Perilaku Konsumsi Ikan Pada Wanita Dewasa Di Wilayah Pantai Dan Bukan Pantai Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA
DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Nia Kurniawati

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA
DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor


Oleh :
Nia Kurniawati
A54101066

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah bahari yang luas. Luas
wilayah Indonesia sebagian besarnya (sekitar 70%) terdiri dari laut, dengan luas laut
mencapai 5,8 juta km2 . Posisi perairan Indonesia memiliki kesuburan laut yang tinggi,
sehingga aneka biota laut tumbuh subur dan berkembang biak dengan aneka jenis ikan
dalam jumlah besar di dalamnya (Sulistyo et al. 2004). Faktor kekayaan alam perikanan
ini merupakan aktivitas ekonomi utama masyarakat (Nikijuluw et al. 2000).
Melimpahnya kekayaan laut tersebut ternyata belum dimanfaatkan secara
optimal. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah belum optimalnya
manajemen pemberdayaan potensi kelautan dan perikanan, terbatasnya teknologi

penangkapan dan pengolahan, ketergantungan pada musim, serta relatif masih
rendahnya konsumsi ikan masyarakat (Sulistyo et al. 2004).
Perkembangan konsumsi ikan setiap warga RI belum signifikan (Dahuri 2004).
Tahun 2000 hanya 21,6 kg/kap/th, tahun 2001 mencapai 22,5 kg/kap/th, lalu tahun 2002
(22,8 kg/kap/th) dan tahun 2003 (24,6 kg/kap/th). Hal ini berarti kenaikan dalam tiga
tahun terakhir hanya 4,6%.
Propinsi DIY merupakan wilayah dengan konsumsi ikan paling rendah bila
dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, padahal propinsi ini memiliki potensi
perikanan yang cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari data BPS tahun 1996, yaitu total
konsumsi ikan hanya mencapai 2,7 kg/kap/th, tahun 1999 konsumsi ikannya hanya 4,0
kg/kap/th, dan tahun 2002 mencapai 5,7 kg/kap/th. (Koeshendrajana et al. 2004).
Budaya makan ikan nampaknya belum terlihat di beberapa daerah pulau Jawa
bahkan masih ada beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa banyak makan
ikan adalah penyebab suatu penyakit cacingan (Lubis 1987). Masih ditemui anggapan
bahwa bila mengkonsumsi ikan berakibat rawan terhadap beberapa penyakit tertentu.
Anggapan mengenai ikan tersebut menjadi kebiasaan dan pola makan di masyarakat.
Padahal, pada kenyataannya ikan sebagai salah satu sumber daya perairan utama
merupakan sumber protein, lemak, vitamin serta mineral yang sangat baik dan
prospektif. Demikian halnya dengan pantangan bagi ibu menyusui untuk tidak
mengkonsumsi ikan karena akan mempengaruhi rasa dan bau ASI (Sulistyo et al.

2004).

Tabu yang berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan emosi
sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar tabu makanan terutama dianut oleh
para wanita atau dikenakan bagi anak-anak yang masih di bawah perlindungan dan
asuhan wanita tersebut (Suhardjo 1989). Peranan ibu banyak berpengaruh terhadap pola
makan keluarga.
Ibu rumah tangga merupakan wanita dewasa dan biasanya menjadi orang yang
paling menentukan dalam pengambilan keputusan pembelian. Oleh sebab itu, ibu perlu
menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping
merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan
dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga (Suhardjo 1989).
Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumsi ikan di wilayah pantai dan
bukan pantai di Propinsi DIY belum dilakukan. Upaya ini perlu didukung dengan
informasi perilaku konsumsi dalam permintaan produk perikanan. Oleh sebab itu, perlu
adanya kajian mengenai perilaku konsumsi ikan pada masyarakat khususnya
masyarakat DIY di wilayah pantai dan bukan pantai.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perilaku konsumsi

ikan pada wanita dewasa di wilayah pantai dan bukan pantai, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.

Tujuan Khusus
1

Mengkaji faktor internal (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan gizi dan
preferensi) dan eksternal (besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga,
sumber informasi, budaya) di wilayah pantai dan bukan pantai, Propinsi DIY.

2

Mengkaji perilaku konsumsi ikan pada contoh di wilayah pantai dan bukan
pantai, Propinsi DIY.

3

Menganalisis faktor internal dan eksternal yang berbeda nyata, berhubungan dan
mempengaruhi perilaku konsumsi pada contoh di wilayah pantai dan bukan
pantai, Propinsi DIY.


Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi ikan di Propinsi DIY bagi masyarakat
baik konsumen maupun produsen ikan, peneliti, akademis dan pemerintah.


Konsumen ikan : penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai konsumsi
ikan mereka, sudah memenuhi anjuran atau belum.



Produsen ikan : setelah mengetahui pola konsumsi konsumen, maka produsen
dapat menciptakan produk olahan dari jenis ikan, baik dari ikan kesukaan
maupun ikan lain.



Peneliti : penelitian ini dapat menjadi objek studi dalam menerapkan ilmu yang
telah didapat selama pendidikan.




Akademis : penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa
dan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.



Pemerintah : penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran strategi
untuk masa depan, baik dalam hal produksi, distribusi dan ketersediaan fasilitas.
Selain itu, diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah pusat maupun
daerah kajian, terutama bidang perikanan guna memotivasi masyarakat untuk
mengkonsumsi ikan.

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan
Ikan adalah binatang air dan biota perairan lainnya yang berasal dari kegiatan
penangkapan di laut maupun perairan umum (waduk, sungai dan rawa) dan dari hasil
kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi
bahan makanan yang umum dikonsumsi masyarakat (Baliwati 2002). Menurut definisi
FAO, ikan adalah organisme yang hidup di air. Kelompok organisme yang digolongkan

sebagai ikan adalah ikan bersirip (finfish), krustasea, moluska, binatang air lainnya dan
tanaman air (Nikijuluw & Abdurahman 2004).
Ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu ikan air laut, air tawar dan air
payau atau tambak. Ikan yang hidup di air tawar dan air laut sangat banyak, sehingga
dibedakan menjadi golongan yang dapat dikonsumsi dan ikan hias (Anonim 2004a).
Beberapa jenis ikan memang tidak dikonsumsi manusia. Ikan hias (ornamental fish)
yang tinggi nilai dan permintaan pasarnya ternyata tidak dimakan tetapi untuk hiasan
dan rekreasi (Nikijuluw & Abdurahman 2004).
Bagian atau komponen ikan yang dapat dikonsumsi tergantung pada jenis
ikannya dan umumnya komponen ikan yang bisa dimakan sekitar 65-80% berat ikan.
Ikan yang masih segar tampak pada dagingnya yang kenyal kalau ditekan, sisiknya yang
tidak mudah lepas dan tidak berbau amis. Matanya masih bening, tidak pucat dan
cekung (Buckle et al. 1987).
Protein ikan kaya akan asam-asam amino esensial yang lebih lengkap
susunannya (lebih mendekati pada susunan protein tubuh manusia) sehingga sangat
diperlukan dalam tubuh manusia. Bahan pangan yang tergolong sumber protein tinggi,
pada umumnya mengandung 16-33% protein (Lubis 1987). Ikan merupakan sumber
protein bersifat perishable (mudah rusak), oleh karenanya menuntut penanganan pasca
panen, sistem distribusi, dan pengolahan yang baik. Ikan laut memiliki asam lemak
omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi. Sebaliknya, ikan air tawar terutama tinggi

karbohidrat dan asam lemak omega-6. Kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat
gizi yang bermutu sehingga dapat secara bergantian dikonsumsi agar saling melengkapi
kekurangan zat gizi lainnya (Harli 2004). Kandungan zat gizi ikan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan zat gizi ikan, telur ayam dan daging sapi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kandungan Zat Gizi

Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vit. A (RE)
Vit. C (mg)
Vit. B1 (mg)
Air (g)
BDD

Ikan segar
113
17,0
4,5
0
20,0
200,0

1,0
47
0
0,05
76,0
80

Telur ayam
162
12,8
11,5
0,7
54,0
180,0
2,7
309
0
0,10
74,0
90


Daging sapi
207
18,8
14,0
0
11,0
170,0
2,8
9
0
0,08
66,0
100

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Hardinsyah 1994)

Ikan juga mengandung lemak (minyak ikan) antara 0,2 sampai 0,24 yang kaya
dengan sumber-sumber asam lemak esensial. Asam lemak esensial ini sangat diperlukan
dalam pembentukan sel-sel otak untuk meningkatkan kecerdasan dan pencegahan
bahkan penyembuhan berbagai penyakit jantung dan “arterosklerosis”. Ikan laut juga
banyak mengandung senyawa yodium yang sangat diperlukan untuk mencegah penyakit
gondok khususnya bagi masyarakat yang bermukim di wilayah pegunungan (Dahuri
2004).
Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan
Umur
Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke
dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen. Ia terus menjadi konsumen dengan
kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Kotler (1991) menyatakan bahwa umur
dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa.
Menurut Papalia dan Olds (1986) umur dewasa awal berkisar 20-40 tahun,
sedangkan menurut Bromley’s (1974), diacu dalam Papalia dan Olds (1986) kisaran
umur separuh baya untuk wanita adalah 50-55 tahun. Hal ini menandakan bahwa
dewasa akhir berkisar 41-49 tahun. Sesuai dengan Angka Kecukupan Protein (AKP)
dalam Widyakarya Nuansa Pangan dan Gizi 2004, AKP untuk wanita dengan kisaran
umur 19-29 dan 30-49 tahun (wanita dewasa) adalah 50 g (Hardinsyah & Tambunan
2004).

Pendidikan dan Pekerjaan
Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling
berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang konsumen. Beberapa profesi seperti dokter, pengacara, akuntan, ahli laporan
memerlukan syarat pendidikan formal agar bisa bekerja sebagai profesi tersebut. Profesi
dan pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya (Sumarwan
2003).
Orang yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung
untuk memilih makanan yang lebih baik kualitasnya daripada orang yang berpendidikan
rendah (Suhardjo & Hardinsyah 1987). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan
dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula. Hal ini dimungkinkan seseorang
memiliki informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik dan mendorong
terbentuknya perilaku makan yang baik pula (Sediaoetama 1996).
Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai- nilai yang
dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.
Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap
informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun
merek (Sumarwan 2003). Tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai
dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap
pemilihan makanan untuk keluarga (Sediaoetama 1996).
Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai
berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping merupakan modal
utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola
penyusunan makanan untuk rumah tangga (Suhardjo 1989).
Pengetahuan Gizi
Menurut Engel et al. (1994) pengetahuan adalah informasi yang disimpan di
dalam ingatan seseorang. Pengetahuan adalah salah satu proses pendidikan dan atas
hasil penginderaan terhadap masalah tersebut (dalam hal ini gizi dan kesehatan) yang
terjadi melalui indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba yang akan berdampak pada motivasi sikap dan perilaku.
Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan pengetahuan tentang peran makanan
dan gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga

tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam
makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo 1993). Khumaidi
(1989) menyatakan bahwa pengetahuan gizi akan berhasil jika disertai suatu
pengetahuan tentang sikap, kepercayaan, dan nilai- nilai dari masyarakat. Perilaku yang
didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan dengan perilaku
yang tidak didasari dengan pengetahuan.
Menurut Suhardjo (1989) peranan ibu banyak berpengaruh terhadap pola makan
keluarga. Semakin meningkatnya pengetahuan gizi yang dimiliki ibu diharapkan
semakin tinggi pula kemampuan ibu dalam memiliki dan merencanakan makanan
dengan ragam dan kombinasi yang sesuai dengan syarat-syarat gizi. Ibu yang
mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan
makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra-putrinya.
Preferensi
Preferensi merupakan tingkat kesukaan yang didasarkan atas sikap seseorang
dalam memilih dan menentukan pangan yang dikonsumsinya (Sanjur 1982). Menurut
Suhardjo (1989) yang dimaksud dengan preferensi makanan (food preferences) adalah
tindakan/ukuran suka atau tidak sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh
terhadap konsumsi pangan. Preferensi merupakan suatu fenomena yang didasarkan atas
sikap seseorang dalam menentukan pangan yang dikonsumsinya. Derajat kesukaan juga
dapat diperoleh dari pengalaman terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat
terhadap preferensi.
Fisiologi, perasaan dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan
dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Preferensi mempunyai suatu
struktur yang dapat berubah serta dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan
dapat berubah-ubah, terutama pada orang-orang muda dan akan permanen apabila
seseorang telah memiliki gaya hidup yang kuat. Preferensi konsumen dipengaruhi oleh
tiga faktor utama, yaitu faktor dari karakteristik makanan itu sendiri, karakteristik
individu dan karakteristik lingkungan di sekitarnya (Sanjur 1982). Model yang dapat
diajukan untuk mempelajari konsumsi adalah sebagai berikut :

Konsumsi Makanan
Preferensi Makanan

Karakteristik
individu
• Umur
• Jenis kelamin
• Pendidikan
• Pendapatan
• Pengetahuan gizi
• Keterampilan
memasak
• Kesehatan

Karakteristik
makanan
• Rasa
• Rupa
• Tekstur
• Harga
• Tipe makanan
• Bentuk
• Bumbu
• Kombinasi makanan

Karakteristik
lingkungan
• Musim
• Pekerjaan
• Mobilitas
• Perpindahan
penduduk
• Jumlah Keluarga
• Tingkatan sosial
pada masyarakat

Gambar 1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.
(Elizabeth & Sanjur 1981, diacu dalam Suhardjo 1989)

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan
Besar Keluarga
Besar keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota keluarganya, sedangkan untuk
bentuk keluarga dibagi atas: keluarga inti (terdiri dari sepasang suami istri dengan anakanaknya) dan keluarga dalam arti luas (keluarga yang tidak terbatas hanya pada
keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi selain orang tua dan anaknya
terdapat pula kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, menantu, dan cucu) (Suhardjo
1989). Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil
(= 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (= 7 orang).
Besar keluarga berkaitan dengan pendapatan per kapita keluarga yang akhirnya
akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pemenuhan kebutuhan makanan
akan lebih mudah jika anggota keluarga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit
terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah (Suhardjo 1989).
Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari
pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Jumlah pendapatan akan

menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen (Sumarwan 2003).
Pendapatan keluarga juga merupakan hasil penjumlahan dari masing- masing
pendapatan anggota keluarga yang bekerja. Faktor pendapatan memiliki peranan besar
dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan keluarga yaitu tergantung pada kemampuan
keluarga untuk membeli pangan yang dibutuhkan oleh keluarga tersebut. Rendahnya
pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli,
memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam (Camelia 2002).
Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling
menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. Meskipun demikian adalah jelas
ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh pengaruh yang
menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah
keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum terhadap
semua tingkat pendapatan (Suhardjo 1989).
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya
konsumsi pangan serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan
tubuh, rentan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan
pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurangnya konsumsi, kurang gizi,
dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya. Besar kecilnya
pendapatan yang diterima keluarga dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan.
Semakin tinggi pendidikan dan status pekerjaan, maka semakin besar pendapatan
keluarga (Suhardjo & Hardinsyah 1987). Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan
seseorang maka semakin tinggi pula rata-rata gaji yang diterima (BPS 1999, diacu
dalam Silitonga 2002).
Sumber Informasi
RUU tentang kebebasan memperoleh informasi menyatakan bahwa setiap orang
berhak memperoleh informasi (Pasal 5). Definisi informasi itu sendiri bermacammacam, tergantung dari bidang profesi atau keilmuan masing- masing. Definisi
informasi yang dipakai disini ialah yang ada dalam RUU tentang kebebasan informasi,
yaitu "bahan-bahan yang mengandung unsur- unsur yang dapat dikomunikasikan, faktafakta, data atau segala sesuatu yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya
atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui bentuk dokumen, file, laporan,
buku, diagram, peta, gambar, foto, film, visual, rekaman suara, rekaman melalui

komputer atau metode lain yang dapat ditampilkan". Informasi dapat dapat pula dalam
bentuk literatur yang diperoleh dari hasil penelusuran, analisa, evaluasi yang
berdasarkan atas kepustakaan dan pengetahuan seorang ahli yang isinya sahih dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya dan sesuai dengan permintaan, disamping dapat
diperoleh dengan cepat, tepat waktu, tepat, murah dan sederhana seperti yang tertera
dalam RUU tersebut diatas (Komnas HAM 2004).
Informasi dapat diperoleh melalui berbagai media massa. Media massa
merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa yang secara sederhana
dapat diberikan pengertian sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan serentak kepada khalayak banyak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai
tempat. Sebagai alat penyampai pesan dalam proses komunikasi, media massa yang
disebut saluran pesan dalam proses komunikasi atau penyaluran pesan (Depdikbud
1998, diacu dalam Agustina 2002).
Media komunikasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : 1) media cetak (surat
kabar, majalah, poster, leaflet, booklet, folder, flip, chart dan brosur); 2) media
elektronik (televisi, radio, telepon dan bioskop); 3) media luar ruang (billboard,
spanduk, papan informasi, pameran, expo, dan lain- lain); 4) media tradisional (ludruk,
wayang, kesenian yang berkembang di daerah masing- masing) (Sulistyo et al. 2004).
Menurut Suhardjo dan Hardinsyah (1987), konsumen dalam memperoleh informasi
pangan dapat diperoleh dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu maupun pengaruh
orang-orang terkemuka atau terpandang dalam masyarakat.
Budaya
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku,
sikap, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Suatu nilai- nilai bisa
dianggap sebagai makna budaya (cultural meaning) jika semua orang dalam sebuah
masyarakat memiliki pemahaman yang sama terhadap nilai- nilai tersebut (Sumarwan
2003).
Budaya merupakan cara hidup manusia. Fungsinya adalah menjamin kelestarian
hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan pengalaman yang teruji dalam
upaya memenuhi kebutuhan orang-orang yang tergabung dalam masyarakat yang
bersangkutan. Budaya mengajarkan bagaimana orang bertingkah laku dan berusaha
dalam memenuhi kebutuhan dasar biologis. Budaya menentukan apa yang digunakan

sebagai makan, dalam keadaan yang bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak boleh
menggunakannya, apa saja yang dianggap tabu dan sebagainya. Tidak semua tabu
rasional, bahkan banyak jenis tabu yang tidak masuk akal (Suhardjo 1989).
Pantangan atau tabu adalah suatu larangan mengkonsumsi jenis makanan
tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang
melanggarnya. Tabu yang berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan
emosi sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar tabu makanan terutama dianut
oleh para wanita atau dikenakan bagi anak-anak yang masih di bawah perlindungan dan
asuhan wanita tersebut (Suhardjo 1989).
Bayi dan anak-anak tidak diberikan daging, ikan, telur dan makanan yang
dimasak dengan santan dan kelapa parut merupakan larangan. Melarang makan daging
dan ikan dengan kepercayaan bahwa bahan tersebut dapat menimbulkan cacingan, dan
melarang anak makan telur agar matanya tidak kena penyakit mata yang disebut
“bloloken” atau “kotoken” (Suhardjo 1989).
Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang
boleh dan tidak boleh. Norma terbagi ke dalam dua macam. Pertama adalah norma yang
disepakati berdasarkan aturan pemerintah dan ketatanegaraan (enacted norms). Norma
kedua disebut cresive norms, yaitu norma yang ada dalam budaya dan bisa dipahami
dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang
sama. Kebiasaan, larangan, dan konvensi merupakan cresive norms (Sumarwan 2003).
Salah satu unsur budaya lainnya adalah mitos. Mitos menggambarkan sebuah
cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai idealisme bagi suatu masyarakat. Mitos
seringkali sulit dibuktikan kebenarannya (Sumarwan 2003).
Perilaku Konsumsi
Perilaku konsumen mengandung arti semua aktivitas individu dalam
memperoleh dan menggunakan komoditi termasuk pengambilan keputusan yang
meliputi aktivitas tersebut (Engel et al. 1978). Cohen (1981) mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai segala aktivitas dari unit pengambilan keputusan (keluarga atau
kelompok orang disamping individu) dalam memperoleh dan menggunakan komoditi
termasuk pengambilan keputusan yang meliputi aktivitas tersebut.
Menurut Sumarwan (2003) secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi
hal- hal sebagai berikut apa yang dibeli konsumen? (what do they buy?), mengapa

konsumen membelinya? (why do they buy it?), kapan mereka membelinya? (when do
they buy it?), dimana mereka membelinya? (where do they buy it?), berapa sering
mereka membelinya? (how often do they buy it?), berapa sering mereka
menggunakannya? (how often do they use it?).
Perilaku mengkonsumsi suatu produk merupakan bagian dari perilaku konsumen
dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukannya. Perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan
tersebut (Engel et al. 1994). Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu
mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya mereka yang tersedia (waktu,
usaha, uang) guna membeli barang-barang yang terkait dengan konsumsi.
Konsumen dihadapkan pada memilih dan menggunakan pangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari- hari. Mempelajari proses memilih
dan mengkonsumsi pangan merupakan bagian dari perilaku konsumen. Jadi, perilaku
konsumsi merupakan bagian dari perilaku konsumen

(Sumarwan 2003).

KERANGKA PEMIKIRAN
Secara umum perilaku konsumsi bahan pangan dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam yang mempenga ruhi
perilaku seseorang. Persepsi, sikap, gaya hidup, motivasi, umur, pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan gizi dan preferensi ikan merupakan faktor internal. Persepsi merupakan
cara pandang seorang konsumen melihat realitas dunia sekelilingnya sehingga
memutuskan dalam pembelian suatu produk. Sikap merupakan ungkapan perasaan
konsumen tentang suatu objek dan meng-gambarkan kepercayaan konsumen terhadap
berbagai manfaat dari objek tersebut. Gaya hidup mencerminkan pola konsumsi yang
menggambarkan pilihan seseorang bagaimana konsumen menggunakan waktu dan
uang. Dorongan seseorang untuk melakukan tindakan guna memenuhi kebutuhannya
dan menjadi alasan konsumen mengkonsumsi suatu produk merupakan motivasi.
Konsumen yang berbeda umur akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda.
Pendidikan merupakan penentu dalam jenis pekerjaan yang dilakukan konsumen.
Pengetahuan gizi akan menentukan konsumen dalam memilih produk dengan melihat
kandungan gizinya. Preferensi akan menentukan jenis produk yang paling disukai untuk
dikonsumsi.
Faktor eksternal merupakan faktor luar yang diasumsikan mempengaruhi
perilaku konsumsi. Ketersediaan ikan mempengaruhi perilaku konsumsi ikan karena
jika tersedia maka memudahkan dalam memperoleh ikan dan biasanya lebih disukai
konsumen. Besar keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang
atau jasa. Pendapatan per kapita akan menentukan daya beli (banyaknya produk dan
jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen dan seluruh anggota keluarga).
Sumber informasi mengenai ikan memberikan kemudahan akan seseorang mengambil
keputusan untuk mengkonsumsi ikan atau tidak. Budaya merupakan segala nilai,
pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Mengingat keterbatasan waktu, biaya dan data yang tersedia, maka kajian
skripsi ini hanya difokuskan pada faktor internal dan eksternal yang tercakup dalam
ruang lingkup penelitian. Lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar
2.

Faktor
Internal
- Persepsi
- Sikap
- Gaya
hidup

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Karakteristik contoh
- umur
- pendidikan dan
pekerjaan
- pengetahuan gizi
- preferensi ikan

Karakteristik keluarga
contoh
- besar keluarga
- pendapatan per kapita
Sumber informasi
Budaya

Faktor
Eksternal
- Ketersediaan
ikan

PERILAKU KONSUMSI IKAN
-

Jenis ikan yang dikonsumsi
Frekuensi mengkonsumsi ikan
Jumlah ikan yang dikonsumsi
Cara memperoleh ikan
Tempat pembelian ikan
Alasan mengkonsumsi ikan

Gambar 2 Ruang Lingkup Penelitian Perilaku Konsumsi Ikan pada Wanita Dewasa di
Wilayah Pantai dan Bukan Pantai, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Keterangan:
: variabel yang diteliti
: hubungan yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti
: hubungan yang tidak diteliti

METODE PENELITIAN
Disain,Tempat, dan Waktu
Penelitian ini merupakan bagian dari riset yang dilakukan oleh Departemen
Kelautan dan Perikanan yang berjudul ”Studi Preferensi dan Perilaku Konsumsi Ikan
dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional”. Penelitian ini menggunakan metode
survei dengan disain cross sectional study. Pengambilan data dilakukan secara stratified
random sampling pada tahap awal. Berdasarkan pertimbangan keterbatasan waktu, dana
dan sumberdaya yang tersedia pemilihan Kabupaten Bantul dan Sleman dilakukan
secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kedua wilayah tersebut masing- masing
mewakili wilayah pantai dan bukan pantai. Selanjutnya pemilihan contoh dilakukan
secara acak setelah dilakukan pengelompokkan secara sengaja terhadap populasi yang
diamati, yaitu wanita dewasa pada masing- masing lokasi terpilih. Penelitian ini
dilaksanakan selama dua bulan, yaitu bulan Juni-Juli 2005.
Cara Pengambilan Contoh
Contoh adalah wanita dewasa. Cara pengambilan contoh dilakukan secara
purposive, dengan syarat dapat membaca dan menulis. Sebanyak 33 contoh di
Kabupaten Bantul diambil dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mina Bahari 45 dan TPI
Kuwaru. Adapun 34 contoh di Kabupaten Sleman diambil dari empat kecamatan
(Depok, Pakem, Kalasan, dan Ngemplak) sehingga total contoh adalah 67 orang
(Lampiran 1).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis data
primer diperoleh menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah faktor
internal (umur, pendidikan dan pekerjaan, pengetahuan gizi, preferensi ikan), faktor
eksternal (besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga, sumber informasi, budaya)
yang diasumsikan mempenga ruhi perilaku konsumsi ikan dan perilaku konsumsi ikan
(kelompok jenis ikan yang dikonsumsi, frekuensi mengkonsumsi ikan, jumlah ikan
yang dikonsumsi, cara memperoleh ikan, tempat pembelian ikan, dan alasan
mengkonsumsi ikan). Data sekunder yang dikumpulkan adalah informasi mengenai data
pendukung dari dinas perikanan setempat berupa laporan tahunan yang memuat data

wilayah, konsumsi dan produksi ikan tahun 2003 di kedua kabupaten, TPI dan
kelompok tani ikan.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia
menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS for window. Statistik
deskriptif adalah metode- metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian
suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Inferensia statistik
mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk
kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan
gugus data induknya. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan
analisis.
Uji beda Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan umur, pengetahuan gizi,
besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga, dan jumlah ikan yang dikonsumsi
contoh di wilayah pantai dan bukan pantai. Rumus uji Mann-Whitney (Sugiyono 2001):
n (n + 1)
U 1 = n1n2 + n21 (n12 + 1) − ∑ R1
U 2 = n1n2 +
− ∑ R2
2
2

Keterangan:
U1
U2
n1
n2
R1
R2
U

= jumlah peringkat 1
= jumlah peringkat 2
= jumlah contoh 1
= jumlah contoh 2
= rangking pada contoh n1
= rangking pada contoh n2
= minimum U 1 , U 2

[

]

Untuk sampel besar, yaitu [n1 , n2 ] > 20 maka pengujian hipotesa nolnya menggunakan
U − µu
kriterian Z dari distribusi normal, yaitu:
Z =
σu
nn
µu = 1 2
Untuk: N = n1 + n2
Keterangan:
2
µu
= rata-rata sebaran U
 n1n2   N 3 − N

σ = 
− ∑T 

 N ( N − 1)   12

su
= simpangan baku sebaran U
T =

t3 − t
12

Bila p = a, maka H0 ditolak.

t

= banyaknya observasi yang
berangka sama untuk suatu
rangking tertentu

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan
pendidikan, pengetahuan gizi, besar keluarga dengan frekuensi dan jumlah ikan antara
contoh di wilayah pantai dan bukan pantai.
Rumus uji korelasi Rank Spearman:
 6∑ d 2
rs = 1 − 
 n n2 − 1


(

)






Keterangan:
rs = koefisien korelasi Rank Spearman
d = perbedaan antara pasangan rank
n = jumlah contoh
Jika rs = 0 berarti tidak ada korelasi dan jika rs = 1 maka korelasi sempurna.
Hipotesis nol atau H0 : rs = 0 yang diuji adalah tidak ada hubungan antara variabel dan
hipotesis alternatif atau H1 : rs ? 0 adalah ada hubungan nyata.
Jika besarnya pasangan rank sampel lebih dari 10, maka dapat digunakan kriteria
t yang disebut rasio kritis (critical ratio = CR), yaitu:
CR = t hitung = rs

n−2
2
1 − rs

Bila CR = ttabel, maka terima H0
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi ikan di analisis
dengan pendekatan fungsi linier dalam bentuk regresi berganda (Walpole 1995) seperti
tersebut di bawah:
Yi = ß0 + ß1 X1 + ß2 X2 + ß3X3 + ß4 X4
Keterangan:
Yi = variabel dependen (jumlah ikan yang dikonsumsi)
ß0 = konstanta
ßj
= koefisien regresi dari variabel Xj, j = 1,2,3,4
Xj = variabel independen ke-j, j = 1,2,3,4
1 = umur
2 = pengetahuan gizi
3 = besar keluarga
4 = pendapatan per kapita keluarga
Data umur diperoleh dengan kisaran dewasa awal dan dewasa akhir (Papalia &
Olds 1986). Pendidikan dibagi dalam lima kategori. Pengetahuan gizi diukur dengan
memberi skor pada jawaban. Pengetahuan gizi ini dikategorikan berdasarkan penilaian

kurang, sedang dan baik (Khomsan 2000). Preferensi ikan diolah secara deskriptif
menurut jenis ikan yang paling disukai.
Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori sesuai BKKBN (1998), yaitu:
keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Pendapatan keluarga memakai
acuan Badan Pusat Statistik 2003 untuk pendapatan per kapita per bulan wilayah DIY
yang dibedakan dalam dua kategori, yaitu miskin dan tidak miskin. Sumber informasi
dan budaya diolah secara deskriptif.
Perilaku konsumsi ikan untuk jenis ikan, cara memperoleh ikan, tempat
pembelian ikan, dan alasan mengkonsumsi ikan juga diolah secara deskriptif. Frekuensi
mengkonsumsi ikan dikelompokkan ke dalam empat kategori sesuai dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Camelia (2002). Jumlah ikan yang dikonsumsi dihitung
dengan berapa gram contoh mengkonsumsi ikan dalam seminggu terakhir (Tabel 2).
Tabel 2 Peubah dan kategori peubah yang digunakan dalam studi
Peubah
Umur contoh

Kategori Peubah
a. dewasa awal (20-40 tahun)
b. dewasa akhir (41-49 tahun)

Keterangan
Papalia & Olds (1986)

Pendidikan

a.
b.
c.
d.
e.

Pengetahuan gizi

a. kurang (jawaban benar < 60%)
b. sedang (jawaban benar 60-80%)
c. baik (jawaban benar > 80%)

Khomsan (2000)

Besar keluarga

a. keluarga kecil (= 4 orang)
b. keluarga sedang (5-6 orang)
c. keluarga besar ( = 7 orang)

BKKBN (1998)

Pendapatan per
kapita keluarga

a. miskin (< Rp 137.132/kap/bl)
b. tidak miskin (>Rp137.132/kap/bl)

BPS (2003)

Frekuensi
mengkonsumsi
ikan

a. jarang (< 1x seminggu)
b. 1-3x seminggu
c. 4-6x seminggu
d. sering sekali (= 7x seminggu)

Penelitian terdahulu
(Camelia 2002)

Jumlah ikan yang
dikonsumsi

a. < 67,4 g/kap/hr
b. = 67,4 g/kap/hr

Konversi dari data
WKNPG 2004

tidak sekolah
SD
SLTP
SMA
Perguruan Tinggi

Definisi Operasional
Ikan adalah jenis komoditi perikanan darat maupun laut baik yang bersirip maupun
tidak dalam bentuk ikan segar yang biasa dikonsumsi.
Contoh adalah wanita dewasa yang mengkonsumsi ikan.
Tingkatan pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang dicapai oleh contoh.
Pengetahuan gizi adalah tingkat pemahaman contoh terhadap ikan dan nilai gizinya
yang didapat dari penilaian jawaban atas pertanyaan yang diberikan dengan skor
kurang, sedang atau baik.
Preferensi ikan adalah jenis ikan yang paling disukai dan dikonsumsi contoh.
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga contoh yang tinggal dalam satu rumah
dan terikat dalam pertalian darah maupun ikatan perkawinan.
Pendapatan keluarga/kap/bl adalah jumlah uang yang diperoleh oleh keluarga contoh
yang sudah bekerja dibagi besar keluarga.
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang dijadikan sumber informasi mengenai
produk ikan meliputi teman, media massa, media cetak, dokter/ahli gizi dan
lain- lain.
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap,
kepercayaan dan kebiasaan contoh beserta keluarga.
Perilaku konsumsi adalah tindakan contoh dalam mengkonsumsi ikan yang diamati
dari jenis, frekuensi, cara memperoleh, tempat pembelian, cara pengolahan, dan
alasan pembelian.
Jenis ikan adalah macam- macam ikan, baik ikan darat ataupun ikan laut yang biasanya
paling sering dikonsumsi contoh.
Frekuensi makan ikan adalah berapa hari contoh mengkonsumsi ikan dalam waktu
satu minggu yang dinyatakan dalam satuan hari per minggu.
Jumlah ikan adalah banyaknya ikan yang dikonsumsi contoh yang dinyatakan dalam
g/kap/hr.
Cara memperoleh adalah suatu cara contoh mendapatkan ikan apakah dengan membeli
ikan atau diberi oleh tetangga, keluarga atau produksi sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul terletak antara 07°44’04”-08°00’27” Lintang Selatan dan
110°12’34”-110°31’08” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bantul sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul, sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Sleman dan Yogyakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Kulonprogo dan sebelah selatan dibatasi oleh Samodra Indonesia. Secara administratif
terdiri atas 17 kecamatan yang terbagi dalam 75 desa dan 933 dusun (Dinas Peternakan,
Kelautan & Perikanan Kabupaten Bantul 2003).
Luas lahan untuk kolam, sawah, keramba dan perairan umum secara berurutan
adalah 277,7 ha, 454,2 ha dan keramba 30 unit dengan jumlah luas lahan (ha) (unit)
sebesar 731,9 ha dan 30 unit. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan konsumsi
ikan diikuti dengan peningkatan budidaya. Hasil tangkapan ikan laut di Kabupaten
Bantul juga mengalami peningkatan pada tahun 2003 menjadi 348,3 ton. Peningkatan
ini disamping karena konsumsi masyarakat pada ikan laut meningkat, juga diikuti
dengan pemodernan sarana penangkapan termasuk kapal. Peningkatan produksi
perikanan darat dan laut mengakibatkan meningkatnya jumlah konsumsi ikan di
Kabupaten Bantul pada tahun 2003 dibandingkan tahun 2002, yaitu dari 7,7 kg/kap/th
menjadi 7,9 kg/kap/th (target 7,1 kg/kap/th) (Dinas Peternakan, Kelautan & Perikanan
Kabupaten Bantul 2003).
Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman secara geografis terletak di antara 107°15’03”-100°29’30”
Bujur Timur, 7°34’51”-7°47’03” Lintang Selatan. Jarak terjauh Utara-Selatan 32 km,
Timur-Barat 35 km. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Boyolali Jateng, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Jateng, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kotamadya Yogyakarta, sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang,
Jateng. Secara administratif Kabupaten Sleman terdiri atas 17 kecamatan yang terbagi
dalam 86 desa dan 1.212 dusun (Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Sleman
2003).

Produksi ikan konsumsi tahun 2003 mencapai 3.968,9 ton (meningkat 7,5%
dibanding tahun sebelumnya), benih ikan 235.787.025 ekor (meningkat 49,8%
dibanding tahun sebelumnya) dan ikan hias sebanyak 5.774.050 ekor (meningkat 73,8%
dibanding tahun sebelumnya). Perkembangan budidaya perikanan di Kabupaten Sleman
secara langsung berpengaruh pada tingkat konsumsi ikan masyarakat. Tingkat konsumsi
ikan mencapai 14,9 kg/kap/th pada tahun 2003, meningkat 30,1% dibanding tahun
sebelumnya yang baru mencapai 11,5 kg/kap/th (Bagian Hubungan Masyarakat
Kabupaten Sleman 2003).
Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan
Umur Contoh
Contoh pada wilayah pantai (Kabupaten Bantul) memiliki kisaran umur antara
23-49 tahun dengan rata-rata umur 37,4 tahun, sedangkan kisaran umur contoh di
wilayah bukan pantai (Kabupaten Sleman) adalah 23-45 tahun dengan rata-rata umur
35,4 tahun. Sebagian besar contoh di kedua wilayah termasuk pada kategori dewasa
awal (Papalia & Olds 1986) dengan persentase 66,7% di wilayah pantai dan 79,4% di
wilayah bukan pantai (Gambar 3).

Persentase (%)

79.4

80
70
60
50
40
30
20
10
0

66.7

33.3

pantai

20.6

20-40

bukan pantai

41-49

Umur (tahun)

Gambar 3 Kelompok umur contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai
di Propinsi DIY, 2005.

Pendidikan dan Pekerjaan Contoh
Contoh di kedua wilayah memiliki tingkat pendidikan akhir SMA dengan
persentase 33,3% di wilayah pantai dan 61,8% di wilayah bukan pantai (Tabel 3), tetapi
tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang
gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk

keluarga (Sediaoetama 1996). Sangat disayangkan karena masih ditemukan contoh di
wilayah bukan pantai yang tidak sekolah 2,9%.
Jenis pekerjaan contoh di wilayah pantai adalah sebagai pedagang ikan, yaitu
sebanyak 48,5%, sedangkan 47,1% contoh di wilayah bukan pantai tidak bekerja (Tabel
3). Adapun contoh yang bekerja di wilayah bukan pantai, jenis pekerjaannya adalah
sebagai buruh tani (26,5%).
Semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata tidak selalu ditandai dengan jenis
pekerjaan yang baik (dapat dilihat pada contoh di wilayah bukan pantai). Walaupun
tingkat pendidikan contoh mencapai SMA, banyak contoh yang tidak bekerja sehingga
pendapatannya tidak dapat dikategorikan tinggi. Hal ini bertentangan dengan literatur
dari BPS 1999, diacu dalam Silitonga 2002 yang menyatakan semakin tinggi
pendidikan yang ditamatkan seseorang maka semakin tinggi pula rata-rata gaji yang
diterima.
Tabel 3 Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan contoh menurut kategori wilayah
pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005
Kategori
Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SLTP
SMA
PT
Total
Jenis Pekerjaan
Tidak bekerja
Petani
Pedagang ikan
PNS/ABRI/pensiunan
Buruh tani
Jasa
Total

Pantai
n

%

Bukan Pantai
n

%

0
8
8
11
6
33

0,0
24,2
24,2
33,3
18,2
100,0

1
3
8
21
1
34

2,9
8,8
23,5
61,8
2,9
100,0

4
5
16
3
5
0
33

12,1
15,2
48,5
9,1
15,2
0,0
100,0

16
4
4
0
9
1
34

47,1
11,8
11,8
0,0
26,5
2,9
100,0

Pengetahuan Gizi Contoh
Sebagian besar contoh kurang mengetahui bahwa ikan teri mengandung protein
yang cukup tinggi bila dibandingkan daging sapi dan daging ayam. Menurut Daftar
Komposisi Bahan Makanan protein teri kering 33,4 g/100 BDD, sedangkan daging sapi
18,8 g/90 BDD dan daging ayam 18,2 g/58 BDD (Hardinsyah & Briawan 1994). Selain
itu, contoh di kedua wilayah belum mengerti bahwa protein hewani lebih baik
dibandingkan protein nabati. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) semakin

lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya cerna
protein suatu jenis pangan maka semakin tinggi mutu proteinnya. Contoh juga merasa
tidak perlu mengkonsumsi ikan setiap hari dengan alasan bosan (Tabel 4).
Tabel 4

Jumlah contoh yang menjawab benar menurut kategori wilayah kategori
wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Pantai
n
29
32
32
32
28
13
29
26
28
20
32
24

Jenis Pertanyaan
Termasuk pangan hewani
Ciri-ciri ikan yang baik
Termasuk ikan air tawar
Termasuk ikan laut
Sumber zat gizi
Kandungan protein yang tinggi
Bukan manfaat ikan
Ikan membuat bau badan amis
ASI menjadi kurang sedap
Mengkonsumsi ikan tiap hari perlu/tidak
Ikan yang tidak langsung dimasak
Kualitas protein yang lebih baik

%
87,9
96,9
96,9
96,9
84,8
39,4
87,9
78,8
84,8
60,6
96,9
72,7

Bukan Pantai
n
%
31
91,2
32
94,1
31
91,2
30
88,2
32
94,1
10
29,4
28
82,4
24
70,6
21
61,8
19
55,9
33
97,1
13
38,2

Berdasarkan skor pengetahuan gizi (Gambar 4), contoh di wilayah pantai
memiliki pengetahuan gizi dalam kategori baik (63,6%) dengan rata-rata skor 82,1. Lain
halnya dengan pengetahuan gizi contoh di wilayah bukan pantai, rata-rata skor
pengetahuan gizi adalah 74,5 dan termasuk dalam kategori sedang (44,1%). Contoh
yang memiliki kategori kurang lebih sedikit di wilayah pantai. Hal ini dikarenakan
contoh di wilayah pantai lebih mengetahui hal- hal yang berkaitan dengan ikan sesuai
dengan pertanyaan di kuisioner.

63.6

Persentase (%)

70
60

44.1

50

38.2

40
30
20

17.6
12.1

pantai

24.2

bukan pantai

10
0
Kurang (80%)

Pengetahuan Gizi

Gambar 4 Pengetahuan gizi contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai
di Propinsi DIY, 2005.

Prefere nsi Ikan Contoh

Contoh di wilayah pantai lebih menyukai ikan bandeng (30,3%), sedangkan
contoh di wilayah bukan pantai menyukai ikan nila 79,4% (Tabel 5). Hal ini
dikarenakan sebagian besar contoh di wilayah bukan pantai merupakan petani ikan nila
sehingga contoh lebih menyukai ikan budidaya mereka sendiri. Ketersediaan ikan di
kedua wilayah berbeda. Ikan bandeng dan beberapa jenis ikan laut lebih banyak tersedia
di wilayah pantai sehingga contoh lebih suka mengkonsumsi ikan tersebut. Contoh di
wilayah bukan pantai lebih menyukai ikan nila karena ketersediaan ikan nila dan
beberapa jenis ikan air tawar lainnya lebih banyak dibandingkan ketersediaan ikan air
laut.
Tabel 5

Preferensi jenis ikan yang biasa dikonsumsi contoh menurut kategori
wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005
Preferensi Ikan

Bandeng
Bawal
Nila
Lele
Lele laut
Mas
Surung
Cakalang
Kakap
Kembung
Total

Pantai
n
10
2
3
2
1
0
2
4
7
2
33

%
30,3
6,1
9,1
6,1
3,0
0,0
6,1
12,1
21,2
6,1
100,0

Bukan Pantai
n
%
0
0,0
0
0,0
27
79,4
4
11,8
0
0,0
3
8,8
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
34
100,0

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan
Besar Keluarga Contoh
Jumlah anggota keluarga contoh umumnya = 4 orang sehingga termasuk
keluarga kecil (BKKBN 1998). Sebagian besar contoh di wilayah pantai memiliki besar
keluarga = 4 orang (rata-rata 5 orang) dengan persentase 75,8% dan besar keluarga di
wilayah bukan pantai 58,8% (rata-rata 4 orang) (Gambar 5).
Pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika anggota keluarga yang
harus diberi makan jumlahnya sedikit terutama pada keluarga yang berpenghasilan
rendah (Suhardjo 1989). Jadi, pada keluarga dengan besar keluarga = 4 orang,
pemenuhan kebutuhan akan ikan lebih mudah terpenuhi.

Persentase (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0

75.8
58.8

29.4
18.2

pantai

6.1

=4

5-6

11.8

bukan pantai

=7

Besar Keluarga (orang)
Gambar 5

Besar keluarga contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai
di Propinsi DIY, 2005.

Pendapatan per Kapita Keluarga Contoh
Pendapatan suatu keluarga akan menentukan daya beli keluarga tersebut baik
untuk pangan maupun non pangan. Semakin besar pendapatan, semakin tinggi daya beli
keluarga tersebut. Menurut Camelia (2002) rendahnya pendapatan merupakan rintangan
yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi
baik dan beragam. Sesuai Biro Pusat Statistik (2003) DIY, yang termasuk keluarga
miskin jika pendapatannya = Rp 137.132/kap/bl dan tidak miskin > Rp 137.132/kap/bl.
Sebagian besar keluarga contoh memiliki pendapatan per kapita keluarga dalam
kategori tidak miskin (> Rp 137.132), yaitu 72,7% berada di wilayah pantai dengan
rata-rata pendapatan Rp 308.437/kap/bl dan 70,6% di wilayah bukan pantai dengan ratarata pendapatan Rp 244.135/kap/bl (Tabel 6). Sesuai rata-rata pendapatan per kapita
keluarga wilayah DIY sesuai data BPS 2003 maka, kedua wilayah penelitian termasuk
dalam kategori tidak miskin (> Rp 137.132/kap/bl).
Tabel 6

Pendapatan per kapita keluarga contoh menurut kategori wilayah pantai dan
bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pendapatan per Kapita Keluarga
(Rp/kap/bl)
Miskin (= 137.132)
Tidak miskin (> 137.132)
Total
Rata-rata pendapatan per kapita

Pantai
n
9
24
33
308.437

%
27,3
72,7
100,0

Bukan Pantai
n
%
10
29,4
24
70,6
34
100,0
244.135

Jenis dan Sumber Informasi yang Digunakan Contoh
Contoh di wilayah pantai yang ingin mengetahui kandungan gizi ikan dan cara
memasak ikan memiliki persentase yang sama, yaitu 27,3%. Selain ingin mengetahui
kandungan gizi ikan, contoh di wilayah pantai juga ingin mengetahui cara
pengolahan/memasak ikan dengan cara lain. Contoh di wilayah ini mengharapkan
adanya penyuluhan mengenai cara lain memasak ikan. Adapun di wilayah bukan pantai
contoh yang menjawab ingin mengetahui kandungan gizi ikan sebanyak 50,0% (Tabel
7).
Tabel 7 Jenis informasi yang ingin diketahui contoh menurut kategori wilayah pantai
dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005
Jenis Informasi Mengenai Ikan
Kandungan gizi ikan
Cara memasak
Teknik budidaya
Harga ikan
Kualitas ikan
Semua di atas
Total

Pantai
n
9
9
1
6
1
7
33

%
27,3
27,3
3,0
18,2
3,0
21,2
100,0

Bukan Pantai
n
%
17
50,0
6
17,6
5
14,7
4
11,8
1
2,9
1
2,9
34
100,0

Contoh di wilayah pantai mengetahui informasi mengenai harga ikan yang
murah dari teman (36,4%). Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar contoh bekerja
sebagai pedagang ikan, sehingga contoh mengetahui harga ikan yang murah dari
pedagang ikan lainnya. Adapun contoh di wilayah bukan pantai mengetahui informasi
harga ikan yang murah dari tetangga (58,8%) karena contoh di wilayah ini merupakan
ibu rumah tangga (Tabel 8).
Tabel 8

Sumber informasi contoh mengenai harga ikan yang murah menurut
kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Informasi Mengenai Harga Ikan
yang Murah
Tahu sendiri
Teman
Keluarga/saudara
Tetangga
Media informasi
Pakar/ahli
Petugas kesehatan/kecamatan
TPI
Total

Pantai
n
1
12
6
1
4
1
0
8
33

%
3,0
36,4
18,2
3,0
12,1
3,0
0,0
24,2
100,0

Bukan Pantai
n
%
2
5,9
6
17,6
1
2,9
20
58,8
3
8,8
0
0,0
1
2,9
1
2,9
34
100,0

Contoh di wilayah pantai mendapatkan informasi mengenai ikan dari teman dan
media informasi dengan persentase sama, yaitu 33,3%. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian besar contoh di wilayah pantai memiliki teman pedagang ikan. Sebanyak
47,1% contoh di wilayah bukan pantai mendapatkan informasi tentang ikan dari media
informasi (Tabel 9). Jenis media informasi yang lebih banyak digunakan contoh di
wilayah bukan pantai adalah media elektronik (radio atau televisi).
Tabel 9 Sumber informasi contoh mengenai ikan menurut kategori wilayah pantai
dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005
Sumber Informasi Mengenai Ikan
Tahu sendiri
Teman
Keluarga/saudara
Tetangga
Media informasi
Pakar/ahli
Petugas kesehatan/kecamatan
TPI
Total

Pantai
n
1
11
4
0
11
0
3
3
33

%
3,0
33,3
12,1
0,0
33,3
0,0
9,1
9,1
100,0

Bukan Pantai
n
%
2
5,9
1
2,9
2
5,9
9
26,5
16
47,1
1
2,9
4
11,8
0
0,0
34
100,0

Budaya Contoh Mengenai Ikan
Sebanyak 3,0% contoh di wilayah pantai dan 2,9% contoh di wilayah bukan
pantai mengatakan adanya pantangan makan ikan (Tabel 10). Contoh yang mempunyai
pantangan makan ikan dikarenakan kebiasaan yang turun menurun (dilarang oleh orang
tua mereka). Contoh yang menjawab pantangan makan ikan tidak disertai keterangan
yang jelas, contohnya makan penyu. Contoh hanya menjawab bahwa penyu tidak boleh
dimakan.
Sesuai dengan nilai/norma yang berkaitan dengan ikan (Tabel 10), sebanyak
6,1% contoh di wilayah pantai mengatakan bahwa ada nilai/norma yang berkaitan
dengan ikan, yaitu bila kenduri atau selamatan selalu memakai ikan. Sebaliknya pada
contoh di wilayah bukan pantai mengatakan tidak ada nilai/norma yang berkaitan
dengan ikan.
Mitos- mitos mengenai ikan ditemui di wilayah pantai (3,0%), sedangkan contoh
di wilayah bukan pantai mengatakan tidak ada mitos- mitos mengenai ikan (Tabel 10).
Mitos menggambarkan