Kapur Klorin Laporan Pengolahan Air Kelompok 1 Kelas

Reaksi yang terjadi sebagai berikut: Al 2 SO 4 3 2 Al +3 + 3SO 4 -2 Air akan mengalami : H 2 O H + + OH - Selanjutnya : 2 Al +3 + 6OH - 2AlOH 3 Selain itu akan dihasilkan asam : 3SO 4 -2 + 6H + H 2 SO 4 Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8-7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya ditambahkan larutan kapur CaOH 2 atau soda abu Na 2 CO 3 . Reaksi yang terjadi : Al 2 SO 4 3 + 3CaHCO 3 2 2AlOH 3 + 3CaSO 4 + 6CO 2 Al 2 SO 4 3 + 3Na 2 CO 3 + 3H 2 O 2AlOH 3 + 3Na 2 SO 4 + 3CO 2 Al 2 SO 4 3 + 3CaOH 2 2AlOH 3 + 3CaSO 4

1.1. Kapur

Pengaruh penambahan kapur CaOH 2 akan menaikkan pH dan bereaksi dengan bikarbonat membentuk endapan CaCO 3 . Bila kapur yang ditambahkan cukup banyak sehingga pH = 10,5 maka akan membentuk endapan MgOH 2 . Kelebihan ion Ca pada pH tinggi dapat diendapkan dengan penambahan soda abu. Reaksinya : CaOH 2 + CaHCO 3 2CaCO 3 + 2H 2 O 2CaOH 2 + MgHCO 3 2 2CaCO 3 ↓ + MgOH 2 ↓ + 2H 2 O CaOH 2 + Na 2 CO 3 CaCO 3 ↓ + 2NaOH

1.2. Klorin

Klorin banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada pengolahan air bersih. Untuk mengoksidasi FeII dan MnII yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi FeIII dan MnIII. Yang dimaksud dengan klorin tidak hanya Cl 2 saja akan tetapi termasuk pula asam hipoklorit HOCl dan ion hipoklorit OCl - , juga beberapa jenis kloramin seperti monokloramin NH 2 Cl dan dikloramin NHCl 2 termasuk di dalamnya. Klorin dapat diperoleh dari gas Cl 2 atau dari garam-garam NaOCl dan CaOCl 2 . Kloramin terbentuk karena adanya reaksi antara amoniak NH 3 baik anorganik maupun organik aminoak di dalam air dengan klorin. Bentuk desinfektan yang ditambahkan akan mempengaruhi kualitas yang didesinfeksi. Penambahan klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan turunnya pH air, karena terjadi pembentukan asam kuat. Akan tetapi penambahan klorin dalam bentuk natrium hipoklorit akan menaikkan alkalinity air tersebut sehingga pH akan lebih besar. Sedangkan kalsium hipoklorit akan menaikkan pH dan kesadahan total air yang didesinfeksi. .5.1 Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspensi. Pada umumnya sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk: 1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat. 2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat. 3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur. 4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan. Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk : a. Penyisihan grit, pasir, atau silt lanau. b. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama. c. Penyisihan flok lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir. d. Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter. Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu,pada prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di udara.Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah sama,demikian juga untuk metoda dan peralatannya. Gambar 1.2 Bak sedimentasi Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran bujur sangkar atau segi empat.Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter.Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter.Bak berbentuk segi empat umumya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter,panjang bak sampai 76 meter,dan kedalaman lebih dari 1,8 meter.Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi.Klasifikasi ini dapat dibagi kedalam empat tipe,yaitu : a. Settling tipe I: pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel. b. Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar- partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah. c. Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap d. Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel. Gambar 1.3 Empat tipe sedimentasi 1. Sedimentasi Tipe 1Plain SettlingDiscrete particle Merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan. Yang dimaksud dengan discrete particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang aliran laminar . Tujuan dari unit ini adalah menurunkan kekeruhan air baku dan digunakan pada grit chamber. Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal settling basin. Gambar 1.4 Sedimentasi Tipe 1 Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air drag force sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air.

2. Sedimentasi Tipe 2 Flocculant Settling

Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel mandiri discrete particle tetapi sering membentuk gumpalan flocculant particle selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya. Proses penggumpalan flocculation di dalam kolam pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi. Pengendapan material koloid dan solid tersuspensi terjadi melalui adanya penambahan koagulan, biasanya digunakan untuk mengendapkan flok-flok kimia setelah proses koagulasi dan flokulasi. Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:  Luas bidang pengendapan;  Penggunaan baffle pada bak sedimentasi;  Mendangkalkan bak;  Pemasangan plat miring.

3. Sedimentasi Tipe III dan IV

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karenaitu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan kompresi massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif. Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur bomassa yang tinggi, keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif. Gambar 1.5 Pengendapan pada final klarifier untuk proses lumpur aktif Berdasarkan konsentrasi dan kecenderungan partikel berinteraksi, proses sedimentasi terbagi atas tiga macam: b. Aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak c. Partikel terdispersi merata dalam air d. Pengendapan partikel yang dominan terjadi pada dasar bak sedimentasi Terdapat beberapa bentuk bak sedimentasi yaitu:

a. Segi empat rectangular.