2. Pengaturan hak cipta karya arsitektur menurut Undang-undang
Nomor 19 tahun 2002
Keanekaragaman seni dan budaya di Indonesia merupakan potensi nasional yang harus dilindungi, karena kekayaan seni dan budaya
tersebut merupakan salah satu sumber dari karya intelektual, oleh karena itu keberadaannya harus dilindungi oleh undang-undang.
Untuk karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan di Indonesia dilindungi dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Semula ketentuan mengenai hak cipta diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1982 yang mengakhiri berlakunya
Auteurswet 1912 Stb. No. 600
yang kemudian direvisi dengan UU No. 7 Tahun 1987, setelah itu dirubah dengan UU No. 12 Tahun 1997, dan terakhir diganti dengan UU
No. 19 Tahun 2002 yang berlaku hingga saat ini. Hak Cipta merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual
dan merupakan istilah hukum untuk menyebut atau menamakan hasil kreasi atau karya atas ciptaan atau imajinasi manusia dalam bidang ilmu
pengetahuan, sastra dan seni. Istilah ini adalah terjemahan dari istilah Inggris yang disebut
copyright yang dalam bahasa Belanda disebut
auteurrecht. Meskipun Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi
hasil penemuan, karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya. Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan
yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud
atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus, melarang pihak yang tidak
berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan
Walt Disney tersebut, namun
tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Perlindungan hak cipta adalah perlindungan atas karya seni, sastra, dan ilmu pengetahuan, dan perlindungan hak cipta tidak diberikan
kepada ide atau gagasan, karena hak cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukan keaslian sebagai ciptaan yang lahir
berdasarkan kemampuan, krativitas, atau keahlian sehingga ciptaan tersebut dapat dilihat, dibaca dan didengar.
“Esensi yang terpenting dari hak cipta sebagai bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual adalah adanya suatu ciptaan tertentu atau disebut
Creation menjadi sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dibaca, maupun
digunakan secara praktis”.
29
Hak Cipta menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Unsur-unsur yang terdapat didalam hak cipta tersebut adalah : 1. Hak eksklusif
2. Pencipta atau penerima hak 3. Mengumumkan, memperbanyak, atau memberi izin
4. Adanya pembatasan menurut undang-undang
Sebagaimana yang dikemukakan dalam Undang-undang Hak Cipta bahwa yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-
mata diperuntukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.
“Pencipta atau penerima hak cipta memiliki hak eksklusif yaitu hak istimewa atas karya ciptaan dalam kemampuannya melahirkan hak yang
baru”.
30
29
M. Djumhana, R Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, teori dan Prakteknya, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 21
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut termasuk, pada umumnya, salinan elektronik,
2. mengimpor dan mengekspor ciptaan, 3. menciptakan karya turunan atau
derivatif atas ciptaan mengadaptasi
ciptaan, 4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan mengumumkan atau memperbanyak
adalah termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual,
menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukan kepada publik, menyiarkan, merekam, mengkomunikasikan ciptaan
kepada publik melalui sarana apapun. Hak-hak yang melekat pada pencipta adalah hak ekonomi dan
hak moral, hak ekonomi yaitu hak untuk mengumumkan dan memperbanyak dan memberi izin untuk mengumumkan dan
memperbanyak ciptaannya. Hak ekonomi ini dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya, dan hak ekonomi dapat
30
Ibid, hal. 55
dialihkan kepada orang atau badan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 3 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, pengalihan tersebut dapat terjadi karena : 1. Pewarisan;
2. Hibah; 3. Wasiat;
4. Perjanjian Tertulis; atau 5. Sebab-sebab lain oleh peraturan perundang-undangan
Sedangkan hak moral adalah hak yang tidak dapat dialihkan, karena ciptaan tetap melekat pada penciptanya, sehingga disini terdapat
hubungan yang erat antara pencipta dan ciptaannya yang pada dasarnya tidak dapat dihilangkan atau dihapus, meskipun hak cipta atau hak terkait
telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan
tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral ini meliputi perubahan atas karya cipta yang akan merugikan nama baik dan reputasi
kerja dari pencipta. Prof. Mahadi dalam buku karangan Saidin mengemukakan bahwa
setiap subjek tentu ada objek, kedua-duanya tidak lepas satu sama lain, melainkan ada relasi hubungan, ada hubungan antara yang satu dengan
yang lain. Selanjutnya beliau mengatakan hubungan itu namanya eigendom recht
atau hak milik.
31
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, juga diatur beberapa hal yang dianggap tidak melanggar hak cipta. Pemakaian
ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas, dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas
suatu ciptaan. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran.
Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya,
dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik
bukan pemegang hak cipta program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
31
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual IntellectualProperty Rights, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.70
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak Pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak
tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional, ataupun melarang penyebaran ciptaan yang
apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan
atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan
ketertiban umum. Menurut UU No.19 Tahun 2002 Pasal 13, tidak ada hak cipta atas
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang- undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase
atau keputusan badan-badan sejenis lainnya misalnya keputusan- keputusan yang memutuskan suatu sengketa. Di Amerika Serikat, semua
dokumen pemerintah, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya
yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pencipta menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan
pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Sedangkan yang dimaksud sebagai ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra, hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Mengenai ciptaan yang dilindungi oleh Undang-undang Nomor 19
tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah ciptaaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup :
1. buku, program komputer, pamplet, perwajahan
lay-out , karya tulis
yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya; 2.
ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; 3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; 4.
lagu atau musik dengan atau tanpa teks; 5. drama atau drama musika, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
6. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; 7. arsitektur;
8. peta; 9. seni
batik; 10. fotografi;
11. sinematografi; 12. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain
dari hasil pengalihwujudan.
Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur bahwa pemegang hak cipta atas karya ciptaan-
ciptaan tersebut adalah pencipta itu sendiri, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak
tersebut dari penerima hak. Dalam hubungannya dengan perlindungan hukum, maka ciptaan-
ciptaan tersebut harus didaftar, tujuannya adalah untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas karya cipta tersebut.
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya
perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di Pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan.
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Ditjen HKI, yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Ham. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan
langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Dalam penjelasan umum Undang-undang Hak Cipta juga
dinyatakan bahwa pendaftaran tidak mutlak diharuskan, karena tanpa pendaftaran hak cipta dilindungi, oleh karena itu suatu ciptaan didaftar
maupun tidak tetap diakui dan mendapatkan perlindungan hukum. Hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih
memakan waktu dalam pembuktiannya. “Dari penjelasan umum dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran
tersebut bukanlah syarat untuk sahnya diakui suatu hak cipta, melainkan hanya untuk memudahkan suatu pembuktian bila terjadi sengketa”.
32
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa salah satu karya cipta yang dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002
adalah karya arsitektur, yang dimaksud dengan karya arsitektur menurut penjelasan Undang-undang Hak Cipta antara lain meliputi : seni gambar
bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan.
32
Saidin, Op.Cit., hal 90
Dalam Pasal 10 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta karya arsitektur yang merupakan karya peninggalan prasejarah, atau
sejarah, hak ciptanya dipegang oleh negara, demikian juga dengan folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Selanjutnya
dalam Pasal 31 UU No. 19 Tahun 2002 dinyatakan bahwa hak cipta atas ciptaan yang dipegang oleh negara berlaku tanpa batas waktu.
Negara sebagai pemegang hak cipta disini berarti bahwa negara dalam hal ini negara berfungsi sebagai pelindung baik terhadap pencipta
maupun terhadap ciptaan atau suatu karya cipta. Negara diposisikan sebagai pemegang hak cipta atas karya
peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda-benda nasional lainnya termasuk folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
karena alasan perlindungan, yaitu untuk melindungi objek hak cipta dari ancaman kepunahan, terutama, pengalihannya dengan melawan hukum
terhadap pihak asing”
33
selain itu nilai historislah yang menjadi tolak ukur utama dalam penentuan kaedah ini, meskipun secara ekonomis tidak
dapat dihindarkan wujud nyata dari karya itu dalam bentuk barang benda berwujud mempunyai harga jual yang tinggi”.
34
Dalam Pasal 15 huruf f Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, perubahan yang terjadi atau dilakukan atas suatu
karya arsitektur hanya diperbolehkan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.
33
Saidin, Op.Cit, hal. 78
34
Ibid, hal. 78
Dapat dikemukan sebagai contoh dalam hal ini adalah ada kemungkinan suatu bangunan sketsa-sketsanya, pemagaran balkon
tingkat atasnya terlalu rendah, sehingga perlu dipertinggi yang menyimpang dari gambar sketsanya, karena itu dibuka kemungkinan
untuk mengadakan perubahan atas pertimbangan teknis”
35
jadi berdasarkan pertimbangan teknis pemagaran yang terlalu rendah untuk
balkon tingkat atas tidak laik fungsi karena berbahaya bagi keselamatan, sehingga diperbolehkan untuk dirubah.
Oleh karena itu perubahan yang dilakukan atas karya arsitektur yang bukan berdasarkan pada suatu pertimbangan teknis merupakan
pelanggaran terhadap hak cipta. Pelanggaran hak cipta terjadi apabila perubahan tersebut
melanggar hak eksklusif dari pencipta untuk mengumumkan dan memperbanyak tanpa ijin. Dalam Pasal 1 ayat 5 dan 6 yang dimaksud
dengan pengumuman dan perbanyakan adalah pengumuman meliputi pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau
penyebaran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu
ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. Sedangkan perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan
baik secara keseluruhan maupun bagian yang substansial dengan
35
Ibid, hal. 85
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk pengaliwujudan secara permanen atau temporer.
Berdasarkan ketentuan Pasal 72 ayat 1 Pelanggaran terhadap hak cipta sebagaimana diatas diancam dengan pidana penjara paling
singkat 1 satu bulan danatau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah, atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun
danatau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- lima miliar rupiah. Pasal 71 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
mengatur bahwa pelanggaran atas hak cipta sifatnya adalah delik biasa, yaitu tanpa pengaduan dari pencipta atau pemegang hak cipta, atau
pemegang hak terkait dapat dilakukan penuntutan. Dengan argumentasi bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif
yang dimilki pencipta, penempatan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa dinilai cukup tepat”.
36
Dengan demikian suatu pelanggaran terhadap karya cipta dapat langsung diperkarakan tanpa harus ada pengaduan terlebih dahulu,
karena hak cipta merupakan mutlak merupakan hak pencipta atau pemegang hak cipta sehinga merupakan suatu kewajaran apabila terjadi
pelanggaran atas hak tesebut meskipun tanpa adanya pengaduan terlebih dahulu atas pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi baik
pidana maupun perdata.
36
Ibid, hal. 112
Dalam bidang arsitektur, pengambilan ide bangunan dapat saja dikatakan bukan sebagai pelanggaran, sepanjang konteksnya masih
berkisar pada preseden meniru konsepaspek-aspek perancangan suatu bangunan dan memesis meniru bentuk suatu bangunan, maka desain
tersebut masih dapat dikatakan sebagai desain orisinal bukan desain plagium.
“Hak cipta adalah hak alam, dan menurut prinsip ini bersifat absolut, dan dilindungi haknya selama si pencipta hidup dan beberapa
tahun setelahnya”.
37
Oleh karena itu sebagai hak absolut maka hak itu pada dasarnya “ dapat dipertahankan terhadap siapapun dan yang
mempunyai hak dapat menuntut tiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun dan kewajiban untuk menghormati hak tersebut”.
38
Berdasarkan apa yang telah diuraikan sebelumnya maka perlindungan hukum terhadap pencipta maupun ciptaannya merupakan
hal yang sangat penting dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum, karena dengan adanya perlindungan hukum berarti hak-hak
kepentingan pencipta diakui dan dilindungi oleh undang-undang, sehingga setiap orang yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenakan
sanksi. Upaya hukum untuk menuntut pelanggaran hak cipta dapat
dilakukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas suatu ciptaan melalui tuntutan pidana atau gugatan perdata kepada Pengadilan Niaga.
37
M. Djumhana, R Djubaedillah, Op. Cit., hal. 55
38
Ibid, hal. 55
Sengketa-sengketa perdata seperti ganti rugi diajukan kepada Pengadilan Niaga, hal ini dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian
sengketa. Jangka waktu penyelesaian sengketa dibatasi dalam 90 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Niaga. Terhadap
putusan Pengadilan Niaga dapat langsung diajukan kasasi ke Mahkamah Agung MA dan sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi mulai
dilakukan dalam waktu 60 hari sejak permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Dalam hal ketentuan pidana atas pelanggaran Hak Cipta, penetapan sanksi dan denda yang tinggi semata-mata bertujuan untuk
mendorong kreativitas masyarakat dan memberikan kesempatan untuk tumbuhnya industri lokal atau nasional.
B. Pembahasan 1.