Analisis Faktor – Faktor Yang Memengaruhirisiko Produksi Ikan Gurame Di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMENGARUHI
RISIKOPRODUKSI IKAN GURAME DI KECAMATAN 2 X 11ENAM
LINGKUNG, SUMATERA BARAT

GUSPIANTI NURMELIA SARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

ABSTRAK
GUSPIANTI NURMELIA SARI. Analisis Faktor – Faktor yang MemengaruhiRisiko
Produksi Ikan Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat. Dibimbing
oleh NETTI TINAPRILLA.
Tahun 2005 – 2013 produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat mengalami
fluktuasi yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Tahun 2013 adalah puncak
Provinsi Sumatera Barat memproduksi ikan gurame dengan total produksi tertinggi se
Indonesia. Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung adalah daerah di Provinsi Sumatera Barat
yang dijadikan sebagai acuan minapolitan ikan gurame di Sumatera Barat. Penelitian ini
bertujuan menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang

dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Penelitian
dilakukan menggunakan model fungsi produksi Just and Popedengan melihat nilai – nilai
dari fungsi produksi rata – rata dan fungsi varians untuk menganalisis faktor–faktor
produksi yang memengaruhi risiko.Hasil pendugaan parameter produktivitas
menunjukkan bahwa penggunaan pakan alami, obat–obatan dan kapur yang berlebih
dapat menyebabkan penurunan produktivitas ikan gurame. Sedangkan semakin banyak
benih, pakan buatan berupa pelet, dan pupuk yang lebih banyak akan meningkatkan
produktivitas ikan gurame. Berdasarkan hasil parameter fungsi varians produktivitas
menunjukkan bahwa pupuk dan kapur dapat menimbulkan risiko.
Kata kunci : Fungsi Produksi, Fungsi Varians, Just and Pope, Ikan Gurame, Risiko
Produksi.

ABSTRACT
GUSPIANTI NURMELIA SARI. Analysis of Production Factors Affecting Production
Risk of Gourame in 2 x 11 Enam Lingkung, West Sumatra. Supervised by NETTI
TINAPRILLA.
In 2005 - 2013 the gourame production in West Sumatra has fluctuated it was
indicate production risk . 2013 was the peak of West Sumatra province producing
gourame with the highest total production in Indonesia. District of 2 x 11 Enam
Lingkung is an area in the province of West Sumatra were used as reference Minapolitan

gourame. The aimed of study is to analyze the influence of factors production towards the
production risks faced by the gourame farmers in District 2 x 11 Six Lingkung . The
study was conducted with models Just and Pope production function to analyze factors factors that affect the production risk. The result of average productivity estimation
parameter showed that the use of natural feed, drugs - drugs and excess lime can cause a
decrease in gourame productivity. Additional seeds, artificial feed (pellets), and fertilizer
will increase carp productivity. Based on the results of productivity variance function
parameters indicate that fertilizer and lime may pose a risk.
Keyword : production risk, gourame, just and pope, production function, variance
function.

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMENGARUHI
RISIKOPRODUKSI IKAN GURAME DI KECAMATAN 2 X 11ENAM
LINGKUNG, SUMATERA BARAT

GUSPIANTI NURMELIA SARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

Judul Skripsi : Analisis Faktor- Faktor yang Memengarhi Risiko Produksi Ikan
Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enm Lingng, Sumatera Barat.
Nama

: Guspianti Nurmelia Sari

NIM

: H34134041

Disetujui Oleh

Dr Ir Ne i T naprilla, MM

Pembimbing

achmina MSi

i Departemen

...:-

Tanggal lulus

:

2 7 JA�. 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor–Faktor Yang
Memengaruhi Risiko Produksi Ikan Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung,
Sumatera Baratadalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Guspianti Nurmelia Sari
NIM H34134041

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalampenelitian yang
pengumpulan datanya dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai Mei 2015 ini ialah
risiko produksi, dengan judul Analisis Risiko Budidaya Ikan Gurame di Kecamatan 2 X
11 Enam Lingkung, Sumatera Barat.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla MM selaku
pembimbing, Bapak Suharno M Adv selaku Dosen Evaluator, saudari Hayyu Draifi
Marla sebagai pembahas pada saat seminar hasil, Ibu Dr Ir Anna Fariyanti Msi selaku
dosen penguji utama, Bapak Feryanto W. Karo-Karo Msi selaku dosen penguji komisi

pendidikan yang telah memberikan saran dan penilaian dalam penyempurnaan pembuatan
skripsi. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada UngkuH.Asman, Ibu Hj.
Syamsuarni, Papa Sabaruddin, Kakak Leni, Abang Hendra dan Doni yang selalu
mendoakan serta memberikan dukungan baik secara moril dan materil, semangat dan
kasih sayang yang tak hingga. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak
Camat 2 x 11 Enam Lingkungbeserta staff dan jajarannya, kepada Bapak wali Nagari
Sungai Asam beserta jajaran wali korong, wali Nagari Lubuak Pandan beserta jajaran
wali korong, wali Nagari Sicincin beserta jajaran wali korong, terkhusus kepada uni uun,
serta para petani ikan gurame di kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Serta sahabatsahabat, kawan, dan teman-teman alih jenis angkatan 4 atas kerjasama dan dukungannya
selama ini.
Semoga karya tulis ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016

Guspianti Nurmelia Sari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA
Prospek Perikanan di Indonesia
Risiko Budidaya Ikan Gurame
Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian
Sumber–Sumber Risiko Ikan Air Tawar
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis

Analisis Model Fungsi Produksi Just And Pope
Model Analisis Regresi Berganda
Multikolinearitas Pada Variabel Independent
Komponen Error Heteroscedaticity
Uji Durbin Watson d Statistics
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Potensi Umum Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung
Batas Wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung
Luas Wilayah Menurut Penggunaan
Potensi Perikanan Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung
Budidaya Gurame di Kolam
Potensi Sumberdaya Manusia
ANALISIS RISIKO PRODUKSI IKAN GURAME
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Uji Multikolinieritas
Uji Autokolerasi
Uji Heteroskedastisitas
Analisis Faktor – Faktor yang Memengaruhi Produktivitas Ikan Gurame
Analisis Faktor – faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Ikan Gurame
KESIMPULAN

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran

vi
vi
vi
1
1
4
7
8
8
8
8
9
10
10
11

11
16
17
17
18
18
19
19
19
23
23
24
24
25
25
25
26
26
28
29

30
30
30
31
32
32
35
39
39
39
40
42

DAFTAR TABEL
1 Volume produksi perikanan tahun 2008–2012
2 Produksi ikan gurame tahun 2013
3 Jumlah pembudidaya ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2013
4 Produksi perikanan budidaya per kecamatan
5 Produksi ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2009 -2012
6 Batas wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun 2015
7 Luas daerah menurut nagari atau korong di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung
8 Persentase luas lahan menurut penggunaan
9 Produksi perikanan budidaya di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun
10 Luas dan produksi perikanan darat menurut nagari atau korong
11 Perbedaan sistem budidaya ikan gurame di kolam
12 Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2014
13 Hasil pengujian multikolinieritas
14 Nilai d pada kedua fungsi
15 Hasil dugaan fungsi produksi rata-rata budidaya ikan gurame
16 Takaran pakan alami dari dedaunan untuk 100 ekor gurame
17 Hasil pendugaan persamaan Variance produktivitas ikan gurame

1
2
4
5
6
25
26
26
27
27
28
29
31
31
32
34
36

DAFTAR GAMBAR
3
6
7
13
17
24

1 Produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 – 2013
2 Fluktuasi produksi ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung
3 Produktivitas ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun, 2015
4 Kurva Produksi
5 Kerangka operasional
6 Statistik d Durbin - Watson

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian
2 Hasil pengujian produksi rata–rata
3 Hasil pengujian varians produktivitas
4 Hasil pengujian heteroskedastisitas

42
49
53
57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan salah satusektoragribisnis yang pada saat ini masih
memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di
Indonesia. Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan
budidaya. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan volume produksi
perikanan nasional yang berasal dari perikanan budidaya terus mengalami kenaikan setiap
tahunnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kenaikan rata-rata dari volume produksi
perikanan tahun 2008-2012 terbesar pada sektor perikanan budidaya yaitu sebesar 25.95
persen. Persentase terbesar disumbang oleh perikanan budidaya dengan kolam yaitu
sebesar 32.07 persen selama kurun waktu 2008-2012.
Tabel 1 Volume produksi perikanan tahun 2008 - 2012
Rincian
2008
Perikanan Tangkap
Perikanan 4 701 933
laut
Perairan
301 182
umum
Perikanan Budidaya
B. laut
1 966 002
Tambak
959 509
Kolam
479 167
Keramba
75 769
Jaring
263 169
Apung
Mina
111 584
Padi
Jumlah
8 858 315

Tahun
2009

2010

Kenaikan (%)
2011

2012

2008-2012

4 812 235

5 039 446

5 345 729

5 435 633

3.71

295 736

344 972

368 542

393 561

7.12

2 820 083
907 123
554 067
101 771
238 606

3 514 702
1 416 038
819 809
121 271
309 499

4 605 827
1 602 748
1 127 127
131 383
375 430

5 769 737
1 756 799
1 433 820
178 367
455 012

31.10
18.36
32.07
24.39
15.72

86 913

96 605

86 448

81 818

-6.71

9 816 536

11 662 341

13 643 233 15 504 747

15.06

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan,2012 (diolah)

Peningkatan volume produksi perikanan budidaya tahun 2008-2012
memperlihatkan bahwa sektor perikanan sangat baik dikembangkan.Persentase kenaikan
dari tahun 2008-2012 menunjukkan bahwa hampir disemua sektor perikanan budidaya
kecuali mina padi mengalami kenaikan rata-rata diatas 10 persen, berbanding terbalik
dengan persentase kenikan dari perikanan tangkap yang hanya mengalami rata-rata
peningkatan kenaikan lima persen. Hal ini dapat disebabkan karena sektor perikanan
budidaya menghasilkan produk yang dapat ditakar nilai produksinya sehingga
menghasilkan kuantitas dan kualitas konstan dan berkesinambungan.
Peningkatan volume produksi perikanan budidaya tahun 2008-2012 juga
memperlihatkan bahwa program prioritas pembangunan kelautan dan perikanan saaat ini
lebih berfokus pada upaya peningkatan produksi perikanan budidaya. Berdasarkan visi
dan misi yang di canangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang
menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada
tahun 2015. Target peningkatan produksi tersebut dicanangkan sebesar 353 persen dan
peningkatan produksi perikanan budidaya merupakan andalan untuk dapat mewujudkan

2

visi KKP itu. Volume produksi perikanan budidaya yang lebih besar dibanding perikanan
tangkap juga menunjukkan perkembangan yang pesat pada perikanan budidaya.
Salah satu jenis perikanan budidaya yang saat ini digemari adalah ikan gurame.
Gurame merupakan salah satu komoditas unggulan ikan konsumsi air tawar yang cukup
prospektif untuk dapat dikembangkan (Mahyuddin 2009). Selain itu adanya program
Mina Politan dari pemerintah untuk mendongkrak produksi perikanan budidaya komoditi
gurami semakin cerah (Saparianto 2011). Mina politan merupakankonsep pembangunan
ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip
terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan (DKPPP2015). Program ini menetapkan
tujuh komoditas ikan andalan diantara adalah ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele
(Clarias sp), ikan patin (Pengasius pengasius), ikan baung (Hemibgrus sp), ikan bawal
(Colossoma sp), ikan sepat siam (Trichogaster sp), udang galah (Macrobrachium
rosenbergii), ikan nila (Orechromis niloticus) dan ikan gurame (Osphronemus gouramy).
Menurut Firshat FAO (2013),perbandingan total produksi ikan gurame nasional
terhadap total produksi ikan gurame dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2011
Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi produk gurame dunia dengan
memberikan sharesekitar 95.6 persen (terhadap total produksi ikan gurame dunia),
disusul Thailand dengan share sebesar 4.06 persen.Ini membuktikan bahwa dikalangan
pebisnis ikan gurame, bisnis usaha ikan gurame memang sangat menjanjikan sehingga
mereka tertarik untuk berbisnis ikan gurame.
Selain itu, fakta dilapangan menunjukkan bahwa ikan gurame merupakan salah
satu komoditas unggulan ikan konsumsi air tawar yang cukup prospektif utuk dapat
dikembangkan karena harga jualnya yang cukup stabil tinggi di tingkat petani yaitu
mencapai Rp 25000 – Rp 28000 per kilogram dibandingkan ikan lele, ataupun ikan mas.
Ikan gurame memiliki nilai ekonomi tinggi, karena harga jual dipasaran paling baik
dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, permintaan pasar akan ikan gurame juga
masih cukup tinggi dan masih belum terpenuhi karena produksinya masih kurang.
Sebagai bahan pangan ikan gurami juga memiliki nilai gizi yang baik, rasanya lezat, gurih
dan berteskstur daging yang lembut sehingga usaha budidaya ikan ini sangat berpotensi
untuk dikembangkan.
Provinsi Sumatera Barat, merupakan salah satu dari tiga provinsi sentra ikan
gurame di Indonesia. Dimana pada tiap tahunnya provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa
Barat dan Provinsi Jawa Timur saling bersaing untuk menjadi provinsi dengan produksi
ikan gurame paling tinggi. Pada tahun 2013 provinsi Sumatera Barat memperoleh hasil
produksi perikanan budidaya tertinggi dengan total produksi yang mampu dicapai oleh
Provinsi ini adalah sebesar 19 950 ton. Tabel 2 menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera
Barat bahkan mampu menyaingi Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang merupakan
sentra perikanan budidaya ditahun-tahun sebelumnya.
Tabel 2 Produksi ikan gurame tahun 2013
No
1
2
3
4

Daerah
Sumatera Barat
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Total Nasional

Tahun 2013 (ton)
19 951
19 771
9 753
17 979
94 605

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan 2014 (diolah)

Perkembangan produksi ikan gurame di provinsi Sumatera Barat ditiap tahunnya
cenderung berfluktuasi namun memiliki tren meningkat. Gambar 1 memperlihatkan
fluktuasi produksi ikan gurame yang dialami dengan kecendrungan trend meningkat.
Berdasarkan hasil wawancara dilapang diperoleh fakta bahwa fluktuasi yang terjadi ini

3

erat keaitannya dengan adanya wabah bakteri aeromonas yang terjadi di rentang tahun
2008 -2010, dimana sampai saat ini belum ditemukan obat atau penaggulangan terbaik
yang dapat dilakukan ketika ikan terjangkit bakteri aeromonas. Penyakit aeromonas atau
yang lebih dikenal dikalangan petani dengan sebutan penyakit borok ikan berasal dari
bakteri Aeromonas hydrophila, bakteri ini umumnya hidup di air tawar yang mengandung
bahan organik tinggi, salah satu ciri ikan yang terjangkit bakteri ini adalah ditemukannya
borok di tubuh gurame (Mahyuddin 2009).
Produksi Ton
25000
20000
15000
10000
5000
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 1 Produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 – 2013
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, 2013 (diolah)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa provinsi Sumatera Barat kerap mengalami
penurunan produksi, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor dan beberapa
diantaranya diduga disebabkan oleh faktor risiko produksi. Adanya risiko produksi dalam
kegiatan budidaya ikan gurame menyebabkan penurunan jumlah produksi bahkan
menyebabkan gagal panen. Ikan gurame merupakan ikan budidaya dengan masa waktu
budidaya yang lama dibanding ikan konsumsi air tawar jenis lainnya. Proses produksi
yang lama ini tentunya memiliki konsekuensi terhadap biaya peluang hama dan penyakit
yang lebih tinggi dibanding ikan konsumsi air tawar lainnya dengan umur produksi yang
lebih pendek, terutama penyakit aeromonas yang pernah menjadi wabah ikan besar di
provinsi ini. Penyakit aeromonas sangat sulit ditangani dan penularannya dapat melalui
air irigasi, selain itu penyakit ini dapat mengakibatkan kematian massal ikan gurame.
Selain itu, faktor-faktor produksi diduga juga memiliki faktor risiko dalam berbudidaya
ikan gurame karena penggunaan pakan, benih yang unggul, pupuk, kapur dan obat –
obatan yang digunakan yang lebih panjang dibandingkan ikan tawar konsumsi lainnya.
Melihat dari adanya tingkat risiko yang dihadapi dalam budidaya ikan gurame
tersebut, maka perlu dilakukan pengelolaan atas risiko yang dihadapi tersebut untuk
mendapatkan keputusan yang tepat sehingga risiko dapat dihindari ataupun dikurangi.
Kedua upaya tersebut merupakan cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko
yang akan atau belum terjadi, namun sebelumnya petani harus mengetahui terlebih
dahulu sumber-sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko. Strategi pengelolaan
risiko yang bertujuan menekan dampak risiko dalam budidaya ikan gurame menjadi suatu
hal yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko budidaya ikan
gurame penting untuk dilakukan.

4

Perumusan Masalah
Kabupaten Padang Pariaman merupakan daerah penghasil ikan gurame terbesar di
Provinsi Sumatera Barat. Kemapuan memproduksi yang tinggi ini didukung oleh faktor
alam yang mendukung budidaya ikan gurame dan disokong oleh pemerintah kabupaten
yang menetapkan nagari Lubuk Pandan sebagai pelaksana program Prasasti Mina
(Program Akselerasi dan Sosialisasi Teknologi Inovasi Kelautan dan Perikanan) dari
Pusat Pengembangan Penyuluhan Departemen Kelautan dan Perikanan. Tercatat pada
tahun 2013 Kabupaten Padang Pariaman mampu memproduksi ikan gurame sebanyak 14
601.23 ton. Capaian ini menjadikan Kabupaten ini menjadi satu-satunya kabupaten yang
mampu memproduksi ikan gurame di atas 10 000 ton, disusul kemudian Kabupaten Lima
Puluh Kota yang memproduksi ikan gurame sebesar 4 598.64 ton, selisih 10 000 ton lebih
dengan kabupaten Padang Pariaman.
Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.41/MEN/2009 tentang penetapan lokasi minapolitan yang salah satunya termasuk
Kabupaten Padang Pariaman, maka pemerintah Kabupaten Pdang Pariaman telah
menindaklanjuti Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan tersebut dalam bentuk
Keputusan Bupati Padang Pariaman Nomor 37/KEP/BPP/2010 Tahun 2010 tentang
penetapan kawasan minapolitan dan kawasan hinterland Kabupaten Padang Pariaman,
yang kemudian diperbaharui dengan Surat Keputusan Bupati Padang Pariaman Nomor
315/KEP/BPP-2014 guna mengoptimalkan pengembangan kawasan Minapolitan di
Kabupaten Padang Pariaman dimana dalam keputusan bupati tersebut sesuai dengan
potensi perikanan daerah, maka yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan adalah
Nagari Sungai Asam kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dengan kawasan hinterland
antara lain Kecamatan Lubuk Alung, Kecamatan Enam Lingkung, Kecamatan Patamuan,
Kecamatan VII Koto Sungai Sarik dan Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam.Kedua nagari
yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Prasasti Mina dan Kawasan Minapolitan
Kabupaten Padang Pariaman terletak pada satu Kecamatan yaitu Kecamatan 2 x 11 Enam
Lingkung. Tabel 3 memperlihatkan bahwa keseluruhan total jumlah pembudidaya ikan di
padang pariaman adalah 704.
Tabel 3 Jumlah pembudidaya ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kecamatan
Aur Malintang
Batang Anai
Batang Gasan
Enam Lingkung
Lubuk Alung
Nan Sabaris
Padang Sago
Sintuk Toboh Gadang
Sungai Limau
Sungai Garinggiang
Ulakan Tapakis
2 x 11 Enam Lingkung
2 x 11 Kayu Tanam
Patamuan
V koto Timur
V Koto Kampuang Dalam
VII Koto Sungai Sarik
Jumlah

Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, 2013

Jumlah (orang)
25
3
81
45
30
10
47
11
48
9
233
18
23
15
70
36
704

5

Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung juga merupakan kecamatan yang memiliki
tingkat produksi budidaya perikanan yang tinggi pada tahun 2013. Pada tahun 2011
sampai 2013 kenaikan produksi perikanan budidaya di kecamatan ini menunjukkan tren
naik yang tajam dibanding kecamatan yang lain di kabupaten padang pariaman. Tabel 4
menjelaskan bahwa kenaikan produksi yang cukup tajam dikecamatan ini terjadi pada
tahun 2012 yang mencapai produksi 4 261 ton.
Tabel 4Produksi perikanan budidaya per kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman
tahun 2011 – 2013 (Ton)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kecamatan
Batang Anai
Lubuk Alung
Sintuk Toboh Gadang
Ulakan Tapakis
Nan Sabaris
2 X 11 Enam Lingkung
Enam Lingkung
2 X 11 Kayu Tanam
VII Koto Sungai Sarik
Patamuan
Padang Sago
V koto Kampung Dalam
V koto Timur
Sungai Limau
Batang Gasan
Sungai Geringging
IV Koto Aur Malintang
Jumlah

2011
283.29
163.11
88.97
36.92
52.60
861.74
577.68
674.57
577.93
486.05
343.59
1 998.37
1 298.41
828.39
524.79
298.40
390.19
9 485.00

2012
1 513.38
1 471.62
669.67
231.95
251.95
4 261.62
2 806.86
3 851.22
1 891.94
972.78
897.55
1 410.54
1 100.84
909.44
570.88
1 562.07
1 667.12
26 040.80

2013
2 073.40
2 031.60
1 230.37
492.65
354.22
6 293.72
3 367.56
4 411.82
2 452.64
1 543.40
1 458.25
1 971.24
1 661.54
1 469.44
670.28
1 762.30
2 327.82
35 572.25

Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman , 2013

Salah satu jenis ikan budidaya yang menjadi primadona di kecamatan ini adalah
budidaya ikan gurame. Dengan ditetapkannya Nagari Lubuk Pandan sebagai Pelaksana
Program Prasasti Mina, menjadikan daerah ini menjadi kecamatan yang memproduksi
ikan gurame tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Padang Pariaman.
Tabel 5 menunjukkan kemampuan produksi ikan gurame dimasing-masing kecamatan di
Kabupaten Padang Pariaman. Pada Tabel ini dapat dilihat bahwa kecenderungan
kecamatan 2 x 11 Enam memproduksi ikan gurame lebih tinggi dibandingkan kecamatan
lainnya di Kabupaten Sumatera Barat.

6

Tabel 5 Produksi ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2009 -2012 (Ton)
No
Kecamatan
2009
2010
2011
2012
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Batang Anai
Lubuk Alung
Sintuk Toboh Gadang
Ulakan Tapakis
Nan Sabaris
2 X 11 Enam Lingkung
Enam Lingkung
2 X11 Kayu Tanam
VII Koto Sungai Sarik
Patamuan
Padang Sago
V Koto Kampung Dalam
V Koto Timur
Sungai Limau
Batang Gasan
Sungai Geringging
IV Koto Aur Malintang
Jumlah

86.10
133.85
119.40
144.90
78.80
906.35
707.05
243.44
580.72
430.24
380.89
474.74
507.81
244.11
140.53
309.58
247.98
5 736.49

46.10
93.85
79.40
104.90
38.80
876.35
677.05
213.44
550.72
400.24
350.89
444.74
467.81
204.11
100.53
260.42
217.98
5 127.33

20.65
41.04
33.50
18.70
16.72
320.80
230.05
201.80
167.20
166.90
122.90
1114.93
907.58
525.46
229.29
122.92
99.10
4 339.54

407.56
472.72
543.15
109.63
123.54
1991.39
1543.00
786.48
786.07
385.77
358.57
780.19
822.29
352.05
220.31
322.63
386.33
10 391.68

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, 2014 (diolah)

Pada Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa ternyata, kemampuan memproduksi ikan
gurame yang tinggi, tidak menutupi kemungkinan bahwa kecamatan 2 x 11 Enam
Lingkung mengalami penurunan produksi. Sebelum mengalami kenaikan tajam di tahun
2012, pada tahun 2011 produksi ikan gurame di kecamatan ini hanya mampu menembus
angka 320.80 ton. Ini mengindikasikan bahwa produksi ikan gurame menghadapi risiko
produksi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produksi ikan gurame yang
dibudidayakan oleh petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini (Gambar 2).
Ton
2500
2000
1500
1000
500
0
2009

2010

2011

2012

Tahun

Gambar 2Fluktuasi produksi ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman, 2015 (diolah)

7

8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
produktivitas (kg/m²)

standar

Gambar 3Produktivitas ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun, 2015
Selain itu, gambar diatas menggambarkan bahwa dari 40 responden yang dianalisis
menunjukkan sebanyak 18 responden saja yang produkivitasnya berada diatas
produktivitas standar atau rata-rata, yaitu sebesar 2.97 kg/m2, sisanya sebanyak 22
responden berada dibawah garis standar atau rata-rata. Banyaknya responden yang berada
dibawah garis standar dikarenakan kurangnya penanganan dalam mengatasi berbagai
kemungkinan yang terjadi di areal kolam karena pengetahuan yang dimiliki cukup
terbatas. Selain itu, penggunaan teknologi dan sistem budidaya masih menganut semi
intensif. Keberagaman produktivitas dari petani di Kecamatan ini menunjukkan bahwa
adanya indikasi risiko produksi yang dihadapi oleh petani.
Adanya risiko produksi dalam kegiatan budidaya ikan gurame dapat merugikan
petani dan realisasi atas tujuan pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan 2 x 11
Enam Lingkung gagal tercapai, mengingat risiko produksi berpengaruh terhadap hasil
panen ikan gurame yang dihasilkan petani. Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan
masalah yang dapat dikaji lebih dalam lagi adalah bagaimana pengaruh faktor-faktor
produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2
x 11 Enam Lingkung

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan penelitian
yaitu menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang
dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dengan melihat
nilai–nilai dari produktivitas rata–rata dan varians produktivitas. Tujuan ini sejalan
dengan perumusan masalah yang hendak dikaji yakni, mengetahui bagaimana pengaruh
faktor – faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani ikan gurame
di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung.

Responden

8

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Bagi petani ikan gurame, hasil kajian yang dilakukan dapat digunakan sebagai
literature untuk meminimalkan resiko, dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang
dapat memengaruhi keberlangsungan usaha ikan gurame agar dapat meningkatkan
hasil produksi yang nantinya akan berimplikasi pada peningkatan pendapatan petani
ikan gurame.
2. Bagi institusi penellitian dapat digunakan sebagai literatur dan sumber acuan
mengenai analisis risiko produksi serta faktor-faktor yang memengaruhi budidaya ikan
gurame di kecamatan 2 x 11 enam lingkung.

Ruang Lingkup
Penelitian ini berfokus pada Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Ikan
Gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman dengan ruang
lingkup, antara lain :
1 Komoditas yang dibudidayakan petani diantaranya pembenihan, pendederan dan
pembesaran. Dalam penelitian ini, produk yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini
hanya komoditas ikan gurame pembesaran (konsumsi).
2 Standar benih gurame siap tebar dapat dimulai dari jenis benih larva, biji oyong, daun
kelor, silet, korek, bungkus rokok, dan super/tempelan. Pada penelitian ini, standar
benih yang diteliti adalah jenis korek dengan ukuran 5–8 cm. Sehingga jangka waktu
dari saat benih ditebar sampai ikan siap dipanen adalah 9-11 bulan.
3 Penetapan variabel input produksi disesuaikan dengan penggunaan input di lapangan
dan berdasarkan studi literatur.
4 Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung terbagi menjadi tiga nagari (desa) yaitu Nagari
Sungai Asam, Nagari Lubuak Pandan, Nagari Sicincin. Dalam penelitian ini
mengambil studi kasus pada petani responden di ketiga Nagari.
5 Penelitian ini mengambil sampel keseluruhan responden yang pernah panen ikan
gurame konsumsi pada tahun 2014 maupun awal tahun 2015 (1 kali panen)

TINJAUAN PUSTAKA

Prospek Perikanan di Indonesia

Sub sektor perikanan merupakan salah satu sub sektor yang paling menjanjikan
sebagai alternatif penopang perekonomian rakyat dimasa yang akan datang. Sektor
perikanan terdiri dari dua jenis cara mendapatkan yaitu sektor perikanan tangkap dan
sektor perikanan budidaya.

9

Secara umum perikanan tangkap adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
mendapatkan ikan tanpa melalui proses produksi, karena proses produksi telah dilakukan
secara alami di alam. Hal ini cenderung berbeda dengan perikanan budidaya dimana
dibutuhkan tenaga manusia dan waktu yang tidak sebentar untuk memproduksi jenis ikan
yang akan dipanen.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Perikanan Budidaya telah menetapkan
sepuluh komoditas unggulan perikanan yang mempunyai potensi untuk di ekspor.
Komoditas tersebut adalah komoditas udang, rumput laut, ikan gurame, lele (dumbo),
ikan kerapu, nila, bandeng, patin, abalone dan ikan hias. Sebagai salah satu jenis ikan
yang masuk dalam program revitalisasi, ikan gurame (kegiatan budidaya) diharapkan
mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan pembudidaya.
Purwitasari (2011) dan Pratiwi (2013) menyatakan bahwa kontirbusi perikanan
terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan prime mover perekonomian
nasional, potensi perikanan ini dapat terlihat dari total produksi perikanan yang semakin
meningkat setiap tahunnya, sehingga sektor perikanan sangat berpotensi sebagai salahsatu
tumpuan ekonomi nasional dimasa mendatang.
Penelitian Sitepu (2013) mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha
pembesaran ikan gurame kelompok tani mina makmurKecamatan Dramaga kabupaten
Bogor juga menjelaskan bahwa usaha pembesaran gurame merupakan salah satu usaha
budidaya perikanan yang memiliki potensi dalam menumbuhkembangkan industri kecil
dan menengah. Usaha ini dinilai sebagai salah satu usaha yang sangat prospektif,
mengingat tingginya permintaan pasar terhadap gurame konsumsi.

Risiko Budidaya Ikan Gurame

Penelitian terdahulu terkait dengan budidaya ikan gurame sudah banyak dilakukan,
namun hanya terkait dengan cara pembudidayaan dan analisis atau evaluasi budidaya ikan
gurame saja. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian tentang risiko produksi ikan
gurame, dimanapenelitian mengenai risiko produksi pada ikan gurame jarang ditemukan.
Kesulitan dalam mencari penelitian-penelitian yang terkait dengan risiko budidaya ikan
gurame menyebabkan kurangnya literatur yang dapat dijadikan bahan acuan relevan.
Keadaan ini diduga karena masa waktu produksi ikan gurame yang cukup panjang
dibandingkan dengan ikan budidaya lainnya.
Peneliti hanya dapat merujuk pada literatur analisis risiko dari jenis komoditas ikan
budidaya lainnya seperti Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Nila GMT
(Genetically Male Tilapia) Pada Anggota Kelompok Tani Bunisari di Desa Caringin
Wetan Kecamatan Caringin Kabupaten Sukabumi oleh Winda Pratiwi tahun
2013,Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina
Nusantara di Kabupaten Bogor Jawa Barat oleh Azizah Purwitasari tahun 2011,
Manajemen Risiko Dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei),
Studi Kasus di PT.Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten ditulis oleh
Ana Lestari tahun 2009, Analisis Risiko Faktor-FaktorProduktivitas Udang Windu
(Penaeus Monodon) Pada Petambak Tradisional di Desa Pusakajaya Utara Kabupaten
Karawang oleh Vela Rostwentivaivi Sinaga tahun 2011, Analisis Risiko Produksi
Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Cv Jumbo Bintang Lestari
Gunungsindur Kabupaten Bogor oleh Titisari Dewiaji tahun 2011, Analisis Risiko
Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus

10

Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
oleh Astrid Bagjariani tahun 2013.

Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian

Analisis risiko oleh rata-rata peneliti terdahulu banyak menggunakananalisis
ukuran risiko seperti mencari nilai expected return, variasi atau ragam (variance), standar
deviasi atau simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient
variance). Salah satu penelitian terdahulu melakukan pendekatan ukuran risiko tersebut
dengan menambahkan kajian dampak sumber risiko produksi terhadap pendapatan
dengan mengggunakan metode Value at Risk/ VaR (Bagjariani2013; Pratiwi 2013)
Sedangkan Dewiaji (2011), Purwitasari(2011) dan Lestari (2009) melakukan
analisis risiko produksi dengan cara menilai probabilitas terhadap sumber-sumber risiko
produksi yang ada di dalam objek penelitian yang ditelitinya, serta mengukur besarnya
dampak yang ditimbulkan dari masing-masing sumber risiko. Analisis tersebut dilakukan
dengan cara metode pengukuran probababilitas dengan menggunakan metode Z-Score
dan pengukuran besarnya dampak sumber risiko dengan menggunakan metode Value at
Risk (VaR). Setelah dilakukannya analisis probabilitas dan dampak risiko dari sumber
risiko, hasil dari analisis probabilitas dan dampak risiko dipakai untuk memetakan risiko
sehingga didapat alternatif penanganan terhadap sumber-sumber risiko yang dihadapi
oleh kegiatan budi daya objek penelitian. Metode penelitian analisis probabilitas dan
dampak risiko sangat tepat dilakukan pada penelitian-penelitian tersebut, karena
penelitan-penelitian tersebut hanya mengkaji satu komoditas yang ada di salah satu
perusahaan, sehingga mendalami pengetahuan tentang sumber-sumber risiko yang terjadi
beserta dampak yang ditimbulkan dari sumber risiko tersebut.
Hal yang berbeda tampak pada penelitian Sinaga (2011) yang menggunakan
metode analisis Just and Pope dengan mengidentifikasi variabel variabel pada faktor
inputyang memepenaruhi produksi. Variabel tersebut berhasil merumuskan beberapa
faktor yang dianggap memengaruhi produkstivitas udang windu yaitu benur, pupuk urea,
obat-obatan, saponin, dan tenaga kerja.
Berdasarkan tiga metode pendekatan analisis tersebut
peneliti mencoba
menggunakan metode analisis Just and Pope dengan harapan menemukan salah satu
faktor yang paling beresiko pada input produksi. Hal ini didasarkan pada ruanglingkup
penelitian yang hanya terbatas pada faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas ikan
gurame pada input.

Sumber–Sumber Risiko Ikan Air Tawar

Penelitian terdahulu banyak membahas mengenai sumber–sumber risiko ikan air
tawar. Penelitian tersebut banyak melihat pada kuadran mana sumber–sumber risiko
tersebut berada dan strategi apa yang dapat digunakan untuk menanggulanginya. Pada
penelitian Pratiwi (2013) menjelaskan bahwa sumber–sumber risiko yang dihadapi pada
pembenihan ikan nila GMT (Genetically Male Tilapia) adalah keahlian pekerja, faktor
cuaca, hama dan penyakit, dari keseluruhan sumber yang teridentifikasi yang kemudian
dihitung dengan menggunakan Value at Risk (VAR) didapat bahwa faktor cuaca
merupakan sumber risiko yang memiliki dampak terbesar dalam risiko produksi
pembenihan ikan nila GMT (Genetically Male Tilapia).

11

Sedangkan pada penelitian Farman (2013) yang menganalisis ririko produksi
pembenihan ikan lele sangkuriang mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi ikan lele
adalah hama, penyakit, kualitas air, dan kanibalisme, dari keseluruhan sumber risiko yang
diidentifikasi tersebut diperoleh hasil bahwa sumber risiko kualitas air dan kanibalesme
merupakan sumber risiko yang paling utama diperhatikan dalam berbisnis ikan lele
sangkuriang. Hal ini didasari sifat alamiah dari ikan lele tersebut yang memakan ikan lele
lain yang ukurannya lebih kecil.
Hal berbeda didapat pada penelitian Sahar (2010) yang mengidentifikasi sumber–
sumber risiko pada ikan pembenihan larva ikan bawal. Penelitian ini menyebutkan bahwa
sumber–sumber risiko pada ikan bawal adalah penyakit berupa white spot, cuaca, dan
faktor kesalahan manusia. Hal ini kemudian dibenarkan oleh penelitian Bagjariani (2013)
yang menyatakan bahwa sumber risiko pada produksi pembenihan ikan bawal adalah
kesalahan SDM, faktor cuaca, kanibalisme, dan penyakit yang dapat memicu kematian.
Berdasarkan informasi tersebut maka dapat dipetakan pada Tabel 6 sumber–sumber risiko
yang dihadapi pada ikan air tawar.

Jenis Ikan
Nila
Lele
Bawal

Tabel 6 Sumber - sumber risiko pada ikan air tawar
SDM
Cuaca
Hama dan
Kanibalisme
Penyakit
Ada
Ada
Ada
Tidak
Tidak
Tidak
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Kualitas Air
Tidak
Ada
Tidak

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Produksi
Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktor-faktor
produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.
Jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi akan dipengaruhi oleh penggunaan
input produksi. Selain itu hasil output produksi tidak hanya ditentukan oleh penggunaan
input tapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kondisi cuaca atau iklim, hama
dan penyakit. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi
dan pengaruh eksternal terhadap kegiatan produksi maka diperlukan pemahaman lebih
lanjut mengenai teori produksi.
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Hubungan
antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang
dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi (Lipsey et al. 1995). Secara lebih jelas, Ellis
(1993) menyebutkan bahwa fungsi produksi di dalam ekonomi dijelaskan sebagai
hubungan fisik atau teknis antara output dengan satu atau lebih variabel input. Hal ini
berarti, proses produksi untuk menghasilkan output tidak selalu tergantung pada satu
input produksi tetapi bisa menggunakan lebih dari satu input produksi. Pengalokasian
sumberdaya yang dimiliki petani untuk kegiatan produksi sangat menentukan berapa
produksi yang akan dihasilkan (Soekartawi et al. 2011). Penggunaaninput yang berbedabeda akan menghasilkan output yang berbeda pula (Ellis 1993).

12

Keputusan dalam kegiatan proses produksi terbagi dalam tiga kategori, yaitu
jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Keputusan jangka pendek
dilakukan dimana satu atau lebih faktor produksi adalah tetap. Keputusan jangka panjang
dilakukan dimana seluruh faktor produksi bersifat variabel tetapi dengan kondisi
teknologi tertentu. Keputusan jangka sangat panjang dilakukan dimana seluruh faktor
bersifat variabel termasuk teknologi. Input tetap adalah input yang tidak berubah atau
tidak dapat ditambah, dinamakan sebagai faktor tetap, sedangkan input variabel adalah
input yang dapat berubah dalam jangka waktu tertentu dinamakan sebagai faktor variabel
(Lipsey et al. 1995).
Hubungan kuantitatif antara input dengan produksi dikenal dengan istilah fungsi
produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi
produksi (Dillon dan Hardaker 1984). Jika Y adalah produksi dan Xi adalah input i, maka
nilai Y bergantung kepada nilai X1, X2, X3, …, Xn yang digunakan. Jika suatu
persamaan fungsi produksi menggunakan m input, maka persamaan itu disebut fungsi
produksi dengan m faktor. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai
berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)
Hubungan faktor-faktor produksi menjelaskan hubungan antara produksi dengan
satu faktor variabel produksi, dan disebut sebagai fungsi produksi (Suratiyah 2006).
Gambar 4 menjelaskan mengenai hubungan fungsi produksi antara satu output dengan
satu input. Dari fungsi produksi juga dapat digambarkan Marginal Product (MP) yang
menjelaskan tambahan produksi per satuan tambahan input serta Average Product (AP)
yang menjelaskan produksi per satuan input. Gambar 4 juga menjelaskan elastisitas
produksi (Ep) yang terjadi yang menunjukkan persentase perbandingan dari output yang
dihasilkan sebagai akibat dari persentase input yang digunakan.
Fungsi produksi biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu Daerah I di sebelah kiri
titik AP maksimum, Daerah II di antara AP maksimum dan MP = 0, dan Daerah III di
sebelah kanan MP = 0. Daerah I termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena
daerah ini merupakan daerah yang belum mencapai keuntungan maksimum sehingga
seharusnya input masih bisa terus ditingkatkan, dengan nilai Ep ≥ 1. Daerah II merupakan
daerah rasional dalam produksi karena pada tingkat tertentu penggunaan faktor produksi
pada daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Daerah II memiliki nilai Ep
antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1), sehingga penambahan faktor produksi sebesar satu persen
akan menimbulkan penambahan output sebesar nol sampai satu persen. Daerah III
termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena setiap penambahan faktor produksi
akan menurunkan output yang dihasilkan.

13

Sumber : Suratiyah (2009)

Gambar 4 Kurva Produksi

Salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk mewakili kondisi yang
sesungguhnya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002) fungsi
produksi Cobb-Douglas merupakan salah satu model yang umum dibahas dan digunakan
oleh para peneliti. Fungsi ini menunjukkan hubungan antara variabel independen (X)
dengan variabel dependen (Y). Dalam kasus produksi pertanian, variabel independen
mewakili faktor produksi sedangkan variabel dependen mewakili hasil produksi.
Soekartawi (2002) juga menyebutkan bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu
dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi. Persyaratan tersebut
antara lain, tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, tidak ada perbedaan teknologi,
tiap variabel independen adalah perfect competition, dan perbedaan lokasi seperti iklim
sudah tercakup pada komponen kesalahan. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = boX1b1X2b2X3b3,.....,Xnbneu
Dimana:
Y
X
Xn
u
e

= variabel dependen (variabel yang dijelaskan)
= variabel independen (variabel yang menjelaskan)
= besaran yang akan diduga
= kesalahan (distrubance term)
= logaritma natural (e=2,718)

Ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh
para peneliti yaitu (Soekartawi, 2002) : (1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif
lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain dan dapat dibuat menjadi linier, (2)
Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi

14

yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) Besaran elastisitas tersebut
sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale.
Risiko Produksi Pertanian
Dunia usaha tidak terlepas dari adanya risiko. Kata risiko telah banyak digunakan
dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam dunia bisnis maupun usaha.
Kegiatan bisnis bidang pertanian pun erat kaitannya dengan istilah risiko ini. Pengusaha
maupun petani umumnya menggunakan istilah risiko untuk menggambarkan suatu
kejadian yang merugikan. Pemahaman setiap orang terhadap risiko bisa berbeda-beda
tergantung pada sejauh mana orang tersebut mengerti konsep dan definisi risiko.
Secara garis besar, situasi keputusan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
situasi keputusan yang pasti, dan situasi keputusan yang tidak pasti atau dalam kondisi
risiko. Risiko secara umum didefinisikan sebagai peluang suatu kehilangan atau kerugian
(Harwood, et al 1999). Vose (2008) mendefinisikan risiko sebagai kejadian acak yang
mungkin terjadi dan jika terjadi akan berdampak negatif pada tujuan organisasi. Menurut
Kountur (2006) terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap risiko yaitu (1)
merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, yang
berarti bisa saja terjadi atau bisa saja tidak terjadi, (3) jika sampai terjadi, ada akibat yang
ditimbulkan berupa kerugian.
Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian. Bahkan istilah risiko sering
disamakan dengan ketidakpastian, walaupun kedua hal tersebut memiliki makna yang
berbeda. Robison dan Barry (1987) dan Ellis (1993) memberikan definisi berbeda antara
risiko dengan ketidakpastian. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang
terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat
keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa sebelumnya
sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian sebelumnya dapat digunakan untuk
mengestimasikan peluang kejadian berikutnya. Sedangkan ketidakpastian adalah sesuatu
yang tidak bisa diramalkan sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum
diketahui sebelumnya. Sementara itu, menurut Ellis (1993) risiko dibatasi pada situasi
dimana suatu kejadian dapat dihubungkan dengan kemungkinan munculnya kejadiankejadian tersebut yang dapat memengaruhi hasil dalam proses pengambilan keputusan.
Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana peluang terjadinya kejadian
tersebut tidak dapat ditentukan. Kemungkinan terjadinya tidak diketahui oleh pembuat
keputusan maupun orang lain. Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
risiko merupakan kejadian merugikan yang dapat dihitung peluang terjadinya sedangkan
ketidakpastian merupakan peluang kejadian merugikan yang tidak dapat dihitung
besarnya peluang kejadian tersebut terjadi.
Terjadinya risiko pada kegiatan usaha dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber
penyebab terjadinya risiko. Menentukan sumber risiko adalah penting karena
memengaruhi penanganannya (Darmawi 2006). Menurut Harwood, et al (1999) terdapat
beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani yaitu:
1. Risiko produksi
Risiko produksi yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil
dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca, curah
hujan, suhu ekstrem, serangan hama dan penyakit.
2. Risiko harga
Risiko berhubungan dengan perubahan harga output atau input.

15

3. Risiko Institusional
Risiko institusional disebabkan oleh perubahan kebijakan dan regulasi yang
memengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input maupun output, kebijakan
penggunaan input pertanian, kebijakan penggunaan lahan, pajak dan kredit.
4. Risiko Sumber Daya manusia
Kejadian yang merugikan seperti meninggal, perceraian, kecelakaan, kondisi
kesehatan yang menurun dari pelaku usaha dapat memengaruhi hasil dari kegiatan
usaha. Selain itu adanya pencurian dan kebakaran karena kelalaian pekerja juga dapat
memengaruhi hasil perusahaan.
5. Risiko finansial
Petani mungkin menghadapi persoalan seperti besarnya tingkat suku bunga pinjaman,
atau menghadapi kesulitan keuangan untuk membayar pinjaman.
Analisis risiko melibatkan tidak hanya pada peluang terjadinya tetapi juga
bagaimana cara mengikutsertakannya dalam keputusan ekonomi. Oleh karena itu, istilah
risiko digunakan untuk menguraikan keseluruhan mekanisme tersebut dimana petani
mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kejadian yang tidak pasti (Ellis 1993).
Terdapat hubungan antara penggunaan faktor produksi terhadap risiko. Petani seringkali
dihadapakan pada situasi pengambilan keputusan dengan mengakomodasi terjadinya
risiko. Salah satu risiko yang sering dialami oleh petani adalah risiko produksi.
Terjadinya risiko produksi dapat diidentifikasi dengan adanya fluktuasi pada
produktivitas hasil. Produktivitas yang beragam sangat ditentukan oleh beberapa faktor
diantaranya faktor produksi dan faktor eksternal. Menurut Asche dan Tveteras (1999),
faktor produksi atau input produksi dapat bersifat meningkatkan risiko dan ada pula yang
mengurangi risiko. Pengaruh faktor eksternal juga dapat meninimbulkan risiko
diantaranya pengaruh musim dan serangan hama dan penyakit (Ellis 1993).
Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan
salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry
1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat diketahui pengaruh
penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya
variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut dibedakan menjadi dua
yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dan faktor
produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing factors). Menurut Robison dan
Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko
adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar,
penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru. Sedangkan
penggunaan benih dan pupuk dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi.
Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat
ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987):

q = f(x) + h(x)e
dimana:
q
= Hasil produksi yang dihasilkan (output)
f(x)
= Fungsi produksi rata-rata
h(x)
= Fungsi varian (fungsi risiko)
x
= Input atau faktor produksi yang digunakan
e = Komponen error
Menurut Asche dan Tveteras (1999), model risiko produksi Just and Pope terdiri
atas fungsi produksi rata-rata dan fungsi varian. Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan
oleh E[q] = f(x), sementara itu fungsi varian ditunjukkan oleh var(q) = [h(x)]2σε2.

16

Format fungsional yang paling umum digunakan dalam kerangka model risiko produksi
Just and Pope adalah fungsi Cobb-Douglas. Model Just and Pope menyediakan uji untuk
risiko produksi dan melakukan estimasi terhadap parameter dari fungsi produksi rata-rata
dan fungsi risiko dalam langkah yang berbeda.
Fungsi varian pada model Just and Pope mewakili fungsi risiko karena fungsi
tersebut dapat diintrepretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan
Tveteras 1999). Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance error memiliki nilai
yang berbeda-beda pada setiap observasi (Gujarati 2007). Indikasi adanya risiko produksi
dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas. Fluktuasi produktivitas ini menyebabkan
data produksi sangat bervariasi sehingga dalam pengukuran risiko produksi diggunakan
pendekatan nilai variance error. Pengukuran risiko dengan menggunakan varian