Pembagian Bumi Menurut Ilmu Geologi dan

PEMBAGIAN ZAMAN MENURUT ILMU GEOLOGI DAN MANUSIA TERTUA
(PURBA DAN PRA-AKSARA) YANG PERNAH DITEMUKAN DI PULAU
JAWA
ARTIKEL
diajukan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah studi masyarakat
Indonesia yang diampu
Dr. Didin Saripudin, S.Pd, M.Si
Drs. Syarif Moeis

oleh
M. Rizqiawan. Nugraha
NIM 1400658

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015

Menurut ilmu falaq, ilmu yang mempelajari bintang-bintang, maka dunia mula-mula
berupa bola gas yang panas luar biasa dan berputar pada porosnya sendiri. Karena

perputaran yang terjadi secara terus-menerus maka gas tadi semakin padat dan terjadilah
kulit bumi. Kulit bumi ini makin lama makin tebal dan panas dari suhu tadi menjadi
turun. Bagian dalamnya dari bumi sampai sekarang pun belum padat, masih seperti
lumpur yang sangat panas (magma yang keluar jika gunung api meletus). Proes itulah
yang menyebabkan terjadinya pembentukan dunia yang kita rasakan kini.
Menurut ilmu geologi, yaitu ilmu yang mempelajari kulit bumi, sejarah bumi, struktur
bumi, maka waktu terjadinya dunia sampai kini dapat dibagi atas zaman-zaman sebagai
berikut:
1. Archaeikum/Arkaekum/Azoikum (2500 juta tahun)
Zaman arkaekum merupakan zaman tertua. Zaman ini belangsung sekitar 2500
juta tahun. Arti dari Arkaekum sendiri ialah “A” yang berarti tidak, “Chaeik/kaek/zoik”
yang berarti kehidupan dan “Kum” yang berarti zaman, maka dari itu zaman ini disebut
dengan zaman tertua yang belum memiliki tanda-tanda kehidupan. Pada saat itu
keadaan bumi masih panas sekali sehingga tak ada kehidupan sedikit pun. Baru pada
akhir zaman ini usai mulailah nampak tanda-tanda kehidupan sedikit demi sedikit.
2. Paleozoikum (340 juta tahun)
Zaman ini disebut dengan zaman primer atau zaman pertama, hal ini
dikarenakan suhu bumi mulai mengalami penurunan dan sudah ditemukan tanda-tanda
kehidupan, seperti binatang yang tidak memiliki tulang belakang (invertebrata) sampai
ditemukan jenis ikan-ikanan dan hewan amphibi, seperti ubur-ubur, molusca dan

kerang. Tanda lain adanya kehidupan pada masa ini yaitu adanya air, yang menghidupi
makhluk hidup tadi. Arti dari “Paleo” sendiri ialah tertua, “Zoik” kehidupan dan “Kum
yang berarti zaman, jadi zaman ini merupakan zaman kehidupan pertama yang ditandai
dengan ditemukannya makhluk hidup. Berlangsung sekitar 340 juta tahun.

3. Mesozoikum (140 juta tahun)
Zaman ini disebut dengan zaman sekunder atau zaman kedua, berlangsung kirakira 140 juta tahun. Pada zaman ini kehidupan berkembang pesat. Menurut ilmu geologi
di zaman ini hidup hewan-hewan reptil dengan bentuk yang sangat besar. Hewan
amphibi, ikan, reptil bertambah begitupun dengan daratan dan perairan semakin luas.
Fosil-fosil dari reptil raksasa itu ditemukan di berbagai tempat di seluruh dunia.
Dinosaurus misalnya sampai 12 meter panjangnya, sedangkan Atlantosaurus yang
ditemukan di Amerika lebih dari 30 meter dan binatang lain dapat ditemukan di
Museum Houston (Asmito, 1988: 2). Pemulaan jenis burung sudah mulai nampak,
begitu pula binatang menyusui (mamalia) namun masih sedikit sekali. Zaman sekunder
biasa disebut dengan zaman reptil, karena banyak ditemukan fosil atau sisa-sisa
kerangka reptil raksasa di zaman ini.
4. Neozoikum/Kenozoikum (60 juta tahun)
Zaman ini disebut dengan zaman kehidupan baru, berlangsung kira-kira 60 juta
tahun yang lalu sampai kini. Zaman ini dibagi atas dua bagian, yaitu zaman tersier
(ketiga) dan kuartier (keempat).

a. Tertier
Kehidupan pada masa tersier ini berupa binatang-binatang menyusui
berkembang dengan sepenuhnya, sedangkan hewan-hewan reptil raksasa
musnah. Makhluk primata pada zaman ini sudah nampak. Kera sudah banyak
dan jenis kera-manusia sudah ada pula dalam akhir zaman tersier ini
b. Quartier
Zaman ini merupakan zaman yang terpenting bagi manusia, karena
pendapat umum menyetujui bahwa zaman ini mulai ada manusia purba. Bukti
fosil sudah banyak ditemukan, zaman ini dimulai sejak 600.000 tahun yang lalu.
Zaman ini kemudian dibagi lagi menjadi: zaman diluvium (pleistocen) dan
aluvium (holocen).
Zaman Diluvium berlangsung kira-kira 600.000 tahun. Oleh karena
selama itu es dari kutub berkali-kali meluas sehingga menutupi sebagian besar
dari Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara, maka zaman ini biasa disebut
dengan zaman es. Hal ini disebabkan karena ukuran panas di dunia tidak tetap,

ada kalanya naik dan ada kalanya turun. Jika panas itu turun sampai banyak,
maka es itu mencapai luas yang sebesar-besarnya. Akibatnya ialah bahwa air
laut menjadi turun (glasial). Sebaliknya, jika ukuran panas itu naik, maka es itu
akan mencair. Daerah yang diliputi es menjadi kurang dan permukaan air laut

naik (interglasial). Zaman-zaman glasial dan interglasial terus silih berganti
selama masa Diluvium. Hal ini menimbulkan berbagai perubahan iklim dan
persebaran flora dan fauna diseluruh dunia yang kemudian mempengaruhi
keadaan tanah serta hidup yang ada di atasnya. Keadaan iklim, cuaca pada
zaman prasejarah tentunya berbeda dengan keadaan iklim dan cuaca pada zaman
sekarang. Keadaan iklim Indonesia sekarang berubah tiap 6 bulan, yaitu musim
kemarau

(Juni-September),

dipengaruhi

oleh

udara

besar-besaran

dari


kontinental Australia dan musim penghujan Desember-Maret, dipengaruhi oleh
udara laut. Masa transisi antara dua musim kemarau dan penghujan terjadi pada
bulan April-Mei dan Oktober-November.
Zaman Aluvium yang dimulai kira-kira 20.000 tahun yang lalu hingga
dewasa sekarang ini masih tetap berlangsung. Dari zaman ini diyakini
terdapatlah nenek moyang dari manusia sekarang. Bahkan manusianya sudah
sebangsa, sejenis dengan kita, yaitu manusa “Homo Sapiens” atau manusia yang
cerdas. Indonesia sendiri telah memberikan sumbangan yang sangat banyak
kepada dunia ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah asal-usul manusia,
karena banyak ditemukan bekas-bekas manusia tertua. Di Indonesia sampai kini
ditemukannya baru di pulau Jawa. Maka Indonesia menduduki tempat yang
penting, ditinjau dari pandangan internasional karena fosil-fosil manusia yang
ditemukan di Pulau Jawa berasal dari segala zaman pleistocen sehingga nampak
jelaslah gambaran perkembangan manusia pada masa lampau.

Manusia Tertua (Purba dan PraAksara) yang pernah ditemukan di Pulau
Jawa
Agama mengajarkan bahwa manusia pertama diciptakan oleh Tuhan
YME dalam rangka penciptaan alam semesta beserta segala isi dan
penghuninya. Dalam hal ini manusia menduduki tempat yang terakhir bahwa


manusia diciptakan setelah dunia lengkap dengan segala isi serta segala jenis
makhluknya yang lain.
Di Indonesia temuan pertama manusia praaksara ditemukan di dekat desa
Trinil (Jawa Timur) pada tahun 1898, diperoleh dari penyelidikan Eugene
Dubois yang memnemukan tengkorak atas, rahang bawah dan sebuah tulang
paha. Tinggi dari fosil ini kira-kira 165-185 cm, volume otak 900 cc dan
termasuk kedalam lapisan pleistocen tengah, ia memberi nama manusia itu
dengan sebutan Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak).
Fosil

Pithecanthropus

Erectus

ini

banyak

ditemukan


di

Mojokerto,

Kedungtrubus, Sangiran, Sabungmacan dan Ngandong. Hidupnya mungkin di
lembah-lembah atau di kaki pegunungan dekat perairan darat di Jawa Tengah
dan Jawa Timur yang mungkin merupakan padang rumput yang diselingi dengan
pepohonan. Geraham masih besar, rahang kuat, tonjolan kening tebal, serta
melintang pada dahi dari pelipis ke pelipis dan tonjolan belakang masih sangat
terlihat. Dagu belum ada dan hidungnya lebar.

Hasil kebudayaan yang

diciptakan oleh Pithecanthropus ini dimungkinkan ialah berkebudayaan pacitan
(kapak genggam) jika dilihat dari persamaan manusia di Peking (Tiongkok)
yang bernama Sinanthropus Pekinensis. Sebelum pecah Perang Dunia II, telah
ditemukan lebih dari 20 fosil. Penemuan itu antara lain:
a. Pada tahun 1936 sampai 1941, G.H.R. von Koningswald menemukan fosil
tengkorak kanak di dekat Mojokerto. Fosil ini diperkirakan masih muda sekali

dan sulit dibedakan apakah itu termasuk Pithec ataukah Homo, namun makhluk
itu digolongkan oleh von Koenigswald kedalam Homo dan dinamakan Homo
Mojokertensis. Berbadan tegap, mukanya mempunyai tonjolan kening yang
tebal dan tulang pipi yang kuat. Mukanya menonjol ke depan. Mereka hidup
dan bertempat tinggal dari tempat yang satu ke tempat yang lain atau berpindahpindah (nomaden) dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara berburu dan
meramu
b. Pada tahun 1941, von Koenigswald kembali menemukan bagian dari tulang
rahang bawah di dekat desa Sangiran, tetapi lebih besar dari rahang dan lebih
kuat dari pithecanthropus. Geraham-gerahamnya menunjukkan corak-corak
kemanusiaan, namun banyak sifat kekeraannya, dagunya tak ada, mukanya

diperkirakan masih masif dengan tulang pipi tebal, tonjolan kening yang
mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta tempat pelekatan yang
besar bagi otot-otot tengkuk yang kuat. Dilihat dari giginya, makanannya
diperkirakan terutama tumbuh-tumbuhan. (Pusponegoro dan Notosusanto,
2008:77). Meganthropus memiliki tinggi rata-rata sekitar 170 cm, isi volume
otak 650 cc dan ditemukan di lapisan terbawah (Pleistocen Bawah) formasi
kabuh. Oleh karena itu von Koenigswald menganggap makhluk tersebut lebih
tua daripada Pithecanthropus-pithecanthropus lainnya mengingat akan besar
tubuhnya, maka makhluk itu diberi nama Meganthropus Paleojavanicus. c.

Tahun 1931-1934 di dekat desa Ngandong di lembah Bengawan Solo ditemukan
fosil tengkorak. Sebagian dari jumlah itu telah hancur, tetapi ada beberapa yang
cukup memberi bahan guna penyelidikan seksama. Hanya pada semua tengkorak
itu tak ada lagi tulang rahang dan giginya. Von Koenigswald dan Weidenreich
menunjukkan bahwa makhluk-makhluk itu lebih tinggi tingkatannya daripada
Pithecanthropus Erectus dan mungkin sudah dapat dikatakan manusia. Maka
nama yang diberikan pada fosil yang ditemukan ini yaitu Homo Soloensis.
Jika diurutkan dari lapisan terbawah sampai ke atas berarti Meganthropus
(Pleistocen Bawah), Pithecanthropus (Pleistocen Tengah) dan Homo (Pelistocen
Atas dan Holocen).
Jenis manusia Homo lainnya yaitu Homo Sapiens Wajak I yang
ditemukan dekat Campur darat Tulungagung Jawa Timur oleh Van Rietschoten
tahun 1889, yang terdiri atas tengkorak, fragment rahang bawah dan beberapa
ruas leher. Homo Sapiens Wajak II ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890
ditempat yang sama, terdiri atas fragment-fragment tulang tengkorak, rahang
atas dan rahang bawah serta tulang paha dan tulang kering.
DAFTAR PUSTAKA
Asmito. (1988). Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Poesponegoro, Djoened Marwati dan Nugroho Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional

Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka

Soekmono, R. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Jakarta: PT.
Kanisius
File Pdf Wahyudi, Wisnu. (2012). Rencana Program Pembelajaran Materi Mata
Pelajaran Sejarah. Diakses [9 November 2015].