70
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu berkisar antara 25 C hingga 32
C, sedangkan nilai kandungan oksigen terlarutnya berkisar antara 3,20 ppm hingga 6,50
ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 6,20 ppm - 13,20 ppm, sedangkan pH perairan berada pada kisaran nilai 8,0-8,5. Salinitas di perairan Dumai berkisar antara
28-32 permil. Grafik yang ditunjukkan bukanlah grafik linear dimana ketika suhu naik, kandungan oksigen terlarut tidak selamanya naik. Pada pagi hari, persamaan
matematisnya adalah Y = 10,02
– 0,15 X, siang hari Y = -16,47 – 0,72 X, sore hari adalah Y = 17,04
– 0.42 X, dan malam hari Y = 34,74 – 1,09 X. Nilai koefisien korelasi r menunjukkan hubungan yang kurang kuat antara suhu dengan kandungan oksigen
terlarut. Demikian juga dengan penggunaan hukum Henry yang tidak dapat diaplikasikan untuk perairan Dumai, dimana nilai yang ditunjukkan oleh hukum Henry
tidak sama dengan perhitungan di lapangan. Hal ini juga menunjukkan tidak adanya kesetimbangan absorbsi gas-gas terlarut terutama kandungan oksigen terlarut untuk
Stasiun Patra Dock stasiun 5 dan Pelabuhan Dumai stasiun 6 yang sudah tercemar sesuai dengan ketentuan baku mutu yang ditetapkan KLH.
Kata kunci : parameter fisika-kimia, hukum Henry, dan perairan pantai Dumai. I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Selat Rupat merupakan pemisah antara Pulau Sumatera dengan Pulau Rupat yang ada di utara. Perairan ini padat pelayaran baik nelayan maupun kapal-kapal
yang berniaga. Perairan pantai Dumai ditumbuhi oleh hutan bakau dengan jenis yang mendominasi adalah Avicennia sp dan Sonneratia sp, sedangkan pada wilayah lain
sudah dibangun berbagai industri dan pelabuhan. Pelabuhan dalam tahap pembangunan pada saat penelitian ini dilakukan adalah pelabuhan Semen Padang dan
pangkalan Angkatan Laut. Sebelumnya sudah ada pelabuhan kapal, tempat perbaikan kapal, dan Pertamina. Dengan kondisi dinamis pelayaran dan aktivitas manusia di
wilayah perairan ini, dimungkinkan untuk mengkaji kondisi oseanografi untuk mendukung kesinambungan eksosistem.
Karakteristik perairan baik dari segi fisik maupun kimia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari eksternal maupun yang berasal dari internal.
Pengaruh eksternal berasal dari laut lepas yang mengelilinginya antara lain arus, pasang surut, gelombang, suhu, dan salinitas. Di wilayah selat Rupat, dinamika yang
berlangsung di perairan ini sangat cepat dikarenakan oleh faktor seperti pasang-surut, pergerakan massa air baik dari daratan maupun dari wilayah lain, dan absorbsi dari
atmosfer.
Secara lebih detail, keadaan sebaran suhu secara horizontal di perairan Indonesia memperlihatkan variasi tahunan yang kecil, akan tetapi masih
memperlihatkan adanya perubahan musiman. Hal ini disebabkan oleh posisi matahari dan massa air dari daerah lintang tinggi. Pada musim barat pemanasan terjadi di daerah
Laut Arafura dan di pantai Barat Sumatera, dimana pada musim ini suhunya berkisar antara 29-30
C. Sementara itu, suhu permukaan di Laut Cina Selatan berkisar antara
ISSN
0853-2523
71
26-27 C sebagai akibat masuknya air dingin dari daerah lintang yang lebih tinggi,
sedangkan pada musim timur terjadi hal sebaliknya. Pemanasan matahari mengakibatkan peningkatan suhu di Laut Cina Selatan dan juga Samudra Pasifik, yakni
berkisar antara 29-30 C Soegiarto, 1975.
Suhu permukaan laut terbuka berkisar antara –2
º
C sampai dengan 29
º
C. Variasi suhu harian diurnal variation di laut terbuka open ocean adalah kecil jarang yang
melebihi 0,3
º
C. Variasi tahunan di permukaan naik dari 2
º
C di daerah ekuator ke 8
º
C di lintang 40
º
dan berkurang ke arah kutub karena panas diperlukan dalam proses pencarian atau pembekuan dimana es laut sea-ice terjadi. Variasi tahunan yang besar
10 – 15
o
C dapat terjadi di perairan-perairan yang terlindung. Perubahan harian dari suhu cukup besar sampai ke kedalaman beberapa meter. Perubahan musiman cukup
besar sampai ke kedalaman 100 – 300 m Hadi, 2007.
Karakteristik kimiawi, oksigen terlarut memegang peranan sangat penting dalam perairan dalam fungsinya sebagai salah satu yang dibutuhkan oleh organisme perairan.
Salah satu yang memengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan adalah suhu. Oksigen terlarut juga menentukan kuantitas organisme suatu perairan. Selain itu oksigen
terlarut juga dipengaruhi faktor lain seperti tekanan uap air dan salinitas. Oksigen larut di kolom air dengan berbagai reaksi dan proses-proses kimia yang berlangsung di
perairan, namun fluktuasi suhu akan menimbulkan perubahan konsentrasi oksigen terlarut di perairan. Selanjutnya, Nybakken 1998, menyatakan bahwa sistem
karbondioksida asam karbonat, ion bikarbonat merupakan suatu sistem kimia yang kompleks yang cenderung berada dalam keseimbangan. Oleh karena itu, jika gas CO
2
dikeluarkan dari air laut, keseimbangan akan terganggu, sampai lebih banyak lagi CO
2
dihasilkan dan terbentuk keseimbangan baru. Kandungan karbondioksida di atmosfer sangat kecil yakni 0,03 , sedangkan di
perairan adalah 15 dari semua gas-gas yang terlarut. Karbondioksida terabsorbsi dengan cepat dari udara ke perairan tetapi sangat lambat dari perairan ke atmosfer. Hal
ini disebabkan di perairan karbondioksida membentuk ikatan karbonat CaCO
3
yang digunakan oleh organisme akuatik untuk membentuk skeleton. Selanjutnya, kadar
oksigen terlarut berkisar 36 dari gas-gas yang terlarut di perairan. Oksigen ini digunakan oleh organisme ataupun tumbuhan laut untuk melakukan aktivitas
metabolismenya Garrison, 2002. Perhitungan karbondioksida dapat dihitung dengan menggunakan winkler titration, dimana titrasi ini adalah metode tidak langsung dengan
serangkaian reaksi redoks Kegley, 1998.
Air merupakan komponen ekologis yang mutlak diperlukan dari proses hidup dan kehidupan biota. Nilai guna air dan sumberdaya perairan ditentukan oleh
kualitasnya yang sangat berkaitan dengan semua aktivitas yang ada di sekitar perairan tersebut Amrizal, 1991. Selanjutnya, kualitas air di sekitar muara sungai dan perairan
pantai ditentukan oleh limbah-limbah yang terbuang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk bahan organik, anorganik, dan bahan-bahan tersuspensi
Ubbe, 1992
72
II. METODOLOGI 2. 1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2004 di perairan pantai Dumai, Propinsi Riau. Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Kimia Laut, Marine
Station, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau UR.
2.2. Alat dan Bahan