Endometrial Intraepitelial Neoplasia (EIN)

MINIREFERAT ONKOGIN
ENDOMETRIAL INTRAEPITELIAL NEOPLASIA (EIN)
OLEH: DUDY ALDIANSYAH
PEMBIMBING : Dr. EINIL RIZAR, SpOG (K)
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GIN EKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H . ADAM MALIK - RSUD. Dr. PIRNGADI
M ED AN 20 0 7
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................ i

BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................................1 Defenisi EIN ...............................................................................................1 Latar Belakang Sejarah...............................................................................3 Perbedaan Hiperplasia WHO dengan EIN ................................................. 6

BAB II

PASIEN DENGAN RESIKO .....................................................................7 Faktor – faktor Endokrin ............................................................................7 Faktor – faktor Resiko Genetik .................................................................. 9 Faktor – faktor Resiko Epidemiologi ........................................................ 10 Faktor – faktor Resiko Medikasi ...............................................................10

BAB III


SKRINING DAN DETEKSI.....................................................................11 Histeroskopi dan Sonografi .......................................................................11 Pengambilan Sampel Endometrium .......................................................... 11

BAB IV

PATOLOGI EIN........................................................................................16 Dasar Pemikiran ........................................................................................ 16 Biomarker .................................................................................................. 18 Sebuah Model dengan Kombinasi Molekuler dan Histopatologi untuk EIN............................................................................................................. 20 Kriteria Diagnostik EIN............................................................................. 21

BAB V BAB VI

DIAGNOSA DIFERENSIAL....................................................................28 Pola-pola Benigna Umum Yang Dapat Disalah Klasifikasikan sebagai EIN............................................................................................................. 28 Masalah-masalah Interpretasi dalam Diagnosa EIN.................................. 31 Menyingkirkan Karsinoma ........................................................................38 MANAJEMEN EIN ..................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................42

Universitas Sumatera Utara

ENDOMETRIAL INTRAEPITELIAL NEOPLASIA (EIN)
Definisi EIN Pendapat tentang asalnya proses neoplastik menyatakan bahwa tumor berasal dari
sebuah mutasi atau rangkaian mutasi di dalam sel tunggal. Pandangan ini dipengaruhi oleh beberapa penelitian yang menemukan bahwa tidak hanya proses kimiawi yang menginduksi neoplasma pada klonal makhluk hidup, tapi lesi preneoplastik berasal dari klonal. Endometrial intraepitelial neoplasia (EIN) merupakan proliferasi klonal dari perubahan arsitektur dan sitologi kelenjar endometrium premaligna yang cenderung menjadi transformasi maligna ke bentuk adenokarsinoma endometrium endometrioid (Tipe I). Lesi EIN tidak invasif, secara genetik merubah neoplasma yang muncul secara fokal dan dapat berubah ke fenotip maligna dengan bertambahnya kerusakan genetik.1,12
www.endometrium.org
Gambar 1 Prekanker diinisiasi dari mutasi pada poliklonal normal yang menimbulkan pertumbuhan potensial di bawah stimulus mitogenik dari paparan estrogen tanpa diimbangi progesterone yang kemudian berproliferasi sebagai sebuah klon (tanda panah).

Kriteria diagnostik untuk EIN telah dikembangkan dengan histopatologi yang berkorelasi dengan luaran klinis, perubahan molekuler dan temuan objektif dari computerized histomorphometry. EIN secara pengertian mirip dengan hiperplasia atipikal kompleks (CAH) pada endometrium dan mayoritas EIN tumpang tindih dengan CAH. Bagaimanapun juga,
Universitas Sumatera Utara

seperti yang ditegaskan, EIN tidak terpisah dari CAH dan tidak semua CAH adalah lesi-lesi EIN. Hal ini karena keduanya berbeda dalam kriteria klasifikasi dan penggunaan yang tidak tetap pada diagnostik hiperplasia oleh ahli-ahli patologi. EIN seharusnya tidak dibingungkan dengan karsinoma intraepitelial serosa yang tidak berhubungan (EIC serosa), yang merupakan fase awal (Tipe II) dari adenokarsinoma serosa papiler pada endometrium (Tabel 1).1,14

Tabel 1 Perbedaan Karsinoma Endometrium Tipe I/II 3,14

Gambaran

Endometrioid

Mutasi p53

5-10%

Inaktivasi PTEN

55%

Histotipe


endometrioid

mucinosa

sekretori

skuamosa

Tingkat

I-III

Tingkah laku

pertumbuhannya lambat

Prekursor

EIN


Faktor-faktor resiko

Hormonal

Non-Endometrioid 80-90% 11% papiler serosa clear cell karsinosarkoma tidak dapat diaplikasi Aggresif ?EIC serosa tidak signifikan

Istilah endometrial intraepithelial neoplasia (EIN) merupakan istilah deskriptif untuk prekanker endometrium prekanker yang berbeda secara histopatologi pada gambaran morfometrik yang meningkatkan resiko kanker. Kategori lesi-lesi telah memenuhi postulatpostulat untuk memprediksi relevansi klinis pada penyakit prekanker (Tabel 2).5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2 Gambaran Prekanker Endometrium5

Prediksi

Fakta-fakta

Prekanker berbeda dari jaringan Prekanker-prekanker monoclonal muncul dari sebuah poliklonal yang

normal


normal

Mutasi didapatkan dalam prekanker

Prekanker mempunyai beberapa, Prekanker-kanker merupakan hierarki silsilah

tapi tidak semua gambaran

Dapat merupakan mutasi pada PTEN, K-ras, MLH1

kanker

Baik prekanker dan kanker adalah monoclonal

Prekanker meningkatkan resiko Peningkatan angka kejadian kanker

karsinoma

Peningkatan jumlah kejadian kanker di masa depan


Prekanker dapat didiagnosa

Standar morfometrik

Endometrial intraepithelial neoplasia = prekanker

Resiko hormonal dan genetik

Perubahan hormonal pada gen PTEN, sering inaktif pada penyakit

berhubungan

keganasan

Prekanker dapat diinduksi dengan 100% tikus yang PTEN-nya mutan adalah heterozigot menderita

manipulasi genetic dan/atau

hiperplasia endometrium dan 21% berkembang menjadi karsinoma.


variasi hormonal

-

Latar Belakang Sejarah

Pada tahun 1949, Arthur T. Hertig, seorang ahli patologi pada Fakultas Kedokteran Harvard dan Rumah Sakit Wanita Boston, yang digambarkan sebagai ‘hiperplasia adenomatosa’ dan ‘anaplasia’ pada endometrium sebagai lesi prekanker bahwa dapat mendahului munculnya adenokarsinoma endometrium dalam 1-5 tahum. Pada waktu itu estrogen dikenal berperan dalam promosi pada karsinoma endometrium. Sebuah pertunjuk pada tahun 1985 menunjukkan bahwa sitologi ‘atipia’ yang subjektif di dalam lesi meningkatkan resiko kanker 14 kali lipat, variabel tunggal memberikan peningkatan yang sangat besar pada resiko kanker endometrium yang ditemukan pada waktu itu. Pada tahun 1994, Organisasi Kesehatan Dunia menyetujui sebuah sistem klasifikasi (Tabel 2) untuk empat kelas hiperplasia yang dibagi menurut arsitektur (kompleks/ simpel) dan sitologi (nonatipikal/ atipikal). Hiperplasia endometrium atipikal, apakah arsitekturnya simpel atau kompleks yang ditafsirkan secara luas sebagai lesi premaligna yang membutuhkan ablasi terapeutik. Dominannya sitologi dalam penilaian resiko disebabkan karena ahli patologi tidak dapat mengklasifikasikan sebuah lesi sebagai atipikal vs non-atipikal, dan pengenalan

Universitas Sumatera Utara

gambaran arsitektur telah mempunyai nilai prediktif sedikit lebih penting dibandingkan sitologi.1,15
Tabel 3 Klasifikasi Hiperplasia Endometrium dari Organisasi Kesehatan Dunia 1994 (WHO94)15 Hiperplasia
Simpel Kompleks (adenomatosa) Hiperplasia Atipikal Simpel Kompleks (adenomatosa atipikal)
Klasifikasi di atas adalah merupakan sistem yang paling umum diterima dan dipakai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan International Society of Gynecologic Pathologists. Sistem ini mengelompokkan pola arsitektur kelenjar sebagai simpel atau kompleks dan menggambarkan adanya atau tidak adanya atipia nucleus. Hiperplasia simple, ditandai dengan peningkatan jumlah kelenjar tetapi arsitektur kelenjar yang teratur. Hiperplasia kompleks, ditandai dengan kelenjar-kelenjar yang ireguler padat. Hiperplasia simple atipikal, ditandai dengan hyperplasia simple dengan adanya atipia sitologi (nucleoli yang prominen dan pleomorfisme nukleus). Serta hyperplasia kompleks dengan atipia, adalah hipeplasia kompleks dengan atipia sitologi.1,6
Sebuah usaha yang bersamaan untuk menggunakan komputer dalam mengklasifikasikan resiko kanker rendah vs tinggi pada lesi endometrium dilakukan berdasarkan hal ini dengan menggunakan sistem klasifikasi yang berasal dari ahli patologi. Ketersediaan software dan hardware untuk computerized morphometry dari jaringan pada akhir 1970-an memungkinkan derajat objektivitas yang lebih tinggi dalam deskripsi histopatologi untuk lesi endomtrium premaligna dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ketika diperagakan secara statistik untuk kepentingan luaran klinis, variabel-variabel prediktif sitologi individual dan arsitektur diukur pada sebuah slide dengan pewarnaan H&E (hematoksilin dan eosin) dapat ditemukan dan divalidasi. Hal ini mencapai puncaknya dalam skor-D, sebuah sistem skoring morfometrik dengan tampilan prediktif kanker yang bagus melebihi apapun yang dilihat sebelumnya. Pelaksanaannya ke dalam praktek, bagaimanapun juga membutuhkan penempatan hasil-hasil morfometri ke dalam sebuah konteks bahwa keduanya dapat dimengerti dan mudah diperoleh oleh ahli-ahli patologi. Hal yang mendasar di Eropa, hal ini telah menjadi referensi laboratorium yang mana morfometri dapat dilakukan pada tempat yang mempunyai fasilitas yang cukup. Baru-baru ini, variabel arsitektur dari
Universitas Sumatera Utara

volume persentase stroma, sebuah ukuran dari kelenjar yang memadati sentral dengan skor-D, telah tergabung sebagai sebuah kunci kriteria EIN yang dideskripsikan di sini.1
Mikrodiseksi untuk target lesi-lesi kecil dalam jaringan yang dilekatkan oleh paraffin memungkinkan korelasi yang tepat antara genetik molekuler dan gambaran histopatologi dari prekanker endometrium. Penelitian molekuler menunjukkan sebuah pola pertumbuhan klonal untuk prekanker endometrium ditetapkan asal fokalitas mereka dan ekspansi sentripetal berikutnya sebagai sifat geometris dari lesi-lesi yang berkembang. Pada saat itu klon-klon yang seperti itu dapat dilihat dibawah mikroskop, ada perubahan yang jelas baik dalam sitologi dan arsitektur bahwa diimbangi mereka dari latar belakang. Ukuran lesi dan perbedaan sitologi lesi dan arsitektur yang terlokalisasi dibandingkan latar belakang endometrium sangat khas yang harus dinilai selama diagnosis rutin dan telah tergabung ke dalam kriteria diagnostik EIN.1,12

Sebuah anjuran resmi untuk skema diagnostik EIN muncul dari realisasi bahwa perubahan histologi ini dilihat dalam perubahan monoklonal prekanker endometrium secara genetik yang serupa terhadap sebelumnya ditegaskan dengan computerized morphometry pada blok-blok dengan pewarnaan H&E seiring dengan kemungkinan terjadinya karsinoma. Penelitian Baak dkk., yaitu membandingkan akurasi prediksi progresivitas penyakit pada molekuler genetik dan EIN berbasiskan morfometri dengan klasifikasi WHO94 pada pasien pada hyperplasia endometrium, didapatkan EIN dapat mendeteksi lesi prekanker (sensitivitas 92%) lebih baik dari hiperplasia atipikal WHO secara kolektif (67%) atau hyperplasia kompleks atipikal saja (46%). Derajat yang tinggi dari relevansi klinis yang dengan segera dibenarkan dengan seri-seri penelitian luaran klinis yang ada sebelumnya, semua nilai prediktif kanker yang divalidasikan dari Skor-D yang orisinil berdasarkan algoritma diagnostik. Sebagaimana metode yang bermacam-macam dan independen dari penemuan yang digabungkan untuk menegaskan kelompok lesi yang kita kenal sekarang sebagai EIN, ini merupakan kesatuan yang dapat didiagnosa dalam beberapa cara. Untuk hal itu dengan akses yang tersedia secara komersial, software QProdit dan morphometry workstation (Leica, Cambridge, UK), lesi EIN dengan skor-D kurang dari nilai ambang 1 diidentifikasi sebagai lesi dengan 27% peluang terjadi bersamaan, atau 46 kali lipat peningkatan resiko untuk terjadinya karsinoma endometrium di masa depan (Gambar 1).1,8
PERBEDAAN HIPERPLASIA DENGAN EIN
Kriteria diagnostik EIN cukup berbeda dari skema hiperplasia WHO yang digunakan sebelumnya dan tidak mempunyai korelasi yang tetap. Penilaian sitologi sebagai atipikal atau
Universitas Sumatera Utara

non-atipikal pada sebuah derajat yang absolut telah digantikan dengan sebuah standar untuk interpretasi sitologi yang relatif (dibandingkan dengan latar belakang internal) pada EIN yang mana atipia klasik tidak perlu dimunculkan, tetapi lebih dari sebuah perubahan pada latar belakang sitologi yang mengambil tempat. Kebanyakan, tetapi tidak semua, lesi-lesi EIN dipisahkan dari kategori atipikal sebelumnya. Pengenalan kriteria ukuran dan konsep asal dari lokalisasi klonal dalam EIN memungkinkan diagnosis pada lesi-lesi resiko tinggi yang sebelumnya diabaikan. Dalam prakteknya, penilaian diagnosis hiperplasia selalu bervariasi di antara ahli-ahli patologi.1 Hiperplasia kompleks non-atipikal, dapat salah satunya menjadi sangat umum atau sangat jarang diminta dalam diagnosis. Hal ini mempunyai dampak yang substansial mengenai bagaimana pola praktek sebelumnya akan berhubungan dengan standarisasi yang lebih pada kelompok EIN.
Gambar 2 Progresivitas kanker jangka panjang pada wanita dengan EIN. Luaran bona fide kanker yang terjadi lebih dari satu tahun setelah diagnosis EIN adalah kejadian progresif dari sebuah fase premaligna ke penyakit maligna. Progresifitas ke kanker lebih dari satu tahun diikuti dengan diagnosis EIN adalah 45 kali lebih sering dibandingkan pada wanita tanpa EIN. Perhatikan kecepatan munculnya kanker mengindikasikan bahwa dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk EIN berkembang menjadi adenokarsinoma. 477 wanita dengan hiperplasia endometrium dikelompokan kembali ke dalam kategori EIN vs non-EIN. 2/359 non EIN dan 22/118 kasus EIN berkembang menjadi adenokarsinoma.2
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Korelasi diagnostik WHO dan EIN. Bagian berwarna abu-abu dari grafik batang menunjukkan rata-rata persentase pada masing-masing kelas hiperplasia WHO yang akan didiagnosa sebagai EIN. Hiperplasia WHO yang tinggal tidak terdiagnosa sebagai EIN (putih) akan ditentukan sebagai paparan estrogen yang tidak diimbangi progesteron (anovulasi), polip dan kategori-kategori lain. Diagram pie menunjukkan kontribusi relatif dari masing-masing tipe hiperplasia ke dalam kategori diagnostik EIN di dalam seri-seri penelitian 97 kasus dengan 28 contoh EIN.2
PASIEN DENGAN RESIKO
Karsinogenesis merupakan suatu proses multitahap yang melibatkan keadaan yang berturutturut seperti inisiasi, promosi, dan progresivitas lesi-lesi dari epitel yang normal menjadi benigna dan tumor maligna. Masing-masing tahap diikuti dengan variasi perubahan biokimia, morfologi, dan perubahan sitologi, merupakan hasil dari perubahan kuantitatif atau kualitatif pada gen-gen seluler yang bervariasi.9
Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor endokrin Faktor-faktor resiko endokrin untuk terjadinya prekanker endometrium pada prinsipnya mirip dengan adenokarsinoma endometrium endometrioid, dengan estrogen bertindak sebagai promoter dan progestin sebagai protektor. Pada uji intervensi Estrogen/Progestin pasca menopause (PEPI), 12% wanita yang menerima estrogen tidak diimbangi oleh pemberian progesteron berkembang menjadi hiperplasia atipikal selama periode pemantauan 3 tahun dibandingkan 0% dengan kontrol placebo. Resiko estrogen ditiadakan dengan menambahkan progestin seperti medroxyprogesterone acetate, yang melindungi terhadap perkembangan hiperplasia endometrium, dan ketika diberikan dalam bentuk kontrasepsi oral dosis rendah kombinasi dapat mengurangi resiko kanker endometrium.1
FAKTOR-FAKTOR RESIKO GENETIK Endometrium sangat proliferatif dan mempunyai jaringan yang regeneratif secara siklis yang mana kehilangan fungsi tumor suppressor gene PTEN, dan dimulainya multitahap karsinogenesis. Kehilangan fungsi PTEN terjadi sekitar 50% dari semua karsinoma endometrium, meningkat menjadi 83%, untuk tumor-tumor dengan lesi-lesi premaligan yang berdekatan.4 Lesi-lesi EIN yang sporadik merupakan prekursor dari subset karsinoma endometrium yang digolongkan sebagai diferensiasi endometrioid, inaktivasi gen PTEN dan instabilitas mikrosatelit. Inaktivasi gen PTEN terjadi pada tingkat-tingkat yang berbeda dari perkembangan tumor dan dapat menyebabkan fungsi-fungsi yang berbeda, bergantung dengan tipe sel. Kehilangan ekspresi PTEN dalam mayotitas karsinoma endometrioid dan dalam lesi prekanker, mungkin merupakan tingkat yang paling awal dari lesi prekanker. Walaupun ada sedikit penelitian yang melaporkan histologi prekanker yang terlihat pada wanita dengan resiko kanker endometrium herediter, sangat beralasan untuk menganggap bahwa kanker endometrium familial dengan ciri khas ini dapat mengangkut fase premaligna EIN yang sebanding. Kanker non-poliposis herediter (HNPCC), disebabkan oleh abnormalitas dari faktor-faktor yang terlibat dalam DNA mismatch repair, merupakan sebuah kondisi autosomal dominant yang memberikan resiko seumur hidup 60% untuk terjadinya kanker endometrium, secara umum dari tipe endometrioid, dengan >75?% menunjukkan instabilitas mikrosatelit, dan 68% telah kehilangan fungsi tumor suppressor PTEN. Tumor-tumor ini terjadi pada ratarata 30 tahun lebih awal dibandingkan aksi sporadik mereka, hal ini membuat rekomendasi manajemen sekarang untuk memulai biopsi endometrium tahunan atau semi tahunan dengan umur 30-35 tahun. Sebuah sindroma kanker turun temurun yang kedua ditandai dengan
Universitas Sumatera Utara

peningkatan resiko untuk tipe kanker endometrium dengan fase premaligna EIN adalah sindroma Cowden, disebabkan transmisi germline dari sebuah alel PTEN yang mutan.1,11 Deteksi dini dan pengobatan penyakit endometrium premaligna merupakan sebuah hal yang utama pada terapi kanker endometrium. Resiko seumur hidup untuk terjadinya kanker endometrium adalah 2,4% di Amerika Serikat, terutama sebuah penyakit sporadik yang digerakkan oleh interaksi kompleks antara lesi-lesi genetik yang diperoleh secara somatik dan faktor-faktor seleksi hormonal yang mengelilinginya. Mayoritas kanker endometrium ditemukan ketika pasien dijumpai perdarahan yang simtomatik, diikuti dengan diagnostik biopsi endometrium. Dalam keadaan ini, 21% adenokarsinoma endometrium pada waktu diagnosis inisial telah meluas melewati myometrium terdekat, telah meluas ke serviks (Stadium 2, 5,8%), kelenjar getah bening regional atau jaringan ekstrauterin (Stadium 3, 7,7%) atau metastasis jauh (Stadium 4, 8,3%). Jika terdeteksi lebih awal, banyak pasien ini dapat mencapai penyembuhan secara pembedahan dengan histerektomi saja.1
FAKTOR-FAKTOR RESIKO EPIDEMIOLOGI

EIN mempunyai faktor-faktor resiko yang sama terhadap kanker endometrium tipe endometrioid. Khususnya, wanita yang obesitas mempunyai kemungkinan peningkatan resiko berkembangnya EIN. Hubungan antara obesitas dan proliferasi endometrium sepertinya sekunder akibat peningkatan konversi estrogen di dalam jaringan adiposa perifer.1
FAKTOR-FAKTOR RESIKO MEDIKASI
Lebih banyak wanita yang memakai tamoksifen sekarang dibandingkan sebelumnya, dihadapan data yang menganjurkan tamoksifen dapat menurunkan insidens kanker payudara pada wanita dengan resiko tinggi (tetapi tidak perlu mempunyai penyakit sendiri). Ketika tamoksifen bertindak sebagai antagonis estrogen di payudara, hal itu dihubungkan dengan beberapa perubahan keadaan benigna dan maligna dari endometrium, termasuk EIN.1
SKRINING DAN DETEKSI
HISTEROSKOPI DAN SONOGRAFI Visualisasi endometrium dengan histeroskopi atau ultrasonografi transvaginal dapat berguna sebagai tambahan terhadap biopsi, tetapi dalam praktek hal ini bukan merupakan standar. Biopsi endometrium yang dipandu oleh histeroskopi membuat meningkatnya penampilan
Universitas Sumatera Utara

dalam keadaan klinis dimana dokter sangat nyaman dengan teknologi ini. Sebuah garis endometrium yang halus dan regular pada pemeriksaan histeroskopi dapat meyakinkan klinisi bahwa karsinoma yang tersembunyi tidak terlewatkan dan panduan visual langsung dapat memperbaiki akses pada region-regio yang jauh dari kavum uteri dengan permukaan yang ireguler.Ultrasonografi transvaginal adalah skrining yang tidak sensitif dan non spesifik untuk kanker endometrium dan hanya sedikit data yang diperoleh dalam mendeteksi lesi-lesi EIN yang kecil secara fisik. Sensitivitas deteksi kanker untuk ultrasonografi transvaginal dengan nilai ambang ketebalan endometrium kurang dari 6 mm hanya 17%; dan 33% untuk nilai ambang kurang dari 5 mm. Spesifisitas sangat rendah, membuat hal ini sangat mahal (selama follow-up terdapat sejumlah positif palsu) seperti halnya tesnya yang tidak sensitif. Ultrasonografi bagaimanapun juga, mengidentifikasi abnormalitas yang menyertai kavum sehingga dapat mempersulit akses untuk pengambilan sampel.1
PENGAMBILAN SAMPEL ENDOMETRIUM
Biopsi dan kuretase endometrium masih merupakan alat diagnostik primer untuk mengevaluasi penyakit endometrium yang potensial. Hal ini merupakan prosedur yang invasif, dapat menyebabkan kram dan perdarahan serta dapat terjadi resiko perforasi uteri atau kontaminasi cavum uteri dengan bakteri-bakteri patogen. Untuk alasan ini, pengambilan sampel endometrium tidak bisa dianggap sebagai tes skrining, tetapi cukup merupakan prosedur yang dilakukan dalam rangka simtom-simtom spesifik atau faktor-faktor resiko kanker. Keadaan yang paling umum dimana EIN dari biopsi endometrium adalah meningkatnya iregularitas menstruasi pada seorang wanita perimenopause. Memasukkan alatalat biopsi Pipelle, tidak seperti kuretase yang tidak memerlukan dilatasi serviks dan anestesia, sehingga dapat menurunkan biaya dan morbiditas pada pengambilan sampel endometrium. Biopsi Pipelle pada pasien-pasien rawat jalan paling sering dilakukan sebagai prosedur pengambilan sampel endometrium.
Alat pengambilan sampel
Pengambilan sampel endometrium transervikal merupakan cara yang utama untuk diagnosis endometrium. Pengambilan sampel yang adekuat menjadi perhatian khusus dengan menentukan lokasi lesi EIN yang tidak seragam ada pada semua fragmen. Cakupan
Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi oleh alat yang digunakan, dengan panduan histeroskopi atau ultrasonografi, penampilan operator dan anatomi uterus. Kekurangan histerektomi, tidak ada strategi pengambilan sampel yang sangat mudah dan aman. Jika ada hal klinis atau patologi pada sampel yang tersedia tidak adekuat atau non-representatif, proses diagnostik menjadi tidak lengkap dan pengambilan sampel ulang harus dilakukan. Diwajibkan terhadap ahli patologi untuk dapat mengerti dengan jelas sumber pengambilan sampel dan kesalahan interpretasi, dan bagaimana hal ini mempengaruhi pilihan untuk prosedur follow-up diagnostik dan untuk disampaikan secara jelas kepada klinisi.
Gambar 4
Kuretase dengan sendok kuret tajam merupakan metode yang sering dilakukan, tetapi mempunyai kekurangan karena membutuhkan dilatasi serviks dan anestesia. Untuk lesi-lesi ini yang terdistribusi atau tempat asalnya khusus relevan dengan manajemen, tambahan yang terpisah dari kuretase bertingkat pada endometrium dan endoservikal (‘kuretase bertingkat’) dapat memudahkan pemecahan fisik pada tempat-tempat yang terlibat. Kuretase tidak tanpa keterbatasan, bagaimanapun juga, pengambilan sampel yang kurang dari setengah kavum uteri ada sekitar 60% kasus. Instrumen biopsi Pipelle, merupakan sebuah kanula fleksibel dengan diameter 3,2 mm yang mengaspirasi sekitar 1,5-2 mm ‘inti’ jaringan dan menyapu permukaan endometrium, karena cukup kecil sehingga dilator serviks tidak dibutuhkan. Karena tidak memerlukan anestesia, sehingga dapat digunakan dengan mudah pada praktek pribadi dan lebih nyaman pada pasien dibandingkan menggunakan kuretase tajam atau biopsi aspirasi Vabra. Keuntungan klinis ini telah menjadikan penggunaan luas instrumen Pipelle pada banyak pasien-pasien rawat jalan. Penelitian oleh Norzilawati dkk, dengan membandingkan Vabra aspirator dengan alat biospi Pipelle untuk pengambilan sampel endometrium rawat jalan, menemukan bahwa alat biopsi Pipelle lebih efektif dibandingkan Vabra aspirator dalam memperoleh sampel endometrium untuk diagnosa histologis (98.7% vs 88.7%, p = 0,02).1, 13
Universitas Sumatera Utara

Gambar 5

Sekarang banyak penelitian membandingkan adekuasi pengambilan sampel endometrium antara biopsi Pipelle dengan kuretase. Di dalam pengumpulan, adekuasi jaringan dan akurasi diagnostik membuat Pipelle lebih baik dengan beberapa caveats khusus. Lesi-lesi massa secara fisik yang mengenai kavum uteri, seperti polip atau leiomyomata uterus, dapat dihindari atau disingkirkan karena fleksibilitas alat Pipelle. Mengenai pengertian kondisi yang mendasari ini dapat diperoleh dengan penelitian ultrasonografi atau pemeriksaan fisik dan kesalahan pengambilan sampel dikurangi dengan pemakaian alat pengambilan sampel yang rigid atau dengan panduan histeroskopi. Keseluruhan senstivitas/ spesifisitas pada diagnosis prekanker endometrium (hiperplasia atipikal) adalah 82-200% untuk Pipelle, 67-99,8% untuk aspirasi Vabra. Deteksi karsinoma endometrium, secara umum untuk lesi-lesi yang besar, tetap lebih sensitif, 99,6% untuk Pipelle dan 97,1% untuk aspirasi Vabra.1 Biopsi histeroskopik adalah bentuk biopsi dengan jaringan yang paling sedikit, berdasarkan pemilihan target yang akurat dibandingkan meluasnya cakupan biopsi untuk meminimalisir kesalahan pengambilan sampel. Dalam kasus lesi-lesi EIN secara fisik kecil dan tidak jelas, sebuah sampel random yang lebih besar dapat menguntungkan. Kecil, sering hancur, fragmen-fragmen jaringan dihasilkan oleh jepitan-jepitan yang sangat kecil dengan menggunakan alat biopsi histeroskopik yang membuat tantangan diagnostik terhadap ahli-ahli patologi.1
Universitas Sumatera Utara

http://www.kbbiosystem.com/KB_Besch_Pipelle.htm Gambar 6
Tidak hanya interpretasi yang selalu terganggu oleh artifak tapi juga latar belakang yang perlu untuk dibedakan dari lesi EIN yang terlokalisir dapat terlewatkan atau kurang baik ditampilkan.
Adekuasi Spesimen Ukuran fragmen jaringan, kualitas teknik pemrosesan dan ada atau tidaknya faktor-faktor pengganggu potensial akan menentukan derajat kepercayaan bahwa sebuah lesi EIN dapat
Universitas Sumatera Utara

dikenal atau disingkirkan di dalam sebuah sampel individual. Merupakan hal yang umum untuk menerima spesimen yang agak sedikit dari wanita-wanita pasca menopause yang endometriumnya atrofik atau inaktif. Kebanyakan hal ini menjadi sederhana karena specimenspesimen yang sedikit yang mana tidak ada temuan dengan kecurigaan terhadap EIN atau adenokarsinoma. Sebuah kasus spesial ketika dinyatakan kuretase endometrium tidak mengandung jaringan endometrium sama sekali, tapi mungkin hanya material yang berasal dari sumber endoserviks atau vagina. Sebuah pernyataan yang spesifik bahwa tidak ada jaringan endometrium yang diidentifikasi akan membuat hati-hati para klinisi terhadap masalah dalam melakukan pengambilan sampel. Rekomendasi yang spesifik untuk lesi-lesi kecil subdiagnostik atau yang telah dirawat secara hormonal ditunjukkan pada tabel 17.3. Beberapa spesimen yang inadekuat seharusnya dilakukan pengambilan sampel ulang. Interpretasi masalah-masalah pada jaringan yang kecil dan hancur hasil dari biopsi histeroskopik dapat dipecahkan dengan pengambilan sampel dengan metode Pipelle atau kuretase, keduanya memberikan hasil dengan artifak yang cenderung berkurang dan memberikan gambaran yang luas dari kompartemen endometrium. Jika area ini di dalamnya ada polip, kuretase follow-up dapat dilakukan untuk memperoleh lesi yang lebih banyak dibandingkan penggunaan alat biopsi Pipelle yang fleksibel. Selalu ditetapkan dengan jelas kepada klinisi tentang cirri khas spesimen yang dicurigai, tetapi subdiagnostik untuk EIN.
PATOLOGI EIN
Dasar Pemikiran Ketika ahli patologi Jerman Koch mengembangkan sebuah rangkaian postulat yang harus dipenuhi dalam rangka pembuktian patogenesis secara ilmu pengetahuan pada penyakit yang disebabkan oleh organisme infeksious spesifik, postulat-postulat yang sama dapat dirumuskan untuk penyakit premaligna. Kami disini mendaftarkan prediksi yang akan ditemukan untuk relevansi klinis dan kategori yang berbeda secara biologi pada prekanker endometrium, semuanya telah dipenuhi dalam kasus EIN.
Kriteria 1 : EIN berbeda dari jaringan yang normal EIN merupakan neoplasma yang bona fide, terdiri dari sebuah pertumbuhan monoklonal dari sebuah sel tunggal yang bertransformasi dari sumber lapangan poliklonal. Klon-klon benigna yang berekspansi ini mempunyai hanya sebuah keuntungan yang kecil di atas jaringan endometrium yang normal dan tidak adanya tambahan kerusakan genetik kekurangan
Universitas Sumatera Utara

kemampuan untuk menginvasi atau bermetastase. Lesi-lesi dengan instabilitas mikrosatelit mempunyai genotip-genotip marker yang berbeda dibandingkan sumber jaringan-jaringan yang normal.
Kriteria 2 : EIN terdiri dari beberapa, tapi tidak semua tampilan karsinoma Sel-sel di dalam stadium dini dari karsinogenesis endometrium seharusnya mempunyai beberapa gambaran yang dapat membedakan mereka dari jaringan normal dan disimpan selama progresivitas menetapkan mereka sebagai progenitor fisik karsinoma. Baik EIN dan karsinoma endometrium adalah lesi-lesi monoklonal dan marker-marker mereka digolongkan dari monoklonalitas (inaktivasi non random dari sebuah salinan kromosom X khusus, adanya mikrosatelit yang khusus berubah) dipelihara antara EIN dan lesi-lesi karsinoma dari pasien individual. Perubahan genetik pada gen spesifik yang terlibat dalam karsinogenesis endometrium telah ditunjukkan untuk dipelihara antara EIN dan karsinoma yang terjadi pada pasien individual. Hal ini benar untuk inaktivasi tumor suppressor gene PTEN, mutasi onkogen K-ras dan inaktivasi epigenetik dari DNA repair gene MLH1: 63% lesi-lesi EIN sebagai contoh, telah kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan tumor suppressor protein dari gen PTEN, sebuah fenotipik yang menangggung lebih dari 80% kanker endometrium.
Kriteria 3 : EIN dapat didiagnosa Kriteria diagnostik yang dapat diaplikasi untuk praktek patologi rutin ditampilkan di bawah. Sebagai tambahan ada referensi yang objektif untuk standar diagnosis EIN dalam computerized histomorphometry dari slide-slide dengan pewarnaan H&E. Karakteristik sitologi dan arsitektur pada jaringan-jaringan dengan pewarnaan H&E diukur dengan menghitung skor-D dikatakan EIN bila nilai ambang kurang dari 1,0.
Kriteria 4 : EIN meningkatkan resiko terjadinya karsinoma Luaran klinis yang tersedia telah menerapkan analisis gambaran patologi endometrium untuk mengidentifikasi subset pada wanita dengan EIN dan berkorelasi dengan diagnosis ini untuk terjadinya karsinoma di masa depan atau bersamaan. Beberapa 26% wanita yang didiagnosa dengan EIN telah menderita kanker pada waktu diagnosa ditegakkan dan sisanya mempunyai 46 kali lipat peningkatan resiko kanker pada tahun-tahun berikutnya. (Gambar 1).
Kriteria 5: Mekanisme genetik dan hormonal pada kejadian karsinogenesis di dalam EIN
Universitas Sumatera Utara


Ekspresi endometrium dari tumor suppressor gene PTEN secara normal meningkat di dalam lingkungan estrogenik. Kebutuhan fungsional ini untuk peningkatan aktivitas tumor suppressor pada PTEN di bawah kondisi yang kaya estrogen tidak dapat dijumpai pada lesilesi EIN dengan defek pada PTEN. Dengan demikian, kebanyakan lesi-lesi EIN (yang 63% dengan kehilangan protein PTEN) akan mempunyai defek respons tumor suppressor terhadap estrogen. Sesuai, jika efek mitogenik dari estrogen dikurangi oleh progestin, kelenjar endometrium dengan PTEN mutan mengalami involusi selektif relatif terhadap kelenjar yang PTEN-nya utuh.
Kriteria 6: Masuknya genotip EIN ke dalam hewan menyebabkan terjadinya lesi premaligna dan meningkatkan resiko kanker Beberapa 63% lesi-lesi EIN meliputi sel-sel yang defek didalam produksi produk tumor suppressor gene PTEN. Tikus dengan PTEN mutan yang heterozigot secara seragam (100%) mengalami hiperplasia endometrium, dan 21% dari ini berkembang menjadi karsinoma.
BIOMARKER
Antibodi-antibodi anti PTEN pertama kali tersedia secara komersial “pewarnaan spesial” untuk penyakit endometrium endometrioid neoplastik (tipe I). Imunohistokimia jaringan paraffin dengan antibodi anti-PTEN 6H2.1 (Cascade Biosciences, Winchester, MA) menunjukkan bahwa lebih dari setengah adenorkarsinoma endometrium endometrioid dan lesi-lesi prekursor mereka, EIN telah kehilangan protein PTEN karena mutasi genomik atau inaktivasi delesi. Banyak antibodi-antibodi anti-PTEN yang tersedia secara komersial tidak bekerja pada jaringan yang dilengketkan dengan paraffin. Sebuah protokol kerja untuk keberhasilan penggunaan antibodi 6H2.1 tersedia secara online pada www.endometrium.org. Masalah yang paling sering adalah ketidakadekuatan antigen retrieval, gagalnya menginkubasi antibodi primer selama semalam pada suhu 4oC, titrasi antibodi yang terlalu rendah (penggunaan 1:100 untuk blok-blok yang lebih tua), pengunaan blok-blok yang lebih tua (harus dipotong dan digunakan dalam hari-hari), kurang adekuatnya kontrol untuk mengenal apakah bekerja atau tidak dan penggunaan counterstain gelap yang kabur. Dianjurkan berhati-hati dalam menggunakan imunohistokimia PTEN untuk membuat diagnosis pasien individual. Lesi yang insensitif (setengah lesi-lesi EIN mempunyai ekspresi
Universitas Sumatera Utara

PTEN yang normal) dan nonspesifik (lebih dari sepertiga endometrium yang berproliferasi normal dan endometrium anovulasi mengandung kelenjar-kelenjar PTEN null) marker untuk EIN. Ekpresi PTEN dipengaruhi banyak oleh endokrin dan keadaan klinis yang mana digunakan. Ekspresi PTEN pada endometrium yang normal banyak berkurang atau hilang dalam kelenjar fase sekresi atau atrofi. Absennya ekspresi dalam keadaan ini tidak bisa disamakan dengan kehilangan fungsi. Yang paling sesuai, sebuah lingkungan estrogenik meningkatkan stroma endometrium dan ekspresi PTEN kelenjar yang normal, memperbaiki perbedaan dengan sebuah klon yang PTEN-nya mutan terlokalisir.
Gambar 7 Kehilangan
Imunohistokimia PTEN dapat, bagaimanapun juga, merupakan sebuah alat pendidikan yang berguna bagi ahli-ahli patologi untuk menggambarkan peluasan dan konfigurasi klon-klon mutan dan hubungannya dengan gambaran ini pada slide-slide dengan pewarnaan rutin. Gambar 7 menunjukkan lesi EIN dengan pewarnaan H&E yang dicocokkan dengan
Universitas Sumatera Utara

gambaran imunohistokimia PTEN untuk membatasi lesi-lesi prekanker klonal dengan resolusi sel tunggal. Imunohistokimia tidak rutin atau diharuskan sebagai bagian diagnosis EIN. Sesungguhnya ada beberapa gen-gen yang diinaktifkan dalam karsinogenesis endometrium yang terjadi selama fase premaligna dan dapat dideteksi di dalam lesi EIN, tetapi bila ada tidak mempunyai nilai diagnostik dan kebanyakan tidak dapat dicapai tanpa fasilitas yang spesial. Instabilitas mikrosatelit disebabkan inaktivasi epigenetik dari gen MLH1 yang diikuti dengan 17-23% karsinoma endometrium sporadik, dan dapat terlihat di dalam lesi premaligna. Analisis DNA langsung dibutuhkan untuk deteksi instabilitas mikrosatelit, walaupun imunohistokimia MLH1 menunjukkan kehilangan protein pada kebanyakan kasus-kasus ini. Mutasi K-ras terjadi dalam 16-20% dari lesi-lesi endometrium premaligna, tetapi prevalensi ini terlalu rendah untuk patognomonik secara diagmostik dan deteksinya membutuhkan sekuensi langsung dibandingkan imunohistokimia p53, sebuah tumor suppressor yang secara umum diinaktifkan dalam karsinoma endometrium serosa papiler, hanya sangat jarang diinaktifkan pada karsinoma endometrioid dan lesi-lesi EIN.
SEBUAH MODEL DENGAN KOMBINASI MOLEKULER DAN HISTOPATOLOGI UNTUK EIN
Fase Laten, fase premaligna dan maligna EIN diperantarai karsinogenesis endometrium digambarkan secara diagram pada gambar 2.
Gambar 8. Asal klonal dari EIN. Perubahan genetik pertama kali (seperti inaktivasi PTEN) yang menginisiasi karsinogenesis endometrium yang tidak diikuti oleh perubahan fenotipik apapun pada tingkat mikroskopik. Fase ‘laten’ secara sitologi dan
Universitas Sumatera Utara

arsitektur normal tetapi secara genetik, sel yang berubah dapat persisten selama bertahun-tahun pada wanita dengan menstruasi yang normal. Resiko kanker yang rendah, dikombinasi dengan kurangnya dasar pemikiran respons terapeutik, sebagai alasan bahwa skrining sistematis dan pengobatan lesi-lesi pada fase’laten’ tidak dibenarkan pada waktu sekarang. Seiring dengan kerusakan genetik tambahan berakumulasi. Klon-klon mutan resiko tinggi yang mengalami perubahan morfologi menyatakan diri mereka dengan mendemosntrasikan perubahan arsitektur dan sitologi yang dapat dibedakan dengan EIN. Transformasi maligna lesi-lesi EIN, yang terjadi sedikitnya 46 kali lebih sering dibandingkan jaringan non-EIN (Gambar 1), memerlukan diagnosis dan pengobatan yang teliti. Perubahan endokrin pada resiko kanker endometrium bertindak sesuai dengan fase laten dan EIN dari rangkaian ini dengan merusak keseimbangan antara ekspansi klonal vs involusi.
Hampir setengah dari wanita yang tampaknya normal, secara histologi terdapat proliferasi endometrium yang tidak bermakna dan mengandung sebuah fraksi kecil dari (tumor suppressor gene PTEN) kelenjar-kelenjar endometrium yang mutan. Fase ini dapat ditafsirkan sebagai ‘laten’ karena tidak hanya kelenjar-kelenjar mutan tampak sepenuhnya normal di bawah mikroskop tapi juga berkembang menjadi EIN dan kanker dengan efisiensi yang rendah. Fase laten ini dapat persisten selama bertahun-tahun, dengan tetap adanya kelenjarkelenjar mutan yang terserak dan berselang-seling setelah siklus menstruasi yang banyak. Kelenjar-kelenjar mutan mungkin digambarkan dalam populasi cadangan sel-sel yang tumbuh kembali sebagai lapisan fungsionalis baru pada masing-masing bulan. Faktor-faktor endokrin yang bertindak pada ‘prekanker laten’ ini untuk mengubah involusi, atau progresifitas menuju EIN. Transisi ke EIN membutuhkan akumulasi tambahan kerusakan genetik, sedikitnya satu sel ‘prekanker laten’ yang kemudian secara klonal berekspansi dari asalnya (ditunjukkan oleh tanda panah) untuk membentuk pengelompokan yang bersebelahan pada kelenjar yang tersusun padat dan secara sitologi berubah dikenal sebagai EIN. Monoklonal prekanker (EIN) berkembang secara heterogenitas internal melalui mutasi dan kejadian-kejadian yang menguntungkan dipilih oleh kondisi lokal dan menghasilkan subklon-subklon hierarki (dari kiri ke kanan) dengan keberhasilan yang bervariasi. Lesi-lesi EIN hanya mempunyai peningkatan yang sedikit pada pertumbuhan yang potensial dan menyimpan kerentanan untuk perubahan pertumbuhan yang lebih jauh oleh faktor-faktor hormonal. Beberapa berinvolusi. Yang lain, melalui tambahan mutasi dan seleksi, mencapai sebuah stadium dimana dukungan hormonal tidak lagi dibutuhkan untuk bertahan hidup. Transformasi maligna ke kanker ditegaskan dengan akumulasi kerusakan genetik yang cukup untuk memungkinkan invasi pada jaringan stroma yang terdekat.
Universitas Sumatera Utara

KRITERIA DIAGNOSTIK EIN

Sebuah kerangka kerja untuk diagnosis EIN ditunjukkan pada Tabel 1. Khususnya pembagian yang jelas pada perubahan endometrium yang disebabkan paparan estrogen tanpa diimbangi oleh pemberian progesteron dan karsinoma, dari EIN.

Tabel 3. Skema diagnostik EIN

Nomenklatur EIN Perubahan arsitektur benigna pada paparan estrogen yang tidak diimbangi progesterone EIN : Endometrial Intraepitelial Neoplasia Karsinoma

Topografi Difus
Fokal progresif ke difus Fokal progresif ke difus

Kategori fungsional Efek estrogen
Prekanker Kanker

Pengobatan Terapi Hormonal
Hormonal atau pembedahan Stadium berdasarkan pembedahan

Tofografi EIN Distribusi sebuah lesi berguna untuk membedakan antara difus, efek field-wide, dari sebuah lingkungan hormonal yang abnormal (anovulasi, efek estrogen yang persisten), perubahan permukaan sekunder karena stromal breakdown dan EIN yang lebih fokal (Gambar 9). Asal klonal dari sebuah sel tunggal membutuhkan lesi-lesi EIN untuk memulai proses lokal di dalam kompartemen endometrium. Lesi-lesi EIN dini mudah didiagnosa karena perbedaan mereka dalam arsitektur dan sitologi dengan latar belakang dari mana mereka muncul. Seiring dengan waktu, lesi-lesi EIN dapat sepenuhnya menutupi latar belakang endometrium, dengan demikian memindahkan lesi ke latar belakang yang sesuai dan berbeda secara morfologi, yang membantu dalam menegakkan diagnosa EIN. Untuk alasan ini, atau karena fragmentasi, banyak lesi-lesi EIN harus didiagnosa tanpa perbandingan dengan jaringan benigna yang menyertainya. Menyingkirkan artifak dan evaluasi yang teliti pada gambaran arsitektur dan sitologi pada EIN selalu membuat diagnosa akurat dalam keadaan ini.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10
Kriteria Diagnostik EIN Semua kriteria diagnostik pada Tabel 2, yang didaftarkan di bawah, harus berurutan untuk menegakkan diagnosa EIN. Keseluruhan slide seharusnya pertama kali diperiksa dengan teliti di bawah pembesaran rendah untuk lesi-lesi yang terlokalisir dan, jika ditemukan, area ini diperiksa di bawah pembesaran tinggi untuk menilai perubahan yang mungkin dalam sitologi pada fokus arsitektur yang berbeda. Lesi-lesi EIN yang tersebar luas telah menggantikan keseluruhan kompartemen endometrium dan cenderung untuk mempunyai sitologi atipikal yang cukup bahwa latar belakang endometrium yang normal tidak lagi dibutuhkan sebagai titik referensi untuk diagnosa yang akurat. Ukuran, arsitektur, dan gambaran sitologi adalah kriteria diagnostik yang mudah dari EIN. Kebanyakan lebih sulit untuk menyingkirkan mimic-mimic benigna, dan adenokarsinoma dari diferensial diagnosis. Tidak ada aturan yang sederhana untuk menyingkirkan mimic benigna. Demarkasi yang konsisten pada ambang EIN-adenokarsinoma tetap penting secara klinis karena memberikan sebuah dasar untuk klinisi dalam mengevaluasi resiko untuk memilih terapi hormonal dibandingkan terapi pembedahan pada pasien-pasien yang lebih muda dan ingin mempertahankan fertilitasnya. Diagnostik spesial yang menantang, seperti membedakan EIN di dalam polip, interpretasi subdiagnostik lesi-lesi yang kecil atau berfragmentasi dan interpretasi lesi-lesi dengan diferensiasi non-endometrioid yang mempunyai caveat spesifik yang ditampilkan di bawah yang seharusnya dipelajari lebih teliti.
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Kriteria Diagnostik EIN Kriteria EIN
Arsitektur Sitologi
Ukuran > 1 mm Mimik yang disingkirkan
Kanker yang disingkirkan

Uraian
Area kelenjar lebih luas dari stroma Perbedaan secara sitologi antara fokus yang padat secara arsitektur dan latar belakang, atau abnormal tidak jelas Dimensi linear maksimum melebihi 1 mm Kondisi Benigna dengan kriteria tumpang tindih: basalis, sekretori, polip, perbaikan, dll. Karsinoma jika kelenjar mazelike, area yang solid, kelenjar poligonal seperti mosaik, myoinvasi atau cribriformis yang nyata.

Arsitektur Area kelenjar melebihi area stroma. Sebuah gambaran arsitektur utama pada prekanker endometrium adalah kelenjar yang sangat padat, dengan nilai ambang cutoff kuantitatif untuk lesi-lesi EIN kurang dari setengah area jaringan yang ditempati oleh stroma (volume persentase stroma atau VPS). Area dengan kista-kista dominan yang besar seharusnya dihindarkan dalam membuat penilaian ini. Walaupun EIN merupakan sebuah penyakit epitel, penilaian visual pada kelenjar-kelenjar sendiri sangat rumit karena pergeseran artifaktual yang sering dari stroma yang berhubungan, pewarnaan pucat pada kebanyakan epitel dan tampakan berkilauan antara epitel-epitel kelenjar dan lumen-lumen. Hal ini dapat dihindarkan dengan memfokuskan pada kompartemen stroma, yang mempunyai keuntungan yang nyata pada komposisi yang lebih seragam di seluruh spesimen serta kualitas pewarnaan yang lebih baik. Dengan memfokuskan pada stroma sendiri, hanya fragmen-fragmen yang utuh di dalam stroma yang tidak avulsi pada kelenjar yang akan dievaluasi dan contoh-contoh histologi pada densitas stroma yang bervariasi akan membantu melatih mata anda untuk mengklasifikasikan materi pasien seperti di atas atau di bawah nilai ambang diagnostik. Lesi-lesi EIN cenderung untuk berkelompok dengan median volume persentase stroma sekitar 40% dan kelompok lesilesi non-EIN (benigna) rata-rata 75%. Perbedaan ini cukup besar menunjukkan penilaian visual oleh mata yang terlatih sangat informatif.

Universitas Sumatera Utara

Sitologi Sitologi pada area yang padat secara arsitektur berbeda dari latar belakang, atau jelas abnormal: Hal ini tidak merupakan standar absolut untuk gambaran sitologi pada lesi-lesi EIN, tetapi sitologi EIN selalu dengan demarkasi yang jelas berbeda dari jaringan endometrium benigna yang bersamaan ada pada pasien yang sama (Gambar 8).
Gambar 8 Perilaku perubahan sitologi EIN bervariasi sekali dari pasien ke pasien dan dapat termasuk, tetapi tidak terbatas kepada, peningkatan variasi dalam ukuran nukleus dan kontur, bergumpal atau tekstur kromatin granular, perubahan dalam nukleoli, perubahan dalam rasio nukleus/sitoplasma dan perubahan diferensiasi sitoplasmik (Gambar 9).
Universitas Sumatera Utara

Keadaan yang mirip dideskripsikan sebagai sitologi atipia, seperti nucleus yang bundar dan munculnya nukleoli yang dijumpai pada banyak tetapi tidak semua lesi EIN.
Gambar 9 Dalam pengertian ini, sebuah tampilan yang terfiksir dari sitologi atipia tidak merupakan sebuah prasyarat untuk EIN. Usaha untuk mendefinisikan standar absolut dikacaukan oleh morphology plasticity sel-sel kelenjar-kelenjar endometrium dibawah perubahan hormonal, perbaikan dan diferensiasi kondisi. Perubahan-perubahan sitologi pada beberapa lesi-lesi EIN adalah manifestasi perubahan keadaan diferensiasi ke mucinosa tuba, mikropapiler atau eosinofilik. Hal ini harus dibedakan dari pola yang terserak acak secara hormonal, atau metaplasia yang menginduksi perbaikan permukaan lokal. Rincian yang lebih jauh bagaimana menginterpretasikan lesi-lesi non endometrioid yang ada pada potongan Pitfall di bawah. Dalam kasus-kasus ini dengan tidak adanya kelenjar-kelenjar normal untuk referensi internal, sangat perlu untuk menilai sitologi yang berdiri sendiri dari fragmen-fragmen yang relevan pada gambaran arsitektur. Beberapa lesi-lesi EIN menempati keseluruhan sampel jaringan dan seharusnya tidak underdiagnosis karena kekurangan jaringan benigna yang sesuai dalam area.
Universitas Sumatera Utara

Ukuran > 1 mm dalam dimensi maksimum; diagnosa EIN yang akurat membutuhkan kelenjarkelenjar pada lapangan yang berdekatan dan cukup besar untuk memungkinkan penilaian arsitektur yang dapat dipercaya. Sebuah ukuran lesi minimum kurang dari 1 mm dari dimensi maksimum dibutuhkan dalam luaran klinis pada penelitian sebelumnya untuk sebuah lesi EIN dalam mencapai peningkatan resiko kanker. Area dari lesi EIN yang dijumpai kriteria untuk diagnosis pada arsitektur (area kelenjar) dan sitologi (perubahan) harus diukur minimum kurang dari 1 mm dalam dimensi maksimum, sebuah skala yang selalu meliputi lebih dari 510 kelenjar (Gambar 10). Kebanyakan bentuk-bentuk biopsi menghasilkan fragmen-fragmen jaringan yang melebihi 1,5-2 mm. Ukuran yang dibutuhkan harus ditemukan dalam sebuah fragmen jaringan tunggal, tidak ditambahkan diantara fragmen-fragmen multipel. Tidak ada bukti yang resmi bahwa sekali melebihi ukuran minimum 1 mm, lesi EIN seharusnya dikelompokkan berdasarkan ukuran, tetapi jika lesi terpisah secara fokal, menjadi menarik bagi klinisi untuk mengetahui apakah fraksi hasil kuret yang ada mengandung lesi
Gambar 10. Individual atau kelompok-kelompok kecil dari perubahan sitologi kelenjar mempunyai riwayat yang tidak dapat dipastikan dan sangat baik didiagnosa secara deskriptif (lihat bagian Pitfall, di bawah).
Penyingkiran mimic-mimic benigna dan adenokarsinoma Gambaran EIN tumpang tindih dengan kondisi benigna dan maligna, yang harus dibedakan dengan teliti dari EIN sendiri. Hal ini dideskripsikan secara rinci pada bagian yang mengikuti.
Universitas Sumatera Utara

DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
Diagnosis diferensial dari EIN dapat dibagi ke dalam beberapa kategori. Yang pertama terdiri dari pola umum yang ditemukan dalam praktek. Yang kedua terdiri dari situasi unik yang mana interpretasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain, seperti polip, terapi progestin, metaplasia, dll. Yang ketiga terdiri dari malignansi-malignansi yang dapat dibingungkan dengan EIN.
POLA-POLA BENIGNA UMUM YANG DAPAT DISALAH KLASIFIKASIKAN SEBAGAI EIN
Pasien-pasien dengan satu dari kondisi yang terdaftar di bawah dapat masih mempunyai EIN, tetapi diagnosis ini seharusnya dibuat dengan pertimbangan yang teliti ke dalam bagaimana faktor-faktor yang bersamaan dapat merubah kriteria diagnosis EIN. Jika sebuah spesimen sukar ditentukan untuk kepastian diagnosis, sebuah ulasan mengenai asal masalah dapat berguna dalam mengarahkan manajemen. Perubahan Reaktif Perubahan reaktif disebabkan oleh infeksi, gangguan fisik seperti kehamilan sekarang atau instrumentasi sekarang. Hal ini dapat membuat piling up pada epitel dan kehilangan polaritas nukleus (Gambar 11).
Universitas Sumat