Konsumsi Ikan, Status Gizi dan Prestasi Belajar Siswa SekolahDasar Kelas IV di Daerah Pantai dan Daerah Non Pantai

(1)

ABSTRACT

WIWIET MUTIAH. Fish Consumption, Nutritional Status and Learning Achievement of 4th Grade Elementary School Children in Coastal and Non Coastal Areas. Under the guidance of ALIKHOMSAN.

The general objective of this study was to analyze fish consumption, nutritional status and learning achievement of 4th grade elementary school children in coastal and non coastal areas. The research was conducted by using Cross Sectional Study design and implemented in September to Desember 2011 in Tanjung Pasir and Ciriung III elementary schools. Samples were determined by purposive sampling, 30 students from coastal and non coastal areas were chosen. Amount of fish consumption in coastal areas (57.6 g) was higher than non coastal areas (32.6 g). Most student in coastal areas (43.3%) and in non coastal areas (76.7%) were caregorized as normal based on BMI for age. There was no significant association between fish consumption with nutritional status. There was a significant association between nutritional status with learning achievement (height for age r=0.320, p<0.05 and BMI for age r=0.255, p<0.05). There was a significant association between fish consumption with learning achievement (p<0.05).


(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan dari sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia (SDM) antara lain ditentukan dua faktor yang saling berhubungan, berkaitan dan saling bergantung yakni pendidikan dan kesehatan. Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang.Tebentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang cerdas, aktif, sehat dan produktif. Salah satu usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan formal. Selain itu, mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi juga termasuk usaha untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri ataspendidikan anak usia dini,pendidikan dasar,pendidikan menengah, danpendidikan tinggi. Sekolah dasar (SD) merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Masa sekolah dasar (SD) adalah masa pertumbuhan anak yang cepat dimana anak-anak sangat membutuhkan asupan gizi yang baik.

Menurut Sulistyoningsih (2011) Konsumsi gizi sangat mempengaruhi status gizi kesehatan seseorang yang merupakan modal utama bagi kesehatan individu. Asupan gizi yang salah atau tidak sesuai akan menimbulkan masalah kesehatan. Selain itu, gizi juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pemenuhan kebutuhan gizi akan berdampak pada kondisi kesehatan, dan bisa juga berlaku sebaliknya, yaitu status kesehatan (terutama infeksi) akan berdampak kepada status gizi seseorang.

Anak merupakan generasi penerus bangsa karena mereka merupakan aset negara yang akan melanjutkan pembangunan bangsa ini. Fase anak merupakan fase yang paling penting dalam perkembangan seseorang dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Untuk itu, seorang anak sangat membutuhkan konsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak adalah dengan mengonsumsi pangan hewani.


(3)

Pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap. Selain itu, pangan hewani mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan oleh tubuh. Berbagai vitamin dan mineral yang banyak dalam pangan hewani berperan dalam kenormalan fungsi otak. Defisiensi vitamin B12 akan berakibat rendahnya daya ingat atau kemampuan merekam pesan, dan kemampuan pemecahan masalah.

Kebiasaan konsumsi pangan hewani berdampak panjang pada kemampuan belajar anak sebagai ukuran sederhana kecerdasan anak. Penelitian di Kenya membuktikan bahwa anak-anak yang diberi makanan cukup pangan hewani pada usia 18-30 bulan mempunyai skor kemampuan belajar dan kemampuan kognitif yang lebih baik pada tiga tahun berikutnya yaitu pada saat anak sekolah di usia lima tahun.

Pangan hewani tidak hanya berperan dalam meningkatkan kecerdasan atau perkembangan anak, tetapi juga membuat tubuh anak lebih tinggi. Penelitian di berbagai negara, misalnya di China, Jamaica, Brazil, meksiko, Nicaragua dan di Indonesia membuktikan bahwa anak-anak yang minum susu mempunyai tinggi badan jauh lebih tinggi dibanding anak-anak yang tidak minum susu. Banyak bukti bahwa pangan hewani mempunyai manfaat bagi kecerdasan anak, bahkan juga bagi pertumbuhan dan kesehatan anak.Asupan gizi yang baik salah satunya dengan mengonsumsi pangan hewani seperti ikan dapat meningkatkan perkembangan anak. Perkembangan anak yang baik dapat dilihat dari hasil prestasi belajar di sekolah. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Mutu pendidikan dikatakan baik jika nilai prestasi belajar siswa menunjukkan peningkatan.Sekolah dasar (SD) yang tersebar diseluruh Indonesia diantaranya terletak di daerah pantai dan daerah pegunungan. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Dalam perairan laut banyak pangan yang dapat dikonsumsi salah satunya ikan.

Ikan merupakan sumber protein yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.Berdasarkan data BPS tahun 2010 produksi ikan di Propinsi Banten mencapai 16 668 ton per tahun, sedangkan di propinsi Jawa Barat mencapai 51 989 ton per tahun. Rata-rata konsumsi protein ikan di Indonesia menyumbangkan 7.03 gram per kapita. Tingkat kecerdasan orang Jepang diatas tingkat kecerdasan orang Asia lainnya. Dari aspek gizi dan pangan, ternyata


(4)

bahan pangan yang mendominasi makanan orang Jepang ialah ikan, dengan tingkat konsumsi rata-rata 60 kg per orang per tahun. Tingkat konsumsi ikan orang Indonesia masih di bawah 30 kg per orang per tahun. Salah satu komponen gizi yang terkandung dalam ikan dan diduga berperan dalam meningkatkan kecerdasan ialah Docosa-hexaenoic-acid (DHA), yang merupakan asam lemak tak jenuh ganda berupa rantai panjang Omega-3.

Diharapkan anak yang mengonsumsi ikan, pertumbuhannya akan lebih optimal serta memiliki status gizi dan prestasi belajar yang baik. Dengan demikian perlu adanya pengkajian mengenai konsumsi ikan, status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IVdi daerah pantai dan daerah non pantai.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis konsumsi ikan, tinggi badan,status gizi, dan prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IVdi daerah pantai dan daerah non pantai.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya:

1. Menganalisis konsumsi ikan pada siswa sekolah dasar kelas IVdi daerah pantai dan daerah non pantai.

2. Menganalisis tinggi badan dan status gizi siswa sekolah dasar kelas IVdi daerah pantai dan daerah non pantai.

3. Mengetahui prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IVdi daerah pantai dan daerah non pantai.

4. Menganalisis hubungan antara konsumsi ikan dengan tinggi badan dan status gizi siswa sekolah dasar kelas IV daerah pantai dan daerah non pantai.

5. Menganalisis hubungan antara konsumsi ikan dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IV daerah pantai dan daerah non pantai.


(5)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya konsumsi ikan, status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar pada anak usia sekolah dasar di daerah pantai dan daerah non pantai. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua untuk lebih memperhatikan konsumsi ikan pada anak sehingga dapat meningkatkan status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar anak. Selain itu, informasi ini juga dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah untuk memperhatikan tingkat prestasi belajar anak di sekolah.

Hipotesis

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara konsumsi ikan, status gizi, tinggi badandan prestasi belajar siswa di daerah pantai dan daerah non pantai.

Ha : Terdapat perbedaan antara konsumsi ikan, status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar siswa di daerah pantai dan daerah non pantai.


(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia Sekolah

Anak Usia Sekolah (AUS) adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai akhir masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia enam tahun sampai tibanya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi perempuan dan 14 tahun bagi laki-laki, namun secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk Sekolah Dasar (SD).Masa usia sekolah dasar adalah masa dimana mereka harus bermain tanpa diperhatikan orangtua dan saat bermain dapat mengetahui dapat bergaul dengan teman sebaya secara baik. Pada usia ini anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu. Masa usia sekolah dasar disebut juga masa intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman (Asmin 2000).

Menurut Nurliawati (2003) anak-anak lebih mudah dididik pada usia sekolah dibanding dengan anak usia sebelum maupun sesudahnya. Karena itu, sangat tepat jika pada siswa SD ditanamkan dasar-dasar pengetahuan gizi dan kebiasaan makan yang baik. Anak-anak usia sekolah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan aktif. Oleh karena itu mereka membutuhkan makanan yang memenuhi kandungan gizi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Anak memerlukan nutrisi yang cukup dan seimbang agar proses berpikir, belajar dan berkreativitas tidak terhambat. Selain itu, anak mengalami perkembangan kognitif, perkembangan memori, perkembangan pemikiran kritis, perkembangan kreativitas dan perkembangan bahasa (Devi 2012).

Menurut data Riskesdas tahun2010, sekitar 70 persen anak usia sekolah kurang mendapat asumsi energi yang dibutuhkan. Anak usia sekolah juga mengonsumsi protein kurang dari yang dibutuhkan. Prosentase kurang protein kira-kira 80 persen. Asupan gizi yang kurang mengakibatkan penyerapan ilmu selama sekolah tidak maksimal. Anak menjadi susah konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan tidak kreatif mencari pemecahan masalah (Bardosono 2011).


(7)

Konsumsi Ikan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Briawan 1994). Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi pangan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi, perubahan sikap serta perubahan perilaku sehari-hari dalam menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan (Hardinsyah & Martianto 1992).

Sumber pangan hewani bermanfaat dalam mendukung pertumbuhan fisik anak dan juga mendukung perkembangan kognitif anak (Audrey et al. 2003). Sumber pangan hewani merupakan sumber protein yang kaya asam amino esensial, tidak dapat disintesis dalam tubuh sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh balita sehingga harus ada di dalam makanan. Sumber pangan hewani terdiri dari telur, daging unggas, daging sapi dan ikan (Uripi 2004).

Ikan merupakan pangan sumber protein hewani, karena kandungan proteinnya sangat tinggi jika dibandingkan dengan kandungan lemak dan kandungan karbohidrat didalamnya. Ikan menurut perairan tempat hidupnya terdiri dari ikan air tawar dan ikan air laut. Keduanya adalah makanan sumber protein yang sangat penting untuk pertumbuhan tubuh. Ikan mengandung 18% protein yang terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak waktu pemasakan. Kandungan lemaknya 1-20% lemak yang mudah dicerna serta langsung dapat digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol darah.

Ikan laut sebagai salah satu hasil perikanan tangkap, merupakan sumber protein bagus, bermutu tinggi, memiliki sedikit lemak jenuh namun kaya akan berbagai gizi mikro penting yang diperlukan manusia (Waisima 2011). Ikan laut merupakan sumber utama asam lemak tak jenuh omega-3, EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid) (Burdge 2004). EPA berperan penting untuk penyusunan jaringan mitokondrial, berperan dalam pembentukan prosraglandin dan leukotriene. Sedangkan DHA berfungsi sebagai zat gizi penting baik otak dan retina (Choo & Williams 2003). Hasil penelitian


(8)

Fernandez et al. (1999) menunjukkan hubungan terbalik yang konsisten antara konsumsi ikan dan risiko kanker gastrointestinal. Selain itu, ikan juga memiliki peran dalam pertumbuhan dan perkembangan janin tetapi tergantung jumlah dan jenis ikan yang dikonsumsi (Ramon et al. 2009). Kandugan omega-3 dalam berbagai jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan omega-3 dalam 100 gram ikan

Jenis Ikan Kadar Omega-3

Per 100 gram

Haring 1.8

Makarel 2.8

Kipper 3.4

Pilchard (kalengan dalam saus tomat) 2.8 Sarden (kalengan dalam saus tomat) 2.0

Tuna (segar) 1.6

Tuna (kalengan dalam air garam) 0.17

Salmon (segar) 2.5

Salmon (kalengan) 1.8

Salmon asap 1.3

Trout 1.2

Cod 0.25

Haddock 0.15

Menurut Metcalf et al. 2007 konsumsi minyak ikan akan memberikan efek akumuluasi dari EPA dan DHA yang lebih besar dibandingkan dengan minyak flaxseed. Sehingga hal tersebut dikaitkan dengan penurunan risiko kematian jantung, terutama kematian mendadak. Manfaat ini muncul dari penggabungan asam lemak tak jenuh omega 3 dan eicosapentaenoicacid (EPA) serta docosahexaenoicacid (DHA) ke dalam fosfolipid kardiomiosit. Kandungan tinggi yodium dan asam lemak omega-3 yang dimiliki ikan laut secara signifikan menurunkan tekanan darah, mengurangi resiko kematian mendadak akibat serangan jantung dan meningkatkan pertumbuhan sel-sel otak (Choo & William 2003).Berdasarkan penelitian Chrysohoou et.al. (2007) juga disebutkan bahwa jangka panjang dari konsumsi ikan adalah tidak ditemukannya penyakit kardiovaskular pada individu tersebut. Jadi, asupan ikan tampaknya memberikan perlindungan antiaritmia pada tingkat populasi.

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan, mengonsumsi asam lemak omega-3, yang biasa ditemukan pada ikan salmon dan tuna, bisa mengurangi risiko kebutaan terkait kondisi Age-related Macular Degeneration (AMD), atau kebutaan karena usia lanjut (Devi 2012). Menurut Yuliarti (2008) berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, ikan mengandung protein yang berkualitas tinggi. Protein dalam ikan tersusun dari asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk


(9)

pertumbuhan. Protein ikan juga sangat mudah dicerna dan diabsorbsi. Oleh karena itu, ikan dan produknya banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan pencernaan sehubungan dengan sifat dagingnya yang mudah dicerna.

Para ahli mengemukakan, komposisi asam-asam amino dalam bahan-bahan hewani termasuk ikan sesuai dengan jaringan didalam tubuh manusia. Oleh karena ada kesamaan ini maka protein dari ikan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Ikan sering disebut makanan untuk kecerdasan. Absorbsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan daging sapi, ayam dan lainnya karena daging ikan mempunyai serat-serat protein yang lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam (Yuliarti 2008).

Menurut Devi (2012) Ikan mengandung lesitin, fenilalanin, asam ribonukleat, tirosin, DMAE, vitamin B6, niasin (B3), tembaga, sumber protein yang baik, seng, asam lemak omega-3 (DHA), dan vitamin B12 yang baik untuk otak anak. Nilai gizi ikan laut lebih tinggi dibandingkan ikan air tawar. Kandungan asam lemak omega-3 yang relatif tinggi membuat ikan laut dalam baik untuk pertumbuhan otak anak. Budaya makan ikan yang tinggi dalam masyarakat Jepang telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan pada anak-anak di Negara tersebut (Khomsan 2002). Berdasarkan BPS data tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi dari bahan pangan ikan adalah 43.5 kkal/kap/hari dan 7.3 g protein/kap/hari. Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 47.6 kkal/kap/hari dan 7,9 g protein/kap/hari.

Menurut Waisima (2011) masyarakat di Negara dengan tingkat konsumsi ikan yang tinggi, selain berkolerasi positif dengan tingkat kecerdasan masyarakat, penurunan kolesterol dan pencegahan berbagai penyakit degeneratif, juga menunjukkan tingkat harapan hidup yang relatif lebih lama yaitu mencapai sekitar 80 tahun. Tingginya usia harapan hidup masyarakat di Negara dengan tingkat konsumsi ikan laut tinggi dapat dijelaskan dari adanya dampak positif mengkonsumsi ikan laut yang menyebabkan kesehatan semakin baik, dan kesehatan masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam memperpanjang usia harapan hidup.


(10)

Status Gizi

Status gizi (nutrition status) menurut Supariasa (2002) didefinisikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan (Riyadi 2001).

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langgsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langgsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa 2002).Status gizi anak usia sekolah merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi masyarakat.

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas SDM harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Asupan harian anak-anak yang dikonsumsi selama menonton televisi dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak akan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut (Matheson et.al2004).

Gizi yang cukup merupakan masukan yang penting untuk meningkatkan kualitas SDM. Gizi yang baik menciptakan derajat kesehatan yang baik. Untuk memperoleh gizi yang baik, diperlukan intake pangan yang cukup dan berkualitas. Kecukupan zat gizi seorang anak dapat dilakukan dengan konsumsi energi dan konsumsi protein yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan anak. Ikan merupakan sumber protein hewani utama, diberikan kepada anak karena mudah dicerna. Selain protein, ikan laut juga mengandung asam lemak tak jenuh


(11)

omega-3 yang sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan otak anak (Cahyaningrum 2005).

Menurut Supariasa (2002) Status gizi kelompok orang ditentukan melalui suatu perhitungan statistik dengan menghitung nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka rata-rata atau median dan standar deviasi (SD) dari suatu angka acuan standar WHO. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai Z-score adalah:

Z-Score = Nilai individu subyek – Nilai median baku rujukan Nilai simpangan baku rujukan

Tinggi Badan

Perubahan ukuran fisik penduduk merupakan salah satu indikator keberhasilan upaya peningkatan kualitas manusia. Salah satu cara untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan fisik penduduk adalah melalui pengukuran tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS) yang dilakukan oleh para guru dari sekolah yang bersangkutan. Dalam kegiatan indeks ini yang digunakan adalah tinggi badan menurut umur (TB/U). Klasifikasi status gizi dibagi dalam empat golongan juga menggunakan baku WHO-NHCS. Hasil laporan TBABS tahun 1994/1995, didapatkan tinggi badan rata-rata anak Indonesia adalah 114,9 cm pada anak laki-laki dan 114,0 cm pada anak perempuan (Supariasa 2002). Hasil penelitian Subandriani (2001) berdasarkan uji anacova menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara TBABS dengan hasil prestasi belajar siswa kelas II, III dan IV.

Tinggi badan menurut umur merefleksikan pertumbuhan linear yang di capai anak. Defisit tinggi badan menurut umur (TB/U) menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang. Kurang energi dan protein dan beberapa zat gizi mikro merupakan gejala awal dari penyebab utama (pendek) stunting. Berdasarkan hasil penelitian Salimar et.al(2009) prevalensi balita pendek/stunting berdasarkan tipe daerah yang tertinggi adalah di pedesaan.

Salah satu permasalahan gizi yang dapat muncul sebagai akibat rendahnya kualitas makanan yang dikonsumsi adalah stunting pada anak. Stunted (short stature) atau yang disebut tinggi badan per panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama. Salah satu permasalahan gizi yang dapat muncul sebagai akibat rendahnya kualitas makanan yang dikonsumsi adalah stunting pada anak. Data dari Riskesdas 2007


(12)

menunjukkan, sebesar 35 persen anak usia Sekolah Dasar (SD) pendek. Hal ini berarti pada usia enam sampai 12 tahun, tiga dari 10 anak SD pendek. Sepuluh sampai 20 tahun kemudian, anak-anak tersebut beresiko lebih tinggi terkena diabetes, kolesterol, maupun darah tinggi. Karena dengan lebih pendek menjadi mudah gemuk (Bardosono 2011).

Karakteristik Keluarga Karakteristik sosial ekonomi

Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari besarnya pendapatan atau pengeluaran keluarga, baik pangan maupun nonpangan selama satu tahun terakhir. Jika pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan cenderung lebih dominan daripada kebutuhan nonpangan. Sebaliknya jika pendapatan meningkat maka pengeluaran untuk nonpangan akan semakin besar, mengingat kebutuhan pokok makanan sudah terpenuhi (Husaini et al. 2000). Hal ini sesuai dengan Hukum Engel bahwa semakin tinggi pendapatan maka persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pangan akan semakin kecil.

Berbagai faktor sosial ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain pendidikan, pekerjaan, teknologi, budaya dan pendapatan keluarga. Faktor tersebut akan berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak (Supariasa et al. 2002).

Besar Keluarga

Besar keluarga mempunyai pengaruh pada konsumsi pangan, jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar jika dibandingkan pada keluarga kecil. Pada keluarga dengan ekonomi kurang, jumlah anak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti pangan, sandang, dan perumahan pun tidak terpenuhi.

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan baikibudan ayahmerupakan penentuyang kuatterhambatnyaanakdalam keluarga (Semba et al. 2008). Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu. Pendidikan akan dikelompokkan ke dalam pendidikan formal dan informal. Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan dan berpengaruh melalui pendidikan.

Tingkat pendidikan orang tua dapat berpengaruh dalam usaha meningkatkan prestasi belajar anak. Orang tua yang berpendidikan akan


(13)

memperhatikan serta mendorong semangat belajar anak. Selain itu, untuk membantu dalam proses pendidikan anak, maka sebaiknya orang tua mempertinggi pengetahuannya, semakin tinggi pengetahuan orang tua maka akan semakin banyak pula pengetahuan orang tua yang diberikan kepada anaknya (Agustina 2003).

Pendapatan

Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan jasmani, fisik dan kebendaan anak. Dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan lebih luas, juga orang tua akan mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anak-anaknya jika orang tua tersebut tidak disulitkan oleh pemenuhan kebutuhan primer keluarga (Agustina 2003).

Agustina (2003) menyatakan bahwa kurangnya keadaan ekonomi keluarga, sering memaksa anak-anaknya untuk membantu mencari nafkah. Sering anak-anak harus bekerja di luar jam sekolah. Kalaupun mereka harus bekerja di luar jam sekolah, pekerjaannya sangat melelahkan sehingga tidak sempat lagi mengulang pelajaran dirumah.

Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan koginitif atau yang sering disebut dengan IQ secara umum diketahui sebagai prediktor utama dalam keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson et al. 2000). Pemantauan prestasi belajar berarti menilai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diperoleh oleh siswa. Dalam program UNICEF kita ingin tahu apa yang anak telah belajar di kelas seberapa efektif sekolah, apakah anak-anak melewati eksternal (publik) pemeriksaan untuk promosi dan bagaimana anak-anak dalam pendidikan dibandingkan dengan orang lain di tingkat nasional dan internasional.

Hasil dari sebuah studi menunjukkan bahwa prestasi belajar seorang anak sangat berhubungan juga terhadap pendidikan ibu. Jika pendidikan seorang ibu meningkat lebih baik maka prestasi belajar anak juga akan meningkat. Hal tersebut terutama terjadi pada anak-anak perempuan daripada anak laki-laki. Pekerjaan seorang ayah sangat tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar seorang anak (Arnold & Katty 2010).


(14)

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar adalah salah satu ukuran tingkat intelegensi. Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat ukur kemampuan kognitif siswa. Prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hawadi 2001). Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (fakrtor ekstern). Faktor inern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.


(15)

KERANGKA PEMIKIRAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan. Untuk itu, daerahnya dapat dibedakan menjadi daerah pantai dan daerah non pantai. Daerah pantai merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan laut yang kaya akan sumber protein terutama dari aneka jenis ikan. Ikan merupakan sumber protein yang cukup tinggi dan sangat diperlukan oleh anak dalam masa pertumbuhan.

Konsumsi ikan termasuk salah satu cara untuk mengatasi berbagai permasalahan anak dalam masa pertumbuhan. Konsumsi ikan dapat mempengaruhi status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar anak. Jika konsumsi protein tercukupi maka diharapkan akan menghasilkan status gizi yang baik dan tinggi badan yang sesuai. Sebaliknya jika anak tidak tercukupi semua kebutuhan proteinnya akan menghasilkan status gizi yang kurang dan tinggi badan yang tidak sesuai. Status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak dan kemampuan anak dalam menangkap pelajaran di sekolah, sehingga anak memiliki status gizi yang baik akan memiliki daya tangkap yang lebih baik, yang pada akhirnya mereka akan memperoleh prestasi belajar yang baik di sekolah. Sebaliknya jika anak memiliki status gizi yang kurang maka perkembangan otak dan kecerdasan mereka akan terhambat sehingga kurang optimal dalam menangkap pelajaran di sekolah.

Kebutuhan zat gizi setiap individu berbeda-beda, dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis, dan aktifitas fisik. Tinggi badan merupakan salah satu komponen untuk mengetahui status gizi individu. Jika tinggi badan belum sesuai dengan yang seharusnya maka status gizi individu tersebut tidak bisa masuk dalam kategori normal. Tinggi badan seorang individu berhubungan dengan tingkat konsumsi protein. Konsumsi protein salah satunya terdapat dalam pangan ikan. Untuk itu, konsumsi ikan berhubungan dengan prestasi belajar anak. Penelitian ini secara umum untuk mengetahui konsumsi ikan, status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar siswa sekolah dasar di daerah pantai dan daerah non pantai.


(16)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hungan yang tidak diteliti Daerah

Pantai

Daerah non pantai

Karakteristik Siswa:  Umur

 Jenis Kelamin

Karakteristik Keluarga Siswa:  Besar Keluarga

 Pendidikan orang tua  Pekerjaan orangtua  Pendapatan keluarga

Konsumsi Ikan

Status Gizi Tinggi Badan Prestasi Belajar

 Penyakit/infeksi  Lingkungan Belajar

 Fasikitas Belajar


(17)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study dimana pengumpulan data dilakukan pada satu waktu untuk menggambarkan karakteristik sampel. Lokasi penelitian dilakukan di SDN Ciriung III Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor dan di SDN Tanjung Pasir Tanggerang.Penentuan sekolah dijadikan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan sekolah terletak di lingkungan strategis, dan mudah di jangkau. SDN Ciriung III mewakili karakteristik wilayah non pantai dan SDN Tanjung Pasir mewakili karakteristik wilayah pesisir pantai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2011 dengan cara membagikan kuisioner dan wawancara kepada siswa maupun pihak sekolah.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Populasi penelitian adalah seluruh siswa sekolah dasar kelas IV di SDN Ciriung III Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor dan di SDN Tanjung Pasir Tanggerang. Menurut penelitian Domel, et al (1994) siswa kelas IV dan kelas V dapat dijadikan sampel penelitian. Pertimbangan memilih siswa kelas IV adalah bahwa siswa yang bersangkutan memiliki tingkat perkembangan dan kemampuan anak untuk berfikir secara logis terhadap hal konkrit sudah baik sehingga dapat menjawab pertanyaan. Pengambilan contoh dilakukan secara acak sederhana. Jumlah contoh dari penelitian ini adalah sebanyak 60 anak yang terdiri dari 30 anak SDN Ciriung III dan 30 anak SDN Tanjung Pasir. Teknik pengambilan contoh disajiakan pada gambar 2.

Sekolah Dasar

30 Anak 30 Anak

SDN Tanjung Pasir SDN Ciriung III

Daerah Pantai Daerah Pegunungan


(18)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data sosial ekonomi keluarga (pengeluaran pangan dan non pangan, tingkat pendidikan orang tua dan besar keluarga), dan data konsumsi ikan diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner dan recall konsumsi siswa 2x24 jam. Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuisioner dan observasi langsung. Data lain yang dikumpulkan meliputi karakteristik siswa (usia dan jenis kelamin). Data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) diperoleh dari pengukuran langsung dengan menggunakan timbangan injak dan mikrotoise. Data hasil penimbangan berat badan siswa dihitung dengan menggunakan rumus z-score.

Data status gizi diperoleh dengan menggunakan rumus indekstinggi badan menurut umur (TB/U), dan Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Gambaran umum lokasi penelitian diperoleh melalui pengamatan langsung dan dari website daerah tersebut, lalu data hasil prestasi belajar menggunakan data sekunder yang diperoleh dari guru kelas. Data hasil prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor pada semester I dan II kelas I sampai kelas III. Nilai yang diperoleh adalah dari mata pelajaran yang umum seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS. Jenis dan cara pengumpulandata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data

No Variabel dan Data Jenis Data Cara Pengambilan Data

1.

Karakteristik siswa  Usia

 Jenis Kelamin  Berat badan (BB)  Tinggi badan (TB)

Primer

Pengisian kuisioner dan pengukuran langsung (BB,TB)

2.

Karakteristik keluarga siswa  Besar keluarga

 Pendidikan orang tua  Pekerjaan orang tua  Pendapatan Keluarga

Primer Pengisian kuisioner dan wawancara

3. Konsumsi ikan Primer Pengisian kuisioner dan

wawancara 4.

Gambaran umum lokasi:  Letak geografis  Jumlah penduduk

Sekunder Website lokasi 5. Prestasi belajar siswa:


(19)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel2010dan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.0. Proses pengolahan data meliputi coding, entry, editing, cleaning, dan analisis. Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis statistik perbandingandigunakan untuk membandingkan konsumsi ikan, status gizi, tinggi badan dan prestasi belajar antara dua kelompok sampel data menggunakan independent-sample T Test, uji kolerasi chi-square dan uji kolerasi spearman.

Karakteristik siswa meliputi usia dan jenis kelamin. Data konsumsi ikan dikelompokkan berdasarkan jumlah ikan yang dikonsumsi setiap harinya. Data konsumsi ikan diperoleh dengan cara pengisian food frequency quetioners (FFQ), sedangkan data konsumsi siswa diperoleh darifood recall2x24 jam konsumsi kemudian dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Kecukupan energicontoh diacu berdasarkan formula dari WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah & Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu:

AKE = (88.5 – 61.9 U) + (26.7 x BB x AkF) + 903 TB + 25

AKE = Angka Kecukupan Energi (Kal) U = Usia (tahun)

BB = Berat Badan (kg)

AkF = Angka Kegiatan Fisik (sangat aktif bagi anak laki-laki usia 9-18 tahun yaitu 1.42dan perempuan 1.31)

TB = Tinggi Badan (meter)

Menurut Hardinsyah et al. (2002) kecukupan protein contoh diacu berdasarkan formula sebagai berikut:

AKP = (Ba/Bs) x AKGi

AKP = Angka kecukupan protein (g) Ba = Berat badan aktual (Kg) Bs = Berat badan rujukan (Kg)

AKGi = Angka kecukupan protein yang dianjurkan

Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi khusus untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual siswa yang dibandingkan dengan berat badan anak sekolah dasar standar yang terdapat dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG). Nilai standar yang menyatakan apakah siswa tersebut telah


(20)

mengkonsumsi gizi yang cukup, kurang atau lebih yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (>120%). Tingkat konsumsi zat gizi siswa dihitung dengan rumus:

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

Data status gizi diperoleh dengan menggunakan rumus indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Data hasil penimbangan berat badan dihitung menggunakan simpang baku z-score (Riyadi 2001). Penilaian status gizi berdasarkan nilai z-score dan dibandingkan dengan baku rujukan WHO/NHCS dengan perhitungan untuk tiap indeks adalah:

Nilai z-score yang telah diperoleh kemudian dikategorikan seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Interpretasi z-score menurut indeks pengukuran antropometri

z-score Kategori

BB/U TB/U BB/TB

z< -2 SD Underweight/lightness Sunted/shortness Wasted/thinness

-2 SD <z<+2 SD Normal Normal Normal

z > 2 SD Overweight/heaviness Normal-tallness Overweight/heaviness Sumber: WHO/NCHS (2007)

Data prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor kelas I sampai kelas III. Nilai rapor kelas IV meliputi beberapa mata pelajaran, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS. Untuk mengukur prestasi belajar siswa maka dilakukan penjumlahan nilai kemudian dibagi dengan jumlah mata pelajaran sehingga diperoleh nilai rata-rata rapor siswa. Analisis perbedaan konsumsi ikan, status gizi dan prestasi belajar siswa menggunakan uji beda t untuk melihat perbedaan variabel-variabel tersebut di daerah pantai dan daerah pegunungan.


(21)

Definisi Operasional

Anak usia sekolah dasar adalah usia awal dimana anak mulai berkembang dan bertanggung jawab dengan kegiatan yang dijalaninya.

Konsumsi ikan adalah jumlah dan jenis ikan yang biasa contoh konsumsi.

Karakteristik siswa adalah data atau informasi mengenai siswa meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktifitas fisik.

Status gizi adalah keadaan fisik siswa yang diukur dengan antropometri dengan indek BB/U, TB/U dan BB/TB.

Tinggi badan adalah pengukuran tinggi dalam posisi tegal sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan.

Berat badan adalah masa tubuh yang meliputi lemak, otot, tulang, cairan tubuh, dan lain-lain dalam satuan kilogram.

Prestasi belajar adalah hasil pembelajaran siswa dalam bentuk angka atau nilai yang ditulis dalam rapor dari kelas I sampai kelas III mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA yang kemudian dikategorikan menjadi: kurang (<6,0); cukup (6,0-6,9); baik (7,0-7,9); dan sangat baik (>8,0) .

Besar keluarga menyatakan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Pendidikan terakhir orang tua merupakan pendidikan formal yang terakhir kali di ikuti.

Pendapatan orang tua adakah besar penghasilan yang diterima oleh orang tua dalam sebulan dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini terletak pada nilai prestasi belajar yang digunakan adalah nilai rapor siswa, sebaiknya jika ingin melihat hasil prestasi belajar siswa dapat dilihat pada nilai ulangan harian atau nilai hasil ulangan semester.


(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah Letak Geografis

Teluk Naga termasuk ke dalam salah satu wilayah di Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang terletak di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat 106020’-106043’BT dan 6o00’-6o20’LS. Luas wilayah Kabupaten Tangerang 111 038 ha atau 12.62 % dari seluruh luas wilayah Propinsi Banten dengan batas wilayah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak. Secara topografi, Kabupaten Tangerang berada pada wilayah dataran yang terdiri dari wilayah dataran rendah dan dataran tinggi. Teluk Naga termasuk dalam kategori dataran rendah.

Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.

Cibinong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 4 611.06 Km2. Kabupaten bogor terletak pada Koordinat 6o18’ 6o47’10 LS dan 106o23’45-107o13’30 BT. Luas wilayah Kabupaten Bogor 298 838 294 ha, dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Depok, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak serta sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bogor.

Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10 -


(23)

1.500 m dpl; dan wilayah dataran luas (54,03%) terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0 – 10 m dpl. Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22,89 % dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20,27%), dan perkebunan (17,41%), sementara hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15,93% dari seluruh luas wilayah Jawa Barat.

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di wilayah Teluk Naga mencapai 500 000 jiwa dengan kepadatan 1 000 jiwa/km2. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Tangerang mencapai hampir 2.84 juta orang, terdiri dari 1.45 juta laki-laki dan 1.38 juta perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Tangerang pertahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 3.82% lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Banten yang hanya 2.80% per tahun.

Kecamatan Cibinong memiliki jumlah penduduk sebanyak 326 957jiwa. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah pendudukabupaten Bogor sementara adalah 4 770 744 orang, yang terdiri atas 2 450 426laki-laki dan 2 320318 perempuan.

Karakteristik Keluarga Siswa Jumlah Anggota Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar anggota keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥ 7 orang). Data sebaran jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan jumlah keluarga

Jumlah Keluarga Pantai Non Pantai Total

n % n % n %

Kecil (≤ 4) 19 63.3 26 86.7 45 75.0

Sedang (5-6) 9 30.0 1 3.3 10 16.7

Besar (≥ 7) 2 6.7 3 10.0 5 8.3

Total 30 100.0 30 100.0 60 100

Rata-rata ± SD 3.8 ± 1.7 3.03 ± 1.5 3.4 ± 1.6

p-value* 0.06

Anggota keluarga dengan kategori kecil (≤ 4 orang) sebesar 63.3% di daerah pantai sedangkan di daerah non pantai sebesar 86.7%. Sebesar 30.0% siswa di daerah pantai, dan 3.3% siswa di daerah non pantai siswa memiliki keluarga sedang (5-6 orang). Keluarga besar (≥ 7 orang) di daerah pantai


(24)

berjumlah6.7%, sedangkan di daerah non pantai mencapai 10.0%. Menurut Sanjur (1997) jumlah keluarga akan mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p>0.05).

Pendidikan Orang tua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya penddidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Sukandar 2007).

Tingkat pendidikan orang tua dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar anak. Orang tua yang berpendidikan akan memperhatikan serta mendorong semangat belajar anak. Selain itu, untuk membantu dalam proses pendidikan anak, maka orang tua perlu mempunyai pengetahuan yang baik. Semakin tinggi pengetahuan orang tua maka akan semakin banyak pula pengetahuan orang tua yang diberikan kepada anaknya (Agustina 2003). Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan ayah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu

Pendidikan Pantai Non Pantai Total

n % n % n %

Ayah

Tidak/Tamat SD 28 93.3 4 13.3 32 53.3

SMP/sederajat 1 3.3 7 23.3 8 13.3

SMA/sederajat 1 3.3 17 56.7 18 30.0

Diploma/Perguruan Tinggi 0 0.0 2 6.7 2 3.3

Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Ibu

Tidak/Tamat SD 29 96.7 7 23.3 36 60.0

SMP/sederajat 1 3.3 8 26.7 9 15.0

SMA/sederajat 0 0.0 14 46.7 14 23.3

Diploma/Perguruan Tinggi 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Tabel 4menunjukkan bahwa sebagian besar (53.3%) tingkat pendidikan ayah siswa di daerah pantai dan daerah non pantai adalah tidak/tamat SD. Tingkat pendidikan ayah di daerah pantai umumnya (93.3%) adalah tidak/tamat


(25)

SD, sedangkan di daerah non pantai sebagian besar (56.7%) berpendidikan SMA/Sederajat.Berdasarkan hasil uji statistic meggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan orangtua (ayah dan ibu) siswa di daerah pantai dan daerah non pantai.

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah, 2004). Seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak.

Hasil dari sebuah studi menunjukkan bahwa prestasi belajar seorang anak sangat berhubungan juga terhadap pendidikan ibu. Jika pendidikan seorang ibu lebih tinggi maka prestasi belajar anak juga akan meningkat. Hal tersebut terutama terjadi pada anak-anak perempuan daripada anak laki-laki. Sementara itu, pekerjaan seorang ayah tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar seorang anak (Arnold & Katty 2010).Sebagian besar ibu siswa (60.0%) seperti ditunjukkan dalam Tabel 4 berpendidikan tidak/tamat SD. Sebesar 96.7% ibu siswa memiliki pendidikan terakhir tidak/tamat SD di daerah pantai, sedangkan di daerah non pantai pendidikan terakhir ibu siswa terbesar (46.7%) adalah SMA/sederajat.

Tingkat pendidikan orang tua memiliki kolerasi positif dengan prestasi belajar siswa.Bantuan orang tua terhadap siswa pada saat mengerjakan pekerjaan rumah (PR) mempunyai hubungan yang positif dengan prestasi belajar siswa. Hal ini berarti, semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua terhadap suatu mata pelajaran yang diajarkan disekolah, maka semakin tinggi kemampuannya membantu anak dalam memahami pelajaran tersebut dan pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa (Setiawati 2007).

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua siswa sangat beragam terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pegawai swasta, nelayan, Ibu Rumah Tangga (IRT)dan lainnya. Berdasarkan Tabel 5 diketahui persentase tertinggi pekerjaan ayah siswa adalah wiraswasta (30.0%). Pekerjaan ayah siswa di daerah pantai umumnya (93.3%) sebagai nelayan, sedangkan di daerah non pantai sebagian besar (53.3%) sebagai wiraswasta dan swasta/BUMN.


(26)

Pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga nantinya akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya. Sebaran siswa berdasarkan jenis pekerjaan ibu dapat dilihat dalam Tabel 6. Sebagian besar ibu siswa (75.0%) adalah ibu rumah tangga (IRT). Persentase ibu siswa di daerah non pantai yang sebagai staf swasta/BUMN, wiraswasta, dan PNS berturut-turut adalah 23.3%, 23.3% dan 3.3%.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan jenis pekerjaan ayah

Pekerjaan Daerah Pantai Daerah Non Pantai Total

n % n % n %

Ayah

Nelayan 28 93.3 0 0.0 28 46.7

Swasta/BUMN 0 0.0 13 43.3 13 21.7

TNI/Polri 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Wiraswasta 2 6.7 16 53.3 18 30.0

Total 30 100.0 30 100.0 60 100

Ibu

PNS 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Swasta/BUMN 0 0.0 7 23.3 7 11.7

Wiraswasta 0 0.0 7 23.3 7 11.7

IRT 30 100.0 15 50.0 45 75.0

Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Pendapatan Orang tua

Menurut Suhardjo (1989) pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Tingginya pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan orang tua

Pendapatan Orang Tua Pantai Non Pantai Total

n % n % n %

< 500 000 0 0 5 16.7 5 8.3

500 000-1 000 000 28 93.3 10 33.3 38 63.3

> 1 000 000-2 000 000 2 6.7 9 30.0 11 18.3

> 2 000 000 0 0 6 20.0 6 10.0

Total 30 100 30 100 60 100

Tabel 7menunjukkan sebaran siswa berdasarkan pendapatan orang tua per kapita per bulan. Sebagian besar (63.3%) pendapatan keluarga siswa per kapita per bulan antara Rp 500 000,- sampai Rp 1 000 000,-. Pendapatan keluarga di daerah non pantai umumnya lebih tinggi daripada di daerah pantai.


(27)

Karakteristik Siswa Usia Siswa

Contoh dalam penelitian ini adalah anak kelas IV SD yang berusia 8 sampai 11 tahun. Pada Tabel 8 usia siswa di bagi menjadi dua kategori yaitu 8 sampai 9 tahun dan 10 sampai 11 tahun. Sebaran siswa berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 8. Sebagian besar siswa (65.0%) dalam penelitian ini berumur 8 sampai 9 tahun. Siswa di daerah pantai memiliki persentase yang sama antara usia 8 sampai 9 tahun dan 10 sampai 11 tahun (50.0%), sedangkan di daerah non pantai persentase terbesar pada usia 8 sampai 9 tahun (80.0%) dan sisanya 10 sampai 11 tahun (20.0%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia siswa di daerah pantai dan daerah non pantai.

Jenis Kelamin Siswa

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin pada Tabel 8menunjukkan persentase yang seimbang antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Persentase siswa di daerah pantai diketahui sebesar 60.0% siswa dengan jenis kelamin laki-laki dan 40% siswa dengan jenis kelamin perempuan, sebaliknya di daerah non pantai sebesar 60.0% siswa dengan jenis kelamin perempuan dan 40.0% siswa dengan jenis kelamin perempuan.

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik

Karakteristik Siswa Pantai Non Pantai Total

n % n % n %

Usia

8-9 15 50.0 24 80.0 39 65.0

10-11 15 50.0 6 20.0 21 35.0

Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Jenis Kelamin

Laki-laki 18 60.0 12 40.0 30 50.0

Perempuan 12 40.0 18 60.0 30 50.0

Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Konsumsi Siswa

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Briawan 1994). Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi pangan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi, perubahan sikap serta perubahan perilaku


(28)

sehari-hari dalam menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan (Hardinsyah & Martianto 1992).

Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi siswa daerah pantai dan daerah non pantai sebesar 1255 kkal, protein 42.7 g, kalsium 341.6 g, Fe 14.1 mg, Vitamin A 449.9 µg dan Vitamin C 12.4 g. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi lainnya di daerah pantai lebih rendah dibandingkan dengan daerah non pantai. Untuk mengetahui tingkat kecukupan siswa maka jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG). Rata-rata angka kecukupan gizi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata konsumsi siswa daerah pantai dan daerah non pantai

Variabel Zat gizi Pantai Non Pantai Total

(rata-rata)

Konsumsi

Energi (kkal) 1228 1282 1255

Protein (g) 41.5 44.0 42.7

Kalsium (mg) 282.4 400.9 341.6

Fe (mg) 10.3 17.8 14.1

Vit. A (µg) 404.4 495.4 449.9

Vit. C (mg) 10.3 14.5 12.4

AKG

Energi (kkal) 1488 1670 1579

Protein (g) 47.7 46.0 46.8

Kalsium (mg) 813.3 680.0 746.7

Fe (mg) 11.6 10.8 11.2

Vit. A (µg) 553.3 520.0 536.7

Vit. C (mg) 47.7 46.0 46.8

Tingkat kecukupan

Energi (%) 84.4 78.6 81.5

Protein (%) 87.1 96.0 91.5

Kalsium (%) 35.5 62.3 48.9

Fe (%) 87.4 168.1 127.8

Vit. A (%) 73.2 96.6 84.9

Vit. C (%) 21.8 31.9 26.8

Kecukupan gizi seseorang dapat dihitung dengan mengacu pada Daftar Kecukupan Gizi (DKG), yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. (Hardinsyah & Briawan 1994).

Berdasarkan Tabel 9 diketahui rata-rata angka kecukupan energi sebesar 1579 kkal, protein 46.8 g, kalsium 746.7 mg, Fe 11.2 mg, Vitamin A 536.7 µg, dan vitamin C 46.8 mg. Dilihat berdasarkan lokasi penelitian angka kecukupan zat gizi di daerah pantai umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah non


(29)

pantai. Hal tersebut diduga terjadi karena usia siswa (10-11 tahun) di daerah pantai lebih besar dibandingkan dengan daerah pegunungan sehingga angka kecukupan zat gizi daerah pantai menjadi lebih besar. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi seseorang.

Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-70% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan (≥120% AKG). Berdasarkan klasifikasi tersebut tingkat kecukupan siswa seperti terlihat pada Tabel 8 diketahui untuk energi masih termasuk kategori defisit tingkat ringan (81.5%) dan protein termasuk kategori normal (91.5%).

Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral siswa pada Tabel 8 diketahui kalsium termasuk kategori kurang (48.9%), Fe termasuk dalam kategori cukup (127.8%), vitamin A termasuk kategori cukup (84.9%) dan vitamin C termasuk kategori kurang (26.8%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat gizi siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p>0.05).

Kebiasaan Makan

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan. Kebiasaan makan dibagi menjadi kebiasaan mengonsumsi makanan lengkap dalam sehari, kebiasaan sarapan pagi, dan kebiasaan mengonsumsi ikan. Sebanyak 51.7% siswa megonsumsi makanan lengkap 1 kali dalam sehari dan 38.3% siswa mengonsumsi 3 kali sehari. Sebaran siswa di daerah pantai 100% mengonsumsi makanan lengkap hanya 1 kali dalam sehari, sedangkan di daerah non pantai persentase tertinggi (76.7%) siswa mengonsumsi makanan lengkap 3 kali dalam sehari.


(30)

Tabel 10Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan Makan Pantai Non Pantai Total

n % n % n %

Mengonsumsi makanan lengkap (nasi, lauk-pauk, sayur/buah) dalam sehari

a. 1 kali 30 100.0 1 3.3 31 51.7

b. 2 kali 0 0 4 13.3 4 6.7

c. 3 kali 0 0 23 76.7 23 38.3

d. 4 kali 0 0 2 6.7 2 3.3

Kebiasaan sarapan pagi

a. Selalu (5-7 kali/minggu) 23 76.7 21 70.0 44 73.3

b. Sering (3-4 kali/minggu) 7 23.3 6 20.0 13 21.7

c. Jarang (1-2 kali/minggu) 0 0.0 3 10.0 3 5.0

d. tidak pernah 0 0.0 0 0 0 0.0

Mengonsumsi ikan

a. Selalu (5-7 kali/minggu) 25 83.3 3 10.0 28 46.7

b. Sering (3-4 kali/minggu) 5 16.7 17 56.7 22 36.7

c. Jarang (1-2 kali/minggu) 0 0.0 10 33.3 10 16.7

d. tidak pernah 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Sarapan pagi merupakan pasokan energi untuk otak yang paling baik agae dapat berkonsenterasi di sekolah (Devi 2012). Sarapan pagi umumnya sudah biasa dilakukan siswa, baik di pantai maupun pegunungan. Seorang siswa yang tidak sarapan pagi dapat menyebabkan penurunan konsenterasi belajar yang mengakibatkan menurunnya prestasi belajar (Noverina 2011). Persentase terbesar siswa (46.7%) mengonsumsi ikan 5-7 kali/minggu. Sebesar 83.3% siswa di daerah pantai mengonsumsi ikan 5-7 kali/minggu sedangkan sebesar 56.7% siswa didaerah pantai mengonsumsi ikan 3-4 kali/minggu. Ikan laut sebagai salah satu hasil perikanan tangkap, merupakan sumber protein bagus, bermutu tinggi, memiliki sedikit lemak jenuh namun kaya akan berbagai gizi mikro penting yang diperlukan manusia (Waisima 2011).

Konsumsi Ikan

Budaya makan ikan yang tinggi dalam masyarakat Jepang telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan pada anak-anak di negara tersebut (Khomsan 2002). Data BPS tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi konsumsi energi pangan asal ikan adalah 44 kkal/kap/hari dan protein 7.3 g/kap/hari. Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 48 kkal/kap/hari dan 7.9 g protein/kap/hari. Jumlah pangan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kecukupan zat gizi dan status gizi individu. Beberapa sampel pangan yang dikonsumsi siswa antara lain nasi, ikan, daging, telur, ayam dan susu. Jumlah pangan yang dikonsumsi


(31)

siswa dapt dilihat pada Tabel 11.Khomsan (2002) menjelaskan bahwa untuk penduduk Indonesia konsumsi ikan seyogyanya adalah 50 gram per hari. Konsumsi ikan di daerah pantai umumnya sudah mencukupi atau sudah sesuai dengan angka tersebut, namun sebaliknya di daerah pegunungan konsumsi ikan masih belum mencukupi (<50 gram per hari). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui hanya nasi dan ikan yang memiliki perbedaan signifikan (p<0.05).

Tabel 11 Rata-rata banyaknya jumlah pangan yang dikonsumsi siswa

Jenis Pangan Pantai Non Pantai

Nasi (g) 203.3 220.8

Ikan (g) 57.4 32.6

Daging (g) 30.0 26.7

Telur (g) 66.6 57.2

Ayam (g) 33.6 36.2

Susu (ml) 190.9 200.0

Ikan merupakan pangan sumber protein hewani, karena kandungan proteinnya sangat tinggi. Ikan menurut perairan tempat hidupnya terdiri dari ikan air tawar dan ikan air laut. Ikan mengandung 18% protein yang terdiri dari asam-asam amino esensial.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan ikan per minggu

Jenis Bahan Pangan

Pantai Non Pantai

Sering (>3x)

Jarang (<3x)

Sering (>3x)

Jarang (<3x)

n % n % n % n %

Ikan laut 25 83.3 5 16.7 23 95.8 1 4.2

Ikan air tawar 23 76.7 7 23.3 23 95.8 1 4.2

Ikan Asin 15 50.0 15 50.0 21 87.5 3 12.5

Ikan tambak 23 76.7 7 23.3 16 100.0 0 0.0

Sarden (ikan Kaleng) 15 50.0 15 50.0 21 91.3 2 8.7 Tabel 12menunjukkan sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan ikan per minggu. Jenis ikan dibagi menjadi ikan laut, ikan air tawar, ikan asin, ikan tambak, dan sarden (ikan kaleng). Ikan laut di daerah pantai dan daerah pegunungan dengan kategori sering (>3x) memiliki presentase sebesar 83.3% dan 95.8%.

Pangan hewani bermanfaat dalam mendukung pertumbuhan fisik anak dan juga mendukung perkembangan kognitif anak (Audrey et al. 2003). Pangan hewani merupakan sumber asam amino esensial yang tidak dapat disintesis dalam tubuh sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan


(32)

organ-organ tubuh balita sehingga harus ada di dalam makanan. Pangan hewani terdiri dari telur, daging unggas, daging sapi dan ikan. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan hewani non ikan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan non ikan per minggu

Jenis Bahan Pangan

Pantai Non Pantai

Sering (>3x) Jarang (<3x) Sering (>3x) Jarang (<3x)

n % n % n % n %

Telur 17 56.7 13 43.3 22 73.3 8 26.7

Ayam 22 73.3 8 26.7 28 93.3 2 6.7

Daging 8 26.7 22 73.3 21 95.5 1 4.5

Susu 18 60.0 12 40.0 18 64.3 10 35.7

Berdasarkan beberapa jenis bahan pangan non ikan yang dikonsumsi diantaranya yaitu ayam dan daging yang memiliki persentase cukup besar dibandingkan dengan pangan lainnya (73.3% dan 95.5%) dalam kategori sering.

Tabel 14 Kontribusi Pangan Sumber Energi

Jenis Pangan Pantai Non Pantai

Kal % Kal %

Nasi 525 42.8 605 47.2

Mie 92 7.5 165 12.8

Ikan 55 4.5 61 4.7

Daging 2 0.1 17 1.3

Telur 68 5.5 86 6.7

Ayam 56 4.6 44 3.4

Susu 55 4.5 50 3.9

Lain-lain 375 30.5 255 19.9

Total 1228 100.0 1282 100.0

Tabel 14menunjukkan kontribusi pangan sumber energi terhadap kebutuhan siswa. Nasi menyumbangkan pesentase terbesar baik di daerah pantai maupun daerah pegunungan (42.8% dan 47.2%). Persentase lain-lain menyumbangkan cukup besar di kedua wilayah (30.5% dan 19.9%). Pangan yang termasuk lain-lain yaitu lauk nabati, sayur dan buah-buahan.

Tabel 15 Kontribusi Pangan Sumber Protein

Jenis Pangan Pantai Non Pantai

g % g %

Nasi 9.3 22.4 11.3 25.7

Mie 3.4 8.2 6.4 14.5

Ikan 9.6 23.1 7.2 16.4

Daging 0.2 0.4 1.6 3.7

Telur 4.5 10.8 5.5 12.4

Ayam 3.3 7.9 2.8 6.3

Susu 1.3 3.2 1.5 3.5

Lain-lain 10.0 24.0 7.7 17.4


(33)

Ikan di daerah pantai menyumbangkan persentase sebesar 23.2%, sebaliknya di daerah non pantai hanya menyumbangkan 16.4%. Kontribusi telur di daerah non pantai (12.4%) lebih besar dibandingkan daerah pantai (10.8%).

Status Gizi

Menurut Supariasa (2002) status gizi (nutritional status) didefinisikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.

Tinggi badan seseorang dapat menggambarkan status gizi orang tersebut. Tinggi badan pada dasarnya merupakan hasil pengukuran terhadap jaringan tulang tubuh. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Rata-rata tinggi badan siswa berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Rata-rata tinggi badan siswa berdasarkan jenis kelamin

Variabel Tinggi Badan (cm) Rata-rata ± sd

Pantai Non Pantai

Laki-laki 124.4 ± 7.0 129.4 ± 5.4 126.9 ± 6.2

Perempuan 123.2 ± 7.1 128.1 ± 7.3 125.7 ± 7.2

Total 123.8 ± 7.1 128.8 ± 6.4 126.3 ± 7.1

p-value p<0.05

Tabel 16menunjukkan bahwa rata-rata tinggi badan siswa di daerah pegunungan lebih tinggi daripada siswa di daerah pantai. Siswa laki-laki di daerah pegunungan rata-rata tinggi badannya lebih tinggi daripada siswa perempuan. Sesuai dengan penelitian Masti (2009) bahwa anak laki-laki memiliki rata-rata tinggi badan yang lebih besar daripada perempuan. Hasil uji statistik menggunakan uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tinggi badan siswa di daerah pantai dan daerah pegunungan (p<0.05). Hasil laporan Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (TBABS)tahun 1994/1995, didapatkan tinggi badan rata-rata anak Indonesia adalah 114,9 cm pada anak laki-laki dan 114,0 cm pada anak perempuan (Supariasa 2002).

Status gizi anak usia sekolah merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi masyarakat. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan


(34)

ditentukan kualitas anak-anak saat ini.Upaya peningkatan kualitas SDM harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Sebaran siswa berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tinggi badan menurut umur merefleksikan pertumbuhan linear yang di capai anak. Defisit tinggi badan menurut umur (TB/U) menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang. Kurang energi dan protein dan beberapa zat gizi mikro merupakan gejala awal dari penyebab utama stunting(pendek). Pada Tabel 17 jika dilihat berdasarkan TB/U sebagian besar siswa baik di daerah pantai maupun di daerah pegunungan berstatus gizi normal. Hal tersebut dapat diartikan bahwa keadaan status gizi sebagian besar siswa pada masa kini dan masa lampau tergolong baik. Berdasarkan hasil penelitian Salimar et al tahun 2009 prevalensi balita pendek/stunting berdasarkan tipe daerah yang tertinggi adalah di pedesaan. Pada penelitian ini, sebaran siswa yang memiliki status gizi pendek di daerah pantai lebih tinggi dibandingkan daerah non pantai (33.3% vs 20%).

Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan status gizi

Variabel Pantai Non Pantai Total

n % n % n %

Status gizi (TB/U)

Sangat pendek 7 23.3 1 3.3 8 13.3

Pendek 10 33.3 6 20.0 16 26.7

Normal 13 43.3 23 76.7 36 60.0

Tinggi 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Total 30 100 30 100 60 100

Rata-rata z-score (TB/U) -1.24 -0.51 p<0.05

Status gizi (IMT/U)

Severe thinness 0 0.0 0 0 0 0.0

Thinness 9 30.0 3 10 12 20.0

Normal 19 63.3 21 70 40 66.7

Overweight 2 6.7 6 20 8 13.3

Obesity 0 0.0 0 0 0 0.0

Total 30 100 30 100 60 100

Rata-rata z-score (IMT/U) -2.09 -1.11 p<0.05

Berdasarkan status gizi siswa berdasarkan IMT/U, sebagian besar siswa berada dalam kategori status gizi normal (63.3% di pantai dan 66.7% di pegunungan). Apabila dilihat dari indikator IMT/U yang tergolong normal maka dapat diartikan bahwa IMT siswa tergolong sesuai dengan umurnya. Hasil uji statistik menggunakan uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang


(35)

signifikan antara z-score TB/U siswa di daerah pantai dan z-score TB/U siswa daerah pegunungan (p<0.05), hal tersebut juga terjadi pada z-score IMT/U.

Tabel 18 Sebaran status gizi siswa di daerah pantai

Variabel

Pantai

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Status gizi (TB/U)

Sangat pendek 5 27.8 2 16.7 7 23.3

Pendek 4 22.2 6 50.0 10 33.3

Normal 9 50.0 4 33.3 13 43.3

Tinggi 0 0.0 0 0 0 0

Total 18 100.0 12 100 30 100

Rata-rata z-score -1.24

Status gizi (IMT/U)

Severe thinness 0 0 0 0 0 0 Thinness 4 22.2 5 41.7 9 30

Normal 13 72.2 6 50 19 63.3

Overweight 1 5.6 1 8.3 2 6.7

Obesity 0 0 0 0 0 0

Total 18 100 12 100 30 100

Rata-rata z-score -2.09

Sebaran status gizi siswa di daerah pantai dan daerah non pantai dikategorikan berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan indikator TB/U diketahui baik di pantai maupun non pantai sebagian siswa laki-laki (50%& 83.3%). Sebaran status gizi siswa pada indikator IMT/U sebesar 72.2% siswa laki-laki di pantai dan 75% siswa di daerah non pantai termasuk dalam status gizi normal, sedangkan siswa perempuan hanya 50% dan 66.7% yang termasuk status gizi normal.

Tabel 19 Sebaran status gizi siswa di daerah non pantai

Variabel

Non Pantai

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Status gizi (TB/U)

Sangat pendek 0 0 1 5.6 1 3.3

Pendek 2 16.7 4 22.2 6 20

Normal 10 83.3 13 72.2 23 76.7

Tinggi 0 0 0 0 0 0

Total 12 100 18 100 30 100

Rata-rata z-score (TB/U) -0.51

Status gizi (IMT/U)

Severe thinness 0 0 0 0 0 0 Thinness 2 16.7 1 5.6 3 10

Normal 9 75.0 12 66.7 21 70

Overweight 1 8.3 5 27.8 6 20

Obesity 0 0 0 0 0 0

Total 12 100 18 100 30 100


(36)

Prestasi Belajar Siswa

Menurut Atkinson et al. (2000), prestasi belajar merupakan hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Kecerdasan koginitif atau yang sering disebut dengan IQ secara umum diketahui sebagai prediktor utama dalam keberhasilan siswa di sekolah. Pemantauan prestasi belajar berarti menilai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diperoleh oleh siswa.

Prestasi belajar dalam penelitian ini diperoleh dari rata-rata nilai rapor semester satu dan dua dari mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS mulai kelas I (satu) sampai kelas III (tiga). Berdasarkan Pedoman Buku Rapor dari Depdiknas, prestasi belajar digolongkan ke dalam empat kategori yaitu baik (jika nilai rata-rata rapor diatas 80), lebih dari cukup (jika nilai rata-rata rapor antara 70-79), cukup (jika rata-rata rapor antara 60-69 dan kurang (jika rata-rata rapor dibawah 60).

Tabel 20Sebaran prestasi belajar siswa berdasarkan lokasi

Kategori Prestasi Belajar Daerah Pantai Daerah Pegunungan Total

n % n % n %

Kurang (<60) 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Cukup (60-69) 28 93.3 8 26.7 36 60.0

Lebih dari cukup (70-79) 2 6.7 13 43.3 15 25.0

Baik (>80) 0 0.0 8 26.7 8 13.3

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 20 sesuai dengan kategori rata-rata yang ditetapkan oleh Depdiknas, terdapat 26.7% (8 orang) siswa di daerah pegunungan yang termasuk dalam kategori prestasi belajar yang baik, dan tidak terdapat siswa di daerah pantai yang termasuk dalam kategori prestasi belajar yang baik. Sebaran prestasi belajar siswa di daerah pantai menunjukkan seluruh siswa laki-laki memiliki prestasi belajar dengan kategori cukup, sebagian besar siswa perempuan juga termasuk kategori cukup (83.3%) dan yang lainnya termasuk kategori lebih dari cukup (16.7%).

Tabel 21 Sebaran prestasi belajar siswa di daerah pantai

Prestasi belajar Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Cukup 18 100.0 10 83.3 28 93.3

Lebih dari cukup 0 0.0 2 16.7 2 6.7

Baik 0 0.0 0 0.0 0 0.0


(37)

Sebaran prestasi belajar siswa di daerah non pantai menunjukkan sebagian siswa termasuk dalam kategori prestasi belajar lebih dari cukup (43.3%). Sebagian siswa dengan jenis kelamin laki-laki termasuk dalam kategori kurang (50%) sedangkan siswa dengan jenis kelamin perempuan sebagian termasuk dalam kategori lebih dari cukup (55.6%).

Tabel 22 Sebaran prestasi belajar siswa di daerah non pantai

Prestasi Belajar Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 6 50.0 1 5.6 7 23.3

Cukup 3 25.0 2 11.1 5 16.7

Lebih dari cukup 3 25.0 10 55.6 13 43.3

Baik 0 0.0 5 27.8 5 16.7

Total 12 100 18 100 30 100

Menurut Agustina (2003) manfaat yang dapat diperoleh melalui pengukuran atau prestasi belajar antara lain untuk mengetahui apakah proses belajar telah berlangsung secara efektif atau belum. Seorang siswa dapat dikatakan sukses disekolah apabila ia secara relatif konstan dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah tanpa mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar adalah salah satu ukuran tingkat intelegensi. Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat ukur kemampuan kognitif siswa. Prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hawadi 2001).

Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui rata-rata prestasi belajar siswa dari beberapa mata pelajaran antara daerah pantai dan daerah non pantai cukup berbeda. Rata-rata prestasi belajar siswa di daerah pantai kelas I sampai kelas III 65.1 dan daerah pegunungan 74.3. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai siswa di daerah pantai dan daerah non pantai dari kelas I sampai kelas III (p<0.05).


(1)

Lampiran1 Kuisioner Penelitian

HUBUNGAN KONSUMSI IKAN DENGAN STATUS GIZIDAN

PRESTASI BELAJAR SISWASEKOLAH DASAR KELAS IV

DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN

Oleh : Wiwiet Mutiah

I14096040

1. NomorResponden :

2. NamaResponden :

3. Enumerator :

4. TanggalWawancara :

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

A. IdentitasContoh

A1 NamaAnak

A2 JenisKelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan A3 Umur ……… tahun

A4 Tanggallahir Tgl.../Bln…./Tahun…… A5 Anakke ... dari ……bersaudara A6 Alamat, Tempattinggaldengan?

a. Orang tua b. Wali A7 Telelon/HP

A8 Agama

A9 BeratBadan ……. kg A10 TinggiBadan ……. cm A11 NamaSekolah

B. KarakteristikKeluarga

B1 PendidikanTerakhir Ayah [1] SD/Sederajat [2] SMP/Sederajat [3] SMA/Sederajat [4] Diploma/Sederajat [5] Sarjana

[6] Lainnya (………..)

B2 PendidikanTerakhirIbu (Responden) [1] SD/Sederajat [2] SMP/Sederajat [3] SMA/Sederajat [4] Diploma/Sederajat [5] Sarjana

[6] Lainnya (………..)

B3 Pekerjaan Ayah [1] PNS

[2] PegawaiSwasta [3] Bekerja di BUMN [4] TNI/Polri

[5] Berwiraswasta

[6] Lainnya (………..)

B4 PekerjaanIbu [1] PNS

[2] PegawaiSwasta [3] Bekerja di BUMN [4] TNI/Polri

[5] Berwiraswasta

[6] Lainnya (………..)

B5 Berapapenghasilankeluargadal amsebulan?

[1] < 500.000

[2] 500.000-1.000.000 [3] > 1.000.000-2.000.000 [4] > 2.000.000-3.000.000 [5] > 3.000.000-4.000.000

[6] > 4.000.000 (sebutkan ………..)

B6 Berapapengeluaranhariankelu argauntukmakanan?

[1] < 10.000 [2] 10.000-20.000 [3] > 20.000-30.000 [4] > 30.000-40.000 [5] > 40.000-50.000

[6] > 50.000 (sebutkan ………..)

B7 Berapapengeluaranhariankelu argauntukbukanmakanan?

[1] < 10.000 [2] 10.000-20.000 [3] > 20.000-30.000 [4] > 30.000-40.000 [5] > 40.000-50.000

[6] > 50.000 (sebutkan ………..)


(3)

C1 Berapa kali anakandamakanlengkap (Nasi, Laukpauk, sayur/buah) dalamsehari?

[a] 1 kali [b] 2 kali [c] 3 kali [d] 4 kali C2 Apakahanakandaselalusarapanpagi?Jikatidak,

berapa kali

anakandasarapanpagidalamsatuminggu

[a] 5-7 kali/minggu (selalu) [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah

C3 Berapa kali anakandamengkonsumsiikan? [a] 5-7 kali/minggu (selalu) [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah

C4 SebutkanIkan yang

menjadipantangananakanda …… Alasan ……..

C5 Sebutkanikan yang paling anakandasukai

…….

Alasan ……..

C6 Berapa kali dalam seminggu anda menyediakan hidangan ikan di rumah>

……. kali D. Recall KonsumsiPangan2 x 24 jam

(Hari I)

WaktuMakan JenisMakanan Jenispangan/ Namabahanpangan

Banyaknya URT Gram Pagi

Selingan 1

Siang

Selingan 2

Malam


(4)

WaktuMakan JenisMakanan Jenispangan/ Namabahanpangan

Banyaknya URT Gram Pagi

Selingan 1

Siang

Selingan 2

Malam

E. FFQ (Food Frequency Quetionners)

No JenisBahanPangan

FrekuensiKonsumsidalamsem inggu

Frekuensi konsumsi per

bulan

Banyaknya (gram) 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali

1 Ikanlaut ………….. kali

2 Ikan Air tawar ………….. kali

3 IkanAsin ………….. kali

4 IkanTambak ………….. kali

5 Sarden (IkanKaleng) ………….. kali

6 Telur ………….. kali

7 Ayam ………….. kali

8 Daging ………….. kali

9 Susu ………….. kali

F. HasilPrestasiBelajar *))

No Kelas/Semester Mata Pelajaran

Matematika B.Indonesia IPA IPS Rata-rata

F1 I/1

F2 I/2

F3 II/1

F4 II/2

F5 III/1

F6 III/2 Rata-rata


(5)

RINGKASAN

WIWIET MUTIAH.Konsumsi Ikan, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar kelas IV di Daerah Pantai dan Daerah Non Pantai. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN.

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis konsumsi ikan, status gizi, dan prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IV di daerah pantai dan daerah non pantai.Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu (1) Menganalisis konsumsi ikan pada siswa, (2) Menganalisis tinggi badan dan status gizi siswa, (3) Menganalisis prestasi belajar siswa, (4) Menganalisis hubungan konsumsi ikan dengan status gizi siswa (5) Menganalisis hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IV di daerah pantai dan daerah non pantai. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan bulan September-Desember 2011 di SDN Tanjung Pasir Kabupaten Tanggerang dan SDN Ciriung III Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena kedua sekolah tersebut terletak di lingkungan strategis dan mudah dijangkau.

Contoh pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IV SDN Tanjung Pasir dan SDN Ciriung III. Contoh ditentukan secara acak sederhana, sehingga dalam pada masing-masing sekolah didapatkan 30 siswa baik di SDN Tanjung Pasir maupun di SDN Ciriung III. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuesioner, dan pengukuran langsung. Data primer meliputi data karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, dan data konsumsi ikan. Data sekunder yang berupa gambaran umum tempat penelitian yaitu kabupaten Tangerang dan kabupaten Bogor. Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program computer Microsoft Excell 2010 dan SPSS versi 16.0. Proses pengolahan meliputi coding, editing, cleaning, dan analisis. Data konsumsi ikan diperoleh dari pengisian food frecuency quetioners (FFQ), sedangkan data konsumsi siswa diperoleh dari food recall 2x24 jam. Status gizi siswa diperoleh menggunakan rumus (TB/U) dan (IMT/U). Tingkat kecukupan energi dihitung berdasarkan formula dari WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah & Tambunan 2004). Prestasi belajar di peroleh dari hasil rapor kelas I-III, lalu dikategorikan berdasarkan pedoman buku rapor (Depdiknas).

Jumlah anggota keluarga yang diteliti sebagian besar termasuk dalam kategori kecil (75.0%). Kategori kecil (≤ 4 orang) sebesar 63.3% di daerah pantai sedangkan di daerah non pantai sebesar 86.7%. Hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p>0.05). Tingkat pendidikan ayah di daerah pantai terbesar (93.3%) adalah tidak/tamat SD, sedangkan di daerah non pantai sebagian besar dengan tingkat pendidikan SMA/Sederajat (56,7%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan ayah di daerah pantai dan daerah non pantai (p<0.05). Sebesar 96.7% ibu siswa memiliki pendidikan terakhir tidak/tamat SD di daerah pantai, sedangkan di daerah non pantai pendidikan terakhir ibu siswa terbesar adalah SMA/sederajat (46.7%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan ibu di daerah pantai dan daerah non pantai (p<0.05). Persentase tertinggi pekerjaan ayah siswa adalah nelayan (46.7%). Di daerah pantai sebagian besar sebagai nelayan (93.3%), sedangkan di daerah non pantai sebagian besar sebagai wiraswasta (53.3%) dan swasta/BUMN


(6)

(43.3%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ayah siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p<0.05). Sebagian besar ibu siswa hanya berperan sebagai ibu rumah tangga (IRT) sebesar 75.0%. Seluruh ibu siswa di daerah pantai merupakan IRT, sedangkan di daerah non pantai (50%) ibu siswa IRT. Berdasarkan uji beda t, terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ibu siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p<0.05). Sebagian besar pendapatan keluarga siswa per kapita per bulan antara Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,- sebesar 63.3%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan orang tua siswa per bulan di daerah pantai daerah non pantai.

Siswa dalam penelitian ini berusia 8 sampai 11 tahun. Persentase terbesar pada umur 8-9 tahun sebesar 65.0%. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia siswa di daerah pantai dan daerah non pantai. Persentase siswa di daerah pantai diketahui sebesar 60.0% siswa dengan jenis kelamin laki-laki dan 40% siswa dengan jenis kelamin perempuan, sebaliknya di daerah non pantai sebesar 60.0% siswa dengan jenis kelamin perempuan dan 40.0% siswa dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kelamin siswa di daerah pantai dengan daerah non pantai (p>0.05).

Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi lainnya di daerah pantai lebih rendah dibandingkan dengan daerah pegunungan, namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan.Dilihat berdasarkan lokasi penelitian angka kecukupan zat gizi di daerah pantai lebih tinggi dibandingkan dengan daerah non pantai. Tingkat kecukupan energi siswa masih termasuk kategori defisit tingkat ringan (81.5%) dan protein termasuk kategori normal (91.5%). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral siswa diketahui kalsium termasuk kategori kurang (48.9%), Fe termasuk dalam kategori cukup (127.8%), vitamin A termasuk kategori cukup (84.9%) dan vitamin C termasuk kategori kurang (26.8%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat gizi siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p>0.05).Rata-rata konsumsi ikan di daerah pantai (57.6 g) lebih tinggi daripada di daerah non pantai (32.6 g). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui perbedaan signifikan (p<0.05)antara konsumsi ikan di daerah pantai dan daerah non pantai. Jenis ikan yang sering dikonsumsi didaerah pantai yaitu ikan laut sedangkan di daerah non pantai yaitu ikan tambak.

Rata-rata tinggi badan siswa di daerah non pantai lebih tinggi daripada siswa di daerah pantai. Hasil uji statistik menggunakan uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tinggi badan siswa di daerah pantai dan daerah non pantai (p<0.05). Berdasarkan TB/U sebagian besar siswa baik di daerah pantai maupun di daerah non pantai berstatus gizi normal masing-masing sebesar 43.3% dan 76.7%. Status gizi siswa berdasarkan IMT/U sebagian besar siswa berada dalam kategori status gizi normal (63.3% dan 66.7%).Hasil uji statistik menggunakan uji beda t, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara score TB/U siswa di daerah pantai dan score TB/U siswa daerah non pantai (p<0.05), hal tersebut juga terjadi pada z-score IMT/U. Rata-rata prestasi belajar siswa di daerah pantai kelas I sampai kelas III 65.1 dan daerah non pantai 74.3. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai siswa di daerah pantai dan daerah non pantai dari kelas I sampai kelas III (p<0.05).