b. Two methods to control the effect of confounding variables are …… ………………
c. Carefully see Figure 10-9 in Greenberg page 150. Calculate the OR for all subjects, OR for the obese group, and OR for the non-obese group. What is
your conclusion after calculating those three ORs? d. The method used above no. c controls the effect of confounding variables by
…
Self Assessments: 1. Explain the concept of variability in one patient and in medical research.
2. Explain individual population variability, variability related to measurement, 3. Explain the definition of validity and bias.
4. Explain the difference between internal validity and external validity. 5. What is the difference between selection bias, information bias, and confounding
bias?
6. A teenager wanted to be a study subject related with
lung cancer. His father was
death due to lung cancer. Even though he was not selected as sample, what could be most possible bias if he was join the study? source: UKDI
Recall bias? or Berkson bias? or Misclasification bias? or Ney man bias? or Volunteer bias?
REFERENCES
Mausner and Bahn, Epidemiology an Introductory text Kirkwood B.R Sterne, A.C. 2008, Medical Statistics, Blackwell Publishing Company
Greenberg, R.S. 2004, Medical Epidemiology, 3
rd
ed, McGraw-Hill, New York, USA SPSS V.11.5 Manual
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2014, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi ke-2, CV Sagung Seto, Jakarta.
Bahan SGD jurnal, hasil penelitian
Udayana University Faculty of Medicine, DME
105
ANNEX-1
FILM SUMMARY
Udayana University Faculty of Medicine, DME
106
And The Band
Played On
SINOPSIS DAN PENJELASAN TAMBAHAN FILM “AND THE BAND PLAYED ON”
Film ini merupakan kisah nyata yang menceritakan tentang terjadinya wabah suatu
penyakit yang tidak diketahui penyebabnya pada awal tahun 1980.
Kisah yang mirip dengan film juga diuraikan di Buku Greenberg halaman 1 – 7 lihat buku reference yang telah dibagikan.
Dikisahkan dalam film ini bahwa untuk meneliti atau mengungkapkan penyebab suatu penyakit banyak bidang ilmu yang terlibat, yaitu: ilmu klinik, statistik,
Udayana University Faculty of Medicine, DME
107
epidemilogi, ilmu sosial, imunologi, virologi, etika dan profesionalime. Juga banyak aspek yang berperan, yaitu aspek sosial, politik, dan ekonomi.
Demikian pula dalam pencegahan dan penanggulangannya dikisahkan bahwa suatu penyakit baru bisa dicegah setelah diketahui determinannya, cara
penularannya, teknologi untuk diagnosanya alat test, dan banyak aspek yang berperan antara lain: aspek sosial stigma pada kelompok gay, politik rezim yang
berkuasa di pemerintahan, ekonomi pembiayaan.
Film dimulai dengan Dr. Don Francis seorang dokter yang menekuni Bidang Epidemiologi dan pencegahanyang diminta oleh Badan Kesehatan Dunia
WHOuntuk meneliti wabah Ebola di Sungai Ebola Afrika. Ebola adalah suatu penyakit yang tingkat kematiannya hampir 100 dan dijumpai pertama kali di Sungai
Ebola.
Setelah itu, ditunjukkan bahwa dokter dan rumah sakit di Kopenhagen, Denmark
menemukan seorang pasien yang sakit lalu meninggal dimana penyebab penyakit dan kematiannya tidak diketahui. Yang dijumpai oleh dokter rumah sakit tersebut
hanya T-sel suatu sel yang membentuk kekebalan tubuh manusia hampir nol dalam pemeriksaan lab-nya.
Selanjutnya bermunculan kasus-kasus serupa yang dijumpai oleh dokter di sejumlah
rumah sakit di Amerika, pasien dengan T-sel amat rendah, dan secara klinis dijumpai ada semacam tumor kulit Kaposi Sarcoma, infeksi oleh jamur di mulut pasien,
radang pada otaknya oleh kuman toksoplasmosis. Bakteri ini biasanya dijumpai pada kucing atau anjing.
Hampir semua kasus-kasus tersebut diumpai pada kalangan gay di Amerika
terutama Negara Bagian California dan New York. Karena itu, pada saat itu penyakit misterius tsb disebut saja dengan penyakit gay.
Kemudian pihak Communicable Diseases Control CDC atau lembaga Kementrian
Kesehatan Amerika yang bertanggung jawab terhadap penyakit menular yang kantor pusatnya di Atlanta, Negara Bagian Georgia minta bantuan Dr. Don Francis
ikut dalam Tim untuk meneliti penyakit ini lebih lanjut. Dia dipilih oleh CDC karena Dr. Don Francis pernah meneliti penularan Hepatitis B dan Wabah Ebola. CDC sama
dengan Dirjen P2M Penanggulangan Penyakit Menular di Kementrian Kesehatan RI.
Dr. Don Francis bergabung dalam Tim CDC bersama-sama dengan pakar ilmu
sosial, statistik, parasitologi, dokter ahli penyakit menular seksual, dll.
Saat itu kegiatan CDC banyak menemui hambatan karena tidak didukung pendanannya oleh Pemerintah Pusat Amerika karena penyakit tersebut banyak
dijumpai pada kalangan gay. Partai yang berkuasa saat itu adalah Partai Republik dengan Reagan sebagai presidennya yang ideologi politiknya tidak menyetujui atau
tidak menyukai homosek-sualitas. Sedangkan Partai Demokrat partai oposisi tidak menentang keberadaan komunitas gay. Permintaan CDC untuk meningkatkan
Udayana University Faculty of Medicine, DME
108
laboratoriumnya termasuk untuk membeli mikroskop elektron juga menemui hambatan.
Penelitian yang pertama kali dilakukan oleh CDC adalah menentukan apakah ini
penyakit menular dan bagaimana cara menularnya.
Dari data deskriptif dimana hampir semua kasus dijumpai pada kalangan gay dan dengan penelitian contact tracing, kemudian CDC mendapat petunjuk bahwa
penyakit ini menular melalui hubungan seksual. Contact tracingatau penelusuran kontak adalah salah satu cara untuk mencari sumber penularan suatu penyakit
yang ditularkan melalui kontak langsung termasuk kontak seksual. Catatan: cara penularan penyakit SARS diketahui dengan cara penelitian contact tracing. Catatan:
Wabah SARS terjadi tahun 2003 yang bermula di Hongkong kemudian menyebar ke berbagai negara di dunia.
Namun selanjutnya CDC menerima laporan bahwa kasus-kasus yang sama juga
dijumpai pada perempuan migran dari Haiti. Dengan demikian maka penyakit ini bukan lagi penyakit pada gay.
Juga ada laporan bahwa dijumpai pada anak-anak penderita hemofilia penyakit
genetik dimana terjadi kelainan pada sistem pembekuan darah, pasien operasi yang mendapat transfusi darah. Catatan: penderita hemofilia harus rutin mendapat
transfusi darah.
Tim CDC semakin bingung karena penyakit ini ternyata bukan saja menular melalui
seksual tetapi juga melalui darah atau produk darah.
Karena bukan lagi pada gay saja, kemudian tercetus istilah bahwa penyakit ini adalah suatu
Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS, yaitu suatu
syndrome kumpulan gejala yang didapat karena terganggunya kekebalan tubuh..
Secara kebetulan
Dr. Don Francis melihat temannya yang main game di suatu kantin, dan dia terinspirasi dari game tersebut bahwa ada virus yang
menghancurkan T-sel pasien. Tim CDC kemudian mencurigai bahwa penyebab
penyakit ini kemungkinan suatu virus yang termasuk dalam famili rotavirus. Pada tahap ini, kemudian penelitian difokuskan untuk bisa menemukan virus tersebut
pada pasien. Pada saat itu pakar yang sedang meneliti rotavirus adalah Robert Gallo seorang ahli virology ternama di Amerika Serikat. Saat itu Robert Gallo
meneliti rotavirus pada pasien-pasien leukemia.
Robert Gallo mengklaim bahwa rotavirus yang dia jumpai adalah penyebab pasien-
pasien Acquired Immunodeficiency Syndrome pada saat itu.
Karena fasilitas penelitian virus yang saat itu masih terbatas di Amerika, kemudian
Dr. Don Francis CDC juga minta bantuan kepada Dr. Luc Montagnier ilmuwan dan peneliti di Lembaga Pasteur di Perancis untuk menemukan virus yang
menyebabkan pasien-pasien AIDS. Saat itu fasilitas di Lembaga Pasteur di Perancis lebih lengkap dibanding di Amerika.
Udayana University Faculty of Medicine, DME
109
Dalam hal inilah terjadi moral hazard pelanggaran etika dan kelakuan yang tidak professional dimana Robert Gallo mengklaim bahwa dirinyalah penemu HIV,
padahal yang menemukan pertama kali adalah Tim dari Lembaga Pasteur di Perancis. Menemukan suatu virus baru dalam suatu sampel yang diambil dari
pasien tidaklah mudah karena virus harus bisa dibiakkan dibuat kultur sehingga tidak mati agar kemudian bisa dilihat dengan elektron mikroskop.
Perselisihan antara Robert Gallo dan Lembaga Pasteur hampir dibawa ke
pengadilan tetapi batal dan terus berkepanjangan. Karena itu, Panitia Hadiah Nobel dalam waktu lama tidak memutuskan pemberian hadiah Nobel kepada pihak
manapun, tetapi akhirnya baru diberikan pada tahun 2008 kepada Tim dariLembaga Pasteur di Perancis setelah HIV dijumpai pada tahun 1984 setelah
24 tahun.
Test antibodi pertama untuk mengetahui seseorang tertular HIV dijumpai pertama
kali pada tahun 1984.
Hal-hal lain yang dikemukakan dalam film ini: Pencegahan penyakit bisa dilaksanakan ketika cara penularannya telah bisa
dipastikan walaupun kuman penyebabnya HIV belum diketemukan secara pasti. Hal yang sama juga terjadi pada penyakit-penyakit lainnya. Kejadian kolera dengan
penelitian epidemiologi diumpai pada tahun 1854 dan sudah mulai bisa dilakukan pencegahannya saat itu dengan konsumsi air bersih, sedangkan kuman kolera
baru dijumpai 30 tahun kemudian. Demikian pula dengan penyakit-penyakit lain TBC, polio, dll.
Upaya pencegahan AIDS yang diusulkan oleh Dr. Don Francis saat itu banyak menemukan hambatan, baik hambatan politik partai republik tidak mau memberikan
biaya, hambatan ekonomi PMI-nya Amerika menolak test pada donor darah karena biayanya akan amat mahal, hambatan sosial stigma pada komunitas gay dan
penolakan penutupan tempat saunabathhouse yang biasa dipergunakan oleh komunitas gay untuk berkumpul.
Dalam film juga ditunjukkan bahwa hambatan yang dijumpai bukan saja dalam hal
pencegahan tetapi juga dalam hal perawatan pasien AIDS. Dokter di salah satu negara di Eropa dipanggil dan ditegur oleh direkturnya karena banyak merawat
pasien AIDS. Direktur RS mengatakan citra RS-nya tercoreng. Si dokter menjawab: “Saya tetap akan merawat mereka, dimanapun saya mendapat
tempat”.
Sampai saat ini Dr. Don Francis berdomisili di California dan banyak melaksanakan program-program pencegahan.
Catatan: Dr . Mervyn
Silverman yang dalam film ditunjukan sebagai Kepala Dinas
Kesehatan San Franscisco Public Health
Director saat itu yang terlambat datang
satu jam dalam pertemuan di bathhouse dan bersusah payah menengahi upaya penutupan bathhouse komunitas gay, sampai saat ini sering berkunjung ke Bali
Udayana University Faculty of Medicine, DME
110
karena putrinya menikah dengan seorang pemuda dari suatu desa di Kabupaten Gianyar.
=====================
Udayana University Faculty of Medicine, DME
111
ANNEX -2
ARTIKEL KORAN
BALI POST
Bali Post, Senin, 19-6-1995
Udayana University Faculty of Medicine, DME
112
Dipertanyakan, Pasien Kurang Mampu Masuk RSUP Denpasar
Denpasar, Bali Post
Pihak RSUP Denpasar mempertanyakan pasien kurang mampu masuk RSUP Denpasar yang jumlahnya cenderung terus meningkat.Munculnya pertanyaan itu, karena dari data
yang ada jumlah pasien yang kurang mampu masuk RSUP justru paling banyak dari Kabupaten Badung 179 orang, Gianyar 171 orang, dan Tabanan 150 orang.Padahal
ketiga daerah ini dinilai sebagai daerah yang memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi dari daerah lainnya di Bali.
Hal tersebut diungkapkan Humas RSUP Denpasar, Y.H.L., ketika
ditemui Jumat 166.Dia menilai tidak masuk akal ketiga daerah
yang pendapatan perkapitanya cukup tinggi justru warganya
paling banyak menyatakan kurang mampu. Padahal Daerah
Bali yang perekonomiannya dinilai semakin maju, sebagai dampak
pariwisata, jumlah masyarakatnya yang kurang mampu makin sedikit
“Apakah mungkin mereka sengaja mengaku kurang mampu dan
gampang mendapatkan surat keterangan kurang mampu dari
aparat desanya,” kata Y.
Ketika ditanya apakah hal itu merugikan RSUP yang kini
menjadi swadana, Y tidak berani menjawab.Namun direktur RSUP,
dr. IGLMR, ketika dikonfirmasi megatakan hal itu sebenarnya
tidak terlalu berpengaruh terhadap
keberadaan RSUP.Meskipun kini menjadi
swadana, RSUP
tetap mempertahankan
fungsi sosialnya.
“Jangan hanya mengejar keuntungan belaka, fungsi sosial
harus tetap diperhatikan.” Ujarnya.
Menurut R, asalkan tempat tidur berkelas penuh, sebenarnya
pasien kurang mampu tidak masalah bagi RSUP. Sebab kalau
tempat tidur berkelas itu penuh, keuntungan dari sana yang akan
dipakai membantu para pasien kurang mampu yang masuk
membludak, tentu hal ini akan menjadi masalah, paparnya.
Seleksi Surat Keterangan
Baik R dan Y mengharapkan pihak aparat terkait lainnya,
benar-benar menyeleksi dalam memberikan surat keterangan
kurang mampu. Sebab, tidak mungkin pihak RSUP akan
mengecek apakah orang itu benar benar kurang mampu sampai ke
desanya. Demikian pula pihak terkait, seperti camat, Depsos,
dan lain-lain, tidak akan mungkin tahu dengan persis dan detai
keadaan pemohon surat keteragan kurang mampu. “Untuk
itu seleksi aparat desa diharapkan lebih ketat lagi dalam
mengeluarkan surat keterangan kurang mampu.” ujar Y.
Sejak Januari sampai Juni 1995, tercatat 271 pasien kurang
mampu telah dibantu biaya perawatannya oleh pihak RSUP.
Sedangkan sebelumnya dari Januari-Desember 1994 tercatat
606 pasien kurang mampu yang telah ditolong. Itu berarti 877
pasien kurang mampu ditolong keringanan biaya perawatannya
oleh RSUP. Dari jumlah tersebut, Kabupaten Badung menempati
posisi paling tinggi sebanyak 179 orang, menyusul Gianyar 171
orang , Tabanan 150 orang, Karangasem 97 orang, Kodya
Denpasar 75 orang, Klungkung 52 orang, Singaraja 50 oarang,
Jembrana 43 orang, Bangli 42 orang, Banyuwangi 9 orang,
Timtim 4 orang, NTB 3 orang, dan NTT 1 orang.
Sementara jumlah tempat tidur yang tersedia di RSUP sebanyak
752 buah, masing-masing VIP A 17 buah, VIP B 18 buah, VIP C 15
Buah, dan sisanya tempat tidur kelas I, II, III, dan biasa.
Sedangkan tarif yang diberikan untuk tempat tidur berkelas VIP A
Rp 100.000, VIP B Rp 70.000, VIP C Rp 55.000, kelas I Rp
30.000, kelas II Rp 15.000, dan kelas III Rp 4.000 per hari. Dari
sinilah keuntungan yang diharapkan dapat membantu para
penderita kurang mampu yang masuk RSUP.
Udayana University Faculty of Medicine, DME
113
.
Bali Post, Selasa, 20-6-1995
Masalah Pasien Kurang Mampu DPRD Pertanyakan Keluhan RSUP
Denpasar Bali Post
Keluhan RSUP Denpasar tentang terus meningkatnya jumlah pasien kurang mampu
yang datang berobat Bali Post, 196 durasakan sebagai hal yang mengherankan
oleh Komisi E DPRD Bali. Karena dalam kunjungan terakhir Komisi E ke RSUP sekitar
dua bulan lalu, didapat masukan jumlah pasien yang menggunakan kartu miskin menurun,
bahkan banyak orang yang kurang mampu tidak menunjukkan surat keterangan miskin
karena malu.
Demikian keterangan yang dihimpun Bali Post dari beberapa anggota Komisi E DPRD Bali,
Senin 196 kemarin. Ketua Komisi E APN mempertanyakan, apakah hanya dalam waktu
singkat sudah terjadi perubahan. ”Kami akan mengadakan pertemuan dengan pihak RSUP
untuk mendapatkan masukan lebih rinci. Mungkin awal Juli nanti sebagai bagian dari
acara rapat koordinasi dengan berbagai instansi yang merupakan mitra kerja Komisi E.”
tegasnya.
Berkenaan dengan jumlah pasien kurang mampu yang lebih banyak datang dari daerah
yang memiliki pendapatan per kapita tinggi seperti Badung, Tabanan, dan Gianyar,
anggota Komisi E lainnya, S berpendapat, masalah ini harus dikaji lebih mendalam.
Bisa saja suatu daerah pendapatan per kapitanya tinggi tetapi banyak masyarakat yang
tergolong kurang mampu. Mungkin ada kesenjangan pendapatan di mana sebagian
kecil masyarakat pendapatannya sangat tinggi dan sebagian lainnya rendah. Kemudian
setelah dirata-ratakan pendapatan per kapitanya tinggi,” ujarnya.
APN kemudian menambahkan sama saja dengan desa tertinggal. ”Belum tentu penduduk
di desa tertinggal tergolong kurang mampu. Misalnya Kintamani, di sana banyak
penduduknya kaya-kaya, ” tandasnya.
Baik APN maupun S juga melihat ada hal lain yang perlu dipertimbangkan. Menurut mereka,
kesadaran penduduk di Badung, Tabanan, dan Gianyar mungkin lebih tinggi daripada
kabupaten lain. ”Meski tergolong tidak mampu, tetapi karena daerahnya relatif lebih maju,
penduduk di tiga kabupaten itu memiliki kesadaran untuk berobat ke rumah sakit
dibanding tempat lain seperti ke dukun. Sebaliknya, penduduk tak mampu di kabupaten
lain lebih memilih ke dukun. Jadi kelihatannya jumlah penduduk miskinnya lebih sedikit,” tutur
S.
Kriteria harus jelas
Sebelumnya pihak RSUP juga meminta agar aparat desa melakukan seleksi yang lebih ketat
dalam memberikan surat keterangan miskin. Karena, menurut Y, tidak masuk akal daerah
yang pendapatan per kapitanya tinggi memiliki banyak masyarakat miskin.
Terhadap hal ini APN, yang juga Ketua FKP menegaskan, pemberian surat keterangan
miskin harus mengikuti kriteria yang ada. Berdasarkan kriteria itulah kemudian ditetapkan
apakah seseorang tergolong miskin atau tidak. ”Saya kira kriteria ini perlu diikuti dalam
Udayana University Faculty of Medicine, DME
114
mengeluarkan surat keterangan miskin. Jangan sampai masyarakat merasa aparat desa pilih
kasih. Kalau sudah begitu masyarakat bisa ribut.” ujarnya.
Dia menambahkan, ”Kami sebagai wakil rakyat juga menghimbau agar pihak RSUP tetap
mengutamakan fungsi sosialnya dibandingkan masalah administrasi. ”Bagaimanapun
masyarakat miskin tetap harus dibantu. Kalau ada masyarakat miskin terlanjur datang ke
rumah sakit, apakah harus ditolak? Saya kira tidak. RSUP perlu mementingkan aspek sosial
daripada urusan administrasi.” ujarnya.
Direktur RSUP dr. IGLMR menegaskan, peningkatan jumlah pasien tidak mampu
sebenarnya tidak berpengaruh terhadap keberadaan RSUP asalkan tempat tidur
berkelas penuh. RSUP yang kini memiliki status swadana, lanjut dia, tetap
mengutamakan aspek sosialnya. jas
Udayana University Faculty of Medicine, DME
115
Bali Post, Jumat, 23 September 1983
KORBAN KANKER TERBANYAK PENDUDUK PEDESAAN, TINGKAT SOSEK RENDAH
– Perlu Penyebarluasan Pencegahan Lewat PKK dan Media Massa
Denpasar Bali Post. Korban kanker terbanyak penduduk
pedesaan, kaum Ibu dan anak- anak. Data di RSUP Sanglah
menunjukkan dari 296 kasus yang diteliti, ternyata 87,50
persen penderita dari golongan petani, 5,07 persen pegawai,
4,73 persen pedagang. Sisanya 2,7 persen tidak
diketahui profesinya. Data tersebut memberi petunjuk
golongan masyarakat yang tingkat sosial ekonominya
rendah paling banyak diancam jiwanya oleh penyakit ganas
itu.
Data tersebut terungkap dalam seminar di auditorium unud,
Kamis, 229
yang diselenggarakan dalam rangka
dies natalis Unud ke-21. Tindakan pencegahan lebih
baik daripada pengobatan yang sampai saat ini belum berhasil
diselesaikan secara tuntas. Pengobatan hanya untuk
memperpanjang penundaan kematian.
Dalam hubungan tersebut, rektor Unud, dr. IBO dalam
sambutannya pada acara pembukaan
seminar menyarankan pengetahuan
tentang kanker dan cara pencegahannya
disebarluaskan kepada
masyarakat, misalnya melalui kaum Ibu sebagai juru
penerangnya di masing-masing rumah tangga. Penyebarluasan
ini juga penting disalurkan lewat PKK dan media massa.
”Masalah pemberantasan
penyakit kanker yang semakin tumbuh, menjadi semakin
penting. Lebih-lebih dikaitkan dengan upaya meningkatkan
kesejahteraan umum.” ujar rektor.
Rektor IBO juga menghimbau dilakukan pengawasan yang
baik lewat
pelayanan wisatawan,
seperti pengawasan
kesehatan, kebersihan lingkungan dan
kebersihan makanan dan minuman di bar dan restauran.
Tempe Bosok
Dr. DNS mengungkapkan salah satu penyebab timbulnya
kanker adalah virus cendawan kuning beracun yang terdapat
dalam oncom, tempe bosok, kecap, kacang, kool, kelapa,
ketela, dll. Juga disebabkan oleh faktor keturunan, ujar dr.
AH, disamping zat-zat kimia, zat warna merah, perekat,
iradiasi.
Pengobatan dilakukan dalam berbagai tingkat, yakni antara
lain dengan pembedahan, radiasi, kombinasi bedah,
diikuti radiasi dan kemoterapi yang lazimnya dilakukan
sebagai tindakan paliatif. Prof. Dr. IGPA menyinggung
terdapatnya pengobatan
kanker secara tradisional seperti menggunakan ”ketela
gendruwo” di salah satu rumah sakit di Jakarta Barat. Di
beberapa daerah lainnya seperti Sulsel, cara pengobatan
dilakukan dengan memakai ramuan dedaunan pada kanker
payudara, seperti daun ”siput kuning” dicampur ”kumis
kucing” dan ”kapur sirih” ditambah air digunakan untuk
mengompres payudara yang diserang oleh tumor. Di Sulsel
juga dilakukan pengobatan dengan menggunakan besi
pijar disertai mantra-mantra, pengobatan dengan pijat,
dengan kekuatan batin, mediasi dll.
Seminar yang menarik perhatian
besar itu
menampilkan delapan
pembicara yakni Prof. Dr. IGPA mengenai ’Kanker Masalah
Kita:, dr. IBCM ”Beberapa informasi kanker buah dada”,
dr. IGPS ”Kanker rahim”, dr. WS ”Beberapa aspek Kanker
Nasofaring di RSUP Sanglah”, dr. DSN ”Kanker Hati”, dr. AH
”Kanker Darah pada Anak- anak”, dr. GRT ”Kanker Mata
yang Ganas”. Seminar dikoordinasikan oleh panitia
penyelenggara diketuai
dr. IBT
ANNEX -3
ARTIKEL JURNAL
1. Dengue and other common causes of acute febrile