Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus Padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat

SISTEM AGRIBISNIS IKAN BILIH (Mystacoleucus
padangensis) DI DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT

LAYRA NICHI SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Agribisnis Ikan
Bilih (Mystacoleucus padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Layra Nichi Sari
NIM H351130021

RINGKASAN
LAYRA NICHI SARI. Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)
Di Danau Singkarak Sumatera Barat. Dibimbing oleh SUHARNO dan NETTI
TINAPRILLA.
Ikan bilih merupakan ikan endemik Danau Singkarak yang saat ini berstatus
langka karena ekosistemnya terancam punah. Ikan bilih merupakan salah satu ikan
endemik yang banyak diminati oleh konsumen. Namun, jumlah ikan bilih saat ini
mengalami penurunan akibat penangkapan menggunakan alat yang tidak ramah
lingkungan. Ikan bilih memiliki pasar yang menjanjikan. Walaupun hasil produksi
rendah namun usaha ikan bilih memiliki peluang bisnis karena tingginya
penggemar ikan bilih dari berbagai wilayah. Sehingga peneliti ingin mengetahui
keadaan sistem agribisnis ikan bilih dengan tujuan menganalisis besarnya
pendapatan usahatani, menganalisis saluran pemasaran dan marjin pemasaran,
menganalisis besarnya nilai tambah industri ikan bilih goreng dan peran
kelembagaan penunjang.
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan metode kualitatif dan juga

metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menguraikan secara
deskriptif gambaran umum lokasi penelitian dan karakteristik nelayan. Metode
kuantitatif menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C rasio), analisis nilai tambah dengan metode Hayami,
analisis marjin pemasaran dan analisis peran kelembagaan dengan cara deskriptif.
Penelitian ini dilakukan Danau Singkarak yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten
Tanah Datar dengan empat kecamatan dan 13 kenagarian atau desa.
Hasil analisa sistem agribisnis ikan bilih di daerah penelitian menunjukkan
pengadaan sarana produksi usahatani ikan bilih meliputi sampan, bagan (jaring
apung), bahan bakar, ember, jala dan timbangan yang berasal dari kios atau pasar.
Tenaga kerja menggunakan tenaga keluarga. Hasil analisis pendapatan usahatani
ikan bilih menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan nelayan memiliki rasio
R/C atas biaya tunai sebesar 38.99 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 5.73
karena nelayan hanya melakukan penangkapan tanpa mengeluarkan pengeluaran
yang banyak.
Hasil analisis pemasaran menunjukkan saluran pemasaran ikan bilih di
Danau Singkarak memiliki empat saluran. Saluran III merupakan saluran yang
paling efisien karena total marjin yang kecil dan farmer’s share yang terbesar dari
saluran lainnya yaitu sebesar Rp 70 000 untuk total marjin dan 26.32 pesen
farmer’s share. Hasil analisis nilai tambah ikan bilih di Danau Singkarak adalah

pengolahan ikan bilih segar menjadi ikan bilih goreng. Ikan bilih goreng mampu
memberikan nilai tambah yang tinggi dengan rata-rata rasio nilai tambah sebesar
56.42 persen. Demikian juga dengan keuntungan, keuntungan yang diperoleh
sebesar Rp 70 590 dan tingkat keuntungan sebesar 53.26 persen. Hasil peran
kelembagaan, pemerintah memiliki peranan yang besar terhadap perkembangan
usaha ikan bilih dibandingkan lembaga lainnya seperti perbankan dan kelompok
pengolah.
Kata kunci: Ikan Bilih , Sistem Agribisnis

SUMMARY
LAYRA NICHI SARI. Fish Bilih Agribusiness System (Mystacoleucus
padangensis) in The Lake Singkarak West Sumatra. Supervised by SUHARNO
and NETTI TINAPRILLA.
Bilih fish is an endemic fish in Singkarak Lake which is rare nowadays
because the ecosystem is endangered. Bilih fish is one of the endemic fish which
was much demanded by the customer. But, the number of bilih fish was currently
declining due to the bilih fish arrested using tools which were not environmentfriendly. Bilih fish has a promising market. Although the bilih fish production was
low, it has a bright business opportunity in the future because of its high demand
from every different regions. So the researchers want to know the agribusiness
system condition of bilih fish with the aim consisted of analyzing the amount of

farm income, analyzing the marketing channels and marketing margins, analyzing
the value added of fried bilih fish industry and the role of supporting institution.
The analysis and data processing had been done by qualitative method and
also quantitative method. The qualitative methods are used for describing the
general description of research location and the fisherman characteristics
descriptively. Quantitative methods which was used in this research were farm
income analysis, the balance of receipts and expenses (R/C ratio) analysis, the
value added analysis by Hayami method, marketing margin analysis and the role
of institutions analysis by descriptive method. This research had been conducted
in Singkarak Lake which were Solok and Tanah Datar District which consisted of
four districts and 13 villages.
The result of bilih fish agribusiness system analysis in the research
location showed that the farming tools procurement of bilih fish including canoe,
chart (net), fuel, buckets, nets and scales were bought from stalls or markets. The
fisherman used family as their labor. The result of the farm incomes analysis of
bilih fish showed that bilih fish farming has R/C ratio in cash cost as much as
38.99 and the ratio of R/C in total cost as much as 5.73 because the fisherman was
only arresting without spending a lot of money.
Marketing analysis results indicated that the marketing channel of bilih
fish in Singkarak Lake had four channels. Channels III was the most efficient

channel because the total margin was small and its farmer's share was the largest
compared to the other channels, as much as Rp 70 000 for the total margin and
26.32 percent for the farmer's share. The value added analysis result of bilih fish
in Singkarak Lake was the processing of fresh bilih fish into fried bilih fish. Fried
bilih fish was able to contribute a high value added to the average of value added
ratio as much as 56.42 percent. And also for profit, the profit was as much as Rp
70.590 and the profit rate was as much as 53.26 percent. The role of institutions
results was the government has a major role in the development of bilih fish
business compared to other institutions such as banks and manufacturer groups.
Keywords : Agribusiness System, Bilih Fish

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


SISTEM AGRIBISNIS IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
DI DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT

LAYRA NICHI SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Harianto, MS


Penguji Wakil Program Studi

: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah sistem agribisnis
dengan judul Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) Di
Danau Singkarak Sumatera Barat.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak dapat diselesaikan dengan
baik tanpa dorongan, bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis dalam kesempatan ini menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terima
kasih kepada Dr Ir Suharno, MAdev dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr
Ir Harianto, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS selaku penguji wakil program studi atas bimbingan, saran dan
bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB dan kepada pihak beasiswa yang
telah membantu terkait pendanaan selama perkuliahan, yaitu Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa, mama, adekadek, oom, tante dan seluruh keluarga besar, serta sahabat-sahabat penulis atas
segala do’a, kasih sayang dan dukungannya kepada penulis. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ketua Pengolah Ikan Bilih Ompas
Baringin Jaya, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Solok dan Tanah Datar.
Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada
rekan-rekan Magister Sains Agribisnis Angkatan IV.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Layra Nichi Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR


v

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
7
7


2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Perikanan Indonesia
Usaha Perikanan Tangkap
Industri Perikanan Indonesia
Kelembagaan Agribisnis

7
7
8
9
10

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Barang Publik
Konsep Agribisnis
Subsistem Hulu (up-stream agribusiness)
Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness)
Analisis Usahatani

Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)
Subsistem Pengolahan (down-stream agribusiness)
Subsistem Pemasaran
Lembaga dan Saluran Pemasaran
Marjin Pemasaran
Subsistem Jasa Penunjang (Kelembagaan)
Kerangka Pemikiran Operasional

10
10
10
11
11
12
12
12
13
13
14
14
14
16
16

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber
Metode Pengumpulan Data

18
18
18
19

Metode Analisis Data
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)
Analisis Nilai Tambah
Analisis Marjin Pemasaran
Peran Jasa Penunjang

19
20
21
22
23
24

5 GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Karakteristik Wilayah Danau Singkarak
Karakteristik Nelayan Ikan Bilih

24
24
25

6 SUBSISTEM PENGADAAN SARANA PRODUKSI
Subsistem Onfarm

27
29

7 SUBSISTEM PEMASARAN IKAN BILIH
Saluran Pemasaran I
Saluran Pemasaran II
Saluran Pemasaran III
Saluran Pemasaran IV
Lembaga Pemasaran
Nelayan
Tengkulak
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Kelompok Pengolah
Marjin Pemasaran

33
35
36
36
36
37
37
38
39
40
41
41

8 NILAI TAMBAH PENGOLAH IKAN BILIH

44

9 SUBSISTEM PENUNJANG

48

10 IMPLIKASI MANAJERIAL

49

11 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

52
52
52

DAFTAR PUSTAKA

53

RIWAYAT HIDUP

56

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Ikan Endemik yang Diminati Masyarakat Indonesia
Jenis dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian
Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Ikan Bilih
Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Pengolah Ikan Bilih
Kelompok Usia Responden
Tingkat Pendidikan Formal
Kelompok Pengalaman Responden
Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Ikan Bilih Di Danau Singkarak
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Bilih Di Danau Singkarak
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Bilih dengan Perhitungan Biaya
Lingkungan dan Biaya Transaksi di Danau Singkarak
11 Analisis Marjin Pemasaran Ikan Bilih
12 Analsisi Nilai Tambah Ikan Bilih
13 Peran Kelembagaan Penunjang Terhadap Perkembangan Usaha Ikan
Bilih

2
19
20
23
26
26
27
28
30
32
42
46
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak
Kerangka pemikiran operasional
Peta Danau Singkarak
Ikan Bilih Danau Singkarak
Skema Saluran Pemasaran Ikan Bilih Di Danau Singkarak
Bagan atau Jaring Apung
Ikan Bilih yang Dikemas
Ikan Bilih yang Dikemas untuk Pedagang Pengecer
Pemesanan Konsumen Ikan Bilih Goreng
Proses Produksi Ikan Bilih

4
17
25
27
34
38
39
40
40
45

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara bahari yang kaya akan dengan potensi
perikanan dan kelautannya. Indonesia memiliki luas laut kurang lebih 3.1 juta km2
(perairan laut teritorial 0.3 juta km2 dan perairan nusantara 2.8 juta km2) dan
perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas lebih kurang 2.7 juta
km2 dengan garis pantai sepanjang 81 000 km1. Hal ini menempatkan Indonesia
sebagai salah satu negara yang menyimpan potensi perikanan yang sangat besar
dengan kekayaan jenis ikan dan hasil perairan laut yang beragam.
Potensi yang dimiliki oleh sektor perikanan dapat dilihat dari jumlah
perikanan budidaya maupun perikanan tangkap yang mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Menurut BPS (2014), jumlah perikanan budidaya mencapai 13
301 ton pada tahun 2013 dari 9 676 ton pada tahun 2012 begitu juga dengan
perikanan tangkap yang mengalami peningkatan dari 15 505 ton menjadi 19 406
ton pada tahun 2012 sampai 2013. Tingginya jumlah hasil tangkapan dan
budidaya pada sektor perikanan memberikan gambaran perikanan Indonesia
memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian masyarakat Indonesia. Salah
satu perikanan yang memiliki kontribusi terhadap perekonomian masyarakat
adalah perikanan tangkap. Pada perikanan tangkap terdapat salah satu jenis ikan
endemik yang langka untuk dijumpai yang mampu memberikan kontribusi
terhadap perekenomian masyarakat.
Spesies endemik adalah gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada
suatu wilayah geografi tertentu. Spesies ikan dapat disebut endemik jika spesies
ikan merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemui di wilayah tertentu dan tidak
ditemukan di wilayah lain (Wargasasmita 2002). Hal serupa juga diungkapkan
oleh Groombride (1992) ikan endemik adalah jenis ikan yang terdapat di suatu
areal tertentu seperti sungai, danau, situs, pulau, negara dan benua. Ikan endemik
banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik dari pulau Sumatra hingga
Papua.
Indonesia berada pada posisi ke tiga sebagai negara dengan spesies ikan air
tawar terbanyak di dunia dengan total spesies mencapai 1 155 spesies.
Berdasarkan jumlah ikan endemiknya, Indonesia yang memiliki total 440 spesies
ikan endemik, berada pada posisi ke empat setelah Brazil (1 716 spesies), China
(888 spesies) dan Amerika serikat (593 spesies) 2 . Menurut Yuerlita (2010),
Sumatera dan pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46
jenis diantaranya merupakan ikan endemik. Sedangkan menurut Kottelat et al.
(1993), mencatat bahwa terdapat 272 jenis ikan air tawar dan 30 jenis diantaranya
termasuk ikan endemik. Populasi ikan endemik yang semakin langka
menyebabkan perlunya peranan pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan
populasi ikan endemik sehingga ikan endemik memiliki peluang bisnis yang besar
bagi masyarakat maupun para pengusaha ikan.

1

Siombo, MR. 2010. Hukum Perikanan Nasional dan Internasional. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
2
Direktorat Jendral Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan 2015

2
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), terdapat delapan
jumlah ikan endemik yang dapat dilestarikan di Indonesia dan sebaiknya
dipertahankan karena harga jual dan minat pembelinya yang tinggi. Seperti yang
dilihat pada Tabel 1 ikan endemik yang diminati masyarakat Indonesia.
Tabel 1 Ikan endemik yang diminati masyarakat Indonesia
No
Jenis Ikan Endemik
Lokasi Ikan Endemik
1
Ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis)
Danau Singkarak Sumatera Barat
2
Ikan lawat (Leptobarbus hoevanii)
Danau Sentrum Kalimantan Barat
3
Ikan baung (Mystus planices)
Danau Sentrum Kalimantan Barat
4
Ikan belida (Chitala lopis)
Danau Sentrum Kalimantan Barat
5
Ikan tangadak (Barbodes schwanenfeldi)
Danau Sentrum Kalimantan Barat
6
Ikan nike-nike
Danau Tondano Sulawesi Utara
7
Ikan gabus asl (Oxyeleotris heterodon)
Danau Sentani Papua
8
Ikan semah (Tor tambra)
Sungai Kapuas
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Budidaya Perikanan (2015)

Jenis ikan endemik di atas memiliki status langka dan perlu dilestarikan
karena ikan ini hanya ditemukan pada tempat tersebut. Menurut Crivelli (1995),
ikan endemik yang berstatus langka harus lebih diperhatikan populasi dan
ekosistemnya. Sedangkan menurut Elvia (1995), semakin sedikitnya ikan endemik
memberikan dampak terhadap kerusakan ekosistem. Ekosistem ikan semakin
sedikit apabila tidak dilakukannya konservasi. Walapun begitu menurut Tan
(1994), terdapat keunggulan dan keunikan dari ikan endemik yaitu hanya terdapat
pada daerah tersebut, keberadaannya yang menyatu dengan pola hidup masyarakat
lokal, secara ekologis dan klimatologi ikan endemik memiliki habitat hidup dan
berkembang biak yang khas dan harganya yang mahal. Ikan endemik memiliki
peluang bisnis yang besar sebagai produk khas daerah. Ikan endemik bisa menjadi
sebuah ikon produk yang hanya dapat ditemukan dan dihasilkan didaerah tersebut.
Salah satu ikan endemik yang langka untuk dijumpai dan memiliki keunikan
tersendiri adalah spesies ikan bilih (Mystacoleucus padangensis).
Ikan bilih merupakan ikan endemik Danau Singkarak yang saat ini berstatus
langka karena ekosistemnya terancam punah. Ikan bilih memiliki manfaat dan
keunikan dimana ukurannya yang tidak seperti ikan biasanya namun menyerupai
ikan teri. Ikan bilih memiliki daging yang enak sehingga kebanyakan orang
memakannya dengan tulang. Selain hal tersebut, ikan bilih memiliki kandungan
gizi seperti protein, kalsium dan zink. Kebanyakan orang belum mengetahui
keberadaan ikan bilih namun hasil tangkapan ikan bilih selain dikonsumsi lokal
juga diekspor ke berbagai negara. Menurut Partiono (2010), ikan bilih hasil
tangkapan masyarakat kebanyakan diekspor ke Malaysia dan Singapura dalam
bentuk olahan.
Menurut DKP Provinsi Sumatera Barat (2015), permintaan ikan bilih naik
sebesar 75 persen pada tahun 2014. Tingginya permintaan ikan bilih tersebut
memberikan gambaran bahwa ikan bilih mampu memberikan peluang usaha
terhadap nelayan maupun pelaku bisnis yang berada di lingkungan Danau
Singkarak. Ikan bilih mampu sebagai mata pencaharian utama dan
mensejahterakan kehidupan masyarakat. Terdapat 1 135 keluarga di sekitar danau
yang menggantungkan kehidupan ekonomi dari ikan bilih. Menurut DKP Provinsi
Sumatera Barat (2015), ikan bilih memberikan peluang bisnis yang menjanjian

3
karena satu koligram ikan bilih ditingkat nelayan mencapai harga Rp 20 000. Hal
ini menggambarkan bahwa sekitar Rp 40 000 000 putaran uang yang ada di
sekitar danau setiap harinya. Ikan bilih juga mampu memberikan kontribusi
terhadap pendapatan daerah. Ikan bilih dapat menjadi ikon kuliner yang
menjanjikan dan meningkatkan pendapatan daerah. Selain hal tersebut, tingginya
permintaan memberikan pengaruh terhadap pangsa pasar ikan bilih. Hal ini
dibuktikan dengan terdapatnya permintaan ikan bilih dari berbagai negara seperti
yang dijelaskan oleh Partiono (2010) diatas.
Ikan bilih memiliki potensi bisnis yang menjanjikan bagi setiap pelaku
usaha baik ikan bilih segar maupun produk turunannya. Terdapat beberapa produk
turunan ikan bilih yang dapat dikembangkan menjadi peluang usaha. Produk
turunan ikan bilih seperti ikan bilih goreng, kerupuk ikan bilih, pangek ikan bilih,
palai ikan bilih, sala ikan bilih dan rendang ikan bilih. Beberapa produk turunan
tersebut memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian masyarakat.
Produk turunan yang memiliki nilai yang besar adalah ikan bilih goreng. Harga
yang ditawarkan dari produk turunan bervariasi. Menurut DKP Provinsi Sumatera
Barat (2015), harga Ikan bilih goreng Rp 180 000 per kilogram, kerupuk ikan
bilih Rp 20 000 per 100 gram, pangek ikan bilih Rp 25 000 per porsi, palai ikan
bilih Rp 15 000 per bungkus, sala ikan bilih Rp 500 per item dan rendang ikan
bilih Rp 50 000 per porsi.
Ketersediaan bahan baku merupakan faktor penting dalam menghasilkan
sebuah produk. Namun pada saat ini, ikan bilih mengalami penurunan jumlah
produksi. Penurunan tersebut menyebabkan nelayan kesulitan untuk mendapatkan
ikan karena ekosistem ikan bilih yang terancam punah. Kepunahan ekosistem ikan
bilih dikarenakan penangkapan ikan bilih yang tidak ramah lingkungan dan
kurangnya kepedulian masyarakat terhadap ekosistem. Jika masyarakat
mengambil ikan bilih dengan cara sembarangan ekosistem ikan bilih akan habis
dan ikan bilih akan punah.
Pengembangan ikan bilih dapat dilihat berdasarkan potensi wisata dan
dukungan dari pemerintah. Ikan bilih yang merupakan ikan asli Danau Singkarak
memberikan kontribusi terhadap wisata. Dengan adanya ikan bilih di Danau
Singkarak masyarakat dapat melihat, membeli dan mencicipi produk olahan ikan
bilih. Sehingga akan meningkatkan potensi wisata di Danau Singkarak. Selain hal
tersebut dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk pengembangan ikan bilih.
Pemerintah sebagai media pembelajaran dan promosi bagi pelaku usaha harus
memberikan kontribusi terhadap pengembangan usaha ikan bilih. Menurut DKP
Kabupaten Tanah Datar (2015), pemerintah telah melakukan promosi terhadap
produk olahan ikan bilih dalam rangka pengenalan usaha dan sebagai media
pemasaran bagi pelaku usaha.
Pengembangan usaha ikan bilih mampu memberikan peluang bisnis.
Peluang tersebut dapat digambarkan melalui sistem agribisnis. Sistem agribisnis
ikan bilih dapat memberikan informasi mencakup berbagai kegiatan, meliputi
subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi,
subsistem pemasaran produk atau produk olahannya serta subsistem pelayanan
pendukung seperti pemerintahan, perbankan dan lembaga pemasaran (Davis dan
Goldberg 1957 et al. dalam Yuhono 2007). Sedangkan secara sederhana
dikemukan oleh Saragih (2001), sistem agribisnis terdiri dari subsistem agribisnis
hulu, onfarm dan hilir. Subsistem agribisnis ikan bilih bagian hulu mencakup

4
pembelian perlengkapan. Subsistem onfarm merupakan kegiatan usahatani yang
dilakukan nelayan, subsistem agribisnis hilir mencakup pengolahan dan distribusi
atau pemasaran, sedangkan subsistem penunjang mencakup lembaga yang
berkontribusi terhadap kegiatan ikan bilih.
Perumusan Masalah
Danau Singkarak merupakan danau terluas kedua di Pulau Sumatera. Danau
ini telah banyak dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber air bagi kegiatan
rumah tangga, sumber mata pencaharian bagi nelayan, sumber air bagi
Pembangkit Listik Tenaga Air (PLTA), serta sebagai objek wisata alam3. Danau
Singkarak memiliki spesies ikan endemik yaitu ikan bilih. Menurut Purnomo dan
Kartamihardja (2008), populasi ikan bilih menurun dari tahun ke tahun. Pada
tahun 1997 produksi tangkapan ikan bilih mencapai 416 ton per tahun dan pada
tahun 2003 produksinya lebih rendah yaitu sebesar 260 ton per tahun.
Menurut DKP Provinsi Sumatera Barat (2010), produksi ikan bilih pada
tahun 2008 mengalami penurunan yaitu sebesar 400 ton dari tahun sebelumnya.
Penurunan produksi ini terjadi akibat limbah dari PLTA dan cara penangkapan
nelayan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan terhadap produksi ikan bilih seperti yang
tergambar pada Gambar 1.
Jumlah produksi
1000
Produksi (Ton)

800
600
400
200
0
2004

2005

2006

2007

2008

Tahun

Gambar 1 Penurunan Produksi Ikan Bilih di Danau Singkarak
Sumber : DKP Provinsi Sumatera Barat, 2010

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan produksi ikan
bilih mulai tahun 2006. Menurut Moyle dan Leidy (2012), faktor penyebab
menurunnya jenis ikan adalah degradasi dan kepunahan habitat, pencemaran,
introduksi ikan asing dan eksploitasi komersial. Degradasi dan kepunahan habitat
antara lain sebagai dampak dari pembuatan bendungan besar (McAllister et al.
2001). Menurut Whitten et al. (1987), introduksi ikan asing dan pencemaran
limbah yang masuk ke perairan danau disebabkan oleh pertumbuhan penduduk
yang cepat. Sedangkan dampak eksploitasi komersial terjadi akibat pengambilan
ikan tanpa memikirkan dampak ekosistemnya (McLarney, 1998). Selain hal
tersebut perubahan iklim juga merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup
3

www.kompas-cetak.com

5
ikan (Allan dan Flecker, 1993). Sedangkan menurut DKP Kabupaten Tanah Datar
(2015), kurangnya kesadaran masyarakat merupakan faktor utama terjadinya
penurunan produksi.
Pengambilan ikan bilih tanpa mempertimbangkan habitat menyebabkan ikan
bilih habis. Masyarakat hanya mengetahui jumlah pendapatan yang diterima tanpa
mempertimbangkan kondisi alam ikan bilih. Jika ikan bilih diambil terus menerus
tanpa adanya konservasi maka, ikan bilih di Danau Singkarak akan punah. Selain
hal tersebut, nelayan tidak memperhatikan ukuran ikan bilih yang ditangkap.
Kebanyakan dari nelayan memperkecil mata jaring supaya mendapatkan ikan
yang lebih banyak. Mengecilkan mata jaring akan menyebabkan ikan-ikan yang
masih kecil dan telur ikan bilih ikut terjaring. Sehingga habitat ikan bilih semakin
sedikit.
Eksploitasi yang terus menerus tanpa adanya konservasi menyebabkan ikan
bilih habis dan punah. Menurut Dudgeon (2000), eksploitasi ikan bilih di Danau
Singkarak merupakan ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup ikan
tersebut. Kepunahan ikan bilih terjadi karena tidak adanya budidaya ikan bilih.
Ikan bilih hidup dengan kondisi alam tanpa adanya bantuan konservasi. Hal inilah
yang menyebabkan masyarakat terus mengambil sumber daya ikan. Menurut DKP
Kabupaten Tanah Datar (2015), pemerintah pernah mencoba melakukan budidaya
ikan bilih di Danau Singkarak tetapi gagal. Kegagalan tersebut terjadi kerena
adanya tanggul pembangkit listrik yang membendung Sungai Batang Ombilin.
Tanggul pembangkit listrik ini menghambat migrasi saat musim kawin ikan bilih.
Selain budidaya, pemerintah juga pernah mencoba melakukan penebaran benih.
Penebaran benih yang dilakukan pemerintah daerah tidak dijaga dan dimanfaatkan
dengan baik oleh masyarakat. Masyarakat kembali mengambil ikan bilih tanpa
mempertimbangkan ekosistem ikan bilih.
Ikan bilih tidak dapat hidup selain di Danau Singkarak. Menurut DKP
Kabupaten Tanah Datar (2015), ikan bilih sudah pernah dicoba untuk
dibudidayakan oleh peneliti asal Amerika namun hasilnya gagal. Kondisi
lingkungan kolam dibuat semirip mungkin dengan Danau Singkarak tetapi hasil
yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan. Ikan bilih sangat menyukai
perairan sungai yang jernih dengan suhu air relatif rendah yaitu antara 24 hingga
26 ̊c dan dasar sungai yang berbatu kerikil atau pasir. Hal inilah yang
menyebabkan ikan bilih sangat menyukai hidup di Danau Singkarak.
Keunikan ikan bilih yaitu hanya dapat ditemukan di Danau Singkarak.
Keunikan ini memberikan peluang usaha terhadap masyarakat sekitar danau.
Peluang usaha tidak hanya dari ikan bilih segar melainkan dari produk turunan
ikan bilih. Menurut DISPERINDAG Provinsi Sumatera Barat (2015), sebanyak
70 persen permintaan ikan bilih adalah ikan bilih goreng. Sehingga dapat dilihat
bahwa ikan bilih dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Tingginya permintaan ikan bilih goreng memicu masyarakat untuk
mengambil ikan tanpa memikirkan dampak yang terjadi. Harga jual ikan bilih
goreng mencapai Rp 180 000 per kilogram. Hal ini yang mendorong masyarakat
untuk terus menangkap ikan bilih. Menurut DKP Kabupaten Tanah Datar (2015),
pemerintah telah melakukan upaya untuk menangani kepunahan ikan bilih namun
masih belum optimal. Pemerintah hanya memberikan penyuluhan, pembinaan dan
pemberian ganti jaring penangkapan ikan yang layak kepada nelayan. Kegiatan

6
yang dilakukan pemerintah mendapatkan respon positif bagi masyarakat. Namun,
kegiatan penyuluhan dan pembinaan yang telah diterapkan oleh pemerintah tidak
membuat masyarakat berubah.
Kerusakan ekosistem bukan hanya dari cara penangkapan melainkan
kesadaran masyarakat dan aturan yang diterapkan oleh pemerintah. Masyarakat
banyak yang telah melanggar aturan dan merusak ekosistem namun, pemerintah
belum memiliki aturan terhadap nelayan yang merusak ekosistem. Pemerintah
pernah melakukan teguran terhadap nelayan yang merusak ekosistem. Tapi
teguran yang dilakukan oleh pemerintah selalu diabaikan. Pemerintah sendiri
tidak memiliki data nelayan tetap di Danau Singkarak. Kurangnya pendataan
menyebabkan semakin banyaknya nelayan yang mengambil ikan bilih dengan
merusak ekosistem.
Pemerintah juga pernah membuat kelompok nelayan ikan bilih. Pembuatan
kelompok ini bertujuan untuk pendataan jumlah nelayan aktif yang ada di
lingkungan danau. Namun, kegiatan ini tidak mendapatkan respon positif bagi
nelayan. Kebanyakan nelayan tidak ingin masuk ke kelompok karena kurangnya
manfaat bagi mereka. Nelayan hanya memikirnya keuntungan yang mereka
dapatkan. Sehingga usaha yang dilakukan pemerintah belum efektif dan tidak
tepat sasaran.
Kurangnya kesadaran dari masyarakat dan aturan dari pemerintah akan
menyebabkan habitat ikan bilih hilang. Rusaknya ekosistem menyebabkan jumlah
ikan bilih semakin menurun. Penurunan jumlah ikan bilih akan memberikan
dampak terhadap pendapatan ikan bilih. Semakin banyak ikan bilih yang
ditangkap tanpa memikirkan jumlah habitat, maka semakin sedikit pendapatan
yang akan diterima oleh nelayan. Penurunan jumlah produksi akan berdampak
juga terhadap pelaku usaha ikan bilih lainnya. Sedikitnya jumlah tangkapan akan
menyebabkan permintaan pasar tidak terpenuhi dan usaha ikan bilih banyak yang
tutup. Semakin sedikitnya usaha ikan bilih menyebabkan daerah itu tidak menjadi
ikon khas dan penurunan pendapatan daerah. Sehingga dibutuhkan model bisnis
yang mengacu pada sistem agribisnis yang dilihat berdasarkan subsistemsubsistem yang nantinya akan menjadi potret agribisnis kepada pemerintah yang
diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengadaan sarana produksi usahatani ikan bilih ?
2. Berapa besar pendapatan usahatani yang diperoleh nelayan ?
3. Bagaimana saluran pemasaran dan marjin pemasaran pada setiap lembaga
pemasaran ikan bilih dari nelayan ke konsumen ?
4. Berapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dalam industri ikan bilih ?
5. Bagaimana peran kelembagaan yang mendukung agribisnis ikan bilih di daerah
penelitian ?
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan sistem
agribisnis ikan bilih sehingga akan membantu pemerintah dalam mempromosikan
ikan bilih. Sedangkan untuk tujuan khususnya dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mempelajari pengadaan sarana produksi usahatani ikan bilih.

7
2. Menganalisis besarnya pendapatan usahatani ikan bilih yang diterima oleh
nelayan.
3. Menganalisis saluran pemasaran dan marjin pemasaran dari nelayan sampai ke
konsumen.
4. Menganalisis besarnya nilai tambah yang diciptakan dengan adanya industri
ikan bilih goreng.
5. Mengetahui peran kelembagaan yang mendukung agribisnis ikan bilih.
Manfaat Penelitian
Penelitian tentang sistem agribisnis ikan bilih diharapkan dapat memberikan
masukan bagi pemerintah dalam pengembangan dan promosi sistem agribisnis
ikan bilih. Bagi nelayan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tambahan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan usahatani ikan bilih dengan tujuan meningkatkan pendapatan nelayan.
Bagi pengusaha industri ikan bilih penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi dalam upaya mengembangkan industri ikan bilih. Sedangkan bagi
kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi
penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian sistem agribisnis ikan bilih difokuskan terhadap subsistem hulu,
usahatani, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan yang ada di daerah Danau
Singkarak. Daerah penelitian meliputi daerah yang mengelilingi Danau Singkarak
yaitu di lokasi Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar yang mana untuk
setiap kenagarian responden yang mewakili hanya dua sampai tiga responden
karena banyaknya kenagarian yang ada disekeliling Danau Singkarak. Subsistem
hulu mendeskripsikan pasokan maupun alat yang terkait dalam hal agribisnis ikan
bilih. Subsistem usahatani difokuskan terhadap pendapatan yang diperoleh para
nelayan. Subsistem pengolahan dan pemasaran difokuskan terhadap usaha
pengolahan yang menggunakan bahan baku ikan bilih sedangkan untuk pemasaran
dimaksudkan pemasaran yang dilakukan para nelayan kepada konsumen tidak
sampai eksportir. Kelembagaan difokuskan kepada lembaga yang terkait terhadap
kegiatan agribisnis ikan bilih dimana hasilnya nanti sebagai masukan kepada
pemerintah daerah terhadap sistem agribisnis ikan bilih yang berguna untuk
mempromosikan keunggulan ikan bilih.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Perikanan Indonesia
Sektor perikanan memberikan peranan terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut Sulkifli et al (2009), sektor kelautan dan perikanan menjadi semakin
penting jika dibandingkan beberapa negara. Sektor kelautan dan perikanan dapat

8
berperan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, peningkatan pendapatan
nelayan, penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Sumber daya
perikanan memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia. Semua biota laut
dapat dimanfaatkan dengan baik seperti ikan, rumput laut dan terumbu karang.
Biota laut dapat dimanfaatkan bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia.
Menurut Harifuddin et al. (2011), komoditas ekspor agribisnis perikanan mampu
memenuhi sebanyak 60 sampai 70 persen dan menghasilkan 1.9 juta ton
kebutuhan pasar dunia.
Fargomeli (2014) mengungkapkan masyarakat dikawasan pesisir memiliki
karekteristik sosial yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan.
Aktivitas perikanan masih menggunakan teknologi sederhana atau teknologi
tradisional seperti sistem dayung yang menggunakan perahu, cara memancing
menggunakan jaring dan menggunakan transportasi seperti ketinting. Budidaya
biota laut seperti ikan memerlukan luas lahan yang sangat besar dimana seperti
yang diteliti oleh Picaulima (2010) yaitu untuk budidaya ikan harus dipergunakan
dengan luas 25 000 km2 atau 70.4 persen dan untuk produksinya 3 126 ton per
tahun. Selain hal tersebut untuk usaha ikan dengan mempergunakan jaring apung
mengalami peningkatan karena hasil yang didapatkan semakin banyak apabila
dilakukan dengan cara budidaya.
Menurut Pontoh (2012), usaha budidaya ikan dalam jaring apung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik dari jumlah unit maupun
produksinya dan mampu membuka lapangan pekerjaan. Namun dalam hal ini
terdapat hambatan yang dialami para pembudidaya yaitu cuaca, keadaan air, harga
pakan dan permintaan pasar. Penangkapan ikan bilih tergolong mudah karena ikan
bilih menyukai tempat yang memiliki suhu perairannya yang rendah dan kondisi
alam yang baik. Menurut Panjaitan (2010), ikan bilih sangat menyukai perairan
yang jernih, suhu perairan yang rendah dan daerah literoal berbatu atau pasir.
Sedangkan menurut Partiono (2010), pada musim hujan makanan ikan bilih lebih
banyak tersedia dari pada musim-musim biasanya yang didukung ditemukannya
ukuran ikan bilih yang besar.
Usaha Perikanan Tangkap
Usaha perikanan tangkap adalah sebuah kegiatan usaha yang berfokus
untuk memproduksi ikan dengan cara penangkapan yang berasal dari perairan
darat dan laut. Menurut Ramli (2009), usaha perikanan tangkap memberikan
potensi besar terhadap pendapatan negara. Perikanan tangkap memiliki luas
sebesar 54 000 000 hektar dengan potensi produksi 0,9 juta ton per tahun. Hal ini
menggambarkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang menjanjikan di bidang
perikanan. Menurut penelitian Yasin (2013) diketahui bahwa usaha perikanan
udang dan ikan bandeng layak dan menguntungkan untuk diusahakan dengan
Ratio Cost (R/C) rata-rata 1.7, rentibilitas rata-rata 69.96 persen dan analisis titik
impas (BEP) 2 868 427.
Perikanan tangkap tidak hanya berfokus kepada ikan saja namun, sumber
daya lain dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha. Ngamel (2012), melakukan
penelitian terhadap sumber daya lain yaitu rumput laut. Hasil penelitiannya
menunjukkan nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.9 yang menunjukkan bahwa usahatani
yang dijalankan layak dan dalam hal pengolahannya yaitu rumput laut menjadi

9
tepung karangin memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar Rp 9 362.50 per
kilogram bahan baku atau sebesar 48,01 persen dari nilai produksi.
Perikanan tangkap memberikan kontribusi terhadap sumber kehidupan
masyarakat. Menurut penelitian Yuerlita et al. (2013), terdapat 90 persen nelayan
yang menggantungkan hidup disektor perikanan. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Nwabueze dan Nwabueze (2010) menyatakan bahwa perikanan
tangkap memiliki keuntungan 70 persen terhadap kehidupan masyarakat yang
tinggal di bibir pantai.
Industri Pengolahan Perikanan
Perikanan Indonesia mampu memberi kontribusi terhadap pendapatan
negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya industri yang berfokus terhadap
perikanan di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Nadeak (2009) dalam
penelitiannya yaitu nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai 3.9 miliar
dolar AS dengan volume sebesar 1.27 juta ton. Angka tersebut lebih tinggi
sebanyak 8.3 persen jika dibandingkan dengan target ekspor. Kinerja ekspor hasil
perikanan telah mengarah kepada produk bernilai tambah dengan pertumbuhan
neraca perdagangan perikanan sebesar 11.49 persen. Pada tahun 2012 neraca
perdagangan produk perikanan mendapat surplus 76.47 persen.
Agroindustri memberikan aspek yang positif dalam pemulihan
perekonomian Indonesia. Menurut Salampessy et al. (2012), komoditi hasil
perikanan dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian. Pada
penelitiannya di Kabupaten Serang, perikanan rumput laut memiliki potensi untuk
dikembangkan. Rumput laut memiliki produk olahan yaitu dodol rumput laut.
Industri ini dapat memberikan peningkatan terhadap pendapatan nelayan dan
pelaku usaha lainnya.
Pengolahan produk perikanan banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan
nilai yang tinggi. Menurut Harris (2012), pengolahan produk perikanan dapat
ditingkatkan dengan nilai tambah. Pengolahan menghasilkan produk yang
berkualitas seperti pembuatan tepung. Peluang pengembangan pengolahan untuk
industri tepung ikan cukup besar ditinjau dari aspek ketersediaan bahan baku,
komposisi nutrisi dan pemasaran yang cukup potensial. Namun pengolahan
nelayan tidak berjalan baik. Alat yang digunakan oleh pengolah masih banyak
menggunakan cara tradisional. Menurut Heruwati dan Endang (2002), pengolahan
ikan secara tradisional masih memiliki prospek untuk dikembangkan mengingat
tingginya ketergantungan masyarakat terhadap produk perikanan dalam
memenuhi kebutuhan gizi.
Produk olahan dalam bidang perikanan memberikan nilai tambah terhadap
perekonomian masyarakat. Terdapat produk olahan dari produk perikanan seperti
dodol, kerupuk dan pelet. Menurut Sulaefi (2011), hasil pengolahan produk
perikanan masih mengandalkan keunggulan komparatif dalam bentuk rendahnya
biaya untuk bahan baku dan tenaga kerja, sedangkan dalam keunggulan kompetitif
yang akan menentukan daya saing produk di pasar bebas masih cukup banyak
yang harus dibenahi.

10
Kelembagaan Agribisnis
Kelembagaan memiliki peran yang mendukung keberlanjutan suatu
kegiatan dalam rangka pengembangan perekonomian. Menurut Nurmala (2012),
setiap subsistem agribisnis memiliki lembaga yang berperan dalam mendukung
fungsi subsistem itu sendiri dan saling melakukan kerjasama. Kelembagaan
memiliki peranan yang penting dalam mengatur sumberdaya yang nantinya akan
memberikan masukan kepada pelaku usaha. Terdapat beberapa jenis kelembagaan
penunjang agribisnis seperti koperasi, bank, kelompok tani, gapoktan, penyuluh,
pemerintah yang membuat regulasi, asosiasi dan asuransi.
Kelembagaan berkontribusi dalam akselerasi pengembangan sosial
ekonomi, informasi, modal, infrastruktur, pasar dan inovasi. Menurut Anatanyu
(2011), keberadaan kelembagaan akan memudahkan pemerintah dan pemangku
kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan pada
petani. Pengembangan masyarakat melalui kelembagaan merupakan suatu upaya
pemberdayaan terencana yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk
memperbaiki perekonomian masyarakat. Menurut Anatanyu (2011), suatu
lembaga dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia
sehingga lembaga mempunyai fungsi kelembagaan yang terpadu dengan struktur
dan organisasi.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis dan Operasional
Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu kumpulan teori-teori yang
nantinya mendasari dari jenis penelitian yang akan dilakukan dan menjelaskan
hubungan dalam masalah tertentu. Sedangkan kerangka pemikiran operasional
adalah merumuskan suatu model terperinci dari masalah yang diberikan dan
pemecahan yang diusulkan.
Barang Publik
Barang publik secara umum merupakan sesuatu yang dapat dinikmati atau
dibutuhkan oleh semua orang. Dalam teori ekonomi mikro dijelaskan bahwa
pengadaan barang publik tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar
persaingan sempurna. Namun secara teoritis, penyediaan barang publik dapat
efisien bila kita mengetahui permintaan dan penawaran. Nicholson (2001),
mendefinisikan barang publik secara luas yaitu semua akibat yang diberikan
pemerintah pada masyarakat, termasuk semua barang dan jasa yang disediakannya
sekaligus juga berbagai manfaat dan biaya sebagai warganegara. Karakteristik
barang publik yaitu tidak punya tandingan (non-rival) dan tanpa pengecualian
(non-excludable) yang mana dalam konsumsi dapat menyebabkan terjadinya free
rider, yaitu individu yang menolak untuk membayar dan berharap orang lain
membelinya sehingga akan menyediakan manfaat bagi seluruh orang. Barang

11
publik dapat memberikan masalah karena dalam membeli barang publik, setiap
orang tidak akan dapat menikmati seluruh manfaat yang ditawarkan oleh barang
tersebut. Sehingga solusi untuk barang publik menurut Nicholson (2001) adalah
alokasi kebijakan pajak dan subsidi.
Konsep Agribisnis
Sistem agribisnis secara konseptual adalah semua aktivitas dari pengadaan
dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-produk yang
dihasilkan oleh usahatani dan agroindustri yang saling terkait satu sama lainnya.
Konsep agribisnis menurut Soekartawi (2002), adalah suatu kesatuan kegiatan
usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,
pengolahan dan pemasaran yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha yang
menunjang kegiatan perikanan. Menurut Davis dan Goldberg (1957), agribisnis
merupakan seluruh operasi yang terkait dengan manufaktur dan distribusi suplai
pertanian, aktivitas produksi di pertanian, penyimpanan, proses dan distribusi
komoditi pertanian serta segala sesuatu yang terbuat darinya.
Sedangkan menurut Saragih (2010), sistem agribisnis merupakan satu
kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri dari lima sub-sistem yaitu : (1) Sub-sistem
agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni industri yang menghasilkan
barang-barang modal bagi pertanian seperti industri pembenihan, agrokimia,
mesin dan alat pertanian, (2) Sub-sistem usahatani (on-farm agribusiness) yakni
kegiatan budidaya untuk menghasilkan komoditas pertanian primer, termasuk
dalam hal ini tanaman pangan, pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan,
(3) Sub-sistem pengolahan (down-stream agribusiness) yang mengolah komoditas
pertanian primer menjadi produk olahan, (4) Sub-sistem pemasaran yakni
kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun
olahan didalam dan diluar negeri, termasuk didalamnya adalah kegiatan distribusi,
promosi, informasi pasar dan intelijen pasar, (5) Sub-sistem jasa yang
menyediakan jasa bagi sub-sistem agribisnis hulu, usahatani dan hilir. Subsistem
ini meliputi penelitian dan pengembangan, pembiayaan, asuransi, pelatihan,
penyuluhan dan sistem informasi.
Subsistem Hulu (up-stream agribusiness)
Subsistem hulu (up-stram agribusiness) adalah industri-industri yang
menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian, perikanan, perkebunan
maupun kehutanan seperti industri perbenihan atau pembibitan, tanaman, ternak,
ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak atau vaksin ikan),
industri alat dan mesin pertanian maupun perikanan (Saragih 2010). Subsistem
hulu berfungsi menghasilkan dan menyediakan sarana produksi yang mampu
menghasilkan produk yang berkualitas. Menurut Saragih (2010) penggunaan
sarana produksi yang tepat seperti bibit unggul akan memiliki kemampuan
produksi lebih tinggi dibandingkan tidak unggul.

12
Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness)
Subsistem usahatani (on-farm agribusiness) adalah kegiatan yang
menggunakan modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas
pertanian primer. Subsistem usahatani sangat berkaitan dengan subsistem hulu.
Subsistem usahatani memerlukan bibit, obat dan alat-alat pertanian maupun
perikanan supaya usahatani berhasil dengan baik. Pelaksanaan usahatani bertujuan
untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi keluarga dan menuhi kebutuhan pasar.
Pelaksanaan usahatani dapat diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orangorang.
Analisis Usahatani
Analisis usahatani pada hakekatnya adalah alat yang dipakai untuk
pengukuran keberhasilan usahatani dan bertujuan untuk melihat keragaan suatu
kegiatan usahatani. Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk
melihat keragaan kegiatan usahatani yaitu analisis pendapatan usahatani dan
analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio).
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani yaitu memberikan gambaran keadaan
usahatani ikan bilih dan hal yang perlu direncanakan untuk perbaikan pada musim
pembenihan dimasa mendatang. Bagi seorang nelayan ikan bilih pendapatan dapat
berfungsi sebagai alat ukur keberhasilan usahatani yang dikelolanya. Beberapa
definisi yang berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani
(Soekartawi, 2002) :
a. Penerimaan usahatani : nilai uang yang diperoleh dari penjualan produk
usahatani.
b. Pengeluaran tunai usahatani : jumlah uang yang dibayaran untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani.
c. Pendapatan tunai usahatani : selisih antara nilai penerimaan tunai usahatani
dan pengeluaran tunai usahatani.
d. Penerimaan kotor usahatani : produk total usahatani ikan bilih dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.
e. Pengeluaran total usahatani : nilai semua input habis terpakai atau dikeluarkan
dalam produksi termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan.
f. Pendapatan bersih usahatani : selisih antara penerimaan kotor usahatani
dengan pengeluaran total usahatani.
Kegiatan usahatani bertujuan untuk mencari produksi di bidang perikanan
yang pada akhirnya dinilai dengan uang untuk diperhitungkan dari nilai produksi
setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan.
Pendapatan usahatani yang didapatkan akan mendorong petani itu sendiri
misalnya biaya produksi periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lain
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

13
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis imbangan penerimaan atas biaya menunjukkan penerimaan yang
berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan
dalam produksi usahatani. Menurut Soekartawi (2002), R/C adalah singkatan dari
Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan
dan biaya rasio. Rasio R/C menunjukkan berapa satuan mata uang penerimaan
yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk biaya
produksi dalam usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan
untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka
rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani
menguntungkan atau tidak. Dalam analisis ini akan diuji seberapa jauh setiap nilai
rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat
memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya suatu usahatani
dikatakan layak dan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar dari satu dan
sebaliknya suatu usahatani dikatakan belum menguntungkan atau tidak layak
apabila R/C kurang dari satu. Semakin tinggi rasio R/C berarti semakin besar
penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran sehingga semakin
efisien.
Subsistem Pengolahan (down-stream agribusiness)
Industri atau usaha pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang
bertujuan mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih
tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen
akhir untuk tujuan komersial. Menurut Soekartawi (2002), terdapat beberapa
alasan yang mendasari pentingnya pengolahan dalam sistem agribisnis.
Komponen pengolahan hasil perikanan menjadi penting karena pengolahan
mampu menghasilkan nilai tambah, mampu meningkatkan kualitas hasil,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen,
serta meningkatkan pendapatan produsen. Tujuan dari usaha pengolahan hasil
adalah untuk menciptakan bentuk yang lebih mudah dikonsumsi, meningkatkan
masa atau daya simpan produk, menciptakan bentuk yang lebih mudah diangkut
dan untuk memelihara rasa dan nilai gizi suatu produk.
Nilai tambah adalah selisih antara nilai komoditi yang mendapat perlakuan
tertentu dengan niai korbanan yang diperoleh selama proses berlangsung. Sumber
nilai tambah adalah dari pemanfaatan faktor produksi (tenaga kerja, modal,
sumberdaya alam, manajer) dan teknologi. Menurut Hayami et.al. (1987), analisis
nilai tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan dengan sederhana
yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali
pengolahan yang menghasilkan produk tertentu. Dalam menghitung nilai tambah
terdapat dua cara yaitu cara menghitung nilai tambah untuk pengolahan dan cara
menghitung nilai tambah untuk pemasaran.
Agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
selain mampu