Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesiadi Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
DAYASAING DAN PERMINTAAN EKSPOR PRODUK
BIOFARMAKA INDONESIA DI NEGARA TUJUAN UTAMA
PERIODE 2003-2012
IRGANDHINI AGRA KANAYA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dayasaing dan
Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia di Negara Tujuan Utama
Periode 2003-2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Irgandhini Agra Kanaya
NIM H14100055
ABSTRAK
IRGANDHINI AGRA KANAYA. Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk
Biofarmaka Indonesiadi Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012. Dibimbing
oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Permintaan obat herbal dunia semakin meningkat, tentunya diperlukan
usaha yang lebih intensif agar pasokan bahan baku produk biofarmaka dapat
terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana daya saing yang
terjadi antardua negara di dunia terhadap penyediaan produk ekspor serta
menganalisis faktor yang memengaruhi permintaan ekspor produk biofarmaka
dunia terhadap negara tujuan utama. Metode analisis yang digunakan dalam
penenelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product
Dynamics (EPD) dan Gravity Model. Periode waktu yang diteliti adalah rata-rata
tahun 2003 hingga 2012. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Indonesia
memiliki daya saing yang baik terhadap komoditi kunyit dan kayu gaharu apabila
dibandingkan dengan negara pesaing berdasarkan analisis RCA dan EPD dengan
posisi daya saing “Lost Oppportunity”. Hasil estimasi faktor yang memengaruhi
permintaan produk biofarmaka adalah Real GDP, Real Exchange Rate,
Population dan Economic Distance berdasarkan analisis gravity model, seluruh
variabel indepeden berpengaruh secara signifikan terhadap dependen dan sesuai
dengan hipotesis.
Kata kunci: ekspor, EPD,Gravity Model, RCA, produk biofarmaka
ABSTRACT
IRGANDHINI AGRA KANAYA. Competitiveness and Export Demand of
Indonesia’s Herbal Product in Main Destination Country Period 2003-2012.
Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS.
The world demand of herbal medicine is mounting. The more intensive
effort is surely required in order to meet the supply of raw materials of medicinal
products needed. The purpose of this research are to observe the competitiveness
between countries in the world toward the provision of export products and also
to analyze the affecting factors of export demand of medicinal products to the
destination countries. The methods of analysis used in this research are Revealed
Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD), and Gravity
Model. The analyzed periodwas an average of 2003 until 2012. The results of this
research conclude that Indonesia has a good competitiveness in the commodity of
turmeric and gaharu wood compared to the competitor countries based on the
analysis of RCA and EPD, with the position of competitiveness of "Lost
Oppportunity". Based on Gravity Model, the factors affecting the demand of
medicinal productsare Real GDP, Real Exchange Rate, Population, and
Economic Distance. All those variables significantly influence the dependent
variable and are consistent with the hypothesis.
.
Keywords: Export, EPD, Gravity Model,RCA,Medical Product
DAYASAING DAN PERMINTAAN EKSPOR PRODUK
BIOFARMAKA INDONESIA DI NEGARA TUJUAN UTAMA
PERIODE 2003-2012
IRGANDHINI AGRA KANAYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
Hortikultura, dengan judul Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia Terhadap Negara Tujuan Utama
Periode 2003-2012.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad
Firdaus,S.P., M.Si. selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr dan
Bapak Dr. Muhammad Findi, M.E selaku penguji sidang skripsi dan telah banyak
memberi saran yang membangun. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Direktorat Jendral Hortikultura dan Badan Pusat Statistik Indonesia, yang
telah membantu selama pengumpulan data untuk kelancaran penelitian.
Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada ayah Agus, mama
Cera, dik Linggar, dik Tata dan dik Reva atas doa, dukungan, cinta dan kasih
sayang selama hidup hingga selamanya. Rekan satu bimbingan Carmin, Amalia,
Linda dan Hani. Sahabat-sahabat Ema, Nindya, Cynthia, Qintha, Andhini, Dita,
Rengganis, Caca, Iin, Wijdatul, Dini, Kukuh, Vera, Thaa, Tika, Nunuy, Depong,
Atana dan Putri atas dukungan, perhatian, kasih sayang dan memberi warna
selama ini dan selamanya. Serta teman seperjuangan Aprilia dan Anggoro atas
kerja keras dan kesabarannya. Penghormatan diberikan pada seluruh civitas
akademika Ilmu Ekonomi 47, staff di FEM dan Departemen Ilmu Ekonomi serta
Institut Pertanian Bogor atas segala dukungannya.
Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Irgandhini Agra Kanaya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
Biofarmaka
8
Ekspor, Neraca Perdagangan dan Perdagangan Internasional
8
Konsep Dasar Dayasaing
9
Data Panel
10
Penelitian Terdahulu
10
Hipotesis
12
Kerangka Penelitian
13
METODE
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Analisis dan Pengolahan Data
16
Revealed Comparative Advantage (RCA)
16
Export Product Dynamics (EPD)
16
Analisis Data Panel
18
Pemilihan Model Terbaik
19
Uji Asumsi Klasik
20
Gravity Model
21
Perumusan Model Penelitian
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Jahe, Kunyit dan Kayu
Gaharu
25
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe, Kunyit dan
Kayu Gaharu
30
SIMPULAN DAN SARAN
39
Simpulan
39
Saran
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
75
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Nilai Produktivitas Biofarmaka Indonesia (Ton/Ha) Periode 2008-2012
Perolehan Data dan Kode HS Produk Biofarmaka
Posisi Daya Saing Menurut Metode EPD
Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe China Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kunyit Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kunyit India Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Jahe Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2001-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Jahe China di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Kunyit Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Kunyit India di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Kayu Gaharu Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 20102012
4
15
17
25
26
27
27
28
29
30
32
33
35
37
DAFTAR GAMBAR
1 Kontribusi Biofarmaka terhadap PDB Hortikultura Atas Dasar
Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Periode 2008-2012
2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012
3 Luas Lahan Produk Biofarmaka (Ha) Periode 2008-2012
4 Nilai Ekspor dan Impor Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu (ribu US
Dollar) Periode 2008-2012
5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke
Berbagai Negara Tujuan Utama Periode 2008-2012
6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US
Dollar) Periode 2008-2012
7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
8 Kekuatan Bisnis dan Dayatarik Pasar
1
2
3
3
5
6
14
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Hasil Pengolahan Nilai RCA Jahe Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Jahe China Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kunyit Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kunyit India Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012
Hasil Pengolahan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Jahe China Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Kunyit Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Kunyit India Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012
Hasil Pengolahan EPD Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012
Hasil Estimasi Data Panel Jahe Indonesia
Hasil Uji Normalitas Jahe Indonesia
Korelasi antar Variabel Jahe Indonesia
Hasi Estimasi Data Panel Jahe China
Hasil Uji Normalitas Jahe China
Korelasi antar Variabel Jahe China
Hasil Estimasi Data Panel Kunyit Indonesia
Hasil Uji Normalitas Kunyit Indonesia
Korelasi antar Variabel Kunyit Indonesia
Hasil Estimasi Data Panel Kunyit India
Hasil Uji Normalitas Kunyit India
Korelasi antar Variabel Kunyit India
Hasil Estimasi Data Panel Kayu Gaharu Indonesia
Hasil Uji Normalitas Kayu Gaharu Indonesia
Korelasi antar Variabel Kayu Gaharu Indonesia
43
45
48
50
53
55
55
58
61
64
66
68
69
70
70
70
71
71
71
72
72
72
73
73
73
74
74
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara agraris dengan keanekaragaman hayati
tertinggi di dunia, termasuk di dalamnya kehutanan dan pertanian untuk
mendukung kestabilan iklim (hutan) dan kestabilan pangan dunia (pertanian)
(FAO 2010). Dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, menjadikan banyak
negara asing mengimpor produk-produk dari Indonesia terutama sektor pertanian.
Di dalam sektor pertanian terdapat sub-sektor potensial yang mendukung
pendapatan negara seperti tanaman bahan makanan, peternakan, perikanan,
perkebunan dan kehutanan.
Produk yang berkualitas difungsikan sebagai penentu dalam mencapai
target pembangunan ekonomi Indonesia. Faktor penentu pokok tedapat pada
hortikultura dalam sub-sektor tanaman bahan makanan. Sehingga mata
pencaharian masyarakat Indonesia lebih berorientasi pada pertanian, didukung
dengan lahan yang tersedia di Indonesia yang masih digunakan masyarakat
sebagai pengolahan tanaman bahan makanan termasuk hortikultura. Hal ini
ditunjukkan dengan kontribusi kekayaan alam produk atau komoditi dilihat dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura Indonesia atas dasar harga konstan
2000 (Gambar 1).
Total PDB
Hortikultura
100
Tanaman Hias
5.86
Biofarmaka
5.39
Sayuran
Buah-buahan
34.67
54.08
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2012
Gambar 1 Kontribusi Biofarmaka terhadap PDB Hortikultura Atas Dasar
Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Periode 2008-2012
Gambar 1 menjelaskan bahwa produk biofarmaka telah memberikan peran
cukup baik dalam PDB hortikultura, dibuktikan dengan adanya kontribusi PDB
biofarmaka sebesar 5.39% sejumlah 6 174 milyar rupiah tahun 2012. Sedangkan
jumlah hortikultura memiliki nilai kontribusi sebesar 327 550 milyar rupiah atau
sekitar 12.51% dari total PDB Indonesia 2 618 139 milyar rupiah tahun 2012.
Hortikultura dibagi atas beberapa produk yaitu buah-buahan, sayuran,
tanaman hias dan produk biofarmaka. Potensi pengembangan biofarmaka di
Indonesia makin terbuka luas. Hal ini didukung dengan tersedianya lahan
produksi, didukung pula dengan berubahnya pandangan masyarakat yang
2
berorientasi pada pola makanan yang sehat serta fungsional (back to nature) 1 .
Sebagian masyarakat Indonesia menyakini bahwa obat-obatan herbal mengandung
banyak khasiat dan tidak memiliki efek samping 2 . Gambar 2 merupakan data
mengenai produksi biofarmaka jenis rimpang (akar) periode 2008-2012.
180,000
160,000
Jahe
Ton
140,000
120,000
Kunyit
100,000
Kencur
80,000
Lengkuas
60,000
Lempuyang
40,000
Kapulaga
20,000
Temulawak
0
2008
2009
2010
2011
2012
Sambiloto
Tahun
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2012
Gambar 2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012
Produksi biofarmaka mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, dimana
terjadi penurunan 0.22% berdasarkan produksinya sebesar 60 220 ton pada jahe
selama periode 2008-2011, namun kembali meningkat 0.21% sebesar 19 794 ton.
Produksi kunyit juga mengalami penurunan 0.23% periode 2008-2011 sebanyak
26 455 ton, dan mengalami peningkatan 0.14% di tahun 2012 sebesar 12 176 ton.
Faktor yang memicu terjadinya penurunan produksi adalah luas lahan yang
semakin sempit atau terjadinya pengalihan fungsi lahan.
Iklim yang tropis di Indonesia menyebabkan panen hortikultura
berkembang dengan cukup baik. Karena sebagian besar produk biofarmaka
bergantung pada lahan atau wilayah yang memiliki iklim sejuk. Kendala yang
dihadapi untuk produksi biofarmaka adalah belum ditetapkannya budidaya yang
baik, mutu produk yang bervariasi serta skala usaha yang kecil, hal ini juga
berhubungan dengan luas lahan yang menjadi faktor pendukung produksi
biofarmaka yang telah disajikan pada Gambar 3.
Seiring dengan produksi dan luas lahan yang menunjang penyediaan
produk biofarmaka domestik, maka permintaan produk biofarmaka mancanegara
ikut meningkat. Dari 15 jenis produk biofarmaka Indonesia hanya jahe, kunyit dan
kayu gaharu yang memiliki nilai produksi, luas lahan, nilai dan volume eskpor
paling besar. Permintaan ekspor dengan nilai yang besar mengindikasikan bahwa
produk biofarmaka dapat dengan efisien diproduksi dibandingkan negara lain
1
Sukmadjaja A. 2010. Budidaya yang baik pada tanaman biofarmaka [internet]. [Artikel Pertanian dibuat pada Rabu 16
Juni 2010]; [diunduh 2013 Des 19] tersedia pada: http//www.bbppketindan.bppsdmp.deptan.go.id.htm
2
Wiguna T. 2009. 144 Jenis Tanaman Obat Dikembangkan di Biofarmaka IPB 2009.[Internet]. [Diunduh 2013 Des 19].
Tersedia pada: http//www.diperta.jabarprov.go.id.htm
3
Hektar (Ha)
dengan melakukan spesialisasi produk dan ekspor. Seperti yang diuraikan dalam
Gambar 4.
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
-
Jahe
Kunyit
Kencur
Lengkuas
Lempuyang
Kapulaga
Temulawak
2008
2009
2010
2011
2012
Sambiloto
Tahun
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013
Gambar 3 Luas Lahan Produk Biofarmaka (Ha) Periode 2008-2012
Dari sekitar satu juta hektar lahan yang digunakan untuk hortikultura, ratarata hanya 23 639.90 hektar yang diolah untuk produksi biofarmaka. Luas lahan
yang digunakan masyarakat untuk memproduksi produk hortikultura periode
2008-2011 mengalami penurunan. Rata-rata luas lahan jahe menurun 0.14%,
namun kembali mengalami peningkatan 0.03% sebanyak 137.90 hektar tahun
2012. Walaupun tidak mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dapat
memengaruhi produksi dan penyediaan kebutuhan jahe domestik.
Gambar 4 merupakan data nilai ekspor dan impor jahe, kunyit dan kayu
gaharu periode 2008-2012. Namun masih harus mendapatkan perhatian dari
pemerintah sebab jahe memiliki neraca yang defisit. Neraca yang defisit adalah
nilai minus dari ekspor dan impor produk biofarmaka.
30,000
25,000
Ribu US$
20,000
15,000
Ekspor
10,000
Impor
5,000
Neraca
(5,000)
(10,000)
Jahe
Kunyit
Kayu Gaharu
Komoditi
Sumber: Trade Map, 2013
Gambar 4 Nilai Ekspor dan Impor Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu (ribu US
Dollar) Periode 2008-2012
4
Gambar 4 menjelaskan bahwa nilai ekspor selama periode 2008-2012 jahe
mengalami defisit neraca perdagangan dengan nilai ekspor 12 288 ribu US Dollar
dan impor paling tinggi sebesar 18 906 ribu US Dollar dengan nilai defisit sebesar
6 618 ribu US Dollar, sedangkan kayu gaharu memiliki neraca perdagangan
tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 26 244 ribu US Dollar dan nilai impor paling
kecil yaitu 72 ribu US Dollar, dengan nilai neraca perdagangan sebesar 26 172
ribu US Dollar. Artinya Indonesia masih mampu memenuhi permintaan kunyit
dan kayu gaharu di dunia dan bersaing dengan negara lain, sehingga
diperlukannya analisis mengenai kekuatan daya saing, posisi pangsa pasar dan
faktor yang memengaruhi permintaan produk biofarmaka.
Produk biofarmaka memiliki potensi yang besar dalam penyediaan bahan
makanan domestik dan mancanegara (ekspor). Peluang yang dimiliki produk
biofarmaka juga cukup besar untuk dikembangkan agar menguasai dan bersaing
di pasar dunia. Nilai ekspor dan jumlah produksi biofarmaka yang berfluktuatif
membuktikan bahwa Indonesia memiliki pesaing dalam menghasilkan produk
yang sama, diharapkan hal ini menjadi pemicu negara Indonesia untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas hortikultura khususnya produk
biofarmaka.
Perumusan Masalah
Masalah utama dalam pengembangan produk biofarmaka adalah
produktivitas menurun dan nilai ekspor yang masih cenderung tidak menentu.
Produktivitas suatu komoditi ditentukan berdasarkan perbandingan antara
produksi dengan luas lahan yang tersedia bagi komoditi tersebut. Maka perbaikan
varietas unggul dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan dan masih menjadi
fokus utama penyediaan produk biofarmaka domestik dan mancanegara. Tabel 1
menyajikan tingkat produktivitas biofarmaka Indonesia periode 2008-2012.
Tabel 1 Nilai Produktivitas Biofarmaka Indonesia (Ton/Ha) Periode 2008-2012
Komoditi
Jahe
Kunyit
Kencur
Lengkuas
Lempuyang
Kapulaga
Temulawak
Sambiloto
2008
17.79
18.83
13.10
21.33
15.45
78.63
14.68
28.28
2009
17.80
22.74
17.03
24.88
16.15
71.81
17.56
25.07
Tahun
2010
17.80
23.56
15.41
28.60
20.73
52.75
19.43
23.09
2011
17.25
21.45
15.97
27.50
20.82
71.52
18.43
24.16
2012
20.35
20.64
19.00
28.58
17.61
31.65
24.26
11.78
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013
Tabel 1 menjelaskan mengenai nilai produktivitas berdasarkan
perbandingan antara total produksi dan luas lahan dengan satuan ton/ha per tahun.
Nilai produktivitas tertinggi terdapat pada kapulaga namun mengalami penurunan
periode 2011-2012 sebesar 0.56% dengan nilai 39.87 ton/ha per tahun dan
5
Kunyit
Jahe
Tahun
Kayu
Gaharu
produktivitas kapulaga hanya dapat memenuhi permintaan domestik namun tidak
mampu memenuhi kebutuhan mancanegara. Jahe mengalami peningkatan
produktivitas setiap tahun sebesar 0.18% dengan kenaikan sebesar 3.09 ton/ha per
tahun selama periode 2011-2012. Sedangkan kunyit mengalami peningkatan
produktivitas yakni 0.04% dengan kenaikan sebesar 4.72 ton/ha per tahun periode
2010-2011.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati berupa berbagai ramuan jamu telah
menarik perhatian mancanegara dan pemakaian jamu sebagai obat alternatif untuk
berbagai penyakit khususnya untuk penyakit yang tidak berhasil disembuhkan
dengan obat-obatan modern. Hal ini juga dirasakan pada negara lain yang mulai
beralih pada produk herbal yang terbebas dari bahan kimiawi. Untuk itu peneliti
dapat mengetahui negara importir produk biofarmaka dari Indonesia sesuai
dengan jumlah dan nilai ekspor terbesar serta kekontinuan mengimpor produk
biofarmaka yang dijelaskan pada Gambar 5.
2012
2011
2010
Saudi Arabia
2012
Netherlands
2011
Hongkong
2010
Singapore
2012
Malaysia
2011
India
2010
Japan
0
1000
2000
3000
4000
5000
Ribu US Dollar
Sumber: Trade Map, 2013
Gambar 5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke
Berbagai Negara Tujuan Utama Periode 2008-2012
Kriteria pemilihan negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah dengan
melihat pertumbuhan nilai ekspor yang paling tinggi, kemudian aspek
kekontinuan negara tersebut dalam permintaan produk biofarmaka. Negara tujuan
ekspor jahe tertinggi adalah Jepang, Malaysia, Singapura, Belanda dan Saudi
Arabia dengan rata-rata ekspor senilai 221.31 ribu US Dollar per tahun. Kunyit
memiliki negara tujuan dengan nilai ekspor tertinggi yaitu Jepang, India, Malaysia,
Singapura, Hongkong, Belanda dan Saudi Arabia dengan rata-rata nilai ekspor
sebesar 474.04 ribu US Dollar per tahun, sedangkan kayu gaharu adalah Jepang,
India, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Saudi Arabia sebesar 716.28 ribu US
Dollar per tahun.
Dilihat dari berbagai aspek seperti pola masyarakat dunia yang beralih
pada obat herbal, produksi dan lahan biofarmaka serta keberhasilan dalam ekspor
ke berbagai negara tujuan dunia mengindikasikan bahwa Indonesia mampu
6
membawa produk biofarmaka bersaing dengan negara eksportir lain. Hal ini
diharapkan menjadi pemicu peningkatan kualitas dan produk terbaik untuk
memposisikan diri sebagai pemegang pasar internasional. Gambar 6 menjelaskan
tentang neraca perdagangan produk biofarmaka Indonesia periode 2008-2012.
2,000,000
Ribu US Dollar
1,500,000
1,000,000
500,000
Ekspor
Impor
(500,000)
2008
2009
2010
2011
2012
Neraca
(1,000,000)
(1,500,000)
Tahun
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013
Gambar 6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar)
Periode 2008-2012
Dijelaskan pada Gambar 6 bahwa terjadi defisit neraca perdagangan
dengan nilai minus (-) dilihat dari masih tingginya nilai impor dibandingkan
dengan ekspor produk biofarmaka secara keseluruhan, artinya konsumsi impor
dari produk biofarmaka lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi ekspornya.
Terjadi defisit neraca perdagangan tertinggi tahun 2012 sebesar 1 308 867 ribu US
Dollar dengan nilai ekspor 504 538 ribu US Dollar sebanding dengan kenaikan
impor sebesar 1 813 405 ribu US Dollar.
Sesuai dengan fokus penelitian mengenai analisis jahe, kunyit dan kayu
gaharu seharusnya dapat memenuhi permintaan produk biofarmaka domestik dan
mancanegara untuk mendukung peningkatan PDB Indonesia, walaupun memiliki
potensi ekspor namun secara keseluruhan produk biofarmaka masih
membutuhkan perhatian pemerintah untuk mendukung pemasukan devisa dan
pendapatan Indonesia, seperti halnya dengan menaikan nilai tukar riil karena
dapat membuat nilai tukar terdepresiasi sehingga harga produk biofarmaka
domesik lebih murah dan permintaan ekspor mancanegara akan meningkat.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan dan hal yang menarik untuk
dianalisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor terhadap
negara tujuan. Maka permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian tersebut,
adalah:
1. Bagaimana posisi dayasaing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia di
negara tujuan utama?
2. Apakah faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe, kunyit dan
kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama?
7
Tujuan Penelitian
Dengan ini tujuan dilaksanakannya penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi posisi dayasaing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia
di negara tujuan utama.
2. Mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe,
kunyit dan kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama.
Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai bahan acuan dalam
kepentingan pengembangan ipteks seperti menganalisis dayasaing komoditi
potensial di Indonesia, mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia, serta menjadi bahan referensi
untuk meningkatkan dayasaing produk biofarmaka di pasar internasional.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, pertama Revealed
Comparative Advantage (RCA) dan kedua Export Product Dynamics (EPD),
dengan alat analisis ini penulis dapat dengan mudah mengidentifikasi dayasaing
dan posisi jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia. Metode ketiga adalah Gravity
Model (metode panel) sebagai penentu faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu.
Analisis jahe Indonesia jahe China sebagai pesaing menggunakan data
(time series) 2003-2012 untuk analisis RCA dan EPD dengan delapan negara
tujuan ekspor (cross section) yaitu Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura,
Pakistan, Belanda, Saudi Arabia dan Philippina. Sedangkan analisis data panel
jahe menggunakan periode 2001-2012 dengan sembilan negara tujuan utama sama
dengan analisis RCA dan EPD ditambah negara Amerika Serikat.
Analisis kunyit Indonesia dan kunyit India sebagai pesaing menggunakan
data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel dengan
tujuh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu India, Singapura, Jepang,
Malaysia, Belanda, Hong Kong dan Saudi Arabia. Analisis kayu gaharu Indonesia
menggunakan data (time series) 2010-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data
panel dengan sepuluh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Saudi Arabia,
Singapura, Arab Emirates, Sudan, China, Vietnam, Hong Kong, Nigeria, India
dan Malaysia.
Negara pesaing utama ekspor produk biofarmaka (jahe, kunyit dan kayu
gaharu) Indonesia dipilih berdasarkan analisis posisi daya saing pada kuadran VI
“Lost Opportunity” untuk RCA dan EPD. Sedangkan negara tujuan ekspor produk
biofarmaka dipilih berdasarkan kegiatan ekspor dilakukan secara berkelanjutan
(continue) dan termasuk dalam negara terbesar dalam nilai dan volume ekspor
jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Biofarmaka
Biofarmaka merupakan produk yang sejak dahulu menjadi bahan utama
untuk mengobati segala macam jenis penyakit, berguna bagi ketahanan tubuh dan
berfungsi sebagai pemelihara daya tahan serta dianggap sebagai pangan
fungsional, maksudnya makanan yang memang dikonsumsi orang tidak dalam
keadaan terpaksa seperti jamu (Sumarno 2008). Produk ini dapat digunakan
sebagai pengobatan dan bahan aktifnya digunakan sebagai bahan obat sintetik.
Indonesia termasuk negara yang memiliki lahan pertanian dan cocok dijadikan
lahan berbudidaya produk biofarmaka, salah satu yang terbesar terdapat di Jawa
Tengah dengan menyuplai kebutuhan nasional sebesar 50% (Fahma 2012).
Dilihat dari permintaan konsumen obat alami baik di Indonesia maupun
mancanegara, biofarmaka merupakan produk yang makin populer di semua
kalangan. Biofarmaka menjadi pilihan alternatif bagi kebutuhan dan banyak
diminati karena selain produknya berkualitas juga harganya cukup terjangkau,
dikarenakan harga tawar produk dari petani sangat rendah, sehingga petani lebih
memilih untuk menjualnya kepada tengkulak. Maka telah diberlakukannya
penetapan harga pokok produk yang tepat sehingga tidak lagi merugikan petani.
Ekspor, Neraca Perdagangan dan Perdagangan Internasional
Ekspor neto adalah pembelian pihak asing atas berbagai barang dan jasa
yang diproduksi dalam negeri (export) dikurangi oleh pembelian penduduk
setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di mancanegara (import).
Sedangkan ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan
dijual di luar negeri atau proses transportasi barang dari dalam ke luar negeri.
Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor bersih adalah pendapatan konsumen di
dalam dan di luar negeri, biaya mengirimkan barang dari satu negara ke negara
lain dan kebijakan pemerintah tentang perdagangan internasional (Mankiw 2006).
Apabila harga ekspor suatu negara jatuh maka relatif menyangkut pula
harga produk yang diimpor, karena negara tersebut harus menjual lebih banyak
produk ekspornya dan mengerahkan lebih banyak lagi faktor-faktor produksi
semata-mata untuk menjaga jumlah barang yang diimpor sebanyak tahun
sebelumnya. Dengan kata lain, social opportunity costs satu unit impor naik jika
harga ekspor menurun (Todaro 1985).
Terdapat beberapa pandangan dari beberapa ahli ekonomi di dunia dari
masyarakat kaum klasik mengenai perdagangan internasional. Seperti contoh yang
pertama adalah teori keunggulan mutlak (Absolute Advantage Theory) atau yang
dikenal dengan teori keunggulan absolut oleh Adam Smith, ia mengemukakan
tentang keuntungan perdagangan mancanegara yang memungkinkan suatu negara
memperluas pasar atas hasil-hasil produksinya dengan cara menaikan produksi
barang yang tidak dapat dijual di dalam negeri, namun akan bernilai tambah
apabila dijual ke luar negeri melalui perdagangan luar negeri, keuntungan lainnya
yaitu memungkinkan negara tersebut menggunakan teknologi yang dikembangkan
di luar negeri yang lebih baik dari yang ada di dalam negeri (Salvatore 1997).
9
Teori yang kedua adalah teori keunggulan komparatif (Comparative
Advantage Theory) oleh David Ricardo berisi tentang walaupun sebuah negara
kurang efisien (atau memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam
memproduksi kedua komoditi, namun masih terdapat dasar untung kedua negara
tersebut melakukan perdagangan dan saling memberikan keuntungan dua belah
pihak. Salah satu negara harus melakukan spesialisasi dalam produksi dan
mengekspor produk yang memiliki kerugian absolut lebih kecil dan mengimpor
barang yang memiliki kerugian absolut lebih besar (Salvatore 1997). Dalam hal
ini keunggulan komparatif berperan penting dalam masalah ekonomi yang bersifat
menentukan (UNIDO 1986).
Teori perdagangan menurut Todaro (1985) perdagangan merupakan faktor
penting bagi pertumbuhan dimana hal tersebut dapat meningkatkan kapasitas
konsumsi negara dan membuka jalan bagi komoditi langka memasuki pasar
dewasa, karena tanpa proses tersebut negara-negara miskin tidak akan mampu
berkembang. Kedua, perdagangan lebih mendorong terjadinya keadilan nasional
sebab diharapkan dapat menghapus gaji yang tinggi di negara yang kaya dan gaji
rendah di negara yang miskin. Ketiga yaitu perdagangan membantu negara-negara
mencapai perkembangan dengan meningkatkan dan menghargai faktor dari sektor
ekonomi yang memiliki nilai dan daya saing. Keempat adalah penentu harga
produk internasional bagi kesejahteraan nasional serta kebijakan pemerintah.
Konsep Dasar Dayasaing
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA adalah index yang
mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan evaluasi
peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara tersebut, dibandingkan
dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia (Basri 2002), asumsi
jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas ratarata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki dayasaing yang kuat,
begitupun sebaliknya. Menurut teori David Ricardo, keunggulan komparatif akan
tercapai bila produksi barang di suatu negara lebih banyak dengan biaya yang
lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya (Salvatore 1997).
Metode kedua adalah dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD),
bertujuan untuk menentukan keunggulan kompetitif komoditi tertentu dari suatu
negara dan untuk mengetahui pergerakan dinamis dari komoditi yang diteliti.
Pertama kali dikemukakan oleh Porter bahwa dayasaing diidentifikasikan dengan
produktivitas, yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk tiap input yang
digunakan. Jika pertumbuhan komoditi tersebut berada di atas rata-rata dunia dan
dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka panjang maka komoditi ini
memungkinkan terjadinya sumber penting dari pendapatan ekspor suatu negara.
Terdapat empat kategori kekuatan dan posisi komoditi yaitu “Rising Star”, “Lost
Opportunity”, “Falling Star” dan “Retreat”.3
3
Siregar, T. 2010. Dayasaing Buah-Buahan Tropis Indonesia di Pasar Dunia. [Skripsi].
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.
10
Data Panel
Panel data adalah pooled data (penggabungan data time sries dan cross
section). Keuntungan menggunakan data panel diantaranya adalah dapat
memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, derajat bebas lebih
besar dan lebih efisien. Kedua, studi data panel lebih memuaskan untuk
menentukan perubahan dinamis. Ketiga dapat melakukan studi yang lebih
kompleks, dan terakhir dapat meminimumkan bias yang dilakukan oleh agresi
individu atau perusahaan karena unit penelitian lebih banyak (efektif 30 data atau
lebih) (Juanda 2009).
Data Panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan
informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Dengan kata
lain data panel adalah unit individu yang sama dan diamati dalam kurun waktu
tertentu. Keuntungan menggunakan model data panel dibandingkan time series
dan cross section saja adalah membuat jumlah observasi menjadi banyak dan
lebih besar, sehingga parameter yang akan diestimasi akan lebih akurat
dibandingkan dengan model lain. Secara teknis model panel data dapat
memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta
meningkatkan derajat kebebasan. Keuntungan lainnya yaitu mengurangi masalah
identifikasi dan mengontrol heterogenitas individu (Firdaus 2011).
Metode data panel memiliki tiga pendekatan, yaitu Pooled Least Square,
Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).
Penelitian Terdahulu
Amelia (2009) penelitian mahasiswi Ilmu Ekonomi IPB ini membahas
mengenai Daya Saing Jahe Indonesia di Pasar Intenasional, tujuannya yaitu
dengan melihat struktur pasar jahe dan perilaku pasar produsen Indonesia dalam
perdagangan Internasional. Alat analisisnya menggunakan analisis keunggulan
komparatif dan kompetitif terhadap jahe Indonesia. Penelitian ini menggunakan
data primer dan sekunder periode 2000-2007. Hasilnya adalah pasar jahe dunia
merupakan struktur pasar dominan atau price taker. Berdasarkan hasil RCA, jahe
di pasar Internasional setelah tahun 2005 melemah akibat dari penurunan nilai
ekspor dan penurunan kualitas jahe Indonesia. Masalah utama yang dianalisis
adalah produksi yang tidak stabil dan mutu yang kurang baik.
Suharti (2009) fokus penelitian mengenai prospek pengusahaan kayu
gaharu dengan menggunakan pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
(PHBM). Kelangkaan yang dialami oleh komoditi kayu gaharu disebabkan oleh
perburuan gaharu dan pemotongan pohon secara liar dan tidak dilakukannya
reboisasi. Berdasarkan analisis finansial kayu gaharu akan memberikan
keuntungan bersih yakni Net Present Value (NPV) sebesar 147.47 juta per hektar.
Untuk penanaman modal diperlukannya kerjasama dalam bentuk PHBM tersebut
dalam jangka panjang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan
pengelola kayu gaharu untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan ekologi
bersama.
Agri (2011) penelitian ini mengambil tema daya saing hortikultura di
sepuluh negara tujuan utama. Menggunakan metode analisis deskriptif untuk
perkembangan ekspor dan pesaing hortikultura dan analisis kualitatif RCA dan
11
EPD untuk mengetahui posisi daya saing hortikultura tahun 2001, 2005 dan 2009.
Berdasarkan hasil RCA, hortikutura Indonesia masih rendah di beberapa negara
tujuan, sedangkan menurut analisis EPD secara umum posisi hortikultutra berada
pada “Rising Star” dan harus dipertahankan. Negara tujuan ekspor yang paling
kontinu adalah negara Singapura.
Emmy (2009) menjelaskan performa dari 13 komoditi industri buah dan
sayuran yang dimiliki oleh lima negara ASEAN menggunakan RCA.
Menghasilkan estimasi yaitu Singapura memiliki keunggulan komparatif lima
komoditi, Philipina tiga komoditi, Indonesia satu komoditi, Thailand dan
Malaysia memiliki keunggulan komparatif sebanyak dua komoditi periode 20002006. Variabel yang digunakan adalah data perdagangan industri buah dan sayur
(ekspor).
Chandran (2010) menjelaskan dampak ekonomi dari perdagangan
komoditi unggul India di sektor pertanian agar dapat memenuhi permintaan
konsumen dengan jumlah penduduk yang padat menggunakan RCA untuk melihat
keunggulan komparatif terhadap penyediaan barang dan melihat bagaimana
dayasaing dari keikutsertaan berbagai negara dari suatu komoditi serta bagaimana
kerjasama perdagangan tiap negara tersebut (negara ASEAN). Variabel yang
digunakan dalam penelitian tersebut adalah total ekspor negara tujuan dan dunia,
intensitas impor, data perdagangan terhadap negara ASEAN.
Bergstrand (1985) menggunakan Gravity Model untuk menguraikan laju
perdagangan. Model ini berpotensi untuk menguatkan suatu teori dengan
mengidentifikasi adanya faktor-faktor ekonomi yang mendorong terjadinya
perdagangan antardua negara. Hasil penelitian faktor yang memengaruhi adalah
laju perpindahan penduduk atau jumlah penduduk negara. Variabel yang
digunakan adalah permintaan, penawaran dan harga keseimbangan.
Yuniarti (2007) penelitian ini bertujuan untuk melihat performa
perdagangan Indonesia dengan mengakaji determinan perdagangan bilateral
antardua negara dalam mengekspor suatu produk yang saat ini telah membaik.
Alat analisisnya menggunakan Gravity Model dengan variabel dependen
perdagangan bilateral, sedangkan variabel independen adalah jarak dan
pendapatan. Hasilnya seluruh variabel berpengaruh terhadap perdagangan
bilateral dan sesuai dengan teori ekonomi kecuali endownment dan tidak
berpengaruh terhadap model.
Karlinda (2012) penelitian ini menggunakan metode RCA dan EPD untuk
mengukur keunggulan komparatif dan kompetitif mutiara Indonesia dengan hasil
mutiara Indonesia memiliki keunggulan tersebut ke negara Australia, Hongkong
dan Jepang. Sedangkan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi ekspor
mutiara adalah dengan menggunakan gravity model dan diperoleh bahwa GDP per
kapita riil negara importir, nilai tukar dan nilai ekspor tahun sebelumnya
signifikan dan berpengaruh positif, populasi berpengaruh negatif dan jarak
ekonomi tidak signifikan.
Boansi (2013) meneliti tentang keunggulan kompetitif periode 1964-2010
(secara random) bahwa kopi merupakan produk unggulan dari negara Ghana dan
mampu bersaing dengan negara lain dengan alat analisis menggunakan RCA dan
RSCA. Hasilnya adalah kopi merupakan produk terbaik untuk di ekspor
berdasarkan periode tersebut, kemudian diperoleh estimasi efek dari kunci
12
determinan ekonomi terhadap kopi Ghana, produksi dan harga produksi domestik
periode 1981-2009.
Telaumbanua (2011) menganalisis mengenai determinan ekspor provinsi
Sumut dengan Gravity Model. Variabel yang digunakan diantaranya adalah GDP
per kapita, populasi, jarak geografi, investasi dan nilai tukar. Negara tujuannya
yaitu USA, Belanda, China, India, Italia, Jepang, Malaysia, Egypt, Singapura dan
Ukraina. Periode yang digunakan adalah 6 tahun (2005-2010). Seluruh variabel
signifikan dan sesuai dengan hipotesis (seluruhnya positif kecuali jarak bernilai
negatif).
Putri (2014) menganalisis daya saing dan faktor yang memengaruhi
produksi beras kencur yang digunakan sebagai jamu. Menggunakan metode RCA
dan panel data dengan hasil komoditi herbal yang ada di Wonogiri, Jawa Tengah
memiliki daya saing yang tinggi dengan nilai 137 287 575 US Dollar tahun 2012.
Variabel independen yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
memengaruhi produksi herbal beras kencur adalah beras (BR) kencur (KC) yang
memiliki pengaruh nyata karena < nilai alfa 15%. Turmeric (kunyit) termasuk
dalam produk herbal yang masuk dalam lima besar perdagangan dunia dengan
pesaing India dan Belanda dan aman untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jurnal penelitian oleh Putri tidak
meneliti mengenai komoditi lain yang termasuk dalam obat herbal lainnya, kedua
yaitu periode waktu untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi produksi
tidak dijelaskan secara spesifik.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai keseluruhan suatu barang dan
jasa yang diproduksi dalam wilayah dan jangka waktu tertentu. Ukuran
kesejahteraan suatu negara ditentukan berdasarkan kemampuan untuk
melakukan perdagangan mancanegara dengan menjual atau membeli suatu
produk antardua negara. Semakin besar ukuran ekonomi negara maka semakin
besar pula kemampuan untuk memproduksi suatu barang dan jasa. Dengan
terciptanya suatu produk di negara domestik maka pemenuhan kebutuhan
masyarakat pada negara tersebut tercukupi.
Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin tinggi
kemampuan negara dalam menghasilkan produk secara mandiri, maka
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik) dan
mancanegara (ekspor) dapat terpenuhi dengan baik. GDP riil dapat mengukur
kemampuan dan ukuran ekonomi suatu negara, korelasi dengan nilai ekspor
jahe, kunyit dan kayu gaharu terhadap negara tujuan utama diduga memiliki
pengaruh yang positif, artinya apabila GDP riil suatu negara meningkat maka
permintaan mancanegara akan jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia juga
akan meningkat.
2. Nilai tukar dapat memengaruhi harga produk domestik secara langsung
melalui perubahan harga luar negeri dan secara tidak langsung berpengaruh
terhadap penyediaan barang domestik. Korelasi yang terjadi dengan nilai dan
13
permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu diduga memiliki pengaruh
positif, apabila nilai tukar riil menurun maka nilai tukar terapresiasi harga
barang domestik lebih mahal dibandingkan harga barang di mancanegara,
sehingga permintaan ekspor menurun. Keadaan sebaliknya yakni apabila nilai
tukar riil meningkat maka nilai tukar terdepresiasi sehingga harga barang
domestik lebih murah dibandingkan harga barang mancanegara, maka
permintaan ekspor meningkat (Mankiw 2006).
3. Populasi digunakan dalam mengukur besarnya suatu negara. Pertambahan
populasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni dari sisi penawaran
maupun sisi permintaan. Penambahan populasi pada sisi permintaan
meningkatkan permintaan produk, maka negara cenderung menurunkan
ekspor atau meningkatkan jumlah permintaan domestik. Sedangkan pada sisi
penawaran, pertambahan populasi menaikkan produksi dalam negeri sehingga
negara lain cenderung meningkatkan permintaan ekspor. Populasi negara
tujuan diduga berkorelasi positif terhadap permintaan ekspor jahe, kunyit dan
kayu gaharu, artinya semakin besar populasi suatu negara maka permintaan
suatu komoditi bertambah dengan meningkatkan jumlah ekspor.
4. Jarak merupakan penentu utama dalam gravity model, dimana terjadi peristiwa
tarik menarik antardua negara yang melakukan perdagangan. Hal ini terjadi
karena indikasi dari biaya transportasi yang harus dibayarkan apabila suatu
negara melakukan transaksi perdagangan (Rifqi 2013). Semakin jauh jarak
yang memisahkan antardua negara maka semakin mahal pula biaya yang harus
ditanggung, menyebabkan perdagangan kedua negara turun. Maka jarak
ekonomi suatu negara diduga memiliki korelasi negatif terhadap permintaan
ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia.
Apabila semakin dekat jarak ekonomi suatu negara dalam berdagang maka
lebih sedikit biaya transportasi yang ditanggung dan permintaan ekspor
produk meningkat, begitupun sebaliknya.
5. Harga ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia diduga memiliki korelasi
negatif, artinya semakin tinggi harga produk biofarmaka di suatu negara maka
semakin menurun nilai dan volume ekspor suatu barang atau produk terhadap
negara tujuan utama.
Kerangka Pemikiran
Produk biofarmaka telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari semua
kalangan. Produk biofarmaka yang termasuk dalam hortikultura merupakan
potensi Indonesia yang sedang berkembang, dibuktikan dengan kontribusi
terhadap pendapatan negara yaitu PDB. Dari ke 15 jenis produk biofarmaka,
hanya jahe, kunyit dan kayu gaharu yang memiliki produksi yang sangat baik,
selain itu ketiga komoditi tersebut adalah komoditi dengan produksi dan
permintaan ekspor tertinggi menurut negara tujuan utama.
Dengan produk potensial tersebut mengindikasikan bahwa kita mampu
bersaing secara global di pasar dunia dengan melihat eksistensi perdagangan
menurut negara tujuan utama yang diperoleh berdasarkan kekontinuan negara
tersebut mengimpor produk biofarmaka Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan nilai
ekspor yang meningkat tiap tahunnya dan neraca perdagangan yang bernilai
positif, artinya Indonesia mampu menyediakan kebutuhan domestik maupun
14
mancanegara khususnya untuk jahe, kunyit dan kayu gaharu. Secara keseluruhan
produk biofarmaka masih memiliki neraca perdagangan negatif periode 20082012, untuk itu diperlukan analisis daya saing komparatif dan kompetitif
menggunakan RCA dan EPD.
Hal tersebut juga menimbulkan indikasi faktor yang memengaruhi
permintaan jahe, kunyit dan kayu gaharu dunia terhadap Indonesia. Di dalam
penelitian ini penulis menggunakan alat analisis yaitu Gravity Model dengan
variabel dependen Export Value (Nilai Ekspor) dan variabel independen Real
GDP (GDP riil), Real Exchange Rate (Nilai Tukar rill), Population (Populasi),
Economic Distance (Jarak Ekonomi) dan Price of Export (Harga Ekspor).
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi karya ilmiah berikutnya lebih
baik lagi dan membantu perencanaan kebijakan pemerintah terhadap hortikultura
khususnya produk biofarmaka. Gambar 7 merupakan kerangka pemikiran dari
penelitian ini.
Kontribusi dan peluang Indonesia
sebagai produsen biofarmaka di
pasar internasional
Produksi, luas lahan dan
produktivitas biofarmaka
Neraca perdagangan jahe, kunyit
dan kayu gaharu Indonesia
Nilai ekspor jahe, kunyit dan
kayu gaharu Indonesia
Produksi, luas lahan,
produktifitas dan defisit neraca
perdagangan produk biofarmaka
Indonesia
Analisis daya saing jahe, kunyit
dan kayu gaharu Indonesia
Analisis faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan ekspor
jahe, kunyit dan kayu gaharu
Indonesia
Revealed Competitive Advantage
(RCA) dan Export Product
Dynamic (EPD)
Gravity Model (model gravitasi)
Kebijakan pemerintah produksi,
luas lahan, produktifitas dan
defisit neraca perdagangan
produk biofarmaka Indonesia
Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
15
METODE
Jenis dan Sumber Data
Analisis jahe Indonesia jahe China sebagai pesaing menggunakan data
(time series) 2003-2012 untuk analisis RCA dan EPD dengan delapan negara
tujuan ekspor (cross section) yaitu Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura,
Pakistan, Belanda, Saudi Arabia dan Philippina. Sedangkan analisis data panel
jahe menggunakan periode 2001-2012 dengan sembilan negara tujuan utama
samadengan analisis RCA dan EPD ditambah negara Amerika Serikat.
Analisis kunyit Indonesia dan kunyit India sebagai pesaing menggunakan
data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel Gravity
Model dengan tujuh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu India, Singapura,
Jepang, Malaysia, Belanda, Hong Kong dan Saudi Arabia. Analisis kayu gaharu
Indonesia menggunakan data (time series) 2010-2012 untuk analisis RCA, EPD
dan data panel dengan sepuluh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Saudi
Arabia, Singapura, Arab Emirates, Sudan, China, Vietnam, Hong Kong, Nigeria,
India dan Malaysia. Tabel 2 menjelaskan mengenai perolehan data yang diteliti
dan kode Harmonized System (HS) guna mempermudah pencarian produk
biofarmaka.
Tabel 2 Perolehan Data dan Kode HS Produk Biofarmaka
Data
Nilai Ekspor dan
Impor jahe, kunyit
dan gaharu
PDB Hortikultura
Produksi
Luas Lahan
Produktivitas
GDP
Nilai Tukar
Populasi
Jarak Geografis
Sumber
Komoditi
-BPS (Badan Pusat
Statistik)
-WITS (World Integrated Jahe
Trade Solution)
-Trade Map
-Ditjend Hortikultura
Ditjend Hortikultura
Kunyit
Kode HS
Ditjend Hortikultura
(1211909500)
World Bank, UNCTAD
Kayu Gaharu
(091010)
(091030)
16
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis pengolahan data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan
menganalisis struktur dan persaingan pasar internasional, metodenya yaitu
Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD) dan
data panel Gravity Model. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software Microsoft Excel dan E-Views 6.1
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Metode RCA berguna dalam mengukur dayasaing dan keunggulan
komparatif produk biofarmaka Indonesia di pasar internasional. Dapat
didefinisikan jika ekspor suatu barang dari sebuah negara sebagai persentase
jumlah ekspor dari negara tersebut lebih tinggi daripada pangsa barang yang sama
dalam jumlah ekspor dunia, artinya negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif atau kompetitif atas produksi dan ekspor barang yang bersangkutan
(Tambunan 2008).
Kinerja ekspor produk biofarmaka dapat ditentukan dengan nilai ekspor
produk biofarmaka Indonesia terhadap total produk yang diekspor ke negara
tujuan tersebut yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai ekspor produk
biofarmaka dunia ke negara tujuan ekspor yang kita pilih. Sehingga menghasilkan
output apakah Indonesia mampu bersaing di pasar dunia terhadap produk
biofarmaka khususnya. Rumus umum yang digunakan dalam metode RCA adalah
sebagai berikut:
RCA =
dimana:
RCA
Xij
Xt
Wij
Wt
…………………...…………...………………………..………. (1)
= Tingkat dayasaing produk biofarmaka Indonesia di negara improtir
= Nilai ekspor produk biofarmaka Indonesia di negara importir
= Nilai ekspor total produk Indonesia di negara importir
= Nilai ekspor produk biofarmaka dunia di negara importir
= Nilai ekspor total produk dunia di negara importir
asumsi:
1. Jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif
diatas rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki
dayasaing yang kuat.
2. Jika nilai RCA < 1, maka Indonesia memilki keunggulan komparatif
dibawah rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki
dayasaing yang lemah.
Export Product Dynamics (EPD)
Metode EPD berfungsi sebagai penentu apakah produk biofarmaka
memiliki performa yang baik atau tidak di pasar dunia dengan kata lain melihat
posisi dayasaing produk biofarmaka khususnya terhadap negara importir terbesar.
17
Metode ini memiliki empat kategori analisis, seperti yang terdapat pada Tabel 3.
Kategori tersebut adalah “Rising Star” kategori ini menunjukkan bahwa negara
tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar produk biofarmaka yang tumbuh
dengan cepat.“Lost Opportunity” ditandai dengan adanya penurunan pangsa pasar
produk biofarmaka yang bergerak dinamis, artinya pasokan produk biofarmaka
dunia lebih besar dibandingkan dengan pasokan produk biofarmaka
Indonesia. ”Falling Star” hampir samadengan “Lost Opportunity”dan kategori
tersebut lebih baik karena pangsa pasar produk biofarmaka tetap meningkat.
Posisi keempat “Retreat” artinya adalah kemunduran dari produk
biofarmaka, biasanya hal ini
BIOFARMAKA INDONESIA DI NEGARA TUJUAN UTAMA
PERIODE 2003-2012
IRGANDHINI AGRA KANAYA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dayasaing dan
Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia di Negara Tujuan Utama
Periode 2003-2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Irgandhini Agra Kanaya
NIM H14100055
ABSTRAK
IRGANDHINI AGRA KANAYA. Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk
Biofarmaka Indonesiadi Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012. Dibimbing
oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Permintaan obat herbal dunia semakin meningkat, tentunya diperlukan
usaha yang lebih intensif agar pasokan bahan baku produk biofarmaka dapat
terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana daya saing yang
terjadi antardua negara di dunia terhadap penyediaan produk ekspor serta
menganalisis faktor yang memengaruhi permintaan ekspor produk biofarmaka
dunia terhadap negara tujuan utama. Metode analisis yang digunakan dalam
penenelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product
Dynamics (EPD) dan Gravity Model. Periode waktu yang diteliti adalah rata-rata
tahun 2003 hingga 2012. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Indonesia
memiliki daya saing yang baik terhadap komoditi kunyit dan kayu gaharu apabila
dibandingkan dengan negara pesaing berdasarkan analisis RCA dan EPD dengan
posisi daya saing “Lost Oppportunity”. Hasil estimasi faktor yang memengaruhi
permintaan produk biofarmaka adalah Real GDP, Real Exchange Rate,
Population dan Economic Distance berdasarkan analisis gravity model, seluruh
variabel indepeden berpengaruh secara signifikan terhadap dependen dan sesuai
dengan hipotesis.
Kata kunci: ekspor, EPD,Gravity Model, RCA, produk biofarmaka
ABSTRACT
IRGANDHINI AGRA KANAYA. Competitiveness and Export Demand of
Indonesia’s Herbal Product in Main Destination Country Period 2003-2012.
Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS.
The world demand of herbal medicine is mounting. The more intensive
effort is surely required in order to meet the supply of raw materials of medicinal
products needed. The purpose of this research are to observe the competitiveness
between countries in the world toward the provision of export products and also
to analyze the affecting factors of export demand of medicinal products to the
destination countries. The methods of analysis used in this research are Revealed
Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD), and Gravity
Model. The analyzed periodwas an average of 2003 until 2012. The results of this
research conclude that Indonesia has a good competitiveness in the commodity of
turmeric and gaharu wood compared to the competitor countries based on the
analysis of RCA and EPD, with the position of competitiveness of "Lost
Oppportunity". Based on Gravity Model, the factors affecting the demand of
medicinal productsare Real GDP, Real Exchange Rate, Population, and
Economic Distance. All those variables significantly influence the dependent
variable and are consistent with the hypothesis.
.
Keywords: Export, EPD, Gravity Model,RCA,Medical Product
DAYASAING DAN PERMINTAAN EKSPOR PRODUK
BIOFARMAKA INDONESIA DI NEGARA TUJUAN UTAMA
PERIODE 2003-2012
IRGANDHINI AGRA KANAYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
Hortikultura, dengan judul Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia Terhadap Negara Tujuan Utama
Periode 2003-2012.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad
Firdaus,S.P., M.Si. selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr dan
Bapak Dr. Muhammad Findi, M.E selaku penguji sidang skripsi dan telah banyak
memberi saran yang membangun. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Direktorat Jendral Hortikultura dan Badan Pusat Statistik Indonesia, yang
telah membantu selama pengumpulan data untuk kelancaran penelitian.
Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada ayah Agus, mama
Cera, dik Linggar, dik Tata dan dik Reva atas doa, dukungan, cinta dan kasih
sayang selama hidup hingga selamanya. Rekan satu bimbingan Carmin, Amalia,
Linda dan Hani. Sahabat-sahabat Ema, Nindya, Cynthia, Qintha, Andhini, Dita,
Rengganis, Caca, Iin, Wijdatul, Dini, Kukuh, Vera, Thaa, Tika, Nunuy, Depong,
Atana dan Putri atas dukungan, perhatian, kasih sayang dan memberi warna
selama ini dan selamanya. Serta teman seperjuangan Aprilia dan Anggoro atas
kerja keras dan kesabarannya. Penghormatan diberikan pada seluruh civitas
akademika Ilmu Ekonomi 47, staff di FEM dan Departemen Ilmu Ekonomi serta
Institut Pertanian Bogor atas segala dukungannya.
Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Irgandhini Agra Kanaya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
Biofarmaka
8
Ekspor, Neraca Perdagangan dan Perdagangan Internasional
8
Konsep Dasar Dayasaing
9
Data Panel
10
Penelitian Terdahulu
10
Hipotesis
12
Kerangka Penelitian
13
METODE
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Analisis dan Pengolahan Data
16
Revealed Comparative Advantage (RCA)
16
Export Product Dynamics (EPD)
16
Analisis Data Panel
18
Pemilihan Model Terbaik
19
Uji Asumsi Klasik
20
Gravity Model
21
Perumusan Model Penelitian
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Jahe, Kunyit dan Kayu
Gaharu
25
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe, Kunyit dan
Kayu Gaharu
30
SIMPULAN DAN SARAN
39
Simpulan
39
Saran
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
75
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Nilai Produktivitas Biofarmaka Indonesia (Ton/Ha) Periode 2008-2012
Perolehan Data dan Kode HS Produk Biofarmaka
Posisi Daya Saing Menurut Metode EPD
Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe China Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kunyit Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kunyit India Periode 2003-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012
Hasil Nilai RCA dan EPD Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Jahe Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2001-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Jahe China di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Kunyit Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Kunyit India di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012
Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel
Kayu Gaharu Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 20102012
4
15
17
25
26
27
27
28
29
30
32
33
35
37
DAFTAR GAMBAR
1 Kontribusi Biofarmaka terhadap PDB Hortikultura Atas Dasar
Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Periode 2008-2012
2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012
3 Luas Lahan Produk Biofarmaka (Ha) Periode 2008-2012
4 Nilai Ekspor dan Impor Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu (ribu US
Dollar) Periode 2008-2012
5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke
Berbagai Negara Tujuan Utama Periode 2008-2012
6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US
Dollar) Periode 2008-2012
7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
8 Kekuatan Bisnis dan Dayatarik Pasar
1
2
3
3
5
6
14
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Hasil Pengolahan Nilai RCA Jahe Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Jahe China Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kunyit Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kunyit India Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012
Hasil Pengolahan Nilai RCA Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012
Hasil Pengolahan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Jahe China Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Kunyit Indonesia Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Kunyit India Periode 2003-2012
Hasil Pengolahan EPD Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012
Hasil Pengolahan EPD Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012
Hasil Estimasi Data Panel Jahe Indonesia
Hasil Uji Normalitas Jahe Indonesia
Korelasi antar Variabel Jahe Indonesia
Hasi Estimasi Data Panel Jahe China
Hasil Uji Normalitas Jahe China
Korelasi antar Variabel Jahe China
Hasil Estimasi Data Panel Kunyit Indonesia
Hasil Uji Normalitas Kunyit Indonesia
Korelasi antar Variabel Kunyit Indonesia
Hasil Estimasi Data Panel Kunyit India
Hasil Uji Normalitas Kunyit India
Korelasi antar Variabel Kunyit India
Hasil Estimasi Data Panel Kayu Gaharu Indonesia
Hasil Uji Normalitas Kayu Gaharu Indonesia
Korelasi antar Variabel Kayu Gaharu Indonesia
43
45
48
50
53
55
55
58
61
64
66
68
69
70
70
70
71
71
71
72
72
72
73
73
73
74
74
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara agraris dengan keanekaragaman hayati
tertinggi di dunia, termasuk di dalamnya kehutanan dan pertanian untuk
mendukung kestabilan iklim (hutan) dan kestabilan pangan dunia (pertanian)
(FAO 2010). Dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, menjadikan banyak
negara asing mengimpor produk-produk dari Indonesia terutama sektor pertanian.
Di dalam sektor pertanian terdapat sub-sektor potensial yang mendukung
pendapatan negara seperti tanaman bahan makanan, peternakan, perikanan,
perkebunan dan kehutanan.
Produk yang berkualitas difungsikan sebagai penentu dalam mencapai
target pembangunan ekonomi Indonesia. Faktor penentu pokok tedapat pada
hortikultura dalam sub-sektor tanaman bahan makanan. Sehingga mata
pencaharian masyarakat Indonesia lebih berorientasi pada pertanian, didukung
dengan lahan yang tersedia di Indonesia yang masih digunakan masyarakat
sebagai pengolahan tanaman bahan makanan termasuk hortikultura. Hal ini
ditunjukkan dengan kontribusi kekayaan alam produk atau komoditi dilihat dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura Indonesia atas dasar harga konstan
2000 (Gambar 1).
Total PDB
Hortikultura
100
Tanaman Hias
5.86
Biofarmaka
5.39
Sayuran
Buah-buahan
34.67
54.08
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2012
Gambar 1 Kontribusi Biofarmaka terhadap PDB Hortikultura Atas Dasar
Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Periode 2008-2012
Gambar 1 menjelaskan bahwa produk biofarmaka telah memberikan peran
cukup baik dalam PDB hortikultura, dibuktikan dengan adanya kontribusi PDB
biofarmaka sebesar 5.39% sejumlah 6 174 milyar rupiah tahun 2012. Sedangkan
jumlah hortikultura memiliki nilai kontribusi sebesar 327 550 milyar rupiah atau
sekitar 12.51% dari total PDB Indonesia 2 618 139 milyar rupiah tahun 2012.
Hortikultura dibagi atas beberapa produk yaitu buah-buahan, sayuran,
tanaman hias dan produk biofarmaka. Potensi pengembangan biofarmaka di
Indonesia makin terbuka luas. Hal ini didukung dengan tersedianya lahan
produksi, didukung pula dengan berubahnya pandangan masyarakat yang
2
berorientasi pada pola makanan yang sehat serta fungsional (back to nature) 1 .
Sebagian masyarakat Indonesia menyakini bahwa obat-obatan herbal mengandung
banyak khasiat dan tidak memiliki efek samping 2 . Gambar 2 merupakan data
mengenai produksi biofarmaka jenis rimpang (akar) periode 2008-2012.
180,000
160,000
Jahe
Ton
140,000
120,000
Kunyit
100,000
Kencur
80,000
Lengkuas
60,000
Lempuyang
40,000
Kapulaga
20,000
Temulawak
0
2008
2009
2010
2011
2012
Sambiloto
Tahun
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2012
Gambar 2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012
Produksi biofarmaka mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, dimana
terjadi penurunan 0.22% berdasarkan produksinya sebesar 60 220 ton pada jahe
selama periode 2008-2011, namun kembali meningkat 0.21% sebesar 19 794 ton.
Produksi kunyit juga mengalami penurunan 0.23% periode 2008-2011 sebanyak
26 455 ton, dan mengalami peningkatan 0.14% di tahun 2012 sebesar 12 176 ton.
Faktor yang memicu terjadinya penurunan produksi adalah luas lahan yang
semakin sempit atau terjadinya pengalihan fungsi lahan.
Iklim yang tropis di Indonesia menyebabkan panen hortikultura
berkembang dengan cukup baik. Karena sebagian besar produk biofarmaka
bergantung pada lahan atau wilayah yang memiliki iklim sejuk. Kendala yang
dihadapi untuk produksi biofarmaka adalah belum ditetapkannya budidaya yang
baik, mutu produk yang bervariasi serta skala usaha yang kecil, hal ini juga
berhubungan dengan luas lahan yang menjadi faktor pendukung produksi
biofarmaka yang telah disajikan pada Gambar 3.
Seiring dengan produksi dan luas lahan yang menunjang penyediaan
produk biofarmaka domestik, maka permintaan produk biofarmaka mancanegara
ikut meningkat. Dari 15 jenis produk biofarmaka Indonesia hanya jahe, kunyit dan
kayu gaharu yang memiliki nilai produksi, luas lahan, nilai dan volume eskpor
paling besar. Permintaan ekspor dengan nilai yang besar mengindikasikan bahwa
produk biofarmaka dapat dengan efisien diproduksi dibandingkan negara lain
1
Sukmadjaja A. 2010. Budidaya yang baik pada tanaman biofarmaka [internet]. [Artikel Pertanian dibuat pada Rabu 16
Juni 2010]; [diunduh 2013 Des 19] tersedia pada: http//www.bbppketindan.bppsdmp.deptan.go.id.htm
2
Wiguna T. 2009. 144 Jenis Tanaman Obat Dikembangkan di Biofarmaka IPB 2009.[Internet]. [Diunduh 2013 Des 19].
Tersedia pada: http//www.diperta.jabarprov.go.id.htm
3
Hektar (Ha)
dengan melakukan spesialisasi produk dan ekspor. Seperti yang diuraikan dalam
Gambar 4.
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
-
Jahe
Kunyit
Kencur
Lengkuas
Lempuyang
Kapulaga
Temulawak
2008
2009
2010
2011
2012
Sambiloto
Tahun
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013
Gambar 3 Luas Lahan Produk Biofarmaka (Ha) Periode 2008-2012
Dari sekitar satu juta hektar lahan yang digunakan untuk hortikultura, ratarata hanya 23 639.90 hektar yang diolah untuk produksi biofarmaka. Luas lahan
yang digunakan masyarakat untuk memproduksi produk hortikultura periode
2008-2011 mengalami penurunan. Rata-rata luas lahan jahe menurun 0.14%,
namun kembali mengalami peningkatan 0.03% sebanyak 137.90 hektar tahun
2012. Walaupun tidak mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dapat
memengaruhi produksi dan penyediaan kebutuhan jahe domestik.
Gambar 4 merupakan data nilai ekspor dan impor jahe, kunyit dan kayu
gaharu periode 2008-2012. Namun masih harus mendapatkan perhatian dari
pemerintah sebab jahe memiliki neraca yang defisit. Neraca yang defisit adalah
nilai minus dari ekspor dan impor produk biofarmaka.
30,000
25,000
Ribu US$
20,000
15,000
Ekspor
10,000
Impor
5,000
Neraca
(5,000)
(10,000)
Jahe
Kunyit
Kayu Gaharu
Komoditi
Sumber: Trade Map, 2013
Gambar 4 Nilai Ekspor dan Impor Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu (ribu US
Dollar) Periode 2008-2012
4
Gambar 4 menjelaskan bahwa nilai ekspor selama periode 2008-2012 jahe
mengalami defisit neraca perdagangan dengan nilai ekspor 12 288 ribu US Dollar
dan impor paling tinggi sebesar 18 906 ribu US Dollar dengan nilai defisit sebesar
6 618 ribu US Dollar, sedangkan kayu gaharu memiliki neraca perdagangan
tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 26 244 ribu US Dollar dan nilai impor paling
kecil yaitu 72 ribu US Dollar, dengan nilai neraca perdagangan sebesar 26 172
ribu US Dollar. Artinya Indonesia masih mampu memenuhi permintaan kunyit
dan kayu gaharu di dunia dan bersaing dengan negara lain, sehingga
diperlukannya analisis mengenai kekuatan daya saing, posisi pangsa pasar dan
faktor yang memengaruhi permintaan produk biofarmaka.
Produk biofarmaka memiliki potensi yang besar dalam penyediaan bahan
makanan domestik dan mancanegara (ekspor). Peluang yang dimiliki produk
biofarmaka juga cukup besar untuk dikembangkan agar menguasai dan bersaing
di pasar dunia. Nilai ekspor dan jumlah produksi biofarmaka yang berfluktuatif
membuktikan bahwa Indonesia memiliki pesaing dalam menghasilkan produk
yang sama, diharapkan hal ini menjadi pemicu negara Indonesia untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas hortikultura khususnya produk
biofarmaka.
Perumusan Masalah
Masalah utama dalam pengembangan produk biofarmaka adalah
produktivitas menurun dan nilai ekspor yang masih cenderung tidak menentu.
Produktivitas suatu komoditi ditentukan berdasarkan perbandingan antara
produksi dengan luas lahan yang tersedia bagi komoditi tersebut. Maka perbaikan
varietas unggul dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan dan masih menjadi
fokus utama penyediaan produk biofarmaka domestik dan mancanegara. Tabel 1
menyajikan tingkat produktivitas biofarmaka Indonesia periode 2008-2012.
Tabel 1 Nilai Produktivitas Biofarmaka Indonesia (Ton/Ha) Periode 2008-2012
Komoditi
Jahe
Kunyit
Kencur
Lengkuas
Lempuyang
Kapulaga
Temulawak
Sambiloto
2008
17.79
18.83
13.10
21.33
15.45
78.63
14.68
28.28
2009
17.80
22.74
17.03
24.88
16.15
71.81
17.56
25.07
Tahun
2010
17.80
23.56
15.41
28.60
20.73
52.75
19.43
23.09
2011
17.25
21.45
15.97
27.50
20.82
71.52
18.43
24.16
2012
20.35
20.64
19.00
28.58
17.61
31.65
24.26
11.78
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013
Tabel 1 menjelaskan mengenai nilai produktivitas berdasarkan
perbandingan antara total produksi dan luas lahan dengan satuan ton/ha per tahun.
Nilai produktivitas tertinggi terdapat pada kapulaga namun mengalami penurunan
periode 2011-2012 sebesar 0.56% dengan nilai 39.87 ton/ha per tahun dan
5
Kunyit
Jahe
Tahun
Kayu
Gaharu
produktivitas kapulaga hanya dapat memenuhi permintaan domestik namun tidak
mampu memenuhi kebutuhan mancanegara. Jahe mengalami peningkatan
produktivitas setiap tahun sebesar 0.18% dengan kenaikan sebesar 3.09 ton/ha per
tahun selama periode 2011-2012. Sedangkan kunyit mengalami peningkatan
produktivitas yakni 0.04% dengan kenaikan sebesar 4.72 ton/ha per tahun periode
2010-2011.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati berupa berbagai ramuan jamu telah
menarik perhatian mancanegara dan pemakaian jamu sebagai obat alternatif untuk
berbagai penyakit khususnya untuk penyakit yang tidak berhasil disembuhkan
dengan obat-obatan modern. Hal ini juga dirasakan pada negara lain yang mulai
beralih pada produk herbal yang terbebas dari bahan kimiawi. Untuk itu peneliti
dapat mengetahui negara importir produk biofarmaka dari Indonesia sesuai
dengan jumlah dan nilai ekspor terbesar serta kekontinuan mengimpor produk
biofarmaka yang dijelaskan pada Gambar 5.
2012
2011
2010
Saudi Arabia
2012
Netherlands
2011
Hongkong
2010
Singapore
2012
Malaysia
2011
India
2010
Japan
0
1000
2000
3000
4000
5000
Ribu US Dollar
Sumber: Trade Map, 2013
Gambar 5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke
Berbagai Negara Tujuan Utama Periode 2008-2012
Kriteria pemilihan negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah dengan
melihat pertumbuhan nilai ekspor yang paling tinggi, kemudian aspek
kekontinuan negara tersebut dalam permintaan produk biofarmaka. Negara tujuan
ekspor jahe tertinggi adalah Jepang, Malaysia, Singapura, Belanda dan Saudi
Arabia dengan rata-rata ekspor senilai 221.31 ribu US Dollar per tahun. Kunyit
memiliki negara tujuan dengan nilai ekspor tertinggi yaitu Jepang, India, Malaysia,
Singapura, Hongkong, Belanda dan Saudi Arabia dengan rata-rata nilai ekspor
sebesar 474.04 ribu US Dollar per tahun, sedangkan kayu gaharu adalah Jepang,
India, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Saudi Arabia sebesar 716.28 ribu US
Dollar per tahun.
Dilihat dari berbagai aspek seperti pola masyarakat dunia yang beralih
pada obat herbal, produksi dan lahan biofarmaka serta keberhasilan dalam ekspor
ke berbagai negara tujuan dunia mengindikasikan bahwa Indonesia mampu
6
membawa produk biofarmaka bersaing dengan negara eksportir lain. Hal ini
diharapkan menjadi pemicu peningkatan kualitas dan produk terbaik untuk
memposisikan diri sebagai pemegang pasar internasional. Gambar 6 menjelaskan
tentang neraca perdagangan produk biofarmaka Indonesia periode 2008-2012.
2,000,000
Ribu US Dollar
1,500,000
1,000,000
500,000
Ekspor
Impor
(500,000)
2008
2009
2010
2011
2012
Neraca
(1,000,000)
(1,500,000)
Tahun
Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013
Gambar 6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar)
Periode 2008-2012
Dijelaskan pada Gambar 6 bahwa terjadi defisit neraca perdagangan
dengan nilai minus (-) dilihat dari masih tingginya nilai impor dibandingkan
dengan ekspor produk biofarmaka secara keseluruhan, artinya konsumsi impor
dari produk biofarmaka lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi ekspornya.
Terjadi defisit neraca perdagangan tertinggi tahun 2012 sebesar 1 308 867 ribu US
Dollar dengan nilai ekspor 504 538 ribu US Dollar sebanding dengan kenaikan
impor sebesar 1 813 405 ribu US Dollar.
Sesuai dengan fokus penelitian mengenai analisis jahe, kunyit dan kayu
gaharu seharusnya dapat memenuhi permintaan produk biofarmaka domestik dan
mancanegara untuk mendukung peningkatan PDB Indonesia, walaupun memiliki
potensi ekspor namun secara keseluruhan produk biofarmaka masih
membutuhkan perhatian pemerintah untuk mendukung pemasukan devisa dan
pendapatan Indonesia, seperti halnya dengan menaikan nilai tukar riil karena
dapat membuat nilai tukar terdepresiasi sehingga harga produk biofarmaka
domesik lebih murah dan permintaan ekspor mancanegara akan meningkat.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan dan hal yang menarik untuk
dianalisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor terhadap
negara tujuan. Maka permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian tersebut,
adalah:
1. Bagaimana posisi dayasaing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia di
negara tujuan utama?
2. Apakah faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe, kunyit dan
kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama?
7
Tujuan Penelitian
Dengan ini tujuan dilaksanakannya penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi posisi dayasaing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia
di negara tujuan utama.
2. Mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe,
kunyit dan kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama.
Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai bahan acuan dalam
kepentingan pengembangan ipteks seperti menganalisis dayasaing komoditi
potensial di Indonesia, mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia, serta menjadi bahan referensi
untuk meningkatkan dayasaing produk biofarmaka di pasar internasional.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, pertama Revealed
Comparative Advantage (RCA) dan kedua Export Product Dynamics (EPD),
dengan alat analisis ini penulis dapat dengan mudah mengidentifikasi dayasaing
dan posisi jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia. Metode ketiga adalah Gravity
Model (metode panel) sebagai penentu faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu.
Analisis jahe Indonesia jahe China sebagai pesaing menggunakan data
(time series) 2003-2012 untuk analisis RCA dan EPD dengan delapan negara
tujuan ekspor (cross section) yaitu Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura,
Pakistan, Belanda, Saudi Arabia dan Philippina. Sedangkan analisis data panel
jahe menggunakan periode 2001-2012 dengan sembilan negara tujuan utama sama
dengan analisis RCA dan EPD ditambah negara Amerika Serikat.
Analisis kunyit Indonesia dan kunyit India sebagai pesaing menggunakan
data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel dengan
tujuh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu India, Singapura, Jepang,
Malaysia, Belanda, Hong Kong dan Saudi Arabia. Analisis kayu gaharu Indonesia
menggunakan data (time series) 2010-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data
panel dengan sepuluh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Saudi Arabia,
Singapura, Arab Emirates, Sudan, China, Vietnam, Hong Kong, Nigeria, India
dan Malaysia.
Negara pesaing utama ekspor produk biofarmaka (jahe, kunyit dan kayu
gaharu) Indonesia dipilih berdasarkan analisis posisi daya saing pada kuadran VI
“Lost Opportunity” untuk RCA dan EPD. Sedangkan negara tujuan ekspor produk
biofarmaka dipilih berdasarkan kegiatan ekspor dilakukan secara berkelanjutan
(continue) dan termasuk dalam negara terbesar dalam nilai dan volume ekspor
jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Biofarmaka
Biofarmaka merupakan produk yang sejak dahulu menjadi bahan utama
untuk mengobati segala macam jenis penyakit, berguna bagi ketahanan tubuh dan
berfungsi sebagai pemelihara daya tahan serta dianggap sebagai pangan
fungsional, maksudnya makanan yang memang dikonsumsi orang tidak dalam
keadaan terpaksa seperti jamu (Sumarno 2008). Produk ini dapat digunakan
sebagai pengobatan dan bahan aktifnya digunakan sebagai bahan obat sintetik.
Indonesia termasuk negara yang memiliki lahan pertanian dan cocok dijadikan
lahan berbudidaya produk biofarmaka, salah satu yang terbesar terdapat di Jawa
Tengah dengan menyuplai kebutuhan nasional sebesar 50% (Fahma 2012).
Dilihat dari permintaan konsumen obat alami baik di Indonesia maupun
mancanegara, biofarmaka merupakan produk yang makin populer di semua
kalangan. Biofarmaka menjadi pilihan alternatif bagi kebutuhan dan banyak
diminati karena selain produknya berkualitas juga harganya cukup terjangkau,
dikarenakan harga tawar produk dari petani sangat rendah, sehingga petani lebih
memilih untuk menjualnya kepada tengkulak. Maka telah diberlakukannya
penetapan harga pokok produk yang tepat sehingga tidak lagi merugikan petani.
Ekspor, Neraca Perdagangan dan Perdagangan Internasional
Ekspor neto adalah pembelian pihak asing atas berbagai barang dan jasa
yang diproduksi dalam negeri (export) dikurangi oleh pembelian penduduk
setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di mancanegara (import).
Sedangkan ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan
dijual di luar negeri atau proses transportasi barang dari dalam ke luar negeri.
Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor bersih adalah pendapatan konsumen di
dalam dan di luar negeri, biaya mengirimkan barang dari satu negara ke negara
lain dan kebijakan pemerintah tentang perdagangan internasional (Mankiw 2006).
Apabila harga ekspor suatu negara jatuh maka relatif menyangkut pula
harga produk yang diimpor, karena negara tersebut harus menjual lebih banyak
produk ekspornya dan mengerahkan lebih banyak lagi faktor-faktor produksi
semata-mata untuk menjaga jumlah barang yang diimpor sebanyak tahun
sebelumnya. Dengan kata lain, social opportunity costs satu unit impor naik jika
harga ekspor menurun (Todaro 1985).
Terdapat beberapa pandangan dari beberapa ahli ekonomi di dunia dari
masyarakat kaum klasik mengenai perdagangan internasional. Seperti contoh yang
pertama adalah teori keunggulan mutlak (Absolute Advantage Theory) atau yang
dikenal dengan teori keunggulan absolut oleh Adam Smith, ia mengemukakan
tentang keuntungan perdagangan mancanegara yang memungkinkan suatu negara
memperluas pasar atas hasil-hasil produksinya dengan cara menaikan produksi
barang yang tidak dapat dijual di dalam negeri, namun akan bernilai tambah
apabila dijual ke luar negeri melalui perdagangan luar negeri, keuntungan lainnya
yaitu memungkinkan negara tersebut menggunakan teknologi yang dikembangkan
di luar negeri yang lebih baik dari yang ada di dalam negeri (Salvatore 1997).
9
Teori yang kedua adalah teori keunggulan komparatif (Comparative
Advantage Theory) oleh David Ricardo berisi tentang walaupun sebuah negara
kurang efisien (atau memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam
memproduksi kedua komoditi, namun masih terdapat dasar untung kedua negara
tersebut melakukan perdagangan dan saling memberikan keuntungan dua belah
pihak. Salah satu negara harus melakukan spesialisasi dalam produksi dan
mengekspor produk yang memiliki kerugian absolut lebih kecil dan mengimpor
barang yang memiliki kerugian absolut lebih besar (Salvatore 1997). Dalam hal
ini keunggulan komparatif berperan penting dalam masalah ekonomi yang bersifat
menentukan (UNIDO 1986).
Teori perdagangan menurut Todaro (1985) perdagangan merupakan faktor
penting bagi pertumbuhan dimana hal tersebut dapat meningkatkan kapasitas
konsumsi negara dan membuka jalan bagi komoditi langka memasuki pasar
dewasa, karena tanpa proses tersebut negara-negara miskin tidak akan mampu
berkembang. Kedua, perdagangan lebih mendorong terjadinya keadilan nasional
sebab diharapkan dapat menghapus gaji yang tinggi di negara yang kaya dan gaji
rendah di negara yang miskin. Ketiga yaitu perdagangan membantu negara-negara
mencapai perkembangan dengan meningkatkan dan menghargai faktor dari sektor
ekonomi yang memiliki nilai dan daya saing. Keempat adalah penentu harga
produk internasional bagi kesejahteraan nasional serta kebijakan pemerintah.
Konsep Dasar Dayasaing
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA adalah index yang
mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan evaluasi
peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara tersebut, dibandingkan
dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia (Basri 2002), asumsi
jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas ratarata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki dayasaing yang kuat,
begitupun sebaliknya. Menurut teori David Ricardo, keunggulan komparatif akan
tercapai bila produksi barang di suatu negara lebih banyak dengan biaya yang
lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya (Salvatore 1997).
Metode kedua adalah dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD),
bertujuan untuk menentukan keunggulan kompetitif komoditi tertentu dari suatu
negara dan untuk mengetahui pergerakan dinamis dari komoditi yang diteliti.
Pertama kali dikemukakan oleh Porter bahwa dayasaing diidentifikasikan dengan
produktivitas, yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk tiap input yang
digunakan. Jika pertumbuhan komoditi tersebut berada di atas rata-rata dunia dan
dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka panjang maka komoditi ini
memungkinkan terjadinya sumber penting dari pendapatan ekspor suatu negara.
Terdapat empat kategori kekuatan dan posisi komoditi yaitu “Rising Star”, “Lost
Opportunity”, “Falling Star” dan “Retreat”.3
3
Siregar, T. 2010. Dayasaing Buah-Buahan Tropis Indonesia di Pasar Dunia. [Skripsi].
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.
10
Data Panel
Panel data adalah pooled data (penggabungan data time sries dan cross
section). Keuntungan menggunakan data panel diantaranya adalah dapat
memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, derajat bebas lebih
besar dan lebih efisien. Kedua, studi data panel lebih memuaskan untuk
menentukan perubahan dinamis. Ketiga dapat melakukan studi yang lebih
kompleks, dan terakhir dapat meminimumkan bias yang dilakukan oleh agresi
individu atau perusahaan karena unit penelitian lebih banyak (efektif 30 data atau
lebih) (Juanda 2009).
Data Panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan
informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Dengan kata
lain data panel adalah unit individu yang sama dan diamati dalam kurun waktu
tertentu. Keuntungan menggunakan model data panel dibandingkan time series
dan cross section saja adalah membuat jumlah observasi menjadi banyak dan
lebih besar, sehingga parameter yang akan diestimasi akan lebih akurat
dibandingkan dengan model lain. Secara teknis model panel data dapat
memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta
meningkatkan derajat kebebasan. Keuntungan lainnya yaitu mengurangi masalah
identifikasi dan mengontrol heterogenitas individu (Firdaus 2011).
Metode data panel memiliki tiga pendekatan, yaitu Pooled Least Square,
Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).
Penelitian Terdahulu
Amelia (2009) penelitian mahasiswi Ilmu Ekonomi IPB ini membahas
mengenai Daya Saing Jahe Indonesia di Pasar Intenasional, tujuannya yaitu
dengan melihat struktur pasar jahe dan perilaku pasar produsen Indonesia dalam
perdagangan Internasional. Alat analisisnya menggunakan analisis keunggulan
komparatif dan kompetitif terhadap jahe Indonesia. Penelitian ini menggunakan
data primer dan sekunder periode 2000-2007. Hasilnya adalah pasar jahe dunia
merupakan struktur pasar dominan atau price taker. Berdasarkan hasil RCA, jahe
di pasar Internasional setelah tahun 2005 melemah akibat dari penurunan nilai
ekspor dan penurunan kualitas jahe Indonesia. Masalah utama yang dianalisis
adalah produksi yang tidak stabil dan mutu yang kurang baik.
Suharti (2009) fokus penelitian mengenai prospek pengusahaan kayu
gaharu dengan menggunakan pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
(PHBM). Kelangkaan yang dialami oleh komoditi kayu gaharu disebabkan oleh
perburuan gaharu dan pemotongan pohon secara liar dan tidak dilakukannya
reboisasi. Berdasarkan analisis finansial kayu gaharu akan memberikan
keuntungan bersih yakni Net Present Value (NPV) sebesar 147.47 juta per hektar.
Untuk penanaman modal diperlukannya kerjasama dalam bentuk PHBM tersebut
dalam jangka panjang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan
pengelola kayu gaharu untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan ekologi
bersama.
Agri (2011) penelitian ini mengambil tema daya saing hortikultura di
sepuluh negara tujuan utama. Menggunakan metode analisis deskriptif untuk
perkembangan ekspor dan pesaing hortikultura dan analisis kualitatif RCA dan
11
EPD untuk mengetahui posisi daya saing hortikultura tahun 2001, 2005 dan 2009.
Berdasarkan hasil RCA, hortikutura Indonesia masih rendah di beberapa negara
tujuan, sedangkan menurut analisis EPD secara umum posisi hortikultutra berada
pada “Rising Star” dan harus dipertahankan. Negara tujuan ekspor yang paling
kontinu adalah negara Singapura.
Emmy (2009) menjelaskan performa dari 13 komoditi industri buah dan
sayuran yang dimiliki oleh lima negara ASEAN menggunakan RCA.
Menghasilkan estimasi yaitu Singapura memiliki keunggulan komparatif lima
komoditi, Philipina tiga komoditi, Indonesia satu komoditi, Thailand dan
Malaysia memiliki keunggulan komparatif sebanyak dua komoditi periode 20002006. Variabel yang digunakan adalah data perdagangan industri buah dan sayur
(ekspor).
Chandran (2010) menjelaskan dampak ekonomi dari perdagangan
komoditi unggul India di sektor pertanian agar dapat memenuhi permintaan
konsumen dengan jumlah penduduk yang padat menggunakan RCA untuk melihat
keunggulan komparatif terhadap penyediaan barang dan melihat bagaimana
dayasaing dari keikutsertaan berbagai negara dari suatu komoditi serta bagaimana
kerjasama perdagangan tiap negara tersebut (negara ASEAN). Variabel yang
digunakan dalam penelitian tersebut adalah total ekspor negara tujuan dan dunia,
intensitas impor, data perdagangan terhadap negara ASEAN.
Bergstrand (1985) menggunakan Gravity Model untuk menguraikan laju
perdagangan. Model ini berpotensi untuk menguatkan suatu teori dengan
mengidentifikasi adanya faktor-faktor ekonomi yang mendorong terjadinya
perdagangan antardua negara. Hasil penelitian faktor yang memengaruhi adalah
laju perpindahan penduduk atau jumlah penduduk negara. Variabel yang
digunakan adalah permintaan, penawaran dan harga keseimbangan.
Yuniarti (2007) penelitian ini bertujuan untuk melihat performa
perdagangan Indonesia dengan mengakaji determinan perdagangan bilateral
antardua negara dalam mengekspor suatu produk yang saat ini telah membaik.
Alat analisisnya menggunakan Gravity Model dengan variabel dependen
perdagangan bilateral, sedangkan variabel independen adalah jarak dan
pendapatan. Hasilnya seluruh variabel berpengaruh terhadap perdagangan
bilateral dan sesuai dengan teori ekonomi kecuali endownment dan tidak
berpengaruh terhadap model.
Karlinda (2012) penelitian ini menggunakan metode RCA dan EPD untuk
mengukur keunggulan komparatif dan kompetitif mutiara Indonesia dengan hasil
mutiara Indonesia memiliki keunggulan tersebut ke negara Australia, Hongkong
dan Jepang. Sedangkan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi ekspor
mutiara adalah dengan menggunakan gravity model dan diperoleh bahwa GDP per
kapita riil negara importir, nilai tukar dan nilai ekspor tahun sebelumnya
signifikan dan berpengaruh positif, populasi berpengaruh negatif dan jarak
ekonomi tidak signifikan.
Boansi (2013) meneliti tentang keunggulan kompetitif periode 1964-2010
(secara random) bahwa kopi merupakan produk unggulan dari negara Ghana dan
mampu bersaing dengan negara lain dengan alat analisis menggunakan RCA dan
RSCA. Hasilnya adalah kopi merupakan produk terbaik untuk di ekspor
berdasarkan periode tersebut, kemudian diperoleh estimasi efek dari kunci
12
determinan ekonomi terhadap kopi Ghana, produksi dan harga produksi domestik
periode 1981-2009.
Telaumbanua (2011) menganalisis mengenai determinan ekspor provinsi
Sumut dengan Gravity Model. Variabel yang digunakan diantaranya adalah GDP
per kapita, populasi, jarak geografi, investasi dan nilai tukar. Negara tujuannya
yaitu USA, Belanda, China, India, Italia, Jepang, Malaysia, Egypt, Singapura dan
Ukraina. Periode yang digunakan adalah 6 tahun (2005-2010). Seluruh variabel
signifikan dan sesuai dengan hipotesis (seluruhnya positif kecuali jarak bernilai
negatif).
Putri (2014) menganalisis daya saing dan faktor yang memengaruhi
produksi beras kencur yang digunakan sebagai jamu. Menggunakan metode RCA
dan panel data dengan hasil komoditi herbal yang ada di Wonogiri, Jawa Tengah
memiliki daya saing yang tinggi dengan nilai 137 287 575 US Dollar tahun 2012.
Variabel independen yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
memengaruhi produksi herbal beras kencur adalah beras (BR) kencur (KC) yang
memiliki pengaruh nyata karena < nilai alfa 15%. Turmeric (kunyit) termasuk
dalam produk herbal yang masuk dalam lima besar perdagangan dunia dengan
pesaing India dan Belanda dan aman untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jurnal penelitian oleh Putri tidak
meneliti mengenai komoditi lain yang termasuk dalam obat herbal lainnya, kedua
yaitu periode waktu untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi produksi
tidak dijelaskan secara spesifik.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai keseluruhan suatu barang dan
jasa yang diproduksi dalam wilayah dan jangka waktu tertentu. Ukuran
kesejahteraan suatu negara ditentukan berdasarkan kemampuan untuk
melakukan perdagangan mancanegara dengan menjual atau membeli suatu
produk antardua negara. Semakin besar ukuran ekonomi negara maka semakin
besar pula kemampuan untuk memproduksi suatu barang dan jasa. Dengan
terciptanya suatu produk di negara domestik maka pemenuhan kebutuhan
masyarakat pada negara tersebut tercukupi.
Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin tinggi
kemampuan negara dalam menghasilkan produk secara mandiri, maka
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik) dan
mancanegara (ekspor) dapat terpenuhi dengan baik. GDP riil dapat mengukur
kemampuan dan ukuran ekonomi suatu negara, korelasi dengan nilai ekspor
jahe, kunyit dan kayu gaharu terhadap negara tujuan utama diduga memiliki
pengaruh yang positif, artinya apabila GDP riil suatu negara meningkat maka
permintaan mancanegara akan jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia juga
akan meningkat.
2. Nilai tukar dapat memengaruhi harga produk domestik secara langsung
melalui perubahan harga luar negeri dan secara tidak langsung berpengaruh
terhadap penyediaan barang domestik. Korelasi yang terjadi dengan nilai dan
13
permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu diduga memiliki pengaruh
positif, apabila nilai tukar riil menurun maka nilai tukar terapresiasi harga
barang domestik lebih mahal dibandingkan harga barang di mancanegara,
sehingga permintaan ekspor menurun. Keadaan sebaliknya yakni apabila nilai
tukar riil meningkat maka nilai tukar terdepresiasi sehingga harga barang
domestik lebih murah dibandingkan harga barang mancanegara, maka
permintaan ekspor meningkat (Mankiw 2006).
3. Populasi digunakan dalam mengukur besarnya suatu negara. Pertambahan
populasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni dari sisi penawaran
maupun sisi permintaan. Penambahan populasi pada sisi permintaan
meningkatkan permintaan produk, maka negara cenderung menurunkan
ekspor atau meningkatkan jumlah permintaan domestik. Sedangkan pada sisi
penawaran, pertambahan populasi menaikkan produksi dalam negeri sehingga
negara lain cenderung meningkatkan permintaan ekspor. Populasi negara
tujuan diduga berkorelasi positif terhadap permintaan ekspor jahe, kunyit dan
kayu gaharu, artinya semakin besar populasi suatu negara maka permintaan
suatu komoditi bertambah dengan meningkatkan jumlah ekspor.
4. Jarak merupakan penentu utama dalam gravity model, dimana terjadi peristiwa
tarik menarik antardua negara yang melakukan perdagangan. Hal ini terjadi
karena indikasi dari biaya transportasi yang harus dibayarkan apabila suatu
negara melakukan transaksi perdagangan (Rifqi 2013). Semakin jauh jarak
yang memisahkan antardua negara maka semakin mahal pula biaya yang harus
ditanggung, menyebabkan perdagangan kedua negara turun. Maka jarak
ekonomi suatu negara diduga memiliki korelasi negatif terhadap permintaan
ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia.
Apabila semakin dekat jarak ekonomi suatu negara dalam berdagang maka
lebih sedikit biaya transportasi yang ditanggung dan permintaan ekspor
produk meningkat, begitupun sebaliknya.
5. Harga ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia diduga memiliki korelasi
negatif, artinya semakin tinggi harga produk biofarmaka di suatu negara maka
semakin menurun nilai dan volume ekspor suatu barang atau produk terhadap
negara tujuan utama.
Kerangka Pemikiran
Produk biofarmaka telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari semua
kalangan. Produk biofarmaka yang termasuk dalam hortikultura merupakan
potensi Indonesia yang sedang berkembang, dibuktikan dengan kontribusi
terhadap pendapatan negara yaitu PDB. Dari ke 15 jenis produk biofarmaka,
hanya jahe, kunyit dan kayu gaharu yang memiliki produksi yang sangat baik,
selain itu ketiga komoditi tersebut adalah komoditi dengan produksi dan
permintaan ekspor tertinggi menurut negara tujuan utama.
Dengan produk potensial tersebut mengindikasikan bahwa kita mampu
bersaing secara global di pasar dunia dengan melihat eksistensi perdagangan
menurut negara tujuan utama yang diperoleh berdasarkan kekontinuan negara
tersebut mengimpor produk biofarmaka Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan nilai
ekspor yang meningkat tiap tahunnya dan neraca perdagangan yang bernilai
positif, artinya Indonesia mampu menyediakan kebutuhan domestik maupun
14
mancanegara khususnya untuk jahe, kunyit dan kayu gaharu. Secara keseluruhan
produk biofarmaka masih memiliki neraca perdagangan negatif periode 20082012, untuk itu diperlukan analisis daya saing komparatif dan kompetitif
menggunakan RCA dan EPD.
Hal tersebut juga menimbulkan indikasi faktor yang memengaruhi
permintaan jahe, kunyit dan kayu gaharu dunia terhadap Indonesia. Di dalam
penelitian ini penulis menggunakan alat analisis yaitu Gravity Model dengan
variabel dependen Export Value (Nilai Ekspor) dan variabel independen Real
GDP (GDP riil), Real Exchange Rate (Nilai Tukar rill), Population (Populasi),
Economic Distance (Jarak Ekonomi) dan Price of Export (Harga Ekspor).
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi karya ilmiah berikutnya lebih
baik lagi dan membantu perencanaan kebijakan pemerintah terhadap hortikultura
khususnya produk biofarmaka. Gambar 7 merupakan kerangka pemikiran dari
penelitian ini.
Kontribusi dan peluang Indonesia
sebagai produsen biofarmaka di
pasar internasional
Produksi, luas lahan dan
produktivitas biofarmaka
Neraca perdagangan jahe, kunyit
dan kayu gaharu Indonesia
Nilai ekspor jahe, kunyit dan
kayu gaharu Indonesia
Produksi, luas lahan,
produktifitas dan defisit neraca
perdagangan produk biofarmaka
Indonesia
Analisis daya saing jahe, kunyit
dan kayu gaharu Indonesia
Analisis faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan ekspor
jahe, kunyit dan kayu gaharu
Indonesia
Revealed Competitive Advantage
(RCA) dan Export Product
Dynamic (EPD)
Gravity Model (model gravitasi)
Kebijakan pemerintah produksi,
luas lahan, produktifitas dan
defisit neraca perdagangan
produk biofarmaka Indonesia
Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
15
METODE
Jenis dan Sumber Data
Analisis jahe Indonesia jahe China sebagai pesaing menggunakan data
(time series) 2003-2012 untuk analisis RCA dan EPD dengan delapan negara
tujuan ekspor (cross section) yaitu Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura,
Pakistan, Belanda, Saudi Arabia dan Philippina. Sedangkan analisis data panel
jahe menggunakan periode 2001-2012 dengan sembilan negara tujuan utama
samadengan analisis RCA dan EPD ditambah negara Amerika Serikat.
Analisis kunyit Indonesia dan kunyit India sebagai pesaing menggunakan
data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel Gravity
Model dengan tujuh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu India, Singapura,
Jepang, Malaysia, Belanda, Hong Kong dan Saudi Arabia. Analisis kayu gaharu
Indonesia menggunakan data (time series) 2010-2012 untuk analisis RCA, EPD
dan data panel dengan sepuluh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Saudi
Arabia, Singapura, Arab Emirates, Sudan, China, Vietnam, Hong Kong, Nigeria,
India dan Malaysia. Tabel 2 menjelaskan mengenai perolehan data yang diteliti
dan kode Harmonized System (HS) guna mempermudah pencarian produk
biofarmaka.
Tabel 2 Perolehan Data dan Kode HS Produk Biofarmaka
Data
Nilai Ekspor dan
Impor jahe, kunyit
dan gaharu
PDB Hortikultura
Produksi
Luas Lahan
Produktivitas
GDP
Nilai Tukar
Populasi
Jarak Geografis
Sumber
Komoditi
-BPS (Badan Pusat
Statistik)
-WITS (World Integrated Jahe
Trade Solution)
-Trade Map
-Ditjend Hortikultura
Ditjend Hortikultura
Kunyit
Kode HS
Ditjend Hortikultura
(1211909500)
World Bank, UNCTAD
Kayu Gaharu
(091010)
(091030)
16
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis pengolahan data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan
menganalisis struktur dan persaingan pasar internasional, metodenya yaitu
Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD) dan
data panel Gravity Model. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software Microsoft Excel dan E-Views 6.1
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Metode RCA berguna dalam mengukur dayasaing dan keunggulan
komparatif produk biofarmaka Indonesia di pasar internasional. Dapat
didefinisikan jika ekspor suatu barang dari sebuah negara sebagai persentase
jumlah ekspor dari negara tersebut lebih tinggi daripada pangsa barang yang sama
dalam jumlah ekspor dunia, artinya negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif atau kompetitif atas produksi dan ekspor barang yang bersangkutan
(Tambunan 2008).
Kinerja ekspor produk biofarmaka dapat ditentukan dengan nilai ekspor
produk biofarmaka Indonesia terhadap total produk yang diekspor ke negara
tujuan tersebut yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai ekspor produk
biofarmaka dunia ke negara tujuan ekspor yang kita pilih. Sehingga menghasilkan
output apakah Indonesia mampu bersaing di pasar dunia terhadap produk
biofarmaka khususnya. Rumus umum yang digunakan dalam metode RCA adalah
sebagai berikut:
RCA =
dimana:
RCA
Xij
Xt
Wij
Wt
…………………...…………...………………………..………. (1)
= Tingkat dayasaing produk biofarmaka Indonesia di negara improtir
= Nilai ekspor produk biofarmaka Indonesia di negara importir
= Nilai ekspor total produk Indonesia di negara importir
= Nilai ekspor produk biofarmaka dunia di negara importir
= Nilai ekspor total produk dunia di negara importir
asumsi:
1. Jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif
diatas rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki
dayasaing yang kuat.
2. Jika nilai RCA < 1, maka Indonesia memilki keunggulan komparatif
dibawah rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki
dayasaing yang lemah.
Export Product Dynamics (EPD)
Metode EPD berfungsi sebagai penentu apakah produk biofarmaka
memiliki performa yang baik atau tidak di pasar dunia dengan kata lain melihat
posisi dayasaing produk biofarmaka khususnya terhadap negara importir terbesar.
17
Metode ini memiliki empat kategori analisis, seperti yang terdapat pada Tabel 3.
Kategori tersebut adalah “Rising Star” kategori ini menunjukkan bahwa negara
tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar produk biofarmaka yang tumbuh
dengan cepat.“Lost Opportunity” ditandai dengan adanya penurunan pangsa pasar
produk biofarmaka yang bergerak dinamis, artinya pasokan produk biofarmaka
dunia lebih besar dibandingkan dengan pasokan produk biofarmaka
Indonesia. ”Falling Star” hampir samadengan “Lost Opportunity”dan kategori
tersebut lebih baik karena pangsa pasar produk biofarmaka tetap meningkat.
Posisi keempat “Retreat” artinya adalah kemunduran dari produk
biofarmaka, biasanya hal ini