Potensi Kotoran Dan Tulang Ternak Sebagai Sumber Produk Non Pangan

i

POTENSI KOTORAN DAN TULANG TERNAK SEBAGAI
SUMBER PRODUK NON-PANGAN

NOVA RUGAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Potensi Kotoran dan
Tulang Ternak sebagai Sumber Produk Non-Pangan” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Nova Rugayah
NIM D161090011

RINGKASAN
NOVA RUGAYAH. Potensi Kotoran dan Tulang Ternak sebagai Sumber Produk
Non-Pangan.
Dibimbing oleh MULADNO, HENNY NURAINI dan
SALUNDIK.
Seiring dengan perkembangan teknologi, produk pangan maupun non
pangan yang berasal dari ternak mulai ditinggalkan penggunaannya sejak
ditemukan produk-produk sintetis yang manfaatnya jauh lebih baik.
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pula yang semakin meningkatkan
kesadaran manusia terhadap dampak negatif produk-produk sintetis akibat
sulitnya terdekomposisi secara alami. Hal ini mengakibatkan manusia untuk
berpikir “back to nature” melalui pemanfaatan limbah peternakan (kulit, bulu,

wool, kotoran, tulang, lemak, dan organ dalam) secara optimal. Hal ini mampu
meningkatkan nilai ekonomis limbah ternak sekaligus upaya dalam memelihara
keseimbangan lingkungan. Pemanfaatan limbah ternak secara efisien dan
ekonomis akan mampu mencegah dahsyatnya pencemaran lingkungan, nilai
estetis, dan berbagai masalah kesehatan terhadap kehidupan manusia.
Keberadaan limbah kotoran dan tulang ternak di Indonesia cukup tinggi
akibat tingginya total konsumsi daging sapi, ayam, dan babi di Indonesia yang
mencapai 3.572 dan 4.092 kg/kapita/tahun pada tahun 2009 dan 2010 (BPS 2011).
Mengingat cukup tingginya keberadaan limbah kotoran dan tulang ternak di
Indonesia dan belum tercapainya pengolahan secara optimal, maka berbagai
penelitian untuk mengetahui alternatif pengolahan limbah ternak untuk
meningkatkan nilai ekonomis, mencegah pencemaran lingkungan yang sekaligus
mampu meminimalkan masalah-masalah kesehatan sangat perlu untuk
ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Penelitian ini bertujuan mengkaji
pemanfaatan kotoran dan tulang ternak (sapi, babi, dan ayam) sebagai material
untuk produk bahan non-pangan.
Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan: 1) Penelitian terhadap kotoran
ternak yang bertujuan mengetahui pengaruh pupuk kandang babi, sapi, dan ayam
dengan campuran kotoran cacing (kascing) terhadap pertumbuhan, produksi, dan
kualitas Tanaman Bayam, 2) Penelitian terhadap tulang ternak yang bertujuan

mengkaji potensi arang tulang sapi, ayam, dan babi untuk menurunkan kandungan
F (defluoridation) pada air tanah di Indonesia serta deteksi bahan baku arang
tulang dan karbon aktif penyaring air komersial melalui tes DNA.
Penelitian tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
10 perlakuan dan 3 ulangan. Pembuatan pupuk kandang mengaplikasikan sistem
windrow, merupakan proses sederhana dan paling murah karena tidak
membutuhkan wadah dekomposisi spesifik dan sistem pengaturan udara khusus
melainkan memanfaatkan sirkulasi udara alami, meski aplikasinya memerlukan
areal lahan cukup luas. Aplikasi pupuk kandang dan kascing pada 2 minggu
setelah penaburan benih. Jumlah plot 30 dengan jumlah sampel tanaman 20 per
plot. Pemanenan tanaman pada 28 hari setelah tanam. Pengamatan pertumbuhan
dilakukan terhadap tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), dan jumlah daun
terbentuk (helai). Pengamatan produksi pada bobot segar (g) dan kering (g).
Pengamatan kualitas dilakukan pada kandungan protein (%), Fe (mg), Ca (mg),
klorofil (mg), vitamin A (mg), dan vitamin C (mg).

Pupuk kandang ayam mengandung NPK relatif lebih baik dibandingkan
pupuk kandang babi dan sapi. Pupuk kandang ayam dan babi memiliki hara
makro (total NPK minimal 4%) sedangkan pupuk kandang sapi belum memenuhi
persyaratan teknis minimal pupuk organik padat (Permentan 2011). Pupuk

kandang ayam mengandung N tertinggi yaitu 5,89%, diikuti oleh pupuk kandang
babi (3,27%) dan sapi (1.56%). Kandungan unsur hara NPK pada kotoran ayam
tertinggi dibandingkan kotoran sapi, kuda, babi, dan domba. Pupuk kandang ayam
20 ton ha-1 menghasilkan pertumbuhan dan produksi bayam terbaik dibandingkan
dengan pupuk kandang babi dan sapi. Kualitas bayam terbaik dicapai dengan
menggunakan kombinasi pupuk kandang sapi 10 ton ha-1 dan kascing 10 ton ha-1.
Penelitian tahap kedua menggunakan tulang sapi, babi, dan ayam. Proses
pembuatan arang tulang menggunakan tanur suhu 600 oC. Arang tulang berwarna
hitam keabu-abuan, rapuh, dan tidak berbau dengan ukuran sekitar 1-2 mm.
Pengujian terhadap kemampuan arang tulang menyerap F dan Fe pada air sintetis
serta F pada air tanah. Air tanah yang dikonsumsi oleh masyarakat, diambil dari
wilayah Bogor dengan tiga ketinggian berbeda. Peubah yang diamati adalah
kandungan F dan Fe air tanah, kualitas arang tulang sapi, ayam, dan babi, serta
prosentase penyerapan arang tulang terhadap F dan Fe. Hasil analisis terhadap
parameter yang diamati disajikan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang tulang sapi memiliki prosentase
penyerapan paling tinggi sebesar 77% terhadap F pada air tanah, diikuti oleh
ayam (67%) dan babi (43%). Semakin banyak arang tulang semakin tinggi
prosentase penyerapan terhadap F yang cenderung meningkat hingga 12 jam.
Arang tulang sapi juga memiliki prosentase penyerapan paling tinggi terhadap Fe

pada air tanah. Selama pengamatan 2 jam, arang tulang sapi mampu menyerap Fe
hingga 100 %, diikuti oleh arang tulang ayam sebesar 99,7 %, dan babi 87 %.
Arang tulang mengandung kalsium hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] yang
bersifat biomaterial keramik dengan permukaan memiliki pori-pori. Berdasarkan
strukturnya dan akibat adanya gaya adhesi maka kalsium hidroksiapatit dapat
mengadsorpsi zat-zat lain ke dalam pori-pori di permukaannya sehingga mampu
menjadi penyerap (adsorbent). Foto SEM membuktikan pori-pori arang tulang
tertutupi oleh suatu material berwarna putih yang diyakini adalah F yang terserap
ke dalam pori-pori material kalsium hidroksiapatit.
DNA arang tulang dapat diisolasi secara kuantitatif meski dengan
konsentrasi sangat kecil, yaitu arang tulang sapi tertinggi sebesar 30.5 ng/µl
diikuti oleh arang tulang ayam (16.7 ng/µl) dan babi (7.5 ng/µl). Kemurnian
arang tulang sapi, ayam, babi, dan penyaring komersial, masing-masing sebesar
1,29, 1,38, 1,32, dan 1,46. Kemurnian DNA rendah karena masih jauh di bawah
kemurnian DNA yang baik (1,8-2). Penggunaan suhu 600 oC mengakibatkan
sebagian besar DNA rusak. Karbon aktif pada penyaring komersial tidak berasal
dari bahan alami seperti arang tulang ternak sapi, babi, dan ayam melainkan
berasal dari bahan sintetis yang memerlukan pengujian lebih lanjut.
Kata kunci : Air tanah, arang tulang, DNA, kotoran ternak


SUMMARY
NOVA RUGAYAH. Potency of Animal By-Product from Manure and Bone as
Source of Non-Food Product. Supervised by MULADNO, HENNY NURAINI
and SALUNDIK.
Along with the development of technology, both food and non-food
products derived from animals were gradually substituted by synthetic products
with a much better quality. The times and technological advances as well that
further enhance the human awareness to the negative impacts of synthetic
products due to the difficulty to decompose naturally. This has led people to think
"back to nature" through the utilization of farm waste (leather, fur, wool, faeces,
bone, fat, and organs) optimally. It is able to increase the economic value of
livestock wastes as well as efforts in maintaining environmental balance.
Utilization of animal wastes efficiently and economically is able to prevent the
enormity of environmental pollution, aesthetic value, and a variety of health
problems to human life.
The existence of livestock manures and bones in Indonesia is quite high due
to the high total consumption of beef, chicken, and pork in Indonesia which is
reached 3.572 and 4.092 kg/capita/year in 2009 and 2010 (BPS 2011). Given the
quite high presence of animal manure and bone wastes in Indonesia and not
achieving optimal processing, the various studies to determine the livestock waste

treatment alternatives for enhancing economic value as well as preventing
pollution of the environment that is able to minimize the health problems really
need to be improved in both quantity and quality. This study aims to explore the
utilization of animal manure and bone wastes (cattle, pig, and chicken) as a
material for non-food product ingredients.
This study is divided into two stages: 1) A study of animal manure to
determine the effect of pig, cattle, and chicken manures with a mixture of worm
faeces (casting) on the growth, production, and quality of spinach (Amaranthus
sp). 2) A study of animal bones which aims to explore a potency of pig, cattle, and
chicken bone charcoal for reducing fluoride level (defluoridation) of groundwater
in Indonesia as well as the detection of bone charcoal as raw materials and
activated carbon in commercial filter through DNA testing.
The first step of this research used Completely Randomized Design (CRD)
with 10 treatments and 3 replications. Making the animal manure by applying the
wind row system, which is the simplest and the cheapest process because it does
not require a specific decomposition containers and special air regulation system
but utilize natural air circulation, although its application requires a fairly
extensive areas of land. Application of the manure and casting is at 2 weeks after
sowing. The number of plots is 30 with 20 sample plants per plot. The harvesting
plants are at 28 days after planting. The observation made on the growth of plant

is height (cm), stem diameter (mm), and the number of leaves formed (strands).
The measured parameters on the production are fresh and dry weight (g). The
observations made on the quality are the protein content (%), Fe (mg), Ca (mg),
chlorophyll (mg), vitamin A (mg), and vitamin C (mg).
Chicken manure contains NPK relatively better than cattle and pig manures.
Chicken and pig manure have a macro nutrients (total NPK at least 4%) while the

cattle manure has not met the minimum technical requirements of solid organic
fertilizer (Permentan 2011). Chicken manure contains the highest of N 5.89%,
followed by pig manure (3.27%) and cattle (1.56%). The content of NPK nutrients
on chicken manure is the highest compared to manure of cattle, horse, pig, and
sheep. Chicken manure 20 tons/ha resulted in the best growth and production of
Spinach compared to cattle and pig manure. The best quality of Spinach is
achieved by using a combination of cattle manure 10 tons/ha and casting 10
tons/ha.
The second step used the bones of cattle, pig, and chicken. The making
process of bone charcoal is by using furnace temperature of 600 oC. The bone
charcoal is grayish black, brittle, and odorless with a size of about 1-2 mm.
Testing on the ability of bone charcoal to adsorb F and Fe in synthetic water and F
in groundwater. The groundwater consumed by the community is taken from

Bogor area with three different altitudes. The measured parameters were F and Fe
content in the groundwater, the quality of bone charcoal from pig, cattle, and
chicken as well as the adsorption percentage of bone charcoal to F and Fe. The
analysis results of the measured parameters are presented descriptively.
Results of studies in animal bone indicate that cattle bone charcoal has the
highest percentage of adsorption by 77% to F in groundwater, followed by
chicken (67%) and pig (43%). The more bone charcoal is added the higher
percentage of adsorption to the F which is likely to increase up to 12 hours. Cattle
bone charcoal also has the highest percentage of adsorption to the Fe in the
groundwater. During the 2-hour observation, cattle bone charcoal can adsorb up to
100% Fe, followed by a chicken and pig bone charcoal were 99.7% and 87%
respectively.
The bone charcoal containing calcium hydroxyapatite [CA10(PO4)6(OH)2]
which is a ceramic biomaterial with surfaces have pores. Based on the structure
and due to the calcium hydroxyapatite adhesion force, so it can adsorb other
substances into the pores on the surface and being an adsorbent. SEM photograph
proves the bone charcoal pores covered by a white material which is believed as F
is absorbed into the pores of calcium hydroxyapatite material.
The DNA of bone charcoal can still be isolated quantitatively even with
very small concentrations, ie. cattle bone charcoal is the highest concentration of

30.5 ng/µl followed by chicken and pig bone charcoal as much as 16.7 ng/µl and
7.5 ng/µl respectively, whereas the purity of cattle, chicken, pig, and commercial
filters as much as 1.29, 1.38, 1.32, and 1.46 respectively. The purity of the
obtained DNA is low because the best range is from 1.8 to 2. The making process
by using temperature of 600 °C resulted in the majority of the DNA becomes
damaged. The active carbon used in the commercial filters is not derived from
natural materials such as cattle, chicken, and pig bone charcoal but from synthetic
materials which are requires further testing.
Keywords : Animal manure, bone charcoal, DNA, groundwater

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan sesuatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


POTENSI KOTORAN DAN TULANG TERNAK SEBAGAI
SUMBER PRODUK NON-PANGAN

NOVA RUGAYAH

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Pollung H Siagian, MS
2. Dr Ir Didid Diapari, MSi
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi
2. Dr Ir Pius Ketaren, MSc

PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah swt atas hidayahNya sehingga dapat
menyelesaikan penulisan disertasi dengan judul “Potensi Kotoran dan Tulang
Ternak Sebagai Sumber Produk Non-Pangan”. Disertasi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada Komisi Pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, Ibu Dr. Ir.
Henny Nuraeni, MSi, Bapak Dr. Ir. Salundik, MSi yang telah memberi arahan,
bimbingan, saran, dan perhatian dalam penyelesaian penulisan disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah,
MSc.Agr, Dekan Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan Dr. Ir. Salundik, MSi, mantan Ketua Program
Studi (Almh) Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA, Dr. Ir. Harsi D.
Kusumaningrum, serta para dosen dan staf administrasi Program Studi Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan dan Sekolah Pascasarjana IPB yang selalu
memberikan perhatian, semangat, bantuan, dan semua masukan dalam proses
penulisan disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Muh. Basir Cyio, SE, MS,
Rektor Universitas Tadulako, Prof. Dr. Ir. Kaharuddin Kasim, MS, Dekan
Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako, Prof. Dr. Ir. Asriani
Hasanuddin, MSi, Wakil Dekan 2 Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Tadulako, Dr. Ir. Rudy Priyanto, Kepala Laboratorium Ruminansia Besar,
Fakultas Peternakan IPB, atas pemberian rekomendasi dan support untuk
melanjutkan studi Jenjang Doktor pada Fakultas Peternakan IPB. Demikian juga
kepada Prof. Dr. Ir. Pollung Siagian, MSi dan Dr. Ir. Didid Diapari, MSi atas
kesedian menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup tanggal 17 Juni 2014
serta kepada Dr Ir Pius Ketaren, MSc dan Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi
pada Ujian Terbuka tanggal 11 Juli 2014.
Mahasiswa Pascasarjana asal Sulawesi Tengah yang tergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah (HIMPAST), mahasiswa
Pascasarjana Fapet angkatan 2009, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan
satu per satu, terima kasih atas bantuan dan kerja sama selama studi bahkan pada
tahap-tahap penelitian hingga penulisan disertasi ini.
Terima kasih tak terhingga kepada Suami tercinta Musatar Muchtar, SP dan
ananda tersayang, kedua orangtua Alm. Machmud Kawandaud, Almh. Ramlah
Binol, kakak Almh. Lilyansi dan mertua Alm. Bapak Muchtar Bolla, Ibu Hj. Andi
Mustika, serta seluruh keluarga atas doa dan motivasinya selama ini.
Ucapan terima kasih juga kepada DIKTI atas pemberian beasiswa BPPS
tahun 2009-2013, Hibah Doktor tahun 2013, dan kesempatan untuk mengikuti
Program Sandwich tahun 2011 di University of Sydney, Australia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Nova Rugayah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
5
5
5

2 PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK SEBAGAI PUPUK
DALAM BUDIDAYA TANAMAN BAYAM
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

6
8
10
18

3 POTENSI ARANG TULANG (BONE CHARCOAL) SAPI,
BABI, DAN AYAM UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN
F DAN Fe AIR TANAH DI JAWA BARAT, INDONESIA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

19
20
24
32

4 DETEKSI DNA PADA ARANG TULANG DAN KARBON
AKTIF PENYARING AIR KOMERSIAL
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

33
34
36
39

5 PEMBAHASAN UMUM

40

6 SIMPULAN DAN SARAN

44

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

50

ii

DAFTAR TABEL
1.1

Pemanfaatan kotoran dan tulang dari ternak sapi, ayam dan
babi di Indonesia

1

1.2

Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai

5

2.1

Produksi nutrisi dari kotoran ternak sapi potong, ayam broiler
dan babi

6

Komposisi kimia kotoran dan pupuk kandang yang
dianalisa di laboratorium departemen ilmu tanah IPB (2012)

10

Komposisi kimia tanah dan kascing yang dianalisa
di laboratorium departemen ilmu tanah IPB (2012)

11

Rataan tinggi tanaman (cm) pada umur hari setelah tanam
(HST)

11

Rataan jumlah daun (helai) pada umur hari setelah tanam
(HST)

12

Hasil analisis kandungan vitamin A, C, protein, Fe, Ca,
dan klorofil yang dianalisis di laboratorium kimia fisik dan
lingkungan departemen kimia FMIPA IPB (2012)

17

3.1

Perkiraan potensi limbah ternak berasal dari tulang

19

3.2

Kandungan F (ppm) air tanah pada tiga level ketinggian

24

3.3

Kandungan Fe (ppm) air tanah pada tiga level ketinggian

24

3.4

Hasil uji EDX arang tulang sapi, babi, dan ayam

26

3.5

Prosentase penyerapan arang tulang sapi, babi, dan ayam
terhadap F (ppm) pada air sintetis

27

Prosentase penyerapan arang tulang sapi, babi, dan ayam
terhadap Fe (ppm) pada air sintetis

28

Hasil isolasi DNA arang tulang sapi, babi, dan ayam serta
karbon aktif pada penyaring air komersial

37

2.2

2.3

2.4

2.5

2.6

3.6

4.1

iii

DAFTAR GAMBAR
1.1

Potensi limbah ternak

3

1.2

Kerangka pemikiran penelitian

4

2.1

Proses pembuatan pupuk kandang dengan sistem Windrow

9

2.2

Diameter batang (mm) pada umur 14, 21, dan 28 HST

14

2.3

Bobot segar dan bobot kering (g) pada umur 28 HST

16

3.1

Arang tulang sapi, babi, dan ayam (dokumentasi penelitian)

21

3.2

Tahapan proses pembuatan arang tulang

22

3.3

Prosentase penyerapan (% adsorption) arang tulang sapi,
sebagai adsorbent F pada air tanah

28

Prosentase penyerapan (% adsorption) arang tulang ayam
sebagai adsorbent F pada air tanah

29

Prosentase penyerapan (% adsorption) arang tulang babi
sebagai adsorbent F pada air tanah

29

3.6

Hasil foto SEM serbuk arang tulang sapi (1000x)

31

4.1

Hasil isolasi DNA arang tulang dan penyaring air komersial

36

4.2

Hasil elektroforesis produk PCR

37

3.4

3.5

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi, produk pangan maupun non
pangan yang berasal dari ternak mulai ditinggalkan penggunaannya sejak
ditemukan produk-produk sintetis yang kemampuannya jauh lebih baik.
Misalnya, kulit sintetis telah menggantikan kulit hewan atau wool, minyak nabati
menggantikan lemak hewan, dan sabun sintetis menggantikan sabun dari lemak
hewan.
Dewasa ini, semakin disadari dampak negatif dari produk-produk sintetis
yang sulit mengalami dekomposisi secara alami. Hal ini mengakibatkan manusia
untuk berpikir “back to nature” guna meningkatkan nilai ekonomis limbah ternak
sekaligus dalam upaya penyelamatan keseimbangan lingkungan melalui
pemanfaatan limbah pencemar secara optimal. Pemanfaatan limbah ternak secara
efisien dan ekonomis akan mampu mencegah dahsyatnya pencemaran lingkungan,
nilai estetis, dan berbagai masalah kesehatan terhadap kehidupan manusia
(Ockerman dan Hansen 2000).
Berbagai potensi limbah ternak berupa kulit, bulu, wool, kotoran, tulang,
lemak, dan organ dalam sebagaimana terangkum dalam Gambar 1.1 sangat
menjanjikan untuk diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk ternak baik
pangan maupun non-pangan. Tingginya total konsumsi daging sapi, ayam, dan
babi di Indonesia yang mencapai 3.572 dan 4.092 kg/kapita/tahun pada tahun
2009 dan 2010 (BPS 2011) menghasilkan estimasi limbah ternak berupa kotoran
dan tulang yang cukup tinggi dan berpotensi untuk diolah lanjut menjadi berbagai
produk yang masih bermanfaat bagi kehidupan manusia. Limbah ternak
berpotensi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara global melalui
pengelolaan limbah (padat dan cair) menjadi energi terbarukan.
Tabel 1.1 Pemanfaatan kotoran dan tulang dari ternak sapi, ayam dan babi di
Indonesia
No
1.

Limbah
Ternak
Kotoran

2.

Tulang

Sapi
Pupuk kandang
Biogas
Makanan ikan
Tepung tulang (Ca, P)
Vas bunga (di Bali)
Gelatin

Ayam

Babi

Pupuk kandang
Biogas
Makanan ikan
Tepung tulang
(Ca, P)

Pupuk kandang
Biogas
Tepung tulang
(Ca, P)

Mengingat cukup tingginya keberadaan limbah kotoran dan tulang ternak di
Indonesia dan belum tercapainya pengolahan secara optimal, maka berbagai
penelitian untuk mengetahui alternatif pengolahan limbah ternak untuk
meningkatkan nilai ekonomis, mencegah pencemaran lingkungan yang sekaligus
mampu meminimalkan masalah-masalah kesehatan sangat perlu untuk
ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya.

2

Produk ternak selama ini lebih banyak diolah untuk menjadi produk pangan
daripada produk non-pangan. Produk komersial non-pangan yang dihasilkan dari
ternak sangat menjanjikan untuk dikembangkan, utamanya yang berasal dari
limbah ternak. Salah satunya adalah kotoran ternak yang telah lama diolah oleh
masyarakat pedesaan menjadi pupuk kandang. Petani/peternak biasanya
memanfaatkan limbah kotoran ternak yang mencemari lingkungan dengan bau
yang mengganggu kenyamanan lingkungan sekitar untuk menjadi pupuk tanaman
dengan biaya yang sangat rendah. Hal ini terjadi akibat kurang tersedianya pupuk
buatan di pedesaan, dan bahkan ketersediaannya seringkali langka dipasaran
diikuti dengan harga yang cukup mahal sehingga tidak terjangkau oleh petani.
Pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk kandang merupakan alternatif bagi
petani untuk mendaur ulang limbah peternakan dengan penerapan teknologi
sederhana sehingga mudah diaplikasikan di lapangan.
Pupuk kandang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena dapat
menyediakan unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman baik secara
langsung maupun tidak langsung (Adenawoola dan Adejoro 2005; Agbede dan
Ojeniyi 2009), mampu memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan
tanaman dapat optimal (Adediran et al. 2003; Awodun et al. 2007). Pupuk
kandang jika dikombinasikan dengan kotoran cacing (kascing) berpotensi tinggi
meningkatkan kesuburan tanah dan membantu proses penghancuran limbah
organik, karena mampu menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi
tanaman, dan mampu memperbaiki struktur tanah (Mashur 2001), serta mampu
memacu pertumbuhan tanaman yang meliputi akar, ranting, dan daun dengan
kandungan alami berbagai hormon dan enzim (Tomatti et al. 1988).
Sistem pembuatan pupuk kandang secara konvensional terdiri atas sistem
windrow, aerated static pile, dan in vessel yang telah banyak digunakan secara
luas untuk memproduksi pupuk kandang (Setiawan 2012). Sistem windrow
merupakan proses yang paling sederhana dan paling murah karena memanfaatkan
sirkulasi udara secara alami, meski aplikasinya memerlukan areal lahan yang
cukup luas. Penelitian ini mengaplikasikan sistem windrow mengingat sangat
cocok untuk diterapkan di wilayah pedesaan, dibandingkan dengan 2 sistem
lainnya yang membutuhkan wadah dekomposisi yang spesifik serta memerlukan
sistem pengaturan udara yang khusus.
Limbah tulang ternak, selama ini lebih banyak diolah untuk dimanfaatkan
kembali bagi tanaman dan bahkan oleh ternak itu sendiri, baik berupa pupuk
untuk penyubur tanaman dan penyuplai bahan organik serta tepung tulang untuk
campuran makanan ternak sebagai sumber Kalsium (Ca) dan Fosfor (P). Limbah
tulang ternak yang diolah menjadi arang tulang (bone charcoal) telah lama
diketahui manfaatnya, diantaranya digunakan dalam industri pemurnian gula
untuk decolorizing, menyuling minyak mentah, dan sebagai pigmen hitam yang
digunakan oleh para seniman untuk cat, seni grafis, tinta kaligrafi dan gambar
serta aplikasi seni (Ockerman dan Hansen 2000), menghilangkan F dari air (Abe
et al. 2004; Ayoob et al. 2008; Onyango dan Matsuda 2006; Smittakorn et al.
2010; Wilson et al. 2003; Choy dan McKay 2005), meningkatkan penyerapan
karbon di dalam tanah (Atkinson et al. 2010) sehingga mampu menjaga kualitas
tanah secara efisien dan meningkatkan produksi tanaman (Stavi 2012).

3
Media fermentasi
Keju

Heparin
Selongsong sosis
Benang jahit luka
Musical strings

Lipase
Tripsin
Pepsin

Insulin
Makanan tambahan

ENZIM

PENCERNAAN

PANKREAS

USUS
Sikat gigi
Tepung protein tinggi
Jaket bulu
Insulasi
Peralatan atletik
Permadani/karpet

Sarung tangan
Dompet
Sepatu
Jaket kulit

EMPEDU
ORGAN

BULU

AKSESORIS

KULIT

KOTORAN

POTENSI
LIMBAH
TERNAK
LEMAK

Kosmetik
Selongsing sosis

Filter air minum
(karbon aktif)
Ca & P
Refining sugar
Knife handles
Campuran
gerabah tanah
liat

Obat gigi
Susu

KOLAGEN

TULANG

Pupuk kandang
Biogas
Makanan ternak
Makanan ikan

Susu
Kosmetik
Perasa & Pewarna
Obat tablet
Mentega
Campuran sosis
Cake/Roti/Biskuit
Pelumas
Ban
Insektisida & Germisida

MINYAK
GELATIN
DARAH/SERUM
Emulsifier

Yogurt
Es krim
Mentega

WOOL

Penstabil
Makanana

Jus
Margarin
Minuman ringan

Fertilizer
Perekat
Vaksin
Tablet
Media fermentasi

Snack
Kosmetik
Mie
Perasa buatan

Clothing
Furniture
Lanolin extraction

Gambar 1.1 Potensi limbah ternak (Ockerman dan Hansen 2000, www.rizkycool.multiply.com)

4

Non –
Daging

Produktivitas
& Reproduksi
Babi Tinggi

Daging

Bahan Pangan
(lemak, kulit,
organ dalam)

Bahan
Non-Pangan
(tulang, kotoran,
bulu, kulit)

Potensi Kotoran dan
Tulang dibanding
Ternak lain

(sapi & ayam)
???

Sustainable Agriculture
(zero waste+cost, added value)
Mengurangi polusi
Kualitas air
Efisiensi penggunaan nutrien

Gambar 1.2 Kerangka pemikiran penelitian

Prospek & Nilai
Ekonomi Tinggi

5

Tujuan Penelitian
Mengkaji pemanfaatan kotoran dan tulang ternak sapi, babi, dan ayam
sebagai bahan untuk produk bahan non-pangan. Memanfaatkan kotoran dan
tulang ternak sapi, babi, dan ayam sebagai pupuk tanaman dan arang tulang untuk
pemurnian air.
Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan pemanfaatan kotoran ternak berupa pupuk kandang yang
dikombinasikan dengan limbah peternakan cacing berupa kascing sebagai
alternatif pengganti pupuk buatan untuk pertumbuhan, produksi, dan kualitas
tanaman bayam (Amaranthus sp).
2. Meningkatkan pemanfaatan tulang ternak untuk menurunkan kandungan F
(defluoridation) dan Fe air tanah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi kajian pemanfaatan limbah ternak berupa kotoran dan
tulang. Kotoran ternak dikombinasikan dengan kotoran cacing (kascing) untuk
pertumbuhan, produksi, dan kualitas tanaman Bayam. Tulang ternak diolah
menjadi arang tulang (bone charcoal) sebagai adsorbent untuk menurunkan
kandungan F dan Fe air tanah.

Tabel 1.2 Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai
Tahapan
Penelitian
Penelitian 1

Penelitian 2

Tujuan
1. Mengidentifikasi pengaruh jenis pupuk kandang yg berbeda
(terbuat dari kotoran sapi, babi, dan ayam) terhadap
pertumbuhan, produksi, dan kualitas tanaman bayam.
2. Mengidentifikasi pengaruh pupuk campuran
(kotoran+kascing) dan komposisi terbaik terhadap
pertumbuhan, produksi, dan kualitas tanaman bayam.
1. Mengidentifikasi kandungan F dan Fe pada air tanah yang
dikonsumsi oleh masyarakat.
2. Mengkaji pemanfaatan dan efektivitas tulang sapi, babi, dan
ayam menjadi arang tulang (bone charcoal) untuk
menurunkan kandungan F dan Fe pada air tanah di
Indonesia.
3. Mendeteksi bahan baku arang tulang (bone charcoal) dan
karbon aktif pada penyaring air komersial melalui test DNA.

6

2 PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK SEBAGAI PUPUK
DALAM BUDIDAYA TANAMAN BAYAM
(Amaranthus sp)
Pendahuluan
Kotoran ternak adalah salah satu limbah kegiatan peternakan yang memiliki
andil dalam pencemaran lingkungan karena sering menimbulkan masalah
lingkungan yang mengganggu kenyamanan hidup masyarakat disekitar
peternakan. Gangguan itu berupa bau yang tidak sedap yang ditimbulkan oleh gas
yang berasal dari kotoran ternak, terutama gas Amoniak (NH3) dan gas Hidrogen
(H2S). Penanganan limbah ternak baik padat, cair maupun gas, seperti kotoran
dan urin maupun sisa pakan dibuang ke lingkungan, sehingga jika tidak dilakukan
penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan udara, tanah dan air serta penyebaran penyakit menular (Deptan
2009). Olehnya, sangat diperlukan usaha untuk mengurangi dampak negatif dari
kegiatan peternakan tersebut salah satunya dengan melakukan penanganan yang
baik terhadap limbah yang dihasilkan.
Kotoran ternak memiliki potensi untuk diolah kembali menjadi berbagai
produk yang masih bermanfaat bagi kehidupan manusia sehingga bernilai
ekonomi tinggi. Kotoran ternak dapat diolah menjadi pupuk kandang dan biogas,
bahkan untuk bahan makanan ternak dan ikan (Ayoola dan Makinde 2008;
Sihombing 2006; Setiawan 2008). Potensi kotoran ternak sapi potong, ayam
broiler dan babi cukup tinggi untuk diolah lanjut menjadi pupuk kandang, yaitu
mencapai 4,6 %, 6,6 %, dan 5,1 % dari bobot hidup/hari (Taiganides 1977).
Selain itu, kotoran ternak memiliki produksi nutrisi yang cukup tinggi
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Produksi nutrisi dari kotoran ternak sapi potong, ayam broiler dan babi
Kotoran (kg/thn)
No

Ternak

Manure/litter
production2

Bahan
Organik2

Protein
kasar1

TDN2

1.

Sapi potong

657,0 (1.8 kg/hr)

558,0

79,0

251,0

2.

Ayam broiler

6,8 (19 g/hr)

5,8

1,7

3,7

3.

Babi

146,0 (0.4 kg/hr)

121,2

26,3

58,0

Keterangan: TDN = Total Digestible Nutrient
Sumber: 1Yeck et al. (1975); Smith (1973) dan 2 Müller (1975) dalam FAO (2013).

Dewasa ini, pupuk buatan (anorganik) semakin meningkat harganya dan
seringkali langka di pasaran. Hal ini cukup menyulitkan petani untuk
meningkatkan produksi tanaman secara maksimal, terutama tanaman sayuran. Di
lain pihak, semakin disadari bahwa pupuk buatan memang mampu
melipatgandakan hasil panen, namun senyawa kimianya berdampak negatif
terhadap pencemaran lingkungan bahkan berpotensi membahayakan keselamatan

7

manusia dan ternak (Adediran et al. 2003; Agbede dan Adekiya 2012; Adeniyan
dan Ojeniyi 2005).
Pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk kandang merupakan proses daur
ulang limbah peternakan dengan penerapan teknologi yang mudah diaplikasikan
di lapangan. Sistem pembuatan pupuk kandang secara konvensional yang telah
banyak digunakan secara luas untuk memproduksi pupuk kandang terdiri atas
sistem windrow, aerated static pile dan in vessel (Setiawan 2012). Sistem
windrow merupakan proses yang paling sederhana dan paling murah karena
memanfaatkan sirkulasi udara secara alami, meskipun aplikasinya memerlukan
areal lahan yang cukup luas. Penelitian ini mengaplikasikan sistem windrow
mengingat sangat cocok untuk diterapkan di wilayah pedesaan, dibandingkan
dengan 2 sistem lainnya yang membutuhkan wadah dekomposisi yang spesifik
serta memerlukan sistem pengaturan udara yang khusus.
Pupuk kandang bermanfaat sebagai penyedia unsur hara makro dan mikro
yang diperlukan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung
(Adenawoola dan Adejoro 2005; Agbede dan Ojeniyi 2009). Pupuk kandang
mampu meningkatkan kandungan unsur hara tersedia dalam tanah. Bahan organik
yang terkandung dalam pupuk kandang merupakan sumber karbon untuk
pertumbuhan mikroba sehingga aktivitas mikroba akan meningkat dan berdampak
positif terhadap proses mineralisasi unsur hara sehingga ketersediaan unsur hara
bagi tanaman lebih meningkat. Pupuk kandang juga dapat memperbaiki
struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal (Adediran et al.
2003; Awodun et al. 2007). Pupuk kandang juga menyebabkan porositas tanah
menjadi besar sehingga memudahkan akar menembus dan berkembang
selanjutnya memperbesar penyerapan hara dan air. Selain itu juga berperan
memperbaiki sifat fisik tanah yang menyebabkan pertumbuhan akar menjadi lebih
baik, dapat mengubah permeabilitas, peredaran udara dalam tanah, dan akar
tanaman lebih dalam dan luas, menyerap unsur hara yang diperlukan untuk
meningkatkan hasil tanaman.
Kotoran cacing (kascing) merupakan limbah peternakan cacing tanah yang
berpotensi tinggi meningkatkan kesuburan tanah dan membantu proses
penghancuran limbah organik, karena mampu menahan air, membantu
menyediakan nutrisi bagi tanaman, serta mampu memperbaiki struktur tanah
(Mashur 2001). Kascing juga mampu memacu pertumbuhan tanaman yang
meliputi akar, ranting, dan daun dengan kandungan alami berbagai hormon dan
enzim (Tomatti et al. 1988).
Pemanfaatan limbah pertanian memungkinkan terwujudnya prinsip zero
waste (tidak dihasilkan limbah), added value (limbah menjadi bahan bernilai
guna), dan zero cost (bahan baku berupa limbah) dalam kerangka sustainable
agriculture (Adediran et al. 2003). Pengolahan limbah kotoran ternak menjadi
pupuk kandang sebagai sumber unsur hara alami yang dipadukan dengan limbah
kotoran cacing tanah (kascing) sebagai sumber unsur hara dan hormon
pertumbuhan alami merupakan salah satu upaya untuk mengurangi eksistensi
limbah peternakan menuju sustainable agriculture.
Bayam merupakan jenis sayuran yang digemari dan banyak dikonsumsi
masyarakat karena harganya relatif murah dan terjangkau. Bayam adalah jenis
sayuran hijau dengan kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi, dan vitamin
yang tinggi. Pada akarnya dapat dijadikan obat untuk anti piretik, diuretic, anti

8

toksik, obat diare, menyembuhkan bengkak, dan membersihkan darah (Sudiono et
al. 2004). Olehnya, peningkatan produktivitas dan kualitas bayam adalah penting
untuk meningkatkan hasil budidaya di pihak petani sayuran dan sumber gizi bagi
masyarakat luas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pupuk kandang
sapi, babi, dan ayam dengan campuran kascing terhadap pertumbuhan, produksi,
dan kualitas Tanaman Bayam (Amaranthus sp).
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012 di
Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, yang terletak
pada ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut. Analisa sampel tanah,
kotoran, pupuk kandang, dan kascing dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian IPB. Analisa kualitas kimia tanaman Bayam dilakukan di
Laboratorium kimia fisik dan lingkungan, Departemen Kimia, FMIPA IPB.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan adalah benih bayam, pupuk dasar NPK, pupuk
kandang dari kotoran sapi potong, babi, dan ayam broiler serta bahan-bahan lain.
Kotoran sapi dan babi diperoleh dari peternakan rakyat di Desa Tajur Halang,
Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten Bogor; kotoran ayam broiler diperoleh dari
Desa Ciaruteun Hilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Kascing diperoleh
dari peternakan cacing di Cimahi, Bandung.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10
perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: kontrol (tanpa pupuk kandang dan kascing), B20
(pupuk kandang babi 20 ton ha-1), B15K5 (pupuk kandang babi 15 ton ha-1 +
kascing 5 ton ha-1), B10K10 (pupuk kandang babi 10 ton ha-1 + kascing 10 ton ha1
), S20 (pupuk kandang sapi 20 ton ha-1), S15K5 (pupuk kandang sapi 15 ton ha-1
+ kascing 5 ton ha-1), S10K10 (pupuk kandang sapi 10 ton ha-1 + kascing 10 ton
ha-1), A20 (pupuk kandang ayam 20 ton ha-1), A15K5 (pupuk kandang ayam 15
ton ha-1 + kascing 5 ton ha-1), A10K10 (pupuk kandang ayam 10 ton ha-1 +
kascing 10 ton ha-1).
Jumlah plot sebanyak 30 dengan ukuran 1 x 2 m = 2 m2, dimana jumlah
sampel tanaman sebanyak 20 per plot.
Pelaksanaan Penelitian
Pupuk kandang dibuat dengan mengaplikasikan sistem windrow (Setiawan
2012), yaitu dengan cara menyebar kotoran di atas permukaan tanah dan dijemur
selama 2-3 hari. Proses dekomposisi berlangsung secara terbuka (aerob).
Selanjutnya dibuat atap dengan tanpa dinding agar sirkulasi udara berjalan baik

9

dan didiamkan selama 3 minggu hingga matang. Pelaksanaan penelitian terdiri
atas 2 bagian, yaitu di lapangan dan di laboratorium.
Pengolahan tanah dan penanaman dimulai dengan membersihkan lahan,
mengolah dan membuat bedengan dengan panjang plot 2 m, lebar 1 m, dan tinggi
20 cm sebanyak 30 plot. Selanjutnya, aplikasi pemupukan dasar, yaitu NPK
dilakukan 3 hari sebelum penaburan benih dengan dosis 160 kg untuk luasan 1 ha,
terdiri atas Urea 70 kg/ha, TSP 50 kg/ha, dan KCl 40 kg/ha. Benih bayam
ditaburi di bedengan pembenihan dan setelah tumbuh dengan baik baru dipilih
untuk dipindahkan pada bedengan perlakuan.
Aplikasi pupuk kandang dan kascing, dilakukan pada 2 minggu setelah
penaburan benih, dosis pada masing-masing plot diberikan sesuai dengan
perlakuan. Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman 1-2 kali sehari, pagi
dan sore, tergantung keadaan di lapangan. Penyiraman dilakukan seperlunya agar
tanah tidak dalam keadaan kering dan tidak terlalu basah. Pengendalian gulma
dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di areal petak
percobaan.
Pemanenan tanaman dilakukan saat tanaman berumur 28 hari setelah tanam.
Pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman setelah areal terlebih dahulu
dibasahi untuk memudahkan pencabutan. Hasil panen dipisahkan sesuai dengan
perlakuan dalam kantongan plastik untuk selanjutnya dianalisa untuk mengetahui
kandungan protein, Fe, Ca, klorofil, vitamin A, dan vitamin C.

Gambar 2.1 Proses pembuatan pupuk kandang dengan sistem Windrow

10

Parameter yang Diamati
Pengamatan pertumbuhan tanaman bayam dilakukan terhadap 1) tinggi
tanaman (cm), diukur dari pangkal batang hingga bagian pucuk tanaman, dihitung
pada 7, 14, 21, dan 28 hari setelah tanam (HST), 2) diameter batang (mm), diukur
pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah, dihitung pada 14, 21, dan 28 HST, 3)
jumlah daun terbentuk (helai), penghitungan dimulai dari daun pertama terbentuk
hingga saat panen, yaitu daun-daun yang telah membuka sempurna.
Penghitungan dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman.
Pengamatan produksi tanaman bayam dilakukan terhadap 1) Bobot segar
tanaman (g), ditimbang pada saat panen (28 HST), setelah dicabut tanaman lalu
dicuci, dikering anginkan kemudian ditimbang, 2) Bobot kering tanaman (g),
sampel tanaman dibersihkan dari kotoran, lalu dikering-ovenkan pada suhu 70 0C,
setelah bobotnya stabil ditimbang. Jumlah sampel adalah 10 batang tanaman per
plot.
Pengamatan kualitas tanaman bayam dilakukan terhadap 1) Kandungan
protein (%), 2) Kandungan Fe (mg), 3) Kandungan Ca (mg), 4) Kandungan
klorofil (mg), 5) Kandungan vitamin A (mg), dan 6) Kandungan vitamin C (mg).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika terdapat
pengaruh terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan uji Least Square
Means (SAS User‟s Guide: Statistics 1985).
Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan Tanaman Bayam
Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa pupuk kandang ayam memiliki kandungan
NPK yang relatif lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang babi dan sapi. Pupuk
kandang ayam dan babi memiliki hara makro (total NPK minimal 4 %) sedangkan
pupuk kandang sapi belum memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik
padat (Permentan 2011). Persentase kandungan unsur hara NPK pada kotoran
ayam tertinggi dibandingkan kotoran sapi, kuda, babi, dan domba (Hardjowigeno,
2003).
Tabel 2.2 Komposisi kimia kotoran dan pupuk kandang yang dianalisa di
laboratorium departemen ilmu tanah IPB (2012)
Kotoran dan Pupuk Ternak
Kotoran babi
Kotoran sapi
Kotoran ayam
Pupuk kandang babi
Pupuk kandang sapi
Pupuk kandang ayam

N (%)

P (%)

K (%)

0.58
0.26
1.61
3.27
1.56
5.89

0.39
0.15
1.72
2.95
1.02
5.78

0.10
0.29
1.39
2.25
0.46
3.02

Keterangan: N = Nitrogen, P = Fosfor, K = Kalium

11

Tabel 2.3 Komposisi kimia tanah dan kascing yang dianalisa di laboratorium
departemen ilmu tanah IPB (2012)
Unsur
pH
C-organik (%)
N-total (%)
P (ppm)
K (me/100g)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
Na
Fe (ppm)
Pb (ppm)

Tanah

Kascing

6.50
0.96
0.10
13.7
0.56
16.85
3.12
0
1.10
0.29

7.70
23.36
0.73
55.3
5.21
37.14
8.61
5.34
0
0

Keterangan: Tanah dianalisa sebelum diberikan perlakuan
N = Nitrogen, P = Fosfor, K = Kalium, C = Karbon, Ca = Kalsium, Mg =
Magnesium,
Na = Natrium, Fe = Besi, Pb = Timbal

Tiap jenis ternak menghasilkan pupuk kandang dengan sifat yang berbedabeda. Jenis konsentrat yang diberikan akan sangat menentukan kadar hara ini.
Disamping itu dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam
serta sekam sebagai alas kandang sehingga turut menyumbangkan tambahan hara
ke dalam pupuk kandang, juga terhadap sayuran yang dihasilkan. Umur ternak,
pakan dan lingkungan juga berpengaruh terhadap jumlah unsur hara (Onwudike
2010; Solaiman dan Rabbani 2006).

Tabel 2.4 Rataan tinggi tanaman (cm) pada umur hari setelah tanam (HST)
Perlakuan
Kontrol
B20
S20
A20
B15K5
B10K10
S15K5
S10K10
A15K5
A10K10

7 HST
1.68 ± 0.15
1.69 ± 0.32
1.38 ± 0.26
1.59 ± 0.06
1.74 ± 0.15
1.53 ± 0.24
1.66 ± 0.08
1.50 ± 0.76
1.65 ± 0.36
1.56 ± 0.62

14 HST
3.53 ± 0.45
4.03 ± 0.60
3.17 ± 1.01
3.72 ± 0.10
4.45 ± 0.62
3.35 ± 0.56
3.98 ± 0.32
3.25 ± 0.06
3.85 ± 1.08
3.42 ± 0.16

21HST
7.15 ± 0.53a
8.85 ± 0.88b
8.13 ± 1.13b
7.53 ± 0.20a
9.47 ± 0.35b
7.48 ± 0.60a
8.90 ± 1.16b
7.82 ± 1.04a
7.93 ± 0.23a
7.57 ± 2.08a

28HST
18.03 ± 1.24a
13.06 ± 2.51a
28.78 ± 6.93b
39.22 ± 6.08c
28.22 ± 1.03b
25.50 ± 1.07b
36.06 ± 2.06c
30.94 ± 1.08b
31.86 ± 3.06b
32.50 ± 4.06b

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
B20 = pupuk kandang babi 20 ton ha-1, S20 = pupuk kandang sapi 20 ton ha-1, A20
= pupuk kandang babi 20 ton ha-1 B15K5 = pupuk kandang babi 15 ton ha-1 +
kascing 5 ton ha-1, B10K10 = pupuk kandang babi 10 ton ha-1 + kascing 10 ton ha-1,
S15K5 = pupuk kandang sapi 15 ton ha-1 + kascing 5 ton ha-1, S10K10 = pupuk
kandang sapi 10 ton ha-1 + kascing 10 ton ha-1, A15K5 = pupuk kandang ayam 15
ton ha-1 + kascing 5 ton ha-1, A10K10 = pupuk kandang sapi 10 ton ha-1 + kascing 10
ton ha-1.

12

Pemanfaatan pupuk kandang babi di Indonesia hanya terdapat di beberapa
lokasi tertentu yang letaknya berdekatan dengan peternakan babi. Pupuk kandang
babi memiliki tekstur yang lembek, yang akan bertambah cair jika tercampur
dengan urin. Petani di sekitar peternakan babi biasanya mencampur pupuk
kandang babi ini dengan pupuk kandang ayam atau kambing berdasarkan
pengalaman petani yang memperoleh hasil pertumbuhan tanaman sayuran yang
kurang baik jika pupuk kandang babi diaplikasikan secara terpisah. Secara umum
pupuk kandang babi mengandung hara P yang cukup, tetapi rendah kandungan
unsur Mg (Hartatik dan Widowati 2006).
Tabel 2.4 memperlihatkan bahwa tinggi tanaman mengalami peningkatan
mulai dari umur 7 hingga 28 HST, dimana tinggi tanaman meningkat lebih cepat
setelah berumur 21 HST. Dari umur 7 hingga 14 HST, tinggi tanaman bertambah
rata-rata sekitar 0,29 cm hari-1, dan dari umur 21 hingga 28 HST sekitar 2,90 cm
hari-1. Peningkatan tinggi tanaman ini sejalan dengan pertambahan diameter
batang yang relatif merata mulai dari umur 14 hingga 28 HST, rata-rata sekitar
0,63 mm hari-1 (Gambar 2.1), dan jumlah daun terbentuk yang bertambah hampir
merata sebanyak 2,48 helai hari-1 (Tabel 2.5).
Tabel 2.5 Rataan jumlah daun (helai) pada umur hari setelah tanam (HST)
Perlakuan

7 HST

14 HST

21 HST

Kontrol
B20
S20
A20
B15K5
B10K10
S15K5
S10K10
A15K5
A10K10

2.40 ± 0.26
2.60 ± 0.10
3.17 ± 0.21
3.27 ± 0.81
3.50 ± 0.32
3.13 ± 0.57
3.13 ± 0.57
3.23 ± 0.24
3.10 ± 0.32
3.03 ± 0.92

4.60 ± 0.50
4.57 ± 0.12
5.00 ± 0.26
5.70 ± 0.52
5.80 ± 0.61
5.33 ± 0.44
5.13 ± 0.52
5.23 ± 0.72
5.33 ± 0.42
5.07 ± 0.86

8.73 ± 0.32a
8.90 ± 0.20a
9.47 ± 0.93b
9.27 ± 0.55b
10.23 ± 0.46b
9.60 ± 0.82b
9.90 ± 0.97b
9.97 ± 0.76b
9.20 ± 0.65b
8.70 ± 1.52a

28 HST
32.22 ± 2.42a
47.17 ± 11.14b
61.28 ± 8.64c
51.39 ± 8.11bc
53.39 ± 4.52b
61.89 ± 0.55c
60.78 ± 1.59c
48.89 ± 3.52b
54.33 ± 2.57b
47.44 ± 2.53b

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
B20 = pupuk kandang babi 20 ton ha-1, S20 = pupuk kandang sapi 20 ton ha-1, A20
= pupuk kandang babi 20 ton ha-1 B15K5 = pupuk kandang babi 15 ton ha-1 + kascing
5 ton ha-1, B10K10 = pupuk kandang babi 10 ton ha-1 + kascing 10 ton ha-1, S15K5
= pupuk kandang sapi 15 ton ha-1 + kascing 5 ton ha-1, S10K10 = pupuk kandang sapi
10 ton ha-1 + kascing 10 ton ha-1, A15K5 = pupuk kandang ayam 15 ton ha-1 + kascing
5 ton ha-1, A10K10 = pupuk kandang sapi 10 ton ha-1 + kascing 10 ton ha-1.

Dari rataan perlakuan pada Tabel 2.4 diperoleh bahwa tinggi tanaman pada
umur 7 HST dan 14 HST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada aplikasi
pupuk kandang tanpa campuran kascing maupun dengan campuran kascing.
Tinggi tanaman pada umur 21 HST dan 28 HST menunjukkan perbedaan yang
nyata (P