdasar parameter fisik, kimia, dan biologis.

METODE
Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan bulan Februari-April 2013
pada 3 stasiun mewakili hulu, tengah, dan hilir di Sungai Cibala, Desa/Kecamatan
Sukanagara, Cianjur. Jarak antara stasiun hulu ke stasiun tengah sekitar 7 km, dan
jarak antara stasiun 2 ke stasiun 3 sekitar 8 km. Pengambilan sampel dilakukan
dari stasiun hulu sampai stasiun hilir (Lampiran 1). Tiap stasiun dilakukan
pengambilan sampel pada 3 plot dimana pada masing-masing kondisi tersebut
dilakukan 2 kali ulangan.
Parameter Fisik dan Kimia
Pengukuran parameter fisika dan kimia yang diukur meliputi: suhu air, pH,
kandungan oksigen terlarut, dan kebutuhan oksigen biokimiawi (Lampiran 2).
Pengambilan sampel air dilakukan di waktu yang sama dengan pengambilan
sampel makrozoobenthos. Contoh air dimasukkan ke dalam botol sampel,
kemudian sampel dianalisis di Laboratorium Limnologi LIPI, dan Laboratorium
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

3
Pengambilan Sampel Makrozoobenthos
Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan
metode Purposive Sampling. Setiap stasiun dibagi menjadi 3 plot dengan luas
masing-masing plot 2 x 2 m2. Jarak antar plot sekitar 3 meter. Pada setiap plot,
diambil makrozoobenthos menggunakan surber net (ukuran 30 cm x 30 cm) yang
dibenamkan pada dasar perairan dengan posisi melawan arus. Substrat dalam
bingkai diganggu kurang lebih selama 1 menit sehingga biota yang bersembunyi
tersangkut di dalam jaring. Kemudian surber diangkat, makrozoobenthos yang
tersangkut di dalam jaring diletakkan ke baki setelah dipisahkan dengan substrat.
Sampel makrozoobenthos dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi alkohol
serta diberi label untuk membedakan setiap staiun dan ulangan. Pengambilan
sampel dilakukan sebanyak 2 kali ulangan setiap plot. Setelah itu diamati dengan
menggunakan mikrosokop stereo perbesaran 0,8-1,25 (Lampiran 4). Kemudian
sampel yang sudah teramati difoto. Identifikasi sampel menggunakan buku
Pennak (1953) dan Needham J & Needham R (1963), dan Borror (1972).
Analisis Data
Makrozoobenthos yang ditemukan dihitung jumlah individu (N), jumlah
genus (G), persentase benthos tiap stasiun, dan persentase benthos di seluruh
stasiun. Selain itu, makrozoobenthos yang ditemukan dihitung indeks
keanekaragaman dan indeks kemerataan Shannon (H’ dan E). Rumus yang
digunakan adalah:
H’= ni/N.ln ni/N; E = H’ max/ln S.
Keterangan: ni = jumlah individu dari spesies i; N = jumlah spesies.
Indeks biologi yang digunakan untuk menganalisis makrozoobenthos di
Sungai Cibala yaitu LQI (Lincoln Quality Index), dan indeks EPT (Ephemeroptera,
Plecoptera, Tricoptera). Jumlah makrozoobenthos dikorelasikan dengan parameter
lingkungan, meliputi suhu air, pH,dan kelarutan oksigen menggunakan software
SPSS Versi 16.00.
LQI merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan kriteria
lingkungan. Perhitungan LQI yaitu dengan pemberian nilai tiap famili dari
makrozoobenthos yang ditemukan berdasarkan tabel skor BMWP (Biological
Monitoring Working Party) (Lampiran 5) (Hauer & Lamberti 2007). Setelah
pemberian nilai atau skor pada tiap famili, skor itu dijumlahkan seluruhnya dan
dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi dengan jumlah
taksa untuk mendapatkan nilai ASPT. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk
mengetahui nilai OQR (Overall Quality Rating) (Lampiran 6). Nilai OQR
digunakan untuk memberikan indeks kualitas Lincoln (Lampiran 7).
Indeks EPT menggambarkan kelimpahan taksa di dalam kelompokkelompok serangga air yang sensitif terhadap polusi atau pencemaran (Michael
1994). Perhitungan indeks EPT yaitu dengan mengidentifikasi dan
mengelompokkan pada tingkatan ordo, kemudian dihitung persentase jumlah
individu ordo Ephemeroptera, Plecoptera, dan Tricoptera dari total seluruh jumlah
individu organisme yang ditemukan. Nilai indeks EPT dicocokkan dengan kriteria
kualitas air (Lampiran 7).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan pada waktu
yang sama dengan waktu pengambilan sampel makrozoobenthos. Hasil
pengukuran parameter lingkungan yang diperoleh yaitu suhu berkisar 22,1-26,0
°C, pH berkisar 5,1-6,9, kelarutan oksigen berkisar 4,1-6,9 mg/l, dan kebutuhan
oksigen biokimiawi berkisar 1,4-3,5 mg/l. Data parameter fisika kimia disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Data parameter lingkungan di lokasi pengamatan
Parameter
lingkungan
Suhu (°C)
pH
DO (mg/l)
BOD5 (mg/l)

Stasiun hulu

Stasiun tengah

Stasiun hilir

23,0 (22,1-24,3)
6,6 (6,2-6,9)
6,2 (5,6-6,9)
1,7 (1,4-2,3)

24,1 (22,8-25,2)
5,7 (5,3-5,9)
5,0 (4,6-5,6)
2,1 (1,7-2,8)

25,1 (23,8-26,0)
5,3 (5,1-5,5)
4,3 (4,1-4,9)
2,7 (2,1-3,5)

Pada stasiun hulu suhu tertinggi terdapat pada sampling kesepuluh yaitu
24,3°C dan terendah pada sampling ketiga yaitu 22,1°C. Pada stasiun tengah, suhu
tertinggi terdapat pada sampling kesepuluh yaitu 25,2°C dan terendah pada
sampling ketiga yaitu 22,8°C. Begitupun juga stasiun hilir, sama seperti stasiun
hulu dan tengah. Hal ini diduga karena pada saat sampling kesepuluh kondisi
cuaca cerah dibandingkan dengan sampling ketiga. Suhu Optimum untuk
pertumbuhan makrozoobenthos di Sungai Cibala sebesar 23,0°C. Suhu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Secara umum laju
pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan
hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai
ekstrim (drastis) (Effendi 2003).
Derajat keasaman (pH) yang diperoleh dari hasil pengukuran di Sungai
Cibala berkisar antara 5,1-6,9. Nilai pH terendah yaitu terdapat pada stasiun hilir
sampling ketujuh dengan nilai 5,1. Hal ini diduga pada saat itu terdapat aktivitas
masyarakat di sekitar stasiun tersebut yang menyebabkan pH menjadi lebih asam.
Nilai tersebut tidak sesuai dengan baku mutu kelas II berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001 (Lampiran 3). Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5.
DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut di sungai Cibala nilainya
bervariasi. Pada stasiun hulu, nilai DO berkisar antara 5,6-6,9 mg/l. Di stasiun
tengah nilai DO berkisar antara 5,3-5,9 mg/l, adapun di stasiun hilir nilai DO
berkisar antara 5,1-5,5 mg/l. Pada Tabel 1, nilai kandungan oksigen terlarut
tersebut apabila dibandingkan dengan baku mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001,
maka nilainya masih berada di atas baku mutu yaitu > 4 mg/l. Ketersediaan
oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
makrozoobenthos. Kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh aktivitas
fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003).

5
BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) di Sungai Cibala berkisar antara
1,4-3,5 mg/l. Nilai BOD5 yang tinggi yaitu terdapat pada stasiun hilir dengan nilai
3,5 mg/l. Sedangkan nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun hulu dengan nilai
1,4 mg/l. Nilai BOD5 yang tinggi dimungkinkan karena adanya masukan bahan
organik yang berasal dari kegiatan antropogenik, dan limpasan dari aliran sungai
di atasnya. Pada stasiun hilir ada beberapa sampling yang nilai BOD5 melebihi
baku mutu kelas II PP No. 82 Tahun 2001. Kualitas air di perairan Sungai Cibala
masih dapat dikatakan baik, apabila dilihat berdasarkan nilai hasil pengukuran
parameter fisika dan kimia perairan yang umumnya masih memenuhi nilai baku
mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001 (Lampiran 3).
Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan
untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua
variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai
dengan perubahan variabel lainnya, baik dalam arah yang sama ataupun arah yang
sebaliknya (Michael 2004). Analisis korelasi pearson antara jumlah
makrozoobenthos dengan parameter lingkungan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2

Korelasi Pearson antara jumlah makrozoobenthos dengan parameter
lingkungan

Kualitas lingkungan
Suhu (°C)
pH
DO (mg/l)

r
-0,730
0,517
0,697

R2
0,533
0,267
0,486

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa jumlah
makrozoobenthos terhadap kelarutan oksigen dan pH berkorelasi positif. Nilai
korelasi (r) antara DO terhadap jumlah makrozoobenthos sebesar 0,697 (69%) dan
nilai determinasi (R2) sebesar 0,486. Hal ini berarti 69% jumlah makrozoobenthos
dipengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Sisanya sebesar 31% mungkin
disebabkan faktor lain dan atau error (galat) dari percobaan. Jika suatu badan
perairan memiliki nilai oksigen terlarut tinggi, maka kelimpahan organisme
makrozoobenthos tinggi dan begitupun sebaliknya (Setiawan 2008). Nilai korelasi
(r) antara pH terhadap jumlah makrozoobenthos sebesar 0,517 (52%) dan nilai
determinasi (R2) sebesar 0,267. Hal ini berarti 52% jumlah makrozoobenthos
dipengaruhi tingkat keasaman. Sisanya sebesar 48% mungkin disebabkan faktor
lain dan atau error (galat) dari percobaan. Menurut Purnami et al. (2010), nilai pH
berpengaruh langsung pada keanekaragaman dan distribusi organisme serta
berpengaruh juga pada beberapa reaksi kimia alami yang terjadi di lingkungan
perairan.
Hubungan antara jumlah makrozoobenthos dengan suhu berkorelasi negatif.
Nilai korelasi (r) antara suhu terhadap jumlah makrozoobenthos sebesar 0,730
(73%) dan nilai determinasi (R2) sebesar 0,533. Hal ini berarti 73% jumlah
makrozoobenthos dipengaruhi tinggi rendahnya suhu. Sisanya sebesar 27%
mungkin disebabkan faktor lain dan atau error (galat) dari percobaan. Suhu dapat
menentukan distribusi pada organisme air, yaitu mengatur aktivitas organisme air
dan merangsang atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisme

6
tersebut. Kisaran suhu optimum bagi organisme di perairan adalah 20-30°C
(Mackentum 1969 in Anzani 2012).
Keanekaragaman Makrozoobenthos
Keanekaragaman makrozoobenthos yang didapatkan di tiga stasiun
pengamatan Sungai Cibala didapatkan 17 genus makrozoobenthos, yang termasuk
ke dalam 9 ordo, yaitu Odonata (Aeshna, Epicordulia), Ephemeroptera (Baetis,
Caenis, Cynigma, Choroterpes), Plecoptera (Peltoperla), Tricoptera
(Hydropsyche), Diptera (Chironomus, Tanytarsus, Simulium, Psycoda),
Coleoptera (Hydrocanthus, Promoresia), Gastropoda (Goniobasis), Lumbricullida
(Lumbriculus), dan Hirudinae (Hirudo) (Lampiran 5). Jumlah makrozoobenthos
paling banyak terdapat pada stasiun 1, yaitu sebanyak 373. Sedangkan jumlah
makrozoobenthos paling sedikit terdapat pada stasiun 3, yaitu sebanyak 130
(Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah makrozoobenthos tiap stasiun pengamatan
Stasiun
Famili
Genus
Hulu
Tengah
Aeshna
Aeshnidae
20
15
Epicordulia
Corduliidae
8
6
Baetis
Baetidae
30
12
Caenis
Caenidae
25
18
Choroterpes
Leptophlebiidae
45
14
Cynigma
Heptageniidae
45
13
Chironomus
22
12
Chironomidae
Tanytarsus
13
14
Simulium
Simuliidae
0
21
Psycoda
Psychodidae
8
7
Hydrocanthus
Noteridae
20
16
Promoresia
Elmidae
20
17
Hydropsyche
Hydropsychidae
67
8
Goniobasis
Pleuroceridae
12
7
Peltoperla
Peltoperlidae
36
15
Lumbriculus
Lumbriculidae
2
25
Hirudo
Hirudidae
0
20
Jumlah Individu
373
240

Hilir
0
1
0
0
0
15
2
1
12
3
6
7
0
4
2
32
45
130

Jumlah
35
15
42
43
59
73
36
28
33
18
42
44
75
23
53
59
65
743

Organisme yang banyak ditemukan di stasiun hulu yaitu Aeshna dari ordo
Odonata, dan Baetis dari ordo Ephemeroptera. Oktarina (2011) menyatakan
bahwa organisme dari famili Aeshnidae merupakan organisme tidak toleran
terhadap pencemaran air atau kondisi lingkungan yang tercemar, hidup dengan
bertahan di batu dan pasir. Genus Baetis dari Ephemeroptera merupakan
organisme yang hidup di daerah kandungan oksigen terlarut tinggi, organisme dari
ordo ini mengindikasikan kualitas air bersih, karena peka terhadap kandungan
bahan pencemar (Krebs 1989). Pada stasiun tengah dan hilir, komposisi terbesar

7
dan mendominasi yaitu genus Hirudo dari ordo Hirudidae. Genus ini toleran
terhadap kondisi kualitas air yang tercemar.
Makrozoobenthos yang ditemukan dihitung persentase benthos (%),
jumlah genus (G), nilai indeks keanekaragaman (H’), dan indeks kemerataan
Shannon (E) disajikan pada Tabel 4
Tabel 4
Ordo
Famili

Jumlah Genus, persentase benthos (%), indeks keanekaragaman dan
kemerataan makrozoobenthos
Persentase benthos (%)
Total persentase
Genus
Stasiun Stasiun Stasiun
Benthos (%)
hulu
tengah
hilir

Odonata
Aeshnidae
Corduliidae
Ephemeroptera
Baetidae
Caenidae
Leptophlebiidae
Heptageniidae
Diptera
Chironomidae

Aeshna
Epicordulia

5,36
2,14

6,25
2,50

0
0,76

11,61
5,40

Baetis
Caenis
Choroterpes
Cynigma

8,04
6,70
12,06
12,06

5,00
7,50
5,83
5,41

0
0
0
11,53

13,04
14,20
17,89
29,00

Chironomus
Tanytarsus
Simulium
Psycoda

5,89
3,48
0
2,14

5,00
5,83
8,75
2,91

1,53
0,76
9,23
2,30

12,42
10,07
17,98
7,35

5,36
5,36

6,67
7,08

4,61
5,38

16,64
17,82

17,96

3,33

0

21,29

3,21

2,91

3,07

9,19

9,65

6,25

1,53

17,43

0,53

10,41

24,61

35,55

0
99,94
15
2,48
0,91

8,33
99,96
17
2,76
0,97

24,61
89,92
12
1,95
0,78

32,94
289,82

Simuliidae
Psychodidae
Coleoptera
Noteridae
Hydrocanthus
Elmidae
Promoresia
Tricoptera
Hydropsychidae Hydropsyche
Gastropoda
Pleuroceridae
Goniobasis
Plecoptera
Peltoperlidae
Peltoperla
Lumbriculida
Lumbriculidae
Lumbriculus
Hirudinae
Hirudidae
Hirudo
Persentase Benthos
Jumlah Genus (G)
Indeks Keanekaragaman (H')
Indeks Kemerataan (E)

Keanekaragaman (diversity) disusun oleh dua komponen utama, yaitu
variasi spesies dan kelimpahan relatif spesies. Tingkat keanekaragaman dapat

8
dilihat dari Indeks Diversitas (H’), dan indeks Kemerataan Jenis (Evenness).
Indeks ini menunjukkkan pola sebaran biota, yaitu merata atau tidak. Jika nilai
kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam
kondisi merata (Krebs 1989).
Berdasarkan Tabel 4, indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada
stasiun tengah sebesar 2,76. Indeks keanekaragaman terendah terdapat pada
stasiun hilir sebesar 1,95. Krebs (1989) menyatakan bahwa nilai indeks diversitas
(H’) lebih dari 2,0 maka perairan tidak tercemar, 1,6< H’< 2,0 perairan tercemar
ringan, 1,0< H< 1,6 perairan tercemar sedang, dan nilai H’ kurang dari 1 perairan
tercemar berat. Jadi berdasarkan hasil indeks keanekaragaman stasiun hulu dan
tengah perairan tidak tercemar bahan organik. Sedangkan stasiun hilir perairan
tercemar ringan bahan organik. Indeks kemerataan (E) tertinggi terdapat pada
stasiun tengah sebesar 0,97. Indeks kemerataan (E) terendah terdapat pada stasiun
hilir sebesar 0,78. Pada stasiun tengah, komposisi makrozobenthos menyebar
secara merata. Pada stasiun hulu dan hilir, komposisi makrozobenthos didominasi
oleh organisme yang dapat bertahan pada lingkungan tersebut.
Pada stasiun hulu kualitas perairan masih baik/belum tercemar bahan
organik. Hal ini bisa dilihat dari kandungan oksigen terlarut tinggi, kebutuhan
oksigen biokimiawi rendah, pH mendekati netral, dan air jernih. Pada stasiun hulu
genus Aeshna sangat melimpah, karena sesuai dengan habitatnya yaitu berarus
deras, suhu dingin, air jernih, kelarutan oksigen tinggi. Persentase kehadiran
genus tersebut cukup tinggi dibandingkan genus lainnya yaitu sebesar 5,36%.
Sedangkan pada stasiun hilir tidak terdapat Aeshna (0%), karena genus tersebut
intoleran terhadap kandungan bahan organik. Kelimpahan genus Aeshna akan
semakin menurun bahkan mati dengan bertambahnya bahan organik pada
habitatnya, sehingga genus tersebut dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas
air bersih.
Pada stasiun hilir kualitas perairan sudah tercemar bahan organik. Hal ini
bisa dilihat dari kandungan oksigen terlarut rendah, kebutuhan oksigen
biokimiawi tinggi, pH asam, dan air keruh. Pada stasiun hilir genus Hirudo sangat
melimpah, karena sesuai dengan habitatnya yaitu habitat lumpur, kandungan
bahan pencemar organik tinggi, pH asam, kebutuhan oksigen biokimiawi tinggi,
kelarutan oksigen rendah, dan air keruh. Persentase kehadiran genus tersebut
paling tinggi dibandingkan genus lainnya yaitu sebesar 24,61%. Sedangkan pada
stasiun hulu yang masih baik/belum tercemar bahan organik tidak terdapat Hirudo
(0%), sehinggga genus tersebut dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas air
kotor tercemar organik.
Keanekaragaman suatu biota air dapat ditentukan dengan menggunakan
teori informasi Shannon-Whiener, komponen lingkungan, baik biotik maupun
abiotik akan mempengaruhi kelimpahan keanekaragaman biota air di suatu
perairan. Sehingga tingginya kelimpahan individu digunakan untuk menilai
kualitas suatu perairan. Perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi sebaliknya perairan yang buruk atau tercemar
memiliki keanekaragaman yang rendah (Odum 1993).

9
Indeks Biologi Makrozoobenthos
Indeks biologi yang digunakan untuk menganalisis makrozoobenthos di
Sungai Cibala yaitu LQI (Lincoln Quality Index) dan indeks EPT (Ephemeroptera,
Plecoptera, Tricoptera). Nilai-nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan LQI
berdasarkan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di Sungai Cibala
ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai BMWP, ASPT, dan OQR tiap stasiun
Stasiun
Nilai
Hulu
Tengah
BMWP
75
82
ASPT
5
4,8
X
4
4
Y
4
4
OQR
4
4
Indeks
C
C
Interpretasi
Baik
Baik

Hilir
49
4
3
3
3
E
Sedang

Perhitungan LQI yaitu dengan pemberian nilai tiap famili dari
makrozoobenthos yang ditemukan berdasarkan tabel skor BMWP (Biological
Monitoring Working Party). BMWP adalah prosedur untuk mengukur status
perairan menggunakan jenis makroinvertebrata sebagai bioindikator. Metode ini
berdasarkan perbedaan toleransi invertebrata air terhadap polutan. ASPT (Average
Score Per Taxon) adalah jumlah nilai famili (BMWP) dibagi dengan jumlah taksa.
OQR (Overall Quality Ratings) adalah nilai yang digunakan untuk memberikan
indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya.
Nilai OQR pada stasiun hulu dan tengah didapatkan nilai OQR 4, artinya
status perairan stasiun ini baik. Sedangkan pada stasiun hilir, didapatkan nilai
OQR 3, artinya status perairan sedang atau sudah tercemar bahan organik. Hal ini
diduga karena indeks keanekaragaman yang ditemukan pada stasiun hilir lebih
sedikit dibandingkan stasiun hulu dan tengah.
Indeks EPT adalah salah satu indeks yang digunakan untuk menentukan
status perairan berdasarkan kelimpahan ordo Ephemeroptera, Plecoptera, dan
Tricoptera dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel. Ketiga ordo ini memiliki
kepekaan tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan (Setiawan 2008).
Perhitungan kelimpahan dari ketiga ordo ini dapat menggambarkan bagaimana
status perairan. Nilai indek EPT yang diukur di Sungai Cibala dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Nilai Indeks EPT tiap stasiun
Nilai
% EPT
Interpretasi

Hulu
66,84
Sangat baik

Stasiun
Tengah
33,34
Baik

Hilir
13,07
Cukup baik

10
Pada stasiun hulu persentase kelimpahan EPT tertinggi yaitu 66,84%,
sehingga status perairan yang digambarkan dari nilai tersebut pun sangat baik.
Pada stasiun tengah persentase kelimpahan EPT sebesar 33,34%, sehingga status
perairan yang digambarkan dari nilai tersebut pun baik. Adapun pada stasiun hilir,
persentase kelimpahan EPT terendah yaitu 13,07% sehingga status perairan yang
ditunjukkan yaitu cukup baik. Hal ini diduga karena jumlah individu dari
kelompok EPT yang ditemukan di stasiun hilir sedikit, dan beberapa kelompok
organisme tidak dapat mentolerir polusi atau pencemaran yang masuk ke badan
air. Pada stasiun hulu kelimpahan ordo Ephemeroptera, Plecoptera, dan Tricoptera
lebih banyak daripada stasiun tengah dan hilir.
Ephemeroptera adalah kelompok serangga yang memiliki siklus hidup
berlangsung satu tahun pada fase nimpha, tetapi pada saat dewasa berumur
pendek sekitar satu atau dua malam. Metamorfosis serangga ini tidak sempurna.
Ephemeroptera sangat tersebar luas pada habitat air mengalir dan berbatu.
Plecoptera adalah kelompok serangga yang memiliki sayap belakang besar dan
melipat. Sayap belakang lebih pendek dibandingkan sayap depan. Plecoptera atau
lalat batu umumnya hidup di perairan tawar yang bersih pada suhu di bawah 250C,
berbatu, dan berarus cepat. Tricoptera adalah salah satu ordo serangga yang
memiliki tiga pasang sayap, dan bermetamorfosis sempurna. Tahapan larva dari
ordo ini termasuk ke dalam hewan makrozoobenthos. Tricoptera hidup di perairan
yang memiliki kadar oksigen terlarut tinggi, berbatu, dan berarus cepat (pennak
1953).
Berdasarkan analisis nilai LQI dan indeks EPT pada ketiga stasiun,
terdapat persamaan kualitas air pada ketiga stasiun yaitu, status perairan stasiun
hulu dan tengah masih baik. Sedangkan pada stasiun hilir status perairan tercemar
ringan atau sudah mulai tercemar oleh bahan organik.
Jadi jika dilihat dari analisis parameter fisika, kimia, dan biologi, maka
kualitas perairan di Sungai Cibala belum tercemar/masih baik. Hal ini terlihat dari
parameter lingkungan yang masih memenuhi baku mutu kelas II PP No. 82 tahun
2001. Keanekaragaman dan komposisi makrozoobenthos tinggi pada setiap
stasiun. Hasil indek biologi makrozoobethos LQI dan EPT meyatakan bahwa
kualitas perairan di Sungai Cibala masih baik-tercemar ringan.

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komunitas makrozoobenthos terdiri atas 9 ordo dengan kelimpahan cukup
tinggi, yaitu: Odonata, Ephemeroptera, Tricoptera, Plecoptera, Diptera,
Coleoptera,
Gastropoda,
Oligochaeta,
dan
Hirudinae.
Kelimpahan
makrozoobenthos tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah stasiun hulu,
tengah, dan hilir. Berdasarkan hasil indeks keanekaragaman dan kemerataan
stasiun hulu dan tengah perairan tidak tercemar bahan organik. Sedangkan stasiun
hilir perairan tercemar ringan bahan organik. Genus Aeshna merupakan
bioindikator kualitas air bersih, karena melimpah pada stasiun hulu yang belum
tercemar bahan organik. Sedangkan genus Hirudo merupakan bioindikator
kualitas air kotor, karena melimpah pada stasiun hilir yang sudah tercemar bahan
organik. Hasil analisis korelasi Pearson antara jumlah makrozoobenthos dengan
suhu, pH, dan kelarutan oksigen menunjukkan bahwa jumlah makrozoobenthos
berkorelasi positif terhadap kelarutan oksigen dan pH, serta berkorelasi negatif
dengan suhu. Berdasarkan analisis nilai LQI dan indeks EPT pada ketiga stasiun,
status perairan stasiun hulu dan tengah masih baik/belum tercemar bahan orgaik.
Sedangkan pada stasiun hilir sudah tercemar bahan organik.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai status dan kualitas perairan Sungai
Cibala, karena sungai tersebut merupakan sumber air untuk masyarakat sekitar.
Masyarakat dan aparat pemerintah perlu bekerjasama untuk menjaga kebersihan
sungai.

12

DAFTAR PUSTAKA
Anzani YM. 2012. Makrozoobenthos sebagai bioindikator kualitas perairan di
sungai Ciambulawung. Lebak, Banten [Skripsi]. Bogor: Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Basmi J. 1999. Ekosistem perairan: habitat dan biota. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Covich AP, Palmer MA, Crowl TA. 1999. The role of benthic invertebrate species
in freshwater ecosystems. Bioscience 2:119-127.
Donald F, Sahley B, Cristie L. 1988. Associative learning modifies two Behaviors
in the Leech, Hirudo medicinalis. Neuroscience 8:4612-3620.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Hauer FR & GA Lamberti. 2007. Methods in stream ecology (second edition).
California : Academic Press.
Hawkes HA. 1979. Invertebrates as Indicators of River Water Quality in A James
and Evinson, Biological Indicators of Water Quality. Chichester: John Willey
and Sons, Ltd.
Kawuri LR, Suparjo MN, Suryanti. 2012. Kondisi perairan berdasarkan
bioindikator makrobentos di sungai sekitar seketak tembalang kota semarang.
Journal of Management of Aquatic Resources 1:1-7.
Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. New York: Harper Coliins Publishers.
Inc.
Michael
P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan
Laboratorium. Jakarta: UI Press.
Noortiningsih, Jalip IS, Handayani S. 2008. Keanekaragaman makrozoobenthos,
meiofauna dan foraminifera di pantai pasir putih barat dan muara sungai
Cikamal Pangandaran, Jawa Barat. Vis Vitalis 1:34-42.
Needham JG & Needham PR. 1963. A guide to the study of fresh water biology.
San Fransisco: Holden-day, Inc.
Odum EP. 1993. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh T
Samiingan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pennak RW. 1953. Freshwater invertebrates of the United States. New York: The
ronald Press company.
PP. No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Purnami AT, Sunarto, Setyono P. 2010. Study of bentos community based on
diversity and similarity index in Cengklik Dam Boyolali Ekosains 2:50-65.
Rahman FA. 2009. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan Estuaria
Sungai Brantas (sungai Porong dan Wonokromo) Jawa Timur [Skripsi]. Bogor:
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Setiawan D. 2009. Studi komunitas makrozoobenthos di perairan hilir sungai
Lematang sekitar daerah pasar bawah kabupaten Lahat. Jurnal Penelitian Sains
9:12-14

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel

hilir

tengah

hulu

Sungai Cibala, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur

14
Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel (Lanjutan)

(1)

(2)

(3)

Stasiun hulu

(1)

(2)

(3)

Stasiun Tengah

(1)

(2)

(3)

Stasiun Hilir

Keterangan:

(1) = daerah/plot 1 pengambilan sampel tiap stasiun.
(2) = daerah/plot 2 pengambilan sampel tiap stasiun.
(3) = daerah/plot 3 pengambilan sampel tiap stasiun.

15
Lampiran 2 Data parameter Fisika-Kimia
Tabel Nilai suhu, pH, dan DO tiap stasiun
Tanggal
01/02/2013
07/02/2013
14/02/2013
21/02/2013
03/03/2013
12/03/2013
18/03/2013
25/03/2013
03/04/2013
10/04/2013
17/04/2013
Total
rata-rata
Max
Min

Stasiun hulu
Suhu
DO
pH
(°C)
(mg/l)
23,0 6,7
6,4
22,3 6,8
6,7
22,1 6,9
6,9
22,4 6,9
6,8
23,2 6,6
5,8
23,4 6,4
5,7
22,3 6,2
5,6
23,1 6,8
6,1
23,5 6,7
6,2
24,3 6,6
6,1
23,1 6,5
5,7
252,7 73,1
68,0
23,0 6,6
6,2
24,3 6,9
6,9
22,1 6,2
5,6

Stasiun tengah
Suhu
DO
pH
(°C)
(mg/l)
24,3
5,8
5,0
23,6
5,7
5,1
22,8
5,9
5,6
23,2
5,8
5,4
24,8
5,7
4,9
24,7
5,3
4,6
23,4
5,4
4,7
24,1
5,8
4,7
24,7
5,6
4,8
25,2
5,8
4,6
24,3
5,7
5,2
265,1 62,5
54,6
24,1
5,7
5,0
25,2
5,9
5,6
22,8
5,3
4,6

Stasiun hilir
Suhu
DO
pH
(°C)
(mg/l)
25,2
5,2
4,4
25,4
5,4
4,5
24,4
5,3
4,9
23,8
5,2
4,6
25,3
5,5
4,3
25,5
5,2
4,1
24,8
5,1
4,2
25,3
5,4
4,2
25,7
5,3
4,3
26,0
5,5
4,2
25,0
5,4
4,1
276,4 58,5
47,8
25,1
5,3
4,3
26,0
5,5
4,9
23,8
5,1
4,1

Tabel Nilai BOD tiap stasiun
Tanggal
05/02/2013
12/02/2013
19/02/2013
08/03/2013
15/04/2013
Total
rata-rata
Max

Stasiun hulu
BOD5 (mg/l)
1,5
1,4
1,6
1,7
2,3
8,5
1,7
2,3

Stasiun tengah
BOD5 (mg/l)
1,8
1,7
2,1
2,4
2,8
10,8
2,1
2,8

Stasiun hilir
BOD5 (mg/l)
2,3
2,1
2,6
3,2
3,5
13,7
2,7
3,5

16
Lampiran 3 PP No. 82 Tahun 2001 kualitas air berdasarkan kelas untuk pariwisata
dan perikanan
Kelas
Parameter
Fisika
Temperatur
Residu Terlarut
Residu
Tersuspensi
Kimia
pH
BOD
COD
DO
Total fosfat (P)
NO3 sebagai N

Satuan

I

II

III

IV

°C
mg/l

Deviasi 3
1000

Deviasi 3
1000

Deviasi 3
1000

Deviasi 5
2000

mg/l

50

50

400

400

6-9
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

6-9
2
10
6
0,2
10

6-9
3
25
4
0,2
10

5-9
6
50
3
1
20

5-9
12
100
0
5
20

17
Lampiran 4 Makrozoobenthos yang ditemukan
No.

Genus

1.

Skor
Famili
1

No.
8.

Lumbriculus
2.

2

9.

3

10.

3

11.

4

12.

4

13.

7

Caenis
4

Tanytarsus

5

Goniobasis

Hydropsyche
7.

5

Promoresia

Simulium
6.

4

Baetis

Hirudo
5.

4

Psychoda

Peltoperla
4.

Skor
Famili
4

Hydrocanthus

Chironomus
3.

Genus

14.

8

Aeshna

18
Lampiran 4 Makrozoobenthos yang ditemukan (Lanjutan)
No.

Genus

15.

Skor
Famili
8

Epicordulia
16.

10

Cynigma
17.

10

Choroterpes
Keterangan: Skor tiap famili mengacu pada Lampiran 5

19
Lampiran 5 Tabel skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) (Mason
1991)
Istilah
Mayflies

Hoglouse
Midges

Family
Skor
Heptageniidae, Leptophlebiidae,
10
Ephemerellidae, Ephemeridae
Taeniopterygidae, Capniidae, Perlodidae,
Aphelochciridae
Beracidae, Odontoceridae, Leptoceridae,
8
Goeridae, Lepidostomatidae, Sericostomatidae
Astacidae
Gomphidae, Cordulegastridae,
Aeshnidae, Cordulidae
Psychomyidae, Philopotalmiidae
7
Caenidae
Nemouridae
Rhyacophilidae, Polycentropidae
Neritidae, Viviparidae,
6
Ancylidae,
Hydroptilidae
Uniondae
Corophiidae, Gammaridae
Platycnemididae, Coegnagriidae
Mesoviliidae, Hydrometridae,
5
Gerridae.
Haliplidae, Hygrobiidae, Dystiscidae, Gyrinidae
Elmidae, Chrysomelidae, Pleuroceridae
4
Hydropsychidae
Tipulidae, Psychodidae
Simuliidae
Planariidae, Dendrocoelidae
Baetidae
Sialidae, Noteridae
Piscicolidae
Valvatidae,
Hydrobiidae,
Lymnaeidae, 3
Physidae,
Sphaeriidae
Glossiphoniidae, Hirudidae, Erpobdellidae
Asellidae
Chironomidae
2

Worms

Oligochaeta (whole class)

Stoneflies
River bug
Caddisflies
Crayflies
Dragonflies
Caddisflies
Mayflies
Stoneflies
Caddisflies
Snails
Caddisflies
Mussels
Shrimps
Dragonflies
Water bugs
Water
Beetles
Caddisflies
Cranefles
Blackflies
Flatworms
Mayflies
Alderflies
Leeches
Snails
Cockles
Leeches

1

Keterangan
Intoleran
Pencemaran
Organik
Intoleran
Pencemaran
Organik

Intoleran
Pencemaran
Organik
Fakultatif
Pencemaran
Organik

Fakultatif
Pencemaran
Organik
Fakultatif
Pencemaran
Organik

Toleran
Pencemaran
Oraganik

Toleran
Pencemaran
Organik
Toleran
Pencemaran
Organik

20
Lampiran 6 Tabel rating standar dari nilai BMWP dan ASPT (Mason 1991)
Habitat yang beriak dan masih bersih
Rating
Skor BMWP
ASPT Rating Y
x
151+
7
6,0+
7
121-150
6
5,5-5,9
6
91-120
5
5,1-5,4
5
61-90
4
4,6-5,0
4
31-60
3
3,6-4,5
3
15-30
2
2,6-3,5
2
0-14
1
0-2,5
1

Habitat beriak yang kotor dan kolam
Skor
Rating
Rating
ASPT
BMWP
X
Y
121+
7
5,0+
7
101-120
6
4,5-4,9
6
81-100
5
4,1-4,4
5
51-80
4
3,6-4,0
4
25-50
3
3,1-3,5
3
10-24
2
2,1-3,0
2
0-9
1
0-2,0
1

21
Lampiran 7 Nilai OQR (Overall Quality Rating) indeks kualitas Lincoln dan
interpretasinya (Mason 1991)
Nilai OQR
6+
5.5
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1

Indeks
A++
A+
A
B
C
D
E
F
G
H
I

Interpretasi
kualitas excellent
kualitas excellent
kualitas excellent
kualitas baik
kualitas baik
kualitas sedang
kualitas sedang
kualitas rendah
kualitas rendah
kualitas sangat rendah
kualitas sangat rendah

22
Lampiran 8 Perhitungan nilai OQR (Overall Ratings Quality)
Contoh : stasiun hilir
Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) tiap famili
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Famili
Cordulidae
Caenidae
Leptophlebiidae
Chironomidae
Psychodidae
Noteridae
Elimidae
Hydropsychidae
Pleuroceridae
Peltoperlidae
Simuliidae
Lumbriculiidae
Total BMWP

Skor
8
7
10
2
4
4
5
4
5
3
4
1
49

Jumlah genus stasiun hilir = 12
ASPT =

=

Total BMWP
Jumlah genus tiap stasiun
49
12

= 4,0

BMWP 49  Rating X = 3 (berdasarkan nilai BMWP, Tabel rating BMWP dan
ASPT Lampiran 6).
ASPT 4,0  Rating Y = 4 (berdasarkan nilai ASPT, Tabel rating BMWP dan
ASPT lampiran 6).
Nilai OQR = Rating (X+Y)/2 = (3+3)/2 = 3
Nilai OQR = 3, artinya status perairan sedang (Tabel nilai OQR Lampiran 7).

23
Lampiran 9 Ketentuan nilai indeks EPT dan kriteria kualitas air untuk sungai di
gunung (Modifikasi NCDEHNR 1997)

EPT

Excellent

Good

Good-fair

Fair

Poor

>35

38-35

19-27

11-18

0-10

24
Lampiran 10 Perhitungan Indeks EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera)
Contoh : stasiun hilir
Indeks EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera)
Ordo Ephemeroptera = Baetis, Caenis, Cynigma, Choroterpes
Ordo Plecoptera

= Peltoperla

Ordo Tricoptera

= Hydropsyche

Tabel total ordo EPT
No.
1.
2.
3.
4.

Ordo
Ephemeroptera

Total
5.
Plecoptera
6.
Tricoptera
Total Ordo EPT

Genus
Baetis
Caenis
Cynigma
Choroterpes
Peltoperla
Hydropsyche

Total
0
0
15
0
15
2
0
17

Total Individu (N) stasiun hilir = 130
% EPT = Total EPT
x 100%
Total Individu
=

17
130

x 100% = 13,07%

% EPT = 13,07%, interpretasi cukup baik (Tabel ketentuan nilai indeks EPT)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, 25 Januari 1991, merupakan anak pertama
dari Bapak Ahmad Jajuli dan Ibu Julaeha. Riwayat pendidikan penulis dimulai
dari TK Pertiwi (1997), SDN Sukanagara 2 (1997-2003), SMP Negeri 1
Sukanagara (2003-2006), dan SMA Negeri 1 Sukanagara (2006-2009). Pada tahun
2009 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan
Mahasiswa Biologi (HIMABIO) divisi PSDM tahun 2011/2012. Penulis juga aktif
dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Badminton IPB sejak tahun 2009-2011.
Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah, Ilmu Lingkungan (2012/2013),
dan Botani Umum (2012/2013). Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan Studi
Lapang di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat
dengan judul laporan “Jamur Liar yang dapat Dimakan di Hutan Pendidikan
Gunung Walat”. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktik lapangan di Perum
Perhutani BKPH Sukanagara Selatan, Cianjur pada bulan Juni 2012 dengan judul
“Teknik Pembuatan Persemaian Pinus (Pinus merkusii) di Perum Perhutani
BKPH Sukanagara Selatan, Cianjur”.