MENUJU MASA DEPAN KEJAYAAN ISLAM

PENGAJIAN MALAM RABU

PRM GIRIPENI II
GIRI PENI, WATES, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Menuju Masa Depan Kejayaan Islam
(Tafsir QS An-Nûr/24: 55)
BEBERAPA kali saya baca, kemudian mencermati kajian para ulama tafsir
terhadap QS An-Nûr/24: 55, dan akhirnya saya temukan satu simpulan penting,
yaitu: “janji Allah terhadap orang-orang yang beriman dan beramal shalih,
bahwa mereka – pada saat yang tepat – akan menjadi pemimpin umat manusia
karena karena ketakwaan mereka kepada Allah.” Dan sebaliknya bisa difahami,
bahwa pada saat mereka tidak bertakwa, maka mereka pun akan ‘gagal’ untuk
menjadi pemimpin umat manusia, bahkan bisa jadi terpuruk menjadi orangorang yang terpimpin dengan ‘arahan’ orang lain.
Allah berfirman,

‫َ َ َ ه ذ‬
‫ه َ َ ه‬
‫ََ َ َذ‬
‫ه‬
‫ذ‬

َ
‫ه‬
َ
َ
ََ‫ات َليستخ ِيفًَِٓ َ ِف‬
َ ِ ِ‫ا‬
َ َ‫ا‬
َ َ ‫وع َد‬
ِ َ ‫ال‬
ِ ّ ‫يَ َآمَِٔا َ ِمِكًَ َوع ٍِئا َا‬
َ
‫َه ه ذ‬
‫َ ََ ذ‬
َ ‫ََهَ ّ َذ‬
َ
َ
‫ه‬
َ
َ
َ ِ ‫اْر‬

َ‫اَي‬
َ ‫ه‬
َ َ‫ا‬
َ ‫ض َكٍا َاستخي‬
ِ َ ًَ ِٓ‫َ َ ًَٓ َ ِدي‬
ِ َ‫ف‬
ِ ٍَ‫يَ َ ِمَ َ ب ِي ًَِٓ َو‬
َ ‫َ ً َ هه َ َ ه ه‬
َ
ّ ‫َ َ ى َه َ َهَ ّ َذه‬
َ
ََ‫ٔن َ ِب‬
َ ‫ْ َك‬
َ َ‫ن‬
َ ِ ‫ارتضَ َ ًَٓ َوَب ِدنًٓ َ ِمَ َبع َِد َخٔفِ ًَِٓ َأمِا َۚ َيعبدون‬
ِ ‫ل َي‬
َ
َ ‫َ َ َ َ َ َ َ َه َى َ ه ه َ ه‬
َ‫ٔن‬
َ ‫اسل‬

َ ‫مَفأول َك ِئ‬
َ ِ ‫ىذ‬฀َ َ‫شيئًا ََۚ َو َمََ ف َرَبع َد‬
ِ ‫مَه ًََالف‬
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan
mengerjakan amal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan)
mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tidak memersekutukan-Ku dengan sesuatu pun.
Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orangorang yang fasik.” (QS An-Nûr/24: 55), saya pun mendapatkan beberapa
pelajaran yang sangat berharga.
Dari ayat tersebut, Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullâh (wafat tahun 310
H.) – misalnya --- mengatakan:

‫ه‬
ََ‫وذكر َأن َهذه َاآية َنزلت َى َرسٔل َال َصى َال َعييّ َوسيً َم‬
ََ‫أجو َشاية َبعض َأصحابّ َإَّ َف َبعض َاْوقات َالي َانٔا َفيٓا َم‬
1


َ‫ َوما َييلٔن‬،‫العدو َف َخٔف َشديد َما َهً َفيّ َمَ َا رعب َواخٔف‬
َّ
‫بسببَذ مَمََاْذىَوامهروه‬
“Disebutkan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam dikarenakan keluh kesah sebagian sahabat beliau pada beberapa kejadian
memilukan yang menimpa mereka dari pihak musuh, berupa rasa takut yang
mencekam dan meneror, berupa gangguan dan hal-hal menyusahkan yang
mereka jumpai karena kejadian-kejadian memilukan tersebut.”1
Semrentara itu Imâm as-Sam’âni asy-Syâfi’i rahimahullâh (wafat tahun
489 H.), mengatakan:

َ
َ َ
َ
‫ه‬
َ
َ‫ َأن َأصحاب َرسٔل َال َتٍِٔا َأن َيظٓروا‬:‫اتف ِسر‬
َ‫َوذكر َبعض َأهو َ ذ‬
َ ََ
َ َّ َ

َ‫الَ َهذهَاآية‬
ِ َ ‫َفأنزلَالَ ع‬،‫ىَمهة‬
“Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa para Sahabat Rasulullâh shallallâhu
‘alaihi wa sallam berangan-angan untuk menguasai Makkah (yang saat itu
tengah dikuasai oleh orang-orang musyrik), maka Allah menurunkan ayat ini.”2
Para ulama tafsir lain juga menjelaskan bahwa dalam ayat yang mulia ini,
sebenarnya terdapat sumpah Allah yang tersirat dari ungkapan
“layastakhlifannahum … Dan seterusnya” yang diistilahkan oleh pakar bahasa
al-Qur’an sebagai jawâbul-qasm (jawab atas sumpah). Lalu apa sumpah Allah
tersebut? Dia bersumpah akan menjadikan orang-orang yang beriman dan
beramal shalih sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi yang akan mengatur
dunia dengan syari’at-Nya.3
Dia (Allah) telah membuktikan sumpah tersebut pada umat-umat
sebelumnya, saat Dia menganugerahkan kekuatan dan kekuasaan kepada
Sulaiman dan Daud ‘alaihimas salâm, dan kepada Bani Isrâîl pada saat mereka
berhasil mengambil alih kekuasaan dari tangan-tangan Raja yang zalim di Mesir
dan Syam.4 Dia juga bersumpah akan menjadikan Islam sebagai agama yang
kokoh dan mengungguli agama-agama lainnya.5 Rasa aman akan tercipta, dan
akan menggantikan ketakutan yang menyelimuti kaum muslimin.
Namun janji Allah tersebut – ternyata – menghendaki prasyarat. Dalam

QS an-Nûr/24: 55 ini, setidaknya disebutkan bahwa ada 3 prasyarat yang harus
Ibnu Jarir ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qurân, juz XIX, hal. 209.
As-Sam’ani, Tafsîr al-Qurân, juz III, hal. 544.
3
Lihat makna “istakhlafa” dalam Ibrahîm Madkûr (ed.), Al-Mu’jam Li Alfâzh alQur’ân al-Karîm, juz I, hal. 369.
4
Al-Baghawi, Tafsîr al-Baghawi , juz III, hal. 425.
5
Ibid.
1

2

2

terpenuhi agar janji-janji Allah di atas bisa terwujud: pertama: iman dan amal
shalih, kedua: beribadah hanya untuk Allah (bertauhid), dan ketiga: menjauhi
syirik dengan segala ragamnya, termasuk tidak beramal dengan niat untuk selain
Allah.
Kemudian barangsiapa yang kufur nikmat (dengan meninggalkan

prasyarat di atas) setelah anugerah kejayaan dan keamanan umat tersebut diraih,
maka merekalah orang-orang yang fasik, yang telah keluar dari ketaatan kepada
Allah dan telah berbuat kerusakan.6
Apakah Janji Allah Tersebut Sudahkah Terwujud?
An-Nahhâs rahimahullâh menjelaskan bahwa janji Allah dalam ayat
tersebut sudah ditunaikan di masa hidup Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Terbukti dengan penaklukan kota Makkah dan berbondong-bondongnya
manusia di jazirah Arab memeluk Islam.7
Mufassir yang lain mengatakan bahwa ayat ini adalah sebagai dalil atas
kekhalifahan Khulafâu-r Râsyidîn radhiyallâhu ’anhum. Dengan kata lain, janji
Allâh dalam ayat ini telah terwujud dan eksis pada masa kekhalifahan mereka.
Karena merekalah kaum yang telah beriman kepada Allâh dengan sebenar-benar
Iman, merekalah generasi terbaik dalam menegakkan ibadah dan amal shalih,
menyembah hanya kepada Allâh secara totalitas lahir dan batin. Demikianlah
pendapat Adh-Dhahhâk rahimahullâh. Sehingga tidak salah jika Abul ‘Âliyah
rahimahullâh mengatakannya, ketika menafsirkan siapa orang-orang yang
dimaksud dalam ayat ini,

‫ه َ َ ه هَذ َ ذ‬
‫ىَ َه‬

َ.ًَ ‫الَ َعيَي ََِّ َو َس َيذ‬
َ ‫ابَُ ٍَدََص‬
َ ‫هًََأصح‬

“Mereka adalah para Sahabat Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.”8
‘Abdurrahmân bin ‘Abdil Hamîd al-Mishri rahimahullâh mengatakan:

َ ََ
َ
‫َذ َ َذ‬
َ ‫َ ه ََ َ َ ه‬
َ
‫ه‬
َ
َ
َ
َ،‫و‬
َ ‫ل َع َز َوج‬
َِ ‫اب َا‬
َ ِ ‫ال َ ٍِٓا َ ِفَ َ ِكت‬

َ َ‫ض‬
َ ِ ‫ب َبكرَ َو ٍ َر َر‬
َ ِ ‫أرى َ ِولي َة َأ‬
‫ه ذ‬
‫َه ه‬
‫ه َ َ ه‬
َ َ َ َ َََ َ َ ََ ‫ه‬
‫ه‬
َ
َ
َ‫كًَ َوع ٍِئا‬
َ ِ‫يَ َآمِٔا َ ِم‬
َ ََ‫ا‬
َ َ ‫ َوع َد‬:‫ال‬
َ ‫ك َو ع‬
َ ‫ال َ بار‬
َ َ ‫ٔل‬
َ ‫يل‬
ِ َ ‫ال‬
َ

‫ذ‬
‫ّاِ َ َ َ َ َ َ ذ ه‬
َ‫َاآية‬-ََ‫اْرض‬
ِ ََ‫اتَليستخ ِيف ًَََِٓ ِف‬
ِ ِ َ ‫ا‬
“Saya berpendapat bahwa kekhilafahan Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallâhu
’anhumâ termaktub dalam Kitâbullâh ‘Azza Wa Jallâ, yaitu ketika Allah
6

As-Sa’di, Tafsîr as-Sa’di, hal. 573.
Lihat: Al-Qurthubi, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qurân, juz XII, hal. 297.
8
Ibnu Abi Hatim, Tafsir ibn Abî Hâtim, juz VIII, hal. 2627.

7

3

berfirman (dalam ayat al-Quran): ‘Wa’adallâhulladzîna âmanû minkum wa
‘amailush shâlihâti layastakhlifannahum fil ardhiَ - dan seterusnya.”9

Ibnul ‘Arabî rahimahullâh mengatakan:

‫َ َ َ َ ه‬
َ ‫ َفَف‬،‫ َ َو َعيَيًَٓ َ َو َر َد‬،‫ َ َو يًَٓ َ َن َف َذ‬،‫كََ َ َه َذا َا َٔع هَد َ َ هًَٓ َ َََ َز‬
ٍَََ‫ي‬
‫و ِإذا َ ًَ َي‬
ِ
ِ
ِ ِ
‫هه َ َ َ َ َ ََ َ ه ه‬
‫َ ه ه ً ََ َ َ َ ه‬
ََ‫ٔن َ يٍا‬
َ ‫ َو‬،‫ل َئ ِمِا َهذا‬
َ ‫ٔن َ ِإذا؟ َوليسَ َبعدهًَ َ ِمثيًَٓ َ ِإ‬
َ ‫يك‬
ِ َ ‫ل َيك‬
َ
‫َبعد هَه‬
“Jikalau janji (dalam ayat) ini bukan untuk mereka (para Sahabat), tidak
tertunaikan pada mereka, dan tidak datang untuk mereka, maka kepada siapa
lagi kalau begitu? Sementara tidak ada satupun yang mampu menyamai mereka
sampai hari ini, dan tidak pula di masa depan.”10
Apakah Janji Allah Tersebut Masih Berlaku?
Para ulama ahli tafsir -- seperti al-Qurthubi rahimahullâh (wafat tahun
671 H.) --- berpendapat, bahwa janji Allâh dalam ayat tersebut berlaku umum
untuk seluruh umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Dalam kitab tafsirnya, beliau mengatakan:

َ َ ‫َ ه‬
ََ‫ه‬
َ‫َ ََ َ َ ه َ ه َ ذ ه‬
َ
َ
ّ
‫ذ‬
َ ‫ال َ ًَ ََت‬
َ ِ‫ه ِذهَِ َا‬
َ‫ّٔا‬
َ َُ ّ
َ ‫ال َ ًَِٓ َح‬
َ َ‫ض‬
َ ِ ‫ص َبَِاخيفا َِء َاْربع َِة َر‬
َ َ
َ ٍ‫يع َا ه‬
‫ار َك ه‬
‫م َ ََ ه‬
َ ‫ َبَوَ َ َش‬،‫ب َٓا َ ِمََ َ ه هٍٔمَِ َاآيَة‬
َ
َ
‫ذ‬
َ
‫ف‬
َ
َ
ً
َ
ٓ
ََ‫يَ َبَو‬
ََ ‫اج ِر‬
ٓ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
َ
‫ه‬
َ َ‫ذ هَذ َ ذ ه َ َ َ َ ذ‬
‫َ َ هه‬
‫َ َ ذ َّ َ َ َ ذ‬
‫رَه‬
َ ًََ ‫الَعيي ََِّوس َي‬
َ َ‫ى‬
َ ‫نَاآي َةََ َمةََ ِْ َم َِةَُ ٍَدََص‬
َ฀ ‫حَأ‬
َ ّ‫و رهً َف‬
َ ّ‫ََ ه‬
.َ‫ٔصة‬
“Janji Allâh ini tidak terbatas hanya untuk Khulafâ-ur Râsyidîn radhiyallâhu
yang (berjumlah) empat radhiyallâhu ’anhum saja, sampai harus dikhususkan
dari keumuman ayat. Bahkan segenap Muhâjirîn dan kaum muslimin yang lain
juga masuk dalam janji-janji ayat ini (tentu saja jika syarat-syaratnya terpenuhi,
pen.) … sampai pada ucapan beliau … Maka pendapat yang shahih adalah
bahwa ayat ini berlaku umum untuk umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa
sallam, tidak bersifat khusus (untuk generasi tertentu dari umat ini, pen.).”11
9

Ibid., hal. 2628
Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qurân, juz XII, hal. 297.
11
Ibid., hal. 299

10

4

Al-Imâm as-Sa’di rahimahullâh (wafat tahun 1376 H.) mengatakan:

َ،‫َمٍٓاَقا ٔاَباإيٍانَوالعٍوَا ّالح‬،‫ولَيزالَاْ رَإلَقيامَا ساعة‬
َ‫ َوإنٍا َيسيط َعييًٓ َا هفار‬،‫فا َبد َأن َئجد َما َوعدهً َال‬
‫ َ ه‬،‫وامِافلن‬
َ‫ َبسبب َإخال َامسيٍن‬،‫ويدييًٓ َف َبعض َاْحيان‬
.‫باإيٍانَوالعٍوَا ّالح‬
“Janji Allâh dalam ayat ini) akan senantiasa berlaku sampai hari kiamat, selama
mereka (kaum muslimin) menegakkan iman dan amal shalih. Diraihnya apa
yang telah dijanjikan Allâh, adalah sebuah kepastian. Kemenangan orang-orang
kafir dan munafik pada sebagian masa, serta berkuasanya mereka di atas kaum
muslimin, tidak lain disebabkan oleh pelanggaran kaum muslimin dalam iman
dan amal shalih.”12
Makna Kalimat: “Wa’amilush shâlihât …”
Ibnu Jarîr ath-Thabari menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan
“wa’amilush shâlihât” dalam ayat ini adalah; (‫;)وأطاعٔا َال َورسٔه َفيٍا َأ راه َونٓياه‬

“mereka menaati Allah dan Rasul-Nya pada perkara yang diperintahkan dan
perkara yang dilarang oleh keduanya.”13

Dalam konteks kekuasaan, ada 4 jenis amalan lahiriyah yang dijadikan
indikasi oleh para ulama atas kekhalifahan Islam yang termasuk dalam janji ayat
ini. Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah rahimahullâh mengatakan:

َ ‫َ َ ه‬
‫َه ذ‬
َ
َ
َ
َ
‫ه‬
‫ه‬
َ
ّ
َ
َ
ََ‫ٔه‬
َِ ‫اب َا‬
َ ِ ‫هت‬
َِ ‫ان َبِتج ِر‬
َِ ‫سيط‬
َ ‫ح َأ َِر َا‬
َ ‫َوصا‬
ِ ِ ‫ل َوس َِ َِة َرس‬
ِ ‫يد َا ٍَتابع َِة َ ِل‬
َ َ َ َ ََ َ ‫ََ َ َ َ ذه ه َ َه‬
َ
َ
‫ذ‬
َ ِ ‫ان‬
َ‫و َ ذ‬
َِ َ‫َون ِب ِيّ َِّ َ َو‬
َ‫ن‬
َِ ‫ه‬
َ َ‫و‬
َِ ‫ح َأه‬
َ ‫وَصا‬
َ ‫م َف ِإ َن َّ َسبحان َّ َجع‬
َ ِ ‫اتَىَ َذ‬
ِ ٍ‫ات‬
َ
َ ‫َ ََ َ َ َ َ ه ذ َ َ َ ه ذ‬
َ
‫ذ‬
َ
َ
‫ه‬
‫ه‬
‫هَه‬
‫ه‬฀ ‫ّا َِة َو ِإيت‬
َ ‫ام َا‬
َ ‫ َإق‬:‫اء‬
َ ‫ف َأربع َِة َأشي‬
َِ
َ ‫ان‬
َ ‫وف َو‬
َ ِ ‫اء َا َزا َِة َواْ َر َبِا ٍعر‬
َ
َ
‫َََا هٍِه َِر‬
“Kebaikan seorang penguasa adalah dengan memurnikan ittibâ’ pada Kitabullâh
dan Sunnah Rasul-Nya, serta menjadikan orang-orang untuk melakukan hal
yang sama. Karena Allâh telah menjadikan kebaikan bagi Ahlut Tamkîn14 dengan
12

As-Sa’di, Tafsîr as-Sa’di, hal. 573.
Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qurân, juz XIX, hal. 209.
14
Orang-orang yang dianugerahi kekuasaan oleh Allâh, karena mereka benar13

5

adanya 4 perkara; penegakan shalat, penunaian zakat, amar ma’ruf dan nahi
munkar.”15
Apa yang diungkapkan oleh Ibnu Taimiyyah tersebut, didasarkan pada
firman Allah:

َ
َ َ َ ‫ذ َ َ َه ذ‬
َّ
ََ
‫َ ذذ ه‬
َ
‫ه‬
َ
َ
َ
‫ه‬
َ฀
َ ِ ‫ف َاْر‬
َ ِ َ ًَ‫يَ َإنَ َمه َِاه‬
َ ‫ال ِذ‬
َ‫ّا َة َوآتٔا َا َزا َة َوأ روا‬
َ ‫ض َأقا ٔا َا‬
َ
َ
‫ََا هٍِه َِر‬
َِ ‫وفَ َون َٓٔاَ َع‬
َ ِ ‫بِا ٍَع هر‬
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar…”16
Apakah Kriteria Amal Shalih Itu?
Perlu digarisbawahi bahwa suatu amalan yang dilakukan oleh setiap
orang yang beriman bisa dikategorikan sebagai amal shalil bila telah memenuhi
dua syarat. Pertama, amal tersebut harus dilakukan dengan ikhlas karena Allâh;
dan kedua, amal tersebut memunyai landasan syar’i dari sunnah Rasulullâh
shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang shahîh. Dengan demikian, amalan-amalan
seseorang yang mengaku beriman, yang berseberangan dengan sunnah
Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tidak termasuk dalam lingkup definisi
“amal yang shâlih”.
Perilaku orang yang berseberangan dengan sunnah Rasulullâh shallallâhu
‘alaihi wa sallam yang saat ini banyak merebak di tengah-tengah kaum
muslimin, sedikitpun tidak memberikan saham dalam membangun kekuatan
umat Islam. Bahkan, justeru sebaliknya, amalan itu bisa menjadi racun yang
melemahkan persatuan kaum muslimin. Perilaku yang bisa mewujudkan janjijanji Allah dalam ayat di atas adalah amalan yang benar, amalan yang sesuai
dengan selarsa dengan tuntunan Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Bukan
amalan-amalan yang menyimpang dari (tuntunan) syari’at Islam, sekalipun
mayoritas manusia menganggapnya sebagai perilaku yang baik.
Makna Kalimat“Ya’budûnanî…”
َ
َ
Dalam Tasîr ath-Thabari disebutkan bahwa makna (َ‫ )يعبه هدون ِن‬adalah
(‫“ ;)ُضعٔن َي َبالطاعة َويتذ ئن َْ ري َونٓي‬Mereka menundukkan diri pada-Ku dengan

ketaatan, dan mereka menghinakan diri di bawah perintah-Ku dan laranganَ
Ku.” Mujahid rahimahullâh mengatakan: (َ‫ )يعبه هدونَ ِن‬yaitu (‫“ ;)ل َُافٔن َغري‬Mereka
tidak takut kepada selain-Ku.”
benar telah bersedia untuk menegakkan syari’at Allâh.
15
Ibnu Taimiyyah, Majmû’ al-Fatâwâ, juz XXVIII, hal. 242.
16
QS Al-Hajj/2: 41.

6

َ
َ ‫ه ه‬
َ ِ َ ‫ٔن‬
Sedangkan makna (‫ب َشيئًا‬
َ ‫ْك‬
ِ ‫ )ل َي‬adalah (َ ‫ل َيْكٔن َف َعبادتًٓ َإياي َاْوثان‬
َّ َ ‫ َبو َُئّن َي َالعبادة َفيفردونٓا‬،‫“ ;)واْصِام َول َشيئا َغرها‬Mereka
‫إيَ َدون َل َما َعبد َمَ َيء َغري‬

tidak menyekutukan Aku dalam peribadatan mereka kepada-Ku dengan sesuatu
apapun seperti berhala dan patung-patung, akan tetapi mereka memurnikan
peribadatan hanya untuk-Ku. Mereka mengkhususkan ibadah tersebut hanya
untuk-Ku, tidak untuk segala macam sesembahan selain-Ku.”
Jika kita renungkan hakikat makna “ya’budûnanî” lalu kita bandingkan
dengan realitas umat Islam saat ini, maka mau tidak mau kita akan mengakui
bahwa umat di zaman ini masih jauh dari kemurnian tauhid. Masih banyak di
antara saudara-saudara kita yang terjerembab dalam kubangan lumpur
kesyirikan; mereka thawaf di kuburan, meminta-meminta di kuburan orang
shalih (berharap agar shâhibul kubûr bisa memberikan “uluran tangan” dari
alam ghaib, sebagai mediator untuk mereka kepada Sang Khâliq atas segala hajat
sekaligus musibah dan kesedihan mereka). Belum lagi maraknya praktik klenikperdukunan, menjamurnya orang-orang yang terbuai oleh janji-janji ramalan
bintang, trend Feng-shui, dan kepercayaan akan kekuatan alam yang mandiri
dan lepas dari Qudrâtullâh (kuasa Allâh).
Di sisi yang lain, manusia-manusia moderen yang skeptis (tidak percaya)
pada hal-hal yang berbau klenik dan mistik, malah jatuh pada bentuk kesyirikan
yang lain, yaitu ketidakpercayaan terhadap perkara-perkara ghaib yang
termaktub dalam al-Qur’ân dan hadits-hadits yang shahih17. Sehingga lahirlah
keangkuhan, berupa sikap atheis (yang mengingkari eksistensi Allâh), padahal
fitrah mereka meyakini keberadaan-Nya18.
Penyebab Utama Rasa Takut dan Ketidakamanan
Al-Qur’ân menegaskan bahwa penyebab utama rasa takut yang merasuki
orang-orang yang tidak beriman kepada Allâh adalah semata-mata karena
kesyirikan mereka.
Allâh berfirman:

17

Sehingga muncullah agama sesat baru bernama Sciencetology yang dibuat oleh
L. Ron Hubbard (1911-1986). Dianut oleh mereka yang mengaku sebagai manusiamanusia hi-tech. Mereka beranggapan bahwa Iptek adalah tokoh utama yang
menentukan takdir manusia dan alam semesta. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
sejatinya
mereka
telah
menjadikan
Iptek
sebagai
“Tuhan”.
[lih.
http://id.wikipedia.org/wiki/Scientology
18
Guru kami, Al-Ustadz al-Fâdhil Masyhuri Badran hafizhahullâhu Ta’âlâ
menambahkan: “Ini dikarenakan mereka berpaling dari ayat-ayat kauniyyah Allâh (bukti-bukti
keberadaan dan kekuasaan-Nya) di alam semesta, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh
Shâlih Fauzan dalam Kitâbut Tauhid, jilid yang pertama.”

7

‫ّ َ َ َ َه‬
‫هه‬
ََ َ ‫ذ‬
َ‫َ َ ه‬
ّ
‫ه‬
ََ‫نل‬
َِ ‫ل َما َ ًَ َي‬
َِ ‫ب َبٍِا َأْكٔا َبِا َا‬
َ ‫يَ َ فروا َا َرع‬
َ ََ‫ا‬
َ ِ ‫ف َقي‬
َ ِ َ‫ق‬
َ ِ ‫َسِهي‬
ِ َ ‫ٔب‬
‫ذ‬
ً
‫ه‬
ََ ٍِ ِ ‫الظا‬
‫ن‬
َ َ‫سَ َمث َٔى‬
َ َ ‫ارَ َوبِئ‬
َ‫ان ه‬
َ‫بِ ََِّ هسي َطاناَ َو َمأ َواه هًََ ذ‬
“Kami akan campakkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, disebabkan
mereka telah berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak
pernah menurunkan keterangan tentangnya. Tempat kembali mereka adalah
neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang
zhalim.”19

َ
‫ه ه‬
َ ِِ ‫ن‬
َ ِ ‫تَبِا َّرع‬
‫بَ َىََال َع هد َِّو‬
“Aku (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam) ditolong (oleh Allah dengan
dicampakkannya rasa takut di hati) musuh-musuhku.” 20
Maka jangan sampai kondisi tersebut berbalik justeru menimpa diri kita,
gara-gara kesyirikan yang tumbuh marak di tengah-tengah kaum muslimin.
Penutup
Demikian penjelasan singkat atas tafsir QS an-Nûr/24: 55, yang berisi
tentang janji kemenangan terhadap kaum muslimin yang benar-benar beriman
dan beramal shalih, kapan pun, di mana pun dan ketika berhadapan dengan
siapa pun. Sehingga kita – kaum muslimin – harus bersikap optimis dengan
husnu zhan (prasangka baik) kita terhadap (janji) Allah tersebut.

Husnus-zhân billâh (prasangka baik terhadap ketentuan Allâh) dan
optimisme haruslah senantiasa tertanam di dalam dada setiap orang Islam dan
kaum muslimin. Karena pada akhirnya roda kejayaan akan berhenti berputar
tepat, pada saat Islam dan kaum muslimin berada di titik puncak, menjadi khairu
ummah (ummat yang terbaik), karena mereka telah memenuhi janji mereka
untuk beriman dan beramal shalih dengan (sikap) istiqamah, dan bersedia untuk
beramar ma’ruf-nahi mungkar dengan landasan iman dan sikap istiqamahnya.
Selanjutnya, mati kita renungkan sabda Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam berikut ini:

‫َ ذ ّ َ ذ ه ََ ََ ذ‬
ََ َ َ َ َ
َ
َ
َ ِ ِ ‫ان‬
َ َ ‫َبيِا ََأنا َ ِعِ َد‬:‫ال‬
َ ‫ َق‬،ًِ‫َ َ َحات‬
َِ ‫ََ َ َع ِد ِّيَ َب‬
ََ‫ال َعيي َِّ َوس َي ًَ َ ِإذ‬
َ َ‫ى‬
َ ‫ب َص‬
َ َ َ َ ‫ََ ه َ ه‬
َ ََ
َ َ َ َ َ ‫َ ََ ه ذ ََ ه َ ه‬
َ
‫ذ‬
َ ‫أت َاهَرجوََفش‬
َ:‫ال‬
َ ‫َ ل‬،‫يو‬
َ ‫اَ ِإَ ََِّ ط َعَا‬
َ ‫َ ًََأت َاهَآخ َرَفش‬،‫اَ ِإَ ََِّالفاقة‬
ِ ‫س ِب‬
QS Āli ‘Imrân/3: 151
Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim,
juz II, hal. 64, hadits no. 1199
19

20

8

ََ َ ّ َ َ
َ َ َ َ ‫ََ ه ه َ َََ ََ ه ه‬
َ
َ‫ال‬
َ ‫ َق‬،‫ت َ ِٓا‬
َ ‫ َوقدَ َأن ِبئ‬،‫َ ًَ َأرها‬:‫ت‬
َ ‫ِرة؟»َقي‬
َ ‫ َهوَ َرأي‬،‫ي‬
َ ‫«يا َع ِد‬
ِ ‫ت َا‬
َ َ َ
َ َ ‫َ َ ذ‬
‫َ َ َ ََََ ذ ذ ََ َ َ ه‬
َ
َ
‫و‬
َ
َ
‫ة‬
ِ‫ي‬
‫ع‬
َ
‫الظ‬
َ
َ
‫ل‬
َ‫ٔف‬
َ ‫ّ َ هط‬
َ ‫ َح‬،‫ِر ِة‬
‫ا‬
َ
َ
َ
‫م‬
َ
َ
‫ر‬
‫ت‬
َ
َ
‫ي‬
َ
،
‫اة‬
‫ي‬
‫ح‬
َ
َ
‫م‬
‫ب‬
َ
‫ت‬
َ
ِ
ِ ِ
ِ
ِ ‫«ف ِإنَ َطال‬
ََ
‫َ َ َ ََ ه َ َ ً ذ‬
‫ه‬
َ َ ََ
َ
‫ه‬
َ
َ
َََ
َ ََ ‫ل‬
َ َ ‫بِا هعب َِة‬
َ َ‫ل‬
َ ‫اف َأحدا َ ِإ‬
َ ‫ن َوب‬
َ ِ ‫ت َ ِ يٍا َبي‬
َ ‫ َ َقي‬،‫ال‬
َ ‫س َفأي‬
َ ِ ‫ن َنف‬
َ ََ َ
َ َ ََ
َ َ َّ ّ َ ‫ه ذ ه‬
ََ
‫ذ‬
َ
َ
َ
‫ََذ‬
‫ه‬
‫ه‬
َ ِ ‫ َوَل‬، -‫ابا َد‬
َ ‫م َحياةَ َتفتح‬
َ ِ‫ئ َطالتَ َب‬
َ َ‫ا‬
َ ‫د‬
ِ َ َ‫َ َر َط ِيئ‬
ِ َ ‫يَ َقدَ َس َعروا‬
َ َ َ‫ه ه‬
‫ه‬
‫ه‬
‫ه‬
‫ه‬
‫ه‬
‫ه‬
‫ه‬
َ
َ
َ
َ
َ ِ‫ك‬
َ ‫ َقي‬،َ»‫ٔز َ ِكْى‬
َ ‫َ َهر ز؟ َق‬
َِ ‫ ِكْى َب‬: ‫ت‬
َ،‫َ َهر ز‬
َِ ‫َ”َ ِكْى َب‬:‫ال‬
َ َ َ
َ
َ
َّ
‫َ َ َ ََََ ذ ذ ه َ ه‬
ََ‫ج َ ِ و ََء َك ِف َِّ َ ِمََ َذهبَ َأو‬
َ ِ ‫َول‬
َ‫و َُ ِر ه‬
َ ‫َ َا َرج‬
َ ‫ َلَي‬،‫م َحياة‬
َ ِ‫ئ َ َطالتَ َب‬
َ َ
‫ذ َ ه ه َ َ َهه ه َ َ َ ه َ َ ً َ َهه ه‬
َ
ّ
َ:‫ي‬
َ ‫ال َع ِد‬
َ ‫َ َد َأحدا َيلبي َّ َ ِمِ َّ َ َق‬
َ ‫ب َمََ َيلبي َّ َ ِمَِ َّ َف‬
َ ‫ َيطي‬،‫ضة‬
َ ‫ِف‬
ِ َ‫ا‬
‫َ َ َ ََ ه ذ‬
َ ‫َ َ ذ َه‬
‫َََ ه ذ ََ َ َ ه‬
َ
ََ
َ َ‫ت‬
َ ‫فرأي‬
َ ََ ‫ل‬
َ َ ‫ٔف َبِا هعب َِة‬
َ ‫َّ ط‬
َ ‫ِر َِة َح‬
َ ‫و َ ِم‬
َ‫ل‬
َ ‫اف َ ِإ‬
ِ ‫َ َا‬
ِ ‫الظ ِعيِ َة َتر‬
َ
‫ََ َ ه‬
‫ه‬
َ َ‫ت‬
‫ َ َو هكِ ه‬،]٨٩‫م‬:‫ال َ[ص‬
َ ‫ٔز َ ِك‬
ََ ‫ح َكِه‬
َ ‫َ َا تت‬
َِ ٍ‫ي‬
َ
ََ
َ ِ ‫َ َهر ه ََز َ َول‬
َِ ‫ْى َب‬
َ‫ئ‬
ِ
َ َ
ََ ‫ه‬
‫َ ذ‬
َ ‫ه َ َ َََ ه ذ َ َ َ ذ ّ َه‬
َ ‫ َص‬:ًَِ ‫اس‬
َ ِ ‫ان‬
َ َ ‫ال‬
َ ‫ن َما َق‬
َ ‫ َلَو‬،‫طالتَ َبِكًَ َح َياة‬
ََِّ ‫ال َعيي‬
َ َ‫ى‬
ِ ‫ب َأبٔ َالل‬
َّ
‫ذ ه‬
َِّ ‫جَ ِ و ََءَك ِف‬
َ‫َو َس َي ًَََُ ِر ه‬
“Dari ‘Adiy bin Hâtim dia menceritakan: ‘Suatu ketika aku berada di sisi Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba seorang pria menghampiri beliau seraya
mengeluhkan kefakiran yang menimpanya. Kemudian datang pria lain
mengeluhkan maraknya perampokan di jalan (tidak ada rasa aman)’. Lantas
beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai ‘Adiy, pernahkah engkau
melihat Hîrah (sebuah tempat di Iraq, dekat Kûfah)’. Aku katakan: ‘Aku belum
pernah melihatnya, namun aku pernah dikabari tentangnya’. Beliau shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jika umurmu panjang, sungguh engkau akan melihat
seorang wanita akan melakukan perjalanan dari Hîrah untuk thawaf di Ka’bah,
dia tidak merasa takut kepada siapa pun kecuali hanya pada Allâh’. Aku berkata
dalam hati: ‘Lantas kemana perginya, orang-orang bejat yang membuat fitnah
dan huru-hara di negeri-negeri?’ Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Jika usiamu panjang, sungguh suatu saat akan dibuka perbendaharaan Raja
Kisrâ’. Aku berkata: ‘Kisrâ bin Hurmuz’? Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘Ya, Kisrâ bin Hurmuz. Andaikata umurmu masih panjang, engkau
akan menyaksikan seorang mengeluarkan segenggam penuh emas atau perak di
tangannya, dia mencari orang yang sudi menerimanya, namun ia tidak
mendapatkan seorang pun yang mau menerimanya’… … ‘Adiy berkata: ‘Aku
telah menyaksikan ada seorang wanita yang bepergian dari Hîrah sampai ia
thawaf di Ka’bah, tidak ada seorang pun yang ia takuti kecuali hanya Allah. Dan
aku (kata ‘Ady) adalah termasuk orang yang menaklukkan Kerajaan Kisrâ dan

9

membuka perbendaharaannya.21 Sungguh jika umur kalian panjang, kalian akan
menyaksikan kebenaran sabda Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang
laki-laki yang mencari-cari orang yang sudi menerima pemberian emasnya
(inilah gambaran betapa makmur, aman dan tentramnya kehidupan umat Islam
saat itu, dan ini merupakan janji yang bersifat pasti, pen.).”22
Abu Hurairah radhiyallâhu ’anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullâh
shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

َ ‫َ َ ه ه َّ َ ه َ َّ ه َ َ ه ه َ َ ه َ َ َ ه ه ه ه ه ه‬
َ‫ٔن‬
َ ٍ‫ َ يلتيٓ ًَ َا ٍس ِي‬،‫ٔن َآَٔد‬
َ ٍ‫و َا ٍس ِي‬
َ ِ‫ّ َيلات‬
َ ‫لَ ل‬
َ
َ ‫ٔم َا ساع َة َح‬
َ َ
‫َ ه ه‬
َ َّ َ
َّ
ََ‫ٔل َاَِج هَر َأ ِو‬
َ ‫ َ يَل‬،‫ي َ ِمََ َ َو َرا َِء َاِ َ َج َِر َ َوا ش َج ِر‬
َ ‫ح‬
ََ ‫ّ َُتَ ِب‬
َّ‫ئ َاََ هٓٔ ِد ه‬
َّ ‫َ َ َ َ َ ه ه‬
َّ
َ ّ ‫َ َ َه‬
َ َ
َ‫ل‬
َ ‫ َ ِإ‬،ّ‫ال َفا تي‬
َ ‫ َ تع‬،ِِ ‫ي َخي‬
َ ‫ل َهذا َيٓٔ ِد‬
َِ ‫َيَا َ ه س ِي هًَ َيَا َ ب َد َا‬:‫ا ش َج هَر‬
َ ‫َفَإنَّ هََّمَََ َش‬،‫ال َغرقَ َد‬
‫ج َِرَاََ هٓٔ َِد‬
ِ ِ
“Kiamat tidak akan terjadi sampai kaum muslimin memerangi Yahudi. Kaum
muslimin membinasakan mereka sampai-sampai mereka bersembunyi di balik
batu dan pepohonan, maka saat itulah batu dan pohon berkata: ‘Wahai muslim,
wahai hamba Allâh, ini Si Yahudi bersembunyi di balikku, kemari! Bunuhlah dia!
Kecuali pohon Gharqad, karena ia adalah pohon Yahudi.”23
Dalil-dalil di atas, sangat lugas dan jelas dalam menegaskan bahwa masa
depan dunia ada di tangan Islam. Kemenangan, pada akhirnya akan menjadi
milik orang Islam dan kaum muslimin. Namun yang menjadi inti permasalahan
adalah: “Kapankah kita berupaya menggolongkan diri ke dalam Ahlut Tamkîn
(Orang-orang yang dianugerahi kekuasaan oleh Allâh, karena benar-benar telah
bersedia untuk menegakkan syari’at Allâh) yang dipuji oleh Allah dalam QS anNûr/24: 55 ini?”

Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.َ
Yogyakarta, 20 Desember 2016

21

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah menyebutkan, bahwa penaklukan Kisrâ ini
(termasuk Qaishar Romawi) terjadi pada masa kekhalifahan ‘Umar bin Khath-thab
radhiyallâhu ’anhu, dan harta-harta Kisrâ serta Qaishar diinfakkan oleh ‘Umar di jalan
Allâh. [Lihat: Majmû’ al-Fatâwâ, juz XXV, hal. 304]
22
Hadits Riwayat Al-Bukhari dari ‘Adiy bin Hatim radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh
al-Bukhâriy, juz IV, hal. 3595, hadits no. 3595.
23
Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim,
juz VIII, hal. 188, hadits no. 7523.

10