Pengaruh Pemberian 2,4-D dan BAP terhadap Pembentukan Planlet Krisan (Chrysanthemum morifolium)Secara In-Vitro.

PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D dan BAP TERHADAP PEMBENTUKAN
PLANLET KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SECARA IN-VITRO

SKRIPSI

OLEH:

LARAS SUBIANI
060307035
BDP-PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D dan BAP TERHADAP PEMBENTUKAN

PLANLET KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SECARA IN-VITRO

SKRIPSI

OLEH:

LARAS SUBIANI
060307035
BDP-PEMULIAAN TANAMAN

Draft Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Ketua Komisi Pembimbing

Anggota Komisi Pembimbing


( Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si )
NIP. 1967 0821 199301 2 001

( Ir.Yusuf Husni )
NIP. 1956 0821 198603 1 001

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

LARAS SUBIANI : Pengaruh Pemberian 2,4-D dan BAP terhadap Pembentukan
Planlet Krisan (Chrysanthemum morifolium)Secara In-Vitro, dibimbing oleh
Dr.Ir. Lollie Agustina P.Putri, M.Si dan Ir.Yusuf Husni.

Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BAP terhadap pembentukan planlet krisan
belum banyak diteliti saat ini. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukaan di
Laboratorium Kultur Jaringan UPT. BBI Gedung Johor Dinas Pemprov-SU pada
Agustus-September 2011 menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial 2
faktor yaitu pemberian 2,4-D (0, 0.2, 0.4, 0.6 mg/l) dan BAP (0, 1, 2, 3 mg/l)
parameter yang diamati adalah persentase eksplan hidup, persentase eksplan
membentuk tunas, jumlah tunas, tinggi tanaman, persentase jumlah daun,
persentase pembentukan akar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 2,4-D tidak berpengaruh nyata
terhadap semua parameter pengamatan, pemberian BAP berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan
yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, persentase
jumlah daun, persentase pembentukan akar. Interaksi perlakuan tidak
berpengaruhnyata terhadap semua parameter pengamatan. Hasil yang terbaik di
peroleh pada kombinasi 0 mg/l 2,4-D dan 3,0 mg/l BAP.
Kata Kunci :Planlet, Krisan, 2,4-D dan BAP

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT


Laras subiani : The effect of 2,4-D and BAP to the formation of Krisan planlet
(Chrysantemum morifolium) with in-vitro method, supervised by Dr.Ir. Lollie
Agustina P.Putri, M.Si dan Ir.Yusuf Husni.
The combination effect of 2,4-D and BAP to the formation of krisan
planlet have not been researched enough today.therefore a research has done in
kultur jaringan laboratory, UPT BBI johor building, Dinas Pemprov-SU, since
August-september 2011 it uses randomized complete design with two factorial.
That is 2,4-D (0, 0.2, 0.4, 0.6 mg/l) and BAP (0, 1, 2 ,3 mg/l). The parameter that
we examine is living eksplan percentation, bud forming of eksplan persentation,
total of bud, high of plant, total of leaf percentation, and root forming
percentation.
The result of research has shown that 2,4-D is non-significant to all
parameter and BAP is significant for high of plant and non significant to living
eksplan persentation, bud forming of eksplan persentation,total of bud, total of
leaf persentation, root forming persentation. Treatment interaction is nonsignificant to all parameter. The best result is in combination of 0 mg/l of 2,4-D
and 3 mg/l of BAP
Key words: planlet, krisan, 2,4-D and BAP

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP
Laras Subiani dilahirkan di Medan pada tanggal 11 Oktober 1987 anak
dari Ayahanda Poerwadi dan Ibu Sumini merupakan putri ke enam dari tujuh
bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah di tempuh adalah SD Inpres 060513
Medan pada tahun 2000, SLTP Negri 10 Medan pada Tahun 2003 dan SMA
Panca Budi Medan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswi
Universitas Sumatera Utara, Fakultas pertanian dan penulis memilih program
studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan membantu dosen
dalam menjalankan praktikum Kultur Jaringan Tanaman pada tahun 2011, dan
penulis aktif sebagai pengurus Badan Kenaziran Musholla (BKM) Al Mukhlisin,
Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) Rabbani, Tim Mentoring Agama Islam.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Risjadson
Sejahtera Agrobisnis (RSA) Group PT. SISIRAU, Kebun Aceh Tamiang NAD
pada bulan Juli sampai Agustus 2009.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Pengaruh pemberian BAP dan 2,4 D terhadap pembentukan planlet krisan
(Chrysantemum morifolium) secara In-vitro” yang merupakan salah satu
syarat

untuk

memperoleh

gelar

sarjana

di

Fakultas


Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si dan sebagai
ketua pembimbing dan Bapak Ir. Yusuf Husni sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, selain itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada para teknisi UPT. kultur jaringan BBI Gedung Johor Dinas Pemprov
SU yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada
Ayahanda Poerwadi dan Ibunda Sumini. Juga kepada Abangda Harsoyo dan
(Alm) Subarkah, Kakanda Murwani, Mundiyarti dan Sayekti serta adiku Udan,
selama penulisan ini banyak dukungan dan motivasi tak terbatas pada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna.Oleh karena itu, Penulis Mengharapkan Kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2011
Penulis


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................. ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
Hipotesis Penelitian........................................................................... 3
Kegunaan Penelitian.......................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ................................................................................ 4

Kultur Jaringan .................................................................................. 6
Eksplan .............................................................................................. 7
Media Kultur Jaringan ...................................................................... 8
Lingkungan In Vitro.......................................................................... 9
Zat Pengatur Tumbuh ........................................................................ 9
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 11
Bahan dan Alat Penelitian ............................................................... 11
Metode Penelitian ........................................................................... 11
PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat ................................................................................. 14
Pembuatan Larutan Stok ................................................................. 14
Pembuatan Media ............................................................................ 14
Pemotongan Eksplan ....................................................................... 15
Penanaman Eksplan ........................................................................ 15
Pemeliharaan .................................................................................. 16
Pengamatan Parameter .................................................................... 16

Universitas Sumatera Utara


Persentase Eksplan yang Hidup (%) .................................... 16
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) ......................... 16
Jumlah Tunas (buah) ............................................................ 16
Tinggi Tanaman (cm) ........................................................... 17
Jumlah Daun (buah) ............................................................. 17
Persentase Pembentukan Akar (%) ...................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ................................................................................................ 18
Pembahasan ..................................................................................... 23
Pengaruh 2,4-D terhadap Pembentukan Planlet Krisan ....... 23
Pengaruh BAP terhadap pembentukan Planlet Krisan ......... 23
Pengaruh Interaksi Konsentrasi BAP dan 2,4-D terhadap
Pertumbuhan Planlet Krisan................................................. 24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ..................................................................................... 26
Saran................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No.

Judul

Hal.

1. Rataan Persentase Eksplan yang Hidup (%) pada Pemberian
Konsentrasi 2,4-D dan BAP .................................................................... 18
2. Rataan Persentase Eksplan Membentuk Tunas pada Pemberian
Konsentrasi 2,4-D dan BAP .................................................................... 19
3. Rataan Jumlah Tunas pada Pemberian Konsentrasi 2,4-D dan BAP ...... 19
4. Rataan Tinggi Tanaman pada Pemberian Konsentrasi 2,4-D dan BAP.. 20
5. Rataan Jumlah Daun pada Pemberian Konsentrasi 2,4-D dan BAP ....... 21
6. Rataan Persentase Pembentukan Akar pada Pemberian Konsentrasi
2,4-D dan BAP ........................................................................................ 22

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul
1.

Hal.

Hubungan Tinggi Tanaman dengan Pemberian Konsentrasi BAP ....... 21

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Judul

Hal.

1. Bagan Penelitian ................................................................................... 29
2. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................... 30
3. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)..................................... 31
4. Deskripsi Tanaman Krisan .................................................................... 32
5. Data Pengamatan Persentase Eksplan yang Hidup (%) ........................ 33
6. Data Pengamatan Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) ............. 34
7. Data Pengamatan Jumlah Tunas (buah) ................................................ 35
8. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas (buah) ............................................ 35
9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)............................................... 36
10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) ........................................... 36
11. Data Pengamatan Jumlah Daun (buah) ................................................. 37
12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (buah) ............................................. 37
13. Data Pengamatan Persentase Pembentukan Akar (%) .......................... 38
14. Daftar Sidik Ragam Persentase Pembentukan Akar (%) ...................... 38
15. Rangkuman Uji Beda Rataan Pembentukan Planlet Krisan dengan
Pemberian 2,4-D dan BAP .................................................................... 39
16. Foto Pembentukan Planlet Krisan ......................................................... 40

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

LARAS SUBIANI : Pengaruh Pemberian 2,4-D dan BAP terhadap Pembentukan
Planlet Krisan (Chrysanthemum morifolium)Secara In-Vitro, dibimbing oleh
Dr.Ir. Lollie Agustina P.Putri, M.Si dan Ir.Yusuf Husni.
Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BAP terhadap pembentukan planlet krisan
belum banyak diteliti saat ini. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukaan di
Laboratorium Kultur Jaringan UPT. BBI Gedung Johor Dinas Pemprov-SU pada
Agustus-September 2011 menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial 2
faktor yaitu pemberian 2,4-D (0, 0.2, 0.4, 0.6 mg/l) dan BAP (0, 1, 2, 3 mg/l)
parameter yang diamati adalah persentase eksplan hidup, persentase eksplan
membentuk tunas, jumlah tunas, tinggi tanaman, persentase jumlah daun,
persentase pembentukan akar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 2,4-D tidak berpengaruh nyata
terhadap semua parameter pengamatan, pemberian BAP berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan
yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, persentase
jumlah daun, persentase pembentukan akar. Interaksi perlakuan tidak
berpengaruhnyata terhadap semua parameter pengamatan. Hasil yang terbaik di
peroleh pada kombinasi 0 mg/l 2,4-D dan 3,0 mg/l BAP.
Kata Kunci :Planlet, Krisan, 2,4-D dan BAP

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Laras subiani : The effect of 2,4-D and BAP to the formation of Krisan planlet
(Chrysantemum morifolium) with in-vitro method, supervised by Dr.Ir. Lollie
Agustina P.Putri, M.Si dan Ir.Yusuf Husni.
The combination effect of 2,4-D and BAP to the formation of krisan
planlet have not been researched enough today.therefore a research has done in
kultur jaringan laboratory, UPT BBI johor building, Dinas Pemprov-SU, since
August-september 2011 it uses randomized complete design with two factorial.
That is 2,4-D (0, 0.2, 0.4, 0.6 mg/l) and BAP (0, 1, 2 ,3 mg/l). The parameter that
we examine is living eksplan percentation, bud forming of eksplan persentation,
total of bud, high of plant, total of leaf percentation, and root forming
percentation.
The result of research has shown that 2,4-D is non-significant to all
parameter and BAP is significant for high of plant and non significant to living
eksplan persentation, bud forming of eksplan persentation,total of bud, total of
leaf persentation, root forming persentation. Treatment interaction is nonsignificant to all parameter. The best result is in combination of 0 mg/l of 2,4-D
and 3 mg/l of BAP
Key words: planlet, krisan, 2,4-D and BAP

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai prospek yang
baik untuk di budidayakan dan dijadikan sumber penghasilan. Karena itu tanaman
krisan atau seruni yang memiliki nama latin Chrysanthemum memiliki
keunggulan pada masa tanam yang singkat, harga jual yang relatif stabil,
keanekaragaman warna dan bentuk bunganya. Krisan masih kerabat dekat dengan
bunga Aster dan daisy yang termasuk dalam famili Asteraceae. Krisan merupakan
bunga asli dari daerah Asia Timur, seperti korea, Jepang dan Cina Utara, tetapi
saat

ini

lebih

banyak

di

budidaya

didaerah

Eropa

dan

Amerika

(www.ibujempol.com, 2011).

Mengingat manfaat bunga yang demikian besar, sudah saatnya
memproduksi bunga- bunga yang berkualitas yaitu dengan perbanyakan bibitan
krisan melalui kultur jaringan dimaksudkan selain untuk mendapatkan bibit dalam
jumlah besar dengan waktu yang singkat, juga untuk tersedianya bibit yang
berkualitas bebas dari hama penyakit dan virus. Di samping itu perbanyakan
secara kultur jaringan bermanfaat untuk mencegah penurunan kualitas hasil bunga
akibat proses degregasi. Lebih lanjut, penguasaan teknologi regenerasi berguna
untuk transformasi secara genetik (Sanjaya, 1996).

Perbanyakan in konvensional/ kultur jaringan tumbuhan dikenal sebagai
suatu teknik untuk menumbuhkan sel jaringan, organ menjadi tumbuhan
sempurna dalam media buatan yang dilakukan secara aseptik. Media tumbuh yang

Universitas Sumatera Utara

dipergunakan pada teknik kultur jaringan ini terdiri dati unsur makro, mikro, asam
amino, vitamin dan suplemen organik lainya seperti sumber karbohidrat, zat
pengaruh tumbuh (Gunaeni dan Karyadi, 2007).

Zat pengatur tumbuh BAP merupakan sitokinin yang berfungsi
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel
dan pertumbuhan

secara

berfungsi mempengaruhi

umum, sedangkan 2,4-D merupakan auksin yang
pertambahan

panjang

batang, pertumbuhan,

diferensiasi dan percabangan akar (Ratna Dewi, 2008).

Sejak beberapa tahun terakhir dilakukan penelitian perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Medium Murashige dan Skoog (MS) merupakan medium
yang umum digunakan dalam kultur jaringan (Quakk, 1977 dalam Sanjaya, 1996).

Sampai saat ini masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk
mendapatkan

komposisi

media

yang

baik,

terutama

dalam

menentukan konsentrasi dan jenis sitokinin yang tepat untuk perbanyakan krisan
(Basri dan Muslimin, 2001).

Penelitian tentang pertumbuhan Krisan secara In-Vitro hingga saat ini
masih kurang, dan keterbatasan informasi tentang pertumbuhan Krisan secara invitro. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan penelitian
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP
dan 2,4 D pembentukan planlet krisan (Chrysanthemum morifolium) secara in
vitro.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh yang nyata pada pertumbuhan krisan akibat perbedaan
konsentrasi BAP dan 2,4 D serta interaksi kedua faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak
yang berkepentingan dalam memperbanyak krisan secara In vitro..

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
Subkingdom
Superdivisio
Divisio
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dycotiledonae
: Asterales
: Asteraceae
: Chrysanthemum
:.Chrysanthemum morifolium

Perakaran tanaman krisan menyebar ke semua arah pada kedalaman
30 - 40 cm. Akarnya mudah mengalami kerusakan akibat pengaruh lingkungan
yang kurang baik, misalnya keadaan drainase yang jelek, kandungan unsur Al
dan Mn dalam tanah yang tinggi serta tanah yang selalu masam (pH rendah)
(Rukmana dan Mulyana, 1997).

Batang tanaman krisan tumbuh tegak, struktur lunak dan berwarna hijau.
Bila dibiarkan tumbuh terus, batang akan menjadi keras (berkayu) dan berwarna
hijau kecoklatan. Penampilan visual sosok tanaman krisan mirip dengan aster
(Rukmana dan Mulyana, 1997).

Ciri khas tanama krisan dapat diamati pada bentuk daun, yaitu bagian tepi
bercelah atau bergerigi, tersusun secara berselang-seling pada cabang atau batang
(Rukmana dan Mulyana, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam
tangkai berukuran pendek sampai panjang. Bentuk bunga krisan yang biasanya
dipakai sebagai bunga potong, dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Tunggal
Pada setiap tangkai hanya terdapat 1 kuntum bunga, piringan dasr atau
mata bunga lebih sempit dan susunan mahkota bunga hanya satu lapis.
2. Anemone
Bentuk anemone sama dengan bunga tungal, tetapi piringan dasar
bunganya lebar dan tebal.
3. Pompon
Bentuk bunga pompon adalah bulat seperti bola, mahkota bunga menyebar
kesemua arah, dan piringan dasar bunganya tidak tampak.
4. Dekoratif
Bentuk bunga dekoratif adalah bunga berbentuk bulat mirip pompon,
tetapi mahkota bunganya bertumpuk rapat, ditengah pendek dan bagian tepi
memanjang.
5. Besar
Bentuk bunga golongan ini adalah pada tangkai terdapat 1 kuntum bunga,
berukuran besar dengan diameter lebih dari 10 cm. Piringan dasar tidak tampak,
mahkota bunganya memiliki banyak variasi, antara lain melekuk kedalam atau
keluar, pipih, panjang, berbentuk sendok dan lain-lainya (Hasim dan Reza, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Kultur Jaringan

Tumbuhan memiliki sifat totipotency, artinya tidak hanya dari sel telur
atau sperma (yang merupakan sel perkembangbiakan), tapi dari sel-sel akar, daun,
batang, dan sel tubuh tumbuhan lainnya pun, keseluruhan individu tumbuhan
tersebut dapat ditumbuhkan kembali, atau dibiakkan dengan mudah, Contoh yang
paling ekstrim adalah dengan hanya memakai sebuah sel yang terpisah sekalipun,
badan tumbuhan keseluruhannya dapat ditumbuhkan kembali. Karena adanya sifat
inilah, dengan teknik-teknik yang telah lama dikenal seperti setek, okulasi,
cangkok, serta dengan metode baru seperti kultur jaringan tanpa bakteri,
perbanyakan klon tumbuhan dapat dilakukan tanpa batas. Sementara itu, dengan
kemajuan teknik rekayasa genetika dan rekayasa hayati lainnya, teknik kultur
jaringan menjadi salah satu teknik dasar yang diterapkan di bioteknologi
tumbuhan, mulai dari riset dasar sampai aplikasi (Sano, 2001).

Menurut Yusnita (2003) dibanding dengan perbanyakan tanaman secara
konvensional, perbanyakan secara kultur jaringan mempunyai beberapa kelebihan
sebagai berikut: untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau sangat
lambat diperbanyak secara konvensional, menghasilkan jumlah bibit tanaman
yang banyak dalam waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis, tidak
memerlukan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa tergantung
musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat.
Akan tetapi tidak semua sel pada tumbuhan mampu melaksanakan
pembesaran dan pembelahan. Kegiatan pembesaran dan pembelahan sel
dilaksanakan pada jaringan tertentu yang terbatas pada jaringan meristem seperti

Universitas Sumatera Utara

pucuk,

ujung

akar

atau

buku-buku

pada

tumbuhan

monokotil

(Sastramihardja dan Siregar, 1994).
Perbanyakan

tanaman krisan dengan kultur jaringan dilakukan untuk

mendapatkan bibit dalam jumlah banayak dengan waktu yang singkat dan
menyediakan bibit berkualitas prima serta bebas organisme penyakit terutama
virus. Disamping itu secara kultur jaringan bermanfaat untuk mencegah
penurunan kualitas hasil bunga akibat proses degregasi. Tanaman hasil kultur
jaringan pada dasarnya sama dengan perbanyakan secara konvensional. Perbedaan
hasil kultur jaringan adalah sistem perakaran dan tunasnya memerlukan adaptasi
terhadap kondisi lingkungan alami (Rukmana dan Mulyana, 1997).

Eksplan

Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dipisahkan dari
tanaman induk dan kemudian dikulturkan. Keberhasilan pengkulturan eksplan
tergantung pada faktor yang meliputi genotif eksplan, umur fisiologis juga sumber
jaringan (Hughes, 1982).
Dalam pemilihan bagian tanaman, perlu juga dipertimbangkan tujuan dari
kulturnya. Bagian-bagian tertentu akan memberikan variasi dalam jumlah
kromosom maupun variasi dalam beberapa gen. Endosperm hanya digunakan
untuk mendapatkan kultur yang triploid. Selain bagian tanaman, genotipe atau
varietas yang digunakan juga ikut menentukan keberhasilan regenerasi
(Gunawan, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Ukuran eksplan sangat menentukan dalam pengkulturan. Konsep yang
umum diketahuin bahwa bagian tanaman yang di kerat masih mengandung suplai
makanan serta hormon untuk potongan tanaman itu sendiri, sehinggaa makin
besar keratan, makin besar kemampuan untuk di rangsang tumbuh dan
beregenerasi. Ukuran eksplan yang paling baik adalah 0,5 – 1 cm. Namun
dapat bervariasi tergantung pada material serta jenis tanaman yang di pakai
(Katuk, 1989).

Media Kultur Jaringan

Media yang digunakan secara luas adalah media MS yang dikembangkan
pada tahun 1962. Dari berbagai komposisi dasar ini kadang-kadang dibuat
modifikasi, misalnya hanya menggunakan ½ dari konsentrasi dari garam-garam
makro yang digunakan (1/2 MS) atau menggunakan komposisi garam makro
berdasarkan MS tetapi mikro dan vitamin berdasarkan komposisi Heller. Zat
pengatur tumbuh yang akan digunakan disesuaikan untuk inisiasi kultur
(Gunawan, 1995).
Médium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya
diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (planlet), sedangkan médium cair
biasanya digunakan untuk kultur sel. Médium yang di gunakan mengandung lima
komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur
tumbuh dan suplemen organik (Yuwono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan In-Vitro

Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi regenerasi tanaman
meliputi temperatur, penyinaran (panjang penyinaran), intensitas penyinaran dan
kualitas sinar serta ukuran wadah kultur (Gunawan, 1995)
Kultur jaringan tumbuh pada umumnya tumbuh di bawah tabung
fluorscens pada intensitas 1000-5000 lux selama 26 jam (Yeoman, 1986). Dimana
menurut Gunawan (1995), cahaya berperan didalam perkembangan dan
pertumbuhan tanaman yang disebut fotomorfogenesis yang artinya cahaya dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian tanaman, misalnya
tunas, pucuk dan lain-lain. Cahaya meliputi kualitas, intensitas cahaya dan lama
penyinaran.
Temperatur didalam ruang kultur jaringan diharapkan dapat diatur.
Banyak laporan mengatakan bahwa temperatur yang baik untuk pertumbuhan
tanaman dalam in-vitro antara 25 – 28o c yang merupakan suhu ruangan normal.
Suhu ruangan untuk negara tropis dapat di turunkan dengan pemasangan AC.
Pemakaian AC mutlak karena ruang kultur merupakan ruangan tertutp yang
sedikit sekali mempunyai aliran udara bebas (Gunawan, 1987).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin memegang peranan penting.
Auksin dan sitokinin tidak hanya menentukan tumbuhnya jaringan yang
dikulturkan, tetapi bagaimana jaringan itu tumbuh. Penggunaan taraf sitokinin

Universitas Sumatera Utara

relatif tinggi terhadap auksin akan merangsang inisiasi tunas, sedangkan keadaan
sebaliknya akan merangsang inisiasi akar. Auksin dan kadang-kadang sitokinin
dibutuhkan untuk merangsang pembelahan sel dan pembentukan kalus. Untuk
merangsang terbentuknya embrio somatik, umumnya digunakan auksin kuat,
seperti 2,4-D, picloram atau NAA (Yusnita, 2003).
Dari golongan auksin, 2,4-D merupakan auksin kuat. Artinya, auksin ini
tidak dapat diuraikan di dalam tubuh tanaman. Zat pengatur tumbuh ini biasanya
digunakan dalam konsentrasi rendah dan dalam masa induksi yang singkat, antara
2-4 minggu. Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam masa panjang dapat
menimbulkan mutasi sel (Gunawan, 1995).
Pemberian sitokinin ke dalam médium kultur jaringan penting untuk
menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Senyawa tersebut dapat
meningkatkan pembelahan sel, proliferasi pucuk, dan morfogénesis pucuk.
Apabila ketersediaan sitokinin di dalam médium kultur sangat terbatas maka
pembelahan sel pad jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Akan tetapi,
apabila jaringan tersebut disubkulturkan pada médium dengan

kandungan

sitokinin yang memadai maka pembelahan sel akan berlangsung secara sinkron
(Zulkarnain,2009).
Perbanyakan tanaman krisan secara konvensional melalui stek batang dan
stek pucuk telah biasa dilakukan, akan tetapi kurang dapat diharapkan untuk
memperoleh bibit secara besar besaran. Sejak diketahuinya peranan zat pengatur
tumbuh telah banyak ahli tumbuhan mempelajari pengaruh dan peranan zat
tumbuh tersebut dalam perbanyakan tanaman, khususnya kultur in-vitro
(Haryanto, 1991).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Balai
Benih Induk

gedung Johor, yang dimulai dari bulan Agustus 2011 hingga

September 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ruas/buku krisan,
larutan stok media MS, ZPT (BAP dan 2,4 D), clorox 20% dan 10%, agar-agar,
NaOH 1 N, HCl, pH meter/kertas lakmus, aluminium foil dan aquades, alkohol
70%.
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), botol
kultur, erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, petridis, skalpel, gunting, bunsen,
timbangan analitik, hot plate, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset,
oven, dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor I: Tingkat Konsentrasi pemberian 2,4-D yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:
A0 =

kontrol

A1 =

0,2 mg/l

A2 =

0,4 mg/l

A3 =

0,6 mg/l

Universitas Sumatera Utara

Faktor II: Tingkat Konsentrasi pemberian BAP yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:
B0=

kontrol

B1 =

1,0 mg/l

B2 =

2,0 mg/l

B3 =

3,0 mg/l

Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan yaitu :

A0B0

A1B0

A2B0

A3B0

A0B1

A1B1

A2B1

A3B1

A0B2

A1B2

A2B2

A3B2

A0B3

A1B3

A2B3

A3B3

Jumlah ulangan

: 4 ulangan

Jumlah kombinasi

: 16 kombinasi

Jumlah plot

: 64 plot

Jumlah botol/plot

: 1 botol

Jumlah seluruh botol

: 64 botol

Jumlah tanaman/botol

: 1 tanaman

Jumlah seluruh tanaman

: 64 tanaman

Universitas Sumatera Utara

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linear
aditif sebagai berikut :
Yij = µ + αi + βj+ (αβ)ij + εij
i = 1,2,3,4
Dimana
Yij

j = 1,2,3,4

:

: Hasil pengamatan pada konsentrasi 2,4-D taraf ke-i dan konsentrasi BAP
pada taraf ke-j

µ

: Nilai tengah

αi

: Efek dari konsentrasi 2,4-D pada taraf ke-i

βj

: Efek dari konsentrasi BAP pada taraf ke-j

(αβ)ij : Pengaruh error dari blok ke-i karena pemberian konsentrasi 2,4-D pada
taraf ke-i dengan konsentrasi BAP pada taraf ke-j
Untuk melihat persamaan regresi yang di peroleh, di tentukan dari nilai komponen
dengan derajat bebas (db) tunggal yang berbeda nyata pada sidik ragam( linier,
kwadratik dan kubik) (Gomez dan Gomez, 2007).

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN

Sterilisasi Alat

Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang
digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat
menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian
dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti skalpel, pipa
skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer
dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua
botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi,
dengan suhu 1210C selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke
dalam oven kecuali botol kultur.

Pembuatan Larutan Stok
Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam
membuat media. Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media MS
(Lampiran. 3) yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi yang lebih
pekat. Setelah membuat larutan stok garam-garam, perlu dibuat stok zat pengatur
tumbuh biasanya dalam 100 ml. Stok harus disimpan di dalam lemari es.

Pembuatan media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS dengan
menggunakan dua zat pengatur tumbuh BAP dan 2,4-D. Untuk pembuatan media
1 liter dilakukan dengan mengisi beker gelas dengan aquades steril sebanyak

Universitas Sumatera Utara

300 ml. Kemudian ditambahkan larutan stok A, B, C, D, E, F, Glisin, Niasin,
Piridoksin-HCl, dan Tiamin-HCl sebanyak 10 ml. Kemudian ditambahkan
Myo-inositol dan sukrosa. Setelah itu, ditambahkan aquades sampai mendekati
1000 ml. Lalu pH-nya diukur dengan menggunakan pH meter dan dilihat
angkanya. Bila pH masih di bawah 5,7 maka perlu ditambah NaOH 1 N, tetapi
bila pH sampai mencapai 6,0 (melebihi 5,8) maka ditambah HCl 1 N. Kemudian,
ditambahkan aquades hingga volume mencapai 1000 ml. Lalu ditambahkan
agar-agar. Diaduk dengan menggunakan stirer sampai mendidih dan agar-agarnya
larut semua. Larutan dituangkan ke dalam 9 botol, masing-masing botol berisi
100 ml dan sisanya disimpan dalam lemari pendingin. Setiap botol ditambahkan
zat pengatur tumbuh BAP dan 2,4 D sesuai dengan kombinasi perlakuan.
Kemudian setiap media perlakuan dituangkan ke dalam botol kultur sesuai dengan
kombinasinya sehingga setiap botol kultur berisi 15 ml yang telah berlabel dan
ditutup dengan aluminium foil. Media ini selanjutnya disterilkan dengan autoklaf
pada suhu 1210C, tekanan 17,5 psi, selama 30 menit. Setelah itu media diletakkan
di dalam media kultur.
Pemotongan Eksplan

Eksplan yang digunakan adalah ruas/buku tanaman krisan yang memiliki
mata tunas. Untuk mempermudah di potong dengan menggunakan skapel.
Pemotongan dilakukan di LAF.
Penanaman Eksplan
Penanaman eksplan dilakukan di LAF yang telah disterilkan dengan
alkohol 70%. Eksplan yang telah dipotong kemudian dicelupkan dalam larutan
clorox 5% dan 10% masing-masing selama 15 menit dan 5 menit dan dibilas

Universitas Sumatera Utara

dengan aquades steril hingga bersih sebanyak tiga kali. Eksplan yang sudah steril
diletakkan di petridis. Diambil botol media lalu di dekatkan dengan api bunsen
kemudian eksplan ditanam ke dalam botol media sesuai dengan perlakuan, setiap
botol media terdapat 1 eksplan. Setelah itu botol media dikembalikan ke dalam
ruang kultur.

Pemeliharaan

Botol-botol yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak kultur di
dalam ruang kultur. Setiap hari disemprot dengan alkohol 70% agar bebas dari
organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi.

Parameter Pengamatan
Persentase eksplan yang hidup (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah
eksplan yang hidup.
Persentase eksplan yang hidup =

x 100%

Persentase eksplan membentuk tunas (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah
eksplan yang membentuk tunas.
Persentase eksplan membentuk tunas =

x 100%

Jumlah tunas (buah)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah tunas yang
muncul.

Universitas Sumatera Utara

Tinggi tanaman (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari tempat munculnya tunas (pangkal) sampai ujung tunas tertinggi.

Jumlah daun (buah)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah tunas yang
muncul.
Persentase pembentukan akar (%)
Parameter ini diamati pada akhir penelitian dengan rumus :

% pembentukan akar = jumlah eksplan berakar
Jumlah eksplan seluruhnya

x 100 %

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari analisa data yang dilakukan, diperoleh bahwa pemberian 2,4-D tidak
berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan, sedangkan pemberian
BAP berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap parameter pengamatan yang lain. Adapun interaksi antara 2,4- D dan
BAP tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

Persentase eksplan yang hidup (%)
Data pengamatan dan sidik ragam persentase eksplan yang hidup dapat
dilihat pada Lampiran 5. Rataan persentase eksplan yang hidup pada pemberian
konsentrasi 2.4-D dan BAP dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase ekplan yang hidup (%) pada pemberian konsentrasi
2.4-D dan BAP
Perlakuan
B0
(kontrol)
B1
(BAP 1,0 mg/l)
B2
(BAP 2,0 mg/l)
B3
(BAP 3,0 mg/l)
Rataan

A0
(Kontrol)

A1(2,4-D
0,2 mg/l)

A2 (2,4-D
0,4 mg/l)

A3 (2,4-D
0,6 mg/l

Rataan

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase eksplan yang hidup untuk
semua perlakuan konsentrasi 2.4-D dan BAP sebesar 100%.

Universitas Sumatera Utara

Persentase eksplan membentuk tunas (%)

Data pengamatan dan sidik ragam persentase eksplan membentuk tunas
dapat dilihat pada Lampiran 6. Rataan persentase eksplan yang hidup pada
pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan persentase eksplan yang hidup pada pemberian konsentrasi 2.4-D
dan BAP
A0
(Kontrol)

A1(2,4-D
0,2mg/l)

A2 (2,4-D
0,4 mg/l)

A3 (2,4-D
0,6 mg/l

Rataan

B0
(kontrol)
B1
(BAP 1,0 mg/l)
B2
(BAP 2,0 mg/l)
B3
(BAP 3,0 mg/l)

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Rataan

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Perlakuan

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase eksplan membentuk tunas
untuk semua perlakuan konsentrasi 2.4-D dan BAP sebesar 100%.

Jumlah Tunas
Data pengamatan jumlah tunas dapat dilihat pada Lampiran 7-8. Rataan
jumlah tunas pada pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah tunas pada pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP
Perlakuan
B0
(kontrol)
B1
(BAP 1,0 mg/l)
B2
(BAP 2,0mg/l)
B3
(BAP 3,0 mg/l)
Rataan

A0
(Kontrol)

A1(2,4-D
0,2 mg/l)

A2 (2,4-D
0,4 mg/l)

A3 (2,4-D
0,6 mg/l)

Rataan

1,00

1,00

1,00

1,00

1,00

1,25

1,50

1,50

1,00

1,31

1,75

1,00

1,50

1,25

1,38

2,00

1,00

1,25

1,00

1,31

1,50

1,13

1,31

1,06

1,25

Universitas Sumatera Utara

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada pemberian konsentrasi 2,4-D
jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (1,50 buah) dan terendah pada
perlakuan A3 (1,06 buah). Pada pemberian konsentrasi BAP jumlah tunas
tertinggi terdapat pada perlakuan B2 (1,38 buah) dan terendah pada perlakuan B0
yaitu (1,00 buah).
Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman dapat dilihat pada
Lampiran 9-10. Rataan tinggi tanaman pada pemberian konsentrasi 2.4-D dan
BAP dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan tinggi tanaman pada pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP
Perlakuan
B0 (kontrol)
B1
(BAP 1,0mg/l)
B2
(BAP 2,0mg.l)
B3
(BAP 3,0 mg.l)
Rataan

A0
(Kontrol)
0,83

A1(2,4-D
0,2 mg/l)
0,70

A2 (2,4-D
0,4 mg/l
0,65

A3 (2,4-D
0,6 mg/l)
0,90

0,63

0,73

0,95

0,63

0,73

1,23

1,33

0,90

1,28

1,18

1,40

1,15

1,18

1,25

1,24

1,02

0,98

0,92

1,01

0,98

Rataan
0,77

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada pemberian konsentrasi 2,4-D tinggi
tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (1,02 cm) dan terendah pada
perlakuan A2 (0,92 cm). Pada pemberian konsentrasi BAP tinggi tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (1,24 cm) dan terendah pada perlakuan B1
(0,73cm).
Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian konsentrasi BAP dapat
dilihat pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian konsentrasi BAP

Jumlah Daun
Data pengamatan dan sidik ragam jumlah daun dapat dilihat pada
Lampiran 11-12. Rataan jumlah daun pada pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan jumlah daun pada pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP
Perlakuan
B0 (Kontrol)
B1
(BAP 1,0mg/l)
B2
(BAP 2,0 mg/l)
B3
(BAP 3,0 mg/l)
Rataan

A0
(Kontrol)
5,50

A12,4-D
0,2 mg/l
3,50

A2(2,4-D
0,4 mg/l
3,25

A3 (2,4-D
0,6 mg/l)
5,00

7,25

6,00

8,50

4,75

6,63

9,75

6,25

7,00

6,50

7,38

11,25

6,50

6,00

5,75

7,38

8,44

5,56

6,19

5,50

6,42

Rataan
4,31

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada pemberian konsentrasi 2,4-D
jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan A0 (8,44 buah) dan terendah pada

Universitas Sumatera Utara

perlakuan A3 (5,50 buah). Pada pemberian konsentrasi BAP jumlah daun tertinggi
terdapat pada perlakuan B2 dan B3 (7,38 buah) dan terendah pada perlakuan
B0 (4, 31 buah).

Persentase Pembentukan Akar
Data pengamatan dan sidik ragam persentase pembentukan akar dapat
dilihat pada Lampiran 13-14. Rataan persentase pembentukan

akar pada

pemberian konsentrasi 2.4-D dan BAP dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan persentase pembentukan akar pada pemberian konsentrasi 2.4-D
dan BAP
Perlakuan
B0 (Kontrol)
B1
(BAP 1,0mg/l)
B2
(BAP 2,0 mg/l)
B3
(BAP 3,0 mg/l)
Rataan

A0
(Kontrol)
25,00

A1( 2,4-D
0,2 mg/l
0,00

A2 (2,4-D
0,4 mg/l
50,00

A3 (2,4-D
0,6 mg/l)
25,00

0,00

25,00

25,00

0,00

12,50

0,00

0,00

0,00

25,00

6,25

25,00

0,00

0,00

50,00

18,75

12,50

6,25

18,75

25,00

15,63

Rataan
25,00

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada pemberian konsentrasi 2,4-D
persentase pembentukan akar tertinggi terdapat pada perlakuan A3 (25,00 %) dan
terendah pada perlakuan A1 (6,25 %). Pada pemberian konsentrasi BAP jumlah
daun tertinggi terdapat pada perlakuan B0 (25,00 %) dan dan terendah pada
perlakuan B2 (6,25 %).

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan

Pengaruh 2,4-D Terhadap Pertumbuhan Planlet Krisan
Dari data yang dianalisis diketahui bahwa perlakuan konsentrasi 2,4-D
berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Hal ini diduga
karena jenis dan konsentrasi auksin yang diberikan belum tepat sehingga tidak
mampu memberikan pengaruh nyata. Ini sesuai dalam Gunawan (1995) yang
menyatakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur
tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh yang akan digunakan, konsentrasi,
urutan pengunaan, dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Lakitan (1996)
juga menyatakan sulitnya menganalisa kandungan hormon pada tunas untuk
mempelajari kemungkinan korelasi antara konsentrasinya dengan tingkat
hambatan pertumbuhan tunas. Secara teknis sangatlah sulit untuk menganalisis
kandungan hormone pada tunas-tunas yang sangat kecil dan kandungan
hormonnya juga sangat rendah.
Pengaruh BAP Terhadap Pembentukan Planlet Krisan
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa pemberian konsentrasi BAP
berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dan berpengaruh tidak nyata
pada persentase eksplan hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah
tunas, persentase jumlah daun, dan persentase pembentukan akar.
Pada peubah amatan tinggi tanaman, rataan tertinggi terdapat pada
perlakuan B3 yaitu sebesar 1,24 cm terendah pada perlakuan B1 yaitu sebesar
0,73 cm. Hal ini di duga karena genotipe sumber jaringan atau eksplan yang
digunakan adalah tunas muda tanaman krisan, selain itu ternyata cahaya ikut

Universitas Sumatera Utara

berperan dalam pertumbuhan tinggi tanaman krisan. Ini sesuai dengan literatur
Wattimena (1992) yang menyatakan pertumbuhan dari kultur jaringan atau organ
dan In Vitro lebih dipengaruhi oleh genotipe sumber jaringan atau organ yang
digunakan dibandingkan dengan faktor lainnya. Dan menurut Gunawan (1995),
cahaya berperan didalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman yang disebut
fotomorfogenesis yang artinya cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan bagian-bagian tanaman, misalnya tunas, pucuk dan lain-lain.
Cahaya meliputi kualitas, intensitas cahaya dan lama penyinaran.
Dari hasil analisis data di ketahui bahwa pemberian BAP tidak
berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan yang hidup, persentase eksplan
membentuk tunas, jumlah tunas, persentase jumlah daun, dan persentase
pembentukan akar. Hal ini diduga akibat rasio (konsentrasi berimbang) pada
jaringan tanaman yang tidak mendukung proses pembentukan planlet, walaupun
diberikan perlakuan BAP. Ini dapat diakibatkan oleh jenis dan konsentrasi
sitokinin atau auksin yang kurang sesuai. Hal ini sesuai dengan Wattimena (1992)
yang menyatakan konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing zat pengatur
tumbuh tersebut (sitokinin dan auksin) tergantung kondisi kultur serta jenis
sitokinin dan auksin yang digunakan.
Pengaruh Interaksi Konsentrasi 2,4-D dan BAP Terhadap Pertumbuhan
Planlet Krisan.

Dari hasil analisis data diketahui bahwa interaksi 2,4-D dan BAP tidak
berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan seperti persentase eksplan
yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, tinggi tanaman,
dan persentase jumlah daun, persentase pembentukan akar. Hal ini diduga karena

Universitas Sumatera Utara

interaksi

konsentrasi

mencapai taraf

2,4-D

dan

BAP

yang

diberikan

belum

mampu

keseimbangan untuk pertumbuhan planlet tanaman krisan.

Wattimena, dkk (1992) menyatakan bahwa di dalam kultur jaringan morfogenesis
dari eksplan selalu tergantung dari interaksi antara auksin dan sitokinin. Perlu
diperhatikan bahwa apa yang digambarkan tentang pengaruh interaksi auksin dan
sitokinin merupakan gambaran kasar. Interaksi yang ditemukan dalam praktek
pada umumnya lebih kompleks. Konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing
ZPT tersebut (auksin dan sitokinin) tergantung dari jenis eksplan, genotipa,
kondisi kultur serta jenis sitokinin dan auksin yang dipergunakan. Selain itu, pada
keadaan tertentu BAP menghambat pengaruh auksin terhadap eksplan sehingga
proses pertumbuhan dan perkembangan eksplan menjadi terhambat. Didukung
oleh, Hendaryono dan Wijayani (1994) menyatakan dalam pertumbuhan jaringan,
sitokinin berpengaruh terutama pada belahan sel. Bersama-sama dengan auksin
memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian
auksin dengan kadar yang relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung kearah
pembentukan primordial akar. Sedangkan pada pemberian sitokinin dengan kadar
yang relatif tinggi, diferensiasi kalus akan cenderung kearah pembentukan
primordial batang atau tunas.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Perlakuan 2,4-D pada konsentrasi 0 – 0,6 mg/l menunjukan pengaruh yang
tidak nyata untuk semua peubah amatan.

2.

Perlakuan BAP menujukan pengaruh yang nyata hanya pada peubah
amatan tinggi tanaman dengan hasil terbaik pada konsentrasi 3,0 mg/l.

3.

Interaksi antara konsentrasi 2,4-D dan BAP belum menunjukan pengaruh
yang nyata untuk semua peubah amatan.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan komposisi media
kultur in vitro dengan perlakuan zat pengatur tumbuh dalam jenis dan konsentrasi
yang berbeda untuk mendapatkan pengaruh yang paling baik dalam usaha
pembentukan planlet krisan (Chrysanthemum morifolium).

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Z.dan Muslimin. 2001. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Agroland volume 8 no.2.
Penerbit Universitas Tadolako Press.Sekretariat fakultas pertanian Palu.
Gomez, K, dan A.A. Gomez, 2007. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian
(diterjemahkan oleh: Endang Sjamsuddin dan Justika S.Baharasjah).UIPress, Jakarta.
Gunaeni, N dan A.K. Karjadi, 2007. Pengaruh kombinasi Ukuran Eksplan,
pemanasan dan penggunaan Ribavirin pada pertumbuhan jaringan
meristem bawang merah. Balai Penelitian tanaman sayur lembang.
J.Agrivigor 6(2): 106-113.
Gunawan, L, W., 1995. Teknik Kultur In Vitro Dalam Hortikultura. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Gunawan, L, W., 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas IPB:
Bogor
Haryanto, B. 1991. Media kultur jaringan krisan untuk pertumbuhan kalus.
Prosiding seminar tanaman hias.
Hasim, I. Dan M, Reza. 1995.Krisan. Penerbit penebar swadaya. Jakarta.
Holmes, S. 1993. Outline of plant classification. Published inthe united state of
America by longman Inc., New york.
Hughes, K.W. 1982. Ornamental species in cloning agricultural plant via invitro
techniques. Conger B.V CRC Boca Raton, Florida.
Katuuk, J.R.P. 1989. Teknik kultur jaringan dalam mikro propagasi tanaman.
Departemen
P & k, Jakarta.
Kusumo, S.,1984. Zat pengatur tumbuh tanaman. Cv.Ysaguna. Jakarta.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman.
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Nasir, M., 2000. Bioteknologi. Potensi keberhasilannya dalam bidang pertanian.
Raja Grafindo persada, Jakarta.
Ratna dewi, Intan. 2008. Peranan dan fungsi Fitohormon bagi pertumbuhan
tanaman. Fakultas pertanian universitas Padjajaran, Bandung.

Universitas Sumatera Utara

Rukmana, R. Dan A. E. Mulyana. 1997. Krisan. Seri bunga potong. Penerbit
kanisius, yogyakarta.
Salisbury, F.B. dan Ross, W.C., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilit Tiga. Penerjemah.
Lukman, D. R. Dan Sumaryono. Penerbit ITB: Bandung.
Sanjaya, L. 1996. Krisan, bunga potong dan tanaman pot yang menawan. Jurnal
penelitian dan pengembangan pertanian. Buletin tanaman hias
Sano,H. 2001. Proyek Kelapa Sawit Sebuah Kerjasama Internasional dalam
Manipulasi Genetik Kelapa Sawit untuk Abad Baru (Diterjemahkan oleh
Dedy HB Wicaksono), Tokyo.
Sastramihardja, D dan A.H. Siregar. 1994. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan mipa.
FMIPA IPB, Bandung.
Steel, R.G dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur statiska (pendekatan
biometric) penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pierik, R.I.M., 1987. In Vitro Culture of Higer Plants. Martinus Nijhoff
Publishers Dordrecht, The Netherlands.
Wattimena, dkk. 1992. Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman, Pusat Antar Spesies, IPB, Bogor.
Wilkins, M.B., 1992. Fisiologi Tanaman. Penerjemah Sutedjo M.M dan
Kartasapoetra A.G. penerbit Bumi Aksara: Jakarta.
Yoeman, M,M ,1986. Plant cell culture technologi. Black well Scientific
publication.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.
Agromedia Pustaka: Jakarta.
Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah mada University Press:
Yogyakarta.
Zulkarnain, H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman.Bumi Aksara: Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Bagan Penelitian
Ulangan I

Ulangan II

Ulangan III

Ulangan IV

A0B2

A3B1

A2B0

A1B0

A0B3

A3B0

A2B1

A1B1

A2B0

A0B2

A0B0

A1B2

A2B1

A0B3

A0B1

A2B2

A3B2

A2B3

A3B3

A1B3
A3B0

A3B2

A3B1

A3B3
A0B2

A1B0

A1B2

A0B0

A0B3

A1B1

A1B3

A0B1

A0B0

A0B2

A2B0

A1B2
A1B3

A0B1

A0B3

A1B2

A2B0

A2B2

A2B2

A2B0

A2B1

A2B3

A2B3

A2B1

A3B0

A1B0

A2B3

A3B2

A3B1

A1B1

A3B0

A3B3

A3B2

A0B0

A1B2

A2B2

A3B3

A0B1

A1B3

A2B3

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis
Kegiatan
Sterilisasi
alat
Pembuatan
larutan stok
Pembuatan
media
Sterilisasi
eksplan
Penanaman
eksplan
Pemeliharaan

Persentase
eksplan yang
hidup (%)
8. Persentase
eksplan
membentuk
tunas (%)
9. Jumlah tunas
(buah)
10. Tinggi
tanamn (cm)
11. % jumlah
daun
12. %Jumlah
akar

1
X

2

3

4

5

Minggu Penelitian
6 7 8 9 10 11 12 13 14

X
X
x
x
X x x x x
Pengamatan Parameter

7.

x

x

X
X
x
x

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Komposisi Media Mura