Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hukum Pemerintahan Daerah sangat erat kaitannya atau salah satu hal yang dibicarakan adalah Desa. Van
Vollenhoven mengatakan dalam kalimat awal bukunya yang berjudul Staatsrecht oversee. Bahwa pada tahun 1596 ketika
kapal berbendera Belanda pertama yang memasuki peraiaran kepulauan Indonesia, wilayah ini secara hukum
ketatanegaraan bukanlah wilayah yang liar dan kosong. Disana terdapat setumpuk lembaga-lembaga pengaturan dan
kewibawaan melalui pemerintahan oleh atau terhadap suku- suku, desa-desa, persatuan-persatuan desa, republik-republik
atau kerajaan kerajaan. Bahkan Van Vollenhoven menegaskan, ketatanegaran tersebut bersifat pribumi
inheemsch geleven meski pengaruh Hindu dan Islam pada kehidupan rakyat tetap berlangsung, Sartono Kartodirjo dkk.
Dalam bukunya Sejarah Nasional Indonesia, Jilid 1 mengatakan, Bahkan apabila kita perhatikan jauh sebelum
itupun, yakni pada zaman megalitik, organisasi masyarakat Indonesia juga sudah teratur meski sangat sederhana.
Masyarakat sudah meningkatkan diri dengan membentuk perkampungan-perkampungan yang tetap. Tradisi dari
zaman ini telah menentukan bentuk dan susunan percandian kita.. Menurut Soepomo, sifat ketatanegaraan Indonesia
yang masih asli, yang sampai sekarang dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari ialah ketatanegaraan desa, baik di
Jawa, Sumatra, maupun kepulauan Indonesia lainnya. Menurut A. Hamid S.Attamimi, dengan demikian maka
hakikat Negara Indonesia ialah desa yang sangat besar
dengan unsur-unsur wawasan modern
.
1
Maka dari itu Negara Republik Indonesia dalam sistem pemerintahannya memasukkan Pemerintahan Desa
sebagai wujud otonomi desa agar mempunyai wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri termasuk dalam
bidang pemerintahan desa, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Dalam
mewujudkan Pemerintahan Desa diperlukanlah seorang pemimpin, pemimpin Pemerintahan Desa ini disebut Kepala
Desa, dimana tugas Kepala Desa ini yaitu menjalankan roda pemerintahan Desa dimana desa itu di pimpin. Dalam
menentukan siapakah yang berhak menjadi Kepala Desa telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun
2005 tentang Desa yaitu dengan cara pemilihan Kepala Desa.
Pemilihan Kepala Desa adalah jalan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang merupakan kesempatan
bagi masyarakat desa untuk memilih Kepala Desa dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk dijalankan
oleh Pemerintahan Desa tersebut. Pemilihan Kepala Desa diharapkan sebagai proses demokratisasi di desa yang akan
menjadi prasyarat bagi tumbuh kembangnya demokrasi ditingkat daerah maupun nasional.
Namun dalam kenyataannya, penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa banyak menimbulkan konflik. Hal
ini dikarenakan tujuan dan konten pemilihan Kepala Desa memiliki irisan lebih besar pada masyarakat. Keterkaitan
dan persinggungan masyarakat pada isu–isu lokal
1
Sarman dan Mohammad Taufik Makarao. 2011. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesaia. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 1-2.
mendorong masyarakat terlibat lebih dalam pada pemilihan Kepala Desa, dibanding isu-isu daerah dan
Nasioanal yang jauh dari mereka . Tidak hanya itu saja, dalam proses pencalonan
kandidat yang akan menjadi calon Kepala Desa juga mendapat menimbulkan konflik dikemudian hari, aturan
– aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 seakan-akan tidak berguna lagi
dalam penerapannya. Hal ini yang menyebabkan terhalangnya proses Demokrasi dan pertumbuhan politik
desa tersebut.
Maka dari itu dalam Hal ini Pemerintahan Kabupaten Jember membuat Peraturan daerah Nomor 6
tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa sebagai yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun
2005 tentang desa. Peraturan daerah ini dibuat agar pemerintahan desa terutama dalam hal penentuan Kepala
Desa melalui Pemilihan Kepala Desa dapat berjalan sesuai dengan aturan dan tujuan. Namun dalam hal
pemilihan Kepala Desa masih saja terdapat konflik dalam penerapannya. Dari sisi penghitungan suara hasil
Pilkades maupun dari latar belakang Calon Kepala Desa yang ada. Latar belakang seorang calon Kepala Desa
juga dapat menimbulkan konflik dikemudian hari diakibatkan tidak akuratnya dan tidak pasti mekanisme
pencalonan Kepala desa tersebut yang ada dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006.
Berdasarkan pada latar belakang ditas, penulis
tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Kajian Yuridis Mekanisme Pencalonan Kepala Desa
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Desa “
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah mekanisme Pencalonan Kepala Desa menurut Peraturan Daerah Kabupaten Jember
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa ? 2. Konflik apakah yang sering muncul ketika
pencalonan Kepala Desa di Kabupaten Jember serta solusi yang dapat digunakan dalam memecahkan konflik
tersebut ?
1.3 Metode Penelitian
Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
maka penelitian skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif Legal Research. Pengertian tipe
yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa subsatnsi peraturan
perundang-undangan atas pokok permasalahan atau isu hukum dalam konsistensinya dengan asas-asas hukum
yang ada.
2
Pendekatan yang digunakan oleh penulis yaitu pendekatan undang-undang statute approach dan
pendektan konseptual 1. Pendekatan undang-undang statute approach, yang
berhubungan langsung dengan tema sentral penelitian, dimana pendektan ini dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
2
Peter Mahmud Marzuki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Premada Media grup. hlm. 32.
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 2
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
3
Hasil dari telaah merupakan suatu argument untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi oleh
penulis. 2. Pendekatan konseptual
conceptual approach, pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum.
4
Sedangkan Bahan Hukum yang dignakan Penulis adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Bahan Hukum Primer adalah Bahan hukum bersifat autoritatif, artinya bahan hukum yang
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim.
5
Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Des 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang
Pemerintahan Desa 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
6. Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 tahun 2006 tentang pemerintahan desa
Dan Bahan Hukum Sekunder, Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa bahan hukum sekunder merupakan
bahan hukum yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi
tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan atas putusan
pengadilan.
6
Pada penulisan skripsi ini, bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis adalah buku-buku
teks tentang hukum yang relevan dengan isu hukum yang diangkat dan ditulis dalam skripsi ini.Bahan Hukum Tersier
berupa semua dokumen yang berisikan konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan baku sekunder seperti kamus dan ensiklopedia.
Data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif.
Pembahasan
2.1 Mekanisme Pencalonan Kepala Desa Berdasarkan