Tabel 2 Nilai error proses pembelajaran JST pada pengulangan ke-1000 No Model
SEP R
2
APD MAE
RMSE 1
Model 1
0,09 0,93 0,56 0,25 0,31 2
Model 2
0,08 0,95 0,48 0,21 0,28 3
Model 3
0,08 0,95 0,48 0,21 0,28 Nilai SEP untuk semua model berkisar antara 0,07–0,09 yang berarti
bahwa akurasi proses pembelajaran dalam menduga nilai target nilai TPT memiliki tingkat error berkisar 0,07 - 0,09. Nilai R
2
lebih dari 0,93 yang mengindikasikan 93 lebih nilai target dapat diterangkan secara
liniear dengan nilai pendugaan. Nilai APD mencapai 0,5 - 0,4 lebih yang berarti bahwa nilai penyimpangan rata – rata nilai pendugaan
terhadap nilai target mencapai 0,5 lebih. Nilai MAE mencapai 0,2 menerangkan bahwa rata – rata selisih antara nilai pendugaan dan nilai
target mencapai 0,2 secara absolut, sedangkan nilai RMSE mencapai 0,3 menerangkan bahwa rata-rata selisih antara nilai pendugaan dan nilai
target mencapai 0,3. Dari pengertian beberapa nilai error tersebut menunjukkan bahwa
analisis error dengan persamaan SEP mengindikasikan nilai error yang terkecil, sehingga persamaan ini sangat tepat digunakan untuk
menentukan nilai error proses pembelajaran.
4.3.2 Proses Validasi Model
Proses validasi model dilakukan terhadap 31 set data yang berbeda dengan set data pada proses pembelajaran. Hasil validasi masing – masing
model dapat dilihat pada Gambar 11. Sebagaimana disajikan pada Gambar 11, hasil validasi dengan
berbagai error untuk masing – masing model memperlihatkan perbedaan hasil yang tidak terlalu signifikan antara model 2 dan model 3. Hal ini
semakin menguatkan bahwa jumlah noda hidden layer yang semakin banyak akan menghasilkan model yang lebih akurat.
5 6
7 8
9 10
5 6
7 8
9 10
Total padatan terlarut hasil pengukuran Tota
l pa da
ta n te
rl a
rut ha
s il
p re
d ik
s i
R
2
= 0.9017
y = x SEP = 0.1446
APD = 0.9906 MAE = 0.3292
RMSE = 0.3740
A
5 6
7 8
9 10
5 6
7 8
9 10
Total padatan terlarut hasil pengukuran Tota
l pa da
ta n
te rl
a rut
ha s
il pr
e d
ik s
i
R
2
= 0.9191
y = x SEP = 0.1196
APD = 0.8707 MAE = 0.2914
RMSE = 0.3665
B
5 6
7 8
9 10
5 6
7 8
9 10
Total padatan terlarut hasil pengukuran Tota
l pa da
ta n
te rl
a rut ha
s il
pr e
d ik
s i
R
2
= 0.9185
y = x SEP = 0.1208
APD = 0.8796 MAE = 0.2915
RMSE = 0.3420
C
Gambar 11 Hasil validasi masing – masing model dengan berbagai fungsi error; A: model 1; B: model 2; C: model 3.
Nilai SEP hasil validasi semua model mencapai nilai 0,11 – 0,14 yang mengindikasikan akurasi yang cukup tinggi dalam menduga nilai
target yang belum pernah dipelajari. Tingkat akurasi model yang cukup tinggi juga dapat dilihat dari nilai R
2
yang lebih besar 0,90, APD kurang dari 1, MAE berkisar 0,3 dan RMSE berkisar antara 0,34 - 0,37.
Sehingga semua model dapat digunakan untuk menduga nilai TPT buah tomat.
Identifikasi berat buah Tomat
Proses identifikasi berat buah tomat merupakan satu kesatuan model dengan identifikasi nilai TPT buah tomat. Proses yang dilakukan dalam
identifikasi ini juga terdiri dari proses pembelajaran dan proses validasi. Adapun hasil dari kedua proses tersebut dijelaskan pada Butir 4.4.1 dan 4.4.2
berikut ini.
Proses Pembelajaran Model
Adapun hasil dari proses pembelajaran model untuk menduga berat buah tomat pada pengulangan ke-1000 dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini;
Tabel 3 Nilai error proses pembelajaran JST pada pengulangan ke-1000 No Model
SEP R
2
APD MAE
RMSE 1
Model 1
137,60 0,55 3,78 9,00 11,64
2 Model
2 126,72
0,59 3,53 8,51 11,17 3
Model 3
125,39 0,59 3,45 8,56 11,11
Hasil proses pembelajaran dengan jumlah pengulangan yang sama menunjukkan hasil yang sangat berbeda dengan proses pembelajaran untuk
menduga nilai TPT buah tomat seperti terlihat pada Tabel 3 di atas. Hasil ini menunjukkan nilai yang lebih buruk untuk semua model. Secara umum,
meskipun menunjukkan hasil yang kurang bagus, model 3 menunjukkan hasil yang terbaik daripada kedua model yang lain. Sehingga jumlah noda
hidden layer mempengaruhi kinerja proses pembelajaran.
Analisis dengan persamaan APD menunjukkan nilai yang paling rendah dari analisis error yang lain. Sehingga persamaan APD ini paling tepat
digunakan untuk menunjukkan kinerja proses pembelajaran. Nilai APD
berkisar antara 3,4–3,7 yang mengindikasikan bahwa nilai penyimpangan rata – rata nilai pendugaan berat buah tomat terhadap nilai pengukuran berat
buah tomat berkisar antara 3,4–3,7.
Proses Validasi Model
Adapun hasil validasi dengan 31 set data disajikan pada Gambar 12 berikut ini;
30 40
50 60
70 80
90 100
30 40
50 60
70 80
90 100
Berat buah hasil pengukuran B
er at
b u
ah h
asi l p
red iksi
R
2
= 0.5468 y = x
SEP = 127.259 APD = 3.5782
MAE =9.2103 RMSE = 11.0974
A
30 40
50 60
70 80
90 100
30 40
50 60
70 80
90 100
Berat buah hasil pengukuran B
e ra
t bua h ha
s il
pr e
di k
s i
R
2
= 0.5811 y = x
SEP = 117.383 APD = 3.3492
MAE =8.7592 RMSE = 10.6582
B
30 40
50 60
70 80
90 100
30 40
50 60
70 80
90 100
Berat buah hasil pengukuran B
e ra
t bua h
h a
s il
pr e
d ik
s i
R
2
= 0.6266 y = x
SEP = 101.67 APD = 3.0429
MAE =8.0928 RMSE = 9.9191
C
- Gambar 12 Hasil validasi model untuk menduga berat buah tomat.
Hasil validasi juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda dengan hasil proses pembelajaran. Model 3 dengan jumlah noda hidden layer
terbanyak menunjukkan nilai validitas yang tertinggi dibandingkan model lainnya.
Analisis error dengan persamaan APD juga menunjukkan nilai yang terendah dari analisis error yang lain. Sehingga persamaan APD ini paling
tepat digunakan untuk menunjukkan kinerja proses validasi. Nilai APD model 3 sebesar 3,04 yang mengindikasikan bahwa nilai penyimpangan
rata–rata nilai pendugaan berat buah tomat terhadap nilai pengukuran berat buah tomat berkisar antara 3,04. Nilai ini lebih rendah daripada nilai pada
proses pembelajaran, sehingga bisa disimpulkan bahwa model 3 telah menunjukkan hasil yang terbaik.
Dalam proses optimisasi dengan Algoritma Genetika AG akan dipilih satu model untuk mempersingkat dan mempermudah proses optimisasi. Dari
ketiga model yang dikembangkan, model 3 memiliki tingkat akurasi lebih baik dari kedua model yang lain, sehingga model 3 ini akan dipilih untuk
digunakan dalam proses optimisasi. Hasil dari pengembangan model JST ini adalah nilai pembobot weight
yang menghubungkan antara input layer dengan hidden layer dan hidden layer
dengan output layer. Model 3 dengan 5 noda pada input layer, 7 noda hidden layer
dan 2 noda output layer akan menghasilkan total pembobot sebesar 49 nilai. Nilai ini merupakan konstanta yang akan digunakan untuk
menduga nilai TPT buah tomat dan berat buah tomat dengan 5 parameter yang diketahui. Nilai-nilai konstanta tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai pembobot pada Model 3 No Vij
Nilai Pembobot
No Vij Nilai
Pembobot No Wjk
Nilai Pembobot
1 V
11
0.488656 19 V
35
1.222950 36 W
11
-0.222330 2 V
12
0.741507 20 V
36
0.347950 37 W
12
-0.576350 3 V
13
0.114122 21 V
37
0.399787 38 W
21
-1.262810 4 V
14
-0.135880 22 V
41
0.817681 39 W
22
0.789754 5 V
15
0.489122 23 V
42
0.614566 40 W
31
0.425727 6 V
16
0.128106 24 V
43
0.864566 41 W
32
-1.351130 7 V
17
1.081303 25 V
44
0.364566 42 W
41
0.696795 8 V
21
-0.167320 26 V
45
0.330209 43 W
42
0.191253 9 V
22
-0.417320 27 V
46
0.649079 44 W
51
0.872257 10 V
23
-0.042320 28 V
47
-0.764760 45 W
52
-0.271520 11 V
24
0.945933 29 V
51
-1.014760 46 W
61
-0.121530 12 V
25
-0.357330 30 V
52
-0.264760 47 W
62
-0.16861 13 V
26
0.316281 31 V
53
0.312458 48 W
71
0.891251 14 V
27
-0.558720 32 V
54
-0.168390 49 W
72
-0.91720 15 V
31
-0.683720 33 V
55
0.699143 16 V
32
0.294084 34 V
56
1.074143 17 V
33
0.854477 35 V
57
0.699143 18 V
34
0.347950
Optimisasi Nilai DHL Larutan Nutrisi Proses optimisasi Algoritma Genetika AG
Tahapan proses optimisasi nilai DHL larutan nutrisi pada masing- masing fase adalah sebagai berikut:
a Tahap pertama dalam optimisasi AG adalah inisialisasi. Pada tahap ini dibangkitkan 10 bilangan acak untuk masing–masing nilai DHL
larutan nutrisi pada selang yang telah ditentukan. 10 bilangan acak ini disebut satu populasi yang terdiri 10 individu. Populasi ke-1 ini disebut
juga generasi ke-1.
b Tahap kedua adalah perhitungan fungsi fitness yang merupakan fungsi tujuan sesuai dengan persamaan 16 di atas.
c Tahap ketiga adalah proses elistism pengurutan. Individu–individu dalam populasi tersebut diurutkan berdasarkan nilai fitnessnya. Nilai
fitness tertinggi akan menjadi individu pertama dan seterusnya. d Tahap keempat adalah seleksi berdasarkan peluang seleksi. Sebagai
contoh peluang seleksi yang digunakan adalah 60 sehingga 6 individu yang memiliki nilai fitness terbaik dalam satu populasi akan
terpilih untuk diproses selanjutnya, sedangkan individu lainnya akan tereleminasi.
e Tahap kelima adalah penyilangan crossover. Pada kasus ini proses penyilangan dilakukan dengan satu titik pemotongan. Letak titik
pemotongan berada pada tengah-tengah masing–masing parameter dalam individu. Individu ke-1 akan disilangkan dengan individu ke-2,
individu ke-3 akan disilangkan dengan individu ke-4 dan seterusnya sampai individu yang terpilih. Ilustrasi prose penyilangan dapat dilihat
pada Gambar 13. f Tahap keenam adalah proses mutasi dengan metode self-mutation.
Pertama ditentukan peluang mutasi, kedua dibankitkan bilangan secara random sebanyak jumlah string yang ada jumlah kromosom, ketiga
apabila nilai bilangan tersebut lebih kecil atau sama dengan peluang mutasi maka kromosom yang bersangkutan akan berubah dari 0
menjadi 1 atau sebaliknya, keempat apabila nilai bilangan random tersebut lebih besar daripada peluang mutasi maka kromsom yang
bersangkutan tetap. g Tahap ketujuh adalah kembali ke tahap kedua dengan menghitung nilai
fitness masing–masing individu baru. h Tahap kedelapan adalah proses elistism kembali seperti tahap ketiga
sampai didapatkan populasi baru dengan 10 jumlah individu. Populasi ini disebut generasi ke-2.
Proses diatas diulang–ulang sampai jumlah generasi yang diinginkan atau didapatkan hasil yang konvergen untuk semua nilai fitness.
Gambar 13 Ilustrasi proses penyilangan pada Algoritma Genetika.
Penetuan nilai DHL larutan nutrisi yang optimal
Operator Algoritma Genetika AG yang digunakan adalah peluang crossover Pc sebesar 0,6, peluang mutasi Pm sebesar 0,05
dengan 100 generasi pencarian. Penentuan ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman individu dalam proses pencarian. Hasil
fitness dari proses optimisasi dapat dilihat pada Gambar 14. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa fitness mulai konvergen pada
generasi ke-25 dan menuju ke nilai yang lebih besar. Gambar 14 menujukkan nilai DHL larutan nutrisi hasil optimisasi
pada masing – masing fase reproduktif. Gambar tersebut menunjukkan nilai yang konvergen pada semua fase reproduktif. Pada fase
pembungaan, hasil optimisasi menunjukkan nilai yang konvergen mulai generasi ke-30, sedangkan pada fase pembuahan dan
pemanenan, nilai yang konvergen terjadi mulai generasi ke-25. Nilai DHL larutan nutrisi pada fase pembungaan menunjukkan
kecenderungan yang berbeda dari fase pembuahan dan pemanenan. Nilai DHL larutan nutrisi pada fase pembungaan cenderung semakin
Individu ke-1 Individu ke-2
Individu baru Individu baru
1 1
1 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 Letak pemotongan
1 0 0
1 1
1 1
1 1
0 1 1 1
1 1
1 1
Hasil proses penyilangan Letak pemotongan
Letak pemotongan
kecil, sedangkan pada fase pembuahan dan pemanenan semakin besar. Sehingga dari hasil optimisasi ini dapat diketahui bahwa untuk
mendapatkan buah tomat dengan nilai TPT dan berat rata – rata buah yang maksimal diperlukan perlakuan nilai DHL larutan nutrisi yang
kecil pada fase pembungaan, dan nilai DHL larutan nutrisi yang besar pada fase pembuahan dan pemanenan. Adapun besarnya nilai DHL
larutan nutrisi pada fase pembungaan adalah 1,4 mScm, pada fase pembuahan dan pemanenan masing–masing sebesar 10,2 mScm dan
9,7 mScm.
1.00 1.02
1.04 1.06
1.08 1.10
5 10
15 20
25 30
35
Generasi ke- Fi
tne s
s
Pc = 0.6; Pm = 0.05
Gambar 14 Fitness hasil optimisasi dengan peluang crossover Pc : 0,6 dan Pm:0,05.
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0
5 10
15 20
25 30
35
Generasi ke- DH
L m
S c
m
DHL 1 DHL 2
DHL 3
Gambar 15 Nilai DHL larutan nutrisi pada masing–masing fase reproduktif.
7.0 7.2
7.4 7.6
7.8 8.0
8.2
5 10
15 20
25 30
35 40
Generasi ke- Tot
a l pa
da ta
n t e
rl a
rut
Gambar 16 Nilai total padatan terlarut rata–rata buah tomat hasil prediksi dengan nilai DHL larutan nutrisi hasil optimisasi.
50 52
54 56
58
5 10
15 20
25 30
35 40
Generasi ke- Be
ra t g
Gambar 17 Nilai berat rata – rata buah tomat hasil prediksi dengan nilai DHL larutan nutrisi hasil optimisasi.
Gambar 16 dan 17 menujukkan nilai total padatan terlarut dan berat rata–rata buah tomat hasil prediksi yang akan diperoleh dengan nilai DHL
larutan nutrisi hasil optimisasi. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut berbanding terbalik dengan berat buah. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Li, et.al., 2001 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi total padatan terlarut dalam buah yang diperoleh akan
menurunkan berat buah tomat. Dengan nilai DHL larutan nutrisi yang diperoleh dari proses
optimisasi ini akan diperoleh nilai TPT rata–rata sebesar 7,9 dan berat buah rata–rata sebesar 51,33 g. Nilai ini menunjukkan nilai yang layak untuk
menujukkan kualiatas buah tomat yang tinggi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1