Rancang Bangun dan Pengujian Mesin Pembeku Tipe Lempeng Sentuh dengan Suhu Media Pembeku Bertahap

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PEMBEKU
TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU MEDIA
PEMBEKU BERTAHAP

DENY FRAHMANA PUTRA SITUMORANG

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun dan
Pengujian Mesin Pembeku Tipe Lempeng Sentuh dengan Suhu Media Pembeku
Bertahap adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Deny Frahmana Putra Situmorang
F14090015

ABSTRAK
DENY FRAHMANA P SITUMORANG. Rancang Bangun dan Pengujian Mesin
Pembeku Tipe Lempeng Sentuh dengan Suhu Media Pembeku Bertahap.
Dibimbing oleh ARMANSYAH H TAMBUNAN.
Mesin pembeku di pasaran umumnya menggunakan suhu tetap sepanjang
proses pembekuan sehingga menyebabkan perusakan eksergi yang cukup tinggi
dan diduga menjadi sumber pemborosan energi. Penelitian sebelumnya telah
mencoba proses pembekuan dengan suhu bertahap. Kelemahan mesin pembeku
tersebut adalah terjadinya kerugian termal yang disebabkan oleh gesekan antara
dasar wadah dan media pembeku sehingga suhu produk meningkat 4-5 oC. Untuk
itu, perlu dilakukan perancangan mesin pembeku dengan suhu media bertahap
yang tidak menyebabkan terjadinya kerugian termal. Penelitian ini bertujuan
melakukan rancang bangun mesin pembeku tipe lempeng sentuh dengan suhu

evaporator yang dapat bervariasi. Mesin pembeku dirancang menggunakan satu
evaporator dengan tiga katup ekspansi, sehingga suhu evaporator dapat berubah
selama proses pembekuan melalui pergantian katup yang digunakan. Mesin
dirancang untuk skala laboratorium dengan menggunakan kompresor berkapasitas
refrigerasi 718 watt. Ruang pembeku yang digunakan berukuran 25.1 × 24.7 ×
14.8 cm dengan media pembeku dari bahan tembaga dengan tebal 3 mm. Hasil
pengujian menunjukkan suhu media pembeku dapat divariasikan dengan rata-rata
suhu tiap tahap adalah -4.88, -8.30, dan -14.26 oC. Hasil pengujian menunjukkan
COP mesin pembeku yang telah dirancang adalah 4.10 dan terjadi penurunan
tekanan sepanjang evaporator berkisar dari 33.1 hingga 100.5 kPa. Pengendalian
suhu media pembeku dapat meningkatkan efisiensi eksergi sebesar 8.3% dengan
menurunkan kehilangan eksergi pembekuan adalah sebesar 0.868 kJ.
Kata kunci : rancangan mesin pembeku lempeng sentuh, suhu media bertahap,
katup ekspansi, COP, eksergi

ABSTRACT
DENY FRAHMANA P SITUMORANG. Design and Performance Test Contact
Plate Freezer with Stepping Medium Temperature. Supervised by ARMANSYAH
H TAMBUNAN.
Commercial freezer generally use fixed medium temperature during the

freezing process, which caused considerable destruction of exergy and is believed
to be the source of energy inefficiency. Previous research has tried to design and
analyse a contact plate freezer freezing process with stepping medium temperature.
However, thermal losses was occured as caused by friction between the bottom of
the produce with the freezing plate, and exerts 4-5 oC temperature is increased to
the products. Therefore, it is necessary to design a freezer with stepping medium
temperature without thermal losses. This study is devoted to the design of a
contact plate freezer with variable medium temperature. The freezer is designed
using one evaporator with three expansion valve, so that the temperature can be
changed during the freezing process by changing the expansion valve to be used.

The freezer was designed in laboratory scale using a compressor with refrigeration
capacity of 718 watts. The freezing chamber has dimension of 25.1 cm × 24.7 cm
× 14.8 cm with freezing plate made of copper material with a thickness of 3 mm.
The results show that medium temperature of the freezer can be varied by the
average temperature every stage is -4.88, -8.30, and -14.26 oC. The test results
indicated that the COP of the freezer was 4.10. Pressure decrease along the
evaporator ranges from 33.1 unti 100.5 kPa. Stepping medium temperature can
increase the efficiency of exergy amounted 8.3 % by decreasing exergy loss
amount 0.868 kJ.

Keywords: contact plate freezer design, stepping medium temperature, expansion
valves, COP, exergy

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PEMBEKU
TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU MEDIA
PEMBEKU BERTAHAP

DENY FRAHMANA PUTRA SITUMORANG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Rancang Bangun dan Pengujian Mesin Pembeku Tipe Lempeng
Sentuh dengan Suhu Media Pembeku Bertahap
Nama
: Deny Frahmana Putra Situmorang
NIM
: F14090015

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas anugerah dan
pimpinan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Rancang Bangun dan Pengujian Mesin Pembeku Tipe Lempeng Sentuh dengan
Suhu Media Pembeku Bertahap. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret hingga
Juli 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H.
Tambunan selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan
pikiran dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak
penyusunan dan pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai serta
kepada Bapak Dr. Edy Hartulistiyoso dan Ibu Dr. Emmy Darmawati selaku dosen
penguji yang telah memberi masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Di
samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi
(DIKTI) atas dana hibah kompetensi yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian
ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan di
Laboratorium Pindah Panas dan Massa yaitu, Monalisa, Tiara, Amalia, Dian, bang
Agus Ginting, bang Angga, Pak Bayu, Pak Kiman Siregar dan mas Firman atas
segala dukungan selama penulis melaksanakan penelitian. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, dengan senang hati
penulis mengharapkan segala saran dan kritikan yang bersifat membangun bagi

penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, dan semua pihak yang
berkepentingan.

Bogor, September 2013

Deny Frahmana Putra Situmorang

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


DAFTAR SIMBOL

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Mesin Pendingin Kompresi Uap

3

Proses Pembekuan

6


Perancangan Sistem Refrigerasi

11

Kajian Eksergi

12

METODOLOGI PELAKSANAAN

14

Waktu dan Tempat

14

Bahan

14


Alat

14

Prosedur Penelitian

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Proses Perancangan

17

Analisis Kinerja Mesin Pembeku

24

Analisis Energi dan Eksergi Proses Pembekuan

27

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Spesifikasi kompresor yang tersedia
Penilaian tiap kompresor
Kinerja mesin pembeku hasil rancangan
Kinerja mesin pembeku dalam kondisi standar
Penurunan tekanan sepanjang evaporator
Analisis kebutuhan energi pembekuan
Analisis eksergi pembekuan

20
21
25
27
27
28
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Sistem refrigerasi kompresi uap
Hubungan suhu-entropi kompresi uap standar
Hubungan tekanan-entalpi suatu refrigeran
Hubungan tekanan-entalpi kompresi uap standar
Perbandingan daur kompresi uap nyata dan daur standar
Fase pembekuan air murni dan bahan pangan
Skematik pembekuan kontak tidak langsung
Skematik lempeng pembeku
Sistem pembekuan air blast kontinu
Sistem pembekuan kontinu pada bahan pangan cair
Sistematik pembekuan kontak langsung
Skematik sistem pembekuan immersion
Diagram alir penelitian
Diagram proses desain
Mesin pembeku eksergetik Kamal (2008)
Skema rancangan sistem pembekuan menggunakan termostat
Skema rancangan sistem pembekuan menggunakan mikrokontroler
Skema rancangan sistem pembekuan manual
Ruang pembeku
Koil evaporator dan media pembeku
Filter dryer
Hasil akhir rancangan mesin pembeku
Suhu hasil pengujian tanpa beban
Suhu lempeng pembeku tiap skenario

3
4
4
5
6
7
7
8
9
9
10
11
15
16
18
19
19
19
22
23
23
24
25
30

DAFTAR LAMPIRAN
1 Konduktivitas termal material yang biasa digunakan sebagai dinding
ruang pembeku
2 Kapasitas minimum (kW) untuk penentuan ukuran pipa hisap
3 Kapasitas minimum (kW) untuk penentuan ukuran pipa hisap
4 Komponen yang digunakan dalam perancangan
5 Gambar Hasil Perancangan
6 Suhu Hasil Pengujian Tanpa Beban dalam oC

34
35
36
39
41
43

7
8
9
10
11
12
13
14

Tampilan awal software CoolPack
Tampilan fasilitas Refrigeration utilities pada CoolPack
Tampilan Cycle info pada CoolPack
Diagram tekanan-entalpi aktual dan standar tahap pertama pengujian
kinerja mesin pembeku
Diagram tekanan-entalpi aktual dan standar tahap dua pengujian
kinerja mesin pembeku
Diagram tekanan-entalpi aktual dan standar tahap tiga pengujian
kinerja mesin pembeku
Diagram tekanan-entalpi tiap tahap pengujian kinerja mesin pembeku
Gambar teknik

DAFTAR SIMBOL
h1
h2
h3
h4
COP
q
W
Q
A
U
T
fi
fo
x
k
mb
Cp1
Cp2
Hf
Ta
Tf
Ts
ho
hi
E
U
ΔH

= Entalpi titik 1 pada diagram tekanan-entalpi (kJ/kg)
= Entalpi titik 2 pada diagram tekanan-entalpi (kJ/kg)
= Entalpi titik 3 pada diagram tekanan-entalpi (kJ/kg)
= Entalpi titik 4 pada diagram tekanan-entalpi (kJ/kg)
= Coefficient of Performance (-)
= Laju kalor (kJ/kg)
= Kerja (kJ/kg)
= Laju pindah panas (watts)
= Luas permukaan (m2)
= Koefisien transmisi (W/m2K)
= Suhu (K)
= Koefisien konveksi bagian dalam (W/m2K)
= Koefisien konveksi bagian luar (W/m2K)
= Tebal bahan (m)
= Konduktivitas panas (W/mK)
= Massa bahan (kg)
= Panas jenis bahan di atas titik beku (kJ/kgK)
= Panas jenis bahan di bawah titik beku (kJ/kgK)
= panas laten bahan (kJ/kg)
= Suhu awal bahan (K)
= Suhu beku bahan (K)
= Suhu penyimpanan bahan (K)
= Entalpi udara bagian luar (kJ/kg)
= Entalpi udara bagian dalam (kJ/kg)
= Energi (kJ)
= Energi dalam (kJ)
= Perubahan entalpi pada tahap pembekuan (kJ)

ΔE

= Perubahan eksergi pada tahap pembekuan (kJ)

fs

fs

Ex,in
Ex,loss
To

= Eksergi input (kJ)
= Eksergi loss (kJ)
= Suhu lingkungan (K)

44
45
46
47
48
49
50
51

Tcs
�I
�II
E
fs

= Suhu media pembeku (K)
= Efisiensi energi (%)
= Efisiensi Eksergi (%)
= Masukan eksergi dalam proses pembekuan (kJ)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini penggunaan energi telah mendapat perhatian yang serius. Hal
ini dimulai semenjak dirasakannya dampak kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh penggunaan energi fosil. Selain itu, kekhawatiran bertambah
semenjak berkurangnya sumber energi fosil yang mengharuskan pencarian
sumber energi alternatif lainnya. Hal yang harus dilakukan adalah penghematan
energi, salah satu diantaranya adalah konservasi energi.
Konservasi energi dapat diaplikasikan dalam bidang pembekuan bahanbahan pertanian, salah satunya dilakukan dengan menghemat input energi
pembekuan. Umumnya metode pembekuan dilakukan pada suhu media yang tetap
selama proses pembekuan. Dalam pembekuan metode ini, konsumsi energi terjadi
sejak tahap penurunan suhu awal bahan hingga tahap pembekuan lanjut di bawah
titik beku, sehingga penggunaan metode pembekuan ini membutuhkan energi
input yang cukup besar.
Pengembangan suatu model sistem pembekuan dengan suhu media
pembeku yang dapat dikendalikan secara bertahap bertujuan mengendalikan input
energi sejak tahap awal pembekuan hingga pembekuan lanjut. Berdasarkan
analisis eksergi, pengendalian input energi melalui pengaturan suhu media
pembeku dalam proses pembekuan suhu bertahap bertujuan meningkatkan
efisiensi penggunaan energi. Gradien penurunan suhu bahan tahap pre-cooling
sampai titik bekunya adalah paling besar. Pada tahap freezing tidak terjadi
penurunan suhu, tetapi hanya terjadi pelepasan panas laten bahan. Semakin kecil
perbedaan antara suhu media pembeku dan suhu titik beku pada tahap pre-cooling
dan freezing, maka semakin kecil pula input energi, sehingga perlu dikembangkan
mesin pembeku yang dapat mengurangi input energi dengan melakukan
pembagian tingkatan suhu media pembeku.
Melalui penerapan analisis eksergi, dikembangkanlah model sistem
pembekuan suhu bertahap yang mampu meningkatkan efisiensi energi dan eksergi
(Kamal 2008). Berdasarkan hasil penelitian Kamal (2008), pengembangan sistem
pembekuan suhu bertahap (pembeku eksergetik) terbukti dapat meningkatkan
efisiensi eksergi sekitar 1.0-13.0 % dari 50.9 % pada sistem pembekuan suhu tetap
hingga sekitar 51.2-63.4 % pada sistem pembekuan eksergetik. Selain itu sistem
pembekuan eksergetik juga dapat menurunkan kehilangan eksergi dari semula
33.2 kJ/kg pada sistem suhu tetap menjadi 19.4 kJ/kg pada sistem suhu bertingkat.
Sistem pembekuan pada mesin pembeku eksergetik Kamal (2008)
menggunakan satu kompresor untuk tiga evaporator atau yang sering disebut
refrigerasi multievaporator. Perpindahan dari tahap satu ke tahap dua dan/atau
tahap dua ke tahap tiga di dalam proses pembekuan, sehingga produk harus
berpindah dari evaporator tahap satu ke evaporator tahap dua atau dari tahap dua
ke evaporator tahap tiga. Perpindahan produk dari evaporator satu ke evaporator
lainnya menggunakan motor yang menggerakkan poros berulir untuk menggeser
wadah produk di atas lempeng pembeku. Perpindahan wadah produk
mengakibatkan terjadinya gesekan antara dasar wadah produk dengan lempeng
pembeku yang menimbulkan panas. Gesekan tersebut menimbulkan kerugian

`
2
termal yang ditunjukkan oleh peningkatan suhu rata-rata sekitar 4 sampai 5 oC
antara wadah produk dan lempeng. Untuk itu, perlu dilakukan perancangan mesin
pembeku dengan suhu media bertahap yang tidak menyebabkan terjadinya
kerugian termal tersebut.
Perumusan Masalah
Mesin pembeku yang tersedia di pasaran umumnya menggunakan suhu
media pembeku yang tetap selama proses pembekuan. Sistem pembekuan ini
mengakibatkan perusakan eksergi yang cukup besar dan diperkirakan menjadi
sumber pemborosan energi. Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan
mesin pembeku dengan suhu media bertahap. Mesin pembekuan tersebut dapat
meningkatkan efisiensi eksergi, namun terdapat kelemahan, yaitu terjadinya
kerugian termal yang disebabkan oleh gesekan antara dasar wadah produk dan
lempeng pembeku. Untuk meningkatkan efisensi penggunaan eksergi, diperlukan
penelitian yang bertujuan merancang mesin pembeku dengan suhu media bertahap
yang tidak menyebabkan terjadinya kerugian termal.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Melakukan rancang bangun mesin pembeku dengan suhu media pembeku
bertahap.
2. Melakukan uji kinerja pada mesin pembeku dengan suhu media pembeku
bertahap.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi aplikasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembekuan khususnya pada
sistem pembekuan suhu media bertahap. Disamping itu, penelitian ini dapat
memberikan kontribusi bagi industri pembekuan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melakukan perancangan mesin pembeku suhu media pembeku
bertahap dengan menggunakan sistem kompresi uap. Perancangan dilakukan
dengan menggunakan tahap-tahap perancangan teknik. Kapasitas refrigerasi
kompresor menjadi acuan di dalam pemilihan komponen lainnya. Setelah itu tiap
komponen akan dirakit. Hasil rancang-bangun akan dilakukan uji kinerja mesin
pembeku dengan melakukan kajian menggunakan diagram hubungan entalpi dan
tekanan serta melakukan analisis eksergi untuk mengkaji besarnya efisiensi
eksergi pada proses pembekuan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Mesin Pendingin Kompresi Uap
Mesin pendingin jenis kompresi uap merupakan salah satu jenis mesin
pendingin yang umum digunakan pada zaman sekarang. Mesin pendingin ini
bekerja secara mekanik dan perpindahan panas berlangsung dengan
memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap)
kemudian ke fase cair kembali secara berulang.
Sistem kerja mesin pendingin kompresi uap mengikuti daur Carnot terbalik.
Daur ini akan memperlihatkan kinerja maksimum dari mesin. Prinsip kerja mesin
pendingin ini dapat dijelaskan sebagai berikut: refrigeran dimampatkan pada suatu
tekanan tertentu, kemudian gas yang bertekanan tinggi tersebut dilewatkan dalam
kondensor sehingga gas tersebut berubah menjadi cair. Perubahan fase ini diikuti
dengan pelepasan panas ke lingkungan dari gas ke cair dan berlangsung dalam
suhu tetap.
Penguapan gas refrigeran terjadi ketika gas yang telah berubah menjadi cair
dilewatkan melalui katup ekspansi menuju evaporator. Penguapan gas ini
membutuhkan panas yang diambil dari udara dan produk yang berada di sekitar
evaporator, akibatnya udara dan produk di sekitar evaporator tersebut menjadi
dingin. Secara skematis daur Carnot pada mesin kompresi uap ditunjukkan oleh
Gambar 1.

Gambar 1 Sistem refrigerasi kompresi uap
Daur Kompresi Uap Standar
Kinerja mesin pendingin dengan daur kompresi uap dapat dihitung dan
dikaji melalui diagram sifat termodinamika refrigeran yang digunakan. Sifat
termodinamika suatu refrigeran dapat dinyatakan dengan berbagai jenis diagram,
diantaranya diagram suhu-entropi (T-s) seperti ditunjukkan pada Gambar 2, dan
diagram tekanan-entalpi (p-h) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Diagram suhu-entropi (T-s) kompresi uap standar berfungsi untuk
menginformasikan hubungan entropi dengan suhu dalam proses daur kompresi
uap.

`
4

Gambar 2 Hubungan suhu-entropi kompresi uap standar
Proses-proses yang membentuk daur kompresi uap standar adalah :
1-2 : kompresi adiabatik dan reversibel, dari uap jenuh menuju tekanan
kondensor
2-3 : pelepasan kalor reversibel pada tekanan konstan, menyebabkan penurunan
panas-lanjut (desuperheating) dan pengembunan refrigeran
3-4 : ekspansi tidak reversibel pada entalpi konstan, dari cairan jenuh menuju
tekanan evaporator
4-1 : penambahan kalor reversibel pada tekanan tetap, yang menyebabkan
penguapan menuju uap jenuh.
Diagram tekanan-entalpi merupakan alat grafis yang biasa digunakan untuk
menganalisis kinerja suatu mesin refrigerasi kompresi uap. Seperti ditunjukkan
Gambar 3, tekanan dinyatakan sebagai ordinat, dan entalpi sebagai absis.
Dengan garis-garis cairan jenuh dan uap jenuh sebagai rujukan, maka garisgaris suhu, entropi, dan volume spesifik konstan akan muncul pada diagram. Garis
suhu konstan mendatar pada daerah campuran karena di sini suhu tersebut harus
cocok dengan besarnya tekanan jenuh. Cairan bawah-dingin (subcooled-liquid)
atau daerah cairan-bertekanan berada di sebelah kiri garis cair-jenuh. Dalam
daerah ini garis suhu-konstan, secara praktis tegak lurus. Karena itu, suhu cairanbertekanan menentukan entalpi, bukan tekanan. Daerah panas-lanjut ada di
sebelah kanan garis uap-jenuh.

Gambar 3 Hubungan tekanan-entalpi suatu refrigeran

5
Garis volume spesifik konstan akan miring ke atas ke arah kanan. Garis
volume spesifik yang lebih tinggi akan ditemukan pada tekanan yang lebih rendah.
Garis entropi konstan akan naik ke arah kanan. Kompresi reversibel dan adiabatik
yang isentropik, menunjukkan kenaikan entalpi seperti yang diharapkan, seiring
kenaikan tekanan selama kompresi.
Gambar 4 menunjukkan siklus tertutup daur kompresi uap standar yang
digambarkan pada diagram tekanan-entalpi. Diagram hubungan tekanan-entalpi
dapat menunjukkan besaran yang penting dalam daur kompresi uap. Besaran ini
adalah kerja kompresi, laju pengeluaran kalor, efek refrigerasi, koefisien prestasi
(COP), laju alir massa untuk setiap kilowatt refrigerasi, dan daya per kilowatt
refrigerasi.

Gambar 4 Hubungan tekanan-entalpi kompresi uap standar
Kerja kompresi (kilojoule per kilogram) merupakan perubahan entalpi pada
proses 1-2 seperti dalam Gambar 4, atau h2 - h1. Hubungan ini diturunkan dari
persamaan aliran energi yang mantap (steady flow of energy)
h1 + q = h2 + w

(1)

dengan perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
Pelepasan kalor adalah perpindahan kalor dari refrigeran pada proses 2-3,
yaitu h2 – h3. Pengetahuan ini juga berasal dari persamaan aliran energi yang
mantap, yaitu ketika energi kinetik, energi potensial, dan kerja di keluarkan.
Efek refrigerasi adalah kalor yang dipindahkan pada proses 4-1, atau h1 –
h4. Besarnya harga bagian ini sangat penting diketahui karena proses ini
merupakan tujuan utama dari seluruh sistem.
Koefisien prestasi daur kompresi uap standar adalah efek refrigerasi dibagi
dengan kerja kompresi :
Koefisien prestasi =

(2)

Kadangkala laju alir volume dihitung pada seksi masuk kompresor, atau
titik keadaan satu. Laju alir volume merupakan petunjuk kasar ukuran fisik
kompresor. Semakin besar laju tersebut, semakin besar volume langkah
kompresor, dalam ukuran meter kubik per detik.

`
6
Daya untuk setiap kilowatt refrigerasi merupakan kebalikan koefisien
prestasi, dan suatu sistem refrigerasi yang efisien akan memiliki nilai daya per
kilowatt refrigerasi yang rendah, tetapi mempunyai koefisien prestasi yang tinggi.
Daur Kompresi Uap Nyata
Daur kompresi uap nyata mengalami pengurangan efisiensi dibandingkan
dengan daur standar. Ada juga perubahan lain dari daur standar, yang mungkin
cukup berarti atau tidak, dapat diabaikan. Perbandingan dapat dilakukan dengan
menempelkan diagram daur nyata pada diagram tekanan-entalpi daur standar,
seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Perbandingan daur kompresi uap nyata dan daur standar
Perbedaan penting antara daur nyata dan standar terletak pada penurunan
tekanan sepanjang kondensor dan evaporator, dalam pembawahdinginan
(subcooling) cairan yang meninggalkan kondensor, dan dalam pemanasan lanjut
uap yang meninggalkan evaporator. Daur standar dianggap tidak mengalami
penurunan tekanan pada kondensor dan evaporator. Tetapi pada daur nyata, terjadi
penurunan tekanan karena adanya gesekan. Akibat penurunan tekanan ini,
kompresi dari titik pertama ke titik dua memerlukan lebih banyak kerja
dibandingkan dengan daur standar. Membawahdinginkan (subcooling) cairan di
dalam kondensor adalah peristiwa yang normal dan melakukan fungsi yang
diinginkan untuk menjamin bahwa seluruh refrigeran yang memasuki alat
ekspansi dalam keadaan cair. Pemanasan lanjut uap biasanya terjadi di dalam
evaporator, dan disarankan sebagai pencegah cairan agar tidak memasuki
kompresor. Perbedaan terakhir pada daur nyata adalah kompresi yang tidak lagi
isentropik, dan terdapat ketidakefisienan yang disebabkan oleh gesekan dan
kerugian-kerugian lain.
Proses Pembekuan
Pendinginan tergolong ke dalam cara pengawetan pangan yang
penerapannya di masyarakat sudah cukup meluas. Pendinginan (refrigerasi)
adalah suatu sistem yang mengambil panas dari suatu benda atau ruangan yang
bersuhu lebih rendah dari lingkungan alamiahnya (Tambunan 2001). Proses
pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan hingga mencapai titik

7
bekunya sebelum bahan disimpan pada suhu penyimpanan -18 oC atau lebih
rendah (Dossat 1981).
Proses pembekuan dapat dibagi menjadi tiga fase pembekuan. (1) Fase
Pre-cooling, yaitu penurunan suhu awal bahan hingga mencapai titik bekunya. (2)
Fase Freezing, yaitu perubahan fase bahan yang disertai pelepasan panas laten
bahan. (3) Fase Sub-cooling, yaitu penurunan suhu bahan di bawah titik bekunya
sebelum bahan tersebut disimpan.
Gambar 6 di bawah ini menujukkan hubungan suhu dengan waktu
pembekuan air murni dan bahan pangan.

Gambar 6 Fase pembekuan air murni dan bahan pangan
Teknologi Pembekuan
Metode pembekuan dikelompokkan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu (Singh dan
Heldman 2009):
1. Sistem kontak tidak langsung (Indirect contact system)
Dalam sistem ini, selama pembekuan produk dan refrigeran terpisah oleh
sebuah lempeng. Tipe sistem ini diilustrasikan pada Gambar 7. Banyak sistem
yang menggunakan lempeng nonpermeabel antara produk dan refrigeran,
namun sistem pembekuan tidak langsung termasuk dalam sistem pembekuan
kontak tidak langsung seperti kemasan produk yang menjadi penghalang.

Ruang pembeku
Lempeng

Refrigeran
Gambar 7 Skematik pembekuan kontak tidak langsung

`
8
1.1 Lempeng Pembeku
Yang paling mudah dikenali dari sistem pembeku tidak
langsung adalah lempeng pembeku, yang diilustrasikan pada
Gambar 8.

Gambar 8 Skematik lempeng pembeku
Gambar 8 menjelaskan produk berada di antara dua lempeng
pembeku. Dalam hal ini, penghalang antara produk dan refrigeran
adalah lempeng dan kemasan bahan yang didinginkan. Perpindahan
panas yang terjadi melalui penghalang (lempeng dan kemasan) dapat
ditingkatkan dengan menggunakan tekanan untuk menurunkan
hambatan pindah panas. Dalam beberapa hal, sistem lempeng dapat
menggunakan lempeng tunggal yang kontak dengan bahan dan
mencapai pembekuan melalui perpindahan panas permukaan
kemasan bahan. Sistem lempeng pembeku dapat diaplikasikan dalam
sistem batch.
1.2 Pembeku air blast
Dalam situasi lempeng pembeku tidak bisa mengakomodasi
berbagai ukuran dan bentuk bahan, sistem pembekuan air blast
menjadi pilihan terbaik. Dalam beberapa hal, lapisan tipis kemasan
menjadi penghalang untuk pembekuan tidak langsung ketika udara
dingin menjadi sumber pendingin.
Pembeku air blast bisa menjadi rancangan yang sederhana
seperti ruang pendingin. Dalam kondisi ini, produk diletakkan di
dalam ruangan, kemudian udara bersuhu rendah bersirkulasi di
sekitar produk. Dalam hal ini tipe yang digunakan adalah batch.
Kebanyakan pembeku air-blast tipe continious seperti Gambar 9.
Mekanisme sistem ini, produk dibawa oleh konveyor ke arah aliran
udara berkecepatan tinggi. Panjang dan kecepatan konveyor
menentukan waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan. Waktu yang
digunakan relatif sedikit jika menggunakan udara bersuhu rendah,
kecepatan udara tinggi, dan kontak yang baik antara kemasan dan
udara dingin.

9

Gambar 9 Sistem pembekuan air blast kontinu
1.3 Pembeku untuk bahan pangan cair
Pelepasan panas yang efisien dari bahan pangan cair bisa
dilakukan sebelum bahan tersebut dikemas. Penukar panas untuk
pembekuan pangan cair dirancang khusus untuk pembekuan, dengan
tabung penukar panas berada di sekeliling ruang produk menggunakan
evaporator kompresi uap. Pendekatan ini bisa mengatur dengan presisi
permukaan penukar panas dengan mengatur tekanan pada bagian lowpressure pada sistem refrigerasi.
Sistem pembekuan untuk bahan pangan cair bisa berupa batch
dan continious. Pada sistem batch menempatkan sejumlah cairan belum
terbekukan di dalam ruangan dan proses pembekuan terus berlangsung
hingga mencapai suhu yang diinginkan. Ruangan produk menempel
dengan permukaan penukar panas. Sistem pembekuan continious pada
bahan pangan cair diilustrasikan pada Gambar 10. Prinsip dasar sistem
continious adalah lapisan permukaan penukar panas menggunakan
refrigeran selama perubahan fase sebagai media pendingin. Rotor
berfungsi sebagai alat pencampur dan pisau scraper meningkatkan
pindah panas pada permukaan penukar panas. Untuk sistem continious,
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang dinginkan lebih cepat
dan menyediakan waktu untuk produk dikemas sebelum pembekuan
akhir.

Gambar 10 Sistem pembekuan kontinu pada bahan pangan cair

`
10
2. Sistem kontak langsung (Direct-contact system)
Beberapa sistem pembekuan untuk pangan terjadi kontak antara
refrigeran dan produk seperti yang diilustrasikan pada Gambar 11. Sistem ini
lebih efisien karena tidak adanya penghalang (lempeng) untuk transfer panas
antara refrigeran dan produk. Refrigeran yang digunakan dalam sistem ini
berupa udara bersuhu rendah dengan kecepatan tinggi atau refrigeran cair yang
berubah fasa ketika bersentuhan dengan permukaan produk. Sistem ini
dirancang untuk mencapai pembekuan cepat dengan istilah individual quick
freezing (IQF).
2.1 Air blast
Penggunaan udara temperatur rendah dengan kecepatan tinggi
dengan kontak langsung terhadap produk kecil disebut IQF. Kombinasi
udara temperatur rendah, koefisien konveksi pindah panas tinggi
(kecepatan udara tinggi), dan bentuk produk kecil menyebabkan waktu
pembekuan yang cepat atau pembekuan cepat. Sistem ini produk melewati
udara kecepatan tinggi pada konveyor yang bisa diatur waktu lewatnya.
Tipe produk yang bisa dibekukan dalam tipe sistem ini terbatas pada
geometris yang cocok dan kebutuhan pembekuan cepat untuk kualitas
maksimal.

Refrigeran
Gambar 11 Sistematik pembekuan kontak langsung
2.2 Perendaman (immersion)
Dengan perendaman produk pangan berada di dalam refrigeran,
suhu permukaan produk menurun hingga ke suhu sangat rendah. Dengan
asumsi produk relatif kecil, proses pembekuan dapat dicapai dengan
cepat atau disebut kondisi IQF. Untuk produk yang khas, waktu
pembekuan yang dibutuhkan sistem ini lebih sedikit dibandingkan
air-blast atau fluidized-bed. Produk dibawa ke bak cairan refrigeran dan
melewati cairan ketika perubahan fase refrigeran dari cair ke uap dan
menyerap panas dari produk seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Refrigeran yang umum digunakan untuk sistem ini adalah nitrogen dan
karbondioksida.

11

Gambar 12 Skematik sistem pembekuan immersion
Perancangan Sistem Refrigerasi
Beban Pendinginan
Beban pendinginan biasanya lebih dari satu sumber panas. Dalam
pembuatan refrigerasi, total beban pendinginan terbagi atas tiga yaitu (Dossat
1981):
1. Beban Dinding Insulator
Beban dinding biasanya disebut beban kebocoran dinding, yang di ukur
dengan laju pindah panas yang melalui dinding ruang pembekuan dari luar
menuju ke dalam. Selalu ada panas yang berasal dari luar menuju ke dalam
ruang pembeku jika suhu di dalam ruang pembeku lebih rendah dibandingkan
dari luar karena tidak ada insulator yang sempurna. Laju pindah panas yang
melalui dinding ruang pembeku merupakan fungsi dari tiga variabel, yang di
ekspresikan melalui persamaan :
Q = A U �T

(3)

Koefisien transmisi U adalah faktor yang terukur dari laju panas melalui
dinding dengan luas 1 m2 dari sisi satu ke sisi lainnya tiap perbedaan suhu 1K
antara bagian dalam dan luar. Nilai U dari masing-masing insulator berbeda,
nilai ini terdapat pada Lampiran 1. Persamaan untuk menentukan nilai U
adalah :
(4)
2.

Beban Produk
Beban produk adalah besar panas yang diambil oeh mesin pembeku
untuk mengurangi suhu produk hingga suhu yang diinginkan. Beban panas
dari bahan yang akan dibekukan dapat dihitung dengan persamaan :
Q  mb  Cp1(Ta  Tf )  mb  Hf  mb  Cp 2  (Tf  Ts)

3.

(5)

Beban Udara
Masuknya udara luar ke dalam ruangan pembeku meningkatkan jumlah
panas yang harus diambil oleh mesin pembeku. Dengan mengetahui laju
aliran udara masuk ke ruangan pembeku, penambahan beban pendinginan
dari udara dapat dihitung dengan persamaan :
(6)

`
12
Pipa Hisap
Karena posisi pipa yang relatif dari sistem, ukuran pipa hisap menjadi
penting dibanding jalur pipa lainnya. Ukuran pipa hisap yang terlalu kecil akan
mengakibatkan penurunan tekanan refrigeran yang berlebihan dan mengakibatkan
penurunan kapasitas dan efisiensi sistem. Kelebihan ukuran pipa hisap
mengakibatkan kecepatan uap refrigeran akan menurun yang mengakibatkan
kesulitan kembalinya uap refrigeran dari evaporator menuju cranckcase
kompresor.
Parameter penentuan ukuran pipa hisap berdasarkan besar kapasitas
refrigerasi yang digunakan dan suhu jenuh pada daerah hisap. Penentuan ukuran
pipa hisap berdasarkan tabel kapasitas minimum penentuan pipa hisap yang
terdapat pada Lampiran 2.
Kajian Eksergi
Dalam proses pembekuan terjadi perpindahan panas dan massa yang
mencakup transfer panas dari bahan ke media pembeku. Pembekuan merupakan
proses padat energi sehingga konsumsi energi dalam pembekuan terkait dengan
usaha penghematan energi. Oleh sebab itu, kajian energi merupakan kajian yang
penting untuk dilakukan dalam proses pembekuan. Untuk mengetahui besarnya
energi yang dapat dikonversikan dalam proses pembekuan tersebut serta untuk
mengetahui lokasi dan besarnya energi yang hilang dan tak terpakai diperlukan
metode analisis yang disebut dengan analisis eksergi. Analisis eksergi merupakan
penerapan hukum termodinamika ke dua.
Eksergi merupakan suatu bagian dari energi yang berguna. Analisis eksergi
menunjukkan terjadinya pengurangan signifikan pada total eksergi yang hilang
dan eksergi masukan berupa panas yang harus dipindahkan selama tahap
pembekuan. Hal ini dapat diperoleh dengan mengamati sebaran suhu sumber
pendingin ketika tahap pembekuan berlangsung. Sebaran suhu sumber pendingin
seharusnya memberikan penghematan yang berarti dalam penggunaan energi
selama tahap pembekuan (Bruttini et al. 2001)
Tambunan et al. (2003) menyebutkan bahwa persamaan untuk analisis
eksergi dimodifikasi dari penurunan persamaan oleh Brutini et al. (2001). Energi
yang dilepaskan oleh suatu produk yang dibekukan terdiri atas panas sensibel
sebelum perubahan fase, panas laten selama perubahan fase, dan panas sensibel
setelah terjadi perubahan fase hingga suhu akhir dicapai.
Persamaan umum keseimbangan energi :
E-U = ΔU = - Q = ΔHfs

(7)

ΔHfs = mdr (1+y) [Cp1 (Tphc – T0)] – γ(mdr)yΔHf + mdr (1+y) ×
[Cp2 (Tspds –Tphc)]
S1-S2 = ∫

ΔSfs = ∫

(8)
(9)
(10)

13
ΔSfs = ∫

dr(1+y)

[Cp1 (Tphc – T0)] – ∫ (mdr)yΔHf + ∫

dr (1+y)

×

[Cp2 (Tspds –Tphc)]

]- γ(mdr)y[

ΔSfs = mdr(1+y)[

] + mdr(1+y)[

(11)
(

dimana :

)]

(12)
(13)

Panas (Qfs) yang harus dihilangkan selama tahap pembekuan harus sama
dengan perubahan entalpi selama pembekuan, sehingga
Qfs = ΔHfs

(14)

Perubahan eksergi, ΔEfs, selama tahap pembekuan diperoleh dari persamaan
berikut :
ΔEfs = ΔHfs - T0ΔSfs

(15)

Perubahan eksergi (ΔEfs) dapat diperoleh dari selisih keseimbangan entropi
yang telah dikalikan dengan suhu lingkungan (T 0) terhadap keseimbangan energi.
Perubahan eksergi dalam proses pembekuan adalah jumlah perubahan eksergi
pada tiap tahap pembekuan. Adapun eksergi input yang digunakan untuk
membekukan dipengaruhi oleh suhu media pembeku (T cs). Persamaan eksergi
input yang bisa digunakan adalah sebagai berikut (Bruttini et al. 2001) :
Ex,in = Qfs

(16)

Ex,in-1= Q1

(17)

Ex,in-2= Qb(
Ex,in-3= Q2

)

(18)
(19)

Kehilangan eksergi merupakan selisih dari eksergi input dengan perubahan
eksergi, yaitu :
Ex,loss = Ex,in – ΔEx

(20)

= ΔHfs

(21)

Qfs

Ex,loss1 = [ (mdr (1+y) Cp1 (Tphc – T0))

] – T0 mdr (1+y) ×

`
14
Cp1

(

)

(22)

= T0 mdr (1+y) Cp1

(

Ex,loss2 = -γ mdr y hf,air (

)

(23)

)- T0 γ mdr y hf,air (

= T0 γ mdr y hf,air (

)

(

)

= T0 mdr (1+y) Cp2(

(

)

(24)
(25)

] – T0 mdr (1+y) ×

Ex,loss3 = [ (mdr (1+y) Cp2 (Tspds – Tphc))
Cp2(

)

(26)
)

)

(27)

Adapun efisiensi eksergi dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:
�II =

�II =

x 100%

(28)

x 100%

(29)

METODOLOGI PELAKSANAAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret hingga bulan Juli 2013 di
Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komponen pembuatan
mesin pembeku seperti kompresor, kondensor, katup ekspansi, pipa, lempeng,
filter dryer, dan air sebagai bahan pengujian.
Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah alat yang mendukung untuk
merakit mesin pembeku yaitu, pemotong, tubber, mesin las dll. Pada saat

15
pengujian dilakukan pengukuran suhu menggunakan alat hybrid recorder
Yokogawa tipe HR-2500E dengan termokopel tipe C-C dan kWh meter.
Prosedur Penelitian
Mulai

Perancangan Alat

Analisis Kinerja
Mesin Pembeku

Analisis Eksergi

Kerja Kompresi,
Pelepasan Kalor,
Efek Refrigerasi dan
COP

Efisiensi Energi dan
Eksergi

Selesai

Gambar 13 Diagram alir penelitian

`
16
Perancangan mesin pembeku mengikuti langkah-langkah proses desain
teknik seperti diagram di bawah ini :

Gambar 14 Diagram proses desain
Setelah dilakukan pengujian maka dilakukan analisis kinerja mesin
pembeku dan analisis eksergi. Dibawah ini dijelaskan persamaan perhitungan
kinerja mesin pembeku :
1. Kerja Kompresi
Kerja kompresi (kJ/kg) merupakan perubahan entalpi pada proses kompresi
isentropik, yang dapat dihitung dengan persamaan :
Kerja kompresi = h2 - h1
(30)
2. Pelepasan Kalor
Pelepasan kalor (kJ/kg) adalah perpindahan kalor dari refrigeran ke lingkungan
pada proses pengembunan, yang dapat dihitung dengan persamaan :
Pelepasan kalor = h2 – h3
(31)
3. Efek refrigerasi (kJ/kg) adalah kalor yang diambil di sekitar evaporator, yang
dapat dihitung dengan persamaan :
Efek refrigerasi = h1 – h4
(32)

17
4. COP (Coefficient of Performances)
COP merupakan efek refrigerasi dibagi dengan kerja kompresi, yang dapat
dihitung dengan persamaan :
h1  h 4
COP = 
h 2  h1

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Perancangan
Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil penelitian Kamal (2008), pengembangan sistem
pembekuan suhu bertahap (pembeku eksergetik) terbukti dapat meningkatkan
efisiensi eksergi sekitar 1.0-13.0 %, yaitu dari 50.9 % pada sistem pembekuan
suhu tetap hingga sekitar 51.2-63.4 % pada sistem pembekuan eksergetik. Selain
itu sistem pembekuan eksergetik juga dapat menurunkan kehilangan eksergi dari
semula 33.2 kJ/kg pada sistem suhu tetap menjadi 19.4 kJ/kg pada sistem suhu
bertahap. Sistem pembekuan eksergetik Kamal (2008) menggunakan satu
kompresor untuk tiga evaporator atau yang sering disebut refrigerasi
multievaporator. Perpindahan produk dari satu evaporator ke evaporator lainnya
menggunakan wadah seperti terlihat pada Gambar 15, yang digerakkan oleh poros
berulir dari evaporator satu ke evaporator lainnya. Pergerakan wadah produk
tersebut mengakibatkan terjadinya gesekan antara dasar wadah dengan lempeng
pembeku. Gesekan antara dasar wadah dengan lempeng pembeku mengakibatkan
suhu wadah meningkat. Hal ini menimbulkan kerugian termal yang ditunjukkan
oleh peningkatan suhu rata-rata sekitar 4-5 oC antara wadah produk dengan
lempeng.
Berdasarkan analisis masalah di atas maka mesin pembeku yang akan
dirancang adalah mesin pembeku dengan suhu media bertahap yang tidak
menyebabkan kerugian termal. Konsep mesin pembeku yang akan dirancang
adalah suhu media pembeku dapat divariasikan dengan cara mengatur besar
pembukaan katup ekspansi. Katup ekspansi yang digunakan berjumlah tiga hal ini
dikarenakan adanya tiga fase dalam proses pembekuan. Sehingga dalam
perancangan, suhu evaporator dapat bervariasi dan menggunakan satu media
(lempeng) pembeku. Kelebihan penggunaan satu media pembeku adalah tidak
terjadinya kerugian termal karena tidak adanya gesekan wadah dengan media
pembeku yang disebabkan oleh perpindahan produk.

`
18

Gambar 15 Mesin pembeku eksergetik Kamal (2008)
Perumusan Dan Penyempurnaan Konsep Desain
Perumusan konsep desain terdiri atas struktur fungsi dan solusi alternatif
dari masing-masing struktur fungsi mesin pembeku yang akan dirancang.
1. Struktur Fungsi
Struktur fungsi mesin pembeku yang akan dirancang memiliki empat
komponen utama, yaitu :
1. Kompresor
Kompresor berfungsi untuk menggerakkan sistem refrigerasi agar dapat
mempertahankan suatu perbedaan tekanan rendah dan tekanan tinggi pada
sistem. Ada dua hal yang dilakukan kompresor dalam melaksanakan
fungsinya. Yang pertama adalah menghisap uap refrigeran dari evaporator
dan menciptakan tekanan rendah di evaporator. Dengan demikian
memungkinkan cairan refrigeran mendidih dan menguap pada suhu rendah.
Panas yang diserap dari bahan yang akan didinginkan dibutuhkan untuk
penguapan refrigeran. Yang kedua yaitu memampatkan uap refrigeran yang
diisap dari evaporator, sehingga tekanan dan suhu refrigeran meningkat
menuju kondensor untuk diembunkan menjadi cairan oleh udara dan air di
kondensor.
2. Kondensor
Kondensor adalah bagian mesin pembeku yang menerima uap panas
bertekanan tinggi dari kompresor. Kondensor berfungsi untuk mengubah
wujud refrigeran uap panas bertekanan tinggi menjadi refrigeran cair
bertekanan tinggi. Prinsipnya adalah dengan menghilangkan panas
sensibelnya yang diikuti oleh penghilangan panas laten.
3. Katup ekspansi
Katup ekpansi secara umum berfungsi untuk menurunkan tekanan
tinggi refrigeran cair ke tekanan yang lebih rendah dengan cara mengubah
bentuk refrigeran cair menjadi butir-butir air ketika melewati evaporator.
4. Evaporator
Evaporator berfungsi untuk mengubah refrigeran cair menjadi uap
dengan menyerap panas panas dari ruangan pembeku.

19
2. Rancangan Konseptual
Sistem pembekuan yang akan dirancang menggunakan tiga katup
ekspansi. Penggunaan tiga katup ekspansi bertujuan suhu media pembeku
dapat divariasikan menjadi tiga tingkat suhu. Variasi suhu media pembeku
dilakukan dengan cara mengatur besar bukaan katup ekspansi. Di bawah ini
adalah beberapa pilihan solusi pengaturan pemindahan dari katup ekspansi satu
ke katup ekspansi lainnya :
1. Termostat

Gambar 16 Skema rancangan sistem pembekuan menggunakan termostat
2.

Mikrokontroler

Gambar 17 Skema rancangan sistem pembekuan menggunakan
mikrokontroler
3.

Manual

Gambar 18 Skema rancangan sistem pembekuan manual

`
20
Rancangan konseptual mesin pembeku dipilih dari beberapa alternatif yang
ada. Konsep sistem mesin pembeku yang dipilih adalah pengaturan perpindahan
penggunaan katup ekspansi manual. Pemilihan konsep ini dikarenakan konsep ini
memerlukan jumlah komponen yang lebih sedikit dibandingkan dengan konsep
mikrokontroler sehingga biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Dalam hal
ketelitian, konsep papan panel lebih baik dibandingkan dengan termostat. Dengan
beberapa kelebihan yang dimiliki oleh konsep manual, maka yang digunakan
dalam perancangan adalah konsep manual.
Perpindahan katup ekspansi pada konsep manual menggunakan solenoid
valve tipe close normally. Solenoid valve tipe close normally hanya akan terbuka
jika diberi arus. Setiap solenoid valve pada konsep manual memiliki kontrol on-off
masing-masing. Sehingga, jika menginginkan katup ekspansi pertama terbuka
maka kondisi kontrol pertama adalah on, sedangkan kontrol katup ekspansi
lainnya off. Begitu juga untuk katup ekspansi kedua dan ketiga.
Analisis/Perhitungan
1. Kompresor
Pemilihan kompresor menjadi dasar untuk mengembangkan perancangan
mesin pembeku yang akan dibuat. Pemilihan kompresor berdasarkan tiga
kriteria yaitu, kapasitas refrigerasi, suhu, dan jenis refrigeran. Kompresor yang
dipilih berdasarkan ketersediaan kompresor. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan
spesifikasi masing-masing kompresor yang tersedia :
Tabel 1 Spesifikasi kompresor yang tersedia
Keterangan
Merk
Tipe
Kapasitas refrigerasi (watt)
Refrigeran
Ketercapaian suhu (oC)
Volt/Hz
Displacement

Kompresor 1
Kulthorn Kirby
AE 2415 AK
380
R 12
220–240/50
16.08 cc/hr

Kompresor 2
TECUMSEH
AE Z4430 E
718
R 22
-15
220-240/50
5.7 cm3

Kompresor 3
Kulthorn Kirby
AE 2410 AK
270
R 12
220-240/50
12.05 cc/hr

Tabel 2 di bawah ini menunjukkan penilaian masing-masing kriteria
yaitu kapasitas refrigerasi, suhu dan refrigeran. Pemilihan kompresor
berdasarkan kapasitas refrigasi yaitu besar kapasitas refrigerasi adalah minimal
total beban pendinginan perancangan. Total beban pendinginan perancangan
merupakan gabungan beban pendinginan dari produk, beban perpindahan
panas akibat perbedaan suhu di dalam dan luar ruang pembeku, dan udara
panas di dalam ruang pembeku yang dihitung menggunakan persamaan 3-6.
Total beban pendinginan perancangan kali ini adalah 271.73 watt. Rincian
perhitungan total beban pendinginan terdapat pada Lampiran 3.
Kapasitas refrigerasi minimal yang dibutuhkan untuk perancangan kali
ini adalah 271.73 watt, sehingga kompresor tiga tidak mampu memenuhi
kebutuhan minimal beban pendinginan yang dibutuhkan. Besar kapasitas
refrigerasi kompresor pertama melampaui kebutuhan kapasitas refrigerasi
minimal beban pendinginan yang dibutuhkan. Akan tetapi besar kapasitas
refrigerasi kompresor pertama tidak terlalu besar dari beban pendinginan

21
minimal sehingga dalam parameter ini kompresor pertama termasuk dalam
kategori cukup, sedangkan kompresor dua termasuk dalam kategori baik
karena kapasitas refrigerasinya adalah 718 watt.
Tabel 2 Penilaian tiap kompresor
Parameter
Kapasitas
refrigerasi
Suhu
Refrigeran
Total nilai
Keterangan :

Bobot nilai

Kompresor 1

Kompresor 2

Kompresor 3

35 %

3

3

1

35 %
30 %

1
1
1.7

3
3
3

1
1
1

Jika parameter penilaian terhadap kompresor tersebut baik maka diberi nilai 5,
cukup diberi nilai 3, dan tidak baik diberi nilai 1.

Kriteria selanjutnya dalam pemilihan kompresor adalah suhu dan jenis
refrigeran. Suhu di sini berarti suhu terendah yang dapat dicapai oleh
kompresor tersebut. Target suhu yang diinginkan pada perancangan adalah
-20 oC, namun dari ketiga kompresor yang tersedia tidak ada yang mampu
mencapai suhu yang diinginkan perancang. Pilihan terbaik adalah kompresor
dua karena memiliki kemampuan untuk mendinginkan hingga -15 oC.
Kemampuan mencapai suhu terendah kompresor satu dan tiga lebih rendah
daripada kompresor dua, sehingga termasuk dalam kategori tidak baik.
Pemilihan refrigeran berdasarkan dampak terendah terhadap kerusakan
lingkungan. Parameter kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh refrigeran
ada dua hal yaitu, ozone depletion potential (ODP) dan global warming
potential (GWP). Semakin rendah nilai kedua parameter ini maka semakin
rendah dampak kerusakan lingkungan yang terjadi jika refrigeran terlepas ke
udara bebas. Nilai ODP dan GWP R-12 adalah 1.0 dan 2.400, sedangkan nilai
ODP dan GWP R-22 adalah 0.05 dan 1.200. Berdasarkan nilai ODP dan GWP
maka R-22 menjadi pilihan yang terbaik. Berdasarkan penilaian terhadap
ketiga kompresor tersebut, maka kompresor yang terbaik adalah kompresor dua,
yaitu kompresor TECUMSEH AE Z4430 E.
2. Ruang Pembeku
Ruang pembeku yang digunakan adalah yang sudah tersedia. Ruang
pembeku ini memiliki ukuran luar 36.7 cm × 31 cm × 26 cm. Dinding ruang
pembeku memiliki beberapa lapisan, yaitu dari yang paling luar triplek dengan
ketebalan 3 mm, lapisan selanjutnya adalah styrofoam dengan ketebalan 50
mm, dan lapisan yang paling dalam adalah triplek dengan ketebalan 3 mm.
Berdasarkan persamaan 4, nilai koefisien pindah panas dinding ruang pembeku
adalah 0.56 W/m2K. Nilai koefisien pindah panas dinding ruang pembeku ini
sudah cukup rendah sehingga layak digunakan sebagai ruang pembeku.
Ukuran ruang pembeku bagian dalam adalah 25.1 × 24.7 × 14.8 cm.
Ukuran ruang pembeku bagian dalam menjadi acuan untuk menentukan ukuran
media pembeku.

`
22

Gambar 19 Ruang pembeku
3. Lempeng Pembeku
Penentuan ukuran lempeng pembeku seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah berdasarkan ukuran dalam ruang pembeku. Hal ini
dilakukan untuk memaksimalkan pengambilan panas dari produk dan udara
yang ada di dalam ruang pembeku. Ukuran media pembeku yang digunakan
adalah 20 × 20 cm dengan ketebalan 3 mm. Bahan media pembeku yang
digunakan adalah tembaga. Pemilihan tembaga dikarenakan nilai konduktivitas
panas tembaga tinggi, yaitu 401 W/mK pada suhu 25 oC.
4. Pipa Hisap
Nilai kapasitas refrigerasi kompresor yang digunakan dijadikan acuan
untuk menentukan ukuran pipa hisap. Besar kapasitas refrigerasi yang
digunakan adalah 718 watt. Dengan menggunakan nilai kapasitas refrigerasi
maka ukuran pipa hisap adalah 5/8 in (15.87 mm). Penentuan nilai ini
berdasarkan tabel kapasitas minimum (kW) untuk penentuan ukuran pipa hisap
yang terdapat pada Lampiran 2.
5. Koil Evaporator
Koil evaporator berfungsi sebagai jalur refrigeran mengambil panas dari
produk atau udara dalam ruangan pembeku. Penentuan besar ukuran pipa koil
evaporator adalah sama dengan ukuran pipa hisap.
6. Kondensor
Kondensor berfungsi untuk melepaskan kalor dari refrigeran di dalam
tekanan yang sama. Pemilihan kondensor kali ini berdasarkan pasangan
kompresor yang tersedia.
7. Katup ekspansi
Katup ekspansi berfungsi untuk menurunkan tekanan refrigeran dalam
fase cair untuk dialirkan ke evaporator. Pemilihan katup ekspansi berdasarkan
jenis refrigeran yang digunakan, ukuran keluaran dan masukan katup, dan suhu
refrigeran yang dialirkan. Katup ekspansi yang cocok dengan perancangan
pada penelitian ini adalah Danfoss TX 2.

23

Gambar 20 Koil evaporator dan media pembeku
8. Filter Dryer
Komponen ini berfungsi menyaring kotoran dan menghilangkan uap air
yang kemungkinan masih tertinggal pada sistem refrigerasi. Filter dryer
dipasang pada liquid line, yakni saluran yang menghubungkan antara keluaran
kondenser dengan alat ekspansi. Kriteria pemilihan filter dryer adalah jenis
refrigeran dan rentang suhu yang dapat dialirkan.

Gambar 21 Filter dryer
Gambar 21 menunjukkan sketsa filter dryer. Berturut-turut komponen filter
dryer adalah inlet, pegas, saringan molekular, kasa polyester, pelat berlubang, dan
tutup segel. Aliran refrigeran masuk melalui inlet, kemudian menuju saringan
molekular. Saringan molekular berfungsi untuk menangkap air. Setelah melalui
saringan molekular, refrigeran masuk ke kasa polyester yang berfungsi untuk
untuk menyaring dan menahan kotoran yang besarnya 15 - 21 μm, namun kotoran
yang lebih kecil daripada itu masih bisa bersirkulasi dalam sistem namun tidak
terlalu membahayakan sistem refrigerasi. Refrigeran kemudian keluar menuju
katup ekspansi.
Pembuatan Alat
Semua komponen fungsi mesin pembeku dirakit menjadi mesin pembeku
yang utuh. Perakitan dimulai dari pembentukan pipa koil. Pipa koil merupakan
gabungan dari pipa U dan pipa biasa berbahan tembaga. Penyambungan pipa U
dengan pipa biasa menggunakan las. Setelah pipa koil dibentuk, kemudian
ditempelkan ke lempeng pembeku yang telah tersedia sebelumnya. Penempelan

`
24
pipa koil ke lempeng pembeku menggunakan las. Selanjutnya adalah pembuatan
susunan pipa katup ekspansi dan solenoid valve. Susunan pipa ini memperhatikan
dimensi dari solenoid valve sehingga tidak berimpitan satu sama lain. Setelah pipa
untuk katup ekspansi dan solenoid valve selesai, kemudian dirangkaikan ke pipa
koil yang sudah ada di dalam ruang pembeku. Kemudian pipa katup ekspansi
dihubungkan ke filter dryer, kondensor dan kompresor. Penyusunan ko