Perancangan Sistem Kendali Otomatis Untuk Penahapan Suhu Media Pembeku

PERANCANGAN SISTEM KENDALI OTOMATIS UNTUK
PENAHAPAN SUHU MEDIA PEMBEKU

HAGA PUTRANTO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Sistem
Kendali Otomatis untuk Penahapan Suhu Media Pembeku adalah benar karya
saya dengan arahan dari Prof Dr Ir Armansyah H Tambunan dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Haga Putranto
NIM F14100068

ABSTRAK
HAGA PUTRANTO. Perancangan Sistem Kendali Otomatis untuk Penahapan
Suhu Media Pembeku. Dibimbing oleh ARMANSYAH H. TAMBUNAN.
Mesin pembeku eksergetik dengan suhu media bertahap terbukti dapat
meningkatkan efisiensi eksergi. Penggunaan tiga katup ekspansi (expansion
valve/EV) untuk mengatur suhu setiap tahapan proses pembekuan, yaitu precooling (penurunan suhu menuju titik beku air), freezing (proses pelepasan panas
laten di titik beku), dan sub-freezing (penurunan suhu di bawah titik beku air)
ternyata kurang efektif karena pengguna harus mengatur putaran baut EV setiap
kali akan digunakan. Pada penelitian ini dikembangkan sistem kendali otomatis
untuk mengendalikan suhu evaporator sesuai tahapan. Sistem kendali yang
dirancang adalah sistem kendali dengan logika PID dengan mengatur waktu bukatutup solenoid valve (SV) untuk mengatur aliran refrigeran yang menuju EV.
Sistem kendali yang dirancang menggunakan dua katup ekspansi. Katup ekspansi
pertama (EV1) diatur pada suhu di bawah -20oC, sedangkan EV2 diatur pada suhu
diatas 0oC. Pengaturan ini bertujuan untuk menurunkan dan menaikan suhu di
antara -20oC – 0oC. Berdasarkan hasil penentuan parameter Kp, Ki, dan Kd secara

trial and error didapatkan nilai 200, 50, 5 secara berturut-turut dengan error ratarata di atas setpoint sebesar 2.41oC dan error di bawah setpoint sebesar -0.98oC
dan rata-rata peroide osilasi 2.5 menit.
Kata kunci: pembeku eksergetik, PID, katup ekspansi, solenoid valve

ABSTRACT
HAGA PUTRANTO. Design of Automatic Control System for Stepping
Temperature of The Freezing Medium. Supervised by ARMANSYAH H.
TAMBUNAN.
Exergetic freezer with stepping temperature of the freezing medium can
increase exergy efficiency. Utilization of three expansion valves to regulate
medium temperature, namely for pre-cooling (decrease of temperature to the
freezing point), freezing (release of latent heat at freezing point), and sub-freezing
(decrease of temperature below freezing point) way was considered ineffective
because the user must set the EV everytime it is used. The objective of this
research is to develop an automatic control system to regulate evaporator
temperature according to freezing process. The control system was designed with
PID logic to regulate the opening and closing of the solenoid valve (SV), so as to
regulate the flow of refrigerant to the EV. The system used two expansion valves.
The first expansion valve (EV1) was set at a temperature below -20oC while EV2
is set at a temperature above 0°C. This setting was required for lowering and

raising the temperature between -20oC – 0oC. Determination of the parameters Kp,
Ki, and Kd with trial and error method resulted in the value of 200, 50, 5
respectively with an average error of 2.41oC above setpoint and -0.98oC below the
setpoint, and average of osilation period was 2.5 minutes.
Keywords: exergetic freezer, PID, expansion valve, solenoid valve

PERANCANGAN SISTEM KENDALI OTOMATIS UNTUK
PENAHAPAN SUHU MEDIA PEMBEKU

HAGA PUTRANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini yaitu
Perancangan Sistem Kendali Otomatis Untuk Penahapan Suhu Media Pembeku.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih sayangnya
hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Prof. Armansyah H. Tambunan selaku pembimbing skripsi, yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dr. I Dewa Made Subrata selaku dosen penguji, yang selalu memberikan
masukan dan saran-sarannya kepada penulis.
4. Dr. Edi Hartulistyoso selaku dosen penguji, yang selalu memberikan masukan
dan saran-sarannya kepada penulis.
5. Teman-teman Lab. Pindah Panas dan Massa, yang selalu menjadi teman saat
melakukan penelitian dan berbagi ilmu.

6. Rekan-rekan di ERC yang banyak berbagi ilmu dan pengalaman tentang
mikrokontroller, khususnya Dr. Slamet Widodo, Kharis, Alvin, dan Made.
7. Seluruh teman-teman TMB47 terutama Sigit, Well, Aul, dan Wenny yang
selalu memberikan masukan dan semangat selama penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan PKM, khususnya Asep, Fuad, Andryana, Sandy,
Pepi, Dhiko, Fatiya, Alif, Fazi, Fitri, Chusen, dan Andi atas pengalaman
dalam berjuangnya.
9. Teman-teman kontrakan Dramaga Regency D28 terutama buat Bayu, Andika,
Rifky, Sapran, Agit, Hafidz, dan Dhiko.
10. Teman-teman Wisma SAS terutama buat bang Fian, Dhiko, Ridho, Rahman,
Buddy, Dhanny, Wahyu dan Pak Apang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Haga Putranto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Sistem Kendali

3


Proses Pembekuan

5

Laju Pembekuan dan Titik Beku

6

Sistem Pembeku dengan Suhu Bertahap

7

Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

8

METODE

9


Waktu dan Tempat

9

Alat dan Bahan

9

Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
11

Hasil Perancangan

11

Kalibrasi sensor LM35


17

Laju Penurunan Suhu dan Kenaikan Suhu Katup Ekspansi

18

Penentuan Parameter Kendali (Kp, Ki, Kd) Secara Trial and Error

19

Pembuatan Alat

23

Algoritma Interface Alat Kendali

26

SIMPULAN DAN SARAN


27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Titik beku beberapa bahan pangan
Spesifikasi berbagai jenis Arduino
Pembobotan pemilihan mikrokotroller
Tabel nilai error suhu dan periode waktu osilasi masing-masing
kombinasi nilai Kp, Ki,Kd
Error dan beda error hasil pengukuran
Analisis perubahan suhu pada Kp = 200, Ki = 50, Kd = 5

7
14
14
20
21
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Pengendali on-off dengan dead band (Bolton 2006)
Hubungan suhu terhadap waktu selama proses pembekuan (Fellows
2000)
Ilustrasi pembekuan dengan media lempeng sentuh (Singh dan
Heldman 2009)
(a) Metode Pembekuan Konvensional (b) Metode Pembekuan Suhu
Bertahap (Kamal 2008)
Skema dan diagram T-s pada siklus refrigerasi kompresi uap ideal
(Cengel dan Boles 2006)
Mesin pembeku satu evaporator dan tiga katup ekspansi Situmorang
(2013)
Baut pada katup ekspansi
Rancangan sistem kendali pada mesin pembeku
Rangkaian listrik sistem kendali
Mikrokotroller Arduino Mega 2560
Relay 4 channel
Membrane keypad matrix 4x4
Display LCD 16 x 2
Sensor suhu LM35
Rangkaian LM 35 dengan rentang suhu -55oC - 150oC (NS 1999)
Grafik hubungan pembacaan nilai sensor LM 35 dengan hybrid
recorder Yokogawa
Laju penurunan suhu menggunakan EV1 dan laju kenaikan suhu
menggunakan EV2
Grafik suhu pengaturan Kp = 200, Ki = 1000, dan Kd = 5 dengan
suhu target 13.73oC
Grafik suhu pengaturan Kp = 200, Ki = 50, dan Kd = 100 dengan
suhu target 13.73oC
Grafik suhu pengaturan Kp = 200, Ki = 50, dan Kd = 5 dengan target
suhu = 13.73oC
Grafik simulasi pengendalian suhu pada -3oC, -10oC, dan -20oC
Konfigurasi pin relay pada mikrokontroller
Rangkaian listrik dan relay
Konfigurasi pin keypad dan pin mikrokontroller
Konfigurasi pin display pada mikrokontroller

4
5
7
8
9
12
13
13
13
14
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
22
23
23
24
24

26 Hasil akhir rancangan
27 Rangkaian sensor LM35 untuk suhu lempeng evaporator dan bahan
(NS 1999)
28 Algoritma program

25
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1 Algoritma sistem kendali

29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pendinginan merupakan salah satu proses penanganan pascapanen
untuk mempertahankan mutu bahan pertanian dengan cara menurunkan suhu
produk sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Suhu yang rendah
dalam produk akan menghambat aktivitas enzim dan mikroba yang dapat
membuat produk menjadi rusak. Menurut Singh dan Heldman (2009), pembekuan
merupakan proses pendinginan bahanhingga di bawah titik bekunya. Pada suhu
dibawah 0oC, terjadi penurunan secara signifikan pada laju pertumbuhan bakteri
dan aktivitas mikroba. Suhu rendah juga memperlambat laju reaksi yang terjadi
pada produk seperti aktivitas enzim dan reaksi oksidasi. Selain itu, pembentukan
kristal es dalam produk mengubah aktivitas air, sehingga hanya tersedia sedikit air
yang mendukung proses pembusukan.
Penggunaan mesin pembeku tidak terlepas dari penggunaan energi yang
digunakan selama proses pembekuan. Pada mesin pembeku, energi digunakan
untuk menggerakan fan pada kondenser dan menggerakan kompresor untuk
memompa refrigeran sehingga dapat mengalir dan mengambil panas dari
evaporator. Pembekuan merupakan proses yang memerlukan energi sangat besar,
sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi energi. Menurut Kamal
(2008), pada metode pembekuan konvensional, pembekuan dilakukan pada suhu
media yang tetap selama proses pembekuan berlangsung. Konsumsi energi terjadi
sejak tahap penurunan suhu awal bahan hingga tahap pembekuan lanjut di bawah
titik beku. Pengembangan suatu model sistem pembekuan dengan suhu media
pembeku yang dapat dikendalikan secara bertahap bertujuan untuk mengendalikan
input energi sejak tahap awal pembekuan hingga pembekuan lanjut. Pengendalian
input energi melalui pengaturan suhu media pembeku dalam proses pembekuan
suhu bertahap dilakukan agar penggunaan energi lebih efektif, karena suhu media
pembeku mempengaruhi input energi.
Mesin pembeku yang digunakan Kamal (2008) mempunyai tiga evaporator
dan tiga katup ekspansi. Suhu ketiga evaporator tersebut diatur sesuai dengan
tahapan proses pembekuan. Pada proses pembekuan dengan mesin tersebut, bahan
bergerak diatas lempeng pembeku dari evaporator 1 menuju evaporator 2 hingga
evaporator 3. Dengan menggunakan alat tersebut, Kamal (2008) berhasil
membuktikan bahwa proses pembekuan dengan melakukan penahapan suhu
media pembeku dapat meningkatkan eksergi sebesar 1.0% - 13.0% dari 50.9%
pada sistem pembeku konvesional menjadi 51.2% - 63.4% pada sistem pembeku
dengan suhu media bertahap. Namun, penelitian tersebut juga menunjukkan
timbulnya panas akibat gesekan yang terjadi antara wadah bahan dan lempeng
pembeku. Hal ini menyebabkan kerugian termal pada proses pembekuan tersebut
dimana terjadi peningkatan suhu pada wadah bahan.
Berdasarkan hal tersebut, Situmorang (2013) mengembangkan mesin
pembeku dengan suhu media bertahap yang menggunakan satu evaporator dan
tiga katup ekspansi, sehingga bahan yang dibekukan tidak perlu berpindah.
Penelitian yang dilakukan Situmorang (2013) menggunakan mesin pembeku
tersebut, membuktikan bahwa dengan penurunan suhu media pembeku secara

2
bertahap (-5oC, -10oC, -15oC) maka didapatkan efisiensi eksergi sebesar 66.6%,
sedangkan pembekuan dengan suhu media konstan -15oC didapatkan efisiensi
eksergi sebesar 58.3%. Dengan demikian, penahapan suhu media pembeku dapat
meningkatkan nilai efisiensi eksergi sebesar 8.3%.
Pada mesin pembeku yang dikembangkan oleh Situmorang (2013) tersebut,
arah aliran refrigeran menuju katup ekspansi diatur oleh solenoid valve. Setiap
tahapan suhu media pembeku diatur melalui katup ekspansi yang berfungsi
sebagai penurun tekanan aliran refrigeran sebelum masuk ke evaporator. Solenoid
valve akan membuka dan menutup aliran menuju katup ekspansi. Solenoid valve
tersebut dioperasikan melalui saklar on-off secara manual pada papan panel, yang
akan memutus dan menghubungkan solenoid valve dengan sumber
daya.Sehinggauntuk meningkatkan efektivitas operasi mesin pembeku tersebut,
maka diperlukan suatu sistem rancangan otomasi yang dapat mengatur suhu
media pembeku pada setiap tahapan. Rancangan otomasi diperlukan agar mesin
pembeku dapat melakukan penahapan suhu media pembeku dan yang sesuai
dengan perubahan suhu bahan yang dibekukan.

Perumusan Masalah
Mesin pembeku dengan media suhu bertahap terbukti dapat meningkatkan
efisiensi eksergi selama proses pembekuan. Pengaturan suhu media pada mesin
tersebut masih dilakukan secara manual dengan cara memutar sekrup pada bagian
katup ekspansi. Pengaturan suhu dengan cara ini tidak praktis dan sulit dilakukan,
sehingga diperlukan sistem pengendalian suhu media pembeku secara otomatis
yang sesuai dengan yang diharapkan pengguna.

Tujuan Penelitian
Merancang-bangun sistem kendali otomatis mesin pembeku untuk proses
pembekuan bahan dengan media pembeku secara bertahap.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sistem kendali suhu
evaporator pada mesin pembeku dengan suhu media bertingkat, sehingga
pengaturan suhu media pembeku dapat mudah dilakukan.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk merancang sistem kendali otomatis mesin
pembeku dengan suhu media bertahap. Sistem kendali dirancang untuk dapat
mengendalikan suhu melalui pergantian katup ekspansi (EV1 dan EV2) melalui
buka tutup solenoid valve (SV). Penentuan parameter Kp, Ki, dan Kd menjadi hal
yang sangat penting. Karena hal ini mempengaruhi hasil pengendalian suhu. Alat
yang dirancang mampu digunakan dengan mudah dalam pengendalian suhu,
sehingga mempunyai program interface yang baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Kendali
Pengendalian proses (process controller) adalah komponen-komponen
sistem kendali yang pada dasarnya memiliki sebuah masukan berupa sinyal error,
yaitu selisih antara sinyal yang diinginkan dan sinyal umpan balik, serta keluaran
berupa sinyal untuk memodifikasi keluaran sistem. Cara dimana pengendali
bereaksi terhadap perubahan dikenal sebagai mode kontrol atau lebih singkatnya
kontrol saja. Bentuk pengendali yang paling sederhana adalah peranti on-off yang
akan menyalakan suatu piranti pengoreksi apabila terdapat sinyal error dan
mematikannya apabila sinyal errornya telah hilang. Ada sebuah bentuk pengendali
yang dapat memberikan fungsi kontrol yang memuaskan dalam berbagai situasi
yaitu pengendali tiga mode atau pengendali PID (Bolton 2006).
Kendali on-off
Dengan mode kendali on-off, pada intinya merupakan sebuah saklar yang
akan diaktivasi oleh sinyal error dan hanya memberikan sinyal pengoreksi on-off.
Keluaran pengendalinya hanya mempunyai dua nilai yang mungkin, yang
ekuivalen dengan kondisi on-off. Karenanya pengendali on-off sering dikenal
dengan istilah pengendali dua-langkah. Sebagai contoh pada pengaturan suhu
suatu sistem yang suhunya selalu dijaga pada suhu 20oC dengan sebuah aktuator
pemanas, dimana elemen pemanas akan menyala jika suhu berda dibawah 19.,5oC
dan akan padam jika berada diatas 20.5oC. Hal ini akan menyebabkan terjadi zona
netral atau dead band, jika suhu berada diantara 19.5oC dan 20oC, hal ini dapat
dilihat pada Gambar 1 (Bolton 2006).

4

On

Off

Nilai
kontrol
Dead
band
Gambar 1 Pengendali on-off dengan dead band (Bolton 2006)
Kendali PID
Kendali PID merupakan sistem kendali tiga metode yaitu kendali
proporsional, kendali derivatif, dan kendali integral. Menurut Bolton (2006)
ketiga metode tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1. Kendali Proporsional
Besarnya keluaran pengendali adalah proposional terhadap error yang terjadi,
yang merupakan masukan pengendali. Jadi didapat hubungan antara keluaran
pengendali sebanding dengan masukan pengendali. Hubungan ini dapat di
tulis secara matematis seperti persamaan 1.
Keluaran pengendali=KP ×Error
(1)
Dimana KP adalah konstanta yang disebut dengan gain (peroleh). Ini berarti
bahwa elemen koreksi sistem kontrol akan memiliki masukan berupa sebuah
sinyal yang berbanding lurus terhadap besarnya koreksi yang diperlukan.
2. Kendali Derivatif
Perubahan keluaran pengendali dari titik pengaturan akan berbanding lurus
dengan laju perubahan terhadap waktu dari sinyal error. Jadi, keluaran
pengendali sebanding dengan laju perubahan error dan dirumuskan seperti
persamaan 2.
Keluaran pengendali=KD ×laju perubahan error
(2)
Keluaran pengendali biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap
jangkauan penuh keluaran, dan error juga dinyatakan sebagai persentase penuh
jangkauan penuh. KD adalah konstanta proporsionalitas dan lebih dikenal
dengan derivatif/turunan terhadap waktu dengan satuan waktu.

5
3. Kendali Integral
Kendali integral merupakan mode kendali dimana keluaran pengendali
berbanding lurus dengan integral error terhadap waktu. Jadi keluaran
pengendali sebanding dengan integral error terhadap waktu sehingga dapat
dituliskan seperti persamaan 4:
(3)
Keluaran pengontrol=KI ×integral error terhadap waktu
Dimana KI adalah konstanta proporsionalitas, dan apabila keluaran pengendali
dinyatakan sebagai persentase serta error juga dinyatakan dalam persentase,
maka satuan dari konstanta proporsionalitas ini adalah s-1 (1/detik)
Menurut Bolton (2006), penggabungan ketiga mode kendali (proporsional,
integral, dan derivatif) memungkinkan untuk mendapatkan sebuah pengendali
yang tidak mempunyai error keadaan tunak serta dapat mereduksi kecenderungan
terjadinya osilasi. Pengendali ini dikenal sebagai pengendali tiga mode atau
pengendali PID. Persamaan yang menggambarkan aksi pengendali ini adalah:
Keluaran pengendali=KP ×error+KI ×integral error+KD ×laju perubahan error
1
Keluaran pengendali=KP error+ integral error+TD ×laju perubahan error .(4)
TI

Proses Pembekuan
Pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan sampai mencapai di bawah
titik beku bahan yang ditandai dengan terjadinya perubahan fase air menjadi padat.
Proses pembekukan bahan, di mana bahan harus ditempatkan pada media yang
bersuhu rendah dalam waktu tertentu untuk melepaskan panas sensibel dan panas
laten dari bahan. Pelepasan panas sensibel dan panas laten menghasilkan
penurunan suhu pada bahan serta perubahan air dari fase cair ke fase padat. Pada
beberapa kasus, sekitar 10% air tetap pada fase cair dalam proses penyimpanan
beku (Singh dan Heldmand 2009).
Penurunan suhu yang terjadi selama proses pembekuan dalam waktu
tertentudapat dilihat pada Gambar 2. Fellows (2000) dalam Kurniawan (2009)
membagi pembekuan menjadi enam bagian sebagai berikut:
Suhu

A

B

θf
S

D
C

E

tF
θa

F

Waktu
u
Gambar 2 Hubungan suhu terhadap
waktu selama proses
pembekuan (Fellows 2000)

6
: Bahan pangan didinginkan sampai di bawah titik bekunya θf. Pada titik S,
air masih berada dalam fase cair meskipun berada pada suhu di bawah
titik beku. Fenomena ini biasa disebut dengan supercooling.
SB : Peningkatan suhu bahan hingga mencapai titik beku. Terjadinya
peningkatan suhu diakibatkan karena adanya pelepasan panas laten bahan.
BC : Pelepasan panas laten bahan. Pada tahap ini, suhu bahan cenderung
konstan dan terjadi penurunan titik beku dengan semakin meningkatnya
konsentrasi larutan pada bagian air yang tidak terbekukan. Periode ini
merupakan periode pembentukan kristal es.
CD : Salah satu komponen yang terdapat dalam larutan menjadi sangat jenuh
(supersaturated) dan mengalami kristalisasi. Pelepasan panas laten
kristalisasi mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu sampai mencapai
suhu eutectic dari komponen tersebut.
DE : Kristalisasi air dan larutan pada bahan pangan terus berlanjut.
EF : Penurunan suhu bahan hingga mencapai suhu pembekuan yang
dinginkan. Pada kondisi yang sangat rendah, masih terdapat air yang
tidak terbekukan pada bahan pangan. Jumlah air yang tidak terbekukan
dipengaruhi oleh komposisi bahan pangan yang dibekukan.
AS

Laju Pembekuan dan Titik Beku
Menurut IIR (1986) dalam Singh dan Heldman (2009), laju pembekuan
( C/jam) didefinisikan sebagai selisih antara suhu awal dan suhu akhir bahan
dibagi dengan waktu pembekuan. Hubungan ini dapat ditulis seperti persamaan 5.
o

Laju pembekuan =

( )
(

)

(5)

Laju pembekuan akan berpengaruh terhadap mutu hasil bahan yang dibekukan.
Laju pembekuan terdiri dari pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pada
proses pembekuan, pembekuan cepat akan berpengaruh baik terhadap bahan yang
dibekukan, dimana kristal es yang terbentuk lebih kecil sehingga tidak merusak
struktur bahan.
Menurut Fellows (2000) laju pembekuan sangat dipengaruhi oleh:
1. Konduktivitas termal bahan pangan
2. Luas permukaan bahan bahan pangan untuk proses pindah panas
3. Jarak menuju titik pembekuan (bentuk potongan bahan)
4. Perbedaan suhu bahan pangan dan medium pembeku
5. Insulasi sistem
6. Pengemasan
Proses pembekuan juga dipengaruhi jenis bahan dan kadar air bahan. Hal ini
berpengaruh terhadap laju pembekuan dan titik beku bahan seperti pada Tabel 1.

7
Tabel 1 Titik beku beberapa bahan pangan
No.
1
2
3
4
5
6

Jenis Bahan
Sayuran
Buah-buahan
Daging
Ikan
Susu
Telur

Kadar air (%)
78-92
87-95
55-70
65-81
87
74

Titik beku (˚C)
-0.8 sampai -2.8
-0.9 sampai -2.7
-1.7 sampai -2.2
-0.6 sampai -2.0
-0.5
-0.5

Sumber : Fellows (2000)

Sistem Pembeku dengan Suhu Bertahap
Metode pembekuan bahan pangan terbagi atas dua jenis yaitu sistem kontak
langsung dan sistem kontak tidak langsung. Salah satu sistem kontak tidak
langsung adalah lempeng pembeku, dimana bahan yang dibekukan tidak langsung
bersentuhan dengan refrigeran tetapi melalui media lempeng berbahan dasar
logam yang mempunyai konduktivitas termal yang baik. Pada mesin pembeku
lempeng sentuh, bahan pangan yang dibekukan akan ditempatkan diatas
lempengan. Lempengan tersebut bersentuhan langsung dengan evaporator,
sehingga terjadi penurunan suhu lempeng. Gambar 3 mengilustrasikan lempeng
sebagai media pembeku.Pada gambar tersebut menunjukan bahwa jarak terjauh
dari media pembeku adalah pada bagian atas bahan yang dibekukan.Bagian
tersebut merupakan bagian yang paling lama dalam proses pembekuan
dibandingkan dengan bagian bawah dan tengah bahan pangan.

Insulasi
sistem

Bahan

Lempengan

Refrigeran
Gambar 3 Ilustrasi pembekuan dengan media lempeng sentuh
(Singh dan Heldman 2009)
Seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4, suhu bahan akan terus
mendekati suhu media pembeku. Pengaturan suhu lempeng secara bertahap
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi eksergi proses pembekuan. Penahapan
suhu lempeng dibagi menjadi tiga tahap: pertama, suhu lempeng (Tev1) ketika
bahan yang dibekukan masih berada pada fase pre-cooling atau penurunan suhu
menuju titik beku air; kedua, suhu lempeng (Tev2) ketika bahan berada pada fase
freezing atau bahan mengalami proses pelepasan panas sensibel; dan ketiga, suhu
lempeng (Tev3) ketika bahan tepat akan mengalami penurunan suhu di bawah titik
bekunya. Sehingga dapat diketahui bahwa Tev1>Tev2>Tev3, hal ini dapat dilihat
seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 4.

8

(a)

(b)

Gambar 4 (a) Metode Pembekuan Konvensional (b) Metode Pembekuan
Suhu Bertahap (Kamal 2008)

Sistem Refrigerasi Kompresi Uap
Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap merupakan sistem yang
paling banyak digunakan oleh mesin pendingin saat ini. Sistem ini memanfaatkan
energi mekanik kompresor untuk mengalirkan refrigeran selama siklus
berlangsung. Selama siklus kompresi uap berlangsung terjadi proses perubahan
fase dan tekanan pada refrigeran yang menyebabkan terjadinya efek pengambilan
dan pembuangan panas seperti yang diilustrasikan Gambar 5. Menurut Cengel dan
Boles (2006), pada siklus refrigerasi kompresi uap ideal, refrigeran masuk ke
dalam kompresor pada kondisi 1 sebagai uap jenuh dan ditekan menuju kondensor
tanpa mengalami perubahan nilai entropi. Selama proses kompresi isentropik,
suhu refrigeran meningkat menjadi lebih tinggi dari suhu lingkungan. Kemudian
refrigeran masuk ke kondensor dalam fase uap superheated (kondisi 2) dan
kemudian keluar meninggalkan kondensor dalam fase cair jenuh (kondisi 3), hal
ini diakibatkan adanya pembuangan panas ke lingkungan saat melewati kondensor.
Pada kondisi 3, refrigeran cair kemudian dicekik menuju evaporator melewati
katup ekspansi dan pipa kapiler. Kemudian suhu refrigeran menurun hingga di
bawah suhu ruang pendingin selama proses ini berlangsung. Refrigeran masuk ke
evaporator (kondisi 4) dalam kondisi campuran jenuh berkualitas rendah dan
refrigeran menguap secara sempurna akibat penyerapan panas pada ruang
pendingin. Setelah itu refrigeran keluar meninggalkan evaporator dalam kondisi
uap jenuh dan dan masuk kembali ke kompresor. Siklus tersebut digambarkan
pada Gambar 5.

9

Gambar 5 Skema dan diagram T-s pada siklus refrigerasi
kompresi uap ideal (Cengel dan Boles 2006)
Keterangan :
1–2
: Kompresi isentropik di kompresor
2–3
: Pembuangan panas pada tekanan tetap di kondensor
3–4
: Proses pencekikan di katup ekspansi
4–1
: Penyerapan panas pada tekanan tetap di evaporator

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Desember 2014.
Kegiatan pengambilan data, simulasi, pengolahan dan penyusunan skripsi
dilaksanakan di Lab. Pindah Panas dan Massa, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
Alat dan Bahan
Alat pendukung
1. Termokopel tipe CC
Mengukur suhu pada bagian dalam ruang mesin pembeku.
2. Hybrid recorder Yokogawa tipe HR-2500E
Merekam perubahan suhu yang terjadi antara lempeng dan bahan.
3. Alat penunjang instalasi
Seperti tang, kabel dan alat perkakas lainnya.

10
Alat dan bahan kendali
1. Solenoid valve 220V
Solenoid adalah bentuk sederhana dari elektromagnet yang terdiri dari
gulungan kawat tembaga. Solenoid valve (SV) merupakan katup
elektromekanis yang sering digunakan untuk mengatur aliran fluida baik cair
maupun gas.
2. Mikrokontroler Arduino Mega 2560
Otak dari sistem yang akan mengendalikan selama proses pembekuan.
3. Software Arduino 1.0.5r-2
Perangkat lunak yang digunkan untuk membuat logika pemrograman
mikrokotroller.
4. Relai
Kendali on-off.
5. Mesin pembeku
Mesin pembeku dengan suhu media bertahap menggunakan satu evaporator
dan tiga katup ekspansi.
6. Keypad
Input data ke sistem kendali.
7. Display
Menampilkan data yang terbaca secara realtime.
Prosedur Penelitian
Penentuan Parameter Kp, Ki, Kd
Pada penentuan parameter kendali PID, dilakukan pengaturan besar putaran
baut pada kedua katup ekspansi yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk
memberikan efek pendinginan yang berbeda dari kedua katup ekspansi tersebut.
Katup ekspansi pertama (EV1) akan memberikan efek pendinginan dibawah 20oC, sedangkan katup ekspansi kedua (EV2) diatur pada suhu diatas 0oC.
Penentuan parameter Kp, Ki, Kd dilakukan dengan metode trial & error.
Kalibrasi sensor
Kalibrasi sensor dilakukan dengan menggunakan alat ukur suhu hybrid
recorder Yokogawa tipe HR-2500E dengan termokopel tipe C-C. Kalibrasi
dilakukan dengan cara meletakkan sensor dan termokopel C-C secara berdekatan
pada bagian lempeng pembeku. Nilai bit yang terbaca pada serial monitor
software arduino akan dicatat secara bersamaan dengan nilai suhu yang terukur
pada hybrid recorder Yokogawa tipe HR-2500E. Nilai bit dan suhu yang terukur
akan diolah menggunakan persamaan interpolasi linier.

11
Perancangan dan pembuatan alat
Kegiatan dimulai dari perancangan kebutuhan struktur dan fungsional alat
kendali seperti: AC-AD converter untuk mengubah arus dari AC (listrik PLN) ke
DC serta penurunan tegangan sebelum masuk mikrokontroler, relai sebagai
actuator pengganti saklar on-off, mikrokontroler sebagai otak dari kerja sistem
kendali, termokopel sebagai sensor.
Pemrograman Mikrokontroler
Pemrograman dilakukan untuk memberikan logika
mikrokontrontroler. Pemrograman meliputi:
1. Sistem pengoperasian mesin
2. Kalibrasi sinyal termokopel berupa bit menjadi suhu (oC)
3. Sistem kendali PID dengan sample time 100ms
4. Interface alat sehingga mudah digunakan

perintah

ke

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Perancangan
Identifikasi Masalah
Berdasarkan mesin pembeku hasil rancangan Situmorang (2013),
pengaturan suhu setiap tahapan diatur melalui katup ekspansi. Katup ekspansi ini
akan menghasilkan efek pendinginan yang berbeda melalui besar putaran
katupnya, misal: -4.88oC, -8.30oC, -14.26oC (Situmorang 2013). Sehingga,
pengguna harus mengatur besar putaran baut katup ekspansi sebelum
menggunakan mesin pembeku tersebut. Selain itu, pengendalian media suhu pada
sistem refrigerasi dengan cara mengatur daya yang diberikan ke kompresor
kurang tepat. Karena kompresor mesin pendingin merupakan mesin yang bekerja
pada daya maksimum. Jika diberikan daya kurang dari daya maksimum maka
kemungkinan terjadi kerusakan pada mesin penggerak kompresor tersebut.
Sedangkan, pengendalian dengan sistem on-off kompresor juga kurang tepat,
dimana kompresor akan dihidupkan dan dimatikan dalam rentang waktu yang
pendek. Hal ini dapat membuat kompresor membutuhkan daya yang lebih besar
setiap kali dihidupkan dan juga dapat membuat kompresor menjadi lebih cepat
rusak.
Berdasarkan masalah tersebut, rancangan sistem kendali harus dapat
mengendalikan media pembeku tanpa harus mematikan dan menghidupkan
kompresor selama proses pengendalian suhu berjalan. Hal ini dapat digantikan
dengan menggunakan pergantian katup ekspansi melalui buka tutup saluran
menuju katup ekspansi menggunakan solenoid valve (SV). Pengambilan
keputusan ini dilakukan oleh mikrokontroller dengan menggunakan logika PID.

12

Gambar 6 Mesin pembeku satu evaporator dan tiga katup ekspansi
Situmorang (2013)
Perumusan dan Penyempurnaan Konsep Desain
Perumusan konsep desain terdiri dari rancangan struktur struktur fungsi dan
rancangan konspetual sistem kendali yang akan dirancang.
1. Rancangan struktur fungsi
a. Mikrokontroller
Mikrokontroller berfungsi untuk memproses input dari sensor dan
memberikan aktuasi kepada relay. Keputusan yang diambil oleh
mikrokontroller berdasarkan logika PID. Program PID yang diberikan akan
memberikan keputusan untuk menggunakan salah satu katup ekspansi dari
dua katup ekspansi yang digunakan sebagai aktuator. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan suhu menjadi meningkat atau menjadi turun
sesuai dengan pembacaan sensor dan setpoint suhu.
b. Relay
Relay berfungsi untuk memutus dan menghubungkan aliran listrik
menuju solenoid valve yang akan menutup dan membuka aliran refrigerant
ke katup ekspansi. Relay akan melakukan aktuasi melalui perintah dari
mikrokontroller.
c. Keypad
Keypad berfungsi sebagai komunikasi antara alat kendali dan
pengguna. Dimana, pengguna akan memberikan nilai suhu yang akan
dikendalikan melalui keypad.
d. Display
Display secara umum berfungsi untuk menampilkan data yang terbaca
oleh sensor dan sebagai media komunikasi dengan pengguna.
e. Sensor suhu
Sensor suhu berfungsi untuk membaca nilai suhu pada media yang
dikendalikan. Sensor ini akan ditempatkan pada lempeng pembeku dan
bahan yang dibekukan.
2. Rancangan konseptual
Sistem kendali dirancang dengan menggunakan dua sensor suhu yang
ditempatkan pada lempeng pembeku dan bahan yang didinginkan sebagai input
pada mikrokontroller. Mikrokontroller mengeluarkan sinyal dan beraktuasi

13
terhadap relay yang akan membuka dan menutup saluran menuju katup
ekspansi. Katup ekspansi yang digunakan adalah sebanyak dua buah, dimana
efek pendinginan katup ekspansi diatur pada suhu yang berbeda. Salah satu
katup ekspansi pertama (EV1) diatur di bawah rentang suhu yang pengendalian,
yaitu -20oC – 0oC, sedangkan katup ekpansi kedua (EV2) diatur pada suhu di
atas rentang suhu tersebut.

Gambar 7 Baut pada katup ekspansi
Kondenser
Relay

Mikrokontroller

EV1

EV2
Evaporator

Sensor
Suhu
Gambar 8 Rancangan sistem kendali pada mesin pembeku
SV1
SV2

Kompressor

Gambar 9 Rangkaian listrik sistem kendali

14
Analisis dan Perhitungan
1. Mikrokontroller
Mikrokontroller merupakan komponen penting dalam sistem kendali.
Program logika dan perintah yang diberikan akan diproses dan dieksekusi oleh
mikrokontroller termasuk input data berupa keypad dan sensor yang akan
ditampilkan pada display.
Jenis mikrokontroller yang banyak digunakan saat ini adalah Arduino.
Arduino adalah mikrokontroller yang bersifat open source, selain itu bahasanya
yang dimudah dimengerti serta dilengkapi dengan banyak library. Berikut
adalah beberapa contoh jenis arduino (Tabel 2).
Tabel 2 Spesifikasi berbagai jenis Arduino
Keterangan
Analog Input
Pin I/O digital
Tegangan input
Tegangan operasi
Flash memory

Arduino Uno

Arduino ADK

6
14
7-12 V
5V
32 KB

16
54
7-12 V
5V
256 KB

Arduino Mega
2560
16
54
7-12 V
5V
256 KB

Pemilihan mikrokontroller didasarkan pada jumlah pin yang digunakan,
flash memory, dan harga. Pada perancangan ini dibutuhkan pin input analog
sebanyak dua dan pin I/O sebanyak 19. Hal ini didasarkan pada kebutuhan pin
pada beberapa komponen lainnya seperti display (8 pin), keypad (8 pin), dan
relay (3 pin).
Tabel 3 Pembobotan pemilihan mikrokotroller
Mikrokontroller
Arduino Uno
Arduino Mega
2560
Arduino ADK

Jumlah pin
1

Flash memory
1

Harga
3

Total
5

3

3

3

9

3

3

1

7

Berdasarkan tabel tersebut didapatkan bahwa jenis mikrokontroller yang
digunakan adalah Arduino Mega 2560. Selain itu hal ini juga didasarkan pada
harganya yang lebih murah dibandingkan dengan Arduino ADK. Arduino
ADK yang umum digunakan untuk sistem kendali berbasis Android,
sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan aplikasi mikrokontroller
untuk sistem kendali biasa.

Gambar 10 Mikrokotroller Arduino Mega 2560

15
2. Relay
Relay merupakan salah satu komponen aktuasi on-off yang sering
digunkan. Relay akan mendapatkan perintah dari mikrokontroller berupa
tegangan DC 5 V kemudian akan menyalurkan atau menghubungkan rangkaian
AC 220 V menuju kompresor dan solenoid valve. Pada sistem kendali yang
akan dirancang dibutuhkan sebanyak tiga buah relay. Komponen yang akan
membutuhkan relay adalah kompresor (satu buah) dan solenoid valve (2 buah).
Penyalaan dan penghentian operasi kompresor juga akan diatur oleh
mikrokontroler. Hal ini dimaksudkan untuk ketika pengoperasian mesin, mesin
akan dikendalikan secara menyeluruh oleh mikrontroller. Mulai dari
memasukkan nilai suhu yang akan dikendalikan, ketika mulai mengoperasikan
mesin sampai terjadi aktuasi pengendalian suhu, semuanya harus terintegrasi
oleh mikrokontroller. Pada sistem pengendalian yang dilakukan, kompressor
bukan sebagai aktuator dalam proses pengendalian suhu lempeng evaporator,
melainkan hanya proses penyalaannya saja yang juga diatur oleh
mikrokontroller. Hal ini bertujuan untuk ketika proses input suhu berlangsung
kompressor tetap dalam keadaan mati, sedangkan saat setelah semua proses
input suhu yang dikehendaki selesai maka kompressor akan dinyalakan
bersamaan dengan sistem pengendalian suhu. Sehingga dalam rancangan
sistem kendali ini dibutuhkan tiga buah relay 220VAC dengan input 5VDC.

Gambar 11 Relay 4 channel
3. Keypad
Keypad yang digunakan adalah membrane keypad matrix 4x4. Pemilihan
ini didasarkan pada kebutuhan komunikasi antara pengguna dan sistem kendali.
Keypad yang digunakan mempunyai tambahan beberapa digit tombol
dibandingkan yang lain yaitu, “A, B, C, D”. Hal ini akan membantu ketika
pengguna memasukan nilai input yang terdiri dari Tkendali 1, Tkendali 2, dan Tkendali
3 serta fungsi “Enter” untuk memulai proses.

16

Gambar 12 Membrane keypad matrix 4x4
4. Display
Display digunakan adalah display ukuran 16x2. Display memilki jumlah
karakter yang cukup untuk menampikan input data yang dimasukkan dan suhu
yang terbaca saat pengendalian proses pembekuan berlangsung.

Gambar 13 Display LCD 16 x 2
5. Sensor suhu
Sensor suhu yang digunakan pada alat didasarkan pada sensitivitas sensor,
akurasi sensor, dan ketersidaan barang. Selain itu, sensor yang digunakan harus
sesuai dengan jenis mikrokontroller yang digunakan. Arduino Mega 2560
dapat menerima sinyal analog dalam bentuk tegangan 5 V. Tegangan ini akan
diubah menjadi dalam bentuk 10 bit. Sehingga dalam rancangan alat ini
digunakan sensor LM35. Pada dasarnya LM 35 merupakan sensor temperatur
IC yang menggunakan transistor. Sensor ini juga memberikan keluaran yang
linier dari temperatur yaitu sebesar 10 mV/oC dengan tegangan 5V. Namun,
LM35 dengan sambungan biasanya hanya bias membaca suhu 0oC - 150oC.
Hal ini dapat dilakukan penambahan beberapa komponen pada sambungan
LM35 dan mikrokontroller seperti pada Gambar 15.

17

Gambar 14 Sensor suhu LM35
Vs = 5V
Vout

LM35
1N914

18 k
10%

Gambar 15 Rangkaian LM 35 dengan rentang
suhu -55oC - 150oC (NSC 1999)
Kalibrasi sensor LM35
Sensor suhu LM35 dikalibrasi terhadap alat pengukur suhu hybrid recorder
Yokogawa tipe HR-2500E dengan termokopel tipe C-C. Pembacaan suhu pada
hybrid recorder Yokogawa tipe HR-2500E mempunyai nilai skala terkecil yaitu
0,1oC. Kalibrasi dilakukan dengan cara menghidupkan mesin pembeku sehingga
terjadi penurunan suhu. Perubahan suhu yang terjadi akan terbaca oleh sensor
LM35 dalam bentuk nilai bit. Nilai bit ini kemudian dicatat bersamaan dengan
nilai suhu yang terbaca di hybrid recorder. Pada kalibrasi bit yang tercatat adalah
sampai dengan bit 200 atau sama dengan -3.3oC. Sedangkan pada nilai bit di
bawah 200 dilakukan nilai ekstrapolasi.

18
30
y = 0.411x - 83.64
R² = 0.997

hybrid Recorder Yokogama (oC)

20
10
0
-10
-20
-30
150

170

190

210

230

250

270

290

Sensor LM 35 (bit)

Gambar 16 Grafik hubungan pembacaan nilai sensor LM 35
dengan hybrid recorder Yokogawa
Laju Penurunan Suhu dan Kenaikan Suhu Katup Ekspansi
Pengaturan efek pendinginan katup ekspansi sangat penting. Hal ini akan
berpengaruh pada rentang suhu yang akan dikendalikan dan laju kendali mencapai
setpoint. Pada mesin pembeku ini EV1 diatur pada suhu dibawah -20oC dan EV2
diatas 0oC. Berikut adalah laju perubahan suhu pada lempeng evaporator dengan
dua katup ekspansi:
40
EV1
EV1

30

EV2
EV2

Suhu (oC)

20

0 C 0oC

10

-20
-20
CoC

0
-10 0

10

20

30

40

50

-20
-30
-40

waktu (menit)

Gambar 17 Laju penurunan suhu menggunakan EV1 dan laju kenaikan
suhu menggunakan EV2

19
Penentuan Parameter Kendali (Kp, Ki, Kd) Secara Trial and Error
Penentuan parameter kendali (Kp, Ki, Kd)
Pengaturan dilakukan dengan melihat kinerja sistem kendali yang
ditunjukkan dari periode waktu osilasi. Pada penentuan parameter Kp, Ki, Kd,
setpoint diberi nilai pada bit 170 atau sama dengan -13.73oC. Dari hasil penentuan
nilai Kp, Ki, Kd didapatkan hasil pengukuran seperti gambar dibawah ini.
0

Kp = 200, Ki = 1000, Kd = 5

-2
Suhu (oC)

-4
Nilai terukur

-6

Setpoint = -13.73
13,73 CoC

-8
-10
-12
-14
-16
0

500

1000

1500
2000
Waktu (s)

2500

3000

Gambar 18 Grafik suhu pengaturan Kp = 200, Ki = 1000, dan Kd = 5
dengan suhu target -13.73oC

Kp = 200, Ki = 50, Kd = 100

0
-2

Suhu (oC)

-4

Nilai terukur

-6

o
Setpoint
Setpoint =
= -13.73
13,73 CC

-8
-10
-12
-14
-16
0

500

1000

1500
2000
Waktu (s)

2500

3000

Gambar 19 Grafik suhu pengaturan Kp = 200, Ki = 50, dan Kd =
100 dengan suhu target -13.73oC

20
0

Kp = 200, Ki = 50, Kd = 5

-2
Suhu (oC)

-4

Nilai terukur
Set point==-13.73
-13.73oC
Setpoint

-6
-8
-10
-12
-14
-16
0

500

1000

1500
Waktu (s)

2000

2500

3000

Gambar 20 Grafik suhu pengaturan Kp = 200, Ki = 50, dan Kd = 5
dengan target suhu = -13.73oC
Berdasarkan dari Gambar 20 penentuan nilai Kp, Ki, dan Kd maka
didapatkan nilai error suhu dan periode waktu osilasi. Error suhu didapat dari
selisih suhu setpoint dan suhu sebenarnya, sedangkan periode waktu osilasi
didapat dari waktu ketika mencapai suhu setpoint yang kemudian berosilasi
hingga mencapai suhu setpoint lagi.
Tabel 4 Tabel nilai error suhu dan periode waktu osilasi
masing-masing kombinasi nilai Kp, Ki,Kd
Kp, Ki, Kd

200, 50, 5
Rata-rata
200, 1000, 5
Rata-rata
200, 50, 100
Rata-rata

Error suhu
tertinggi (oC)

Periode osilasi
(menit)

-2.47
-2.06
-2.47
-2.34
-3.33
-4.12

2.57
2.31
2.72
2.53
3.84
4.04

-3.73
-3.71
-3.30
-2.06
-3.02

3.94
4.92
4.25
3.27
4.15

Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa nilai Kp = 200, Ki = 50, dan Kd = 5
mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan yang lain. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai error suhu maksimal saat berosilasi yang itu + 2oC dan periode
oslilasi yang lebih cepat yaitu 2.53 menit. Sehingga nilai parameter kendali ini
digunakan dalam proses pengambilan keputusan dalam rancangan sistem kendali.

21
Osilasi yang terjadi di sekitar suhu setpoint terjadi karena sistem aktuasi
kendali yang menggunakan sistem on-off, dimana buka-tutup yang terjadi diatur
berdasarkan waktu. Hal ini tergantung sekali dari performa mesin dan putaran
baut pada katup ekspansi. Karena putaran baut tersebut akan mempengaruhi laju
perubahan suhu yang terjadi.
Error dan beda error
Fluktuasi error dan beda error pada nilai parameter Kp = 200 Ki = 50 Kd =
5 seperti di Gambar 20 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Error dan beda error hasil pengukuran
target
Periode
Suhu yang
error (oC)
(oC)
osilasi (detik) dicapai (oC)
-13.73
60.0
-14.99
-1.24
-13.73
154.8
-11.28
2.47
-13.73
63.6
-14.57
-0.82
-13.73
130.8
-11.69
2.06
-13.73
67.2
-14.99
-1.24
-13.73
156
-11.28
2.47
-13.73
77.4
-14.99
-1.24
-13.73
171.6
-10.87
2.88
-13.73
61.2
-14.57
-0.82
-13.73
135.6
-11.69
2.06
-13.73
62.4
-14.57
-0.82
-13.73
133.8
-11.69
2.06
-13.73
73.2
-14.57
-0.82
-13.73
164.4
-10.87
2.88
-13.73
59.4
-14.57
-0.82
Tabel 6 Analisis perubahan suhu pada Kp = 200, Ki = 50, Kd = 5
Periode
Periode
Total periode Error
osilasi
osilasi
osilasi (menit) (oC)
(detik)
(menit)
Di bawah
-65.5
1.1
-0.98
Rata- setpoint
3.6
rata
-149.6
2.5
2.41
Di atas setpoint
Nilai error suhu osilasi tertinggi terjadi di atas suhu setpoint. Hal ini
disebabkan oleh laju perubahan suhu yang terjadi lebih cepat pada saat kenaikan
suhu terjadi dibandingkan dengan penurunan suhu yang terjadi. Padahal dalam
aktuasi yang terjadi, ketika suhu berosilasi menuju ke bawah setpoint (penurunan
suhu) maka solenoid valve berganti dengan cepat (SV1 berganti menjadi SV2).
Perubahan penggunaan solenoid valve ini mengakibatkan suhu yang sebelumnya
menurun di bawah setpoint kembali naik secara cepat mendekati setpoint sehingga
error yang terjadi lebih kecil sekitar + -1oC dan kembali naik mencapai setpoint
dalam waktu rata-rata 65 detik atau + 1 menit. Ketika suhu yang terukur

22
mendekati nilai suhu setpoint terjadi pergantian SV2 menjadi SV1 dengan cepat
juga seperti pada saat pergantian SV1 menjadi SV2. Namun ketika terjadi
pergantian solenoid valve tersebut, suhu yang semula diharapkan kembali turun
menuju setpoint dengan cepat, tetap naik menjauhi setpoint sampai suhu rata-rata
+ -14oC maka suhu akan kembali turun mendekati setpoint dalam waktu 2.5 menit.
Hal ini yang menyebabkan nilai error suhu di atas setpoint menjadi lebih besar
dibandingkan dengan error suhu di bawah setpoint. Selain itu tahapan suhu yang
dapat dilakukan adalah dengan rentang beda suhu tahapan minimal 2.4oC. Hal ini
disebabkan oleh osilasi yang terjadi pada pengendalian dengan error mencapai
2.4oC sehingga jika kita mengendalikan pada rentang suhu tahapan kurang dari
2oC maka akan menghasilkan perubahan suhu yang sama dan tidak berbeda jauh
dari tahapan suhu sebelumnya.
Simulasi pengendalian suhu bertahap
Simulasi ini dilakukan dengan mengambil hasil pengendalian suhu dengan
suhu target 13.72 dengan nilai parameter kendali Kp = 200, Ki = 50, Kd = 5. Suhu
yang terukur pada hasil pengendalian suhu tersebut kemudian dikurangkan dengan
mendekati suhu setpoint, misal setpoint = -13.73oC maka untuk mendapatkan
hasil simulasi pengukuran dengan suhu target = 3 oC dilakukan penambahan pada
data suhu yang terukur dengan nilai 10.73oC. Dengan cara tersebut didapat data
perubahan suhu yang berosilasi di sekitar setpoint 3oC. Hal ini juga dilakukan
juga pada suhu target -10oC dan -20oC yaitu dengan cara pengurangan atau
penambahan data hasil pengendalian pada suhu setpoint = -13.73oC, sehingga
didapatkan hasil seperti Gambar 21. Namun hasil simulasi ini tidak berlaku untuk
suhu 0oC – -2oC karena error yang terjadi di atas setpoint berkisar rata-rata 2.4oC.
Hal ini menyebabkan osilasi yang terjadi pada rentang suhu tersebut akan tidak
sama karena batas kenaikan suhu yang terjadi pada mesin refrigerasi ini hanya
mencapai suhu 0oC seperti Gambar 17. Jadi tidak mungkin suhu akan berosilasi
diatas 0oC.
5

Suhu (oC)

0
suhu terukur
setpoint = -3 C
setpoint = -10 C
setpoint = -20 C

-5
-10
-15
-20
-25
0

1000

2000

3000
4000
waktu (detik)

5000

6000

7000

Gambar 21 Grafik simulasi pengendalian suhu pada -3oC, -10oC, dan -20oC

23
Pembuatan Alat
Semua komponen alat sistem kendali dirakit menjadi sistem kendali yang
terpusat pad mikrokotroller Arduino Mega 2560. Komponen-komponen
dihubungkan ke pin-pin yang ada di mikrokontroller. Penghubungan komponen
ke mikrokontroller dilakukan berdasarkan kebutuhan pin yang akan digunakan.
Selain itu ada juga komponen yang akan berhubungan langsung ke sistem
kelistrikan mesin pembeku.
Relay
Relay digunakan untuk memutus dan menghubungkan arus lsitrik menuju
beban, yaitu SV1, SV2, dan kompresor. Relay terhubung dengan mikrokotroller
yang akan memberikan sinyal on-off melalui pin-pinnya. Pada sistem kendali ini
digunakan relay 4 channel sehingga salah satu relay tidak digunakan. SV1
dikendalikan oleh relay channel 1 yang terhubung dengan pin 9 di mikrokontroller.
Hal ini juga sama pada SV2 dan kompresor, masing-masing dikendalikan oleh
relay 2 dan 3 yang terhubung dengan pin 10 dan 11.
SV1 dan SV2 dihubungkan secara normally close pada bagian relay. Hal ini
dimaksudkan ketika dalam keadaan sistem kendali mati dan listrik masih menyala,
SV1 dan SV2 tetap terbuka sehingga tidak menghambat aliran refrigerant yang
masih mengalir. Sedangkan, untuk kompresor dihubungkan secara normally open
dengan harapan bahwa ketika sistem kendali dimatikan dan listrik tetap menyala,
kompresor dalam keadaan mati.

Gambar 22 Konfigurasi pin relay pada mikrokontroller

Gambar 23 Rangkaian listrik dan relay

24
Keypad
Keypad matrix 4x4 ini menyediakan tombol ‘A’, ‘B’, ‘C’, dan ‘D’. Tomboltombol tersebut digunakan berbagai fungsi. Tombol A digunakan untuk
memasukan nilai suhu Tev1, Tombol B digunakan untuk memasukan nilai suhu
Tev2, dan Tombol C digunakan untuk memasukan nilai suhu Tev3. Sedangkan
tombol D berfungsi sebagai “Enter” yang berarti memulai proses kendali. Keypad
ini juga tersedia tombol ‘*’. Tombol ini digunakan untuk memulai proses
pemasukkan data. Jadi tombol ini adalah tombol yang pertama kali ditekan
ketikan hendak memulai untuk memasukkan data.

pin

17 16 15 14 21 20 19 18

Gambar 24 Konfigurasi pin keypad dan pin
mikrokontroller
LCD Display 16 x 2
Display yang digunakan adalah LCD display 16 x 2 dengan jumlah pin
sebanyak 16. Konfigurasi display (Gambar 25) dengan masukan tegangan input
berupa 5V. Pada pin 3 display dihubungkan dengan potensiometer 1kΩ yang
bertujuan untuk mengatur kontras pada tampilan LCD display tersebut. Selain itu,
pada pin 15 dan 16 adalah konfigurasi pin yang berfungsi sebagai lampu LED
pada LCD display.

Gambar 25 Konfigurasi pin display pada mikrokontroller

25
Sensor LM35
Nilai yang terbaca pada LM35 merupakan dalam bentuk analog sehingga
keluaran dari sensor akan diterima oleh pin analog input pada mikrokontroller.
Nilai ini akan dikonversi oleh mikrokontroller dalam bentuk 10 bit atau sama
dengan 0 - 1023. Pada rangkain ini sensor yang mengukur suhu lempeng
evaporator (Tev) dihubingkan dengan pin A0, sedangkan untuk mengukur suhu
bahan (Tb) dihubungkan dengan pin A1.
Vs = 5V

LM35
1N914

pin A0
18 k
10%

Gambar 26 Rangkaian sensor LM35 untuk suhu
lempeng evaporator dan bahan (NSC 1999)
Hasil Akhir
Hasil rancangan ini kemudian dirakit ke dalam sebuah kotak yang
berdimensi 13cm x 13cm x 20cm. Kotak ini berbahan dasar akrilik dengan tebal
2mm. Pemilihan akrilik sebagai kotak pelindung komponen dikarenakan akrilik
lebih mudah didapatkan, mudah dibentuk, dan strukturnya yang kaku, sehingga
kriteria ini dianggap tepat untuk menjadikan akrilik sebagai kotak pelindunga
komponen. Selain itu, bagian depan terdapat potensio 1kΩ yang berfungsi untuk
mengatur kontras tampilan pada display. Pada bagian relay terdapat satu channel
relay yang tidak terpakai. Karena dalam rancangan alat ini hanya menggunakan
tiga relay.

Gambar 27 Hasil akhir rancangan

26
Algoritma Interface Alat Kendali
Mulai

Tekan tombol ‘*’

Tombol ‘A’ untuk input Tev1
Tombol ‘B’ untuk input Tev2
Tombol ‘C’ untuk input Tev3

Tekan tombol ‘D’

Suhu bahan (Tb) dan Suhu evaporator
(Tevap) dibaca oleh sensor dan sistem
kendali PID berjalan
setpoint = Tev1

Ya

Tb > 0oC
Tidak
setpoint = Tev2

Ya

Tb = 0oC
Tidak
setpoint = Tev3

Tidak

Tekan tombol ‘D’
Ya
Selesai
Gambar 28 Algoritma program

27

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sistem kendali bisa digunakan untuk tahapan suhu pada rentang suhu -20oC
– 0 C dengan rentang tahapan suhu minimal 2.4oC. Sistem kendali mesin
refrigrasi dengan menggunakan pergantian katup ekspansi terbukti dapat
mengendalikan suhu evaporator. Nilai parameter kendali Kp, Ki, Kd untuk sistem
kendali mesin pembeku ini berturut-turut adalah 200, 50, 5 merupakan nilai
parameter kendali yang paling baik dari sejumlah kombinasi yang dilakukan
selama percobaan. Hal ini ditunjukkan dengan galat rata-rata yang terjadi + 2.5oC
dengan periode osilasi rata-rata yaitu 2.53 menit. Suhu yang tidak bisa tetap pada
setpoint terjadi karena sistem aktuasi pengendalian yang bersifat on-off yang
diatur melalui waktu buka tutup katup ekspansi. Hal ini sangat bergantung pada
peletakan sensor dan performansi mesin itu sendiri.
o

Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan lebih dari dua katup
ekspansi dengan rentang suhu pengaturan katup ekspansi yang tidak terlalu jauh.
Hal ini kemungki