Development Strategy of Brackish Forest Tourism Area in Tritih Kulon, Cilacap, Central Java Province

i

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA HUTAN
PAYAU DI TRITIH KULON, KABUPATEN CILACAP,
PROVINSI JAWA TENGAH

ANDI RAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Kawasan Wisata Hutan Payau di Tritih Kulon, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa
Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Andi Rahman
C252100154

iii

RINGKASAN
ANDI RAHMAN. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Payau di Tritih
Kulon, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh ISDRADJAD
SETYOBUDIANDI dan YONVITNER.
Ekosistem mangrove di Kabupaten Cilacap merupakan salah satu sumber
daya alam yang penting di pantai selatan Pulau Jawa. Letaknya yang strategis dan

memiliki potensi obyek wisata, menyebabkan daerah ini dijadikan sebagai sentra
pariwisata. Salah satu obyek wisata mangrove yang memiliki potensi cukup baik
dijadikan sebagai pusat pendidikan adalah kawasan wisata hutan payau di Tritih
Kulon. Wisata tersebut merupakan daerah penyangga (buffer) Kawasan Segara
Anakan yang dilindungi. Namun masih terdapat beberapa permasalahan yang
terjadi, yaitu (1) pertambahan penduduk, (2) penebangan/kerusakan mangrove, (3)
menurunnya minat pengunjung, (4) minimnya koordinasi stakeholder, (5)
minimnya pemeliharaan fasilitas wisata, dan (6) minimnya pendidikan masyarakat
lokal. Tujuan dari penelitian ini ialah menyusun strategi pengembangan kawasan
wisata hutan payau di Tritih Kulon berbasis daya dukung dan kesesuaian
sumberdaya wilayah pesisir. Analisis data yang digunakan dalam peneltian ini
adalah analisis trade-off, analisis kesesuaian dan daya dukung kawasan serta
strategi pengembangan kawasan wisata hutan payau.
Hasil analisis trade-off menunjukkan bahwa skenario ekowisata
merupakan pilihan alternatif pertama (93,93), alternatif kedua skenario
wanawisata (33,26) dan alternatif ketiga wisata pantai (1,37). Hal ini karena
skenario ekowisata menerapkan keseimbangan tiga prinsip dasar yaitu
economically profitable, socially acceptable dan environmentally sustainable.
Analisis indeks kesesuaian menunjukkan stasiun satu dan stasiun tiga termasuk
dalam kategori sangat sesuai (S1) dengan IKW 77%, kategori sesuai (S2) dengan

IKW 64% dan 56% terdapat di stasiun empat dan stasiun lima, serta kategori
sesuai bersyarat (S3) terdapat di stasiun dua dengan IKW 49%, dengan analisis
daya dukung pengunjung menunjukkan terdapat satu usulan track perairan
sebanyak 131 orang/hari, dan track daratan yang beraktivitas berjumlah 232
orang/hari. Strategi pengembangan ekowisata di kawasan wisata hutan payau
Tritih Kulon berdasarkan skala prioritas lima besar adalah: 1) mengintregasikan
peran kelembagaan (stakeholder) dalam membangun komitmen bersama menuju
kawasan ekowisata unggulan yang berdaya saing, 2) menegakan hukum melalui
kerjasama pengawas dan masyarakat lokal guna terciptanya kawasan wisata hutan
payau yang lestari dan berkelanjutan, 3) memperbaiki dan meningkatkan sarana
dan prasarana kawasan wisata hutan payau agar tercipta suasana yang nyaman,
aman dan memuaskan pengunjung, 4) membuat museum biota dan laboratorium
Mangrove Arboretum Center Cilacap (MACCi) sebagai pusat pendidikan
ekowisata mangrove, dan 5) memanfaatkan areal pertambakan yang masih
produktif untuk budidaya biota mangrove khusus dengan pendekatan silvofishery
sebagai ekowisata unggulan.
Kata kunci: Mangrove, ekowisata, kesesuaian, daya dukung, Tritih Kulon Cilacap

iv


SUMMARY
ANDI RAHMAN. Development Strategy of Brackish Forest Tourism Area in
Tritih Kulon, Cilacap, Central Java Province. Supervised by ISDRADJAD
SETYOBUDIANDI dan YONVITNER.
Cilacap mangrove ecosystem is one of the important natural resource on
the south coast of Java . The strategic location and potential tourist attraction,
causing this area serve as a center for tourism. One of the attractions of mangrove
that has good potential as a center of education is Brackish Forest Tourism Area
in Tritih Kulon, Tourism is a buffer zone Segara Anakan Area of protected.
However there are some problems that occur, (1) population growth, (2) cutting /
destruction of mangroves, (3) declining interest of visitors, (4) lack of
coordination of stakeholders, (5) the lack of maintenance of tourist facilities, and
(6) lack of local public education. The purpose of this study is to formulate
development strategies in tourist areas of brackish forest Tritih Kulon based
resource carrying capacity and suitability of coastal areas. Analysis of the data
used in this research is a trade-off analysis, analysis of the suitability and carrying
capacity of the region and Development Strategy of Brackish Forest Tourism
Area in Tritih Kulon.
The results of the analysis of the trade-off suggests that ecotourism is an
alternative scenario first (93,93), second alternative scenario wanawisata (33,26)

and third alternate shore excursions (1,37). This is due to ecotourism scenarios
apply three basic principles, namely the balance of economically profitable,
socially acceptable and environmentally sustainable. Suitability index analysis
showed one station and three stations are included in the category of very suitable
(S1) with IKW 77%, the corresponding category (S2) with IKW 64% and 56%
contained at four stations and five stations, as well as the corresponding
conditional category (S3) contained the two stations with IKW 49%, with visitor
carrying capacity analysis indicates there is a track proposals waters 131
people/day, and track land activity totaled 232 people/day. Ecotourism
development strategies in Brackish Forest Tourism Area in Tritih Kulon by five
major priorities are: 1) integrating the role of institutions (stakeholders) in
building a shared commitment towards ecotourism competitive seed, 2) enforce
the law through supervisory cooperation and local communities in order to create
a tourist area brackish forest conservation and sustainable development, 3)
improve and enhance infrastructure swamp forest tourism area in order to create
an atmosphere that is comfortable, safe and satisfying visitors, 4) create a museum
and laboratory biota Mangrove Arboretum Center Cilacap (MACCI) as mangrove
ecotourism education center, and 5) utilizing the farms that are still productive
areas for the cultivation of mangrove biota specifically with silvofishery approach
as a leading ecotourism.

Keywords: Mangrove, Ecotourism, Suitability, Carrying capacity, Tritih Kulon
Cilacap

v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA HUTAN PAYAU

DI TRITIH KULON, KABUPATEN CILACAP,
PROVINSI JAWA TENGAH

ANDI RAHMAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vii

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Etty Riani, MS
Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi


viii

Judul Tesis

Nama
NIM

: Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Payau
di Tritih Kulon, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa
Tengah
: Andi Rahman
: C252100154

Disetujui
Komisi Pembimbing,

Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc
Ketua

Dr Yonvitner, SPi, MSi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dekan,
Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Luky Adrianto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc

Tanggal Ujian: 13 Maret 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis


: Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Payau
di Tritih Kulon, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa
Tengah
: Andi Rahman
: C252100154

Nama
NIM

Disetujui
Komisi Pembimbing,
c

Dr Ir Isdr jad Setyobudiandi, MSc
Ketua

dイセ@

SPi MSi
nggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dekan,

Dr Ir Luky Adrianto, MSc

Tanggal Ujian: 13 Maret 2014

Tanggal Lulus:

2 S MAR 2014

ix

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul ”Strategi Pengembangan Kawasan
Wisata Hutan Payau di Tritih Kulon, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah”
dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah mendukung dan membantu tesis ini, khususnya kepada:
1. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan
Dr Yonvitner, SPi, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas segala
bimbingan, arahan dan motivasinya hingga terselesaikannya tesis ini.
2. Dr Ir Etty Riani, MS dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku penguji luar
komisi ujian tesis atas arahan dan saran perbaikan.
3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian.
4. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku Ketua Program Studi SPL dan seluruh staf
pengajar dan bagian administrasi SPL, Mas Dindin dkk.
5. Prof Dr Ir Nahrowi, MSc yang telah merekomendasikan pelaksanaan ujian
6. Rudi Alek Wahyudin, MSi dan Ishartini, MSi serta Nilanto Perbowo, MSc di
Biro Perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mendukung dan
mengijinkan untuk melanjutkan studi magister di SPL IPB.
7. Ir Erwin, MM selaku Kepala Perum Kehutanan Negara (Perhutani) KPH
Banyumas Barat Purwokerto, Asper/KBKPH Rawa Timur beserta jajaranya.
8. Instansi Pemerintah Kab. Cilacap (Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan,
Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Pusat Statistik,
Kesbanglinmas, Kecamatan Cilacap Utara dan Kelurahan Tritih Kulon).
9. Sahabat seperjuangan di SPL IPB Baranangsiang Angkatan 2011 (Tim KKP).
10. Mangrover KeSEMaT, Kemangi dan Undip (Dr. Rudi Pribadi, Aris Priyono,
Arief Matsu, Kamto, Gilang, Amrullah, Ganis dkk), serta sahabat Unsoed.
11. Masyarakat sekitar kawasan wisata hutan payau (Pak Sarjono, Bu Ning, Bang
Surya Pieh beserta pasukannya dan Om Hartono).
12. Kedua orangtua tercinta (Almarhum), Bapak dan Ibu mertua, pendampingku
Dian Ika Ratnawati, ST, SPd dan jagoanku Dafi Aidannur Rahman yang telah
memberikan dukungan penuh dan merasakan suka dukanya, serta seluruh
keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor,

Maret 2014

Andi Rahman

x

DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Hasil Penelitian
Kerangka Pemikiran
2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi: Pesisir, Ekosistem, Mangrove, Wanawisata,
Ekowisata dan Wisata Pantai
Pesisir
Ekosistem
Mangrove
Wanawisata
Ekowisata
Wisata Pantai
Analisis Trade-off
Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kerangka Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data
Metode Penentuan Stasiun
Metode Sampling
Analisis Data
Analisis Trade-off
Analisis Kesesuaian
Analisis Daya Dukung
Analisis Strategi Pengembangan
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kawasan Wisata Hutan Payau
Kondisi Umum
Geografis dan Administrasi
Kependudukan
Tingkat Pendidikan
Kondisi Lingkungan
Iklim
Topografi
Pasang Surut
Suhu

i
xvii
xviii
xix
xix
1
2
2
2
3
5
5
5
5
5
6
6
6
7
9
10
10
11
11
12
14
14
20
21
22
25
25
25
25
25
25
25
26
26
26

xi

Kondisi Bioekologi
Mangrove
Moluska dan Krustasea
Ikan
Reptil dan Mamalia
Burung
Kondisi Sosial Ekonomi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bioekologi
Kesehatan Mangrove
Produktivitas Ekosistem Mangrove
Kualitas Habitat
Sosial Ekonomi
Penerimaan Daerah
Tenaga Kerja dan Pendidikan
Keuntungan Sektor Informal
Kepuasan Masyarakat dan Pengunjung
Potensi Kunjungan
Sarana dan Prasarana
Harapan
Kelembagaan
Lembaga Pengelolaa
Kebijakan Perlindungan
Partisipasi Masyarakat
Analisis Trade-off
Analisis Kesesuaian Kawasan
Analisis Daya Dukung Kawasan
Analisis Strategi Pengembangan Ekowisata
Kesimpulan

5

26
26
27
27
27
27
28
31
31
34
36
37
37
37
38
38
38
39
39
39
39
40
40
41
48
50
51
63

DAFTAR TABEL
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
4.1
4.2
4.3
5.1
5.2

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengumpulan data
Matrik dampak skenario
Kriteria penilaian indeks pencemaran
Perhitungan biomassa
Matriks kesesuaian lahan kategori wisata mangrove
Potensi ekologis pengunjung dan luas area
Faktor strategi internal
Faktor strategi eksternal
Matriks SWOT
Data pengunjung
Data kunjungan obyek wisata
Kisaran jarak lokasi wisata dengan beberapa kota terdekat
Peran mangrove di lokasi penelitian
Kerapatan mangrove dan INP

11
16
18
19
21
22
23
23
23
28
28
29
31
32

xii

5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
5.14
5.15
5.16

Estimasi biomassa kayu mangrove
Estimasi biomassa kerang
Estimasi bobot ikan
Identifikasi stakeholder pengembangan kawasan wisata
hutan payau
Dampak skenario terhadap aspek bioekologi, sosial
ekonomi dan Kelembagaan
Matriks dampak untuk masing-masing skenario
Pembobotan kriteria pengembangan
Nilai skenario menggunakan bobot
Indeks kesesuaian wisata mangrove
Nilai daya dukung kawasan
Matriks faktor strategi internal (IFAS)
Matriks faktor strategi eksternal (EFAS)
Formulasi Strategi Pengembangan Ekowisata
Formulasi Rangking Pengembangan Ekowisata

34
35
36
41
43
44
45
46
48
50
55
55
57
58

DAFTAR GAMBAR
1.1
2.1
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9

Kerangka pemikiran
Langkah-langkah dalam analisis trade-off
Lokasi penelitian
Kerangka penelitian
Skema pengambilan contoh acak sistematik
Denah plot pada masing-masing stasiun
Pengukuran diameter pohon setinggi dada dan prosedur
pengukuran diameter pohon
Teknik pengukuran kerang
Kriteria penentuan kebijakan
Kerapatan mangrove kategori pohon, anakan dan semai
Biomassa kayu mangrove kategori pohon
Biomassa dan kepadatan kerang
Bobot ikan
Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder
Pembobotan kriteria
Rangking kriteria
Kesesuaian ekowisata
Usulan tracking

DAFTAR LAMPIRAN

2
6
9
10
12
12
13
13
15
33
35
35
36
42
46
47
49
51

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ekosistem mangrove sebagai salah satu sumber daya alam yang mempunyai
peranan yang cukup penting, secara ekologis berfungsi sebagai tempat asuhan
(nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis
hewan akuatik yang mempunyai nilai ekonomis penting, seperti ikan, udang dan
kerang-kerangan (Nontji 2005). Namun menurut World Bank (2001) dalam
Sulistiyowati (2009), setiap tahunnya hutan mangrove di Indonesia mengalami
penurunan luas dengan laju penurunanan sebesar 43% per tahunnya.
Ekosistem mangrove di Kabupaten Cilacap merupakan salah satu sumber
daya alam yang penting di pantai selatan Pulau Jawa sebagai sumberdaya
ekonomi. Letaknya yang strategis dan memiliki potensi obyek wisata,
menyebabkan daerah ini dijadikan sebagai sentra pariwisata, baik wisata alam,
wisata budaya atau peninggalan sejarah. Obyek wisatanya antara lain Wisata
Hutan Payau Tritih Kulon, Pantai Teluk Penyu, Rawa Bendungan, Gunung Selok,
Benteng Pendem, Segara Anakan dan Nusakambangan. Obyek wisata
temporernya Pantai Widara Payung, Pantai Pangandaran, Pantai Buton, Pantai
Jetis, Pantai Karang Pakis, Pantai Srandil, Pantai Ketapang dan Pantai
Karangkandri. Fasilitas pendukung berupa Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN),
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI), Pusat Perbelanjaan, Terminal Angkutan Antar
Kota, Stasiun Kereta Api dan Bandara Tunggul Wulung. Potensi tersebut
membuat wisata yang ada, dapat terintregasi secara simultan, berangkai dan
bervariasi satu sama lainnya.
Salah satu obyek wisata mangrove yang memiliki potensi cukup baik
dijadikan sebagai pusat pendidikan mangrove adalah kawasan wisata hutan payau
di Tritih Kulon. Wisata tersebut merupakan daerah penyangga (buffer) Kawasan
Segara Anakan yang dilindungi. Lokasinya dapat ditempuh melalui jalan darat,
sungai maupun jalan laut. Keunikan kawasan wisata hutan payau memiliki
beberapa anak sungai terpisah yang bermuara ke Teluk Penyu dan Kampung Laut.
Awalnya kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon adalah bekas lahan tambak
yang terlantar seluas tiga hektar kemudian pada tahun 1975 ditanami mangrove,
tahun 1984 dijadikan sebagai kawasan wisata dengan luas 10 ha yang terletak di
petak 57. Saat ini kawasan wisatanya dikembangkan seluas 172 ha.
Pengelolaannya oleh Perum Perhutani Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tritih,
BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat Unit I Jawa Tengah.
Sejauh ini di kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon sudah ada upaya
konservasi dari pihak Perhutani namun dirasakan masih belum optimal dan lambat
laun mengalami kerusakan. Luas kawasan mangrove di Cilacap menurut Ardli
dan Wolff (2008) mengalami penurunan dari 15.827,6 ha (tahun 2004) menjadi
8.036,9 ha (tahun 2012) (Listyaningsih et al. 2013). Permasalahan selain
kerusakan mangrove adalah kerusakan sarana prasarana wisata, namun dengan
kondisi tersebut kawasan hutan payau ini masih diharapkan memberikan
konstribusi ekonomi dengan kelestarian yang terjaga. Oleh karena itu maka harus
dilakukan berbagai upaya untuk mengembangkan lokasi tersebut sebagai kawasan
wisata unggulan yang bermanfaat.

2

Perumusan Masalah
Kebijakan perhutani dan pemerintah daerah Kabupaten Cilacap dalam
rangka pengelolaan pembangunan kawasan wisata hutan payau belum berjalan
secara optimal. Hal ini diindikasikan terdapat beberapa permasalahan yang
krusial, yaitu 1) pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kecamatan
Cilacap Utara mencapai 51.098 jiwa (tahun 1991) menjadi 68.861 jiwa (tahun
2011) dengan jumlah penduduk tertinggi sebesar 17.231 jiwa (tahun 2011) di
Kelurahan Tritih Kulon, 2) penebangan/kerusakan mangrove terus terjadi
seiring dengan pertambahan penduduk, desakan kebutuhan ekonomi yang terus
meningkat dan manfaat kawasan wisata hutan payau dirasakan masih relatif
kecil terhadap kesejahteraan masyarakat lokal, 3) menurunya minat
pengunjung yang terus meningkat disebabkan menurunnya kualitas ekosistem
dan rusaknya sarana prasarana wisata, 4) minimnya koordinasi stakeholder
disebabkan pembagian kewenangan terhadap pemanfaatan kawasan wisata
hutan payau belum ada titik temu diantara pemangku kepentingan, 5)
minimnya pemeliharaan fasilitas wisata hutan payau karena masih terbatasnya
dukungan anggaran dan belum dijadikan sebagai prioritas wisata unggulan di
tingkat kabupaten, provinsi dan pusat, 6) minimnya pendidikan masyarakat
lokal menjadikan pengetahuan tentang pemanfaatan mangrove di kawasan
wisata hutan payau berbasis keberlanjutan belum berjalan dengan baik, hal ini
disebabkan program dan kegiatan sosialisasi pemanfaatan ekosistem mangrove
belum dilakukan secara simultan oleh perhutani, pemerintah daerah maupun
masyarakat lokal itu sendiri sehingga wadah kelembagaan masyarakat
(mangrover lokal) yang berjiwa konservasi belum terbentuk.
Berbagai masalah yang ada dan belum optimalnya pemanfaatan kawasan
wisata hutan payau di Tritih Kulon Kabupaten Cilacap tersebut maka harus
dilakukan rencana aksi menyusun formula strategi pengembangan yang tepat
dengan menerapkan prinsip-prinsip ekologis, sosial ekonomi dan lembaga yang
berbasiskan alam, mendukung konservasi, bersifat edukasi, berkelanjutan serta
memberikan kepuasan kepada pengunjung dan keuntungan bagi masyarakat
lokal sehingga keberadaan kawasan wisata hutan payau Tritih Kulon menjadi
kawasan wisata unggulan segera terwujud.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah menyusun strategi pengembangan
kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon berbasis daya dukung dan
kesesuaian sumberdaya wilayah pesisir.
Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Memberikan masukan strategi pengembangan kawasan wisata hutan payau
kepada Perhutani, Pemerintah Daerah (Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Cilacap selaku
pengambil kebijakan.
2. Memberikan gambaran potensi kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon
kepada stakeholder terkait dalam mengelola kawasan wisata dengan
menerapkan prinsip-prinsip ekologis, sosial ekonomi dan lembaga yang
berbasis konservasi, bersifat edukasi, berkelanjutan dan kesejahteraan.

3

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini memberikan gambaran strategi pengembangan kawasan
wisata hutan payau di Tritih Kulon yang mengalami kerusakan ekosistem
mangrove dan infrastruktur. Secara sistematis kerangka pemikiran penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
Output

Harapan

Masalah

Pertambahan
Penduduk
Penataan
Lahan/
kawasan
Penebangan/
Kerusakan
Mangrove

Peningkatan
kualitas lahan

Optimalisasi
Pemanfaatan
Lahan/Prasarana

Menurunya
Minat
Pengunjung

Analisis
Perbaikan Sarana
Prasarana

Minimnya
Koordinasi
Stakeholder
Dukungan
Anggaran

Perekonomian
Masyarakat
Meningkat

Sosialisasi
Ekosistem

Keseimbangan
Ekosistem

Minimnya
Pemeliharaan
Fasilitas
Wisata

Minimnya
Pendidikan

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Skenario
Strategi
Pengembangan
Wisata

Pembangunan
Wisata
Hutan Payau
Yang
Berkelanjutan

4

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi:
Pesisir, Ekosistem, Mangrove, Wanawisata, Ekowisata dan Wisata Pantai
Pesisir
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Sedangkan Perairan pesisir
adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua
belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan
pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna (UU RI No.
1, 2014).
Ekosistem
Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan,
organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas (UU RI No. 1, 2014).
Mangrove
Kata mangrove sendiri menurut Hogart (1999) bahwa vegetasi mangrove
yaitu tumbuhan berkayu maupun semak-belukar yang menempati habitat antara
daratan dan laut yang secara periodik tergenangi air pasang. Mastaller (1997) in
Noor dkk (1999) menyatakan mangrove berasal dari bahasa melayu kuno mangimangi.
Wana Wisata
Wana wisata adalah objek-objek alam yang dibangun dan dikembangkan
oleh Perum Perhutani sebagai objek-objek wisata yang terletak dalam kawasan
hutan produksi atau hutan lindung secara terbatas dengan tidak mengubah fungsi
pokok (Perhutani, 1989).
Direktorat Jenderal PHPA (1979), menyatakan bahwa tujuan pengelolaan
hutan yang memanfaatkan wilayah kerja Perum Perhutani bagi kegiatan wisata
alam adalah:
1. Membantu pemerintah dalam penyediaan tempat rekreasi yang sehat di dalam
hutan.
2. Menampung dan mengembangkan minat masyarakat terhadap rekreasi hutan
alam.
3. Memanfaatkan segala potensi hutan yang ada, termasuk keindahan, keunikan,
dan kenyamanan guna kepentingan rekreasi dan kegiatan-kegiatan yang dapat
menunjang pengembangan pariwisata.
4. Membina rasa cinta alam dan lingkungan pada masyarakat agar mereka dapat
meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan.
5. Menyediakan tempat bagi pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan,
tanpa mengurangi fungsi hutan.

6

Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu usaha yang memprioritaskan berbagai
produk-produk pariwisata berdasarkan sumberdaya alam, pengelolaan ekowisata
untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan hidup, pendidikan yang
berasaskan lingkungan hidup, sumbangan kepada upaya konservasi dan
meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat lokal (World Tourism
Organization 2002). Sedangkan menurut Beeton (2000) ada tiga unsur utama
ekowisata yaitu:
1. Naturebased
Berkaitan dengan keberadaan flora dan fauna suatu kawasan yang dapat
diasosiasikan dengan lingkungan.
2. Educative
Wisatawan dapat memahami kawasan yang dikunjungi sebagai bagian dari
pertimbangan dan tanggungjawab kelestarian lingkungan dimasa datang.
3. Sustainable management.
Meliputi daya dukung kawasan terhadap jumlah dan perilaku pengunjung
terhadap aturan-aturan yang harus dipatuhi selama melakukan kunjungan
wisata.
Wisata Pantai
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, wisata pantai diartikan
sebagai wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam pantai beserta
komponen pendukungnya, baik alami maupun buatan atau gabungan keduanya
itu. Perjalanan wisata dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata dalam jangka waktu sementara.
Analisis Trade-off
Analisis trade-off menurut Brown et al. (2001) merupakan sebuah proses
yang melibatkan stakeholder dalam mempertimbangkan strategi-strategi
pengelolaan yang menentukan prioritas. Proses ini merupakan alat yang dapat
membantu mengambil kebijakan dalam upaya pengelolaan suatu kegiatan.
Langkah-langkah dalam analisis tersebut disajikan seperti pada Gambar 2.1.
Analisis stakeholder

Membangun
alternatif
skenario

Menyepakati kriteria
pembangunan dengan
para stakeholder
Kuantitas
skenario

Para stakeholder
menyatakan
prioritas

Merangkai alternatif kebijakan
secara partisipatif

Gambar 2.1 Langkah-langkah analisis trade-off

7

Analisis ini dikenal sebagai sistem pendukung keputusan (decision support
system) diantara indikator kunci keberlanjutan dalam alternatif skenario kebijakan.
Hasil analisis trade-off memiliki kekuatan prediktif yang lebih tinggi dibanding
beberapa model eksploratif dan prediktif. Masukan dari stakeholder digunakan
untuk mengidentifikasi dimensi kritis dari masalah ekonomi, ekologi dan sosial,
berupa kriteria-kriteria berkelanjutan dari sistem pengelolaan sumberdaya.
Brown et al. (2001) mengkategorikan stakeholder sebagai berikut:
1. Stakeholder primer, yakni mempunyai pengaruh rendah terhadap hasil
kebijakan tetapi kesejahteraannya penting.
2. Stakeholder sekunder, yakni keputusan yang dibuat sebagian besar dari
pengambilan kebijakan.
3. Stakeholder eksternal, yakni individu atau kelompok yang dapat
mempengaruhi hasil dari suatu proses pengambil keputusan, tetapi
kepentingannya tidak begitu penting.
Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
Analisis kesesuaian didasarkan pada potensi sumberdaya yang ada dan
parameter kesesuaian. Kegiatan pemanfaatannya selalu memperhatikan daya
dukung lingkungan untuk keberlanjutannya. Menurut Bahar (2004), daya dukung
adalah konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu
sumberdaya alam yang lestari, melalui ukuran kemampuannya terutama untuk
mencegah kerusakan. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1997 daya dukung
hutan mangrove adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove untuk
mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pelayanan pengalaman
wisata alam yang dinginkan. Prinsip daya dukung ini akan menjadi pedoman
dalam perencanaan kegiatan wisata, sehingga keharmonisan antara sendi-sendi
ekologi dan tujuan wisata tetap bisa terbina secara berkelanjutan.

8

9

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret-April dan Agustus 2013 dilokasi
kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa
Tengah. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada luas area wisata yang sudah
beroperasi sebesar 10 ha dan luas area pengembangan wisata sebesar 172 ha.
Penentuan setiap stasiun penelitian sudah diwakili dari ruang lingkup area wisata,
dipertajam dengan melakukan survei awal berupa pengamatan kondisi ekosistem
mangrove, aksesibilitas dan posisi geografis. Setiap stasiun lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lokasi penelitian

10

Kerangka Penelitian
Adapun kerangka penelitian ini adalah (1) meneliti dan menganalisis
kondisi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan, (2) mengidentifikasi dan
memetakan bentuk pengelolaan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan wisata
hutan payau, (3) menentukan kriteria dan skenario kebijakan pengelolaan, (4)
menentukan bobot kriteria, dan (5) menentukan prioritas skenario kebijakan dan
(6) menyusun strategi pengembangan kawasan wisata hutan payau. Kerangka
penelitian disajikan pada Gambar 3.2.
 Survei
 Observasi
 Dokumentasi

Kawasan Wisata
Hutan Payau
Di Tritih Kulon
Kab. Cilacap

Kondisi
Saat ini

Kriteria:
 Bioekologi
- Kesehatan mangrove
- Produktivitas ekosistem
- Kualitas habitat
- Potensi objek kunjungan
- Daya dukung biomassa
 Sosial ekonomi
- Penerimaan daerah
wisata
- Jumlah tenaga kerja
- Keuntungan sektor
informal
- Kepuasan
- Potensi Kunjungan
 Kelembagaan
- Lembaga pengelola
- Kebijakan Perlindungan
Ekosistem
- Partisipasi Masyarakat

 Pustaka
 Wawancara

Review
Kebijakan
Kawasan
Wisata
Hutan
Payau

Bentuk
Pengembangan
Kawasan Wisata
Hutan Payau

Kerapatan
Ketebalan
Jenis
Pasut
Objek
biota
 Panjang
track

 Wawancara
 Diskusi

Analisis
Kesesuaian dan
Daya dukung

Perumusan Strategi
Pengembangan
Kawasan Wisata
Hutan Payau

Pemetaan
Bentuk
Pengembangan

Penentuan
Kriteria dan
Skenario

Skenario:
 Wanawisata
 Ekowisata
 Wisata Pantai







Penentuan
Bobot
Kriteria

 Wawancara
 Diskusi

Penentuan
Prioritas Skenario
(Simulasi)

Multi
Criteria Analysis
(MCA)

Gambar 3.2 Kerangka penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data primer meliputi survei,
observasi lapangan dan dokumentasi. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan
dalam pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.1.

11

Tabel 3.1 Alat dan bahan
No.

Alat dan Bahan

1

Tali

2
3
4
5
6
7

Rollmeter
Jangka sorong
GPS
Kamera
Tongkat
Buku identifikasi
mangrove
Kuisioner

8

Kegunaan
Menentukan stasiun transek 1x1, 5x5
dan 10x10
Mengukur jarak tanaman
Mengukur diameter batang mangrove
Menentukan koordinat lokasi penelitian
Mengambil dokumentasi
Menentukan kedalam substrat
Mengidentifikasi jenis spesies
mangrove
Mengetahui pendapat masyarakat
mengenai ekowisata mangrove

Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
eksploratif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan
cara mengumpulkan data dari hasil interview, catatan lapangan, foto, dokumen
pribadi, dokumen resmi, ataupun data-data yang dapat dijadikan petunjuk lainnya
untuk digunakan dalam mencari data dengan interpretasi yang tepat. (Moleong,
2002). Metode eksploratif, bertujuan untuk menggali secara luas hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto, 1993).
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode pengumpulan
data antara lain adalah:
Metode Penentuan Stasiun
Metode penentuan stasiun dipilih atas beberapa alasan:
a. Mewakili ekosistem mangrove di setiap stasiun seperti:
 Cluster mangrove dari yang baik, sedang dan rusak
 Kerapatan ekosistem mangrove
 Biomassa kayu, ikan dan kerang
 Jenis spesies yang menjadi ciri tersendiri
 Luas lahan ekosistem mangrove
b. Keanekaragaman biota mangrove
c. Pasang surut kawasan ekosistem mangrove
d. Interaksi pengunjung terhadap wisata hutan payau
e. Lokasi yang rentan terhadap tekanan lingkungan
Daerah penelitian dibagi menjadi lima stasiun, yaitu stasiun I, stasiun II,
stasiun III, stasiun IV dan stasiun V. Masing-masing stasiun dibagi menjadi tiga
plot stasiun yaitu a, b, dan c. Garis transek ditarik tegak lurus atau sejajar dengan
sungai.

12

Metode Sampling
Metode sampling menggunakan contoh acak sistematik (systematic
random sampling), yaitu melakukan prosedur dengan menentukan stasiun yang
diperlukan, selanjutnya membagi stasiun yang memugkinkan untuk diambil dalam
program monitoring (Setyobudiandi dkk. 2009). Skema pengambilan sampel
disajikan pada Gambar 3.3.
A
Contoh (sampel) terdistribusi secara beraturan setelah contoh sampel pertama A dipilih
secara acak dan contoh berikutnya sesuai pertambahan nilai k=N/n hingga terkumpul
sejumlah 10 contoh (n=10); garis tersebut merupakan gambaran populasi yang diamati.

Gambar 3.3 Skema pengambilan contoh acak sistematik
1. Bioekologi
Sampling mangrove dilakukan dengan menggunakan metode sample
plot yang merupakan modifikasi dari cara yang digunakan oleh MuellerDumbois dan Ellenberg (1974). Pada masing-masing stasiun penelitian
terdapat 3 plot yang berukuran 10 x 10 m, di dalam plot 10 x 10 m dibuat
subplot 5x5 m dan di dalam subplot 5x5 m dibuat subplot 1x1 m disajikan
pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Denah plot pada masing-masing stasiun
Pengambilan sampel mangrove meliputi pohon, anakan dan semai:
a) Pohon: diameter batang pohon ≥ 4 cm (diambil pada plot 10x10 m)
 Apabila batang bercabang di bawah ketinggian sebatas dada (1,3 m)
dan tiap cabang (diameter batang pohon ≥ 4 cm) maka diukur sebagai
dua pohon yang terpisah
 Apabila cabang batang berada di atas setinggi dada atau sedikit di
atasnya maka diameter diukur pada ukuran setinggi dada atau di
bawah cabangnya
 Apabila batang mempunyai akar udara, maka diameter diukur 30 cm
di atas tonjolan tertinggi
 Apabila batang tidak lurus dan cabang terdapat ketidaknormalan, poin
pengukuran maka diameter diambil pada 30 cm di atas atau di bawah
setinggi dada.
b) Anakan: 1 cm ≤ diameter batang pohon < 4 cm, tinggi > 1 m (diambil
pada subplot 5x5 m) ketinggian pohon diukur dari bagian pohon paling
bawah yang menyentuh tanah hingga daun pohon bagian ujung teratas.

13

c) Semai: h pohon < 1 m (diambil pada subplot 1x1 m). Data yang dicatat
dalam data sheet adalah berupa spesies, jumlah spesies dan persentase
penutupan terhadap subplot 1x1 m.

3.5 a
3.5 b
Gambar 3.5 a Pengukuran diameter pohon setinggi dada b. Prosedur pengukuran
diameter pohon (English et al. 1994)
Sampling mangrove diidentifikasi dengan buku panduan pengenalan
mangrove yang mengacu pada Noor dkk (2006). Data yang diperoleh
langsung dicatat kedalam kertas data Sheet dan ditulis menggunakan pensil
agar apabila terkena air tidak luntur.
Sampling kerang dilakukan secara kualitatif yaitu dengan tidak
memperhitungkan volume atau kedalaman substrat. Caranya dengan
membentangkan kuadran transek berukuran 1 m x 1 m. Pengambilan sampel
kerang dilakukan pada saat air surut sehingga memudahkan pengambilannya.
Metode pengukuran kerang menurut Carpenter dan Niem (1998) diukur
panjang, tebal, dan lebar cangkangnya yang disajikan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Teknik pengukuran kerang

14

Penentuan kualitas perairan pesisir didapatkan dari data sekunder
meliputi suhu, pH, salinitas, DO dan pasang surut.
2. Sosial ekonomi
Adapun sampling sosial ekonomi diambil dari masyarakat sekitar kawasan
wisata hutan payau, antara lain:
a) Masyarakat Lokal
Data masyarakat lokal yang diambil terdiri dari data primer melalui
wawancara langsung dan kuisioner mengenai mata pencaharian,
pendapatan, persepsi, aktivitas. Data sekunder meliputi jumlah penduduk,
tenaga kerja, penggunaan lahan, fasilitas pendidikan, sarana dan
prasarana.
b) Pengunjung
Data pengunjung dikumpulkan secara langsung melalui wawancara
dengan responden menggunakan teknik observasi terencana (pedoman
dengan kuesioner) meliputi:

Data karakter responden (umur, asal, lama kunjungan,
jumlah rombongan wisata dan biaya wisata).

Persepsi pengunjung (motivasi, atraksi yang diminati,
fasilitas dan infrastruktur, harapan)
c) Nelayan
Data nelayan berupa data primer melalui teknik observasi langsung dan
wawancara. Pengambilan data secara faktual dan konkrit mengenai
keadaan nelayan sebagai populasi yang dijadikan sampel.
3. Kelembagaan
Data lembaga pengelola kawasan dikumpulkan secara langsung melalui
wawancara serta menggunakan teknik observasi terencana kepada pegawai
Perhutani, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Kelautan dan Perikanan,
kecamatan, desa dan kelompok masyarakat.
Analisis Data
Analisis Trade-off
Analisis ini digunakan sebagai penentuan skenario kebijakan dengan
pendekatan Multi criteria analysis (MCA), bermanfaat untuk mengidentifikasi
rangking dari alternatif skenario masa depan. Brown et al. (2001) menjelaskan
tahapan MCA yakni: (1) menjelaskan skenario, (2) mengklarifikasi alternatif
skenario, (3) menentukan kriteria, dan (4) mengumpulkan data. Penelitian ini
melibatkan stakeholder terkait dalam proses analisis dimulai dari penentuan
kriteria kebijakan pengembangan, skenario masa depan, penentuan bobot masingmasing kriteria, hingga strategi implementasi kebijakan yang memiliki prioritas
tertinggi melalui diskusi dan wawancara. Penentuan skor dari setiap kriteria dan
sub kriteria digunakan metode kuantifikasi untuk setiap jenis data yang diperoleh
dengan mengkonversi nilai-nilai yang diperoleh dengan rumus:
1. Kategori skor semakin besar semakin baik:

15

2. Kategori skor semakin kecil semakin baik:

Keterangan:
X
: Nilai yang akan ditransformasi kedalam skor
Xmaks : Nilai maksimum
Xmin : Nilai minimum
Penentuan kriteria didasarkan pada tiga indikator yakni bioekologi, sosial
ekonomi dan kelembagaan. Ketiga aspek tersebut dirinci berdasarkan kondisi
kawasan wisata hutan payau yang disajikan pada Gambar 3.7.
Pengembangan Kawasan
Wisata Hutan Payau

Bioekologi

Sosial Ekonomi

Produktivitas Mangrove
Daya Dukung Biomassa
Kesehatan Mangrove

Pendapatan asli daerah
dari wisata
Tenaga Kerja dan
Pendidikan

Kelembagaan

Lembaga Pengelolaa
Kebijakan
Perlindungan

Benefit Sektor Informal

Kualitas Habitat

Kepuasan

Potensi Objek
Kunjungan

Potensi Kunjungan

Partisipasi
Masyarakat

Gambar 3.7 Kriteria penentuan kebijakan
Formula yang digunakan untuk menghitung rata-rata setiap kriteria
adalah rata-rata geometri dengan rumus: rata-rata kriteria ke-i (ai) = jumlah
skor subkriteria ke-i dibagi banyaknya subkriteria ke-i. Skor rata-rata setiap
kriteria (ai) kemudian dikalkulasi dengan bobot setiap kriteria, sehingga
diperoleh nilai akhir berupa jumlah skor dari setiap skenario (II). Skor tertinggi
menunjukan rangking prioritas kebijakan yang terpilih. Formula yang
digunakan adalah :
IIj = Jumlah aij x boboti
Keterangan:
IIj
: Jumlah skor skenario j
aij
: Skor rata-rata kriteria i untuk skenario j
boboti : Skor bobot kriteria ke-i
Hasil pengukuran terhadap kondisi bioekologi, sosial ekonomi dan
kelembagaan dikalkulasi dan dibobot kemudian dimasukan ke dalam skenario

16

pengembangan wisata hutan payau yang telah disepakati. Hasil kalkulasi
matriks dampak skenario terhadap masing-masing kriteria disajikan dalam
Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Matrik dampak skenario
Kriteria

Sub Kriteria

Bioekologi

Sosial
ekonomi

Kelembagaan

Kesehatan mangrove (ind/ha)
Daya Dukung Pembentukan Biomass
(juta kg ha)
Produktivitas mangrove (kg/ha)
Kualitas habitat (mg/l)
Potensi Objek kunjungan (ha)
Rataan
Penerimaan daerah dari wisata (Rp)
Jumlah tenaga kerja terlibat (orang)
Benefit sektor informal (Rp)
Kepuasan (%)
Potensi Kunjungan (orang/minggu)
Rataan
Lembaga pengelola (instansi)
Kebijakan perlindungan ekosistem
(peraturan)
Partisipasi masyarakat (kegiatan)
Rataan
Rataan Total

A

Skor
B

C

bio

bio

bio

sosek

sosek

sosek

Kel
IIA

Kel
IIB

Kel
IIC

Analisis trade-off dengan pendekatan multi kriteria dipenuhi dengan
beberapa kriteria:
1. Bioekologi
 Kesehatan mangrove
Analisis vegetasi mangrove menggunakan metode Mueller-Dumbois dan
Ellenberg (1974) meliputi:
a. Basal area
Basal area merupakan penutupan areal mangrove oleh batang pohon. Basal
area didapatkan dari pengukuran diameter batang pohon mangrove yang diukur
secara melintang (Cintron dan Novelli 1984).
 .D 2 2
BA 
cm
4
Keterangan:
BA : Basal Area (cm2)
π : 3,14
D : Diameter batang (cm)
b. Kerapatan
Kerapatan adalah jumlah individu per unit area (Cintron dan Novelli 1984).

K (spesies A) 

Jumlah individu spesies A
 100%
Luas area transek (ha)

17

c. Kerapatan relatif
Kerapatan relatif merupakan prosentase kerapatan masing-masing spesies
dalam transek (English et al. 1997).

KR (spesies A) = 100 %x (ni / N)
Keterangan:

KR :
ni :
N :

Kerapatan Relatif (%)
Jumlah individu spesies A (ind)
Jumlah total individu seluruh spesies (ind)

d. Indeks dominansi
Indeks dominansi merupakan derajat pada dominansi dari satu, beberapa atau
banyak spesies (Odum 1993).
D = Σ (ni/N)2
Keterangan:

D : Indeks dominansi
ni : Jumlah individu spesies ke-i (ind)
N : Jumlah total individu (ind)
Kriteria indeks dominansi menurut Simpson (1949) in Odum (1993), 02-5

1

>5

0

3

Ikan,
udang,
kepiting,
moluska

2

Ikan,
moluska

1

Salah
satu
biota air

0

Sumber : Yulianda (2007)
Keterangan:
Nilai maksimum = 39
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75%-100%
S2 = Sesuai, dengan nilai 50%-