ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI
0
SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
disampaikan pada
Seminar Internasional Pertemuan Ilmiah Bahasa & Sastra Indonesia XXXIV
“ Pengembangan Kebahasaan dan Kesusastraan melalui
Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Penguatan Jati Diri Bangsa “
Selasa, 30 Oktober 2012
1
Yang Kami Hormati :
Para Pembantu Rektor, Dekan-dekan, Ketua-ketua Lembaga dan Direktur
Program Pascasarjana di lingkungan Universitas Jenderal Soedirman
Dekan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman
Sivitas Akademika Jurusan Ilmu Budaya & Program Studi Bahasa & Sastra
Indonesia Universitas Jenderal Soedirman
Para Pembicara dan Peserta Seminar
Hadirin dan tamu undangan ;
2
Assalammualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua
Marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, semata karena
ridha-Nya, kita dapat berkumpul di kawasan wisata Baturraden-Purwokerto untuk
bersama-sama mengikuti acara seminar internasional, pertemuan ilmiah bahasa dan
sastra Indonesia ke-34 kali ini, dalam keadaan sehat, damai dan hati yang bahagia
Hadirin yang kami hormati,
Berbicara tentang bahasa maka sejatinya adalah mendialogkan tentang sebuah
identitas sekaligus bagaimana memahami sebuah proses mengartikulasikan ide,
gagasan, pikiran serta perasaan, tidak hanya pada tataran individu melainkan juga
sebuah kelompok masyarakat, bahkan bangsa. Menurut seorang ahli bahasa
terkemuka dari Britania, Prof. M.A.K Halliday, bahasa memfungsikan dirinya sebagai
3
sarana instrumental, regulatoris, interaksional, personal, heuristik, imajinatif dan
representasional.
Hal ini senada ketika kita memperbincangkan tentang kesusastraan yang tidak
mungkin hanya dipahami sebagai ekspresi pemikiran dan perasaan yang tertuang
dalam keindahan bahasa. Kesusastraan melekat padanya sebuah pemahaman
tentang bagaimana sebuah imajinasi dan realitas dikonstruksi dan ditafsirkan, untuk
kemudian kita dapat melihat benang merah situasi sosial dan psikologis pencipta atau
masyarakat yang dituturkannya. Oleh karenanya, baik bahasa maupun kesusastraan
dengan kompleksitas dalam kehidupan manusia, sebuah absurditas menafikkan
pemahaman tentang keduanya dalam peradaban manusia.
Hadirin yang kami hormati,
Universitas Jenderal Soedirman merasa sangat terhormat menjadi tempat dari
pertemuan ilmiah para cendekiawan dan pemerhati bahasa serta sastra Indonesia.
4
Terlebih dengan tema yang diangkat, yakni “ Pengembangan Kebahasaan dan
Kesusastraan melalui Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Penguatan Jati Diri Bangsa “
berkesuaian dengan Visi UNSOED yang selain sebagai pusat pengembangan
sumberdaya
perdesaan
berkelanjutan,
juga
menjadi
pusat
penggalian
dan
pemanfaatan kearifan lokal.
Dalam kerangka ini, kami percaya bahwa melalui pertemuan ilmiah ini selain
menjadi ajang silaturahim, juga diharapkan menjadi forum berdialog, bertukar gagasan
dan proses pemutakhiran keilmuan para ahli-ahli bahasa dan sastra Indonesia
khususnya dalam konteks penguatan jati diri bangsa. Hal ini menjadi penting bahwa di
era globalisasi yang tiada lagi mengenal batas-batas lintas bangsa dan budaya
secara kasat mata, ke-Indonesiaan kita sedang diuji, ke-Indonesiaan kita sedang
dipertaruhkan di mana eksplorasi dan elaborasi kearifan lokal yang terefleksikan
5
dalam bahasa dan sastra Indonesia merupakan benteng identitas bangsa yang harus
senantiasa kokoh dipertahankan.
Kita mengerti benar bahwa pemersatu bangsa kita adalah bahasa, karena di
manapun kita berada bangsa Indonesia jika berkomunikasi menggunakan bahasa
Indonesia. Bahasa telah menjadi bagian dari jati diri bangsa yang semoga dalam
seminar kali ini akan didiskusikan lebih mendalam dan komprehensif tentang
pengembangannya melalui nilai-nilai kearifan lokal.
Hadirin yang kami hormati,
Mengakhiri sambutan ini, izinkan kami selaku pribadi sekaligus pimpinan
universitas mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada panitia pelaksana
seminar dan sivitas akademika ilmu budaya, khususnya bahasa dan sastra Indonesia
yang telah berhasil menyelenggarakan kegiatan bertaraf internasional. Hal ini tentunya
6
semakin menyemarakkan perayaan dies natalis ke-49 UNSOED dalam nuansa
akademik yang merupakan pilar utama institusi yang sama-sama kita cintai ini.
Kami juga mengucapakan terima kasih kepada para pembicara dan peserta dari
seluruh penjuru nusantara dan pembicara mancanegara seperti Korea, Malaysia dan
Jepang yang hadir dalam seminar ini. Kiranya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa
memberikan kemaslahatan dan bagi kita semua yang hadir di sini serta dimuliakan
derajatnya sebagai orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan
Maju Terus Pantang Menyerah,
Wassalammualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh,
Prof. Edy Yuwono, Ph.D
Rektor
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan atas rahmat-Nya penyusunan prosidning seminar internasional dalam
rangka Pertemuan Ilmiah Bahasa dan sastra Indonesia (PIBSI) XXXIV ini dapat diselesaikan. Segala
hambatan dan aral melintang dapat kami lalui berkat kerja sama semua pihak. Pada kesempatan ini
kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelenggaraan PIBSI XXXIV tahun 2012 di Universitas Jenderal Soedirman.
Sebuah kehormatan bagi Program Studi Sastra Indonesia mendapat amanah untuk menyelenggarakan
pertemuan ilmiah ini.
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki beragam suku dan bahasa. Bahasa yang
berbeda-beda tersebut didukung oleh komunitas masyarakat yang memiliki kearifan dalam usahanya
menciptakan harmoni dengan lingkungan. Kearifan-kearifan tersebut perlu digali dan dikaji guna
peningkatan taraf hidup masyarakat. Karena bahasa merupakan cermin peradaban maka usaha
mengeksplorasi aspek-aspek kebahasaan dan kesusastraan diharapkan akan memberi kontribusi guna
menyelesaikan beberapa permasalahan kemasyarakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di dalam bahasa terkandung nilai-nilai yang terakumulasi dari masa lampau hingga masa kini. Oleh
karena itu, mengkaji bahasa dan segala aspek yang terkait dengannya akan membuka jalan untuk
menguatkan kembali jati diri bangsa.
Dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini, arus informasi dari
berbagai penjuru dunia berkembang sangat pesat. Kondisi ini menimbulkan dampak pada tatanan
kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Namun dampak yang ditimbulkan oleh derasnya arus informasi global
tersebut tidak semuanya bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu diperlukan filter yang kuat
agar tetap mampu bersaing dan sekaligus berperan dalam kancah kehidupan global.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan strategi kebahasaan dan kesusastraan untuk
menegaskan jati diri bangsa Indonesia di tengah percaturan global. Strategi kebahasaan bermanfaat
untuk meneguhkan eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa-bahasa daerah
yang tersebar di wilayah negara Indonesia serta meletakkan dasar pendidikan sumber daya manusia.
Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara yang meletakkan pilar pendidikan nasional dengan prinsip ing
ngarsa sung tuladha ‚ ing madya mangun karsa , tut wuri handayani. Kaitannya dengan pengkajian
dan pengajaran bahasa hal itu sangat relevan. Hasil-hasil pengkajian bahasa akan dapat dimanfaatkan
untuk dokumentasi bahasa dan pengkreasian model pengajaran mengingat bahasa merupakan piranti
utama dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Strategi kesusastraan bermanfaat untuk membentuk
sumber daya manusia yang kreatif. Kesusastraan sebagai bagian dari bahasa merupakan hasil kreasi
pikir dan rasa manusia yang di dalamnya merekam peristiwa kemanusiaan sebagai akibat interaksi
manusia dengan sesama dan lingkungannya. Oleh karenanya, hasil karya sastra pun merupakan
gambaran kompleksitas sebuah bangsa. Memahami kebahasaan dan kesusastraan akan bermanfaat
untuk meletakkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam tataran yang lebih riil dan diharapkan akan
membawa kepada penguatan jati diri bangsa. Hasil pengkajian bahasa dan sastra yang dimanfaatkan
untuk menyatukan seluruh elemen bangsa akan mewujudkan tatanan peri kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih harmonis, bertoleransi dengan segenap perbedaan etnis, keyakinan, dan politik
yang memang sudah menjadi ciri khas Indonesia.
Di akhir prakata ini panitia menyampaikan permohonan maaf bila masih banyak kekurangan
dalam penyelenggaraan kegiatan. Segala daya upaya telah kami maksimalkan untuk menyukseskan
terselenggaranya kegiatan PIBSI XXXIV ini. Tiada gading yang tak retak, begitu pepatah
menyatakan. Semoga melalui kegiatan PIBSI XXXIV Tahun 2012 di Universitas Jenderal Soedirman
ini akan semakin mempererat silaturahmi keilmuan antarintelektual bahasa dan sastra Indonesia demi
kejayaan bangsa.
Purwokerto, 30 Oktober 2012
Panitia
DAFTAR ISI
Sambutan Rektor Universitas Jenderal Soedirman ............................................................................
iii
Prakata ..............................................................................................................................................
v
Daftar Isi ............................................................................................................................................
vii
MAKALAH UTAMA
1.
ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI (Rusli Abdul Ghani) ..................................................
1
2.
MENGEMBANGKAN BAHASA SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT
MULTILINGUAL (Sugiyono) ............................................................................................
11
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIAUNTUK
PENUTUR ASING DENGAN PENDEKATAN LINTAS BUDAYA SEBAGAI
PENCITRAAN MULTIKULTURALIMSE BUDAYA INDONESIA (Fathur Rokhman)
18
CITRA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DALAM BEBERAPA KARYA
NOVEL : ANTARA KEKALAHAN DAN PEMBERONTAKAN (Koh Young Hun) .....
29
SASTRA BANYUMASAN: WARNA DAN IDENTITAS BUDAYA LOKAL DALAM
SASTRA INDONESIA MODERN (Bambang Lelono) ......................................................
40
WATAK
BAHASA
JAWA
BANYUMAS
SEBAGAI
PENUNJANG
PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA (Ahmad Tohari) ...........................................
45
PENGAJARAN SASTRA DAN KEARIFAN LOKAL (Suminto A. Sayuti) ....................
48
3.
4.
5.
6.
7.
MAKALAH PENDAMPING BIDANG KEBAHASAAN
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
PENGGUNAAN BAHASA OLEH PEMANDU ACARA DALAM TAYANGAN
TELEVISI SEBAGAI GAMBARAN PENGGUNAAN RAGAM BAHASA
INFORMAL DI INDONESIA (Agustin Retnaningsih) ......................................................
52
ANALISIS WACANA PUISI BATIK DAN KIMONO SEBUAH KOMPARASI
BUDAYA JAWA DAN JEPANG DALAM PERSPEKTIF KULTURAL (Kundharu
Saddhono) .............................................................................................................................
61
IDENTIFIKASI DAN KADAR KESINAMBUNGAN TOPIK DALAM WACANA
CERITA ANAK DI KORAN SOLOPOS DAN KOMPAS (Agus Budi Wahyudi dan
Nuraini Fatimah)...................................................................................................................
74
PILIHAN BAHASA JAWA DIALEK PATI DALAM JUAL BELI DI PASAR
TRADISIONAL (Agus Sudono) ..........................................................................................
83
PEMAKAIAN TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA DI PURWOKERTO (Ashari
Hidayat) ................................................................................................................................
93
PENGUNGKAPAN DIREKTIF DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN
TUTURAN PERTANYAAN: MENCIPTA KEARIFAN BERBAHASA YANG
BERSUMBER PADA KEARIFAN LOKAL (Bakdal Ginanjar) .........................................
106
POSISI DAN JARAK KONSTITUEN ANTARA UNSUR TERSULIH DAN
PENYULIH DALAM NOVEL ―EMPRIT ABUNTUT BEDHUG‖ KARYA SUPARTO
BRATA (Bayu Indrayanto) ..................................................................................................
111
vii
15.
IMPLIKATUR PADA UJARAN PENGGUNA JASA TAKSI MASYARAKAT
BANJAR (KALIMANTAN SELATAN) (Eka Suryatin).....................................................
121
SEMATAN PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN (Markhamah, A. Ngalim, M.
Mu‘inuddinillah B, Atiqa Sabardila, dan Shofiyuddin) ........................................................
127
17.
ETNOGRAFI KOMUNIKASI (M. Hermintoyo) ...............................................................
139
18.
SAPAAN DALAM BAHASA BESEMAH (Linny Oktovianny) ........................................
145
19.
PEMBENTUKAN ADJEKTIVA DENOMINAL DALAM BAHASA INDONESIA
(Imam Baehaqie) ..................................................................................................................
153
EKSPLOITASI UNSUR LINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM WACANA
TEKA-TEKI MODERN (I Dewa Putu Wijana) ...................................................................
159
BENTUK PERGESERAN BAHASA JAWA MASYARAKAT SAMIN DALAM
RANAH KETETANGGAAN (Hari Bakti Mardikantoro) ...................................................
164
ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM RELEVANSI DALAM CERITA SI
PANDIR : SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK (Frenky Daromes Ardesya) ...........................
177
PROBLEMATIKA PERKEMBANGAN ANALOGI (LINGUISTIK) DALAM
KONTEKS MODERNISASI BAHASA INDONESIA (Firman Aziz)...............................
182
PENGGOLONG NOMINA DALAM BAHASA INDONESIA IMPLIKASI BAHASA
PADA POLA PIKIR MASYARAKATNYA (Mursia Ekawati) ..........................................
187
POLA URUTAN (WORD ORDER) STRUKTUR BEKU (FREEZES) DALAM
BAHASA INDONESIA-BAHASA JAWA (Siti Jamzaroh) ................................................
193
PEMAKAIAN
BAHASA
INDONESIA
RAGAM
LISAN
DALAM
MENGUNGKAPKAN PENDAPAT OLEH ANGGOTA PKK KELURAHAN
MANGUNJIWAN KABUPATEN DEMAK: SEBUAH ANALISIS KESALAHAN
BERBAHASA (Septina Sulistyaningrum) ...........................................................................
200
PRINSIP KESANTUNAN YUEGUO GU DALAM TUTURAN BAHASA BANJAR
(Rissari Yayuk) .....................................................................................................................
205
PENGEMBANGAN
KEPEWARAAN
DAN
KEPROTOKOLAN
UNTUK
MEMBANGUN CITRA UNIVERSITAS (Rahayu Pristiwati) ...........................................
212
EJAAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI REPRESENTASI IDEOLOGI: TAFSIR
KRITIS ATAS SISTEM EJAAN DAN PRAKTIK PENGGUNAAN EJAAN (P. Ari
Subagyo) ...............................................................................................................................
219
30.
UNGKAPAN YANG MEMOTIVASI DALAM BAHASA INDONESIA (Nusarini) ........
232
31.
BERBAHASA SANTUN: SIMBOL KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA DALAM
NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI (Nurhayati) .........
238
BENTUK DAN POLA TINDAK UJAR BAHASA INTEROGASI DALAM
PERSPEKTIF ANALISIS LINGUISTIK FORENSIK (Sri Waljinah dan Harun Joko
Prayitno) ...............................................................................................................................
247
33.
POLA KALIMAT PRIBAHASA BAHASA INDONESIA (Sam Mukhtar Chaniago) .......
259
34.
PEMAKAIAN KONJUNGSI DALAM SURAT KABAR (Wiwik Darmini)......................
266
35.
IHWAL PERAN BENEFAKTIF (Tri Mastoyo Jati Kesuma) .............................................
271
36.
FENOMENA DI MANA SEBAGAI KONJUNGTOR DALAM BAHASA INDONESIA
(Umi Kulsum) .......................................................................................................................
275
16.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
32.
viii
37.
TRANSFORMASI TATA NAMA SISTEM PELAYARAN BUGIS DARI ISTILAH
ASAL KE ISTILAH ASING: SEBUAH PERGESERAN JATI DIRI BUDAYA
MARITIMNYA (Syarifuddin) ............................................................................................
285
JENIS DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA
NOVEL CHICKLIT ASLI
INDONESIA DAN TERJEMAHAN (Etin Pujihastuti) ...............................................
296
PERANAN PEMBINAAN TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA
DAN
KEBUDAYAAN INDONESIA (Suparmin) .......................................................................
309
40.
DAYA BAHASA: AKRONIM ZAMAN SOEKARNO (Sudartomo Macaryus) ...............
317
41.
UNSUR-UNSUR KEBAHASAAN DALAM KOMUNIKASI PARA PRIYAYI JAWA
(Yulia Esti Katrini) ..............................................................................................................
323
TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA PERSIDANGAN PIDANA DI PENGADILAN
WILAYAH SURAKARTA (Dwi Purnanto, Henry Yustanto, MiftahNugroho) ................
327
43.
NOMINA DEVERBAL DALAM BAHASA JAWA BANYUMAS (Bagiya) ...................
335
44.
KONSTRUKSI AMARGA DALAM BAHASA JAWA (Gita Anggria Resticka)...............
339
45.
REFLEKS FONEM PROTO AUSTRONESIA (PAN) PADA BAHASA JAWA
DIALEK BANYUMAS (Erwita Nurdiyanto) .....................................................................
345
PERUBAHAN MAKNA DALAM BAHASA INDONESIA (Siswanto PHM dan
Suyoto).................................................................................................................................
364
VERBA KELAS I DAN KELAS II DALAM BAHASA INDONESIA : IDENTITAS,
ASPEK SEMANTIK DAN KEPRODUKTIFANNYA (KAITAN DENGAN
PERKEMBANGAN LINGUISTIK DEWASA INI) (Chattri S. Widyastuti) .....................
371
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA KATALOG SUBJEK UNTUK
PENELUSURAN INFORMASI DI PERPUSTAKAAN (Daryanto) .................................
383
38.
39.
42.
46.
47.
48.
MAKALAH PENDAMPING BIDANG KESUSASTRAAN
49.
DUNIA PRIBUMI DALAM PANDANGAN PENULIS PERANAKAN TIONGHOA
c. 1900-1945 (Dwi Susanto) ..............................................................................................
392
MENGGALI KEARIFAN LOKAL DALAM RONGGENG DUKUH PARUK:
KAJIAN STILISTIKA DAN SEMIOTIK (Ali Imron Al-Ma‘ruf)....................................
401
METAMORFOSIS KETOPRAK DALAM MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL
(Chafit Ulya) ......................................................................................................................
414
CITRA WANITA DALAM NOVEL JEPUN NEGERINYA HIROKO KARYA NH.
DINI (Ayu Puspita Indah Sari) .........................................................................................
420
MACAM-MACAM GAYA BAHASA DALAM NOVEL KHOTBAH DI ATAS BUKIT
: SEBUAH KAJIAN STILISTIKA (Ary Setyadi) ............................................................
428
HUBUNGAN HIPOGRAMATIK DUNIA WAYANG DENGAN SAJAK-SAJAK
SAPARDI DJOKO DAMONO DALAM KUMPULAN PERAHU KERTAS (Albertus
Prasojo) ..............................................................................................................................
436
PUITIKA SURAT: KAJIAN SEMIOTIKA ‗SURAT‘ UMAR KAYAM, BUDI
DARMA DAN PUTU WIJAYA (Budinuryanta Yohanes) ...............................................
443
56.
SASTRA HIBRIDA DAN EKSPANSI KAJIAN SASTRA (Redyanto Noor) .................
453
57.
AKTUALITAS CERITA DAN NILAI MORAL NOVELET ―MADRE‖ SEBAGAI
SASTRA POPULER DALAM BUKU MADRE KARYA DEE (Prima Hariyanto) .........
466
50.
51.
52.
53.
54.
55.
ix
58.
MENEROPONG POSISI DAN CORAK DIKSI PUISI ANAK MAJALAH BOBO
DALAM RANAH SASTRA ANAK (M.Haryanto)..........................................................
477
59.
CITRA RAHWANA DALAM LIMA CERPEN KORAN (Kusmarwanti) ......................
483
60.
MEME DALAM TIGA CERPEN (Resti Nurfaidah) .......................................................
490
61.
REPRESENTASI SRI SUMARAH DAN DUNIA LAIN PENGARANG (U‘um
Qomariyah) ........................................................................................................................
501
PERBANDINGAN UNSUR BUDAYA PADA GEISHA DALAM MEMOIR OF A
GEISHA DAN RONGGENG DALAM RONGGENG DUKUH PARUK (Tunjung
Tintris Meilani dan ArisWuryantoro) ................................................................................
507
KONSEPSI RELASI KUASA DALAM NOVEL CA BAU KAN KARYA REMY
SYLADO (Imam Suhardi) .................................................................................................
516
PENDAYAGUNAAN METAFORA DALAM LAYLA MAJNUN SEBAGAI
PERWUJUDAN JATI DIRI PENULISNYA (Suharsono) ...............................................
521
65.
SASTRA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK (SitiSalamah) .........................
535
66.
NILAI-NILAI BUDAYA JAWA (LOCAL WISDOM) DALAM FIKSI INDONESIA
(Esti Ismawati) ...................................................................................................................
544
WUJUD KEARIFAN LOKAL DALAM BENTUK DAN FUNGSI FOLKLOR LISAN
BANYUMAS (Rochwidjatini) ..........................................................................................
556
REPRESENTASI MARTABAT TUJUH DALAM NASKAH JAWA DAN MADURA
(Muhammad Abdullah) .....................................................................................................
563
KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI LISAN DANG-IDANG MASYARAKAT
KAYU AGUNG, KABUPATEN OGAN ILIR DI SUMATERA SELATAN (Ery Agus
Kurnianto) ..........................................................................................................................
578
CENDETRADISI LISAN SUKU RAMBANG DANGKU PROVINSI SUMATRA
SELATAN: SUATU TINJAUAN ASPEK NILAI (Margareta Andriani) ........................
586
SASTRA LISAN BERATIB MASYARAKAT PALEMBANG DI SUMATERA
SELATAN: KAJIAN MAKNA DAN FUNGSI MITOS (Hastari Mayrita) .....................
591
IDENTIFIKASI FOLKLOR SEBAGIAN LISAN DI KABUPATEN BANYUMAS
(Sri Nani Hari Yanti) .........................................................................................................
601
SASTRA LISAN ONGGOLOCO STUDI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT
PEMANGKU HUTAN WONOSADI NGAWEN GUNUNG KIDUL (Luwiyanto) ........
612
NILAI-NILAI LUHUR PUJANGGA JAWA DALAM SERAT SANA SUNU (Ken
Widyatwati) ..........................................................................................................................
619
NILAI MORAL DALAM WAYAK: TRADISI LISAN MASYARAKAT SUKU
RANAU, SUMATERA SELATAN (Rosmaidar) ................................................................
630
76.
REVITALISASI DAN REORIENTASI PERADABAN JAWA (Sri Ningsih) ....................
637
77.
UPAYA PENINGKATAN MINAT BACA SASTRA UNTUK PENGUATAN JATI DIRI
BANGSA MAHASISWA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(Welsi Damayanti)....................................................................................................................................
647
PERAN FALSAFAH JAWA SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DALAM
MEMBENTUK KARAKTER MASYARAKAT (Farida Nuryantiningsih) ........................
657
PERSPEKTIF MASYARAKAT YOGYAKARTA DAN SURAKARTA TERHADAP
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PELAKSANAAN TRADISI GREBEG
MAULUD MUHAMMAD SAW (Wiekandini Dyah Pandanwangi) ..................................
671
62.
63.
64.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
78.
79.
x
80.
SEJARAH ADIPATI WIRASABA WERGAUTAMA I SEBAGAI WACANA
PENGGALIAN NILAI-NILAI LOKAL MATERI PENGEMBANGAN JATI DIRI
BANGSA GENERASI MUDA DI EKS KARESIDENAN BANYUMAS (Dyah
Wijayawati) ..........................................................................................................................
679
MAKALAH PENDAMPING BIDANG PENGAJARAN BAHASA DAN SASTRA
81.
MODEL BUKU AJAR BAHASA INDONESIA BERBASIS PENDEKATAN
KUANTUM SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA (Sukirno) .......................................................................................
685
PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH DAN
PELAKSANAANNYA (Sukini) ..........................................................................................
691
PENGAJARAN SASTRA ANAK DI SEKOLAH DASAR MELALUI METODE
BERCERITA (Ninawati Syahrul) ........................................................................................
700
PENGUASAAN KOSAKATA BUDAYA LOKAL PADA SISWA SD DI
LINGKUNGAN KAWASAN INDUSTRI KOTA SEMARANG (Subyantoro) .................
710
MODEL
MATERI AJAR
KETERAMPILAN
BERBICARA
BERBASIS
SOSIOLINGUISTIK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Tommi Yuniawan) .......
722
PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KOMPETENSI MENULIS BERBASIS
LIFE SKILL MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SMP (Wagiran) ..................
730
PENGEMBANGAN
MATERI
AJAR
SINTAKSIS
BERBASIS
UNSUR
SUPRASEGMENTAL UNTUK MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI SURAKARTA (Tutik Wahyuni)......
739
PENGARUH STRATEGI PENGELOLAAN MOTIVASIONAL TERHADAP
KEMAMPUAN SISWA MENGAPRESIASI CERITA RAKYAT SUMATERA
SELATAN (Fendi dan Megawaty) .......................................................................................
744
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW SEBAGAI
BENTUK PENGAJARAN BAHASA INDONESIA YANG BERMODELKAN
KEARIFAN LOKAL (Mulyono) .........................................................................................
755
PEMBELAJARAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI IMPLEMENTASI
PETA KONSEP (Hermanto) ................................................................................................
764
91.
KEKERASAN SIMBOLIK DALAM PENDIDIKAN (Suharyo) ........................................
771
92.
KONSERVASI BAHASA JAWA: KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN
KARAKTER BANGSA DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA (Farida
Nugrahani) ............................................................................................................................
778
BERPIKIR KRITIS DALAM LITERASI MEMBACA DAN MENULIS UNTUK
MEMPERKUAT JATI DIRI BANGSA (Setyawan Pujiono) ..............................................
792
PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI PENGEMBANG KEPRIBADIAN
GENERASI MUDA (Erwan Kustriyono) ............................................................................
799
INOVASI PEMBELAJARAN BERBAHASA BAGI GURU DAN DOSEN DALAM
RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA (Muhammad Rohmadi)...........
806
PENERAPAN PENDIDIKAN BERKARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR
DENGAN MODEL CERITA WAYANG (Sri Hastuti) .......................................................
814
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
93.
94.
95.
96.
xi
97.
98.
99.
―FOCUS ON FORM‖ : REORIENTASI PENERAPAN PENDEKATAN
KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBAHASA
DAN KAIDAH BAHASA SECARA TERPADU (Sumarwati) ........................................
823
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN BERBICARA DI
SEKOLAH DASAR KAWASAN PEDESAAN (Atikah Anindayarini, Sumarwati,
Purwadi) ..........................................................................................................................
830
SITUASI MASA KINI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI JEPANG
(NIHON NI OKERU INDONESIAGO GAKUSHI NO GENJOU ) (Katsuki Chie).......
837
xii
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 1
ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI
Rusli Abdul Ghani ([email protected])
Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia
(http://www.dbp.gov.my)
1.0 Pendahuluan
Jati diri sesuatu kelompok manusia diperlihatkan oleh pelbagai tanda, sama ada yang jelas tampak
secara fizikal atau yang terpancar melalui nilai yang dikongsi bersama oleh ahli kumpulan tersebut
dalam bentuk anutan dan amalan, ritual dan resam, atau yang tertakrif berdasarkan batas kelas dan
strata sosial, lingkungan dan wilayah geografi, dengan bahasa yang digunakan oleh masingmasing kelompok tersebut sebagai salah satu lambang jati diri yang paling ketara.
Jati diri boleh diteliti dalam kelompok yang kecil, pada tahap etnik atau suku kaum, atau
dalam kelompok yang lebih besar yang meliputi sesebuah negara bangsa. Kertas ini tidak secara
khusus mengkaji jati diri dari sudut keetnikan atau kebangsaan, dan tidak pula berhasrat untuk
berhujah dari sudut pandang sempadan, ciri dan kandungan yang menakrifkan kumpulan tersebut.
Untuk aspek tersebut, lihat sebagai contoh Edwards (1985), Oakes (2001) dan Simpson (2007).
Apa yang diteliti, diungkapkan dan dihujahkan di sini ialah peri pentingnya kita mencerap
dan menghuraikan alam dan persekitaran kita sendiri, ceruk dan rantau Nusantara ini, sebagai asas
pembinaan jati diri warga yang berilmu, saintifik, inovatif dan kreatif mengikut acuan kita sendiri.
Perkara ini juga turut dibincangkan oleh ramai peneliti, antara lain Azizan Baharuddin,
Mat Rofa Ismail, Mohd Yusof Hj. Othman, dan Wan Ramli Wan Daud [Mohd. Yusof Hj. Othman
(2009) serta Zaharani Ahmad dan Noraziah Ali (2007)]. Tema umum yang mengikat dan
menjalinkan ilmu jati dengan jati diri, lalu menjadi gagasan asas kesemua peneliti ini,
diungkapkan dengan jelas oleh Shaharir Mohamad Zain (dalam Mohd Hazim 2009) dengan
takrifan ilmu bangsa sebagai,
―... ilmu yang ditulis (terjemahan atau asli) oleh sesiapa sahaja dalam dunia ini dalam
bahasa bangsa itu, dan yang aslinya ialah yang juga berasaskan pada kosmologi,
pandangan hidupnya dan sistem nilainya sendiri...‖.
Ilmu inilah, dalam pelbagai bidang dan ranah, yang terungkap dalam bahasa kebangsaan
dan yang terhasil daripada kegiatan penelitian dan pembangunan sains, teknologi, dan falsafah
natif atau peribumi yang bakal menjadi pantulan citra bangsa berilmu dan bermaruah. Citra inilah
yang patut kita pupuk dan yang perlu kita pancarkan sebagai martabat dan lambang jati diri negara
bangsa yang merdeka.
Kertas ini juga turut melakarkan strategi yang dilaksanakan oleh Dewan Bahasa dan
Pustaka Malaysia dalam usaha untuk memastikan ilmu jati terus-menerus diteliti dan diungkapkan
dalam bahasa kebangsaan, bahasa yang menjadi pengantar ilmu pengetahuan dan pengungkap
budaya dan tamadun.
2.0 Bahasa Dan Jati Diri
Bahasa Melayu ialah bahasa kebangsaan negara Malaysia. Hakikat ini termaktub dalam
Perlembagaan Persekutuan semenjak 1957 lagi. Demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia ialah bahasa untuk bangsa Indonesia sebagaimana yang diikrarkan dalam
Sumpah Pemuda semenjak 1928 dan diperkukuh dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Kita yakin bahawa perkara dan peruntukan yang terkandung dalam Perlembagaan,
mahupun dalam Undang-undang Dasar, dan dalam akta atau peraturan yang berkait dengan bahasa
Melayu atau bahasa Indonesia itu memadai untuk memelihara martabatnya dan menjamin
maruahnya sebagai bahasa negara merdeka, dan bahasa kebangsaan ini pula seharusnya berupaya
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 2
untuk memupuk dan menyerlahkan jati diri warga Malaysia mahupun Indonesia melalui
penggunaannya dalam semua urusan ketatanegaraan dan kenegaraan.
Akan tetapi, martabat, maruah dan taraf itu, yang merupakan suatu kurniaan, hanya sahih
dan bererti apabila bahasa itu teguh berdiri atas kekuatan komunikatifnya dan kekukuhan
kandungan ilmu yang disalurkannya, dan bukan sekadar bertunjangkan resam dan resmi, adat dan
akta.
Undang-undang dan peraturan semata-mata tidak sepenuhnya berupaya untuk membina,
membugarkan dan menyerlahkan jati diri bangsa dan warga sesebuah negara bangsa.
Untuk membina jati diri dengan bersandarkan bahasa kebangsaan kita perlu terlebih
dahulu mengkaji dan mengungkapkan pengetahuan peribumi melalui penelitian ilmu jati dan
seterusnya membina dan membesarkan khazanah ilmu melalui penerbitan ilmiah berbahasa
Melayu atau berbahasa Indonesia. Kalau tidak, bahasa kita akan tinggal sebagai lambang sematamata, sama seperti bunga raya dan bendera jalur gemilang yang menjadi lambang negara Malaysia.
Tidak ada mana-mana sifat linguistik atau ciri estetika yang boleh menyebabkan sesuatu
bahasa itu lebih utama daripada bahasa-bahasa yang lain. Hanya apabila bahasa itu diterima dan
digunakan dengan meluas dalam urusan penyebaran dan pengembangan maklumat dan ilmu,
barulah bahasa itu boleh dianggap sebagai salah satu bahasa utama dunia, primus inter pares.
Bagi bahasa Melayu, bahasa Indonesia, dan kebanyakan bahasa utama dunia yang lain,
fungsi komunikatif dan fungsi simbolik wujud bersama-sama semasa bahasa itu digunakan.
Dengan demikian, bahasa yang digunakan di pasar, yang digunakan seharian-harian, merupakan
bahasa yang juga digunakan untuk menyalurkan ilmu, budaya dan sejarah penutur jati bahasa
tersebut, cuma varian yang digunakan untuk mengungkapkan ilmu dan pengetahuan tentunya
ragam yang bestari, yang baku, yang berbudaya tinggi.
Di sinilah tumpuan harus diberikan untuk membina jati diri warga Malaysia mahupun
Indonesia. Ilmu yang terhasil daripada penelitian yang bersumberkan alam dan lingkungan
setempat dan melalui pewacanaannya dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia akan membina
jati diri bangsa sebagai warga yang berilmu, kreatif dan inovatif.
Ilmu yang terkandung dalam bahasa ini jugalah yang akan menyebabkan ilmuwan dan
cendekiawan mancanegara terdorong untuk belajar bahasa Melayu/Indonesia agar mereka juga
dapat mencapai dan memahami ilmu tersebut.
Ilmu jati dan kaitannya dengan penguatan jati diri terserlah dengan tepat dan padat dalam
ungkapan ‗maju bangsa majulah bahasa‘. Hassan Ahmad (2009:7) berhujah bahawa,
―... bahasa akan maju apabila bahasa itu digunakan oleh penggunanya untuk
memajukan diri mereka atau masyarakat dan negara, misalnya dengan mencipta ilmu
dan teknologi dan dengan menghasilkan karya-karya tulisan yang bermutu dalam
pelbagai bidang ilmu dalam bahasanya sendiri.‖
Dengan demikian, sesuatu bahasa itu terpancar jati diri gemilang bukan kerana sistem
bahasanya semata-mata, tetapi berkat ilmu yang dikandungnya dan bangsa yang dihormati ialah
bangsa yang mempunyai jati diri yang berteraskan ilmu jati.
Apalah tanda batang tebu, Batang tebu halus uratnya;Apalah tanda orang berilmu,
Orang berilmu halus sifatnya.
Apalah tanda batang bengkal,
Batang bengkal banyak bukunya;Apalah tanda
orang berakal,
Orang berakal bijak lakunya.
Apalah tanda batang betik,
Batang betik panjang pangkalnya;Apalah tanda
orang yang cerdik,
Orang cerdik panjang akalnya.
3.0
Ilmu Jati Dan Jati Diri
Garisan Wallace. Garisan ini merupakan sempadan bayangan yang memisahkan Bali dari Lombok,
Borneo dari Sulawesi dari segi taburan geografi hidupan liar di Nusantara ini.
Nama garisan ini mengambil sempena Alfred Russel Wallace, peneliti dan ahli alamiah
warga Inggeris. Beliau ke Singapura pada tahun 1854 dan selama lapan tahun sesudah itu
menghabiskan waktunya menjelajah pulau-pulau di Nusantara; Borneo, Bali, Lombok, Sulawesi,
Ternate sehinggalah ke Timor dan Papua, untuk meneliti flora dan fauna di Nusantara ini.
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 3
Buku beliau The Malay Archipelago (1869) menghuraikan tentang Alam kita:
… “The richest of fruits and the most precious of spices are Indigenous here. It
produces the giant flowers of the Rafflesia, the great green-winged Ornithoptera
(princes among the butterfly tribes), the man-like Orangutan, and the gorgeous Birds
of Paradise. It is inhabited by a peculiar and interesting race of mankind--the Malay,
found nowhere beyond the limits of this insular tract, which has hence been named
the Malay Archipelago.”
Beliau juga memerhatikan bahawa burung-burung di Bali jelas ada persamaan dan
pertalian dengan burung-burung di pulau Jawa, Sumatera dan di Semenanjung Tanah Melayu.
Lain halnya pula di Lombok. Unggas di pulau lada ini jelas ada pertalian dan perhubungan
kesanakan dengan unggas di New Guinea dan Australia. Maka itulah ditafsirkan bahawa seolaholah ada garisan pemisah di Selat Lombok yang membahagikan Bali dari Lombok menjadi dua
kawasan zoogeografi yang utama.
Isunya di sini bukan garisan Wallace itu sendiri. Bukan juga kontroversi Wallace dan
Darwin dalam hal siapa dahulu merumuskan Teori Evolusi. Isunya; ini rantau kita, ini wilayah
kita, maka kitalah yang seharusnya meneroka dan meneliti, merakam dan menulis, berhipotesis
dan berteori tentang alam dan tamadun kita.
Kalau kita yang mencerap, meneliti, menghuraikan dan menemui sesuatu dapatan baru,
tentunya kita yang berhak untuk menamakannya. Tidak perlu timbul istilah ‗Rafflesia‘ kerana
orang kita sudah mengenali tumbuhan ini sebelum datangnya orang Eropah ke rantau ini. Tidak
perlu ‗orang hutan‘ kerana kita sudah mengenali ‗mawas‘.
Secara tradisi, peri pentingnya ilmu jati terungkap dan terakam dalam pantun, pepatahpetitih, perumpamaan, dan kiasan;
Penakik pisau diraut,
Ambil galah batang lintabung,
Seludang jadikan nyiru;
Setitik jadikan laut,
Sekepal jadikan gunung,
Alam terkembang jadikan guru.
―Alam terkembang jadikan guru‖ memberikan saranan agar kita meneliti dan mencerapi
alam sekitaran kita, lalu hasil dan dapatan cerapan tersebut dapat pula kita menjana ilmu
pengetahuan yang berfaedah.
‗Seperti aur dengan tebing‘, ‗biduk lalu kiambang bertaut‘, ‗pandai mencencang akar, mati
lalu ke pucuknya‘ menjadi bukti bahawa orang kita sudah lama mencerap alam dan bijaksana
melestarikan fenomena ini dalam bentuk ungkapan yang padat dan tepat sebagai pengajaran,
peringatan dan pedoman.
Inilah alam kita yang kita pelajari dan cerapi melalui paradigma ilmu Barat, melalui kaca
mata dan teori orang asing. Mungkin ini sesuatu yang baik, mungkin tidak, tetapi kita tidak akan
tahu baik buruknya selagi kita tidak meneliti sendiri, menggubal hipotesis sendiri dan menguji
sendiri untuk merumuskan teori kita sendiri.
Ilmu jati kita sebenarnya sudah lama berkembang dan tersebar melalui penceritaan lisan
atau terakam dalam kitab dan teks lama. Dari segi kesihatan, kita sudah turun-temurun
mengamalkan ilmu perubatan tradisional. Jika orang Cina terkenal dengan akupunkturnya, dengan
konsep keseimbangan yin dan yan, dan orang Hindu dengan perubatan tradisional Ayurvedanya,
maka orang Melayu juga ada ilmu perubatannya, baik yang berasaskan psikologi seperti main
puteri dan sewang mahupun yang berasaskan ubat-ubatan daripada akar kayu dan bahagian lain
tumbuhan. Orang Indonesia juga tidak kurang hebatnya dengan ilmu perubatan tradisional.
Ilmu perubatan Melayu yang berasaskan bahan ubat yang bersumberkan flora dan fauna
ini terakam dalam kitab tib (termasuk Kitab Tib Pontianak). Kajian harus dilakukan untuk
mengkaji semula keberkesanan dan efikasi lengkuas, halia, ibu kunyit, sirih, lagundi, jemuju dan
rempah-ratus lainnya untuk mengubati penyakit tertentu selain memiawaikan sukatan dan
timbangan (seamas, sebusuk, semayam, seruas).
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 4
Kitab-kitab lama yang menghuraikan aspek ketatanegaraan seperti Hukum Kanun Melaka
dan Hukum Kanun Pahang perlu diteliti dan dibuat komentar seperti yang diusahakan oleh Jelani
Harun (2001, 2008).
Satu aspek yang tidak kurang pentingnya, malah yang lebih utama, ialah penelitian baru
tentang alam dan tamadun kita dalam membina maruah bangsa dan martabat bangsa. Kajian-kajian
baru yang berkait dengan persekitaran kita, alam kita, budaya kita, yang dilakukan berdasarkan
acuan kita sendiri1 akan menyediakan dan melakarkan paradigma baru yang sesuai untuk kita
sama-sama beranjak.
Inilah yang akan meletakkan kita di pentas persada dunia. Inilah jati diri yang kita idamidamkan dan mahukan. Inilah yang akan menyerlahkan citra ilmiah warga Malaysia dan Indonesia
dan menjunjung martabat bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.
Pemerkasaan ilmu jati didukung oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (DBP) melalui
dua strategi teras, iaitu pembinaan khazanah ilmu dan pemantapan prasarana dan sarana teknologi
maklumat dan komunikasi.
3.1
Pembinaan Khazanah Ilmu
Rempuhan arus globalisasi hanya dapat ditahan dengan benteng ilmu setempat. Sesuatu tradisi
keilmuan tidak mungkin terbina tanpa penghasilan teks yang banyak dan pelbagai dalam bahasa
tersebut.
Teks ilmiah yang berkait dengan agama dan ilmu perubatan tradisional (kitab tib) memang
banyak dihasilkan dalam bahasa Melayu di hampir semua tempat di Nusantara ini semenjak abad
ke-13 lagi. Teks seumpama ini perlu dikaji, diberikan komentar dan dipersembahkan kepada
khalayak pembaca yang lebih luas agar tradisi keilmuan silam bahasa Melayu dapat dihargai
bersama. Bagi teks lain, khususnya teks sains, usaha untuk memperbanyak teks jenis ini perlu
digiatkan sama ada melalui penulisan karya asli atau melalui usaha penterjemahan.
Hal yang sama berlaku untuk bahasa Inggeris dalam abad ke-16 apabila banyak teks
ilmiah, khususnya dalam bahasa Latin, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris supaya pembaca
berbahasa Inggeris mempunyai capaian kepada ilmu dan alam pengetahuan yang lebih luas dan
pelbagai selain membina pangkalan pengetahuan yang besar dalam bahasa Inggeris.
Selain itu, penghasilan teks ilmiah juga akan membawa kepada pembakuan bahasa,
pemantapan penggunaan istilah dan penyediaan laras bahasa akademik yang berfungsi untuk
menyeragamkan wacana ujaran dan tulisan ilmiah. Penggunaan bahasa baku dalam teks ilmiah
akan segera disusuli dengan penciptaan kepustakaan kebangsaan dan khazanah ilmu natif yang
boleh dibanggakan.
Sehingga kini DBP telah menerbitkan tidak kurang daripada 10,000 judul buku,
sebahagian besarnya judul ilmiah, dan ini menjadi bukti bahawasanya bahasa Melayu berupaya
mengungkapkan ilmu canggih secara yang berkesan. Akan tetapi, 10 ribu judul belum cukup untuk
membina tradisi keilmuan.
Bahasa-bahasa utama lain di dunia membesarkan khazanah ilmu masing-masing dengan
sekurang-kurangnya 10,000 judul setahun, malah penerbitan berbahasa Inggeris di United
Kingdom sahaja melebihi 100,000 judul setahun (pernah mencecah 300,000 judul pada 2010).
Bayangkan, betapa luasnya jurang yang perlu diatasi untuk kita bergelar negara maju dan
bermaklumat. Lantas, tidak sukar untuk kita hargai bahawa usaha yang benar-benar besar perlu
dilakukan jika kita mahu khazanah ilmu kita setanding dengan bahasa utama yang lain.
Satu lagi faktor asas dalam pemerkasaan bahasa dan pemantapan jati diri ialah kegiatan
penelitian terhadap bahasa Melayu/Indonesia serta kajian yang dilakukan dalam bahasa
Melayu/Indonesia di institusi pengajian tinggi baik di dalam mahupun di luar negara. Kajian
sebegini akan mengukuhkan lagi bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa ilmu.
Para sarjana dan ilmuwan memainkan peranan yang penting dalam memastikan sesuatu
bahasa itu dapat melaksanakan fungsi kebangsaan dan fungsi keilmuannya dengan berkesan.
Institusi pengajian tinggi merupakan suatu komuniti ilmuwan yang boleh menggunakan bahasa
Melayu/Indonesia dan bahasa Inggeris dengan baik. Dengan demikian, bahan penyelidikan boleh
1
Wawasan 2020 Malaysia yang digagaskan oleh Dr Mahathir Mohamad.
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 5
disediakan dan disebarkan dalam bahasa Melayu/Indonesia untuk kegunaan setempat. Jika didapati
perlu, bahan yang sama boleh diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris untuk khalayak
antarabangsa.
Mahasiswa juga perlu diberikan latihan dan tunjuk ajar tentang penulisan akademik
supaya mereka selesa dan senang berbahasa Melayu/Indonesia dalam penulisan ilmiah masingmasing.
3.2
Prasarana dan Sarana TMK
Teknologi maklumat mempunyai peranan dan sumbangan yang bererti dalam pembinaan dan
pemerkasaan bahasa dan pengajian Melayu/Indonesia. Strategi keperkasaan bahasa
Melayu/Indonesia sebagai bahasa ilmu dan bahasa pengungkapan budaya tinggi harus
memanfaatkan teknologi ini dalam pelaksanaannya.
Teknologi maklumat membuka peluang, laluan dan saluran baru untuk berkomunikasi.
Teknologi ini juga mengubah cara teks ilmiah disediakan dan disebarkan. Laluan komunikasi
mutakhir ini boleh dimanfaatkan untuk menyebarkan bahasa Melayu/Indonesia kepada semua
penggunanya, sama ada di dalam atau di luar negara, dengan lebih cepat dan berkesan dan
mengizinkan capaian kepada sumber maklumat bahasa seperti pangkalan teks, pangkalan
peristilahan, pangkalan perkamusan dan pangkalan ilmu yang ada di Malaysia dan di Indonesia
untuk semua peneliti yang mengkaji bahasa dan persuratan Melayu/Indonesia.
Teknologi maklumat juga membuka peluang untuk pemiawaian bahasa Melayu/Indonesia
yang lebih berkesan dan menyeluruh lantaran adanya pelbagai bank istilah dan kamus elektronik
untuk rujukan dan penghasilan teks yang banyak dengan cepat. Keadaan ini tentunya
menyumbang kepada pengukuhan martabat bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa ilmu dan
bahasa budaya tinggi.
Cadangan bentuk istilah mutakhir boleh disebarkan dengan cepat dan berkesan sama ada
melalui media cetak atau media elektronik. Laman Web DBP, laman Web Badan Bahasa dan
laman-laman universiti boleh digunakan sebagai wadah yang mudah untuk penyebaran maklumat
peristilahan terkini.
Idea dan topik kontemporari yang dibualkan dan dibicarakan di media baru dan di media
massa perlu dianalisis dan dikenal pasti kata dan ungkapan baru dalam wacana semasa. Kata dan
ungkapan baru ini perlu segera diberikan takrif, dihuraikan, serta disebarkan secara dalam talian
supaya dapat dengan cepat dimanfaatkan oleh pengguna.
Selain itu, alat bantu bahasa seperti penyemak ejaan dan penyemak tatabahasa tentu sekali
dapat membantu dalam mempercepat penghasilan teks ilmiah yang baik dan bermutu.
Teknologi maklumat juga boleh dimanfaatkan dalam penghasilan bahan multimedia
bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, dan ini akan menggalakkan lagi penggunaan bahasa
Melayu/Indonesia dalam domain tertentu, seperti dalam pengajaran dan pembelajaran sains dan
teknologi.
4.0
Peranan DBP
Matlamat dan wawasan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (DBP) adalah untuk melihat bahasa
Melayu berperanan besar sebagai bahasa ilmu dan menjadi salah satu bahasa utama dunia.
Sebelum mendunia, usaha perlu dilakukan untuk memastikan bahasa Melayu mantap sebagai
bahasa kebangsaan negara Malaysia sesudah 55 tahun Perkara 152 terpahat dalam Perlembagaan
Persekutuan.
Perlembagaan Persekutuan digubal dengan berpandukan dapatan sebuah Suruhanjaya2
yang ditubuhkan pada Mac 1956 dan dipengerusikan oleh Lord Reid. Draf perlembagaan
2
Reid Commission merupakan sebuah suruhanjaya bebas yang diberikan tanggungjawab untuk menyediakan draf
Perlembagaan Persekutuan Malaya. Draf awal Suruhanjaya ini diteliti oleh sebuah Jawatankuasa Kerja yang terdiri
daripada empat orang wakil Majlis Raja-Raja, empat orang wakil Kerajaan Perikatan, Pesuruhjaya Tinggi Britain, Ketua
Setiausaha, dan Peguam Negara. Majlis Perundangan Persekutuan (The Federal Legislative Council) meluluskan
Perlembagaan ini pada 15 Ogos 1957 dan Perlembagaan ini berkuat kuasa pada 27 Ogos 1957 manakala Kemerdekaan
Malaya diisytiharkan pada 31 Ogos 1957 [Jawan 2003].
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 6
disediakan setelah mendapat maklum balas dan pandangan daripada parti-parti politik, pelbagai
pertubuhan bukan kerajaan, orang perseorangan tentang bentuk kerajaan yang bakal dibentuk dan
dengan mengambil kira beberapa faktor penting seperti kedudukan Raja-raja Melayu, agama Islam
serta peranan bahasa Melayu.
Daripada pelbagai pandangan dan pertimbangan yang saksama maka tercapailah
kesepakatan, antara lain, bahawa sebuah negara yang merdeka memerlukan bahasa kebangsaannya
yang tersendiri dan bahasa Melayulah yang selayaknya menggalas peranan tersebut.
4.1
Asas Kewujudan
Selain Suruhanjaya Reid, satu lagi peristiwa yang tidak kurang pentingnya juga berlaku pada
1956. Pada tahun tersebut, tanggal 22 Jun, Balai Pustaka diwujudkan di Bukit Timbalan, Johor
Bahru, sebagai sebuah jabatan kecil di bawah Kementerian Pelajaran dengan tumpuan dalam
penerbitan buku berbahasa Melayu, mirip peranan yang dimainkan oleh Balai Pustaka di
Indonesia.
Para pejuang kebangsaan dan aktivis bahasa menganggap bahawa peranan sedemikian
terlalu kecil, jauh sekali memadai, untuk memperkasakan dan mempersiapkan bahasa Melayu
sebagai bahasa negara yang bakal merdeka. Lantaran itu, Kongres Bahasa dan Persuratan Melayu
III yang bersidang pada 16–21 September 1956 di Universiti Malaya, Singapura3 mengusulkan
supaya Balai Pustaka ditukar namanya kepada Dewan Bahasa dan Pustaka sebagai cerminan
kepada peranannya yang lebih berat dan berwibawa.
Pada 1957, bukan sahaja namanya berubah menjadi Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP),
malah tempatnya juga berpindah dari Johor Bahru ke ibu negara, Kuala Lumpur. Hakikat ini
merupakan bayangan tanggungjawab besar yang perlu dipikul institusi setahun jagung ini sebagai
satu-satunya badan yang diberikan mandat oleh kerajaan untuk merumuskan dan melaksanakan
dasar-dasar yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan bahasa kebangsaan.
Jelaslah bahawa sejak dini-dini lagi para pengasas negara dan sebahagian besar warga
mengiktiraf bahasa Melayu sebagai pilihan yang absah untuk dinobatkan sebagai bahasa
kebangsaan berdasarkan pertimbangan sejarah dan geopolitik semasa.
Pilihan ini diperkukuh pula dengan tergubalnya Akta Bahasa Kebangsaan 1963/1967 yang
menghuraikan dengan lebih lanjut peranan bahasa kebangsaan sebagai bahasa rasmi serta Akta
Pendidikan 1961 dan 1996 yang mentakrifkan peranan bahasa kebangsaan dalam sektor
pendidikan.
Dengan termaktubnya dasar-dasar bahasa dalam pelbagai akta dan peraturan negara,
maka usaha pun digerakkan untuk memperlengkap dan memperkukuh bahasa Melayu melalui
program perancangan bahasa4 yang berkesan supaya bahasa tersebut dapat memenuhi peranannya,
selain memupuk pengguna untuk menggunakan bahasa yang baik, betul, dan baku dalam semua
urusan kenegaraan dan keilmuan. Pengurusan dan pelaksanaan dasar-dasar bahasa inilah yang
menjadi asas kewujudan dan kerelevanan DBP Malaysia5.
4.2
Tugas dan Tanggungjawab
Tugas dan tanggungjawab DBP dapat dilihat dalam matlamat penubuhannya yang termaktub
dalam Akta Dewan Bahasa dan Pustaka 1959 (Akta 213 semakan tahun 1978, Akta A930 Pindaan
dan Perluasan 1995):
membina dan memperkaya bahasa kebangsaan dalam semua bidang, termasuk
sains dan teknologi;
untuk memperkembangkan bakat sastera, khususnya dalam bahasa kebangsaan;
3
Perasmian Kongres diadakan pada 16 September manakala majlis penutupannya pada 21 September, kedua-duanya
berlangsung di Johor Bahru, Johor)
4
Perancangan bahasa ialah … deliberate efforts to influence the behaviour of others with respect to the acquisition,
structure and functional allocations of their language codes. Cooper 1
:
5
Pada 1977, DBP membuka cawangan di Kota Kinabalu, Sabah dan di Kuching, Sarawak. Ini diikuti dengan
pembukaan tiga pejabat wilayah, iaitu DBP Wilayah Utara di Bukit Mertajam, Pulau Pinang (1999), DBP Wilayah
Timur di Kota Bharu, Kelantan (1999), dan DBP Wilayah Selatan di Johor Bahru, Johor (2000). Pada 2011, DBP
Wilayah Tengah
SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
disampaikan pada
Seminar Internasional Pertemuan Ilmiah Bahasa & Sastra Indonesia XXXIV
“ Pengembangan Kebahasaan dan Kesusastraan melalui
Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Penguatan Jati Diri Bangsa “
Selasa, 30 Oktober 2012
1
Yang Kami Hormati :
Para Pembantu Rektor, Dekan-dekan, Ketua-ketua Lembaga dan Direktur
Program Pascasarjana di lingkungan Universitas Jenderal Soedirman
Dekan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman
Sivitas Akademika Jurusan Ilmu Budaya & Program Studi Bahasa & Sastra
Indonesia Universitas Jenderal Soedirman
Para Pembicara dan Peserta Seminar
Hadirin dan tamu undangan ;
2
Assalammualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua
Marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, semata karena
ridha-Nya, kita dapat berkumpul di kawasan wisata Baturraden-Purwokerto untuk
bersama-sama mengikuti acara seminar internasional, pertemuan ilmiah bahasa dan
sastra Indonesia ke-34 kali ini, dalam keadaan sehat, damai dan hati yang bahagia
Hadirin yang kami hormati,
Berbicara tentang bahasa maka sejatinya adalah mendialogkan tentang sebuah
identitas sekaligus bagaimana memahami sebuah proses mengartikulasikan ide,
gagasan, pikiran serta perasaan, tidak hanya pada tataran individu melainkan juga
sebuah kelompok masyarakat, bahkan bangsa. Menurut seorang ahli bahasa
terkemuka dari Britania, Prof. M.A.K Halliday, bahasa memfungsikan dirinya sebagai
3
sarana instrumental, regulatoris, interaksional, personal, heuristik, imajinatif dan
representasional.
Hal ini senada ketika kita memperbincangkan tentang kesusastraan yang tidak
mungkin hanya dipahami sebagai ekspresi pemikiran dan perasaan yang tertuang
dalam keindahan bahasa. Kesusastraan melekat padanya sebuah pemahaman
tentang bagaimana sebuah imajinasi dan realitas dikonstruksi dan ditafsirkan, untuk
kemudian kita dapat melihat benang merah situasi sosial dan psikologis pencipta atau
masyarakat yang dituturkannya. Oleh karenanya, baik bahasa maupun kesusastraan
dengan kompleksitas dalam kehidupan manusia, sebuah absurditas menafikkan
pemahaman tentang keduanya dalam peradaban manusia.
Hadirin yang kami hormati,
Universitas Jenderal Soedirman merasa sangat terhormat menjadi tempat dari
pertemuan ilmiah para cendekiawan dan pemerhati bahasa serta sastra Indonesia.
4
Terlebih dengan tema yang diangkat, yakni “ Pengembangan Kebahasaan dan
Kesusastraan melalui Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Penguatan Jati Diri Bangsa “
berkesuaian dengan Visi UNSOED yang selain sebagai pusat pengembangan
sumberdaya
perdesaan
berkelanjutan,
juga
menjadi
pusat
penggalian
dan
pemanfaatan kearifan lokal.
Dalam kerangka ini, kami percaya bahwa melalui pertemuan ilmiah ini selain
menjadi ajang silaturahim, juga diharapkan menjadi forum berdialog, bertukar gagasan
dan proses pemutakhiran keilmuan para ahli-ahli bahasa dan sastra Indonesia
khususnya dalam konteks penguatan jati diri bangsa. Hal ini menjadi penting bahwa di
era globalisasi yang tiada lagi mengenal batas-batas lintas bangsa dan budaya
secara kasat mata, ke-Indonesiaan kita sedang diuji, ke-Indonesiaan kita sedang
dipertaruhkan di mana eksplorasi dan elaborasi kearifan lokal yang terefleksikan
5
dalam bahasa dan sastra Indonesia merupakan benteng identitas bangsa yang harus
senantiasa kokoh dipertahankan.
Kita mengerti benar bahwa pemersatu bangsa kita adalah bahasa, karena di
manapun kita berada bangsa Indonesia jika berkomunikasi menggunakan bahasa
Indonesia. Bahasa telah menjadi bagian dari jati diri bangsa yang semoga dalam
seminar kali ini akan didiskusikan lebih mendalam dan komprehensif tentang
pengembangannya melalui nilai-nilai kearifan lokal.
Hadirin yang kami hormati,
Mengakhiri sambutan ini, izinkan kami selaku pribadi sekaligus pimpinan
universitas mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada panitia pelaksana
seminar dan sivitas akademika ilmu budaya, khususnya bahasa dan sastra Indonesia
yang telah berhasil menyelenggarakan kegiatan bertaraf internasional. Hal ini tentunya
6
semakin menyemarakkan perayaan dies natalis ke-49 UNSOED dalam nuansa
akademik yang merupakan pilar utama institusi yang sama-sama kita cintai ini.
Kami juga mengucapakan terima kasih kepada para pembicara dan peserta dari
seluruh penjuru nusantara dan pembicara mancanegara seperti Korea, Malaysia dan
Jepang yang hadir dalam seminar ini. Kiranya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa
memberikan kemaslahatan dan bagi kita semua yang hadir di sini serta dimuliakan
derajatnya sebagai orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan
Maju Terus Pantang Menyerah,
Wassalammualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh,
Prof. Edy Yuwono, Ph.D
Rektor
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan atas rahmat-Nya penyusunan prosidning seminar internasional dalam
rangka Pertemuan Ilmiah Bahasa dan sastra Indonesia (PIBSI) XXXIV ini dapat diselesaikan. Segala
hambatan dan aral melintang dapat kami lalui berkat kerja sama semua pihak. Pada kesempatan ini
kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelenggaraan PIBSI XXXIV tahun 2012 di Universitas Jenderal Soedirman.
Sebuah kehormatan bagi Program Studi Sastra Indonesia mendapat amanah untuk menyelenggarakan
pertemuan ilmiah ini.
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki beragam suku dan bahasa. Bahasa yang
berbeda-beda tersebut didukung oleh komunitas masyarakat yang memiliki kearifan dalam usahanya
menciptakan harmoni dengan lingkungan. Kearifan-kearifan tersebut perlu digali dan dikaji guna
peningkatan taraf hidup masyarakat. Karena bahasa merupakan cermin peradaban maka usaha
mengeksplorasi aspek-aspek kebahasaan dan kesusastraan diharapkan akan memberi kontribusi guna
menyelesaikan beberapa permasalahan kemasyarakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di dalam bahasa terkandung nilai-nilai yang terakumulasi dari masa lampau hingga masa kini. Oleh
karena itu, mengkaji bahasa dan segala aspek yang terkait dengannya akan membuka jalan untuk
menguatkan kembali jati diri bangsa.
Dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini, arus informasi dari
berbagai penjuru dunia berkembang sangat pesat. Kondisi ini menimbulkan dampak pada tatanan
kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Namun dampak yang ditimbulkan oleh derasnya arus informasi global
tersebut tidak semuanya bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu diperlukan filter yang kuat
agar tetap mampu bersaing dan sekaligus berperan dalam kancah kehidupan global.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan strategi kebahasaan dan kesusastraan untuk
menegaskan jati diri bangsa Indonesia di tengah percaturan global. Strategi kebahasaan bermanfaat
untuk meneguhkan eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa-bahasa daerah
yang tersebar di wilayah negara Indonesia serta meletakkan dasar pendidikan sumber daya manusia.
Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara yang meletakkan pilar pendidikan nasional dengan prinsip ing
ngarsa sung tuladha ‚ ing madya mangun karsa , tut wuri handayani. Kaitannya dengan pengkajian
dan pengajaran bahasa hal itu sangat relevan. Hasil-hasil pengkajian bahasa akan dapat dimanfaatkan
untuk dokumentasi bahasa dan pengkreasian model pengajaran mengingat bahasa merupakan piranti
utama dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Strategi kesusastraan bermanfaat untuk membentuk
sumber daya manusia yang kreatif. Kesusastraan sebagai bagian dari bahasa merupakan hasil kreasi
pikir dan rasa manusia yang di dalamnya merekam peristiwa kemanusiaan sebagai akibat interaksi
manusia dengan sesama dan lingkungannya. Oleh karenanya, hasil karya sastra pun merupakan
gambaran kompleksitas sebuah bangsa. Memahami kebahasaan dan kesusastraan akan bermanfaat
untuk meletakkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam tataran yang lebih riil dan diharapkan akan
membawa kepada penguatan jati diri bangsa. Hasil pengkajian bahasa dan sastra yang dimanfaatkan
untuk menyatukan seluruh elemen bangsa akan mewujudkan tatanan peri kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih harmonis, bertoleransi dengan segenap perbedaan etnis, keyakinan, dan politik
yang memang sudah menjadi ciri khas Indonesia.
Di akhir prakata ini panitia menyampaikan permohonan maaf bila masih banyak kekurangan
dalam penyelenggaraan kegiatan. Segala daya upaya telah kami maksimalkan untuk menyukseskan
terselenggaranya kegiatan PIBSI XXXIV ini. Tiada gading yang tak retak, begitu pepatah
menyatakan. Semoga melalui kegiatan PIBSI XXXIV Tahun 2012 di Universitas Jenderal Soedirman
ini akan semakin mempererat silaturahmi keilmuan antarintelektual bahasa dan sastra Indonesia demi
kejayaan bangsa.
Purwokerto, 30 Oktober 2012
Panitia
DAFTAR ISI
Sambutan Rektor Universitas Jenderal Soedirman ............................................................................
iii
Prakata ..............................................................................................................................................
v
Daftar Isi ............................................................................................................................................
vii
MAKALAH UTAMA
1.
ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI (Rusli Abdul Ghani) ..................................................
1
2.
MENGEMBANGKAN BAHASA SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT
MULTILINGUAL (Sugiyono) ............................................................................................
11
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIAUNTUK
PENUTUR ASING DENGAN PENDEKATAN LINTAS BUDAYA SEBAGAI
PENCITRAAN MULTIKULTURALIMSE BUDAYA INDONESIA (Fathur Rokhman)
18
CITRA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DALAM BEBERAPA KARYA
NOVEL : ANTARA KEKALAHAN DAN PEMBERONTAKAN (Koh Young Hun) .....
29
SASTRA BANYUMASAN: WARNA DAN IDENTITAS BUDAYA LOKAL DALAM
SASTRA INDONESIA MODERN (Bambang Lelono) ......................................................
40
WATAK
BAHASA
JAWA
BANYUMAS
SEBAGAI
PENUNJANG
PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA (Ahmad Tohari) ...........................................
45
PENGAJARAN SASTRA DAN KEARIFAN LOKAL (Suminto A. Sayuti) ....................
48
3.
4.
5.
6.
7.
MAKALAH PENDAMPING BIDANG KEBAHASAAN
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
PENGGUNAAN BAHASA OLEH PEMANDU ACARA DALAM TAYANGAN
TELEVISI SEBAGAI GAMBARAN PENGGUNAAN RAGAM BAHASA
INFORMAL DI INDONESIA (Agustin Retnaningsih) ......................................................
52
ANALISIS WACANA PUISI BATIK DAN KIMONO SEBUAH KOMPARASI
BUDAYA JAWA DAN JEPANG DALAM PERSPEKTIF KULTURAL (Kundharu
Saddhono) .............................................................................................................................
61
IDENTIFIKASI DAN KADAR KESINAMBUNGAN TOPIK DALAM WACANA
CERITA ANAK DI KORAN SOLOPOS DAN KOMPAS (Agus Budi Wahyudi dan
Nuraini Fatimah)...................................................................................................................
74
PILIHAN BAHASA JAWA DIALEK PATI DALAM JUAL BELI DI PASAR
TRADISIONAL (Agus Sudono) ..........................................................................................
83
PEMAKAIAN TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA DI PURWOKERTO (Ashari
Hidayat) ................................................................................................................................
93
PENGUNGKAPAN DIREKTIF DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN
TUTURAN PERTANYAAN: MENCIPTA KEARIFAN BERBAHASA YANG
BERSUMBER PADA KEARIFAN LOKAL (Bakdal Ginanjar) .........................................
106
POSISI DAN JARAK KONSTITUEN ANTARA UNSUR TERSULIH DAN
PENYULIH DALAM NOVEL ―EMPRIT ABUNTUT BEDHUG‖ KARYA SUPARTO
BRATA (Bayu Indrayanto) ..................................................................................................
111
vii
15.
IMPLIKATUR PADA UJARAN PENGGUNA JASA TAKSI MASYARAKAT
BANJAR (KALIMANTAN SELATAN) (Eka Suryatin).....................................................
121
SEMATAN PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN (Markhamah, A. Ngalim, M.
Mu‘inuddinillah B, Atiqa Sabardila, dan Shofiyuddin) ........................................................
127
17.
ETNOGRAFI KOMUNIKASI (M. Hermintoyo) ...............................................................
139
18.
SAPAAN DALAM BAHASA BESEMAH (Linny Oktovianny) ........................................
145
19.
PEMBENTUKAN ADJEKTIVA DENOMINAL DALAM BAHASA INDONESIA
(Imam Baehaqie) ..................................................................................................................
153
EKSPLOITASI UNSUR LINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM WACANA
TEKA-TEKI MODERN (I Dewa Putu Wijana) ...................................................................
159
BENTUK PERGESERAN BAHASA JAWA MASYARAKAT SAMIN DALAM
RANAH KETETANGGAAN (Hari Bakti Mardikantoro) ...................................................
164
ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM RELEVANSI DALAM CERITA SI
PANDIR : SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK (Frenky Daromes Ardesya) ...........................
177
PROBLEMATIKA PERKEMBANGAN ANALOGI (LINGUISTIK) DALAM
KONTEKS MODERNISASI BAHASA INDONESIA (Firman Aziz)...............................
182
PENGGOLONG NOMINA DALAM BAHASA INDONESIA IMPLIKASI BAHASA
PADA POLA PIKIR MASYARAKATNYA (Mursia Ekawati) ..........................................
187
POLA URUTAN (WORD ORDER) STRUKTUR BEKU (FREEZES) DALAM
BAHASA INDONESIA-BAHASA JAWA (Siti Jamzaroh) ................................................
193
PEMAKAIAN
BAHASA
INDONESIA
RAGAM
LISAN
DALAM
MENGUNGKAPKAN PENDAPAT OLEH ANGGOTA PKK KELURAHAN
MANGUNJIWAN KABUPATEN DEMAK: SEBUAH ANALISIS KESALAHAN
BERBAHASA (Septina Sulistyaningrum) ...........................................................................
200
PRINSIP KESANTUNAN YUEGUO GU DALAM TUTURAN BAHASA BANJAR
(Rissari Yayuk) .....................................................................................................................
205
PENGEMBANGAN
KEPEWARAAN
DAN
KEPROTOKOLAN
UNTUK
MEMBANGUN CITRA UNIVERSITAS (Rahayu Pristiwati) ...........................................
212
EJAAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI REPRESENTASI IDEOLOGI: TAFSIR
KRITIS ATAS SISTEM EJAAN DAN PRAKTIK PENGGUNAAN EJAAN (P. Ari
Subagyo) ...............................................................................................................................
219
30.
UNGKAPAN YANG MEMOTIVASI DALAM BAHASA INDONESIA (Nusarini) ........
232
31.
BERBAHASA SANTUN: SIMBOL KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA DALAM
NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI (Nurhayati) .........
238
BENTUK DAN POLA TINDAK UJAR BAHASA INTEROGASI DALAM
PERSPEKTIF ANALISIS LINGUISTIK FORENSIK (Sri Waljinah dan Harun Joko
Prayitno) ...............................................................................................................................
247
33.
POLA KALIMAT PRIBAHASA BAHASA INDONESIA (Sam Mukhtar Chaniago) .......
259
34.
PEMAKAIAN KONJUNGSI DALAM SURAT KABAR (Wiwik Darmini)......................
266
35.
IHWAL PERAN BENEFAKTIF (Tri Mastoyo Jati Kesuma) .............................................
271
36.
FENOMENA DI MANA SEBAGAI KONJUNGTOR DALAM BAHASA INDONESIA
(Umi Kulsum) .......................................................................................................................
275
16.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
32.
viii
37.
TRANSFORMASI TATA NAMA SISTEM PELAYARAN BUGIS DARI ISTILAH
ASAL KE ISTILAH ASING: SEBUAH PERGESERAN JATI DIRI BUDAYA
MARITIMNYA (Syarifuddin) ............................................................................................
285
JENIS DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA
NOVEL CHICKLIT ASLI
INDONESIA DAN TERJEMAHAN (Etin Pujihastuti) ...............................................
296
PERANAN PEMBINAAN TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA
DAN
KEBUDAYAAN INDONESIA (Suparmin) .......................................................................
309
40.
DAYA BAHASA: AKRONIM ZAMAN SOEKARNO (Sudartomo Macaryus) ...............
317
41.
UNSUR-UNSUR KEBAHASAAN DALAM KOMUNIKASI PARA PRIYAYI JAWA
(Yulia Esti Katrini) ..............................................................................................................
323
TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA PERSIDANGAN PIDANA DI PENGADILAN
WILAYAH SURAKARTA (Dwi Purnanto, Henry Yustanto, MiftahNugroho) ................
327
43.
NOMINA DEVERBAL DALAM BAHASA JAWA BANYUMAS (Bagiya) ...................
335
44.
KONSTRUKSI AMARGA DALAM BAHASA JAWA (Gita Anggria Resticka)...............
339
45.
REFLEKS FONEM PROTO AUSTRONESIA (PAN) PADA BAHASA JAWA
DIALEK BANYUMAS (Erwita Nurdiyanto) .....................................................................
345
PERUBAHAN MAKNA DALAM BAHASA INDONESIA (Siswanto PHM dan
Suyoto).................................................................................................................................
364
VERBA KELAS I DAN KELAS II DALAM BAHASA INDONESIA : IDENTITAS,
ASPEK SEMANTIK DAN KEPRODUKTIFANNYA (KAITAN DENGAN
PERKEMBANGAN LINGUISTIK DEWASA INI) (Chattri S. Widyastuti) .....................
371
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA KATALOG SUBJEK UNTUK
PENELUSURAN INFORMASI DI PERPUSTAKAAN (Daryanto) .................................
383
38.
39.
42.
46.
47.
48.
MAKALAH PENDAMPING BIDANG KESUSASTRAAN
49.
DUNIA PRIBUMI DALAM PANDANGAN PENULIS PERANAKAN TIONGHOA
c. 1900-1945 (Dwi Susanto) ..............................................................................................
392
MENGGALI KEARIFAN LOKAL DALAM RONGGENG DUKUH PARUK:
KAJIAN STILISTIKA DAN SEMIOTIK (Ali Imron Al-Ma‘ruf)....................................
401
METAMORFOSIS KETOPRAK DALAM MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL
(Chafit Ulya) ......................................................................................................................
414
CITRA WANITA DALAM NOVEL JEPUN NEGERINYA HIROKO KARYA NH.
DINI (Ayu Puspita Indah Sari) .........................................................................................
420
MACAM-MACAM GAYA BAHASA DALAM NOVEL KHOTBAH DI ATAS BUKIT
: SEBUAH KAJIAN STILISTIKA (Ary Setyadi) ............................................................
428
HUBUNGAN HIPOGRAMATIK DUNIA WAYANG DENGAN SAJAK-SAJAK
SAPARDI DJOKO DAMONO DALAM KUMPULAN PERAHU KERTAS (Albertus
Prasojo) ..............................................................................................................................
436
PUITIKA SURAT: KAJIAN SEMIOTIKA ‗SURAT‘ UMAR KAYAM, BUDI
DARMA DAN PUTU WIJAYA (Budinuryanta Yohanes) ...............................................
443
56.
SASTRA HIBRIDA DAN EKSPANSI KAJIAN SASTRA (Redyanto Noor) .................
453
57.
AKTUALITAS CERITA DAN NILAI MORAL NOVELET ―MADRE‖ SEBAGAI
SASTRA POPULER DALAM BUKU MADRE KARYA DEE (Prima Hariyanto) .........
466
50.
51.
52.
53.
54.
55.
ix
58.
MENEROPONG POSISI DAN CORAK DIKSI PUISI ANAK MAJALAH BOBO
DALAM RANAH SASTRA ANAK (M.Haryanto)..........................................................
477
59.
CITRA RAHWANA DALAM LIMA CERPEN KORAN (Kusmarwanti) ......................
483
60.
MEME DALAM TIGA CERPEN (Resti Nurfaidah) .......................................................
490
61.
REPRESENTASI SRI SUMARAH DAN DUNIA LAIN PENGARANG (U‘um
Qomariyah) ........................................................................................................................
501
PERBANDINGAN UNSUR BUDAYA PADA GEISHA DALAM MEMOIR OF A
GEISHA DAN RONGGENG DALAM RONGGENG DUKUH PARUK (Tunjung
Tintris Meilani dan ArisWuryantoro) ................................................................................
507
KONSEPSI RELASI KUASA DALAM NOVEL CA BAU KAN KARYA REMY
SYLADO (Imam Suhardi) .................................................................................................
516
PENDAYAGUNAAN METAFORA DALAM LAYLA MAJNUN SEBAGAI
PERWUJUDAN JATI DIRI PENULISNYA (Suharsono) ...............................................
521
65.
SASTRA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK (SitiSalamah) .........................
535
66.
NILAI-NILAI BUDAYA JAWA (LOCAL WISDOM) DALAM FIKSI INDONESIA
(Esti Ismawati) ...................................................................................................................
544
WUJUD KEARIFAN LOKAL DALAM BENTUK DAN FUNGSI FOLKLOR LISAN
BANYUMAS (Rochwidjatini) ..........................................................................................
556
REPRESENTASI MARTABAT TUJUH DALAM NASKAH JAWA DAN MADURA
(Muhammad Abdullah) .....................................................................................................
563
KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI LISAN DANG-IDANG MASYARAKAT
KAYU AGUNG, KABUPATEN OGAN ILIR DI SUMATERA SELATAN (Ery Agus
Kurnianto) ..........................................................................................................................
578
CENDETRADISI LISAN SUKU RAMBANG DANGKU PROVINSI SUMATRA
SELATAN: SUATU TINJAUAN ASPEK NILAI (Margareta Andriani) ........................
586
SASTRA LISAN BERATIB MASYARAKAT PALEMBANG DI SUMATERA
SELATAN: KAJIAN MAKNA DAN FUNGSI MITOS (Hastari Mayrita) .....................
591
IDENTIFIKASI FOLKLOR SEBAGIAN LISAN DI KABUPATEN BANYUMAS
(Sri Nani Hari Yanti) .........................................................................................................
601
SASTRA LISAN ONGGOLOCO STUDI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT
PEMANGKU HUTAN WONOSADI NGAWEN GUNUNG KIDUL (Luwiyanto) ........
612
NILAI-NILAI LUHUR PUJANGGA JAWA DALAM SERAT SANA SUNU (Ken
Widyatwati) ..........................................................................................................................
619
NILAI MORAL DALAM WAYAK: TRADISI LISAN MASYARAKAT SUKU
RANAU, SUMATERA SELATAN (Rosmaidar) ................................................................
630
76.
REVITALISASI DAN REORIENTASI PERADABAN JAWA (Sri Ningsih) ....................
637
77.
UPAYA PENINGKATAN MINAT BACA SASTRA UNTUK PENGUATAN JATI DIRI
BANGSA MAHASISWA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(Welsi Damayanti)....................................................................................................................................
647
PERAN FALSAFAH JAWA SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DALAM
MEMBENTUK KARAKTER MASYARAKAT (Farida Nuryantiningsih) ........................
657
PERSPEKTIF MASYARAKAT YOGYAKARTA DAN SURAKARTA TERHADAP
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PELAKSANAAN TRADISI GREBEG
MAULUD MUHAMMAD SAW (Wiekandini Dyah Pandanwangi) ..................................
671
62.
63.
64.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
78.
79.
x
80.
SEJARAH ADIPATI WIRASABA WERGAUTAMA I SEBAGAI WACANA
PENGGALIAN NILAI-NILAI LOKAL MATERI PENGEMBANGAN JATI DIRI
BANGSA GENERASI MUDA DI EKS KARESIDENAN BANYUMAS (Dyah
Wijayawati) ..........................................................................................................................
679
MAKALAH PENDAMPING BIDANG PENGAJARAN BAHASA DAN SASTRA
81.
MODEL BUKU AJAR BAHASA INDONESIA BERBASIS PENDEKATAN
KUANTUM SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA (Sukirno) .......................................................................................
685
PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH DAN
PELAKSANAANNYA (Sukini) ..........................................................................................
691
PENGAJARAN SASTRA ANAK DI SEKOLAH DASAR MELALUI METODE
BERCERITA (Ninawati Syahrul) ........................................................................................
700
PENGUASAAN KOSAKATA BUDAYA LOKAL PADA SISWA SD DI
LINGKUNGAN KAWASAN INDUSTRI KOTA SEMARANG (Subyantoro) .................
710
MODEL
MATERI AJAR
KETERAMPILAN
BERBICARA
BERBASIS
SOSIOLINGUISTIK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Tommi Yuniawan) .......
722
PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KOMPETENSI MENULIS BERBASIS
LIFE SKILL MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SMP (Wagiran) ..................
730
PENGEMBANGAN
MATERI
AJAR
SINTAKSIS
BERBASIS
UNSUR
SUPRASEGMENTAL UNTUK MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI SURAKARTA (Tutik Wahyuni)......
739
PENGARUH STRATEGI PENGELOLAAN MOTIVASIONAL TERHADAP
KEMAMPUAN SISWA MENGAPRESIASI CERITA RAKYAT SUMATERA
SELATAN (Fendi dan Megawaty) .......................................................................................
744
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW SEBAGAI
BENTUK PENGAJARAN BAHASA INDONESIA YANG BERMODELKAN
KEARIFAN LOKAL (Mulyono) .........................................................................................
755
PEMBELAJARAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI IMPLEMENTASI
PETA KONSEP (Hermanto) ................................................................................................
764
91.
KEKERASAN SIMBOLIK DALAM PENDIDIKAN (Suharyo) ........................................
771
92.
KONSERVASI BAHASA JAWA: KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN
KARAKTER BANGSA DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA (Farida
Nugrahani) ............................................................................................................................
778
BERPIKIR KRITIS DALAM LITERASI MEMBACA DAN MENULIS UNTUK
MEMPERKUAT JATI DIRI BANGSA (Setyawan Pujiono) ..............................................
792
PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI PENGEMBANG KEPRIBADIAN
GENERASI MUDA (Erwan Kustriyono) ............................................................................
799
INOVASI PEMBELAJARAN BERBAHASA BAGI GURU DAN DOSEN DALAM
RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA (Muhammad Rohmadi)...........
806
PENERAPAN PENDIDIKAN BERKARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR
DENGAN MODEL CERITA WAYANG (Sri Hastuti) .......................................................
814
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
93.
94.
95.
96.
xi
97.
98.
99.
―FOCUS ON FORM‖ : REORIENTASI PENERAPAN PENDEKATAN
KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBAHASA
DAN KAIDAH BAHASA SECARA TERPADU (Sumarwati) ........................................
823
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN BERBICARA DI
SEKOLAH DASAR KAWASAN PEDESAAN (Atikah Anindayarini, Sumarwati,
Purwadi) ..........................................................................................................................
830
SITUASI MASA KINI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI JEPANG
(NIHON NI OKERU INDONESIAGO GAKUSHI NO GENJOU ) (Katsuki Chie).......
837
xii
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 1
ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI
Rusli Abdul Ghani ([email protected])
Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia
(http://www.dbp.gov.my)
1.0 Pendahuluan
Jati diri sesuatu kelompok manusia diperlihatkan oleh pelbagai tanda, sama ada yang jelas tampak
secara fizikal atau yang terpancar melalui nilai yang dikongsi bersama oleh ahli kumpulan tersebut
dalam bentuk anutan dan amalan, ritual dan resam, atau yang tertakrif berdasarkan batas kelas dan
strata sosial, lingkungan dan wilayah geografi, dengan bahasa yang digunakan oleh masingmasing kelompok tersebut sebagai salah satu lambang jati diri yang paling ketara.
Jati diri boleh diteliti dalam kelompok yang kecil, pada tahap etnik atau suku kaum, atau
dalam kelompok yang lebih besar yang meliputi sesebuah negara bangsa. Kertas ini tidak secara
khusus mengkaji jati diri dari sudut keetnikan atau kebangsaan, dan tidak pula berhasrat untuk
berhujah dari sudut pandang sempadan, ciri dan kandungan yang menakrifkan kumpulan tersebut.
Untuk aspek tersebut, lihat sebagai contoh Edwards (1985), Oakes (2001) dan Simpson (2007).
Apa yang diteliti, diungkapkan dan dihujahkan di sini ialah peri pentingnya kita mencerap
dan menghuraikan alam dan persekitaran kita sendiri, ceruk dan rantau Nusantara ini, sebagai asas
pembinaan jati diri warga yang berilmu, saintifik, inovatif dan kreatif mengikut acuan kita sendiri.
Perkara ini juga turut dibincangkan oleh ramai peneliti, antara lain Azizan Baharuddin,
Mat Rofa Ismail, Mohd Yusof Hj. Othman, dan Wan Ramli Wan Daud [Mohd. Yusof Hj. Othman
(2009) serta Zaharani Ahmad dan Noraziah Ali (2007)]. Tema umum yang mengikat dan
menjalinkan ilmu jati dengan jati diri, lalu menjadi gagasan asas kesemua peneliti ini,
diungkapkan dengan jelas oleh Shaharir Mohamad Zain (dalam Mohd Hazim 2009) dengan
takrifan ilmu bangsa sebagai,
―... ilmu yang ditulis (terjemahan atau asli) oleh sesiapa sahaja dalam dunia ini dalam
bahasa bangsa itu, dan yang aslinya ialah yang juga berasaskan pada kosmologi,
pandangan hidupnya dan sistem nilainya sendiri...‖.
Ilmu inilah, dalam pelbagai bidang dan ranah, yang terungkap dalam bahasa kebangsaan
dan yang terhasil daripada kegiatan penelitian dan pembangunan sains, teknologi, dan falsafah
natif atau peribumi yang bakal menjadi pantulan citra bangsa berilmu dan bermaruah. Citra inilah
yang patut kita pupuk dan yang perlu kita pancarkan sebagai martabat dan lambang jati diri negara
bangsa yang merdeka.
Kertas ini juga turut melakarkan strategi yang dilaksanakan oleh Dewan Bahasa dan
Pustaka Malaysia dalam usaha untuk memastikan ilmu jati terus-menerus diteliti dan diungkapkan
dalam bahasa kebangsaan, bahasa yang menjadi pengantar ilmu pengetahuan dan pengungkap
budaya dan tamadun.
2.0 Bahasa Dan Jati Diri
Bahasa Melayu ialah bahasa kebangsaan negara Malaysia. Hakikat ini termaktub dalam
Perlembagaan Persekutuan semenjak 1957 lagi. Demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia ialah bahasa untuk bangsa Indonesia sebagaimana yang diikrarkan dalam
Sumpah Pemuda semenjak 1928 dan diperkukuh dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Kita yakin bahawa perkara dan peruntukan yang terkandung dalam Perlembagaan,
mahupun dalam Undang-undang Dasar, dan dalam akta atau peraturan yang berkait dengan bahasa
Melayu atau bahasa Indonesia itu memadai untuk memelihara martabatnya dan menjamin
maruahnya sebagai bahasa negara merdeka, dan bahasa kebangsaan ini pula seharusnya berupaya
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 2
untuk memupuk dan menyerlahkan jati diri warga Malaysia mahupun Indonesia melalui
penggunaannya dalam semua urusan ketatanegaraan dan kenegaraan.
Akan tetapi, martabat, maruah dan taraf itu, yang merupakan suatu kurniaan, hanya sahih
dan bererti apabila bahasa itu teguh berdiri atas kekuatan komunikatifnya dan kekukuhan
kandungan ilmu yang disalurkannya, dan bukan sekadar bertunjangkan resam dan resmi, adat dan
akta.
Undang-undang dan peraturan semata-mata tidak sepenuhnya berupaya untuk membina,
membugarkan dan menyerlahkan jati diri bangsa dan warga sesebuah negara bangsa.
Untuk membina jati diri dengan bersandarkan bahasa kebangsaan kita perlu terlebih
dahulu mengkaji dan mengungkapkan pengetahuan peribumi melalui penelitian ilmu jati dan
seterusnya membina dan membesarkan khazanah ilmu melalui penerbitan ilmiah berbahasa
Melayu atau berbahasa Indonesia. Kalau tidak, bahasa kita akan tinggal sebagai lambang sematamata, sama seperti bunga raya dan bendera jalur gemilang yang menjadi lambang negara Malaysia.
Tidak ada mana-mana sifat linguistik atau ciri estetika yang boleh menyebabkan sesuatu
bahasa itu lebih utama daripada bahasa-bahasa yang lain. Hanya apabila bahasa itu diterima dan
digunakan dengan meluas dalam urusan penyebaran dan pengembangan maklumat dan ilmu,
barulah bahasa itu boleh dianggap sebagai salah satu bahasa utama dunia, primus inter pares.
Bagi bahasa Melayu, bahasa Indonesia, dan kebanyakan bahasa utama dunia yang lain,
fungsi komunikatif dan fungsi simbolik wujud bersama-sama semasa bahasa itu digunakan.
Dengan demikian, bahasa yang digunakan di pasar, yang digunakan seharian-harian, merupakan
bahasa yang juga digunakan untuk menyalurkan ilmu, budaya dan sejarah penutur jati bahasa
tersebut, cuma varian yang digunakan untuk mengungkapkan ilmu dan pengetahuan tentunya
ragam yang bestari, yang baku, yang berbudaya tinggi.
Di sinilah tumpuan harus diberikan untuk membina jati diri warga Malaysia mahupun
Indonesia. Ilmu yang terhasil daripada penelitian yang bersumberkan alam dan lingkungan
setempat dan melalui pewacanaannya dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia akan membina
jati diri bangsa sebagai warga yang berilmu, kreatif dan inovatif.
Ilmu yang terkandung dalam bahasa ini jugalah yang akan menyebabkan ilmuwan dan
cendekiawan mancanegara terdorong untuk belajar bahasa Melayu/Indonesia agar mereka juga
dapat mencapai dan memahami ilmu tersebut.
Ilmu jati dan kaitannya dengan penguatan jati diri terserlah dengan tepat dan padat dalam
ungkapan ‗maju bangsa majulah bahasa‘. Hassan Ahmad (2009:7) berhujah bahawa,
―... bahasa akan maju apabila bahasa itu digunakan oleh penggunanya untuk
memajukan diri mereka atau masyarakat dan negara, misalnya dengan mencipta ilmu
dan teknologi dan dengan menghasilkan karya-karya tulisan yang bermutu dalam
pelbagai bidang ilmu dalam bahasanya sendiri.‖
Dengan demikian, sesuatu bahasa itu terpancar jati diri gemilang bukan kerana sistem
bahasanya semata-mata, tetapi berkat ilmu yang dikandungnya dan bangsa yang dihormati ialah
bangsa yang mempunyai jati diri yang berteraskan ilmu jati.
Apalah tanda batang tebu, Batang tebu halus uratnya;Apalah tanda orang berilmu,
Orang berilmu halus sifatnya.
Apalah tanda batang bengkal,
Batang bengkal banyak bukunya;Apalah tanda
orang berakal,
Orang berakal bijak lakunya.
Apalah tanda batang betik,
Batang betik panjang pangkalnya;Apalah tanda
orang yang cerdik,
Orang cerdik panjang akalnya.
3.0
Ilmu Jati Dan Jati Diri
Garisan Wallace. Garisan ini merupakan sempadan bayangan yang memisahkan Bali dari Lombok,
Borneo dari Sulawesi dari segi taburan geografi hidupan liar di Nusantara ini.
Nama garisan ini mengambil sempena Alfred Russel Wallace, peneliti dan ahli alamiah
warga Inggeris. Beliau ke Singapura pada tahun 1854 dan selama lapan tahun sesudah itu
menghabiskan waktunya menjelajah pulau-pulau di Nusantara; Borneo, Bali, Lombok, Sulawesi,
Ternate sehinggalah ke Timor dan Papua, untuk meneliti flora dan fauna di Nusantara ini.
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 3
Buku beliau The Malay Archipelago (1869) menghuraikan tentang Alam kita:
… “The richest of fruits and the most precious of spices are Indigenous here. It
produces the giant flowers of the Rafflesia, the great green-winged Ornithoptera
(princes among the butterfly tribes), the man-like Orangutan, and the gorgeous Birds
of Paradise. It is inhabited by a peculiar and interesting race of mankind--the Malay,
found nowhere beyond the limits of this insular tract, which has hence been named
the Malay Archipelago.”
Beliau juga memerhatikan bahawa burung-burung di Bali jelas ada persamaan dan
pertalian dengan burung-burung di pulau Jawa, Sumatera dan di Semenanjung Tanah Melayu.
Lain halnya pula di Lombok. Unggas di pulau lada ini jelas ada pertalian dan perhubungan
kesanakan dengan unggas di New Guinea dan Australia. Maka itulah ditafsirkan bahawa seolaholah ada garisan pemisah di Selat Lombok yang membahagikan Bali dari Lombok menjadi dua
kawasan zoogeografi yang utama.
Isunya di sini bukan garisan Wallace itu sendiri. Bukan juga kontroversi Wallace dan
Darwin dalam hal siapa dahulu merumuskan Teori Evolusi. Isunya; ini rantau kita, ini wilayah
kita, maka kitalah yang seharusnya meneroka dan meneliti, merakam dan menulis, berhipotesis
dan berteori tentang alam dan tamadun kita.
Kalau kita yang mencerap, meneliti, menghuraikan dan menemui sesuatu dapatan baru,
tentunya kita yang berhak untuk menamakannya. Tidak perlu timbul istilah ‗Rafflesia‘ kerana
orang kita sudah mengenali tumbuhan ini sebelum datangnya orang Eropah ke rantau ini. Tidak
perlu ‗orang hutan‘ kerana kita sudah mengenali ‗mawas‘.
Secara tradisi, peri pentingnya ilmu jati terungkap dan terakam dalam pantun, pepatahpetitih, perumpamaan, dan kiasan;
Penakik pisau diraut,
Ambil galah batang lintabung,
Seludang jadikan nyiru;
Setitik jadikan laut,
Sekepal jadikan gunung,
Alam terkembang jadikan guru.
―Alam terkembang jadikan guru‖ memberikan saranan agar kita meneliti dan mencerapi
alam sekitaran kita, lalu hasil dan dapatan cerapan tersebut dapat pula kita menjana ilmu
pengetahuan yang berfaedah.
‗Seperti aur dengan tebing‘, ‗biduk lalu kiambang bertaut‘, ‗pandai mencencang akar, mati
lalu ke pucuknya‘ menjadi bukti bahawa orang kita sudah lama mencerap alam dan bijaksana
melestarikan fenomena ini dalam bentuk ungkapan yang padat dan tepat sebagai pengajaran,
peringatan dan pedoman.
Inilah alam kita yang kita pelajari dan cerapi melalui paradigma ilmu Barat, melalui kaca
mata dan teori orang asing. Mungkin ini sesuatu yang baik, mungkin tidak, tetapi kita tidak akan
tahu baik buruknya selagi kita tidak meneliti sendiri, menggubal hipotesis sendiri dan menguji
sendiri untuk merumuskan teori kita sendiri.
Ilmu jati kita sebenarnya sudah lama berkembang dan tersebar melalui penceritaan lisan
atau terakam dalam kitab dan teks lama. Dari segi kesihatan, kita sudah turun-temurun
mengamalkan ilmu perubatan tradisional. Jika orang Cina terkenal dengan akupunkturnya, dengan
konsep keseimbangan yin dan yan, dan orang Hindu dengan perubatan tradisional Ayurvedanya,
maka orang Melayu juga ada ilmu perubatannya, baik yang berasaskan psikologi seperti main
puteri dan sewang mahupun yang berasaskan ubat-ubatan daripada akar kayu dan bahagian lain
tumbuhan. Orang Indonesia juga tidak kurang hebatnya dengan ilmu perubatan tradisional.
Ilmu perubatan Melayu yang berasaskan bahan ubat yang bersumberkan flora dan fauna
ini terakam dalam kitab tib (termasuk Kitab Tib Pontianak). Kajian harus dilakukan untuk
mengkaji semula keberkesanan dan efikasi lengkuas, halia, ibu kunyit, sirih, lagundi, jemuju dan
rempah-ratus lainnya untuk mengubati penyakit tertentu selain memiawaikan sukatan dan
timbangan (seamas, sebusuk, semayam, seruas).
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 4
Kitab-kitab lama yang menghuraikan aspek ketatanegaraan seperti Hukum Kanun Melaka
dan Hukum Kanun Pahang perlu diteliti dan dibuat komentar seperti yang diusahakan oleh Jelani
Harun (2001, 2008).
Satu aspek yang tidak kurang pentingnya, malah yang lebih utama, ialah penelitian baru
tentang alam dan tamadun kita dalam membina maruah bangsa dan martabat bangsa. Kajian-kajian
baru yang berkait dengan persekitaran kita, alam kita, budaya kita, yang dilakukan berdasarkan
acuan kita sendiri1 akan menyediakan dan melakarkan paradigma baru yang sesuai untuk kita
sama-sama beranjak.
Inilah yang akan meletakkan kita di pentas persada dunia. Inilah jati diri yang kita idamidamkan dan mahukan. Inilah yang akan menyerlahkan citra ilmiah warga Malaysia dan Indonesia
dan menjunjung martabat bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.
Pemerkasaan ilmu jati didukung oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (DBP) melalui
dua strategi teras, iaitu pembinaan khazanah ilmu dan pemantapan prasarana dan sarana teknologi
maklumat dan komunikasi.
3.1
Pembinaan Khazanah Ilmu
Rempuhan arus globalisasi hanya dapat ditahan dengan benteng ilmu setempat. Sesuatu tradisi
keilmuan tidak mungkin terbina tanpa penghasilan teks yang banyak dan pelbagai dalam bahasa
tersebut.
Teks ilmiah yang berkait dengan agama dan ilmu perubatan tradisional (kitab tib) memang
banyak dihasilkan dalam bahasa Melayu di hampir semua tempat di Nusantara ini semenjak abad
ke-13 lagi. Teks seumpama ini perlu dikaji, diberikan komentar dan dipersembahkan kepada
khalayak pembaca yang lebih luas agar tradisi keilmuan silam bahasa Melayu dapat dihargai
bersama. Bagi teks lain, khususnya teks sains, usaha untuk memperbanyak teks jenis ini perlu
digiatkan sama ada melalui penulisan karya asli atau melalui usaha penterjemahan.
Hal yang sama berlaku untuk bahasa Inggeris dalam abad ke-16 apabila banyak teks
ilmiah, khususnya dalam bahasa Latin, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris supaya pembaca
berbahasa Inggeris mempunyai capaian kepada ilmu dan alam pengetahuan yang lebih luas dan
pelbagai selain membina pangkalan pengetahuan yang besar dalam bahasa Inggeris.
Selain itu, penghasilan teks ilmiah juga akan membawa kepada pembakuan bahasa,
pemantapan penggunaan istilah dan penyediaan laras bahasa akademik yang berfungsi untuk
menyeragamkan wacana ujaran dan tulisan ilmiah. Penggunaan bahasa baku dalam teks ilmiah
akan segera disusuli dengan penciptaan kepustakaan kebangsaan dan khazanah ilmu natif yang
boleh dibanggakan.
Sehingga kini DBP telah menerbitkan tidak kurang daripada 10,000 judul buku,
sebahagian besarnya judul ilmiah, dan ini menjadi bukti bahawasanya bahasa Melayu berupaya
mengungkapkan ilmu canggih secara yang berkesan. Akan tetapi, 10 ribu judul belum cukup untuk
membina tradisi keilmuan.
Bahasa-bahasa utama lain di dunia membesarkan khazanah ilmu masing-masing dengan
sekurang-kurangnya 10,000 judul setahun, malah penerbitan berbahasa Inggeris di United
Kingdom sahaja melebihi 100,000 judul setahun (pernah mencecah 300,000 judul pada 2010).
Bayangkan, betapa luasnya jurang yang perlu diatasi untuk kita bergelar negara maju dan
bermaklumat. Lantas, tidak sukar untuk kita hargai bahawa usaha yang benar-benar besar perlu
dilakukan jika kita mahu khazanah ilmu kita setanding dengan bahasa utama yang lain.
Satu lagi faktor asas dalam pemerkasaan bahasa dan pemantapan jati diri ialah kegiatan
penelitian terhadap bahasa Melayu/Indonesia serta kajian yang dilakukan dalam bahasa
Melayu/Indonesia di institusi pengajian tinggi baik di dalam mahupun di luar negara. Kajian
sebegini akan mengukuhkan lagi bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa ilmu.
Para sarjana dan ilmuwan memainkan peranan yang penting dalam memastikan sesuatu
bahasa itu dapat melaksanakan fungsi kebangsaan dan fungsi keilmuannya dengan berkesan.
Institusi pengajian tinggi merupakan suatu komuniti ilmuwan yang boleh menggunakan bahasa
Melayu/Indonesia dan bahasa Inggeris dengan baik. Dengan demikian, bahan penyelidikan boleh
1
Wawasan 2020 Malaysia yang digagaskan oleh Dr Mahathir Mohamad.
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 5
disediakan dan disebarkan dalam bahasa Melayu/Indonesia untuk kegunaan setempat. Jika didapati
perlu, bahan yang sama boleh diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris untuk khalayak
antarabangsa.
Mahasiswa juga perlu diberikan latihan dan tunjuk ajar tentang penulisan akademik
supaya mereka selesa dan senang berbahasa Melayu/Indonesia dalam penulisan ilmiah masingmasing.
3.2
Prasarana dan Sarana TMK
Teknologi maklumat mempunyai peranan dan sumbangan yang bererti dalam pembinaan dan
pemerkasaan bahasa dan pengajian Melayu/Indonesia. Strategi keperkasaan bahasa
Melayu/Indonesia sebagai bahasa ilmu dan bahasa pengungkapan budaya tinggi harus
memanfaatkan teknologi ini dalam pelaksanaannya.
Teknologi maklumat membuka peluang, laluan dan saluran baru untuk berkomunikasi.
Teknologi ini juga mengubah cara teks ilmiah disediakan dan disebarkan. Laluan komunikasi
mutakhir ini boleh dimanfaatkan untuk menyebarkan bahasa Melayu/Indonesia kepada semua
penggunanya, sama ada di dalam atau di luar negara, dengan lebih cepat dan berkesan dan
mengizinkan capaian kepada sumber maklumat bahasa seperti pangkalan teks, pangkalan
peristilahan, pangkalan perkamusan dan pangkalan ilmu yang ada di Malaysia dan di Indonesia
untuk semua peneliti yang mengkaji bahasa dan persuratan Melayu/Indonesia.
Teknologi maklumat juga membuka peluang untuk pemiawaian bahasa Melayu/Indonesia
yang lebih berkesan dan menyeluruh lantaran adanya pelbagai bank istilah dan kamus elektronik
untuk rujukan dan penghasilan teks yang banyak dengan cepat. Keadaan ini tentunya
menyumbang kepada pengukuhan martabat bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa ilmu dan
bahasa budaya tinggi.
Cadangan bentuk istilah mutakhir boleh disebarkan dengan cepat dan berkesan sama ada
melalui media cetak atau media elektronik. Laman Web DBP, laman Web Badan Bahasa dan
laman-laman universiti boleh digunakan sebagai wadah yang mudah untuk penyebaran maklumat
peristilahan terkini.
Idea dan topik kontemporari yang dibualkan dan dibicarakan di media baru dan di media
massa perlu dianalisis dan dikenal pasti kata dan ungkapan baru dalam wacana semasa. Kata dan
ungkapan baru ini perlu segera diberikan takrif, dihuraikan, serta disebarkan secara dalam talian
supaya dapat dengan cepat dimanfaatkan oleh pengguna.
Selain itu, alat bantu bahasa seperti penyemak ejaan dan penyemak tatabahasa tentu sekali
dapat membantu dalam mempercepat penghasilan teks ilmiah yang baik dan bermutu.
Teknologi maklumat juga boleh dimanfaatkan dalam penghasilan bahan multimedia
bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, dan ini akan menggalakkan lagi penggunaan bahasa
Melayu/Indonesia dalam domain tertentu, seperti dalam pengajaran dan pembelajaran sains dan
teknologi.
4.0
Peranan DBP
Matlamat dan wawasan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (DBP) adalah untuk melihat bahasa
Melayu berperanan besar sebagai bahasa ilmu dan menjadi salah satu bahasa utama dunia.
Sebelum mendunia, usaha perlu dilakukan untuk memastikan bahasa Melayu mantap sebagai
bahasa kebangsaan negara Malaysia sesudah 55 tahun Perkara 152 terpahat dalam Perlembagaan
Persekutuan.
Perlembagaan Persekutuan digubal dengan berpandukan dapatan sebuah Suruhanjaya2
yang ditubuhkan pada Mac 1956 dan dipengerusikan oleh Lord Reid. Draf perlembagaan
2
Reid Commission merupakan sebuah suruhanjaya bebas yang diberikan tanggungjawab untuk menyediakan draf
Perlembagaan Persekutuan Malaya. Draf awal Suruhanjaya ini diteliti oleh sebuah Jawatankuasa Kerja yang terdiri
daripada empat orang wakil Majlis Raja-Raja, empat orang wakil Kerajaan Perikatan, Pesuruhjaya Tinggi Britain, Ketua
Setiausaha, dan Peguam Negara. Majlis Perundangan Persekutuan (The Federal Legislative Council) meluluskan
Perlembagaan ini pada 15 Ogos 1957 dan Perlembagaan ini berkuat kuasa pada 27 Ogos 1957 manakala Kemerdekaan
Malaya diisytiharkan pada 31 Ogos 1957 [Jawan 2003].
PIBSI XXXIV TAHUN 2012 UNSOED | 6
disediakan setelah mendapat maklum balas dan pandangan daripada parti-parti politik, pelbagai
pertubuhan bukan kerajaan, orang perseorangan tentang bentuk kerajaan yang bakal dibentuk dan
dengan mengambil kira beberapa faktor penting seperti kedudukan Raja-raja Melayu, agama Islam
serta peranan bahasa Melayu.
Daripada pelbagai pandangan dan pertimbangan yang saksama maka tercapailah
kesepakatan, antara lain, bahawa sebuah negara yang merdeka memerlukan bahasa kebangsaannya
yang tersendiri dan bahasa Melayulah yang selayaknya menggalas peranan tersebut.
4.1
Asas Kewujudan
Selain Suruhanjaya Reid, satu lagi peristiwa yang tidak kurang pentingnya juga berlaku pada
1956. Pada tahun tersebut, tanggal 22 Jun, Balai Pustaka diwujudkan di Bukit Timbalan, Johor
Bahru, sebagai sebuah jabatan kecil di bawah Kementerian Pelajaran dengan tumpuan dalam
penerbitan buku berbahasa Melayu, mirip peranan yang dimainkan oleh Balai Pustaka di
Indonesia.
Para pejuang kebangsaan dan aktivis bahasa menganggap bahawa peranan sedemikian
terlalu kecil, jauh sekali memadai, untuk memperkasakan dan mempersiapkan bahasa Melayu
sebagai bahasa negara yang bakal merdeka. Lantaran itu, Kongres Bahasa dan Persuratan Melayu
III yang bersidang pada 16–21 September 1956 di Universiti Malaya, Singapura3 mengusulkan
supaya Balai Pustaka ditukar namanya kepada Dewan Bahasa dan Pustaka sebagai cerminan
kepada peranannya yang lebih berat dan berwibawa.
Pada 1957, bukan sahaja namanya berubah menjadi Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP),
malah tempatnya juga berpindah dari Johor Bahru ke ibu negara, Kuala Lumpur. Hakikat ini
merupakan bayangan tanggungjawab besar yang perlu dipikul institusi setahun jagung ini sebagai
satu-satunya badan yang diberikan mandat oleh kerajaan untuk merumuskan dan melaksanakan
dasar-dasar yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan bahasa kebangsaan.
Jelaslah bahawa sejak dini-dini lagi para pengasas negara dan sebahagian besar warga
mengiktiraf bahasa Melayu sebagai pilihan yang absah untuk dinobatkan sebagai bahasa
kebangsaan berdasarkan pertimbangan sejarah dan geopolitik semasa.
Pilihan ini diperkukuh pula dengan tergubalnya Akta Bahasa Kebangsaan 1963/1967 yang
menghuraikan dengan lebih lanjut peranan bahasa kebangsaan sebagai bahasa rasmi serta Akta
Pendidikan 1961 dan 1996 yang mentakrifkan peranan bahasa kebangsaan dalam sektor
pendidikan.
Dengan termaktubnya dasar-dasar bahasa dalam pelbagai akta dan peraturan negara,
maka usaha pun digerakkan untuk memperlengkap dan memperkukuh bahasa Melayu melalui
program perancangan bahasa4 yang berkesan supaya bahasa tersebut dapat memenuhi peranannya,
selain memupuk pengguna untuk menggunakan bahasa yang baik, betul, dan baku dalam semua
urusan kenegaraan dan keilmuan. Pengurusan dan pelaksanaan dasar-dasar bahasa inilah yang
menjadi asas kewujudan dan kerelevanan DBP Malaysia5.
4.2
Tugas dan Tanggungjawab
Tugas dan tanggungjawab DBP dapat dilihat dalam matlamat penubuhannya yang termaktub
dalam Akta Dewan Bahasa dan Pustaka 1959 (Akta 213 semakan tahun 1978, Akta A930 Pindaan
dan Perluasan 1995):
membina dan memperkaya bahasa kebangsaan dalam semua bidang, termasuk
sains dan teknologi;
untuk memperkembangkan bakat sastera, khususnya dalam bahasa kebangsaan;
3
Perasmian Kongres diadakan pada 16 September manakala majlis penutupannya pada 21 September, kedua-duanya
berlangsung di Johor Bahru, Johor)
4
Perancangan bahasa ialah … deliberate efforts to influence the behaviour of others with respect to the acquisition,
structure and functional allocations of their language codes. Cooper 1
:
5
Pada 1977, DBP membuka cawangan di Kota Kinabalu, Sabah dan di Kuching, Sarawak. Ini diikuti dengan
pembukaan tiga pejabat wilayah, iaitu DBP Wilayah Utara di Bukit Mertajam, Pulau Pinang (1999), DBP Wilayah
Timur di Kota Bharu, Kelantan (1999), dan DBP Wilayah Selatan di Johor Bahru, Johor (2000). Pada 2011, DBP
Wilayah Tengah