Pasal 43
Apabila  kelebihan  pembayaran  pajak  diperhitungkan  dengan  utang  pajak  lainnya, sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  42 ayat  4,  pembayarannya  dilakukan  dengan
cara  pemindah  bukuan  dan  bukti  pemindah  bukuan  juga  berlaku  sebagai  bukti pembayaran.
BAB XIX KEDALUWARSA
Pasal 44
1 Hak  untuk  melakukan  penagihan  pajak,  kedaluwarsa  setelah  melampaui  jangka
waktu  5  lima  tahun  terhitung  sejak  saat  terutangnya  pajak,  kecuali  apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
2 Kedaluwarsa  penagihan  pajak  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  tertangguh
apabila : a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa; atau
b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak
langsung. 3
Dalam  hal  diterbitkannya  surat  teguran  dan  surat  paksa  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  2  huruf a,  kedaluwarsa  penagihan  dihitung  sejak  tanggal
penyampaian surat paksa tersebut.
4 Pengakuan  utang  pajak  secara  langsung  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  2
huruf b adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah.
5 Pengakuan  utang  secara  tidak  langsung  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  2
huruf  b  dapat  diketahui  dari  pengajuan  permohonan  angsuran  atau  penundaan dan permohonan keberatan oleh wajib pajak.
Pasal 45
1. Piutang  Pajak  yang  tidak  mungkin  ditagih  lagi  karena  hak  untuk  melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
2. Penghapusan  Piutang  Pajak  yang  sudah  kedaluwarsa  sebagaimana  dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
3. Tata  cara  penghapusan  piutang  pajak  yang  sudah  kedaluwarsa  diatur  dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB  XX PENYIDIKAN
Pasal 46
1 Pejabat  pegawai  Negeri  Sipil  tertentu  di  lingkungan  Pemerintah  Daerah  diberi
wewenang  khusus  sebagai  penyidik  untuk  melakukan  penyidikan  tindak  pidana dibidang pajak reklame sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
2 Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah :
a. Menerima,  mencari,  mengumpulkan  dan  meneliti  keterangan  atau  laporan berkenaan  dengan  tindak  pidana  di  bidang  pajak  reklame  agar  keterangan
atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti,  mencari  dan  mengumpulkan  keterangan  mengenai  orang  pribadi
atau badan tentang  kebenaran perbuatan  yang  dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pajak reklame tersebut;
c. Meminta  keterangan  dan  bahan  bukti  dari  orang  pribadi  atau  badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang pajak reklame;
d. Memeriksa  buku-buku,  catatan-catatan  dan  dokumen-dokumen  lain berkenaan dengan tindak  pidana dibidang pajak reklame;
e. Melakukan  penggeledahan  untuk  mendapatkan  bahan  bukti  pembukuan, pencatatan  dan  dokumen-dokumen  lain  serta  melakukan  penyitaan  terhadap
bahan bukti tersebut; f. Meminta  bantuan  tenaga  ahli  dalam  rangka  pelaksanaan  tugas  penyidikan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah; g. Menyuruh  berhenti,  melarang  seseorang  meninggalkan  ruangan  atau  tempat
pada  saat  pemeriksaan  sedang  berlangsung  dan  memeriksa  identitas    orang danatau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pajak reklame ; i. Memanggil  orang  untuk  didengar  keterangannya  dan  diperiksa  sebagai
tersangka atau saksi ; j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan  tindakan  lain  yang  perlu  untuk  kelancaran  penyidikan  tindak pidana  dibidang  pajak    reklame  menurut  hukum  yang  dapat  dipertanggung-
jawabkan. 3
Penyidik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  memberitahukan  dimulainya penyidikan  dan  menyampaikan  hasil  penyidikannya  kepada  Penuntut  Umum,
sesuai  dengan  ketentuan  yang  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXI KETENTUAN PIDANA