Bahan ekonomi reg

Ilmu Ekonomi Regional adalah cabang dari ilmu ekonomi yang memasukkan unsur lokasi di dalam
pembahasannya. Ilmu ini juga menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang terkait dengan wilayah, sehingga
lebih serasi dan tepat untuk diaplikasikan dalam berbagai kebijakan pembangunan wilayah. Dengan
demikian, ilmu ini sangat diperlukan di dalam mengatur berbagai kebijakan ekonomi wilayah.

Tujuan, klasifikasi dan Instrumen
Kebijakan ekonomi adalah untuk meningkatkan taraf hidup atau tingkat kesejahteraan
masyarakat. Lima sasaran erat kaitanya dengan masalah stabilitas ekonomi. Tujuan akhirnya
mencangkup lima hal utama :
1. Pertumbuhan ekonomi (misalnya PDB atau pendapatan nasional) yang tinggi
2. Distribusi pendapatan yang merata
3. Kesempatan kerja sepenuhnya
4. Stabilitas harga dan nilai tukar
5. Keseimbangan neraca pembayaran
Kebijakan ekonomi bisa dibagi menjadi tiga macam kebijakan menurut tingkat agregasinya
(ruang lingkup atau bentuk serta luas sasaranya), yaitu :
1. Kebijakn ekonomi makro
2. Kebijakan ekonomi meso
3. Kebijakan ekonomi mikro
Kebijakan mikro adalah kebijakan pemerintah yang ditunjukan pada semua perusahaan tanpa
melihat jenis kegiatan yang dilakukan oleh atau sektor mana dan diwilayah mana perusahaan

bersangkutan beroperasi. Beberapa contoh: peraturan pemerintah yang mempengaruhi atau
menentukan langsung pola hubungan kerja antara manajer dan pekerjanya dan kondisi kerja
didalam perusahaan, kebijakan kemitraan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil disemua
sektor ekonomi, dan kebijakan kredit bagi pengusaha kecil disemua sektor ekonomi.
Kebijakan meso bisadalam dua arti, yaitu
1. kebijakan ekonomi sektoral atau
2. kebijakan ekonomi regional.
Kebijakan ekonomi sektoral adalah kebijakan ekonomi yang khusus ditunjukan pada sektorsektor tertentu. Setiap departemen pemerintah mengeluarkan kebijakan sendiri, yang bisa sama /
berbeda, untuk sektornya.kebijakan ini mencangkup keuangan, distribusi, produksi, tata niaga,
sistem pengadaan bahan baku, ketenagakerjaan, termasuk system penggajian, investasi, jaminan
sosial bagi bekerja dan sebagainya
Kebijakan ekonomi meso dalam arti regional adalah kebijakan ekonomi yang ditunjukan pada
wilayah tertentu. Misalnya, kebijakan industri regional dikawasan timur Indonesia (KTI) yang
menyangkup kebijakan industry regional, kebijakan investasi regional, kebijakan fiscal regional,
kebijakan pembangunan infrastruktur regional, kebijakan pendapatan, dan pengeluaran
pemerintah daerah,kebijakan distribusi pendapatan regional, kebijakan pendapatan, kebijakan
perdagangan regional, dan sebagainya. Kebijakan ekonomi regional bisa dikeluarkan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Kebijakan ekonomi makro mencangkup semua aspek ekonomi pada tingkat nasional. Oleh sebab
itu, bisa mempengaruhi atau bahkan membuat kebijakan meso (sektoral dan regional) dan

kebijakan mikro menjadi lebih atau kurang efektif. Misalnya untuk meningkatkan pembangunan
ekonomi di KTI diperlukan peranan pihak swasta untuk membangun pabrik-pabrik dikawasan
tersebut. Untuk ini, diperlukan kebijakan regional untuk meningkatkan pembangunan
infrastruktur di KTI dan kebijakan yang ketat untuk menekan laju pertumbuhan inflasi didalam
negeri. Akibat dari kebijakan moneter ini, yang merupakan salah satu bagian kebijakan ekonomi
makro, jumlah kredit yang bisa disalurkan bank ke pihak swasta untuk membiayai investasinya
di KTI menjadi terbatas dan tingkat suku bunga pinjaman dengan sendirinya meningkat.
Kebijakan moneter ini akhirnya membuat kebijakan regional diatas efektif, dalam arti
pembangunan infrastruktur dan pabrik-pabrik di KTI kemungkinan besar terhambat atau tertunda
pelaksananya.
Instrumen yang dipergunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan ekonominya,
khususnya kebijakan makro, adalah tariff pajak, jumlah pengeluaran pemerintah melalui APBN
dan jumlah uang beredar.

Kebijakan ekonomi makro
Ruang lingkup atau daerah pengaruh kebijakan ekonomi makro mencangkup semua aspek
ekonomi pada tingkat agregat (nasional), seperti perdagangan dalam dan luar negeri, penanaman
modal (investasi) dalam (PMDN) dan luar negeri (PMA), tabungan, APBN, konsumsi, industry,
keuangan, suku bunga, harga, nilai tukar rupiah, kesempatan kerja, serta pertumbuhan output dan
distribusi pendapatan. Oleh karena itu, menurut aspek-aspek tersebut sebagai sasarannya,

kebijakan ekonomi makro bisa digolongkan kebijakan fiscal, kebijakan moneter, kebijakan
investasi, kebijakan perdagangan luar negeri, kebijakan industry (atau kebijakan industrilisasi),
kebijakan ketenagakerjaan (atau kebijakan pasar tenaga kerja), kebijakan pendapatan, dan
sebagainya
Dalam kebijakan ekonomi makro terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. kebijakan moneter : tujuan utama kebijakan moneter di Indonesia adalah untuk menjaga
stabilitas harga didalam luar negeri dan nilai tukar rupiah terhadap uang asing, khususnya dolar
AS. Dengan demikian, selain stabilitas ekonomi secara keseluruhan bisa dijaga, keseimbangan
neraca pembayaran melalui perubahan nilai kurs rupiah yang terkendali bisa dicapai. Kebijakan
ekonomi moneter dilakukan, terutama melalui operasi pasar terbuka, penentua mengenai
cadangan wajib minum tanpa batas maksimum pemberian kredit bagi sector perbankan, dan
perubahan tingkat suku bunga diskonto. Ini merupakan instrument kebijakan moneter yang
sering dipergunakan oleh pemerintah dalam usaha mengatur stabilitas perekonomian Indonesia.
Selain itu, instrument moneter lainya yang sering digunakan oleh bank Indonesia dalam
melaksanakan kebijakan moneter pemerintah, khususnya untuk mengimbangi perubahan
likuiditas perekonomian, adalah surat-surat berharga SBIdan SPBU
kebijakan moneter bisa dibagi dalam dua kategori, yaitu kebijakan moneter kuantitatif yang
sifatnya lebih langsung dan kebijakan moneter kualitatif yang sifatnya tidak langsung. Yang
termasuk kebijakan moneter kuantitatif :
·

melakukan jual beli surat berharga jangka pendek dipasar uang, kegiatan Bank Indonesia
(BI) yang disebut operasi pasar terbuka.
·
Membuat perubahan tingkat suku bunga diskonto terhadap deposito bank-bank umum di
BI dan tingkat suku bunga kredit BI terhadap bank-bank umum.
·
Menentukan atau mengubah cadangan (atau likuiditas) minimal yang harus disimpan oleh
bank-ban umum dan batas maksimum kredit yang bisa dikeluarkan oleh bank-bank umum, dan
·
Menyediakan dan mengeluarkan fasilitas diskonto rupiah.
Sedangkan yang dimaksud kebijakan moneter kualitatif:
·
Mengawasi pinjaman (kredit)secara selektif, yaitu menentukan jenis pinjaman/kredit mana
yang harus dikurangi dan mana yang perlu dikembangkan
·
BI mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan dari bank-bank umum untuk
meminta mereka melakukan langkah-langkah tertentu.
Pengalaman selama ini menunjukan bahwa kebijakan moneter tersebut diatas tidak selalu bisa
dicapai dengan mudah. Khususnya mengenai inflasi di Indonesia yang sejak pertengahan tahun
1990-an sudah hamper mencapai dua digit. Dalam usaha menahan laju pertumbuhan tingkat

inflasi didalam negeri agar tidak mencapai 10% atau lebih, seperti beberapa sebelumnya
pemerintah kembali akan mengeluarkan kebijakan uang ketat.
Efektivitas kebijakan moneter yang kontraksi ini untuk meredam laju pertumbuhan tingkat
inflasi melalui pengendalian jumlah uang beredar didalam ekonomi tergantung pada respon
masyrakat da duniausaha, baik sector rill maupun sektor keuangan.
2. Kebijakan fiskal kontraksi : dalam usaha mengurangitingkat inflasi yang cendrung
meningkat terus, selain mengeluarkan kebijakan moneter yang sifatnya kontraksi, pemerintah
juga mengeluarkan kebijakan fiskal yang nonekspansif. Efektifitas kebijakan fiskal ini sangat
tergantung dari reaksi masyarakat dan dunia usaha terhadap kenaikan tariff pajak pendapatan dan
penghasilan atau penjualan. Selain itu tergantung pada jenis pajak yang diprioritaskan serta
besarnya peningkatan penghasilan pajak dan besarnya pengurangan pengeluaran pemerintah.
Jenis pajak yang sangat tepat digunakan sebagai instrument untuk merendam laju peningkatan
inflasi, dengan cara mengurangi pertumbuhan permintaan agregat, adalah pajak penghasilan
dengan system progresif.

Dalam teori makro, perubahan tarif pajak pendapatan ini sering disebut sebagai economic
stabilizer. Yang dimaksudkan, pada saat ekonomi mengalami boom atau ekonomi dengan suhu
yang memulai memanas, perubahan positif dari tariff pajak pendapatan akan mengerem laju
pertumbuhan konsumsi atau mengurangi volumenya. Sedangkan pada saat ekonomi lesu (resesi),
perubahan negative dari tariff pajak tersebut akan eningkat permintaan dan selanjutnya produksi

dan produk domestik bruto.
3. Kebijakan perangan luar negeri : dalam sejarah di Indonesia, sejak pelita I dimulai tahun
1969 hingga repelita VI saat ini (1996), kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia telah
mengalami dua strategi yang sangat berbeda. Strategi pertama, substitusi impor, pada awal
Indonesia cendrung memproduksi semua jenis barang yang selama ini di impor, tanpa
memperhitungkan apakah Indonesia memiliki keunggulan komperatif atau tidak untuk semua
jenis barang yang akan dibuat sendiri didalam negeri. Kebijakan substitusi impor ini
dilaksanakan dengan cara pemerintah memberi perlindungan dengan tarif yang tinggi, hambatanhambatan nontariff, subsidi, dan fasilitas kemudahan lainya terhadap sejumlah industry didalam
negeri yang diberi tugas untuk memproduksi barang-barang impor.
Pada awal tahun 1980-an, sudah mulai kelihatan jelas bahwa ternyata proteksi terhadap sector
industry dalam negeri selama itu tidak efektif, bahkan lebih merugikan dari pada menguntungkan
ekonomi Indonesia pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Daya saing ekspor
manufaktur Indonesia tidak berkembang dengan baik seperti yang diharapkan, sementara jumlah
impor terutama barang-barang capital dan perantara yang sangat dibutuhkan oleh industri dalam
negeri semakin besar setiap tahunya sehingga membuat saldo neraca perdagangan defisit.
Ongkos produksi dalam negeri semakin besar yang menandakan bahwa industry dalam negeri
selama ini tidak efisien, hasil ekspor barang-barang industry tetap rendah, dan jumlah utang luar
negeri terus bengkak.
Efektivitas kebijakan perdagangan luar negeri untuk meningkatkan daya saing ekspor Indonesia,
khususnya barang-barang manufaktur, dan sekaligus mengurangi defisit atau meningkatkan

surplus, sangat tergantung pada dua hal utama. Pertama, isi paket deregulasi selama ini dan yang
akan dikeluarkan disektor perdagangan luar negeri. Kedua, harmonisasi antara kebijakan
perdagangan luar negeri dan kebijakan makro lainya. Terutama kebijakan mneter, kebijakan
fiskal, kebijakan investasi, kebijakan tenagakerjaan, dan kebijakan industri.
Penutup
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas pasar dunia yang sudah dekat ini, kebijakan
ekonomi yang baik, dalam arti rasional dan yang penting lagi konsisten dan terjalin koordinasi
yang baik dalam pelaksanaanya antar departemen pemerintah, sangat diperlukan. Pengalaman
menunjukan bahwa kebanyakan kebijakan ekonom yang dikeluarkan pemerintah selama ini lebih
bersifat ‘dadakan’, dan tidak konsisten.
Dalam tahun 1996 ini, pemerintah sedang menghadapi tiga masalah ekonomi dalam negeri yang
cukup serius, yakni tingkat inflasi yang tinggi, defisit saldo transaksi berjalan, jumlah utang luar
negeri yang terus bengkak, selain maslah lainya yang juga masih memerlukan perhatian besar
seperti kesenjangan, kemiskinan, dan pengangguran
Sumber dari buku “perekonomian Indonesia” Dr. Tulus T.H. Tambunan,MA