Isolasi dan Identifikasi Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester Omega-3).

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MONOASILGLISEROL
OMEGA-3 (MONOESTER OMEGA-3)

DWI CAHYANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Isolasi dan
Identifikasi Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester Omega-3)” adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dwi Cahyani
NIM F34090034

ABSTRAK
DWI CAHYANI. Isolasi dan Identifikasi Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester
Omega-3). Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA.
Omega-3 yang berasal dari minyak ikan, terutama dari minyak ikan lemuru
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Omega-3 adalah asam lemak tak jenuh
jamak dengan ikatan rangkap pertama terletak diantara atom karbon nomor tiga
dan atom karbon nomor empat yang terdiri dari EPA dan DHA. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memisahkan komponen monoesteromega-3 dengan
metode isolasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer
Chromatography) berdasarkan perbedaan kepolaran dengan pelarut yang
digunakan. Hasil isolasi tersebut akan diidentifikasi dengan metode GC-MS (Gas
Chromatography-Mass Spectrometri) dan FTIR (Fourier Transform Infra Red).
Metode TLC didapatkan berhasil dengan menggunakan pelarut petroleum benzen
400C. Hasil analisisGC-MS menunjukkan bahwa sampel memiliki Asam
oktadekatrienoat (ALA) sebesar 3,29%. Minyak ikan sebelum hidrolisis, minyak

ikan setelah hidrolisis (monoasilgliserol omega-3), dan hasil isolasi dengan
menggunakan metode TLC memiliki gugus fungsi alkana (C-H), Aldehida eter
asam karboksilat ester (C-O), Aldehida keton asam karboksilat ester (C=O),
alkohol fenol (ikatan hidrogen) (O-H), amina (C-N), dan nitro (-NO2). Ketiga
sampel tidak memiliki gugus fungsi alkena (C=C), alkuna (C≡C), dan alkohol
fenol (monomer) (O-H).
Kata kunci: Monoester omega-3, TLC, GC-MS, FTIR

ABSTRACT
DWI CAHYANI. Isolation And Identification Monoasilgliserol Omega-3
(Monoester Omega-3). Supervised by SAPTA RAHARJA.
Omega-3 which come from fish oil, especially from Lemuru fish oil has
many advantages for health. Omega-3 is Polyunsaturated Fatty Acid with first
double bond located between number 3 and 4 of carbon atomic which consist of
EPA and DHA. The purpose of this research was to separate monoester omega-3’s
component with isolation method use Thin Layer Chromatography (TLC) based
on difference of polarity and then identification isolation’s result with GC-MS
(Gas Chromatography-Mass Spectrometry) and FTIR (Fourier Transform Infra
Red). With TLC, the separation succed with petroleum benzene 400C solvents.
Result of GC-MS showed of the sample have Oktadekatrienoat Acid (ALA)


3,29%. Fish oil before hydrolysis, after hydrolysis (monoester omega-3), and
result of TLC isolation have alkana (C-H), Aldehide eter carboxyle ester acid
(C-O), Aldehide keton carboxyle ester acid (C=O), alcohol fenol (hydrogen bond)
(O-H), amina (C-N), and nitro (-NO2). All of sample haven’t alkena (C=C),
alkuna (C≡C), and alcohol fenol (monomer) (O-H).
Keywords: Monoester omega-3, TLC, GC-MS, FTIR

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MONOASILGLISEROL
OMEGA-3 (MONOESTER OMEGA-3)

DWI CAHYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester
Omega-3).
Nama
: Dwi Cahyani
NIM
: F34090034

Disetujui oleh

Dr Ir Sapta Raharja, DEA
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Isolasi dan Identifikasi Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester
Omega-3).
Nama
: Dwi Cahyani
: F34090034
NIM

Disetujui oleh

Pembimbing

Prof Dr Ir Nastiti siswi fudrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: -.:




1

II

.;

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi
Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester Omega-3) berhasil diselesaikan. Tema
yang diangkat dalam penelitian ini adalah proses isolasi komponen monoester
omega-3.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada :
1. Dr Ir Sapta Rahardja, DEA sebagai dosen pembimbing akademik atas
segala arahan, dukungan, bimbingan, serta ilmu yang diberikan selama
penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Prof Dr Ir Erliza Noor dan Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA selaku dosen

penguji.
3. Seluruh dosen, laboran, dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian
atas ilmu dan bantuannta selama masa perkuliahan.
4. Ibu Endah beserta staf Laboratorium Forensik Markas Besar Polri atas
ilmu dan bimbingannya selama melakukan analisis.
5. Ibu Ani selaku staf Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor yang
telah membantu administrasi dalam analisis yang dilakukan.
6. Mas Yono selaku laboran Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor
yang telah membantu dan membimbing selama melakukan analisis.
7. Ibu, Almarhum bapak, kakak, dan keluarga besar atas dukungan,
semangat, dan doa yang diberikan yang sangat berarti.
8. Nitha, Devina, Oni, dan teman-teman di TIN atas kebahagiaan, keceriaan,
dan kekeluargaannya yang tak akan terlupakan.
9. Seluruh sanak, kerabat, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu yang telah banyak membantu dalam proses menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014


Dwi Cahyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE


4

Waktu dan Tempat Penelitian

4

Bahan

4

Alat

4

Metode Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Kondisi Awal Bahan

6

Penggunaan Pelarut yang Sesuai (Metode TLC)

8

Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)

11

Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)

12

KESIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Hasil Karakterisasi Sifat Fisikokimia Minyak Ikan
2 Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega-3 minyak
ikan lemuru sebelum dan setelah hidrolisis pada kondisi optimum
3 Berbagai pelarut yang digunakan
4 Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega-3 minyak
ikan lemuru setelah hidrolisis (Monoester omega-3) dan hasil isolasi
TLC dengan petroleum benzene
5 Daerah serapan beserta gugus fungsi dan nama gugus fungsi
6 Perubahan gugus fungsi pada ketiga sampel dengan analisis FTIR

7
7
8

12
14
15

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian
2 Plat kaca TLC untuk isolasi sampel
3 Visualisasi hasil isolasi TLC dilihat dengan lampu UV

5
5
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil Analisis GC-MS
Spektrum Tumpuk Analisis FTIR
Spektrum Analisis FTIR untuk Minyak Ikan Sebelum Hidrolisis
Spektrum Analisis FTIR untuk Minyak Ikan Setelah Hidrolisis
(Monoester Omega-3)
5 Spektrum Analisis FTIR untuk Hasil Isolasi TLC
6 Daerah Serapan beserta Gugus Fungsi dan Nama Gugus Fungsi dari
sampel yang dianalisis

19
24
24
25
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak ikan merupakan sumber asam lemak yang penting khususnya asam
lemak tidak jenuh dengan banyak ikatan rangkap (PUFA) n-3 atau yang lebih
dikenal dengan sebutan omega-3 berupa eikosapentanoat (EPA) dan asam
dokosaheksanoat (DHA) yang merupakan asam lemak esensial untuk manusia
karena tidak bisa diproduksi oleh tubuh manusia itu sendiri (Raharja, 2011). EPA
berfungsi dalam membantu pembentukan sel-sel darah dan jantung dan
menyehatkan sistem peredaran darah dengan melancarkan sirkulasi darah (Duthie,
1992).
Minyak ikan sangat berbeda dengan minyak lainnya, yang dicirikan dengan
variasi asam lemaknya lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau lemak
lainnya, jumlah asam lemaknya lebih banyak, panjang rantai karbon mencapai 20
atau 22, lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh jamak (ikatan
rangkap sampai dengan 5 dan 6, dan lebih banyak mengandung jenis omega-3
dibandingkan dengan omega-6. Omega-3 adalah asam lemak tidak jenuh dengan
banyak ikatan rangkap (PUFA) n-3 sehingga disebut omega-3. Beberapa jenis
asam lemak omega-3 yang terkandung dalam minyak ikan antara lain
Docosahexaenoic acid (DHA), Eicosapentaenoic acid (EPA), Oktadekatrienoat
acid (ALA), Stearidonic acid (SDA), Eikosatrienoic acid (ETE), dan
Eikosatetraenoc acid (ETA). EPA dan DHA adalah yang lebih bermanfaat bagi
tubuh dan hanya diperoleh dari ikan-ikan berlemak, terutama ikan dari laut dingin.
Bentuk asilgliserol dari asam lemak omega-3 dalam ilmu nutrisi ditengarai
lebih baik karena lebih mudah diserap oleh usus, sehingga isolasi yang dilakukan
menggunakan sampel berupa monoasilgliserol yang merupakan hasil pengkayaan
omega-3 dengan hidrolisis enzimatik menggunakan lipase dari Aspergillus niger
sebgai katalis. Enzim lipase ini mempunyai spesifisitas posisional memutuskan
ikatan trigliserida pada sn-1,3 sehingga dapat menjaga asam lemak tidak jenuh
dengan banyak ikatan rangkap omega-3 dalam bentuk asilgliserol yang umumnya
dan terdistribusikan lebih banyak pada sn-2. Adanya gugus cis- pada ikatan ganda
antara atom karbon dengan karbon asam lemak menyebabkan pembengkokkan
rantai asam lemak. Oleh karena itu, gugus metil asam lemak yang dekat dengan
ikatan ester menyebabkan steric hidrance pada lipase. Banyaknya ikatan ganda
cis-cis EPA dan DHA membuat molekulnya bersifat kuat dan dapat meningkatkan
efek steric hidrance sehingga ikatan ester asam lemak EPA dan DHA dalam
bentuk asilgliserol lebih sulit untuk diputuskan oleh lipase jika dibandingkan asam

2
lemak jenuh (SFA) dan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap
(MUFA) yang umumnya terletak pada posisi primer (Raharja, 2012).
Isolasi yang dilakukan ini menggunakan metode TLC (Thin Layer
Chromatography) yang biasa disebut Kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi lapis tipis ini dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada
tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng
kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Kromatografi ini dalam pelaksanaannya
lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom.
Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis,
peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir
semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Settle, 2001).
Hasil dari isolasi dengan TLC ini akan diidentifikasi komponen yang
terkandung didalamnya menggunakan analisis GC-MS (Gas ChromatographyMass Spectrometry). Kromatografi gas-spektrometer adalah metode yang
mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk
mengidentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. GC-MS adalah
terdiri dari dua blok bangunan utama: kromatografi gas dan spektrometer massa.
Perbedaan sifat kimia antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu
campuran dipisahkan dari molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom.
Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi)
untuk keluar dari kromatografi gas, dan ini memungkinkan spektrometer massa
untuk menangkap, ionisasi, mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi molekul
terionisasi secara terpisah. Komponen-komponen ini diharapkan dapat
dimafaatkan secara terpisah sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya
masing-masing.
Hasil dari isolasi ini juga akan diidentifikasi gugus fungsinya dan
dibandingkan antara gugus fungsi minyak ikan, monoasilgliserol omega-3, dengan
hasil isolasi dengan TLC. Identifikasi gugus fungsi dilakukan dengan
menggunakan metode FTIR (Fourier Transform Infra Red). Setiap jenis ikatan
kimia mempunyai sifat frekuensi yang berbeda, sehingga tidak akan ada dua
molekul yang berbeda strukturnya memiliki bentuk serapan yang sama. Puncak
spektrum inframerah yang memiliki kemiripan antara dua atau lebih molekul
menandakan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat dikatakan identik.
Penggunaan metode ini karena FTIR dapat digunakan untuk menganalisa senyawa
organik dan anorganik dan juga dapat digunakan untuk analisis kualitatif dengan
melihat kekuatan absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu.

3

Perumusan Masalah
1. Penentuan pelarut yang tepat untuk mengisolasi (pemisahan komponen)
yang terdapat pada monoester omega-3 dengan metode TLC.
2. Mengidentifikasi komponen yang terkandung dalam hasil isolasi dengan
menggunakan metode analisi GC-MS
3. Mengidentifikasi perubahan gugus fungsi dari minyak ikan, monoester
omega-3, dengan hasil isolasi TLC dengan metode analisi FTIR

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pelarut yang sesuai untuk mengisolasi komponen-komponen
monoester omega-3.
2. Mengidentifikasi komponen yang terkandung dalam hasil isolasi.
3. Mengidentifikasi perubahan gugus fungsi dari minyak ikan, monoester
omega-3, dengan hasil isolasi.

Manfaat Penelitian
Menentukan pelarut yang sesuai untuk mengisolasi komponen-komponen
monoester omega-3 guna mendapatkan masing-msing komponen tersebut yang
dapat digunakan lebih lanjut dan mendapatkan nilai tambah lebih banyak.
Perubahan gugus fungsi yang dialami dari mulai minyak ikan, monoester omega-3
sampai hasil dari isolasi diharapkan dapat diketahui dan dimanfaatkan lebih lanjut
untuk keperluan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dibidang
agroindustri.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pemisahan pada komponen-komponen
monoester omega-3 dengan metode isolasi menggunakan TLC. Selanjutnya
dilakukan identifikasi hasil isolasi tersebut dengan melakukan analisi terhadap
komponen yang terkandung didalamnya dan melakukan analisis terhadap gugus
fungsi. Gugus fungsi hasil isolasi ini akan dibandingkan dengan gugus fungsi
minyak ikan dan juga monoester omega-3 yang digunakan.

4

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai
November 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Department of Industrial
Technology (DIT) dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Tekologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, serta
Laboratorium Forensik Markas Besar Polisi Republik Indosnesia dan
Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah monoasilgliserol omega-3 (monoester
omega-3) yang didapatkan dari hidrolisis enzimatik minyak ikan lemuru yang
diambil dari Banyuwangi, Jawa Timur. Sedangkan bahan untuk analisis yaitu
heksan pa, aseton pa, metanol pa, kloroform pa, etil asetat pa, etanol pa, petroleum
benzen pa (400C), dan bahan kimia lainnya.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain plat kaca TLC, chamber
kaca TLC, kertas saring, GC-MS instrumen, IRPrestige-21 Fourier Transform
Infra Red, dan alat gelas penunjang lainnya.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan
adaloah proses penentuan pelarut yang sesuai untuk melakukan pemisahan
(isolasi) terhadap komponen monoester omega-3. Penentuan pelarut yang sesuai
ini adalah dengan melakukan proses isolasi dengan menggunakan metode TLC
(Thin Layer Chromatography). Penelitian utama yang dilakukan meliputi analisis
GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometri) dan FTIR (Fourier Transform
Infra Red). Berikut diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

5
Monoseter omega-3 hasil hidrolisis
enzimatis minyak ikan lemuru

Pemisahan (isolasi) dengan metode TLC

Analisi GC-MS
Analisis FTIR

selesai
Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian
Pemisahan (isolasi) komponen monoester omega-3 dengan metode TLC
Metode isolasi dengan TLC menggunakan plat kaca berlapis silica gel 60
F254 berukuran 20x20 cm. Plat kaca TLC untuk isolasi sampel ini disajikan pada
Gambar 2. Sampel omega-3 diaplikasikan pada plat kaca tersebut dalam bentuk
spot bulat dengan spot berjumlah lima buah. Setelah spotting selesai dilakukan,
kemudian plat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang (fase gerak). Plat dielusi sampai pelarut mmencapai batas atas,
sekitar 30 sampai 60 menit. Plat kemudian dikeluarkan dari bejana pengembang
dan dibiarkan beberapa menit sampai uap yang masih tertinggal hilang. Spot yang
terbentuk dilihat menggunakan sinar UV kemudian dipisahkan dari silica gel dan
dilarutkan kembali menggunakan pelarut yang sesuai. Hasil inilah yang akan
digunakan untuk proses identifikasi.

Gambar 2. Plat kaca TLC untuk isolasi sampel

6
Analisis GC-MS
GC-MS terdiri dari dua blok bangunan utama, yaitu kromatografi gas dan
spektrometer massa. Kromatografi gas menggunakan kolom kapiler yang
tergantung pada dimensi kolom itu (panjang, diameter, ketebalan film) serta sifat
fase. Spektrometer massa memecah masing-masing molekul menjadi terionisasi
mendeteksi fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio. Kadang-kadang
dua molekul yang berbeda juga dapat memiliki pola yang sama fragmen
terionisasi dalam spektrometer massa (spektrum massa). Menggabungkan dua
proses membuatnya sangat tidak mungkin bahwa dua molekul yang berbeda akan
berperilaku dengan cara yang sama di kedua kromatografi gas dan spektrometer
massa. Oleh karena itu ketika mengidentifikasi spektrum massa muncul pada
waktu retensi karakteristik dalam analisis GC-MS, biasanya meminjamkan untuk
meningkatkan kepastian bahwa kepentingan adalah analit dalam sampel. Sampel
yang digunakan merupakan hasil dari isolasi menggunakan TLC. Spot yang
terbentuk pada plat kaca TLC masing-masing dilarutkan dengan pelarut tertentu.
Komponen yang sudah dicampur pelarut ini akan diambil sebanyak sekitar kurang
lebih 0,01 ml dan dimasukkan kedalam alat GC-MS.
Analisis FTIR
Analisis FTIR menggunakan tiga buah sampel yaitu minyak ikan,
monoester omega-3 hasil hidrolisis enzimatik, dan hasil isolasi monoester
omega-3 tersebut. Pertama, spektra IR untuk blangko (udara kosong) dibuat
sebagai referensi munculnya puncak puncak yang tidak diharapkan di spektra IR
yang dianalisis. Spektra IR polistirene standar dibuat. Cup atau mangkuk porselen
disiapkan dengan dibersihkan menggunakan kloroform. Digunakan kalium
bromide (KBr) sebagai pelarut yang dihomogenkan dengan sampel dengan
perhitungan 0,1 gr KBr berbanding sampel sebanyak kurang dari 5% dari KBr
tersebut. Campuran ini kemudian dimasukkan kedalam wadah kecil khusus untuk
analisis FTIR dan dimasukkan dalam alat untuk selanjutnya dianalisis
menggunakan komputer yang telah diprogram.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Awal Bahan
Monoester omega-3 sebagai bahan dasar yang akan dilakukan isolasi
terhadap komponen yang terkandung didalamnya merupakan hasil dari hidrolisis
enzimatik. Hidrolisis enzimatik ini dilakukan terdahap minyak ikan jenis lemuru
yang diperoleh dari Banyuwangi, Jawa Timur. Minyak ikan itu merupakan hasil

7
samping dari industri pengalengan ikan yang memang banyak ditemukan di
daerah tersebut. Minyak ikan yang diperoleh dianalisis aspek-aspek yang terkait
untuk mengetahui kondisi awal minyak. Aspek yaang dianalisis meliputi
pengujian bilangan asam, kadar asam lemak bebas (%FFA), dan bilangan
penyabungan. Hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Sifat Fisikokimia Minyak Ikan
Karakteristik
Bilangan asam
Kadar asam lemak bebas
Bilangan penyabunan
*
Celik (2002)

Satuan

Nilai

mg KOH/g
%FFA
mg KOH/g

3.29
1.66
204.8

Minyak ikan
lemuru*
10.15
4.6
187,4

Data tersebut menunjukkan bahwa minyak ikan yang akan digunakan
dalam kondisi baik. Aspek yang dianalisis menunjukkan nilai yang masih dalam
batas yang diperbolehkan. Bahan baku yang digunakan untuk isolasi ini adalah
monoester omega-3 yang diperoleh dari hidrolisis minyak ikan tersebut. Sampel
yang digunakan adalah monoester omega-3 hasil hidrolisis dengan rendemen atau
hasil terbaik. Pemilihan sampel sebagai bahan baku ini berdasarkan analisi
GC-MS yang dilakukan terhadap seluruh hasil hidrolisis. Dapat dilihat pada
tingkat hidrolisis sebesar 50,93% diperoleh omega-3 dengan total luas area
sebesar 6,99% dari luas area semua komponen yang terdeteksi. Luas area ini lebih
tinggi dibandingkan luas area sebelum minyak dihidrolisis yang menunjukkan
keberhasilan dalam upaya pengkayaan omega-3 tersebut. Perbandingan luas area
(%) komponen asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru sebelum dan setelah
hidrolisis pada kondisi optimum ini disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega-3 minyak ikan
lemuru sebelum dan setelah hidrolisis pada kondisi optimum
Luas Area

Total
EPA
DHA
ETA

Minyak sebelum
hidrolisis (%)
1,81
1,81
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi

Minyak setelah
Hidrolisis (monoester
omega-3) (%)
6,99
4,14
0,40
0,82

8
Kandungan dari omega-3 yang berhasil dideteksi adalah EPA, DHA, dan
ETA. Asam eikosapentanoat atau EPA mengalami peningkatan luas area dari
1,81% menjadi 4,14%. Asam dokosaheksanoat (DHA) dan asam eikosatetranoat
(ETA) yang semula pada minyak awal tidak terdeteksi memiliki luas area 0,40%
dan 0,82% setelah hidrolisis. DHA dan ETA yang tidak terdeteksi ini dikarenakan
jumlahnya yang sangat kecil. Sedangkan sisanya merupakan asam lemak lain
yang masih termasuk dalam golongan omega-3 namun dengan jumlah yang sangat
kecil. Komponen lain yang juga terdeteksi diantaranya adalah asam
oktadekatrienoat (ALA) dan asam heksadekatrienoat (HTA). Peningkatan luas
area komponen omega-3 ini dapat dikatakan terjadi pula peningkatan konsentrasi
omega-3 setelah hidrolisis enzimatik.
Asam lemak omega-3 merupakan bentuk turunan dari asam linoleat.
Menurut Zarevucka dan Wimmer (2008) asam linoleat dapat berubah
menjadiasam α-linolenat omega-3, asam γ-linolenat omega-6, asam arachidonat
hingga asam dihomo- γ-linolenat melalui biosintesis dimana EPA dan DHA
diperoleh dari perubahan asam α-linolenat tersebut. Kandungan DHA yang lebih
kecil daripada EPA sesuai dengan pendapat Haraldson (1997) bahwa minyak ikan
lemuru memiliki kandungan EPA yang lebih banyak daripada DHA.
Penggunaan Pelarut yang Sesuai (Metode TLC)
Isolasi komponen-komponen yang terkandung dalam monoester omega-3
menggunakan metode TLC (Thin Layer Chromatography) dengan pelarut yang
sesuai. Berbagai perbandingan dan campuran antara beberapa jenis pelarut pun
dilakukan. Berikut campuran berbagai pelarut yang telah dilakukan disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Berbagai pelarut yang digunakan
Pelarut
Heksan pa
Metanol
Metanol pa
Etanol pa
Aseton
Etil Asetat
Heksan : Aseton
Metanol : Kloroform
Heksan : Etil Asetat
Petroleum Benzen

Perbandingan
100%
100%
100%
100%
100%
100%
4:1 dan 3:2
1:9
1:7 dan 3:7
100%

9
TLC mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan HPLC dan
GC, yaitu TLC memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase
gerak, berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2
dimensi, dan pengembangan bertingkat dapat dilakukan pada TLC, proses
kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja, serta
semua komponen dalam sampel dapat dideteksi. Fase diam yang paling sering
digunakan pada TLC adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme
sorpsi-desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak
atau sebaliknya) yang utama pada TLC adalah partisi dan adsorbsi (Sudarmadji,
1996). Lapisan tipis yang digunakan sebagai fase diam juga dapat dibuat dari
silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin
yang digunakan untuk pemisahan kiral (Settle, 2001).
Penggunaan metode TLC yang mudah dan murah ini mengharuskan
penggunaan pelarut yang sesuai dengan sampel yang diuji. Perbandingan berbagai
jenis pelarut yang digunakan diperoleh melalui referensi yang terkait seperti
pengidentifikasian pada minyak lain selain dari minyak ikan. Identifikasi minyak
atsiri mint menggunakan metode TLC diperoleh bahwa eluen yang paling sesuai
digunakan untuk pemisahan komponen senyawa dalam isolat minyak atsiri
tersebut adalah campuran pelarut heksan dengan etil asetat (1:7). Hal ini telah
dilakukan namun tidak menunjukkan hasil yang diinginkan pada sampel
penelitian ini yaitu monoester omega-3 minyak ikan lemuru. Perbandingan pelarut
heksan dengan etil asetat 3:7 mengacu pada campuran pelarut heksan dengan etil
asetat 1:7 tersebut. Penggunaan pelarut lain mengacu pada referensi-referensi lain
yang menggunakan metode yang sama yaitu TLC dengan sampel yang berbedabeda seperti minyak atsiri komoditas lain dan minyak nabati.
Berdasarkan hasil visualisasi menggunakan lampu UV dan penampakan
noda yang terdapat pada plat kaca TLC diperoleh bahwa eluen yang dapat
membentuk spot adalah petroleum benzen. Petroleum benzen yang digunakan
memiliki titik didih sebesar 400C. Hasil visualisasi ini disajikan pada Gambar 3.

a. Heksan

10

b. Metanol : Kloroform

c. Petroleum benzen (ulangan 1)

d. Petroleum benzen (ulangan 2)

e. Petroleum benzen (ulangan 3)
Gambar 3. Visualisasi hasil isolasi TLC dilihat dengan lampu UV
Hasil visualisasi menggunakan pelarut metanol, ethanol, aseton, etil asetat,
heksan : aseton (4:1 dan 3:2), dan heksan : etil asetat (1:7 dan 3:7) memiliki hasil
yang mirip dengan hasil visualisasi dengan menggunakan pelarut heksan
danmetanol : kloroform (1:9) di atas. Pelarut yang menunjukkan hasil visualisasi
dengan membentuk spot hanyalah pelarut petroleum benzen. Dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali dan menghasilkan penampakan yang sama yaitu
membentuk spot yang sama pada jarak 5 cm dari batas bawah plat kaca. Sehingga
hasil isolasi dengan menggunakan pelarut petroleum benzen inilah yang dianggap
baik dan dijadikan sampel untuk analisis selanjutnya. Namun hal ini belum

11
maksimal dikarenakan spot yang terbentuk hanya satu sehingga masih banyak
komponen yang larut dalam pelarut tersebut. Perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang dijadikan prinsip dalam TLC ini. EPA yang bersifat polar
tentunya akan tertahan laju penyerapan pada plat kaca TLC dengan menggunakan
pelarut non polar seperti petroleum benzen. Masing–masing komponen senyawa
dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang berbeda. Spot yang
terbentuk hanya satu dikarenakan pelarut petroleum benzen yang masih memiliki
kepolaran yang dekat dengan komponen-komponen yang diisolasi sehingga
komponen tersebut terus bergerak ke atas bersama dengan pelarut tanpa dapat
tertahan pada plat kaca. Diperlukan pelarut non polar yang lebih baik sehingga
komponen-komponen dalam sampel dapat tertahan pada plat kaca dan tidak
terbawa oleh fase gerak tersebut.
Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)
GC-MS merupakan gabungan antara kromatofrasi gas dengan
spektrometer massa. Pada umumnya sistem pemisahan pada GC berdasarkan pada
perbedaan tekanan uap dari setiap komponan yang akan dipisahkan. Terdapat dua
fase pada GC, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa padatan atau
cairan, sedangkan fase gerak berupa gas pembawa yang bersifat inert seperti He,
N2, dan H2. Spektrometer massa (MS) digunakan pada GC sebagai detektor untuk
memisahkan masing-masing komponen dalam suatu sampel sekaligus
mengidentifikasi komponen tersebut. MS akan mengidentifikasi komponen
setelah terpisah pada analisis GC dan keluar dari kolom mengalir ke dalam MS,
identifikasi tersebut didasarkan pada bobot molekul senyawanya (Skoog et al.,
1996).
Identifikasi komponen-komponen asam lemak omega-3 menggunakan
GC-MS dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menyamakan
waktu retensi sampel dengan waktu retensi standarnya.Waktu retensi (retention
time) menunjukkan waktu yang diperlukan oleh suatu komponen sampel untuk
melintasi kolom pada panjang tertentu. Rentention time yang diaplikasikan pada
GC-MS merupakan waktu yang diperlukan sampel mulai dari injeksi hingga
munculnya peak maksimum. Apabila waktu retensi keduanya sama atau
mendekati satu sama lain maka dapat dilakukan perhitungan secara kualitatif
ataupun kuantitatif setiap komponennya.
Analisis GC-MS pada penelitian ini hanya dilakukan pada sampel hasil
isolasi menggunakan TLC saja. Sampel minyak ikan sebelum dan setelah
hidrolisis telah dilakukan analisis serupa pada penelitian sebelumnya. Pada
sampel minyak ikan sebelum hidrolisis terdapat atau terdeteksi EPA dan setelah
hidrolisis yang terdeteksi adalah EPA, DHA, dan ETA. Sedangkan hasil isolasi

12
menggunakan TLC menunjukkan kandungan dominan yang terkandung
didalamnya adalah asam oktadekatrienoat (ALA). Asam oktadekatrienoat (ALA)
sebanyak 3.29% dan sisanya merupakan asam heksadekatrienoat (HTA) dan asam
lemak lain yang masih termasuk dalam golongan omega-3 namun dengan jumlah
yang sangat kecil. Hasil pengujian ini disajikan pada Tabel 4 dengan grafik luas
area beserta keterangannya disajikan pada Lampiran 1.
Kebutuhan seseorang akan DHA, EPA, maupun ALA tergantung pada
tubuh orang tersebut. Sebagian orang membutuhkannya lebih banyak daripada
orang lain. Walau demikian, ahli kesehatan menyimpulkan jika kebutuhan umum
harian orang dewasa terhadap EPA, DHA, ataupun ALA adalah sebesar 2-4 gram
setiap harinya. (Hoesada, 2009).
Tabel 4. Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega-3 minyak ikan
lemuru setelah hidrolisis dan hasil isolasi TLC
Luas Area

EPA
DHA
ETA
HTA
ALA

Minyak setelah
Hidrolisis
(monoasilgliserol
omega-3 (%)
4,14
0,40
0,82
Sangat kecil
Sangat kecil

Hasil isolasi TLC
Dengan petroleum
benzene (%)
0,17
Tidak terdeteksi
0,34
0.68
3,29

Hasil analisis yang berbeda ini dikarenakan penggunaan pelarut pada saat
pengujian GC-MS yang berbeda. Komponen yang mendominasi pada hasil isolasi
masih termasuk dalam golongan monoester omega-3. Analisis GC-MS ini tidak
digunakan standar yang spesifik monoester omega-3. Standar yang digunakan
merupakan standar umum untuk senyawa non-polar sehingga komponen yang
teridentifikasi pada sampel penelitian tidak hanya monoester omega-3. Komponen
lain seperti asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, asam lemak tidak
jenuh jamak, maupun alkana dan hidrokarbon juga terbaca dan terdeteksi oleh alat
karena adanya pelarut yang digunakan dan bersatu dengan sampel.
Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang

13
13.000 – 10 cm-1. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, sinar infra
merah dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah infra merah dekat, daerah infra merah
pertengahan, dan daerah infra merah jauh. Atom-atom di dalam molekul tidak
dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung
pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya.Vibrasi molekul
sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print.
Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu vibrasi
regangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending).
Atom dalam vibrasi regangan, bergerak terus sepanjang ikatan yang
menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya,
walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi
empat jenis, yaitu Vibrasi Goyangan (Rocking - unit struktur bergerak mengayun
asimetri tetapi masih dalam bidang datar), Vibrasi Guntingan (Scissoring - unit
struktur bergerak mengayun simetri dan masih dalam bidang datar), Vibrasi
Kibasan (Wagging - unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar),
dan Vibrasi Pelintiran (Twisting - unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang
menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar)
(Harvey, 2000).
Setiap gugus fungsi (ikatan) di dalam suatu molekul mempunyai tingkatan
energi vibrasi dan rotasi yang berbeda. Oleh karena itu, gugus fungsi ditentukan
dari nilai bilangan gelombang yang terserap oleh ikatan tersebut. Nilai bilangan
gelombang yang terserap ditentukan dari puncak yang mengidentifikasikan
adanya % Transmittan yang bernilai kecil (Absorbansi bernilai cukup besar).
Daerah serapan beserta gugus fungsi dan nama gugus fungsi disajikan dalam
Tabel 5.
Pada percobaan ini, polistirene digunakan untuk menentukan kelayakan
spektrometer Infra Merah. Polistirene mempunyai kestabilan yang cukup tinggi.
Bentuk molekulnya tidak mudah berubah apabila terjadi perubahan lingkungan di
sekitarnya, misalnya adanya peningkatan suhu yang ekstrim tidak mengubah
bentuk molekul dan ikatan-ikatan yang ada di dalam polistirene. Suatu
spektrometer infra merah dikatakan layak digunakan jika penyimpangan
rata-ratanya kurang dari 1% (Thermo, 2001).
Penggunaan KBr atau kalium bromide dikarenakan tingkatan energi ikatan
pada KBr tidak masuk ke dalam daerah infra merah, sehingga ketika
spektrofotometri infra merah dilakukan, gugus fungsi atau ikatan-ikatan yang ada
di dalam KBr tidak terdeteksi sebagai suatu puncak. Sampel yang dianalisis
adalah minyak ikan sebelum hidrolisis, minyak ikan setelah hidrolisis (monoester
omega-3), dan hasil isolasi dengan menggunakan metode TLC dimana ketigamya
akan dilihat gugus fungsi masing-masing dan dibandingkan antara satu dan yang

14
lainnya. Akan diidentifikasi apakah ada perubahan gugus fungsi sebelum dan
sesudah hidrolisis serta setelah dilakukan isolasi.Tabel identifikasi gugus fungsi
antara ketiga sampel ini dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 5. Daerah serapan beserta gugus fungsi dan nama gugus fungsi*
Gugus
-1
Fungsi
Daerah serapan (cm )
Nama Gugus Fungsi
2850-2960
1350-1470
3020-3080
675-870
3000-3100
675-870
3300
1640-1680
1500-1600
1080-1300
1690-1760
3610-3640
2000-3600
3000-3600
3310-3500
1180-1360
1515-1560
1345-1385
*Harvey (2000)

C-H

Alkana

C=C

Alkena

C-H

Aromatik

C≡C
C=C
C=C
C-O
C=O
O-H
O-H
O-H
N-H
C-N

Alkuna
Alkena
aromatik (cincin)
Aldehida eter asam karboksilat ester
Aldehida Keton asam karboksilat ester
alkohol fenol (monomer)
alkohol fenol (ikatan hidrogen)
asam karboksilat
Amina
amina

-NO2

nitro

Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa ketiga sampel yaitu minyak ikan
sebelum hidrolisis, minyak ikan setelah hidrolisis, dan minyak ikan yang telah
dilakukan isolasi dengan menggunakan metode TLC memiliki gugus fungsi
alkana (C-H), Aldehida eter asam karboksilat ester (C-O), Aldehida keton asam
karboksilat ester (C=O), alkohol fenol (ikatan hidrogen) (O-H), amina (C-N), dan
nitro (-NO2). Spektrum tumpuk analisis FTIR untuk ketiga sampel tersebut
disajikan pada Lampiran 2. Ketiga sampel sama-sama memiliki gugus fungsi
alkana tetapi dengan hasil serapan pada daerah serapan yang berbeda. Minyak
ikan sebelum hidrolisis memiliki daerah serapan dengan gugus fungsi alkana lebih
sedikit daripada minyak ikan setelah hidrolisis dan hasil isolasi. Minyak ikan
setelah hidrolisis (monoester omega-3) hasil isolasi pun memiliki daerah serapan
yang sedikit berbeda walaupun dengan jumlah daerah yang sama. Berikut hasil
pengujian disajikan pada Tabel 6.

15
Tabel 6. Perubahan gugus fungsi pada ketiga sampel dengan analisis FTIR
Minyak Ikan
Minyak Ikan Setelah
Hasil
Sebelum
Hidrolisis (monoester
Isolasi
gugus fungsi
Hidrolisis
omega-3)
TLC
C-H
2922.16
2924.09
2953.02
(alkana)
2852.72
2852.72
2924.09
1463.97
1463.97
2852.72
1417.68
1417.68
1463.97
1377.17
1377.17
1377.17
1359.82
1365.60
C-H
3008.95
3005.1
(aromatik)
C=C
1654.92
1602.85
(Alkena)
C=C
1558.48
1504.48
(Aromatik
(cincin))
C-O
1099.43
1099.43
1118.71
Aldehida eter
asam karboksilat
ester
1116.78
1116.78
1168.86
1159.22
1166.93
1203.58
1236.37
1240.23
1247.94
1267.23
O-H
2029.11
2029.11
2729.27
(Alkohol fenol
(ikatan hidrogen))
2158.35
2310.72
2852.72
2310.72
2679.13
2924.09
2385.95
2731.2
2953.02
2679.13
2852.72
2729.27
2924.09
2852.72
3005.1
2922.16
3468.01
3008.95
3473.80
O-H
3008.95
3005.10
(Asam
karboksilat)
3473.80
3468.01
N-H
3473.8
3468.01
(Amina)
C-N
1236.37
1240.23
1203.58
(Amina)
1359.82
1247.94
1267.23

16
Minyak ikan sebelum dan setelah hidrolisis memiliki daerah serapan untuk
gugus fungsi aromatik (C-H) tetapi tidak dengan hasil isolasi TLC. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan terjadinya penguapan selama proses isolasi dengan
menggunakan TLC karena terdapat pelarut selama proses yang dapat melarutkan
gugus aromatik tersebut dan menguapkannya bersamaan dengan pelarut yang
digunakan. Ketiga sampel yang dilakukan analisis FTIR juga menunjukkan
adanya gugus fungsi aldehida keton asam karboksilat ester (C=O). Hal ini
memang seharusnya karena minyak ikan memiliki kandungan yang berbeda
dengan kandungan minyak yang lain antara lain jenis asam lemak yang lebih
bervariasi, jumlah asam lemak yang lebih banyak yaitu asam lemak C20 – C23 dan
asam lemak tidak jenuh dengan lima hingga enam ikatan rangkap
(polyunsaturated fatty acid) (Wang et al., 1990).
Hasil isolasi dengan TLC mengalami penurunan jumlah daerah serapan
pada gugus fungsi O-H yaitu alkohol fenol (ikatan hidrogen) dikarenakan adanya
pemutusan ikatan selama proses isolasi maupun hidrolisis. Terlebih pada gugus
fungsi asam karboksilat, hasil isolasi menunjukkan tidak terdapatnya gugus
tersebut. Padahal minyak ikan sebelum dan setelah hidrolisis memiliki daerah
serapan untuk gugus fungsi asam karboksilat (O-H) ini. Spektrum daerah serapan
pada minyak ikan sebelum hidrolisis, setelah hidrolisis, maupun hasil isolasi TLC
dapat dilihat berturut-turut pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5.
Hidrolisis pada prinsipnya merupakan reaksi pembentukan gliserol dan asam
lemak bebas melalui pemecahan molekul lemak dan penambahan elemen air.
Hidrolisis merupakan salah satu reaksi yang terjadi pada produk atau bahan
pangan berlemak (Zarevucka dan Wimmer, 2008). Ketiga sampel tidak memiliki
gugus fungsi alkena (C=C), alkuna (C≡C), dan alkohol fenol (monomer) (O-H).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Isolasi yang dilakukan terhadap monoester omega-3 yang dihasilkan dari
hidrolisis enzimatik minyak ikan bertujuan untuk memisahkan komponen yang
terkandung didalamnya. Hal ini dilakuakn berdasarkan perbedaan kepolaran
dengan pelarut yang digunakan. Penggunaan metode TLC untuk isolasi
membutuhkan pelarut yang sesuai. Pelarut yang sesuai untuk mengisolasi

17
monoester omega-3 atau minyak ikan hasil hidrolisis enzimatik ini adalah
petroleum benzen 400C tanpa menggunakan campuran pelarut lain. Hasil dari
isolasi menunjukkan perubahan komponen yang terkandung didalamnya. Asam
oktadekatrienoat (ALA) sebesar 3,29% lebih dominan dibandingkan EPA dan
DHA yang sebelumnya mendominasi komponen minyak ikan sebelum maupun
setelah hidrolisis.
Minyak ikan sebelum hidrolisis, setelah hidrolisis, dan hasil isolasi dengan
menggunakan metode TLC memiliki gugus fungsi alkana (C-H), Aldehida eter
asam karboksilat ester (C-O), Aldehida keton asam karboksilat ester (C=O),
alkohol fenol (ikatan hidrogen) (O-H), amina (C-N), dan nitro (-NO2). Ketiga
sampel tidak memiliki gugus fungsi alkena (C=C), alkuna (C≡C), dan alkohol
fenol (monomer) (O-H). Minyak ikan sebelum dan setelah hidrolisis memiliki
daerah serapan untuk gugus fungsu aromatik (C-H) tetapi tidak dengan hasil
isolasi TLC. Hal ini dapat terjadi dikarenakan terjadinya penguapan selama proses
isolasi dengan menggunakan TLC karena terdapat pelarut selama proses yang
dapat melarutkan gugus aromatik tersebut dan menguapkannya bersamaan dengan
pelaru yang digunakan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pelarut lain
atau campuran berbagai pelarut yang lebih beragam agar menghasilkan spot pada
plat kaca TLC yang lebih banyak. Spot yang lebih banyak menandakan semakin
baik pelarut yang digunakan. Penggunaan metode isolasi yang lain, seperti
distilasi molekuler, sangat dianjurkan agar mendapatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Celik H. 2002. Commercial Fish Oil. ISSN 1302 647X. B serisi Cilt 3(1) : 1-6.
Duthie I F, Barlow S M. 1992. Dietary Lipid Exemplified by Fish Oils And Their
N-3 Fatty Acid. J. Food Sci. Vol.6: 20-35.
Haraldson G G, B. Kristinsson, R. Sigurdardottir, G.G Gudmundsson, H. Breivik.
1997. The Preparation of Concentrates of Eicosapentaenoi Acid and
Docosahexaenoic Acid by Lipase-Catalized Transesterification of Fish Oil
with Ethanol. J. Am. Oil Chem. Vol.74: 1419-1424.
Harvey David. 2000. Chemistry: Modern Analitycal Chemistry First Edition. Page
388-409.

18
Hoesada
Ivan.
2009.
Memahami
Omega-3.
Diperoleh
dari
http://www.ivanhoesada.com/id/artikel/memahami-omega-3. Diakses pada 1
Februari 2014.
Raharja Sapta, Suryadarma Prayoga, Oktavia teni. 2011. Hidrolisis enzimatik
minyak ikan untuk produksi asam lemak omega-3 menggunakan lipase dari
Aspergillus niger. J. Teknol. Dan Industri Pangan. XXII(1):64-72.
Raharja Sapta, Suparno Ono, Mangunwidjaja Djumali, Herdiyani Alamanda,
Oktavia Teni, Najah Zulfatun. 2012. Penambahan pelarut organik pada media
untuk hidrolisis enzimatik minyak ikan menggunakan lipase dari Aspergillus
niger. J. Teknol. Industri Pertanian. 22(3):140-150.
Settle F (Editor). 2001. Handbook of Instrumental Techniques for Analytical
Chemistry, Prentice Hall PTR, New Jersey, USA.
Skoog Douglas A.et.al.1996. Fundamentals of Analytical Chemistry 7th Edition,
Orlando : Saunders College Publishing Page 592-597.
Sudarmadji S. 1996. Teknik Analisis Biokimia. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Thermo Nicolet. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermo Nicolet Corporation : Madison – USA
Wang Y.J., L.A. Miller, M. Perren, dan P.B. Addis. 1990. Omega-3 Fatty acids in
Lake Superior Fish. J. Food Sci. 55:71.
Zarevucka, M dan Z. Wimmer. 2008. Plant Product for Pharmacology:
Application of Enzyme in Their Transformation. International J. Molecular
Sci. Vol. 9:2447-2473.

19
Lampiran 1 Hasil analisis GC-MS

20

21

22

23

24
Lampiran 2 Spektrum Tumpuk Analisis FTIR

Lampiran 3 Spektrum Analisis FTIR untuk Minyak Ikan Sebelum Hidrolisis

25
Lampiran 4 Spektrum Analisis FTIR untuk Minyak Ikan Setelah Hidrolisis
(Monoester Omega-3)

Lampiran 5 Spektrum Analisis FTIR untuk Hasil Isolasi TLC

26
Lampiran 6 Daerah Serapan beserta Gugus Fungsi dan Nama Gugus Fungsi dari
Sampel yang dianalisis
Daerah
serapan (cm-1)
2850-2960
1350-1470

C-H

Nama
Gugus Fungsi
Alkana

3020-3080
675-870
3000-3100
675-870
3300
1640-1680
1500-1600

C=C

Alkena

C-H

Aromatik

1080-1300

C-O

1690-1760

C=O

3610-3640

O-H

2000-3600

O-H

3000-3600

O-H

asam karboksilat

3310-3500
1180-1360

N-H
C-N

amina
amina

Gugus Fungsi

C≡C
C=C
C=C

alkuna
alkena
aromatik (cincin)
Aldehida eter
asam karboksilat ester

Aldehida Keton
asam karboksilat ester
Alcohol
fenol (monomer)
alkohol fenol
(ikatan hidrogen)

Minyak Ikan
Sebelum Hidrolisis
2922.16
2852.72
1463.97
1417.68
1377.17

3008.95

1654.92

1099.43
1116.78
1159.22
1236.37

1745.58
.
2029.11
2158.35
2310.72
2385.95
2679.13
2729.27
2852.72
2922.16
3008.95
3473.80
3008.95
3473.80
3473.8
1236.37

27

1515-1560
1345-1385

Daerah
serapan (cm-1)
2850-2960
1350-1470

-NO2

Nitro

1377.17

C-H

Nama
Gugus Fungsi
Alkana

3020-3080
675-870
3000-3100
675-870
3300
1640-1680
1500-1600

C=C

Alkena

C-H

Aromatik

3005.1

C≡C
C=C
C=C

1558.48

1080-1300

C-O

alkuna
alkena
aromatik (cincin)
Aldehida eter
asam karboksilatester

1690-1760

C=O

3610-3640

O-H

2000-3600

O-H

3000-3600

O-H

Gugus Fungsi

Aldehida Keton
asam karboksilat ester
Alcohol
fenol (monomer)
alkohol fenol
(ikatan hidrogen)

asam karboksilat

Setelah Hidrolisis
2924.09
2852.72
1463.97
1417.68
1377.17
1359.82

1099.43
1116.78
1166.93
1240.23

1743.65

2029.11
2310.72
2679.13
2731.2
2852.72
2924.09
3005.1
3468.01

3005.10

28

3310-3500
1180-1360

N-H
C-N

amina
amina

3468.01
3468.01
1240.23
1359.82

1515-1560
1345-1385

-NO2

nitro

1558.48
1377.17

Daerah
serapan (cm-1)
2850-2960
1350-1470

C-H

Nama
Gugus Fungsi
Alkana

3020-3080
675-870
3000-3100
675-870
3300
1640-1680
1500-1600

C=C

Alkena

C-H

Aromatik

1080-1300

C-O

1690-1760

C=O

3610-3640

O-H

2000-3600

O-H

Gugus Fungsi

C≡C
C=C
C=C

alkuna
alkena
aromatik (cincin)
Aldehida eter
asam karboksilat ester

Aldehida Keton
asam karboksilat ester
alkohol fenol (monomer)
alkohol fenol (ikatan
hidrogen)

Hasil Isolasi
TLC
2953.02
2924.09
2852.72
1463.97
1377.17
1365.60

1602.85
1504.48
1118.71
1168.86
1203.58
1247.94
1267.23
1743.65

2729.27
2852.72
2924.09
2953.02

29

3000-3600

O-H

asam karboksilat

3310-3500
1180-1360

N-H
C-N

amina
amina

1515-1560
1345-1385

-NO2

nitro

1203.58
1247.94
1267.23
1365.60
1377.17

30

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 April 1991.
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan
Prianto dan Rini Winarsi. Pendidikan formal yang pernah
dijalani penulis dimulai pada TK Dian Cempala (1996-1997),
SD Negeri 1 Ciampea (1997-2003), SMP Negeri 4 Bogor
(2003-2006), SMA Negeri 2 Bogor (2006-2009). Pada tahun
2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Selama menjalani kegiatan akademik di universitas penulis pernah menjadi
anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri IPB (HIMALOGIN), dan
kepanitiaan acara di lingkungan IPB. Selain itu, penulis pernah melakukan
praktek lapang di PT. Belfoods Indonesia, Jonggol, Jawa Barat.
Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri
Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi
Monoasilgliserol Omega-3 (Monoester Omega-3)”.