KONFLIK MASSA DALAM PILKADA LANGSUNG DI MALUKU UTARA 2007-2008

KONFLIK MASSA DALAM PILKADA LANGSUNG DI MALUKU
UTARA2007-2008
Oleh: Bela Prahman Latif ( 03230027 )
goverment science
Dibuat: 2009-11-12 , dengan 2 file(s).

Keywords: KONFLIK MASSA,PILKADA
abstraksi
Konflik masa di Ternate, Propinsi Maluku Utara, salah satu fakta paling baru betapa mahalnya
political cost (biaya politik) yang harus ditanggung oleh rakyat dan pemerintah dalam proses
pilkada. Pasalnya, sang raja, Sultan Ternate Muddafar Syah tidak memenuhi syarat untuk bisa
ditetapkan sebagai calon Gubernur Maluku Utara. Akibatnya rakyat pendukung Sultan
mengamuk, menduduki bandar udara (bandara) Ternate, menutup ruas jalan dengan menebang
pohon-pohon di median jalan, melempari serta merusak fasilitas publik seperti perkantoran dan
lampu penerangan jalan dan akibatnya bentrok fisik dengan aparat keamanan. Secara tidak
langsung, kemarahan rakyat Ternate dipicu oleh wacana calon independen, karena Sultan
Muddafar Syah ditolak menjadi calon gubernur akibat dukungan suara dari parpol kurang dari
persyaratan minimal 15%. Sebaliknya rakyat pendukungnya memaksa agar Sultan diloloskan
oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah stempat menjadi calon gubernur definitif. Menurut
beberapa informasi yang dapat peneliti uraikan secara rinci, bahwa konflik pilkada di Malut
merupakan permainan politik yang dilakukan oleh beberapa kalangan elit politik, dimana

terdapat berbagai kecurangan-kecurangan atau pengambilan hak suara tanpa sepengetahuan
KPUD
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: Observasi dan wawancara serta dokumentasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan keabsahanya, data dianalisis dengan cara penyajian data
sekaligus dianalisis dan penarikan kesimpulan.
Dari hasil data yang diperoleh (1). Bahwa Proses terjadinya konflik massa dalam pilkada
langsung di Malut yang meliputi. Pertama, perdebatan argumentasi mengenai keadilan,
transparansi dalam penghitungan suara atau rapat pleno serta pengumuman penetapan pemenang
yang terkesan tertutup yang berakhir pada tindakan KPU Provinsi membekukan KPUD Halbar.
Kedua, Pengrusakan fasilitas publik seperti membakar ban juga memalang jalan dengan kayu
dan batu, serta menutup jalan yang menuju kampus Poltekes Ternate dan merusak satu unit
mobil dinas milik Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprov jenis Toyota Kijang da
pengrusakan fasilitas umum lainnya. Ketiga, Upaya penyelesaian konflik pilkada di Malut
sebagian pihak menyarankan agar pemerintah pusat segera menyelesaikan sengketa Pilkada
Gubernur Maluku Utara. Disamping itu upaya penyelesaian pilkada di Malut yang dilakukan
MA dalam penyelesaian konflik pilkada Malut dengan mencoba menengahi dengan memberikan
fatwa. (2) Faktor yang menyebabkan konflik massa yang menyangkut. Pertama penetapan
pemenang, yang dianggap sebagai indikator yang menyebabkan konflik massa. Dalam hal ini
penetapan pemenang pilkada di Malut mendasarkan pada kesalahan sistem prosedural yang

dilakukan KPU Provinsi dalam melakukan pleno. Sehingga keputusan maupun tindakan KPU
Provinsi memicu kekecewaan masyarakat Malut yang pada akhirnya melahirkan konflik massa.
Kedua, Perangkat peraturan pelaksanaan pilkada yang dianggap kurang memadai sehingga
mengakibatkan kerancuan dalam memutuskan penetapan pemenang Pilkada, yang akhirnya

menonaktifkan sementara Ketua dan anggota KPU Provinsi Maluku Utara. Hal ini sebagai
dampak dari tata pemerintahan yang tidak teratur, sehingga memunculkan konflik massa dalam
merespon keputusan mengenai pemenang dalam pilkada langsung di Malut. Ketiga, Keterlibatan
elit politik dalam konflik massa sebagai faktor pemicu mengerasnya konflik massa di Malut
adalah perbedaan keputusan antara KPU Pusat dan KPU Propinsi dalam menetapkan pemenang
pilkda Malut. Disamping itu KPUD Malut juga ditengarai telah melakukan kecerobohan
mendesain kertas suara.
Dari hasil penelitian ini diharapkan keputusan yang diambil dalam masalah pilkada Malut dapat
semaksimal mungkin mengedepankan aspek kemanfaatan bagi masyarakat Malut untuk
membuat kedamaian dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, sehingga secara tidak
langsung keputusan yang diambil akan memiliki misi pendidikan kepada rakyat. Oleh karena itu
KPU harus mengacu pada sistem dan prosedur yang diatur dalam perundang-undangan yang
berlaku. Jika tidak ada dasar hukum persoalan ini diambil alih KPU pusat, maka hendaknya
dikembalikan ke KPUD.
abatrac

pemenang pilkda Malut. Disamping itu KPUD Malut juga ditengarai telah melakukan
kecerobohan mendesain kertas suara.
Dari hasil penelitian ini diharapkan keputusan yang diambil dalam masalah pilkada Malut dapat
semaksimal mungkin mengedepankan aspek kemanfaatan bagi masyarakat Malut untuk
membuat kedamaian dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, sehingga secara tidak
langsung keputusan yang diambil akan memiliki misi pendidikan kepada rakyat. Oleh karena itu
KPU harus mengacu pada sistem dan prosedur yang diatur dalam perundang-undangan yang
berlaku. Jika tidak ada dasar hukum persoalan ini diambil alih KPU pusat, maka hendaknya
dikembalikan ke KPUD
Conflict a periode in Ternate, Province North Maluku, one of the newest fact what a costly is
cost political (expense of politics) which must be accounted by government and people in course
of pilkada. Its section, the king, Sultan of Ternate Rightful Muddafar of ineligibility to be able to
specified as Governor North Maluku candidate. As a result people supporter of angry Sultan,
occupying airport (Ternate bandara), closing joint streets by cutting away trees in road;street
median, pelting and also destroy public facility like white colars and illuminator walke and as a
result conflicting physical with security government officer. Indirectly, enragement of people of
Ternate triggered by independent candidate discourse, because Sultan Muddafar refused Rightful
to become governor candidate effect of support voice from parpol less than minimum conditions
15%. On the contrary its supporter people force Sultan to got away by Commission General
Election Of Area of stempat become definitive governor candidate. According to some

researcher information able to elaborate in detail, that conflict pilkada in Malut represent game
of politics conducted by some political elite circle, where there are various insinceritys or intake
of rights voice without the knowledge KPUD.
This research is done by using approach qualitative with descriptive method. Technique data
collecting through: Observation and interview and also documentation. After conducted by its
inspection him, data analysed by presentation of data at the same time analysed and withdrawal
of conclusion.
From result of obtained data (1). That Process the happening of mass conflict in direct pilkada in
Malut covering is. First, debate of argument concerning justice, transparency in enumeration of
plenary meeting or voice and also announcement stipulating of winner impressing closed ending

at action KPU Provinsi freeze KPUD Halbar. Both, Ruining of public facility like burning tire
also worse luck walke with stone and wood, and also block off going to campus of Poltekes
Ternate and destroy one car unit on duty property of On duty Labour and Transmigration of
Pemprov type of Toyota Deer of da ruining of other public facility. Third, Strive the solving of
conflict pilkada in Malut some party suggest that central government immediately finish dispute
of Pilkada Governor Moluccas North. Beside that strive the solving of pilkada conducted Malut
is MA in solving of conflict of pilkada Malut by trying to mediate by giving religious advices.
(2) Factor causing mass conflict which concerning is. First stipulating of winner, considered to
be indicator causing mass conflict. In this case stipulating of winner of pilkada in Malut rely on

mistake of system of prosedural conducted by KPU Provinsi in conducting pleno. So that action
and also decision of KPU Provinsi trigger disappointment of society of Malut which is on finally
bear mass conflict. Both, Peripheral of regulation of execution of assumed pilkada less adequate
so that result deviance in deciding stipulating of winner of Pilkada, what finally deactivate
whereas Chief and member of KPU Provinsi North Maluku. This matter as impact from
arranging not regular governance, so that peep out mass conflict in decision merespon
concerning winner in direct pilkada in Malut. Third, Involvement of political elite in mass
conflict as factor provocation hard mass conflict in Malut difference of decision between KPU
Center and KPU Province in specifying winner of Malut pilkda. Beside that KPUD Malut also
anticipated have conducted carelessness of paper mendesain voice