Kajian Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Tenau Kupang
KAJIAN Salmonella Typhimurium PADA TELUR AYAM
MENGGUNAKAN METODE CEPAT DAN KONVENSIONAL
YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN
TENAU KUPANG
SUSANTO NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Salmonella Typhimurium
pada Telur Ayam Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional yang
Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Tenau Kupang, adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Susanto Nugroho
B251130224
RINGKASAN
SUSANTO NUGROHO. Kajian Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam
Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional yang Dilalulintaskan Melalui
Pelabuhan Tenau Kupang. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan
AGUSTIN INDRAWATI.
Salmonelosis adalah salah satu penyakit food-borne bakterial zoonotik yang
paling penting di seluruh dunia. Salmonella spp. adalah penyebab salmonelosis
akibat konsumsi makanan berbahan dasar unggas dan produk unggas yang
terkontaminasi. Unggas dan telur ayam dianggap merupakan salah satu reservoir
yang paling penting dimana Salmonella spp. ditularkan melalui rantai makanan
dan akhirnya menular ke manusia. Meningkatkan keamanan produk unggas
dengan cara deteksi dini terhadap food-borne patogen merupakan komponen
penting untuk membatasi kontaminasi Salmonella spp.. Metode deteksi cepat dan
identifikasi Salmonella spp. merupakan strategi yang dirancang untuk mencegah
kontaminasi unggas dan produk unggas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi Salmonella spp. dari
telur ayam yang berasal dari 4 pengirim telur dan membandingkan pengujian
metode cepat dry culture medium plate dan metode konvensional. Hasil uji diduga
Salmonella spp. dari metode cepat dan konvensional dilanjutkan dengan metode
multipleks polymerase chain reaction (mPCR). Jumlah sampel dihitung dengan
menggunakan rumus menduga prevalensi dan diambil menggunakan metode acak
berlapis. Analisis data hasil positif Salmonella spp. dilakukan secara deskriptif,
sedangkan metode pengujian dievaluasi terhadap sensitivitas dan spesifisitasnya.
Berdasarkan hasil pengujian dari 270 sampel, 5 pengujian dengan metode
konvensional dan 2 pengujian dengan metode cepat positif diduga Salmonella
spp.. Hasil pengujian mPCR dari 5 uji positif diduga Salmonella spp.
menunjukkan positif Salmonella Typhimurium. Sensitivitas dan spesifisitas
metode cepat masing-masing adalah 40% dan 100%. Nilai sensitivitas metode
cepat dry culture medium plate lebih rendah dari metode konvensional. Pengujian
menggunakan metode cepat lebih baik jika dilakukan setelah tahap pengayaan.
Berdasarkan hasil pengujian positif kontaminasi Salmonella Typhimurium pada
telur ayam maka diperlukan evaluasi terhadap pengiriman telur ayam konsumsi
antar pulau.
Kata kunci: kontaminasi
konvensional, telur ayam.
Salmonella
Typhimurium,
metode cepat
dan
SUMMARY
SUSANTO NUGROHO. Study of Salmonella Typhimurium in Hen Eggs Using
Rapid and Conventional Method Entering Through Tenau Port Kupang.
Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and AGUSTIN INDRAWATI.
Salmonellosis is one of the most important food-borne bacterial zoonotic
diseases worldwide. Salmonella spp. are causative agent of salmonellosis
associated with consumption contaminated poultry and poultry product. Poultry
and eggs are considered one of the most important Salmonella spp. reservoirs.
Salmonella spp. were able to pass through the food chain and ultimately
transmitted to humans. Improving safety of poultry products by early detection of
food-borne pathogens would be considered an important component for limiting
exposure to Salmonella contamination. Rapid detection and identification method
for Salmonella spp. are considered to be an important component of strategies
designed to prevent poultry and poultry product.
The aims of the studied were to detect Salmonella spp. from hen eggs
collected from 4 exporters and to compare dry culture medium plate rapid test
method and conventional test method. The test result of suspected Salmonella spp.
from rapid and conventional methods were continued using multiplex polymerase
chain reaction (mPCR) test method. Samples size were calculated using estimates
prevalence formula and selected by stratified random sampling. Data regarding
the proportion of Salmonella spp. positive samples were analyzed descriptively,
while the method evaluated using sensitivity and spesifisity.
According of test result from 270 samples, 5 test by conventional method
and 2 test by rapid method were positive suspected Salmonella spp.. mPCR test
results of 5 test positive suspected Salmonella spp. were showed positive
Salmonella Typhimurium. Compared to the bacteriological method, the sensitivity
and specificity of the rapid test method were estimated to be 40% and 100%,
respectively. Sensitivity value dry culture medium plate rapid test method less
than conventional method. So the analysis of test procedures using rapid test
method are performing after enrichment stage. According of positive test results
Salmonella Typhimurium contamination in hen eggs is necessary to evaluate the
delivery of consumption hen eggs between islands.
Key words: hen eggs, rapid and conventional methods, Salmonella Typhimurium
contamination.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN Salmonella Typhimurium PADA TELUR AYAM
MENGGUNAKAN METODE CEPAT DAN KONVENSIONAL
YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN
TENAU KUPANG
SUSANTO NUGROHO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi.
Judul Tesis:
Nama
NIM
:
:
Kajian Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam Menggunakan
Metode Cepat dan Konvensional yang Dilalulintaskan Melalui
Pelabuhan Tenau Kupang
Susanto Nugroho
B251130224
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi.
Ketua
Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi.
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mengaruniakan berkat anugerah dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Agustus sampai Desember 2014 ialah Kajian Salmonella
Typhimurium pada Telur Ayam Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional
yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Tenau Kupang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh
Trioso Purnawarman, MSi. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Drh
Agustin Indrawati, MBiomed. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penulisan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih
juga kepada Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi. selaku Ketua Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, serta seluruh staf pengajar pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membimbing, mengarahkan,
membantu dan memberikan saran kepada penulis.
Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Badan
Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa serta tugas belajar sehingga
penulis dapat menempuh pendidikan magister pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih kepada
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang beserta pejabat struktural,
fungsional dan staf yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu baik
materi maupun tenaga serta dorongan semangat hingga terselesaikannya tesis ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada istri tercinta Danty Ndakuramba
atas doa, kesabaran, kesetiaan dengan segala suka dan duka selama penulis
menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada
Bapak dan Ibu serta keluarga besar Hadi Purwanto di Jogjakarta, Bapak (alm) dan
Mama serta keluarga besar Ndakuramba di Nusa Tenggara Timur (NTT) atas doa,
perjuangan, perhatian, pengertian dan kasihnya selama ini.
Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Kepala Departemen IPHK FKH
IPB beserta staf yang telah memberikan waktu, tenaga dan kesabarannya pada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terimakasih kepada Kepala UPT
Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT dan kepada Kepala Balai Besar
Veteriner Wates Jogjakarta atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian
selama ini. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman
Mahasiswa S2 Program Khusus Karantina, atas dukungan dan kerjasamanya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam mengembangkan bidang
kesehatan masyarakat veteriner dan perkarantinan Indonesia.
Bogor, Februari 2015
Susanto Nugroho
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
ii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella spp.
Salmonelosis
Pandemik Serotype Salmonella Typhimurium
3
3
4
5
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Alat
Bahan
Metode Pengujian Sampel
Analisis Data
7
7
7
7
8
8
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Salmonella Typhimurium Pada Telur Ayam
Pengaruh Faktor-Faktor dalam Distribusi Telur terhadap Salmonella
Typhimurium
Evaluasi Metode Cepat Dry Culture Medium Plate
Aspek Keamanan Pangan
11
11
15
17
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
22
DAFTAR PUSTAKA
22
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR GAMBAR
1 Salmonella spp.
2 Hasil elektroforesis DNA
3 Transmisi Salmonella spp. pada telur
4
12
13
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Daftar primer
Interpretasi hasil positif Salmonella spp. pada media TSIA dan LIA
Tabel 2x2 untuk pengujian diagnosis
Hasil positif diduga Salmonella spp. metode cepat dan konvensional
Penghitungan sensitivitas dan spesifisitas metode cepat
8
9
10
11
18
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang semakin penting di
era perdagangan bebas. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan tersedia cukup
merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi. Hal ini agar tercipta suatu sistem
jaminan mutu pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan
serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
(Khoiriyah et al. 2013). Pengawasan bahan pangan asal hewan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, produsen maupun konsumen.
Pemerintah dan produsen atau swasta harus bekerja sama untuk merancang aturan,
standar dan implementasinya yang berhubungan dengan upaya pengendalian
penyakit dalam rantai proses di industri peternakan. Penanganan yang higienis
terhadap ternak dan produk olahannya dari berbagai pihak sangat berguna untuk
meningkatkan keamanan pangan asal ternak terhadap kontaminasi (Ariyanti dan
Supar 2005).
Salah satu hal penting dalam persyaratan produk asal hewan adalah bebas
patogen mikroba termasuk Salmonella spp.. Salmonelosis adalah penyakit yang
disebabkan bakteri Salmonella spp.. Penyakit ini dapat menyerang unggas, hewan
mamalia dan manusia sehingga memiliki arti penting bagi manusia karena
penyakit ini dapat terjadi akibat mengonsumsi makanan dan minuman yang
tercemar Salmonella spp. (Doyle dan Cliver 1990). Salmonelosis merupakan
penyakit yang menular pada manusia (zoonosis). Sumber penularan berupa
keluaran (ekskresi) hewan dan manusia baik dari hewan ke manusia maupun
sebaliknya. Meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan,
Salmonella spp. menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah
dan bahan-bahan yang berhubungan dengan kontaminasi fekal. Mikroorganisme
ini juga ditemukan di peralatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada hewan
khususnya babi dan unggas (Poeloengan et al. 2006).
Telur ayam merupakan salah satu sumber nutrisi yang bergizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Namun akhir-akhir
ini telur telah banyak dilaporkan sebagai sumber infeksi Salmonella spp. pada
manusia. Bakteri Salmonella spp. dalam jumlah besar yang terdapat di dalam telur
lebih sering sebagai penyebab food-borne disease. Di beberapa negara di Eropa
dan Amerika, wabah salmonelosis berasal dari makanan yang mengandung telur
dengan kualitas terbaik (grade A) yang terkontaminasi secara vertikal (Ariyanti
dan Supar 2005). Cemaran Salmonella spp. pada telur dapat terjadi pada proses
produksi dan pascaproduksi apabila higiene dan sanitasi di peternakan dan pada
saat pengumpulan dan penyimpanan kurang diperhatikan. Oleh karena itu
kebersihan telur dalam distribusi dan penyimpanan perlu diperhatikan dengan baik
agar tidak terinfeksi oleh bakteri maupun oleh berbagai jenis kapang atau khamir.
Cemaran berbagai serotype kuman Salmonella spp. pada produk-produk asal
ternak di Indonesia cukup memprihatinkan karena jumlah kuman Salmonella spp.
yang dapat diisolasi cukup banyak sehingga berpotensi untuk mengganggu
kesehatan masyarakat (Bahri 2002).
2
Salmonella spp. merupakan penyebab salmonelosis dengan kasus klinis
yang berbeda seperti: typhoid like disease, dengan agen infeksinya Salmonella
Typhi dan Salmonella Paratyphi, dan dapat menyebabkan kematian manusia.
Non-typhoid disease terbatas pada infeksi pada lapisan usus kecil yang
menyebabkan gastroenteritis terutama oleh Salmonella Enteritidis dan Salmonella
Typhimurium (Raffatellu et al. 2008). Salmonelosis non-typhoid adalah penyebab
utama infeksi asal makanan yang mematikan di Amerika Serikat. Media yang
paling umum dalam menginfeksi manusia adalah produk asal hewan termasuk
daging, produk daging, telur dan produk telur. Makanan dan penyedia makanan
berperan penting sebagai faktor yang berpengaruh terjadinya kontaminasi silang
dari sumber hewan seperti unggas (Nutt et al. 2003). Infeksi Salmonella spp. dari
pangan asal hewan memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat dan
khususnya pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan menjadi
sumber utama infeksi Salmonella spp. pada manusia (Poeloengan et al. 2006).
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi
dengan kebutuhan pasokan telur ayam konsumsi cukup tinggi. Hal ini disebabkan
belum berkembangnya peternakan ayam petelur, sehingga perlu mendatangkan
dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasukan melalui Pelabuhan
Tenau di tahun 2013 mencapai 3859.15 ton dengan frekuensi pemasukan 440
kali (BKPK I 2013). Melihat besarnya pemasukan telur tersebut, tidak menutup
kemungkinan besarnya potensi cemaran Salmonella spp. ikut terbawa. Cemaran
Salmonella spp. dapat dibuktikan dengan pengujian laboratorium baik pengujian
metode cepat maupun metode konvensional.
Deteksi Salmonella spp. pada telur dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium dengan cara isolasi dan identifikasi Salmonella spp. baik secara
biokimia maupun serotyping. Isolasi dan identifikasi Salmonella spp. dalam bahan
pangan dengan menggunakan metode konvensional yaitu pemupukan pada media
kultur dan selektif. Metode deteksi cepat terhadap Salmonella spp. sudah banyak
dikembangkan seperti deteksi metode kultur dalam media kering (dry culture
medium plate) dan metode polymerase chain reaction (PCR). Beberapa
keunggulan metode deteksi cepat adalah waktu pemeriksaan yang lebih cepat,
hasil pemeriksaan yang lebih tepat, lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan
dengan metode konvensional. Penggunaan metode cepat sangat membantu dalam
screening terhadap masuknya agen patogen dan penentuan dalam keputusan
menyikapi keberadaan agen patogen tersebut. Oleh karena itu diperlukan
pemilihan metode yang tepat dengan tingkat sensitivitas yang tinggi dengan
tingkat biaya minimal dan waktu pengujian yang cepat.
Perumusan Masalah
Perdagangan telur ayam konsumsi di dalam negeri sudah berlangsung lintas
pulau, hal ini untuk memenuhi salah satu kebutuhan protein hewani masyarakat di
daerah tujuan. Semakin maraknya perdagangan telur diperlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari risiko agen patogen penyebab food-borne seperti
Salmonella spp.. Keberadaan cemaran Salmonella spp. pada telur dibuktikan
dengan pengujian laboratorium. Telur merupakan bahan pangan yang mudah
rusak, oleh karena itu perlu prosedur pengujian yang cepat dalam screening
3
adanya patogen. Metode pengujian cepat sudah banyak dikembangkan, namun
diperlukan pertimbangan dalam pemilihan metode berkaitan dengan tingkat
sensitivitas pengujian, lama waktu pengujian dan biaya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi cemaran Salmonella spp. pada telur
ayam konsumsi yang dilalulintaskan di Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang
melalui Pelabuhan Tenau menggunakan metode cepat dan konvensional. Menilai
tingkat sensitivitas dan spesifisitas uji tersebut dengan cara membandingkan
efektivitas metode pengujian cepat dengan metode biakan konvensional sebagai
uji screening dalam mendeteksi keberadaan Salmonella spp. pada telur ayam.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui penyebaran antar pulau
cemaran Salmonella spp. pada telur ayam konsumsi yang dilalulintaskan ke
wilayah NTT dan memberikan kontribusi dalam evaluasi manajemen pengiriman
telur antar area. Kesesuaian hasil secara kualitatif pengujian cepat Salmonella spp.
dapat digunakan dalam mendeteksi dan mengendalikan higiene bahan pangan
khususnya telur konsumsi dan dapat diaplikasikan sebagai screening adanya
cemaran Salmonella spp..
2 TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella spp.
Genus Salmonella termasuk dalam Famili Enterobacteriaceae, Gramnegatif berbentuk batang langsing (0.7-1.5 x 2-5 μm), fakultatif anaerob, oksidase
negatif, dan katalase positif. Sebagian besar strain motil dan memfermentasi
glukosa dengan membentuk gas dan asam (Cox 2000). Salmonella spp. tumbuh
pada kisaran suhu 8 °C sampai 45 °C pada rentang pH 4-9 dan membutuhkan
activity water (Aw) di atas 0.94. Salmonella spp. tumbuh dengan optimum pada
suhu 35 °C sampai 37 °C mampu memproduksi H2S dan mengkatabolisme
berbagai macam karbohidrat menjadi asam dan gas (Bell dan Kyriakides 2003).
Salmonella spp. diklasifikasikan ke dalam dua spesies yaitu Salmonella
enterica dan Salmonella bongori (Jordan et al. 2001). Lima jenis serovar
Salmonella enterica yang berhubungan dengan unggas, keracunan makanan, dan
salmonelosis pada manusia adalah Salmonella enterica serovar Typhimurium,
Enteritidis, Heidelberg, Newport, dan Hadar (Hong et al. 2003). Salmonella spp.
dapat digolongkan sebagai berikut:
4
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Species
:
:
:
:
:
:
:
Bacteria
Proteobacteria
Gammaproteobacteria
Enterobacteriales
Enterobacteriaceae
Salmonella
Salmonella spp.
Gambar 1 Salmonella spp.
Sumber: Khoiriyah et al.
(2013)
Salmonella spp. mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak dapat
memfermentasikan salisin, sukrosa dan laktosa (Mario et al. 1976). Menurut Ray
(2001) Salmonella spp. umumnya memfermentasi dulsitol, tetapi tidak laktosa,
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, menghasilkan hidrogen sulfida,
decarboxylate lysine dan ornitine, tidak menghasilkan indol, dan negatif untuk
urease. Merupakan bakteri mesophylic, dapat dimatikan pada suhu dan waktu
pasteurisasi, sensitif pada pH ≤4.5 dan tidak berbiak pada Aw 0.94, khususnya
jika dikombinasikan dengan pH 5.5 atau kurang.
Tata nama dan klasifikasi spesies Salmonella spp. sesuai dengan sistem
Kaufmann -White, ditentukan oleh kombinasi yang berbeda dari antigen somatik
O, antigen permukaan Vi, dan antigen flagellar H (Su dan Chiu 2007). Salmonella
Typhimurium termasuk dalam grup B Salmonella dengan struktur antigeniknya
adalah O4,5,12 dan Hi; 1,2 (CDC 2011).
Salmonelosis
Salmonelosis adalah salah satu penyakit zoonotik penyebab food-borne
diarrheal disease dan terdapat di seluruh dunia. Hal ini karena ditularkan oleh
ternak carrier yang sehat ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi
Salmonella spp. dan menyebabkan enteritis (Khoiriyah et al. 2013). Serovar
Salmonella Typhimurium telah dikenal sebagai penyebab salmonelosis sejak
sebelum tahun 1970 menyusul kemudian kejadian yang disebabkan Salmonella
Enteritidis (Petter 2001). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap risiko
salmonelosis adalah jumlah bakteri yang mengkontaminasi telur. Manusia yang
terinfeksi oleh bakteri Salmonella spp. biasanya bersifat khas dengan masa
inkubasi antara 5-72 jam, tetapi gejala umumnya terjadi dalam waktu 12-36 jam
setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Penyakit diawali
dengan diare, dehidrasi, sakit perut, mual-mual dan muntah, kadang disertai
demam ringan. Pada umumnya gejala berlangsung selama 2-7 hari dan seringkali
penderita sembuh tanpa pengobatan antibiotika (CDC 2010). Salmonella spp.
umumnya diekskresi dalam jumlah besar dari feses pada awal terjadinya infeksi.
Selanjutnya, jumlah Salmonella spp. yang diekskresi menurun dan status karier
pada infeksi ini umumnya jarang terjadi dibandingkan dengan infeksi oleh
Salmonella Typhimurium. Namun pada usia yang lebih muda, bayi, orang-orang
tua dan orang-orang dengan sistem imun lemah, penyakit ini dapat menjadi parah.
Pada pasien ini, infeksi dapat meluas dari usus ke sirkulasi darah dan menyebar ke
5
bagian tubuh lain dan dapat menyebabkan kematian jika tidak diobati dengan
antibiotik yang tepat (Ariyanti dan Supar 2005).
Faktor risiko yang nyata pandemic food-borne disease oleh Salmonella spp.
pada manusia adalah konsumsi telur yang tidak matang (Petter 2001). Perubahan
pola konsumsi meliputi peningkatan kebiasaan makan di luar karena keterbatasan
waktu untuk menyiapkan makanan, peningkatan kebiasaan makan makanan siap
saji di restoran dan peningkatan konsumsi makanan yang dimasak tidak
sempurna. Produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna
mengakibatkan bakteri-bakteri patogenik tidak mati oleh proses pemasakan.
Adanya infeksi Salmonella spp. pada anak ayam umur sehari (one day old
chick/DOC) yang berasal dari beberapa peternakan pembibitan (grandparent
stock) di Indonesia memudahkan terjadinya penyebaran agen salmonelosis dari
DOC atau telur ayam ke peternakan-peternakan final stock atau ke konsumen
dalam area yang sangat luas (Kusumaningsih 2012). Infeksi Salmonella nontyphoid biasanya bersifat self-limiting gastroenteritis dan kematian jarang terjadi,
pada kasus dehidrasi memerlukan perawatan di rumah sakit. Komplikasi
ekstraintestinal salmonelosis disebabkan oleh infeksi Salmonella spp. pada organ
lain yang berhubungan dengan angka kematian yang meningkat. Komplikasi
tersebut termasuk endokarditis, infeksi pembuluh darah, kolesistitis, abses hati
dan limpa, infeksi saluran kemih, pneumonia atau empiema, meningitis, artritis
septik, dan osteomyelitis. Infeksi Salmonella spp. pada sistem saraf pusat (SSP)
merupakan penyebab yang fatal mencapai 50% penyebab kematian.
Pandemik Serotype Salmonella Typhimurium
Martelli dan Davies (2012) menjelaskan bahwa beberapa serotype
Salmonella termasuk Salmonella Typhimurium dapat melakukan kolonisasi pada
ovarium dan menginfeksi folikel preovulasi. Salmonella Typhimurium definitive
phage type (DT) 104 tersebar di seluruh dunia dan umumnya pada populasi hewan,
termasuk unggas yang mampu menginfeksi isi telur. Jenis Salmonella
Typhimurium fage tertentu seperti DT2 dan DT99 infeksi pada burung liar dan
infeksi strain ini biasanya berumur pendek. Salmonella Typhimurium pada burung
liar ditemukan pada populasi unggas di kandang terbuka, atau kadang-kadang
dalam kelompok tertutup sebagai akibat kontaminasi pakan oleh kotoran burung.
Salmonella Typhimurium pada manusia dapat terjadi sebagai hasil dari kondisi
yang tidak higienis dalam produksi telur dan distribusi. Penelitian yang dilakukan
Vo et al. 2006, Salmonella Typhimurium PT90 sebanyak 57.5% dari 47 isolat
dominan berasal dari manusia, babi, dan sapi. Outbreak Salmonella spp.
kebanyakan berhubungan dengan konsumsi produk asal hewan yang
terkontaminasi. Namun demikian infeksi pada manusia dapat berasal dari
transmisi selama kontak dengan hewan dan produknya, air maupun lingkungan.
Penelitian yang dilakukan Susan et al. 2004, Salmonella Typhimurium DT 104
diisolasi dari babi, sapi dan anak-anak. Sehingga diduga terjadi epidemic-link
pada saat terjadi kesulitan dalam menentukan sumber utama kejadian pada
manusia.
Pada akhir tahun 80-an Salmonella Typhimurium masih merupakan
penyebab pertama salmonelosis di Amerika Serikat menyusul kemudian
6
Salmonella Enteritidis (Selimovic et al. 2010). Secara umum berdasarkan survey
Internasional kejadian dan proporsi Salmonella Typhimurium DT104 meningkat
pada seluruh periode. Pada tahun 1992 sebesar 8.7% dan pada tahun 2001
proporsi ini meningkat menjadi 33%. Di Inggris kejadian memuncak pada tahun
1996 dan kemudian menurun. Di sebagian besar negara Eropa lainnya dan
Amerika Utara, strain DT104 meningkat setiap tahun. Non-typhoid Salmonella
menyebabkan infeksi ringan sampai berat sampai dengan meyebabkan kematian.
Satu studi memperkirakan bahwa 600 kematian terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat karena infeksi non-typhoid serotype Salmonella. Penelitian terbaru di
Denmark menunjukkan bahwa infeksi non-typhoid Salmonella dikaitkan dengan
2,5 kali lipat peningkatan risiko kematian dalam 1 tahun infeksi (Helms et al.
2005).
Salmonelosis menjadi penyebab kedua kasus penyakit gastrointestinal
yang paling sering dilaporkan di Australia setelah kampilobakteriosis, dengan
tingkat kejadian nasional 45.3 dan 80.9 per 100 000 penduduk masing-masing
pada tahun 2007. Laporan kejadian salmonelosis di Australia Selatan lebih tinggi
dari rata-rata nasional tahun 2007 dengan tingkat kejadian 68.5 per 100 000
penduduk. Salmonella Typhimurium PT 135A merupakan serotipe penyebab
kedua yang paling sering diidentifikasi setelah Salmonella Infantis pada ayam dan
sejumlah kejadian pada manusia. Salmonella Typhimurium 135A adalah sub-tipe
Salmonella Typhimurium 135 yang digunakan di Australia untuk membantu
mengidentifikasi epidemic-link antar kasus. Sebelumnya wabah Salmonella
Typhimurium 135A di Australia telah dikaitkan dengan konsumsi daging ayam,
telur dan produk telur (Fearnley et al. 2011).
Salmonelosis dapat ditularkan ke orang lain dan hewan melalui feses.
Shedding pada feses dapat terjadi beberapa hari bahkan sampai beberapa minggu.
Manusia dapat bertindak sebagai carrier selama beberapa bulan. Rata-rata 0.30.6% pasien yang terinfeksi non-typhoid Salmonella dapat mengalami shedding
bakteri pada fesesnya selama satu tahun. Pada beberapa serotype spesifik
Salmonella spp. dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan gejala demam.
Penyebaran penyakit ini didominasi oleh adanya kontaminasi feses orang yang
sakit dan terkontaminasi pada air dan makanan. Menurut Poeloengan et al. (2006),
habitat bakteri Salmonella spp. adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan
dan bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut
karena makan atau minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan
penderita. Salmonella spp. akan berkembang biak di dalam alat pencernaan
penderita, sehingga terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta
penghancuran lamina propria alat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi)
Salmonella spp. ini yang menimbulkan diare, karena Salmonella spp.
menghasilkan racun cytotoxin dan enterotoxin.
7
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2014.
Pengambilan sampel telur di 5 gudang penerima telur di Kota Kupang. Penelitian
metode cepat dan konvensional dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Laboratorium Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT. Pengujian
serotype terhadap hasil positif Salmonella spp. menggunakan metode Multiplex
Polimerase Chain Reaction (mPCR) di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates,
Jogjakarta.
Metode Pengambilan Sampel
Terdapat 4 perusahaan pengirim telur dengan kontainer kapal laut tujuan 5
gudang penerima di Kota Kupang. Penentuan jumlah sampel pada kontainer
menggunakan rumus menduga prevalensi n=4PQ/L2 dengan prevalensi (P) 50%
dan tingkat kepercayaan 95% sehingga n=4x0.5(0.5)/0.062 diperoleh sebanyak
278 sampel. Berdasarkan data tahun 2013, rata-rata kontainer masuk sebanyak
30 setiap bulan maka sampel dalam 1 kontainer sejumlah 9.3 butir telur
(dibulatkan 9 butir telur). Dalam 1 kontainer terdapat kemasan telur dalam eggs
tray karton yang berjumlah 800 ikat. Eggs tray karton disusun dalam ikatan
sebanyak 6 karton dengan isi telur setiap eggs tray karton 30 butir. Pengambilan
sampel dalam 1 kontainer menggunakan metode penarikan contoh acak berlapis
(stratified random sampling) dalam 3 strata. Strata pertama diambil sebanyak 9
ikatan eggs tray karton dari kontainer, strata ke-2 diambil 1 eggs tray karton dari
ikatan dan strata ke-3 diambil 1 butir telur dari eggs tray karton. Masing-masing
strata diambil menggunakan teknik penarikan contoh acak sederhana (simple
random sampling) dengan bantuan angka acak yang diperoleh dari tabel acak,
kalkulator ataupun komputer. Telur dalam satu kontainer dianggap berasal dari
satu sumber yang sama sehingga 9 butir telur yang diambil dimasukkan dalam
satu kantong plastik steril untuk dilakukan pengujian secara pool pada tiga
parameter yaitu kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Kode sampel dibuat
berdasar identitas pengirim dengan kode A; B; C; D, dan diambil data yang
terdapat pada sertifikat sanitasi produk hewan dalam setiap kontainer.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: gelas erlenmeyer,
gelas ukur, pipet, pipet ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml, cawan petri, tabung reaksi,
jarum inokulasi (ose), cotton swab, api bunsen, timbangan, gunting, pinset,
stomacher, magnetic stirrer, pengocok tabung (vortex), homogenizer, inkubator,
autoklaf, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), perangkat
PCR dan perangkat elektroforesis.
8
Bahan
Bahan yang digunakan dalam metode cepat adalah media cepat dry culture
medium plate Salmonella/Enterobacteriaceae (r-biopharm) dan larutan NaCl
fisiologis 0.9%. Bahan yang digunakan dalam metode konvensional mengacu
pada metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu serta hasil
olahannya (BSN 2008), antara lain: rappaport vassiliadis (RV), xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA), triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine iron agar
(LIA), nutrien agar (NA), buffered peptone water (BPW) 0.1%, dan isolat murni
Salmonella spp. sebagai kontrol positif. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi
metode mPCR adalah QIAamp DNA mini kit (Qiagen, Cat. No. 51304) sedangkan
bahan mastermix yang digunakan adalah Hotstar Taq Master Mix (Qiagen, Cat.
No. 203443). Kontrol positif Salmonella spp., Salmonella Enteritidis dan
Salmonella Typhimurium. Bahan elektroforesis metode PCR yang digunakan
terdiri dari PCR grade water, TAE, agarose gel, ethidium bromide,blue loading
dye, marker 100 base pairs (bp). Primer yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari tiga pasang primer seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Daftar primer
Bakteri
Target
Gen
Primer
Sequence 5’-3’
ATC GCT
OMPCF TTA TGC
CG
Salmonella
ompC
spp.
CGG GTT
OMPCR TTA TAG
TG
TGT GTT
ENTF TCT GAT
AGA GG
Salmonella
SdfI
Enteritidis
TGA ACT
ENTR TTC GTT
CTG G
TTG TTC
TyphF TTT TAC
TGA A
Salmonella
spy
Typhimurium
CCC TGA
TyphR CCG TTA
ATT
Sumber: Freitas et al. (2010)
Ukuran
(bp)
No. Akses
(GenBank)
204
AY341077
304
AF370707
401
AE008757
GAC
AAT
GCG
GTC
TTA
GCA
ACG
CTT
ACT
CCC
CAG
GAT
Metode Pengujian Sampel
Prapengayaan untuk Metode Cepat dan Konvensional
Kerabang dari 9 butir telur di-swab menggunakan cotton swab sucihama
yang sebelumnya telah dibasahi dengan 5 ml buffered peptone water (BPW)
9
0.1%. Swab-swab tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer atau wadah steril
berisi 45 ml BPW 0.1% kemudian diinkubasi pada suhu 35 °C selama 16-20 jam.
Sebanyak 9 sampel putih telur dipisahkan dari kuning telur secara aseptis,
masing-masing ditempatkan dalam kantong plastik steril dan dihomogenkan
dengan stomacher selama 1-2 menit. Masing-masing diambil 25 ml dimasukkan
dalam erlenmeyer steril dan ditambahkan 225 ml larutan BPW 0.1% kemudian
diinkubasi pada suhu 35 °C selama 16-20 jam.
Metode Cepat
Tahap persiapan media dengan memasukkan 1 ml NaCl (0.9%) steril
dalam dry culture medium plate Salmonella/Enterobakteriaceae dan dibiarkan
selama 15 menit agar terabsorbsi sempurna. Dilakukan streak menggunakan ose
dari sampel prapengayaan untuk mendapatkan koloni terpisah. Inkubasi pada suhu
35-37 °C selama 24 jam dan diamati 24-40 jam, hasil positif koloni Salmonella
spp. berwarna biru dan positif koloni Enterobakteriaceae berwarna magenta,
purple atau indigo.
Metode Konvensional
Tahap prapengayaan dilanjutkan ke tahap pengayaan dari tiga parameter
setelah inkubasi. Biak prapengayaan diaduk perlahan kemudian dipindahkan 0.1
ml ke dalam 10 ml media rappaport vassiliadis (RV) dalam tabung reaksi.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 42 °C selama 24 jam.
Isolasi dan Identifikasi dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 atau
2 ose biakan bakteri dari media pengayaan yang telah diinkubasi, diinokulasikan
pada media hectoen enteric agar (HEA). Selanjutnya media tersebut diinkubasi
pada suhu 35 °C selama 24 jam. Pada media HEA pengamatan diarahkan pada
koloni yang terlihat biru kehijauan dengan atau tanpa titik hitam.
Tahap selanjutnya mengambil koloni yang diduga Salmonella spp. dan
diinokulasikan ke media triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine iron agar (LIA).
Inokulasi dilakukan dengan menusukkan jarum inokulasi ke dasar media agar dan
selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua media diinkubasi pada suhu
35 °C selama 24 jam. Setelah inkubasi dilakukan pengamatan koloni yang
mengarah Salmonella spp. dengan terjadinya perubahan media yang khas seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2 Interpretasi hasil positif Salmonella spp. pada media TSIA dan LIA
Media
TSIA
LIA
Agar Miring
(slant)
Alkalin/K
(Merah)
Alkalin/K
(Ungu)
Agar Dasar
(button)
Asam/A
(Kuning)
Alkalin/K
(Ungu)
H2S
Gas
Positif
(Hitam)
Positif
(Hitam)
Negatif/positif
Negatif/positif
Metode mPCR
Tahap ekstraksi DNA dari sampel biak murni Salmonella spp. mengikuti
manual insert QIAamp DNA minikit. Komposisi master mix terdiri dari nuclease
free water 4.5 µl, hotstar taq master mix 12.5 µl, primer OMPC-F 0.5 µl, primer
OMPC-R 0.5 µl, primer ENT-F 0.5 µl, primer ENT-R 0.5 µl, primer Typh-F 0.5
10
µl, primer Typh-R 0.5 µl dan template DNA 5 µl sehingga total 25 µl dalam 1 kali
reaksi. Reaksi polymerase dalam thermocycler diprogram 30 siklus, dengan tahap
inisisasi denaturasi dioptimalkan pada suhu 95 °C selama 3 menit, kemudian
dilanjutkan siklus denaturasi masing-masing pada suhu 95 °C selama 2 menit,
anneling pada suhu 57 °C selama 2.5 menit dan elongation pada suhu 72 °C
selama 2.5 menit. Final extention pada suhu 72 °C selama 5 menit. Kemudian
didinginkan pada suhu 4 °C. Semua reaksi PCR divisualisasi dengan ethidium
bromida pada gel agarosa melalui reaksi elektroforesis, selanjutnya divisualisasi
pada UV transiluminator dan didokumentasi. Hasil elektroforesis kemudian
dibaca pada ukuran 204 bp untuk Salmonella spp., 401 bp untuk Salmonella
Typhimurium, dan 304 bp untuk Salmonella Enteritidis.
Analisis Data
Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar, dianalisis
secara deskriptif untuk menggambarkan keberadaan Salmonella spp. pada telur
ayam konsumsi. Untuk membandingkan efektivitas antara metode cepat dan
metode konvensional, dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel 2x2 untuk
menduga nilai sensitivitas dan spesifisitas (Thrusfield 2005). Cara penghitungan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Tabel 2x2 untuk pengujian diagnosis
Metode
Cepat
Positif
Negatif
Total
Sensitifitas
=
Spesifisitas
=
Predictive positif
=
Predictive negatif
=
Akurasi
=
Metode Konvensional
Positif
Negatif
a
b
(positif sebenarnya)
(positif palsu)
c
d
(negatif palsu)
(negatif sebenarnya)
a+c
b+d
_a_
a+c
_d_
b+d
_a_
a+b
_d_
c+d
a+d
n
Total
a+b
c+d
a+b+c+d
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam
Telah dilakukan pengambilan sampel telur ayam konsumsi dari kontainer
secara aseptis di 5 gudang telur dari 4 pengirim di Kota Kupang. Penarikan contoh
menggunakan teknik acak berlapis dalam 3 strata dan masing-masing strata
diambil menggunakan teknik acak sederhana. Tidak ada perlakuan terhadap
sampel sebelum pengujian dengan maksimal uji 3 hari setelah koleksi. Pengujian
metode cepat dan metode konvensional terhadap 270 sampel telur ayam konsumsi
dilakukan dalam 90 pengujian pada 3 parameter yaitu kerabang, putih dan kuning
telur. Hasil pengujian metode cepat menunjukkan 2 parameter yaitu sampel kode
186C swab kerabang dan kode 222B putih telur positif diduga Salmonella spp.
(Tabel 4). Pengujian metode konvensional menggunakan biakan yang diambil dari
tahap prapengayaan yang sama dengan metode cepat, dilanjutkan tahap
pengayaan dan selektif. Hasil positif diduga Salmonella spp. metode konvensional
pada sampel 186C dan 221C swab kerabang, 222B dan 228B putih telur serta
228B kuning telur.
Tabel 4 Hasil positif diduga Salmonella spp. metode cepat dan konvensional
Metode Cepat
Metode Konvensional
No
Kode
Kerabang Putih
Kuning Kerabang
Putih Kuning
1
186 C
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
2
221 C
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
3
222 B
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
4
228 B
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
Pada sampel yang berasal dari kontainer dengan kode 186C dan 221C
Salmonella spp. positif pada kerabang telur. Hasil positif Salmonella spp. pada
kerabang telur berkaitan dengan kemampuan transmisi vertikal maupun horisontal
yang dimiliki Salmonella spp.. Permukaan kerabang telur dapat terinfeksi
Salmonella spp. pada saat oviposisi dimana saluran reproduksi bagian bawah
ayam telah terinfeksi Salmonella spp.. Infeksi pada kerabang juga dapat berasal
dari luar baik kontaminasi dari feses maupun dari lingkungan. Kontaminasi pada
putih telur seperti pada kode sampel 222B berkaitan dengan kemampuan
Salmonella spp. penetrasi dari kerabang ke dalam isi telur dan kemampuan
bertahan Salmonella spp. dalam putih telur. Kontaminasi dalam kuning telur pada
sampel 228B dapat diperoleh dari transmisi vertikal Salmonella spp. yang
melakukan kolonisasi pada ovarium dan menginfeksi folikel preovulasi namun
demikian karena rusaknya membran viteline maka Salmonella spp. dapat
mencemari putih telur. Menurut Raghiante et al. (2010), beberapa studi
melaporkan bahwa Salmonella spp. mudah melakukan penetrasi melalui kerabang
dan bereplikasi di dalam telur. Faktor yang mempengaruhi diantaranya waktu
yang dibutuhkan untuk penetrasi, kualitas kerabang; putih dan kuning telur, umur
ayam, bentuk fisik, waktu penyimpanan, genetik dan periode penyinaran.
Hasil pengujian sampel positif diduga Salmonella spp. kemudian
dilakukan pengujian metode mPCR untuk mengetahuai serotype dari Salmonella
12
spp. tersebut. Hasil pengujian metode mPCR pada Gambar 2, menunjukkan 5
pengujian teridentifikasi Salmonella Typhimurium. Pemilihan metode ini dapat
mempersingkat waktu identifikasi dan memberikan hasil dengan tingkat akurasi
yang tinggi. Dalam uji screening maupun identifikasi untuk produk hewan
terutama telur ayam dibutuhkan kecepatan dan keakuratan pengujian. Rata-rata
telur yang dilalulintaskan sudah melampaui umur telur normal untuk dikonsumsi
sehingga diperlukan keputusan yang cepat bagi petugas karantina untuk
melakukan tindakan karantina berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas dan
mikroba Salmonella spp.. Penelitian yang dilakukan Park et al. (2014) metode
PCR memiliki sensitivitas mencapai 92% dibanding metode konvensional 50%.
Menurut Freitas et al. (2010) waktu pengujian dengan metode mPCR diperoleh
hasil pengujian kurang dari 24 jam sedangkan penggunaan metode konvensional
untuk hasil negatif memerlukan waktu 4 hari dan konfirmasi hasil positif
memerlukan waktu mencapai 15 hari.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
a
b
c
Gambar 2 Visualisasi elektroforesis DNA hasil polymerase. (1) marker 100 bp,
(2) sampel kode 186C swab kerabang, (3) sampel kode 221C swab
kerabang, (4) sampel kode 222B putih telur, (5) sampel kode 228B
putih telur, (6) sampel kode 228B kuning telur, (7) kontrol positif
Salmonella spp.; Salmonella Typhimurium, (8) kontrol positif
Salmonella spp.; Salmonella Enteritidis, (9) kontrol negatif, (10) NTC
(no template control), (a) Salmonella Typhimurium 401 bp, (b)
Salmonella Enteritidis 304 bp, (c) Salmonella spp. 204 bp.
Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak unggas yang
berguna untuk meneruskan kehidupan atau perkembangbiakan. Telur juga
merupakan mata rantai yang esensial dalam siklus reproduksi kehidupan hewan
sehingga telur merupakan suatu sel reproduktif yang paling kompleks
(Nurwantoro dan Mulyani 2003). Sistem reproduksi ayam betina terbagi 2 bagian
yaitu ovarium dan oviduk. Sebagian besar ayam, ovarium dan oviduk sebelah kiri
yang berkembang. Ovarium ayam betina dewasa terdiri dari folikel-folikel dengan
ukuran yang berbeda dan hanya satu folikel mengalami ovulasi setiap 24-40 jam
sekali (Howard et al. 2011).
13
Transmisi Salmonella spp. pada telur dapat melalui 2 cara yaitu transmisi
vertikal dan horisontal (Gambar 3). Menurut Howard et al. (2011) Salmonella
spp. dapat melakukan kolonisasi dalam saluran reproduksi ayam dengan cara
menghindari respon kekebalan ayam. Salmonella spp. mampu bertahan hidup
dalam sel-sel pada saluran reproduksi. Pada ovarium lebih sering ditemukan
Salmonella spp. daripada di oviduk. Dalam hal ini, Salmonella spp. mampu
berinteraksi dengan sel-sel folikel preovulasi. Attachment Salmonella spp. pada
sel-sel granulosa folikuler dapat menginvasi dan berkembang biak dalam sel-sel
ini. Salmonella spp. mudah menginvasi dan bermultiplikasi pada jaringan isthmus
dan magnum. Ketika ayam petelur terinfeksi Salmonella spp. dan bakteri
menyebar secara septikemia, bakteri dapat di temukan dalam sel-sel glandula
tubular isthmus dan magnum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Salmonella spp.
masuk dan mengkontaminasi putih telur. Pada inokulasi Salmonella spp. intra
vaginal terdapat kontaminasi yang tinggi pada kerabang. Hal ini juga
menunjukkan bahwa Salmonella spp. mempunyai kemampuan besar untuk
menempel pada epitelium vagina. Kemampuan invasi ini berhubungan dengan
tipe lipopolisakarida. Salmonella Enteritidis tipe O9 lebih invasif daripada tipe O4
(Salmonella Typhimurium, Salmonella Heidelberg, Salmonella Agona).
Gambar 3 Transmisi Salmonella spp. (a) Salmonella spp. tertelan oleh ayam
melalui pakan ataupun minum dan melakukan kolonisasi di saluran
reproduksi, menyebar secara sistemik dan menginfeksi secara vertikal,
(b) penetrasi Salmonella spp. melalui kerabang dan membran telur
setelah kontaminasi kerabang, (c) transmisi vertikal Salmonella spp.
melalui kuning telur dan atau putih telur pada saluran reproduksi, (d)
perkembangan Salmonella spp. setelah oviposisi yang diperoleh
secara vertikal dan atau horisontal di dalam putih telur dan invasi ke
dalam kuning telur. Sumber: Gantois et al. (2009)
14
Transmisi horisontal pada telur merupakan permulaan sebelum bakteri
Salmonella spp. penetrasi ke dalam cangkang telur (Petter 2001). Pada transmisi
horisontal terjadi setelah telur keluar dari tubuh ayam dan terekspos berbagai
macam kontaminan termasuk feses yang mengandung bakteri Salmonella spp.
(Howard et al. 2011). Setelah oviposisi telur berpotensi terpapar berbagai
kontaminan dan bahan-bahan organik. Feses termasuk bahan organik yang
membantu kelangsungan hidup dan pertumbuhan Salmonella spp. dengan
menyediakan perlindungan dan sumber nutrisi. Kontaminasi berasal dari
lingkungan dimana telur terdapat pada kotak sarang, lingkungan atau truk
penetasan (Gantois et al. 2009). Kerabang telur mudah ditembus oleh bakteri
dalam menit-menit pertama setelah oviposisi. Kutikula merupakan garis
pertahanan pertama terhadap penetrasi bakteri pada telur. Jika kutikula mengering
dan menyusut sebanding dengan umur telur, bakteri akan penetrasi melalui poripori kerabang (Howard et al. 2011). Kutikula merupakan protein hidrofob yang
melapisi kerabang dan menutup pori-pori kerabang. Membentuk kristal pada
permukaan kerabang dan membran kerabang. Kerabang dan membran kerabang
selain sebagai pertahanan fisik juga sebagai pertahanan kimia. Lisozim,
ovotransferrin dan ovocalixin-36 terdapat dalam membran kerabang yang
berfungsi sebagai antibakteri (Gantois et al. 2009). Kualitas kulit telur seperti
yang didefinisikan sebagai shell spesifik gravity, berat kerabang atau ketebalan
kerabang juga diduga memiliki peran dalam penetrasi bakteri ke dalam telur. Jenis
unggas dengan produksi telur tinggi dan berat telur yang lebih besar cenderung
menghasilkan kualitas kerabang yang rendah sehingga menjadi rentan terhadap
kontaminasi. Umur ayam adalah faktor lain yang mempengaruhi kualitas
kerabang. Faktor stres seperti pemindahan dari kandang litter ke battrey serta
vaksinasi juga berpengaruh terhadap kualitas kerabang (Howard et al. 2011).
Selain kontaminasi secara vertikal dan horisontal, kontaminasi silang antara
manusia yang menderita salmonelosis pada telur juga dapat terjadi. Kontak antara
telur dengan orang dimulai dari pengambilan telur dari kandang, proses
penyortiran dan pengemasan pada eggs tray karton. Shedding bakteri dari pekerja
yang menderita salmonelosis pada beberapa tahap tersebut dapat menularkan baik
pada pekerja lain melalui kontak langsung maupun langsung pada telur. Oleh
karena itu sanitasi diperlukan bagi para pekerja seperti menjaga kebersihan,
mandi, kebiasaan mencuci tangan dan desinfeksi. Proses distribusi telur belum
menggunakan kontainer khusus. Pembersihan kontainer yang dilakukan penyedia
jasa ekspedisi juga masih belum memperhatikan aspek pencemaran mikroba.
Kontainer telur yang digunakan adalah kontainer barang yang digunakan untuk
pengemasan berbagai jenis barang. Kondisi yang demikian juga merupakan
potensi terhadap kontaminasi Salmonella spp. pada telur. Seperti pendapat Salo et
al. (2012) yang menyatakan bahwa telur yang terkontaminasi merupakan potensi
bahaya pada setiap penanganannya oleh karena itu perlu pedoman penanganan
untuk mempertimbangkan paparan Salmonella spp.
15
Pengaruh Faktor-Faktor dalam Distribusi Telur terhadap
Salmonella Typhimurium
Distribusi pemasukan telur konsumsi antar area dalam kontainer merupakan
rangkaian proses pascaproduksi yang perlu mendapat perhatian. Terdapat faktorfaktor dalam proses pascaproduksi yang berpengaruh dalam rantai distribusi
bahan pangan telur ayam konsumsi terhadap keberadaan Salmonella spp..
Diantaranya adalah: waktu penyimpanan, temperatur, kualitas kerabang telur;
putih telur dan kuning telur serta kemampuan Salmonella spp. menginfeksi telur
dalam saluran reproduksi dan kemampuan bertahan dalam telur. Faktor-faktor
tersebut berhubungan dengan penempatan kontainer telur dalam kapal, lama
perjalanan kapal, keberadaan fasilitas pendingin, keberadaan feses dalam
permukaan kerabang, adanya keretakan telur maupun pecah dalam kontainer serta
kemampuan transmisi vertikal. Hubungan tersebut yang menyebabkan keberadaan
Salmonella Typhimurium dalam penelitian ini terdeteksi baik pada kerabang,
putih telur maupun kuning telur. Secara deskripsi hubungan ini dapat menjelaskan
keberadaan Salmonella spp.. Menurut Bahri et al. (2002) faktor-faktor dalam
setiap proses dapat dikelola dan dikendalikan dengan baik sehingga akan
memberikan dampak positif.
Pada penyusunan dalam kapal penempatan kontainer telur diletakkan pada
susunan kontainer paling atas. Penempatan ini bertujuan mempercepat proses
penarikan kontainer pada saat sampai di tempat tujuan untuk dapat dilakukan
proses distribusi selanjutnya. Pada posisi ini kontainer sangat mudah terpapar
panas matahari selama perjalanan dan kondisi cuaca yang ekstrim sehingga
berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban ruangan kontainer. Kondisi
permukaan telur kering dan atau terdapat kondensasi air yang teramati pada saat
pembongkaran. Martelli dan Davies (2012) berpendapat bahwa pertumbuhan
Salmonella spp. sangat cepat di dalam telur pada suhu ruang jika Salmonella spp.
dapat menembus kuning telur pada suhu ruang 25 °C. Lake et al. (2004)
menyatakan kelangsungan hidup Salmonella spp. pada kerabang dan membran
tergantung pada suhu dan kelembaban relatif. Jumlah bakteri pada awalnya sangat
kecil dan tidak mungkin tumbuh sampai pada saatnya dapat menembus membran
viteline dan mencemari kuning telur. Raghiante et al. (2010) menyatakan bahwa
penetrasi Salmonella spp. dipengaruhi kualitas kerabang, waktu penyimpanan dan
suhu. Semakin lama waktu dan suhu yang tinggi semakin cepat penetrasi
Salmonella spp. ke dalam telur.
Lama perjalanan yang terdeteksi pada sertifikat sanitasi produk hewan dari
daerah asal sampai dengan kedatangan di daerah tujuan dari 30 kontainer adalah
rata-rata 6.03 hari dengan waktu tercepat 4 hari dan waktu terlama 9 hari. Menurut
Gross et al. (2015), rata-rata umur telur normal sampai dengan dikonsumsi pada
suhu kamar adalah 7.5±1.7 hari. Umur telur merupakan faktor risiko terhadap
lepasnya iron dan nutrien dari kuning telur. Martelli dan Davies (2012)
menjelaskan bahwa kerusakan pada membran viteline menyebabkan nutrien
masuk ke dalam putih telur dan menarik bakteri masuk ke dalam kuning telur
sehingga bakteri berkembang dengan baik. Permeabilitas membran viteline ini
dipengaruhi suhu di at
MENGGUNAKAN METODE CEPAT DAN KONVENSIONAL
YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN
TENAU KUPANG
SUSANTO NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Salmonella Typhimurium
pada Telur Ayam Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional yang
Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Tenau Kupang, adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Susanto Nugroho
B251130224
RINGKASAN
SUSANTO NUGROHO. Kajian Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam
Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional yang Dilalulintaskan Melalui
Pelabuhan Tenau Kupang. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan
AGUSTIN INDRAWATI.
Salmonelosis adalah salah satu penyakit food-borne bakterial zoonotik yang
paling penting di seluruh dunia. Salmonella spp. adalah penyebab salmonelosis
akibat konsumsi makanan berbahan dasar unggas dan produk unggas yang
terkontaminasi. Unggas dan telur ayam dianggap merupakan salah satu reservoir
yang paling penting dimana Salmonella spp. ditularkan melalui rantai makanan
dan akhirnya menular ke manusia. Meningkatkan keamanan produk unggas
dengan cara deteksi dini terhadap food-borne patogen merupakan komponen
penting untuk membatasi kontaminasi Salmonella spp.. Metode deteksi cepat dan
identifikasi Salmonella spp. merupakan strategi yang dirancang untuk mencegah
kontaminasi unggas dan produk unggas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi Salmonella spp. dari
telur ayam yang berasal dari 4 pengirim telur dan membandingkan pengujian
metode cepat dry culture medium plate dan metode konvensional. Hasil uji diduga
Salmonella spp. dari metode cepat dan konvensional dilanjutkan dengan metode
multipleks polymerase chain reaction (mPCR). Jumlah sampel dihitung dengan
menggunakan rumus menduga prevalensi dan diambil menggunakan metode acak
berlapis. Analisis data hasil positif Salmonella spp. dilakukan secara deskriptif,
sedangkan metode pengujian dievaluasi terhadap sensitivitas dan spesifisitasnya.
Berdasarkan hasil pengujian dari 270 sampel, 5 pengujian dengan metode
konvensional dan 2 pengujian dengan metode cepat positif diduga Salmonella
spp.. Hasil pengujian mPCR dari 5 uji positif diduga Salmonella spp.
menunjukkan positif Salmonella Typhimurium. Sensitivitas dan spesifisitas
metode cepat masing-masing adalah 40% dan 100%. Nilai sensitivitas metode
cepat dry culture medium plate lebih rendah dari metode konvensional. Pengujian
menggunakan metode cepat lebih baik jika dilakukan setelah tahap pengayaan.
Berdasarkan hasil pengujian positif kontaminasi Salmonella Typhimurium pada
telur ayam maka diperlukan evaluasi terhadap pengiriman telur ayam konsumsi
antar pulau.
Kata kunci: kontaminasi
konvensional, telur ayam.
Salmonella
Typhimurium,
metode cepat
dan
SUMMARY
SUSANTO NUGROHO. Study of Salmonella Typhimurium in Hen Eggs Using
Rapid and Conventional Method Entering Through Tenau Port Kupang.
Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and AGUSTIN INDRAWATI.
Salmonellosis is one of the most important food-borne bacterial zoonotic
diseases worldwide. Salmonella spp. are causative agent of salmonellosis
associated with consumption contaminated poultry and poultry product. Poultry
and eggs are considered one of the most important Salmonella spp. reservoirs.
Salmonella spp. were able to pass through the food chain and ultimately
transmitted to humans. Improving safety of poultry products by early detection of
food-borne pathogens would be considered an important component for limiting
exposure to Salmonella contamination. Rapid detection and identification method
for Salmonella spp. are considered to be an important component of strategies
designed to prevent poultry and poultry product.
The aims of the studied were to detect Salmonella spp. from hen eggs
collected from 4 exporters and to compare dry culture medium plate rapid test
method and conventional test method. The test result of suspected Salmonella spp.
from rapid and conventional methods were continued using multiplex polymerase
chain reaction (mPCR) test method. Samples size were calculated using estimates
prevalence formula and selected by stratified random sampling. Data regarding
the proportion of Salmonella spp. positive samples were analyzed descriptively,
while the method evaluated using sensitivity and spesifisity.
According of test result from 270 samples, 5 test by conventional method
and 2 test by rapid method were positive suspected Salmonella spp.. mPCR test
results of 5 test positive suspected Salmonella spp. were showed positive
Salmonella Typhimurium. Compared to the bacteriological method, the sensitivity
and specificity of the rapid test method were estimated to be 40% and 100%,
respectively. Sensitivity value dry culture medium plate rapid test method less
than conventional method. So the analysis of test procedures using rapid test
method are performing after enrichment stage. According of positive test results
Salmonella Typhimurium contamination in hen eggs is necessary to evaluate the
delivery of consumption hen eggs between islands.
Key words: hen eggs, rapid and conventional methods, Salmonella Typhimurium
contamination.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN Salmonella Typhimurium PADA TELUR AYAM
MENGGUNAKAN METODE CEPAT DAN KONVENSIONAL
YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN
TENAU KUPANG
SUSANTO NUGROHO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi.
Judul Tesis:
Nama
NIM
:
:
Kajian Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam Menggunakan
Metode Cepat dan Konvensional yang Dilalulintaskan Melalui
Pelabuhan Tenau Kupang
Susanto Nugroho
B251130224
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi.
Ketua
Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi.
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mengaruniakan berkat anugerah dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Agustus sampai Desember 2014 ialah Kajian Salmonella
Typhimurium pada Telur Ayam Menggunakan Metode Cepat dan Konvensional
yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Tenau Kupang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh
Trioso Purnawarman, MSi. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Drh
Agustin Indrawati, MBiomed. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penulisan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih
juga kepada Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi. selaku Ketua Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, serta seluruh staf pengajar pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membimbing, mengarahkan,
membantu dan memberikan saran kepada penulis.
Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Badan
Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa serta tugas belajar sehingga
penulis dapat menempuh pendidikan magister pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih kepada
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang beserta pejabat struktural,
fungsional dan staf yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu baik
materi maupun tenaga serta dorongan semangat hingga terselesaikannya tesis ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada istri tercinta Danty Ndakuramba
atas doa, kesabaran, kesetiaan dengan segala suka dan duka selama penulis
menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada
Bapak dan Ibu serta keluarga besar Hadi Purwanto di Jogjakarta, Bapak (alm) dan
Mama serta keluarga besar Ndakuramba di Nusa Tenggara Timur (NTT) atas doa,
perjuangan, perhatian, pengertian dan kasihnya selama ini.
Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Kepala Departemen IPHK FKH
IPB beserta staf yang telah memberikan waktu, tenaga dan kesabarannya pada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terimakasih kepada Kepala UPT
Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT dan kepada Kepala Balai Besar
Veteriner Wates Jogjakarta atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian
selama ini. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman
Mahasiswa S2 Program Khusus Karantina, atas dukungan dan kerjasamanya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam mengembangkan bidang
kesehatan masyarakat veteriner dan perkarantinan Indonesia.
Bogor, Februari 2015
Susanto Nugroho
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
ii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella spp.
Salmonelosis
Pandemik Serotype Salmonella Typhimurium
3
3
4
5
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Alat
Bahan
Metode Pengujian Sampel
Analisis Data
7
7
7
7
8
8
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Salmonella Typhimurium Pada Telur Ayam
Pengaruh Faktor-Faktor dalam Distribusi Telur terhadap Salmonella
Typhimurium
Evaluasi Metode Cepat Dry Culture Medium Plate
Aspek Keamanan Pangan
11
11
15
17
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
22
DAFTAR PUSTAKA
22
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR GAMBAR
1 Salmonella spp.
2 Hasil elektroforesis DNA
3 Transmisi Salmonella spp. pada telur
4
12
13
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Daftar primer
Interpretasi hasil positif Salmonella spp. pada media TSIA dan LIA
Tabel 2x2 untuk pengujian diagnosis
Hasil positif diduga Salmonella spp. metode cepat dan konvensional
Penghitungan sensitivitas dan spesifisitas metode cepat
8
9
10
11
18
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang semakin penting di
era perdagangan bebas. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan tersedia cukup
merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi. Hal ini agar tercipta suatu sistem
jaminan mutu pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan
serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
(Khoiriyah et al. 2013). Pengawasan bahan pangan asal hewan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, produsen maupun konsumen.
Pemerintah dan produsen atau swasta harus bekerja sama untuk merancang aturan,
standar dan implementasinya yang berhubungan dengan upaya pengendalian
penyakit dalam rantai proses di industri peternakan. Penanganan yang higienis
terhadap ternak dan produk olahannya dari berbagai pihak sangat berguna untuk
meningkatkan keamanan pangan asal ternak terhadap kontaminasi (Ariyanti dan
Supar 2005).
Salah satu hal penting dalam persyaratan produk asal hewan adalah bebas
patogen mikroba termasuk Salmonella spp.. Salmonelosis adalah penyakit yang
disebabkan bakteri Salmonella spp.. Penyakit ini dapat menyerang unggas, hewan
mamalia dan manusia sehingga memiliki arti penting bagi manusia karena
penyakit ini dapat terjadi akibat mengonsumsi makanan dan minuman yang
tercemar Salmonella spp. (Doyle dan Cliver 1990). Salmonelosis merupakan
penyakit yang menular pada manusia (zoonosis). Sumber penularan berupa
keluaran (ekskresi) hewan dan manusia baik dari hewan ke manusia maupun
sebaliknya. Meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan,
Salmonella spp. menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah
dan bahan-bahan yang berhubungan dengan kontaminasi fekal. Mikroorganisme
ini juga ditemukan di peralatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada hewan
khususnya babi dan unggas (Poeloengan et al. 2006).
Telur ayam merupakan salah satu sumber nutrisi yang bergizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Namun akhir-akhir
ini telur telah banyak dilaporkan sebagai sumber infeksi Salmonella spp. pada
manusia. Bakteri Salmonella spp. dalam jumlah besar yang terdapat di dalam telur
lebih sering sebagai penyebab food-borne disease. Di beberapa negara di Eropa
dan Amerika, wabah salmonelosis berasal dari makanan yang mengandung telur
dengan kualitas terbaik (grade A) yang terkontaminasi secara vertikal (Ariyanti
dan Supar 2005). Cemaran Salmonella spp. pada telur dapat terjadi pada proses
produksi dan pascaproduksi apabila higiene dan sanitasi di peternakan dan pada
saat pengumpulan dan penyimpanan kurang diperhatikan. Oleh karena itu
kebersihan telur dalam distribusi dan penyimpanan perlu diperhatikan dengan baik
agar tidak terinfeksi oleh bakteri maupun oleh berbagai jenis kapang atau khamir.
Cemaran berbagai serotype kuman Salmonella spp. pada produk-produk asal
ternak di Indonesia cukup memprihatinkan karena jumlah kuman Salmonella spp.
yang dapat diisolasi cukup banyak sehingga berpotensi untuk mengganggu
kesehatan masyarakat (Bahri 2002).
2
Salmonella spp. merupakan penyebab salmonelosis dengan kasus klinis
yang berbeda seperti: typhoid like disease, dengan agen infeksinya Salmonella
Typhi dan Salmonella Paratyphi, dan dapat menyebabkan kematian manusia.
Non-typhoid disease terbatas pada infeksi pada lapisan usus kecil yang
menyebabkan gastroenteritis terutama oleh Salmonella Enteritidis dan Salmonella
Typhimurium (Raffatellu et al. 2008). Salmonelosis non-typhoid adalah penyebab
utama infeksi asal makanan yang mematikan di Amerika Serikat. Media yang
paling umum dalam menginfeksi manusia adalah produk asal hewan termasuk
daging, produk daging, telur dan produk telur. Makanan dan penyedia makanan
berperan penting sebagai faktor yang berpengaruh terjadinya kontaminasi silang
dari sumber hewan seperti unggas (Nutt et al. 2003). Infeksi Salmonella spp. dari
pangan asal hewan memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat dan
khususnya pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan menjadi
sumber utama infeksi Salmonella spp. pada manusia (Poeloengan et al. 2006).
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi
dengan kebutuhan pasokan telur ayam konsumsi cukup tinggi. Hal ini disebabkan
belum berkembangnya peternakan ayam petelur, sehingga perlu mendatangkan
dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasukan melalui Pelabuhan
Tenau di tahun 2013 mencapai 3859.15 ton dengan frekuensi pemasukan 440
kali (BKPK I 2013). Melihat besarnya pemasukan telur tersebut, tidak menutup
kemungkinan besarnya potensi cemaran Salmonella spp. ikut terbawa. Cemaran
Salmonella spp. dapat dibuktikan dengan pengujian laboratorium baik pengujian
metode cepat maupun metode konvensional.
Deteksi Salmonella spp. pada telur dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium dengan cara isolasi dan identifikasi Salmonella spp. baik secara
biokimia maupun serotyping. Isolasi dan identifikasi Salmonella spp. dalam bahan
pangan dengan menggunakan metode konvensional yaitu pemupukan pada media
kultur dan selektif. Metode deteksi cepat terhadap Salmonella spp. sudah banyak
dikembangkan seperti deteksi metode kultur dalam media kering (dry culture
medium plate) dan metode polymerase chain reaction (PCR). Beberapa
keunggulan metode deteksi cepat adalah waktu pemeriksaan yang lebih cepat,
hasil pemeriksaan yang lebih tepat, lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan
dengan metode konvensional. Penggunaan metode cepat sangat membantu dalam
screening terhadap masuknya agen patogen dan penentuan dalam keputusan
menyikapi keberadaan agen patogen tersebut. Oleh karena itu diperlukan
pemilihan metode yang tepat dengan tingkat sensitivitas yang tinggi dengan
tingkat biaya minimal dan waktu pengujian yang cepat.
Perumusan Masalah
Perdagangan telur ayam konsumsi di dalam negeri sudah berlangsung lintas
pulau, hal ini untuk memenuhi salah satu kebutuhan protein hewani masyarakat di
daerah tujuan. Semakin maraknya perdagangan telur diperlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari risiko agen patogen penyebab food-borne seperti
Salmonella spp.. Keberadaan cemaran Salmonella spp. pada telur dibuktikan
dengan pengujian laboratorium. Telur merupakan bahan pangan yang mudah
rusak, oleh karena itu perlu prosedur pengujian yang cepat dalam screening
3
adanya patogen. Metode pengujian cepat sudah banyak dikembangkan, namun
diperlukan pertimbangan dalam pemilihan metode berkaitan dengan tingkat
sensitivitas pengujian, lama waktu pengujian dan biaya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi cemaran Salmonella spp. pada telur
ayam konsumsi yang dilalulintaskan di Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang
melalui Pelabuhan Tenau menggunakan metode cepat dan konvensional. Menilai
tingkat sensitivitas dan spesifisitas uji tersebut dengan cara membandingkan
efektivitas metode pengujian cepat dengan metode biakan konvensional sebagai
uji screening dalam mendeteksi keberadaan Salmonella spp. pada telur ayam.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui penyebaran antar pulau
cemaran Salmonella spp. pada telur ayam konsumsi yang dilalulintaskan ke
wilayah NTT dan memberikan kontribusi dalam evaluasi manajemen pengiriman
telur antar area. Kesesuaian hasil secara kualitatif pengujian cepat Salmonella spp.
dapat digunakan dalam mendeteksi dan mengendalikan higiene bahan pangan
khususnya telur konsumsi dan dapat diaplikasikan sebagai screening adanya
cemaran Salmonella spp..
2 TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella spp.
Genus Salmonella termasuk dalam Famili Enterobacteriaceae, Gramnegatif berbentuk batang langsing (0.7-1.5 x 2-5 μm), fakultatif anaerob, oksidase
negatif, dan katalase positif. Sebagian besar strain motil dan memfermentasi
glukosa dengan membentuk gas dan asam (Cox 2000). Salmonella spp. tumbuh
pada kisaran suhu 8 °C sampai 45 °C pada rentang pH 4-9 dan membutuhkan
activity water (Aw) di atas 0.94. Salmonella spp. tumbuh dengan optimum pada
suhu 35 °C sampai 37 °C mampu memproduksi H2S dan mengkatabolisme
berbagai macam karbohidrat menjadi asam dan gas (Bell dan Kyriakides 2003).
Salmonella spp. diklasifikasikan ke dalam dua spesies yaitu Salmonella
enterica dan Salmonella bongori (Jordan et al. 2001). Lima jenis serovar
Salmonella enterica yang berhubungan dengan unggas, keracunan makanan, dan
salmonelosis pada manusia adalah Salmonella enterica serovar Typhimurium,
Enteritidis, Heidelberg, Newport, dan Hadar (Hong et al. 2003). Salmonella spp.
dapat digolongkan sebagai berikut:
4
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Species
:
:
:
:
:
:
:
Bacteria
Proteobacteria
Gammaproteobacteria
Enterobacteriales
Enterobacteriaceae
Salmonella
Salmonella spp.
Gambar 1 Salmonella spp.
Sumber: Khoiriyah et al.
(2013)
Salmonella spp. mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak dapat
memfermentasikan salisin, sukrosa dan laktosa (Mario et al. 1976). Menurut Ray
(2001) Salmonella spp. umumnya memfermentasi dulsitol, tetapi tidak laktosa,
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, menghasilkan hidrogen sulfida,
decarboxylate lysine dan ornitine, tidak menghasilkan indol, dan negatif untuk
urease. Merupakan bakteri mesophylic, dapat dimatikan pada suhu dan waktu
pasteurisasi, sensitif pada pH ≤4.5 dan tidak berbiak pada Aw 0.94, khususnya
jika dikombinasikan dengan pH 5.5 atau kurang.
Tata nama dan klasifikasi spesies Salmonella spp. sesuai dengan sistem
Kaufmann -White, ditentukan oleh kombinasi yang berbeda dari antigen somatik
O, antigen permukaan Vi, dan antigen flagellar H (Su dan Chiu 2007). Salmonella
Typhimurium termasuk dalam grup B Salmonella dengan struktur antigeniknya
adalah O4,5,12 dan Hi; 1,2 (CDC 2011).
Salmonelosis
Salmonelosis adalah salah satu penyakit zoonotik penyebab food-borne
diarrheal disease dan terdapat di seluruh dunia. Hal ini karena ditularkan oleh
ternak carrier yang sehat ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi
Salmonella spp. dan menyebabkan enteritis (Khoiriyah et al. 2013). Serovar
Salmonella Typhimurium telah dikenal sebagai penyebab salmonelosis sejak
sebelum tahun 1970 menyusul kemudian kejadian yang disebabkan Salmonella
Enteritidis (Petter 2001). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap risiko
salmonelosis adalah jumlah bakteri yang mengkontaminasi telur. Manusia yang
terinfeksi oleh bakteri Salmonella spp. biasanya bersifat khas dengan masa
inkubasi antara 5-72 jam, tetapi gejala umumnya terjadi dalam waktu 12-36 jam
setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Penyakit diawali
dengan diare, dehidrasi, sakit perut, mual-mual dan muntah, kadang disertai
demam ringan. Pada umumnya gejala berlangsung selama 2-7 hari dan seringkali
penderita sembuh tanpa pengobatan antibiotika (CDC 2010). Salmonella spp.
umumnya diekskresi dalam jumlah besar dari feses pada awal terjadinya infeksi.
Selanjutnya, jumlah Salmonella spp. yang diekskresi menurun dan status karier
pada infeksi ini umumnya jarang terjadi dibandingkan dengan infeksi oleh
Salmonella Typhimurium. Namun pada usia yang lebih muda, bayi, orang-orang
tua dan orang-orang dengan sistem imun lemah, penyakit ini dapat menjadi parah.
Pada pasien ini, infeksi dapat meluas dari usus ke sirkulasi darah dan menyebar ke
5
bagian tubuh lain dan dapat menyebabkan kematian jika tidak diobati dengan
antibiotik yang tepat (Ariyanti dan Supar 2005).
Faktor risiko yang nyata pandemic food-borne disease oleh Salmonella spp.
pada manusia adalah konsumsi telur yang tidak matang (Petter 2001). Perubahan
pola konsumsi meliputi peningkatan kebiasaan makan di luar karena keterbatasan
waktu untuk menyiapkan makanan, peningkatan kebiasaan makan makanan siap
saji di restoran dan peningkatan konsumsi makanan yang dimasak tidak
sempurna. Produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna
mengakibatkan bakteri-bakteri patogenik tidak mati oleh proses pemasakan.
Adanya infeksi Salmonella spp. pada anak ayam umur sehari (one day old
chick/DOC) yang berasal dari beberapa peternakan pembibitan (grandparent
stock) di Indonesia memudahkan terjadinya penyebaran agen salmonelosis dari
DOC atau telur ayam ke peternakan-peternakan final stock atau ke konsumen
dalam area yang sangat luas (Kusumaningsih 2012). Infeksi Salmonella nontyphoid biasanya bersifat self-limiting gastroenteritis dan kematian jarang terjadi,
pada kasus dehidrasi memerlukan perawatan di rumah sakit. Komplikasi
ekstraintestinal salmonelosis disebabkan oleh infeksi Salmonella spp. pada organ
lain yang berhubungan dengan angka kematian yang meningkat. Komplikasi
tersebut termasuk endokarditis, infeksi pembuluh darah, kolesistitis, abses hati
dan limpa, infeksi saluran kemih, pneumonia atau empiema, meningitis, artritis
septik, dan osteomyelitis. Infeksi Salmonella spp. pada sistem saraf pusat (SSP)
merupakan penyebab yang fatal mencapai 50% penyebab kematian.
Pandemik Serotype Salmonella Typhimurium
Martelli dan Davies (2012) menjelaskan bahwa beberapa serotype
Salmonella termasuk Salmonella Typhimurium dapat melakukan kolonisasi pada
ovarium dan menginfeksi folikel preovulasi. Salmonella Typhimurium definitive
phage type (DT) 104 tersebar di seluruh dunia dan umumnya pada populasi hewan,
termasuk unggas yang mampu menginfeksi isi telur. Jenis Salmonella
Typhimurium fage tertentu seperti DT2 dan DT99 infeksi pada burung liar dan
infeksi strain ini biasanya berumur pendek. Salmonella Typhimurium pada burung
liar ditemukan pada populasi unggas di kandang terbuka, atau kadang-kadang
dalam kelompok tertutup sebagai akibat kontaminasi pakan oleh kotoran burung.
Salmonella Typhimurium pada manusia dapat terjadi sebagai hasil dari kondisi
yang tidak higienis dalam produksi telur dan distribusi. Penelitian yang dilakukan
Vo et al. 2006, Salmonella Typhimurium PT90 sebanyak 57.5% dari 47 isolat
dominan berasal dari manusia, babi, dan sapi. Outbreak Salmonella spp.
kebanyakan berhubungan dengan konsumsi produk asal hewan yang
terkontaminasi. Namun demikian infeksi pada manusia dapat berasal dari
transmisi selama kontak dengan hewan dan produknya, air maupun lingkungan.
Penelitian yang dilakukan Susan et al. 2004, Salmonella Typhimurium DT 104
diisolasi dari babi, sapi dan anak-anak. Sehingga diduga terjadi epidemic-link
pada saat terjadi kesulitan dalam menentukan sumber utama kejadian pada
manusia.
Pada akhir tahun 80-an Salmonella Typhimurium masih merupakan
penyebab pertama salmonelosis di Amerika Serikat menyusul kemudian
6
Salmonella Enteritidis (Selimovic et al. 2010). Secara umum berdasarkan survey
Internasional kejadian dan proporsi Salmonella Typhimurium DT104 meningkat
pada seluruh periode. Pada tahun 1992 sebesar 8.7% dan pada tahun 2001
proporsi ini meningkat menjadi 33%. Di Inggris kejadian memuncak pada tahun
1996 dan kemudian menurun. Di sebagian besar negara Eropa lainnya dan
Amerika Utara, strain DT104 meningkat setiap tahun. Non-typhoid Salmonella
menyebabkan infeksi ringan sampai berat sampai dengan meyebabkan kematian.
Satu studi memperkirakan bahwa 600 kematian terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat karena infeksi non-typhoid serotype Salmonella. Penelitian terbaru di
Denmark menunjukkan bahwa infeksi non-typhoid Salmonella dikaitkan dengan
2,5 kali lipat peningkatan risiko kematian dalam 1 tahun infeksi (Helms et al.
2005).
Salmonelosis menjadi penyebab kedua kasus penyakit gastrointestinal
yang paling sering dilaporkan di Australia setelah kampilobakteriosis, dengan
tingkat kejadian nasional 45.3 dan 80.9 per 100 000 penduduk masing-masing
pada tahun 2007. Laporan kejadian salmonelosis di Australia Selatan lebih tinggi
dari rata-rata nasional tahun 2007 dengan tingkat kejadian 68.5 per 100 000
penduduk. Salmonella Typhimurium PT 135A merupakan serotipe penyebab
kedua yang paling sering diidentifikasi setelah Salmonella Infantis pada ayam dan
sejumlah kejadian pada manusia. Salmonella Typhimurium 135A adalah sub-tipe
Salmonella Typhimurium 135 yang digunakan di Australia untuk membantu
mengidentifikasi epidemic-link antar kasus. Sebelumnya wabah Salmonella
Typhimurium 135A di Australia telah dikaitkan dengan konsumsi daging ayam,
telur dan produk telur (Fearnley et al. 2011).
Salmonelosis dapat ditularkan ke orang lain dan hewan melalui feses.
Shedding pada feses dapat terjadi beberapa hari bahkan sampai beberapa minggu.
Manusia dapat bertindak sebagai carrier selama beberapa bulan. Rata-rata 0.30.6% pasien yang terinfeksi non-typhoid Salmonella dapat mengalami shedding
bakteri pada fesesnya selama satu tahun. Pada beberapa serotype spesifik
Salmonella spp. dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan gejala demam.
Penyebaran penyakit ini didominasi oleh adanya kontaminasi feses orang yang
sakit dan terkontaminasi pada air dan makanan. Menurut Poeloengan et al. (2006),
habitat bakteri Salmonella spp. adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan
dan bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut
karena makan atau minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan
penderita. Salmonella spp. akan berkembang biak di dalam alat pencernaan
penderita, sehingga terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta
penghancuran lamina propria alat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi)
Salmonella spp. ini yang menimbulkan diare, karena Salmonella spp.
menghasilkan racun cytotoxin dan enterotoxin.
7
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2014.
Pengambilan sampel telur di 5 gudang penerima telur di Kota Kupang. Penelitian
metode cepat dan konvensional dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Laboratorium Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT. Pengujian
serotype terhadap hasil positif Salmonella spp. menggunakan metode Multiplex
Polimerase Chain Reaction (mPCR) di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates,
Jogjakarta.
Metode Pengambilan Sampel
Terdapat 4 perusahaan pengirim telur dengan kontainer kapal laut tujuan 5
gudang penerima di Kota Kupang. Penentuan jumlah sampel pada kontainer
menggunakan rumus menduga prevalensi n=4PQ/L2 dengan prevalensi (P) 50%
dan tingkat kepercayaan 95% sehingga n=4x0.5(0.5)/0.062 diperoleh sebanyak
278 sampel. Berdasarkan data tahun 2013, rata-rata kontainer masuk sebanyak
30 setiap bulan maka sampel dalam 1 kontainer sejumlah 9.3 butir telur
(dibulatkan 9 butir telur). Dalam 1 kontainer terdapat kemasan telur dalam eggs
tray karton yang berjumlah 800 ikat. Eggs tray karton disusun dalam ikatan
sebanyak 6 karton dengan isi telur setiap eggs tray karton 30 butir. Pengambilan
sampel dalam 1 kontainer menggunakan metode penarikan contoh acak berlapis
(stratified random sampling) dalam 3 strata. Strata pertama diambil sebanyak 9
ikatan eggs tray karton dari kontainer, strata ke-2 diambil 1 eggs tray karton dari
ikatan dan strata ke-3 diambil 1 butir telur dari eggs tray karton. Masing-masing
strata diambil menggunakan teknik penarikan contoh acak sederhana (simple
random sampling) dengan bantuan angka acak yang diperoleh dari tabel acak,
kalkulator ataupun komputer. Telur dalam satu kontainer dianggap berasal dari
satu sumber yang sama sehingga 9 butir telur yang diambil dimasukkan dalam
satu kantong plastik steril untuk dilakukan pengujian secara pool pada tiga
parameter yaitu kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Kode sampel dibuat
berdasar identitas pengirim dengan kode A; B; C; D, dan diambil data yang
terdapat pada sertifikat sanitasi produk hewan dalam setiap kontainer.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: gelas erlenmeyer,
gelas ukur, pipet, pipet ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml, cawan petri, tabung reaksi,
jarum inokulasi (ose), cotton swab, api bunsen, timbangan, gunting, pinset,
stomacher, magnetic stirrer, pengocok tabung (vortex), homogenizer, inkubator,
autoklaf, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), perangkat
PCR dan perangkat elektroforesis.
8
Bahan
Bahan yang digunakan dalam metode cepat adalah media cepat dry culture
medium plate Salmonella/Enterobacteriaceae (r-biopharm) dan larutan NaCl
fisiologis 0.9%. Bahan yang digunakan dalam metode konvensional mengacu
pada metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu serta hasil
olahannya (BSN 2008), antara lain: rappaport vassiliadis (RV), xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA), triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine iron agar
(LIA), nutrien agar (NA), buffered peptone water (BPW) 0.1%, dan isolat murni
Salmonella spp. sebagai kontrol positif. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi
metode mPCR adalah QIAamp DNA mini kit (Qiagen, Cat. No. 51304) sedangkan
bahan mastermix yang digunakan adalah Hotstar Taq Master Mix (Qiagen, Cat.
No. 203443). Kontrol positif Salmonella spp., Salmonella Enteritidis dan
Salmonella Typhimurium. Bahan elektroforesis metode PCR yang digunakan
terdiri dari PCR grade water, TAE, agarose gel, ethidium bromide,blue loading
dye, marker 100 base pairs (bp). Primer yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari tiga pasang primer seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Daftar primer
Bakteri
Target
Gen
Primer
Sequence 5’-3’
ATC GCT
OMPCF TTA TGC
CG
Salmonella
ompC
spp.
CGG GTT
OMPCR TTA TAG
TG
TGT GTT
ENTF TCT GAT
AGA GG
Salmonella
SdfI
Enteritidis
TGA ACT
ENTR TTC GTT
CTG G
TTG TTC
TyphF TTT TAC
TGA A
Salmonella
spy
Typhimurium
CCC TGA
TyphR CCG TTA
ATT
Sumber: Freitas et al. (2010)
Ukuran
(bp)
No. Akses
(GenBank)
204
AY341077
304
AF370707
401
AE008757
GAC
AAT
GCG
GTC
TTA
GCA
ACG
CTT
ACT
CCC
CAG
GAT
Metode Pengujian Sampel
Prapengayaan untuk Metode Cepat dan Konvensional
Kerabang dari 9 butir telur di-swab menggunakan cotton swab sucihama
yang sebelumnya telah dibasahi dengan 5 ml buffered peptone water (BPW)
9
0.1%. Swab-swab tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer atau wadah steril
berisi 45 ml BPW 0.1% kemudian diinkubasi pada suhu 35 °C selama 16-20 jam.
Sebanyak 9 sampel putih telur dipisahkan dari kuning telur secara aseptis,
masing-masing ditempatkan dalam kantong plastik steril dan dihomogenkan
dengan stomacher selama 1-2 menit. Masing-masing diambil 25 ml dimasukkan
dalam erlenmeyer steril dan ditambahkan 225 ml larutan BPW 0.1% kemudian
diinkubasi pada suhu 35 °C selama 16-20 jam.
Metode Cepat
Tahap persiapan media dengan memasukkan 1 ml NaCl (0.9%) steril
dalam dry culture medium plate Salmonella/Enterobakteriaceae dan dibiarkan
selama 15 menit agar terabsorbsi sempurna. Dilakukan streak menggunakan ose
dari sampel prapengayaan untuk mendapatkan koloni terpisah. Inkubasi pada suhu
35-37 °C selama 24 jam dan diamati 24-40 jam, hasil positif koloni Salmonella
spp. berwarna biru dan positif koloni Enterobakteriaceae berwarna magenta,
purple atau indigo.
Metode Konvensional
Tahap prapengayaan dilanjutkan ke tahap pengayaan dari tiga parameter
setelah inkubasi. Biak prapengayaan diaduk perlahan kemudian dipindahkan 0.1
ml ke dalam 10 ml media rappaport vassiliadis (RV) dalam tabung reaksi.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 42 °C selama 24 jam.
Isolasi dan Identifikasi dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 atau
2 ose biakan bakteri dari media pengayaan yang telah diinkubasi, diinokulasikan
pada media hectoen enteric agar (HEA). Selanjutnya media tersebut diinkubasi
pada suhu 35 °C selama 24 jam. Pada media HEA pengamatan diarahkan pada
koloni yang terlihat biru kehijauan dengan atau tanpa titik hitam.
Tahap selanjutnya mengambil koloni yang diduga Salmonella spp. dan
diinokulasikan ke media triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine iron agar (LIA).
Inokulasi dilakukan dengan menusukkan jarum inokulasi ke dasar media agar dan
selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua media diinkubasi pada suhu
35 °C selama 24 jam. Setelah inkubasi dilakukan pengamatan koloni yang
mengarah Salmonella spp. dengan terjadinya perubahan media yang khas seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2 Interpretasi hasil positif Salmonella spp. pada media TSIA dan LIA
Media
TSIA
LIA
Agar Miring
(slant)
Alkalin/K
(Merah)
Alkalin/K
(Ungu)
Agar Dasar
(button)
Asam/A
(Kuning)
Alkalin/K
(Ungu)
H2S
Gas
Positif
(Hitam)
Positif
(Hitam)
Negatif/positif
Negatif/positif
Metode mPCR
Tahap ekstraksi DNA dari sampel biak murni Salmonella spp. mengikuti
manual insert QIAamp DNA minikit. Komposisi master mix terdiri dari nuclease
free water 4.5 µl, hotstar taq master mix 12.5 µl, primer OMPC-F 0.5 µl, primer
OMPC-R 0.5 µl, primer ENT-F 0.5 µl, primer ENT-R 0.5 µl, primer Typh-F 0.5
10
µl, primer Typh-R 0.5 µl dan template DNA 5 µl sehingga total 25 µl dalam 1 kali
reaksi. Reaksi polymerase dalam thermocycler diprogram 30 siklus, dengan tahap
inisisasi denaturasi dioptimalkan pada suhu 95 °C selama 3 menit, kemudian
dilanjutkan siklus denaturasi masing-masing pada suhu 95 °C selama 2 menit,
anneling pada suhu 57 °C selama 2.5 menit dan elongation pada suhu 72 °C
selama 2.5 menit. Final extention pada suhu 72 °C selama 5 menit. Kemudian
didinginkan pada suhu 4 °C. Semua reaksi PCR divisualisasi dengan ethidium
bromida pada gel agarosa melalui reaksi elektroforesis, selanjutnya divisualisasi
pada UV transiluminator dan didokumentasi. Hasil elektroforesis kemudian
dibaca pada ukuran 204 bp untuk Salmonella spp., 401 bp untuk Salmonella
Typhimurium, dan 304 bp untuk Salmonella Enteritidis.
Analisis Data
Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar, dianalisis
secara deskriptif untuk menggambarkan keberadaan Salmonella spp. pada telur
ayam konsumsi. Untuk membandingkan efektivitas antara metode cepat dan
metode konvensional, dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel 2x2 untuk
menduga nilai sensitivitas dan spesifisitas (Thrusfield 2005). Cara penghitungan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Tabel 2x2 untuk pengujian diagnosis
Metode
Cepat
Positif
Negatif
Total
Sensitifitas
=
Spesifisitas
=
Predictive positif
=
Predictive negatif
=
Akurasi
=
Metode Konvensional
Positif
Negatif
a
b
(positif sebenarnya)
(positif palsu)
c
d
(negatif palsu)
(negatif sebenarnya)
a+c
b+d
_a_
a+c
_d_
b+d
_a_
a+b
_d_
c+d
a+d
n
Total
a+b
c+d
a+b+c+d
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Salmonella Typhimurium pada Telur Ayam
Telah dilakukan pengambilan sampel telur ayam konsumsi dari kontainer
secara aseptis di 5 gudang telur dari 4 pengirim di Kota Kupang. Penarikan contoh
menggunakan teknik acak berlapis dalam 3 strata dan masing-masing strata
diambil menggunakan teknik acak sederhana. Tidak ada perlakuan terhadap
sampel sebelum pengujian dengan maksimal uji 3 hari setelah koleksi. Pengujian
metode cepat dan metode konvensional terhadap 270 sampel telur ayam konsumsi
dilakukan dalam 90 pengujian pada 3 parameter yaitu kerabang, putih dan kuning
telur. Hasil pengujian metode cepat menunjukkan 2 parameter yaitu sampel kode
186C swab kerabang dan kode 222B putih telur positif diduga Salmonella spp.
(Tabel 4). Pengujian metode konvensional menggunakan biakan yang diambil dari
tahap prapengayaan yang sama dengan metode cepat, dilanjutkan tahap
pengayaan dan selektif. Hasil positif diduga Salmonella spp. metode konvensional
pada sampel 186C dan 221C swab kerabang, 222B dan 228B putih telur serta
228B kuning telur.
Tabel 4 Hasil positif diduga Salmonella spp. metode cepat dan konvensional
Metode Cepat
Metode Konvensional
No
Kode
Kerabang Putih
Kuning Kerabang
Putih Kuning
1
186 C
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
2
221 C
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
3
222 B
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
4
228 B
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
Pada sampel yang berasal dari kontainer dengan kode 186C dan 221C
Salmonella spp. positif pada kerabang telur. Hasil positif Salmonella spp. pada
kerabang telur berkaitan dengan kemampuan transmisi vertikal maupun horisontal
yang dimiliki Salmonella spp.. Permukaan kerabang telur dapat terinfeksi
Salmonella spp. pada saat oviposisi dimana saluran reproduksi bagian bawah
ayam telah terinfeksi Salmonella spp.. Infeksi pada kerabang juga dapat berasal
dari luar baik kontaminasi dari feses maupun dari lingkungan. Kontaminasi pada
putih telur seperti pada kode sampel 222B berkaitan dengan kemampuan
Salmonella spp. penetrasi dari kerabang ke dalam isi telur dan kemampuan
bertahan Salmonella spp. dalam putih telur. Kontaminasi dalam kuning telur pada
sampel 228B dapat diperoleh dari transmisi vertikal Salmonella spp. yang
melakukan kolonisasi pada ovarium dan menginfeksi folikel preovulasi namun
demikian karena rusaknya membran viteline maka Salmonella spp. dapat
mencemari putih telur. Menurut Raghiante et al. (2010), beberapa studi
melaporkan bahwa Salmonella spp. mudah melakukan penetrasi melalui kerabang
dan bereplikasi di dalam telur. Faktor yang mempengaruhi diantaranya waktu
yang dibutuhkan untuk penetrasi, kualitas kerabang; putih dan kuning telur, umur
ayam, bentuk fisik, waktu penyimpanan, genetik dan periode penyinaran.
Hasil pengujian sampel positif diduga Salmonella spp. kemudian
dilakukan pengujian metode mPCR untuk mengetahuai serotype dari Salmonella
12
spp. tersebut. Hasil pengujian metode mPCR pada Gambar 2, menunjukkan 5
pengujian teridentifikasi Salmonella Typhimurium. Pemilihan metode ini dapat
mempersingkat waktu identifikasi dan memberikan hasil dengan tingkat akurasi
yang tinggi. Dalam uji screening maupun identifikasi untuk produk hewan
terutama telur ayam dibutuhkan kecepatan dan keakuratan pengujian. Rata-rata
telur yang dilalulintaskan sudah melampaui umur telur normal untuk dikonsumsi
sehingga diperlukan keputusan yang cepat bagi petugas karantina untuk
melakukan tindakan karantina berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas dan
mikroba Salmonella spp.. Penelitian yang dilakukan Park et al. (2014) metode
PCR memiliki sensitivitas mencapai 92% dibanding metode konvensional 50%.
Menurut Freitas et al. (2010) waktu pengujian dengan metode mPCR diperoleh
hasil pengujian kurang dari 24 jam sedangkan penggunaan metode konvensional
untuk hasil negatif memerlukan waktu 4 hari dan konfirmasi hasil positif
memerlukan waktu mencapai 15 hari.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
a
b
c
Gambar 2 Visualisasi elektroforesis DNA hasil polymerase. (1) marker 100 bp,
(2) sampel kode 186C swab kerabang, (3) sampel kode 221C swab
kerabang, (4) sampel kode 222B putih telur, (5) sampel kode 228B
putih telur, (6) sampel kode 228B kuning telur, (7) kontrol positif
Salmonella spp.; Salmonella Typhimurium, (8) kontrol positif
Salmonella spp.; Salmonella Enteritidis, (9) kontrol negatif, (10) NTC
(no template control), (a) Salmonella Typhimurium 401 bp, (b)
Salmonella Enteritidis 304 bp, (c) Salmonella spp. 204 bp.
Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak unggas yang
berguna untuk meneruskan kehidupan atau perkembangbiakan. Telur juga
merupakan mata rantai yang esensial dalam siklus reproduksi kehidupan hewan
sehingga telur merupakan suatu sel reproduktif yang paling kompleks
(Nurwantoro dan Mulyani 2003). Sistem reproduksi ayam betina terbagi 2 bagian
yaitu ovarium dan oviduk. Sebagian besar ayam, ovarium dan oviduk sebelah kiri
yang berkembang. Ovarium ayam betina dewasa terdiri dari folikel-folikel dengan
ukuran yang berbeda dan hanya satu folikel mengalami ovulasi setiap 24-40 jam
sekali (Howard et al. 2011).
13
Transmisi Salmonella spp. pada telur dapat melalui 2 cara yaitu transmisi
vertikal dan horisontal (Gambar 3). Menurut Howard et al. (2011) Salmonella
spp. dapat melakukan kolonisasi dalam saluran reproduksi ayam dengan cara
menghindari respon kekebalan ayam. Salmonella spp. mampu bertahan hidup
dalam sel-sel pada saluran reproduksi. Pada ovarium lebih sering ditemukan
Salmonella spp. daripada di oviduk. Dalam hal ini, Salmonella spp. mampu
berinteraksi dengan sel-sel folikel preovulasi. Attachment Salmonella spp. pada
sel-sel granulosa folikuler dapat menginvasi dan berkembang biak dalam sel-sel
ini. Salmonella spp. mudah menginvasi dan bermultiplikasi pada jaringan isthmus
dan magnum. Ketika ayam petelur terinfeksi Salmonella spp. dan bakteri
menyebar secara septikemia, bakteri dapat di temukan dalam sel-sel glandula
tubular isthmus dan magnum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Salmonella spp.
masuk dan mengkontaminasi putih telur. Pada inokulasi Salmonella spp. intra
vaginal terdapat kontaminasi yang tinggi pada kerabang. Hal ini juga
menunjukkan bahwa Salmonella spp. mempunyai kemampuan besar untuk
menempel pada epitelium vagina. Kemampuan invasi ini berhubungan dengan
tipe lipopolisakarida. Salmonella Enteritidis tipe O9 lebih invasif daripada tipe O4
(Salmonella Typhimurium, Salmonella Heidelberg, Salmonella Agona).
Gambar 3 Transmisi Salmonella spp. (a) Salmonella spp. tertelan oleh ayam
melalui pakan ataupun minum dan melakukan kolonisasi di saluran
reproduksi, menyebar secara sistemik dan menginfeksi secara vertikal,
(b) penetrasi Salmonella spp. melalui kerabang dan membran telur
setelah kontaminasi kerabang, (c) transmisi vertikal Salmonella spp.
melalui kuning telur dan atau putih telur pada saluran reproduksi, (d)
perkembangan Salmonella spp. setelah oviposisi yang diperoleh
secara vertikal dan atau horisontal di dalam putih telur dan invasi ke
dalam kuning telur. Sumber: Gantois et al. (2009)
14
Transmisi horisontal pada telur merupakan permulaan sebelum bakteri
Salmonella spp. penetrasi ke dalam cangkang telur (Petter 2001). Pada transmisi
horisontal terjadi setelah telur keluar dari tubuh ayam dan terekspos berbagai
macam kontaminan termasuk feses yang mengandung bakteri Salmonella spp.
(Howard et al. 2011). Setelah oviposisi telur berpotensi terpapar berbagai
kontaminan dan bahan-bahan organik. Feses termasuk bahan organik yang
membantu kelangsungan hidup dan pertumbuhan Salmonella spp. dengan
menyediakan perlindungan dan sumber nutrisi. Kontaminasi berasal dari
lingkungan dimana telur terdapat pada kotak sarang, lingkungan atau truk
penetasan (Gantois et al. 2009). Kerabang telur mudah ditembus oleh bakteri
dalam menit-menit pertama setelah oviposisi. Kutikula merupakan garis
pertahanan pertama terhadap penetrasi bakteri pada telur. Jika kutikula mengering
dan menyusut sebanding dengan umur telur, bakteri akan penetrasi melalui poripori kerabang (Howard et al. 2011). Kutikula merupakan protein hidrofob yang
melapisi kerabang dan menutup pori-pori kerabang. Membentuk kristal pada
permukaan kerabang dan membran kerabang. Kerabang dan membran kerabang
selain sebagai pertahanan fisik juga sebagai pertahanan kimia. Lisozim,
ovotransferrin dan ovocalixin-36 terdapat dalam membran kerabang yang
berfungsi sebagai antibakteri (Gantois et al. 2009). Kualitas kulit telur seperti
yang didefinisikan sebagai shell spesifik gravity, berat kerabang atau ketebalan
kerabang juga diduga memiliki peran dalam penetrasi bakteri ke dalam telur. Jenis
unggas dengan produksi telur tinggi dan berat telur yang lebih besar cenderung
menghasilkan kualitas kerabang yang rendah sehingga menjadi rentan terhadap
kontaminasi. Umur ayam adalah faktor lain yang mempengaruhi kualitas
kerabang. Faktor stres seperti pemindahan dari kandang litter ke battrey serta
vaksinasi juga berpengaruh terhadap kualitas kerabang (Howard et al. 2011).
Selain kontaminasi secara vertikal dan horisontal, kontaminasi silang antara
manusia yang menderita salmonelosis pada telur juga dapat terjadi. Kontak antara
telur dengan orang dimulai dari pengambilan telur dari kandang, proses
penyortiran dan pengemasan pada eggs tray karton. Shedding bakteri dari pekerja
yang menderita salmonelosis pada beberapa tahap tersebut dapat menularkan baik
pada pekerja lain melalui kontak langsung maupun langsung pada telur. Oleh
karena itu sanitasi diperlukan bagi para pekerja seperti menjaga kebersihan,
mandi, kebiasaan mencuci tangan dan desinfeksi. Proses distribusi telur belum
menggunakan kontainer khusus. Pembersihan kontainer yang dilakukan penyedia
jasa ekspedisi juga masih belum memperhatikan aspek pencemaran mikroba.
Kontainer telur yang digunakan adalah kontainer barang yang digunakan untuk
pengemasan berbagai jenis barang. Kondisi yang demikian juga merupakan
potensi terhadap kontaminasi Salmonella spp. pada telur. Seperti pendapat Salo et
al. (2012) yang menyatakan bahwa telur yang terkontaminasi merupakan potensi
bahaya pada setiap penanganannya oleh karena itu perlu pedoman penanganan
untuk mempertimbangkan paparan Salmonella spp.
15
Pengaruh Faktor-Faktor dalam Distribusi Telur terhadap
Salmonella Typhimurium
Distribusi pemasukan telur konsumsi antar area dalam kontainer merupakan
rangkaian proses pascaproduksi yang perlu mendapat perhatian. Terdapat faktorfaktor dalam proses pascaproduksi yang berpengaruh dalam rantai distribusi
bahan pangan telur ayam konsumsi terhadap keberadaan Salmonella spp..
Diantaranya adalah: waktu penyimpanan, temperatur, kualitas kerabang telur;
putih telur dan kuning telur serta kemampuan Salmonella spp. menginfeksi telur
dalam saluran reproduksi dan kemampuan bertahan dalam telur. Faktor-faktor
tersebut berhubungan dengan penempatan kontainer telur dalam kapal, lama
perjalanan kapal, keberadaan fasilitas pendingin, keberadaan feses dalam
permukaan kerabang, adanya keretakan telur maupun pecah dalam kontainer serta
kemampuan transmisi vertikal. Hubungan tersebut yang menyebabkan keberadaan
Salmonella Typhimurium dalam penelitian ini terdeteksi baik pada kerabang,
putih telur maupun kuning telur. Secara deskripsi hubungan ini dapat menjelaskan
keberadaan Salmonella spp.. Menurut Bahri et al. (2002) faktor-faktor dalam
setiap proses dapat dikelola dan dikendalikan dengan baik sehingga akan
memberikan dampak positif.
Pada penyusunan dalam kapal penempatan kontainer telur diletakkan pada
susunan kontainer paling atas. Penempatan ini bertujuan mempercepat proses
penarikan kontainer pada saat sampai di tempat tujuan untuk dapat dilakukan
proses distribusi selanjutnya. Pada posisi ini kontainer sangat mudah terpapar
panas matahari selama perjalanan dan kondisi cuaca yang ekstrim sehingga
berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban ruangan kontainer. Kondisi
permukaan telur kering dan atau terdapat kondensasi air yang teramati pada saat
pembongkaran. Martelli dan Davies (2012) berpendapat bahwa pertumbuhan
Salmonella spp. sangat cepat di dalam telur pada suhu ruang jika Salmonella spp.
dapat menembus kuning telur pada suhu ruang 25 °C. Lake et al. (2004)
menyatakan kelangsungan hidup Salmonella spp. pada kerabang dan membran
tergantung pada suhu dan kelembaban relatif. Jumlah bakteri pada awalnya sangat
kecil dan tidak mungkin tumbuh sampai pada saatnya dapat menembus membran
viteline dan mencemari kuning telur. Raghiante et al. (2010) menyatakan bahwa
penetrasi Salmonella spp. dipengaruhi kualitas kerabang, waktu penyimpanan dan
suhu. Semakin lama waktu dan suhu yang tinggi semakin cepat penetrasi
Salmonella spp. ke dalam telur.
Lama perjalanan yang terdeteksi pada sertifikat sanitasi produk hewan dari
daerah asal sampai dengan kedatangan di daerah tujuan dari 30 kontainer adalah
rata-rata 6.03 hari dengan waktu tercepat 4 hari dan waktu terlama 9 hari. Menurut
Gross et al. (2015), rata-rata umur telur normal sampai dengan dikonsumsi pada
suhu kamar adalah 7.5±1.7 hari. Umur telur merupakan faktor risiko terhadap
lepasnya iron dan nutrien dari kuning telur. Martelli dan Davies (2012)
menjelaskan bahwa kerusakan pada membran viteline menyebabkan nutrien
masuk ke dalam putih telur dan menarik bakteri masuk ke dalam kuning telur
sehingga bakteri berkembang dengan baik. Permeabilitas membran viteline ini
dipengaruhi suhu di at