BAB 1 KONSUL TGGL 2 3 2017 FIX

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan pada anak berbeda setiap tahap perkembangannya,
pertumbuhan anak pada masa toddler (1-3 tahun) relatif lebih lambat
dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan
lebih cepat. Pada anak usia toddler akan melewati tahap anal yaitu
ketertarikan selama tahun kedua kehidupan berpusat pada bagian anal saat
otot-otot sfingter berkembang dan anak-anak mampu menahan atau
mengeluarkan feses sesuai keinginan (Wong, 2008).
Toilet Trening merupakan tonggak perkembangan dan merupakan
tantangan untuk orang tua dan anak-anak dalam melakukan salah satu langkah
pertama yang anak-anak lakukan untuk menjadi mandiri (Denise M. Mota,
dalam jurnal 2008).
Menurut Fadhilatul J Tambipi dkk (2014), anak usia toddler sangatlah
penting diajarkan untuk mandiri, dalam hal pelatihan toilet training untuk
dapat membantu anak mengontrol atas tubuhnya, misalnya perpindahan dari
diaper ke penggunaan toilet.
Berdasarkan data BPS Indonesia tahun 2010, jumlah balita di indonesia
sejumlah 26,7 juta jiwa. dari jumlah balita tersebut terdapat data RisKesDas
diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK serta BAB

dan BAK di sembarang temat sesui usia preskolah mencapai 46% anak dari
jumlah balita di indonesia.
Menurut (Lusia, 2011) dalam Nurul Kamariyah dkk (2012), Kebiasaan
yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-hal yang

buruk pada anak di masa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin,
manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak akan
mengalami masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat
secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Anak-anak
yang telah terbiasa dari bayi hingga agak besar menggunakan diapers, akan
mengalami beberapa perbedaan dari anak-anak lainnya yang tidak
menggunakan diapers. Tentu saja jika diapers itu dipakai setiap saat, bukan
pada saat-saat tidak berdekatan dengan toilet saja atau dalam berpergian.
Karena penggunaan diapers akan mempersulit latihan buang air sehingga anak
yang menggunakan diapers memulai latihan menggunakan toilet setahun lebih
lama dari pada anak yang menggunakan popok kain.
Selain itu dampak jangka panjang dari tidak dilakukannya toilet training
dapat mengakibatkan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Anak-anak yang belum
pernah dilatih dengan benar tentang toilet training dapat mengakibatkan
enuresis, ISK, disfungsi berkemih, sembelit, encopresis dan penolakan untuk

pergi ke toilet lebih sering (Mota 2008 dalam Andriyani, 2014).
Kebanyakan orang tua membiasakan anak memakai diapers karena hanya
melihat dari sudut pandang kepraktisan dan kenyamanan saja. Padahal
menggunakan diapers yang terlalu sering menimbulkan dampak jangka
pendek pada anak yang menimbulkan iritasi kulit, gatal serta luka dan anak
merasa ketergantungan tidak terbiasa ke toilet untuk buang air (Listyanti 2012,
dalam Indanah, 2014).
Sehingga Anak yang menggunakan diapers, biasanya akan mengalami
keterlambatan toilet training. Keterlambatan tersebut disebabkan anak merasa
bahwa tidak perlu pergi ke toilet karena ketika menggunakan diapers masih

merasa nyaman walaupun telah melakukan BAK. Umumnya anak yang
menggunakan diapers mulai tertarik untuk melakukan toilet training pada usia
3 tahun, bahkan pada beberapa kasus anak mulai belajar toilet training pada
usia 7 tahun. (Frank & Theresa, 2009).
Pada anak usia dini, anak sering sulit buang air di toilet karena terbiasa
mengompol, bila orang tua tidak tanggap dan menganggap hal itu biasa bukan
tidak mungkin kebiasaan mengompol berlangsung hingga anak besar sehingga
mengajarkan anak keterampilan untuk menjaga kebersihan diri seperti pipis
dan buang air besar di toilet butuh latihan juga kesiapan dari anak perlu

diperhatikan orang tua sebaiknya tidak menunda terlalu lama mengajarkan
anak toilet training. Karna Banyak dari orang tua membiasakan anak-anak
terlalu lama menggunakan diapres sekali pakai dan mengganti diapres ketika
benar- benar sudah penuh, tanpa melihat bagaimana dampak yang akan
muncul jika terus- terusan menggunakan diapres karena menjadi salah satu
penghambat toilet training yang akibatnya anak akan terbiasa buang air di
celana (Prabowowati,2013. Andriyani, 2014).
Menurut Megan V. Smith (2017). Penelitian ini mendukung bahwa
penggunaan popok sekali

pakai memerluksn pasokan yang cukup banya

sehinga memerluak materi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan popok
pada anak karna faktor penting yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan anak. Adapun sisi positif dari penggunaan popok yaitu dapat
membuktikan secara nyata mengurangi stres pengasuhan.
Menurut (Nurhayati,2008) Salah satu tugas keluarga terhadap
pertumbuhan dan perkembangan yag harus di selesikan pada tahap ini adalah
otonomi (Kemandirian) dan mengurangi perasaan malu dan ragu-ragu. . Pada


masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap
ibudan lingkungan. Perkembangan itonomi selama priode balita berfokus pada
penigkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan
lingkungan. Anak menyadari ia dapat mengunakan kekuatanya, misalnya
kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan
kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Ras
otonom ini perlu di kembangkan agar terbentuk rasa percaya diri dan harga
diri pada usia berikutnya. Pada fase ini anak akan elajar tiolet trening dan
kenikmatan pada anak didapatkan lewat melepaskan atau menahan faeces.
(Saam Zulfan.2012).
Faktor yang mempengaruhi adalah peran keluarga, dalam menjalankan
peran ini keluarga sangat dipengaruhi oleh faktor orang tua. Peran aktif orang
tua terhadap perkembangan anak adalah berada pada fase anal (1-3 tahun)
dimana pada tahap ini daerah yang sensitif untuk memperoleh kenikmatan
adalah pada daerah anus dan pada proses menahan juga pengeluaran kotoran.
Pada masa ini orang tua harus mulai melatih kemampuan anaknya untuk
buang air kecil dan buang air besar ke toilet. Orang tua harus sabar dan
mengerti kesiapan anak untuk memulai pengajaran penggunaan toilet. Orang
tua juga harus memiliki dukungan positif, salah satu contoh yaitu orang tua
harus siap mengantarkan anak pada saat mau buang air besar atau buang air

kecil ke toile.
Hasil penelitian ini didukung penelitian Indanah (2014). tentang
pemakaian diapers dan efek terhadap kemampuan toilet training pada anak
usia toddler. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

pemakaian diapers terhadap kemampuan toilet training pada anak usia toddler,
dimana semakin lama pemakaian diapers maka kemampuan toilet training
anak semakin rendah.
Menurut Hasil penelitian sebelumnya Kumrotul Uyun (2016). penelitian
ini menggunakan uji Rank Spearman diperoleh nilai rhitung 0,570 dengan
pvalue 0,0001 sehingga disimpulkan terdapat hubungan penggunaan diapers
dengan kemampuan toilet training. Kesimpulan penelitian adalah (1)
penggunaan diapers sebagian besar dalam kategori rutin (57%), (2)
kemampuan toilet training sebagian besar dalam kategori cukup (55%), dan
(3) terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan diapers dengan
kemampuan toilet training pada anak usia toddler 18-36 bulan di Desa
JrahiKecamatan Gunungwungkal Pati.
Menurut Helmi Tri Lestari (2015) Mengatakan Hasil dari penelitianya
bahwa Ada 180 anak-anak termasuk dalam penelitian ini. Dari 90 anak pada
kelompok I, 26 (28,9%) memiliki ISK sedangkan 9 (10%) dari 90 anak-anak

dari kelompok II memiliki ISK. Analisis multivariat menunjukkan bahwa ISK
secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak yang menggunakan popok> 4
jam per hari dibandingkan dengan anak-anak yang menggunakan popok ≤ 4
jam per hari (OR 3,65; 95% CI 1,60-8,35). Analisis Mantel Haenszel
menunjukkan bahwa rasio risiko untuk anak perempuan adalah 3,13 (95% CI
1,50-6,55) dan anak laki-laki adalah 1,56 (95% CI 0,27-8,94), penggunaan
popok pada anak perempuan> 4 jam per hari karena meningkatkan risiko ISK.
1.2 Rumuan Maslah
Dari latar belakang di atas dapat di simpulkan “Apakah ada Hubungan
Penggunaan Diapres Dengan Pelaksanaan Toilet Trening Secara Mandiri

Pada Anak Usia Preskul di PAUT Kec. Simpan Emapat Kab. Tanah
Bumbu