Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan

PENGUKURAN EMISI CO₂ DARI TANAH PEKARANGAN
UNTUK WILAYAH PERKOTAAN

ANNA FARIDA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Emisi CO₂
dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Anna Farida
NIM F44090074

ABSTRAK
ANNA FARIDA. Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah
Perkotaan. Dibimbing oleh Satyanto K Saptomo dan Yudi Chadirin.
Emisi CO₂ yang dihasilkan dari bawah permukaan tanah berasal dari
respirasi akar tanaman dan aktivitas organismee di dalam tanah. Jumlah CO₂ antar
lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan
yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengukur emisi CO₂ dari tanah pekarangan untuk wilayah
perkotaan dan membandingkan kadar emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah
bervegetasi dengan tanah non vegetasi pada tanah mineral. Hasil pengukuran
menunjukkan emisi CO₂ yang dihasilkan sebelum perlakuan dari tertinggi sampai
terendah pada plot tanah diurutkan yaitu plot 1, plot 4, plot 2 dan plot 3. Namun
setelah perlakuan dilakukan menunjukkan emisi CO₂ dari tertinggi sampai
terendah diurutkan adalah plot 2 (PO dan GM) , plot 3 (PO), plot 1 (Tanah biasa)
dan plot 4 (PO dan JP). Faktor yang mempengaruhi perubahan Emisi sebelum
dan setelah perlakuan adalah suhu tanah, kelembaban tanah, kandungan organik,

umur tanaman dan jenis tanaman penutupan lahan.
Kata kunci: Emisi CO₂, Suhu tanah, kelembaban tanah, kandungan organik tanah,
jenis dan keragaman tanaman

ABSTRACT
ANNA FARIDA. Measurement of CO₂ Emissions from Garden Soil For Urban
Areas. Supervised by Satyanto K Saptomo and Yudi Chadirin.
CO₂ emissions generated from below the ground surface is derived from
plant root respiration and activity of organismes in the soil. The amount of CO₂
emissions between different fields, depends on the diversity and density of
existing vegetation, soil type and managed. The purpose of this study was to
measure the CO₂ emissions from garden soil for urban areas and compare the
levels of CO₂ emissions generated by land vegetated with non-vegetation land on
mineral soil. The measurement results indicate CO₂ emissions generated before
treatment from highest to lowest sorted plot 1, plot 4, plot 2 and plot 3. But after
the treatment, CO₂ emissions are sorted from highest to lowest is the plot 2 (PO
and GM), plot 3 (PO), plot 1 (soil) and plot 4 (PO and JP). Emission factors
affecting changes before and after treatment is soil temperature, soil moisture,
organic content, plant age and land cover type.
Keywords: CO₂ emissions, soil temperature, soil moisture, soil organik content,

and the diversity of plant species

PENGUKURAN EMISI CO₂ DARI TANAH PEKARANGAN
UNTUK WILAYAH PERKOTAAN

ANNA FARIDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengukuran Emisi CO₂ dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah

Perkotaan
Nama
: Anna Farida
NIM
: F44090074

Bogor, September 2013
Disetujui,
Pembimbing Akademik I

Pembimbing Akademik II

Dr. Satyanto K Saptomo, S. TP., M.Si

Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr

NIP. 19730411 200501 1 002

NIP. 197409261 99903 1 004


Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan bulan Maret-Agustus 2013 dengan judul Pengukuran Emisi CO₂
dari Tanah Pekarangan Untuk Wilayah Perkotaan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Dr. Satyanto K Saptomo, S. TP., M.Si selaku
dosen pembimbing akademik I, Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr selaku dosen
pembimbing akademik II dan Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M. T selaku
dosen penguji ujian akhir, kedua orang tua dan keluarga besar penulis dan rekanrekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan
dalam skripsi ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi

pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2013
Anna Farida

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

3

Waktu dan Tempat

3


Alat dan Bahan

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Emisi CO₂ pada Tanah Pekarangan (Tanah Mineral)

6

Pengukuran Pada Tanah Mineral Alami (Sebelum Perlakuan)

6


Pengukuran Pada Hari Pertama Setelah Perlakuan

9

Pengukuran Pada Hari Ke 12 Setelah Perlakuan

11

Pengukuran Pada Hari Ke 42 Setelah Perlakuan

13

Total Emisi CO₂ Harian dan Emisi CO₂ Rata-rata Per jam

15

Pengukuran Emisi CO₂ Pada Malam Hari

17


SIMPULAN DAN SARAN

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
1. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ per jam
2. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ per jam (24 jam)

16
18

DAFTAR GAMBAR
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Diagram alir pelaksanaan kegiatan
Plot pengukuran Emisi CO₂ tanah pekarangan
Grafik fluks CO₂ pengukuran sebelum perlakuan
Suhu tanah (sebelum perlakuan)
Kelembaban tanah (sebelum perlakuan)
Fluks CO₂ pengukuran hari pertama setelah perlakuan
Suhu tanah pada hari pertama setelah perlakuan
Kelembaban tanah hari pertama setelah perlakuan
Fluks CO₂ pengukuran hari ke 12 setelah perlakuan
Suhu tanah pada hari 12 setelah perlakuan
Kelembaban tanah hari pertama setelah perlakuan
Skematis pohon sebagai penyerap CO₂ melalui proses fotosintesis
Fluks CO₂ pengukuran hari ke 42 setelah perlakuan
Suhu tanah pada hari 42 setelah perlakuan
Kelembaban tanah hari pertama setelah perlakuan
Total emisi CO₂ harian
Rata-rata emisi CO₂ perjam
Total emisi CO₂ harian pengukuran pada hari ke 12 setelah
perlakuan
19. Rata-rata emisi CO₂ harian pengukuran pada hari ke 12 setelah
perlakuan pada hari 12 setelah perlakuan

4
5
7
7
8
9
10
10
11
11
12
13
14
14
14
16
17
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Foto plot tanah pada saat pengukuran
Hasil analisis tanah di laboratorium
Hasil kalibrasi alat
Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan sebelum perlakuan
Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan hari pertama setelah perlakuan
Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan hari ke 12 setelah perlakuan
Tabel emisi CO₂ dan Curah hujan hari ke 42 setelah perlakuan
Grafik emisi CO₂, suhu tanah, dan kelembaban tanah pada
pengukuran siang dan malam

21
22
22
23
24
25
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global dan perubahan iklim adalah sebuah fenomena
meningkatnya suhu udara karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca
(GRK) di atmosfer sebagai akibat dari berbagai aktivitas manusia, seperti
penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, serta
kegiatan pertanian dan peternakan. Salah satu GRK yang mempunyai
kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim adalah CO₂.
Emisi CO₂ yang dihasilkan dapat berasal dari atas permukaan tanah maupan dari
bawah permukaan tanah. Emisi dari atas permukaan tanah berasal dari sumber
alamiah seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan. Namun emisi CO₂
yang paling besar dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia. Berdasarkan
sumbernya, emisi CO₂ yang dihasilkan dari kegiatan manusia dapat dibagi
menjadi sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Emisi CO₂ yang dihasilkan
dari sumber bergerak dihasilkan dari transportasi seperti sepeda motor, bus, dan
kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar fosil. Sedangkan untuk sumber
tidak bergerak, dihasilkan dari berbagai kegiatan industri dan rumah tangga.
Emisi CO₂ yang dihasilkan dari bawah permukaan tanah berasal dari respirasi
akar tanaman dan aktivitas organisme didalam tanah. Dalam siklus karbon, gas
CO₂ yang dilepas dilepaskan ke udara bebas diserap oleh tanaman dan diubah
menjadi karbohidrat dan oksigen oleh tanaman melalui proses fotosintesis. Reaksi
ini akan terjadi dengan bantuan klorofil dan sinar matahari. Karbohidrat yang
dihasilkan merupakan sumber untuk pembentukan senyawa organik lain seperti
protein dan lignin pada tanaman. Tanaman teroksidasi melalui dekomposisi alami,
dibakar atau dikonsumsi oleh hewan, oksigen diabsorpsi dari udara dan CO₂ akan
dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai emisi karbon (Tan 2009).
Jumlah emisi CO₂ antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman
dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.
Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan
tanahnya baik, karena biomasa pohon meningkat, atau dengan kata lain di atas
tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya di dalam tanah (bahan organik
tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap
lahan perlu dilakukan.
Saat ini sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengukur kadar CO₂
pada lahan gambut. Banyak penelitian (Hairiah dan Rahayu 2007)
mengungkapkan bahwa emisi CO₂ tanah paling besar dihasilkan dari lahan
gambut karena proses pelapukan yang terus terjadi sehingga mengeluarkan
banyak emisi CO₂. Sedangkan penelitian tentang pengukuran emisi CO₂ pada
lahan biasa atau tanah mineral dalam hal ini lahan pekarangan masih jarang
dilakukan. Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran emisi CO₂
dari tanah pekarangan yang berlokasi di depan laboratorium Teknik Sumberdaya
Air, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, untuk melihat besarnya kontribusi CO₂
yang dihasilkan lahan pekarangan atau tanah mineral ke atmosfer.

2

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur emisi CO₂ dari tanah pekarangan
untuk wilayah perkotaan. Ide penelitian muncul Banyak penelitian
mengungkapkan bahwa emisi CO₂ tanah paling besar dihasilkan dari lahan
gambut karena proses pelapukan yang terus terjadi sehingga mengeluarkan
banyak emisi CO₂. Sedangkan penelitian tentang pengukuran emisi CO₂ pada
lahan biasa atau tanah mineral dalam hal ini lahan Pekarangan masih jarang
dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas
adalah sebagai berikut:
1. Emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah mineral
2. Perbedaan emisi yang dikeluarkan oleh tanah biasa (tanpa pupuk dan
vegetasi) dengan tanah mineral yang telah ditambahkan pupuk dan
vegetasi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari karakteristik emisi CO₂ dari tanah pekarangan untuk wilayah
perkotaan
2. Membandingkan kadar emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah bervegetasi
dengan tanah non vegetasi pada tanah mineral.
Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini:
1. Memberikan informasi mengenai besarnya emisi CO₂ yang dihasilkan
oleh tanah mineral baik yang bervegetasi maupun yang non vegetasi.
2. Sebagai Acuan untuk menghitung jumlah emisi CO₂ dari tanah
pekarangan untuk wilayah perkotaan.
3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam
memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat emisi CO₂ yang
dihasilkan oleh tanah pekarangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini:
1. Penelitian dilakukan pada 4 plot tanah dengan perlakuan yang berbedabeda sesuai dengan keadaan tanah pekarangan di wilayah perkotaan.
2. Penelitian ini membahas tentang pengukuran emisi CO₂ yang dihasilkan
dari tanah bervegetasi dan non vegetasi.

3

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Agustus 2013. Pengukuran ini
dilakukan di beberapa tempat yaitu
1. Laboratorium Teknik sumberdaya air, Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Darmaga, Bogor.
2. Laboratorium mekanika tanah, Departemen Teknik Mesin Dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Darmaga, Bogor.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan:
1.
Bahan yang digunakan adalah petak tanah sebesar 1 m x 1 m x 0.3 m,
pupuk Organik, vegetasi dengan jenis rumput gajah mini dan rumput
jepang untuk ditanam, dan sampel tanah.
2.
Alat-alat yang digunakan adalah collar, CO₂ analyzer LI-800, sensor
suhu dan kelembaban tanah (5TE, Decagon), Em50 data logger,
timbangan, oven, ring sample.
Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran emisi CO₂ pada tanah
pekarangan, kelembapan dan suhu tanah serta uji karakteristik tanah (kadar
organik tanah). Pengukuran emisi CO₂ dari tanah dilakukan dengan membuat 4
plot yang selanjutnya disebut plot 1, plot 2 dan plot 3 dan plot 4, masing-masing
seluas 1 m2. Kemudian disetiap plot akan diletakkan collar yang nantinya akan
dihubungkan pada CO₂ analyzer LI-800 pada saat pengukuran dilakukan.
Konsentrasi gas CO₂ yang keluar dari tanah yang terperangkap didalam collar
akan terukur oleh CO₂ analyzer LI-800.
Untuk langkah pertama, emisi CO₂ diukur pada keadaan normal tanpa
tambahan pupuk dan vegetasi pada setiap plot. Pengukuran ini dilakukan selama 2
hari dengan lama pengukuran yang dilakukan adalah 12 jam per hari. Interval
pengukuran yang dilakukan adalah 1 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran
dengan perlakuan yang berbeda setiap plotnya. Plot 1 berisi tanah kosong tanpa
vegetasi, plot 2 diisi dengan pupuk organik dan rumput gajah mini (PO dan GM),
plot 3 akan diisi dengan pupuk organik (PO) dan plot 4 diisi dengan pupuk
organik dan rumput jepang (PO dan JP). Pengukuran emisi dilakukan pada
sebelum perlakuan, awal perlakuan,12 hari setelah perlakuan dan 42 hari setelah
perlakuan.
Suhu dan kelembapan tanah diukur dengan menggunakan sensor 5TE.
Sensor 5TE tersebut dihubungkan dengan Em50 data logger untuk merekam hasil
pengukuran sensor suhu dan kelembapan. Suhu dan kelembapan diukur dengan
interval 15 menit. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka dilakukan kalibrasi
untuk kelembaban tanah.

4

Mulai

Penelitian pendahuluan
a. Persiapan alat dan bahan
b. percobaan alat

Pengukuran emisi CO₂
tanah, kelembapan dan
suhu tanah

Pengujian
karakteristik tanah

Pengolahan data
dan studi literatur

Pelaporan akhir
Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan kegiatan

5

CO₂
Analyzer
dan filter

pipa kecil
Rumput GM

1 meter
collar
1 meter
Plot I. Tanah tanpa
vegetasi

Plot II. Rumput GM

Rumput JP

Plot III. Tanah dan
Pupuk

Plot IV. Rumput JP

Gambar 2. Plot pengukuran emisi CO₂ tanah pekarangan.
Perubahan konsentrasi Gas CO₂ didalam collar selanjutnya dapat dikonversi
menjadi fluks gas CO₂ (gCO₂m-2s-1) dengan rumus berikut :
………………… (1)
Ket :
V= Volume udara dalam collar (m3)
= perubahan konsentrasi gas (m3 m-3 h-1)
A = Luas area collar (m2)
1 ppmV (CO₂) = 10-6 (m3 CO₂/ m3 Air)
1 mol (CO₂) = 0,0224 (m3 CO₂) pada kondisi standar ( 0°C dan 1 atm )
(m3 CO₂) pada kondisi T (°C)
1 mol (CO₂) =
1 mol (CO₂) = 44 (g CO₂)
1(m3 CO₂) =

(g CO₂)

6
Kalibrasi kelembaban tanah dilakukan di laboratorium mekanika tanah
dengan cara mengukur kadar air pada sampel tanah berbasis volume (Dhalhar et
al 1990) yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Sampel tanah basah dan kering dari ke empat plot diambil dengan
menggunakan ring sample.
2. Sampel tanah tersebut di bawa ke laboratorium dan ditimbang.
3. Setelah ditimbang, sampel tanah dimasukkan ke oven dan dikeringkan
selama 24 jam pada suhu 110°C.
4. Setelah selesai, diamkan sampel tanah didalam desikator sampai
suhunya sama dengan suhu ruangan lalu timbang kembali.
5. Kadar air didapat dengan menggunakan rumus :
……………………(2)
Dalam persen volume :
……………………(3)
Keterangan :

= berat wadah dan tanah (gram)
= berat wadah dan tanah kering (gram)
= berat wadah (gram)
= kadar air tanah
= bulk density tanah
= densitas air

HASIL DAN PEMBAHASAN
Emisi CO₂ pada Tanah Pekarangan (Tanah Mineral)
LULUCF IPCC GPG 2003 dan GL 2006, membagi kategori lahan kedalam
6 kategori yaitu: (1) Forest land, (2) Grassland, (3) Cropland, (4) Wetland, (5)
Settlement, and (6) Other land. Setiap kategori tersebut memiliki potensi GRK
dalam hal ini CO₂, masing-masing tergantung dari kegiatan yang terjadi pada
masing-masing penggunaan lahan. Untuk wilayah pemukiman (perkotaan), CO₂
dapat dihasilkan dari semua lahan yang dikembangkan, termasuk infrastruktur
transportasi dan pemukiman manusia dari berbagai ukuran (Masripatin et al 2010).
Namun pada penelitian ini dilakukan pengukuran emisi CO₂ dari tanah mineral
dengan beberapa perlakuan yaitu ditambahkan pupuk dan dua jenis tanaman yang
berbeda.
Pengukuran pada Tanah Mineral Alami (Sebelum Perlakuan)
Pada pengukuran pertama dilakukan pengukuran selama 12 jam. Namun,
data yang terukur hanya selama 10 jam dikarenakan kondisi hujan yang terjadi
pada jam 4 sore sampai jam 6 sore. Pengukuran emisi CO2 tidak dapat dilakukan
pada saat hujan karena pada kondisi tanah yang jenuh, organisme tanah tidak
dapat melakukan respirasi aerob melainkan akan terjadi respirasi anaerob
sehingga CO2 tidak dihasilkan pada kondisi hujan dan diasumsikan 0. Alat yang

7
digunakan untuk pengukuran ini menggunakan suatu rangkaian listrik sehingga
pada saat hujan bisa terjadi hubungan arus pendek. Berdasarkan grafik (Gambar
3) pengukuran sebelum perlakuan (tanah alami sebelum penambahan pupuk dan
tanaman) dapat dilihat bahwa Emisi CO₂ yang dihasilkan setiap plot berbeda beda. Untuk plot 1 dan 4, CO₂ tertinggi diproduksi pada jam 9 dengan produksi
CO₂ masing-masing sebesar 2.92x10-4 gCO₂/m2/s dan 3.06x10-4 gCO₂/m2/s.
sedangkan pada plot 2 dan 3, produksi CO₂ tertinggi terjadi pada jam 8 dengan
produksi CO₂ masing-masing sebesar 2.30x10-4 gCO₂/m2/s dan 8.24x10-4
gCO₂/m2/s. Secara keseluruhan, CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 1 dan terendah
terukur pada plot 3.

CO2flux(gCO2/m2/s)

CO2flux(gCO2/m2/s)

0.00040

plot 1 (tanah
kosong)
plot 2 (PO dan GM)

0.00030
0.00020

plot 3 (PO)

0.00010
0.00000
6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 3. Grafik Fluks CO₂ pengukuran sebelum perlakuan

suhu (°C)

Suhu Tanah (°C)
41.0
39.0
37.0
35.0
33.0
31.0
29.0
27.0
25.0
23.0

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 4. Suhu tanah (sebelum perlakuan)

8

Kelembaban Tanah (m³/m³)

Kelembaban Tanah (m³/m³)
0.55
0.50

plot 1 (tanah kosong)

0.45

plot 2 (PO dan GM)

0.40

plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

0.35
0.30
6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 5. Kelembaban tanah (sebelum perlakuan)
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban menunjukkan suhu pada jam 9
yaitu 26.9 °C dan 25.4 °C untuk plot 1 dan plot 4 dengan kelembaban masingmasing plot sebesar 0.336 m3/m3 VWC dan 0.446 m3/m3 VWC. Sedangkan suhu
yang terbaca pada jam 8 untuk plot 2 dan 3 adalah 26.2 °C dan 24.5 °C dengan
kelembabannya sebesar 0.410 m3/m3 VWC dan 0.462 m3/m3 VWC. Suhu tertinggi
pada hari tersebut terjadi pada jam 2 dengan lokasi di plot 1 yaitu sebesar
34.7 °C dengan kelembaban sebesar 0.340 m3/m3 VWC namun tidak
menunjukkan CO₂ yang paling besar.
Dari pengukuran yang dilakukan pada tanah kosong (sebelum perlakuan),
emisi CO₂ yang dihasilkan dari tertinggi sampai terendah pada plot tanah
diurutkan yaitu plot 1, plot 4, plot 2 dan yang terendah plot 3. Plot 1 dan 2
mendapatkan pencahayaan yang penuh selama pengukuran (terpapar matahari
secara langsung). Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa plot 3 dan 4 tidak
terpapar matahari secara langsung karena terhalang atap sehingga menyebabkan
suhu yang rendah dengan kelembaban yang tinggi. Namun plot 3 merupakan plot
yang paling dekat dengan atap sehingga plot 3 medapatkan penyinaran yang
paling sedikit. Pengukuran pada plot 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa paparan sinar
matahari mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah secara langsung sehingga
berpengaruh pada Emisi CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer.
Pencahayaan dari matahari dapat meningkatkan suhu tanah dan menurunkan
kelembaban tanah akibat penguapan sehingga tanah menjadi lebih kering (Tan
2009, 2000 ; Hanafiah, 2007). Beberapa literatur (Jassal et al 2005; Jackie et al
2011; Irawan 2009; Hanafiah 2007) juga mengungkapkan bahwa emisi CO₂
mempunyai korelasi yang positif terhadap suhu tanah dan mempunyai korelasi
negative terhadap kelembaban tanah yang berarti emisi CO₂ yang akan tinggi apa
bila suhu tinggi dengan kelembaban rendah. Namun, Tang (2006)
mengungkapkan bahwa kelembaban tanah mempunyai korelasi yang positif
terhadap respirasi tanah. Fakta ini mendukung pengukuran yang dilakukan pada
plot 4 yang menghasilkan emisi CO₂ yang besar walaupun suhu yang terjadi lebih
kecil dengan kelembaban yang hampir sama besar dengan plot 3.

9

Pengukuran Pada Hari Pertama Setelah Perlakuan
Pada pengukuran yang ketiga yang dilakukan pada hari pertama setelah
perlakuan ini, dilakukan pada 4 plot tanah yaitu plot 1, 2, 3, dan 4 dengan
perlakuan yang berbeda namun pada kondisi penyinaran yang sama dengan
pengukuran pertama. Plot 1 adalah tanah biasa yaitu tanah mineral alami (tanah
kosong) tanpa penambahan tanaman dan pupuk. Pada plot tanah 2 diberikan
pupuk Organik dan ditambahkan tanaman dengan jenis rumput gajah mini (PO
dan GM). Plot 3 hanya ditambahkan pupuk organik (PO) sedangkan plot 4
ditambahkan pupuk dan tanaman (rumput) namun dengan jenis yang berbeda
dengan plot 2 yaitu rumput jepang (PO dan JP). Pupuk yang ditambahkan pada
plot 2, 3 dan 4 berjumlah sama. Pengukuran ini dilakukan hari pertama setelah
pupuk organik dan tanaman ditambahkan sehingga tanaman tersebut masih
beradaptasi dengan lingkungan baru dan belum tumbuh dengan sempurna. Pada
awal penanaman, tanaman belum menutupi lahan secara sempurna dan terlihat
masih banyak ruang tanah yang tidak terisi tanaman ( Lampiran 1) .
Pengukuran ini dilakukan selama 12 jam. Dari hasil pengukuran dapat
dilihat bahwa fluks CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 2 sebesar 2.94x10-4
gCO₂/m²/s pada jam 10 pagi. Suhu pada keadaan ini terukur sebesar 25.8°C
dengan Kelembaban yang terukur sebesar 0,436 m3/m3. Data suhu dan
kelembaban diambil pada plot 4 karena sensor suhu pada plot 2 tidak terukur
dengan baik dengan pertimbangan kondisi penutupan lahan yang terjadi sama.
Sedangkan fluks CO₂ terendah terukur pada plot 4 sebesar 1.01x10-5 gCO₂/m²/s
pada jam 5 sore. Suhu dan kelembaban yang terukur masing-masing sebesar
27.4 °C dan 0.438 m3/m3. Grafik emisi fluks CO₂ menunjukkan bahwa pada plot
2 terjadi kenaikan yang sangat besar pada jam 10 pagi. Fakta ini mungkin
dipengaruhi oleh kenaikan suhu yang terjadi sehingga organisme tanah terpacu
untuk beraktivitas optimum akibat adanya energi yang diperlukan. Namun terlihat
bahwa terjadi penurunan setelahnya yang mungkin dikarenakan oleh proses
fotosintesis yang terjadi pada tanaman tersebut sehingga CO₂ yang dikeluarkan
diserap kembali oleh tanaman.

CO2 flux (gCO2/m2/s)

CO2flux(gCO2/m2/s)
0.00040
0.00035
0.00030
0.00025
0.00020
0.00015
0.00010
0.00005
0.00000

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 6. Fluks CO₂ pada hari pertama setelah perlakuan

10

suhu (°C)

Suhu Tanah (°C)
41.0
39.0
37.0
35.0
33.0
31.0
29.0
27.0
25.0
23.0

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 7. Suhu tanah pada hari pertama setelah perlakuan

Kelembaban Tanah (m³/m³)
kelembaban (m³/m³)

0.50
plot 1 (tanah kosong)

0.45

plot 2 (PO dan GM)
0.40

plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

0.35
0.30
6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 8. Kelembaban tanah pada hari pertama setelah perlakuan
Secara keseluruhan, dilihat dari grafik diatas pada masing-masing plot tanah,
pengukuran ini menunjukkan bahwa plot 2 mengeluarkan emisi yang paling
banyak dibandingkan dengan plot lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya
penambahan pupuk organik dan rumput gajah mini. Penambahan pupuk organik
kedalam tanah dapat menambah unsur hara atau kandungan organik bagi tanah
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Nasir, 2013). Pada keadaan ini,
terjadi perbedaan Emisi yang cukup besar antar plot 2 dan plot 4 yang mempunyai
perlakuan yang sama yaitu ditambahkan dengan pupuk organik dan tanaman
namun dengan jenis yang berbeda. Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda,
tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya
serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila
kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas
tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam
tanah (bahan organik tanah, BOT) (Hairiah et al 2007).

11

Pengukuran Pada Hari Ke 12 Setelah Perlakuan
Pengukuran ini dilakukan dengan kondisi tanah dan paparan matahari yang
sama dengan pengukuran sebelumnya. namun dengan umur tanaman pada plot 2
dan 4 sudah mencapai 12 hari. Pada umur 12 hari, tanaman sudah tumbuh dengan
baik dan mulai mengisi bagian tanah. Lama pengukuran yang dilakukan adalah 13
jam. Namun data yang terukur hanya 12 jam dikarenakan hujan pada jam 5 sore.
Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa fluks CO₂ tertinggi dihasilkan
pada plot 2 sebesar 3.53 x 10-4 gCO₂/m2/s pada jam 2 siang. Suhu pada keadaan
ini terukur sebesar 31.2 °C dengan Kelembaban yang terukur sebesar 0.410 m3/m3.
Sedangkan fluks CO₂ terendah terukur juga pada plot 4 sebesar 6.02x10-6
gCO₂/m2/s pada jam 12 siang. Suhu dan kelembaban yang terukur masing-masing
sebesar 27.3 °C dan 0.437 m3/m3. Pada pengukuran ini terjadi kenaikan emisi
yang tinggi pada jam 2 siang di plot 2 sedangkan pada plot lain cenderung
menurun atau lebih sedikit. Hal ini dapat terjadi karena respirasi tanaman dan
aktivitas organisme yang terjadi sangat besar dengan meningkatnya suhu pada
keadaan tersebut. Berikut ini adalah grafik fluks CO₂, kelembaban tanah dan suhu
tanah :

CO2flux(gCO2/m2/s)

CO2flux(gCO2/m2/s)
0.0004
0.00035
0.0003
0.00025
0.0002
0.00015
0.0001
0.00005
0

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

6

8

10

12 14
jam

16

18

20

Gambar 9. Fluks Emisi CO₂ pada hari ke 12 setelah perlakuan

suhu°C

Suhu Tanah (°C)
41.0
39.0
37.0
35.0
33.0
31.0
29.0
27.0
25.0
23.0

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 10. Suhu tanah pada hari ke 12 setelah perlakuan

12

kelembaban tanah (m3/m3)
kelembaban (m3/m3)

0.50
plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
0.45

plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

0.40
6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 11. Kelembaban tanah pada hari ke 12 setelah perlakuan
Dari grafik fluks CO₂ terlihat bahwa terjadi hujan pada jam 5 sore, namun
Emisi CO₂ yang dihasilkan pada pengukuran setelah hujan terlihat meningkat
dibandingkan sebelum terjadi hujan (jam 4 sore). Jassal et al (2005) didalam
jurnalnya mengungkapkan bahwa peningkatan kadar air tanah akibat hujan,
terutama ketika tanah awalnya kering, mengakibatkan peningkatan konsentrasi
CO₂ tanah. Fenomena ini terjadi karena adanya penurunan difusivitas dengan
meningkatnya kadar air dan meningkatnya respirasi heterotrofik akibat mikroba.
Namun konsentrasi CO₂ tanah segera turun setelah terjadi hujan.
Pengukuran ini mendukung hasil pengukuran yang dilakukan pada awal
perlakuan. Total CO₂ tertinggi dihasilkan oleh plot tanah 2 dengan perlakuan
diberikan pupuk dan tanaman rumput gajah mini, sedangkan total CO₂ terendah
dihasilkan oleh plot 4 dengan perlakuan yang sama yaitu di berikan pupuk dan
tanaman namun dengan jenis rumput yang berbeda yaitu rumput jepang. Hal ini
membuktikan bahwa perbedaan jenis penutupan lahan atau perbedaan jenis
tanaman sangat berpengaruh terhadap emisi yang dikeluarkan oleh tanah. Setiap
jenis tanaman mempunyai daya penyimpanan dan daya penyerapan CO₂ yang
berbeda-beda bergantung pada jenis dan ukuran tanaman (Hairiah et al 2007).
Pengukuran ini menunjukkan bahwa rumput jepang mengeluarkan CO₂ yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan rumput gajah mini.
Kemampuan fotosintesis dan respirasi tanaman dapat mempengaruhi emisi
CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer secara langsung. Siklus karbon dimulai saat
CO₂ di atmosfer diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat dan
oksigen oleh proses fotosintesis, hal Ini dapat ditunjukkan dengan reaksi :
CO₂ + H2O  karbohidrat + O2
Reaksi ini akan terjadi dengan bantuan klorofil dan sinar matahari. Karbohidrat
yang dihasilkan merupakan sumber untuk pembentukan senyawa organik lain
seperti protein dan lignin pada tanaman. Tanaman teroksidasi melalui
dekomposisi alami, dibakar atau dikonsumsi oleh hewan, oksigen diabsorpsi dari

13

udara dan CO₂ akan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai emisi karbon (Tan
2009).
Penanaman vegetasi rumput dapat meningkatkan populasi mikroorganismee
tanah hingga 70 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah biasa pada hari
ke 16 setelah ditanam. Hal ini disebabkan oleh senyawa eksudat akar yang
bermanfaat yang bermanfaat sebagai sumber C, N dan energi bagi
mikroorganisme tanah (Ma’shum et al 2003).

Gambar 12. Skematis pohon sebagai penyerap CO₂ melalui proses
fotosintesis (Hairiah dan Rahayu 2007).

Pengukuran Pada Hari Ke 42 Setelah Perlakuan
Pengukuran pada hari ke 42 setelah perlakuan dilakukan dengan kondisi
tanah dan pencahayaan yang sama dengan pengukuran sebelumnya. Namun
dengan umur tanaman pada plot 2 dan 4 sudah mencapai 42 hari. Pengukuran ini
dilakukan dengan lama pengukuran adalah 12 jam. Dari hasil pengukuran dan
grafik dapat dilihat bahwa fluks CO₂ yang terjadi pada pengukuran kali ini
cenderung stabil dengan grafik yang dihasilkan hampir sama antara plot 1, 2, 3,
dan 4. Namun terjadi peningkatan dan penurunan yang fluktuatif yang terjadi
setiap jam untuk setiap plot. Fluks CO₂ tertinggi dihasilkan pada plot 2 sebesar
1.53x10-4 gCO₂/m2/s pada jam 6 pagi. Suhu pada keadaan ini terukur sebesar
26.7 °C dengan Kelembaban yang terukur sebesar 0.398 m3/m3. Sedangkan fluks
CO₂ terendah terukur juga pada plot 4 sebesar 3.89 x10-6 gCO₂/m2/s pada jam 6
sore. Suhu dan kelembaban yang terukur masing-masing sebesar 26.6 °C dan
0.443 m3/m3. Suhu dan kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman dan aktivitas organisme.
Hasil ini mendukung hasil dari pengukuran sebelumnya dan membuktikan
bahwa emisi CO₂ yang dihasilkan oleh plot tanah bervegetasi rumput gajah mini
lebih banyak jika dibandingkan dengan plot tanah lainnya. Hal ini dapat
disebabkan oleh proses fotosintesis dan respirasi akar tanaman yang terjadi serta
aktifitas organisme didalam tanah.

14

CO2flux(gCO2/m2/s)

CO2flux(gCO2/m2/s)
0.00040
0.00035
0.00030
0.00025
0.00020
0.00015
0.00010
0.00005
0.00000

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 13. Fluks emisi CO₂ pada hari ke 42 setelah perlakuan

suhu (°C)

suhu (°C)
41.0
39.0
37.0
35.0
33.0
31.0
29.0
27.0
25.0
23.0

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)
6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 14. Suhu tanah pada hari ke 42 setelah perlakuan

Kelembaban Tanah (m³/m³)
kelembaban (m³/m³)

0.50
0.45

plot 1 (tanah kosong)

0.40

plot 2 (PO dan GM)

0.35

plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)

0.30
0.25
6

8

10

12

14

16

18

jam

Gambar 15. Kelembaban tanah pada hari ke 42 setelah perlakuan

15

Total Emisi CO₂ Harian dan Rata-Rata Emisi CO₂ Perjam
Sebelum dan Setelah Perlakuan
Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ perjam diperlukan untuk
melihat secara pasti perubahan emisi CO₂ yang dikeluarkan ke atmosfer baik yang
terjadi setelah perlakuan maupun sebelum perlakuan dilakukan. Pada plot 1
(tanah kosong) terlihat perubahan yang signifikan antar sebelum dan setelah
perlakuan. Sebelum perlakuan CO₂ yang dihasilkan tinggi kemudian turun sampai
hari ke 12 setelah perlakuan, kemudian naik kembali pada hari ke 42 setelah
pengukuran. Keadaan pada plot ini sama, baik sebelum perlakuan maupun setelah
perlakuan. Plot ini digunakan sebagai kontrol untuk mengetahui perubahan emisi
yang terjadi antar tanah biasa, bervegetasi dan berpupuk.
Untuk plot 2 menunjukkan adanya penurunan emisi yang terjadi pada hari
pertama setelah perlakuan. Hal ini dapat terjadi karena rumput gajah mini belum
tumbuh dengan sempurna sehingga respirasi akar tanaman pun menjadi terhambat
namun fotosintesis tetap terjadi. Penurunan CO₂ ini juga dapat dipengaruhi oleh
pupuk organik yang ditambahkan belum tercampur sempurna dengan tanah.
Namun emisi yang terjadi naik secara signifikan pada pengukuran hari ke 12
setelah perlakuan. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pada hari ke 12 setelah
pengukuran, tanaman sudah mulai tumbuh dan menyebar memenuhi ruang tanah
yang kosong. Pertumbuhan tanaman yang baik dipengaruhi oleh penyinaran
matahari, kelembaban tanah dan kandungan organik tanah sebagai unsur hara
yang dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis dan respirasi tanaman.
Pada plot 3 menunjukkan adanya kenaikan emisi yang terjadi setelah
perlakuan dalam hal ini penambahan pupuk organik. Penambahan pupuk organik
ke dalam tanah dapat menambah kandungan C dan N pada tanah tersebut.
Penambahan pupuk organik ke dalam tanah tidak hanya jutaan mikroorganismee
yang bertambah akan tetapi mikroorganismee yang ada didalam tanah juga ikut
terpacu untuk berkembang sehingga proses dekomposisi akan terus berlangsung
(Nasir 2013). Kandungan organik didalam tanah merupakan sumber energi
karbon bagi mikroorganismee. Mikroorganisme tanah memecah Senyawa C
sebagai sumber energi karbon dan menggunakan N untuk sintesis protein (Mansur
2003). Aktivitas mikroorganisme didalam tanah mengoksidasi kandungan organik
tanah dan menghasilkan CO₂ yang kemudian diemisikan ke atmosfer melalui
respirasi tanah (Rochette et al 1997 didalam Ade Irawan 2009).
Pada plot 4 menunjukkan penurunan emisi CO₂ yang signifikan yang
terjadi setelah perlakuan yaitu ditambahkan pupuk organik dan rumput jepang.
Kondisi ini menunjukkan bahwa rumput jepang dapat menurunkan emisi CO₂ dari
permukaan tanah jika dibandingkan dengan plot tanah lainnya. Hal ini dapat
dikarenakan kemampuan penyimpanan C yang lebih besar jika dibandingkan
rumput gajah mini karena rumput jepang mempunyai bentuk daun pipih dan
panjang dengan kerapatan tanaman yang lebih tinggi. Besarnya karbon tersimpan
di atas permukaan (above groundC-stock) sangat ditentukan oleh jenis dan umur
tanaman, keragaman dan kerapatan tanaman, dan kesuburan tanah (diriah et al ).

16

Tabel 1. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata Emisi CO₂ perjam
total emisi CO₂ per hari
rata-rata emisi CO₂ per jam
plot
2
plot
4
plot 2
plot 4
waktu
plot 1
plot 1
(PO
(PO
(PO
(PO
plot 3
plot 3
perlakuan
(tanah
(tanah
dan
dan
dan
dan
(PO)
(PO)
kosong)
kosong)
GM)
JP)
GM)
JP)
sebelum
5.7049 4.6335 1.2657 4.7161 0.5705 0.4634 0.1266 0.4716
perlakuan
hari
pertama
2.2043 4.1505 2.0176 1.1143 0.1696 0.3193 0.1552 0.0857
setelah
perlakuan
hari ke 12
1.5817 7.2990 3.5783 1.6634 0.1318 0.6083 0.2982 0.1386
setelah
perlakuan
hari ke 42
setelah
3.1844 4.2878 2.0286 1.0438 0.2450 0.3298 0.1560 0.0803
perlakuan

Total Emisi CO2 Harian (gCO2/m2/hari)
Emisi CO2 (gCO2/m2/hari)

10
8
sebelum perlakuan

6
4

hari pertama setelah
perlakuan

2

hari ke 12 setelah perlakuan
hari ke 42 setelah perlakuan

0
plot 1
(tanah
kosong)

plot 2 (PO plot 3 (PO) plot 4 (PO
dan GM)
dan JP)
Plot tanah

Gambar 16. Total emisi CO₂ harian

17

Emisi CO2 (gCO2/m2/jam)

Rata-rata emisi CO2 perjam
(gCO2/m2/jam)
1.00
sebelum perlakuan

0.80
0.60

hari pertama setelah
perlakuan

0.40

hari ke 12 setelah
perlakuan

0.20
0.00
plot 1
(tanah
kosong)

plot 2 (PO plot 3 (PO) plot 4 (PO
dan GM)
dan JP)

hari ke 42 setelah
perlakuan

Plot tanah

Gambar 17. Rata-rata emisi CO₂ per jam
Rata – rata CO₂ tertinggi yang dihasilkan oleh tanah adalah sebesar 0.608

gCO₂/m2/jam. Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rumbang et al (2009) yang menghasilkan emisi CO₂ di lahan gambut Kalimantan
barat adalah 1.19 gCO₂/m2/jam pada lahan sawit dan pada tanaman semusim seperti
jagung, emisi yang dikeluarkan sebesar 0.69 gCO₂/m2/jam. Fakta ini membuktikan bahwa
Emisi yang dikeluarkan oleh tanah mineral ke atmosfer lebih kecil jika dibandingkan
dengan lahan gambut.

Hasil Analisis tanah yang dilakukan setelah perlakuan (Lampiran 2)
menunjukkan bahwa kandungan C tertinggi terjadi pada plot 2 sebesar 3.47 % dan
kandungan N tertinggi terjadi pada plot 3 sebesar 0.35 %. Rasio C/N untuk setiap
plot yang dihasilkan adalah plot 1 sebesar 6, plot 2 sebesar 13, plot 3 sebesar 4
dan plot 4 sebesar 16. Nisbah C/N kurang dari 20 merupakan indikator yang
menunjukkan mineralisasi N oleh mikroorganisme dekomposer bahan organik.
Pada Kandungan C-organik dalam tanah digunakan oleh mikroorganisme sebagai
sumber karbon sedangkan N digunakan sebagai sintesa protein (Hanafiah 2007).
Pengukuran Emisi CO₂ Pada Malam Hari
Pengukuran CO₂ pada malam hari dilakukan pada hari ke 12 setelah
perlakuan. Dari hasil ini menunjukkan bahwa emisi CO₂ yang dikeluarkan pada
malam hari lebih besar dari pada sing hari. hal ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2009) yang menyatakan bahwa emisi yang
dikeluarkan pada malam hari cenderung turun dibandingkan siang hari. Pada
malam hari tanaman hanya melakukan proses respirasi tanaman dan tidak terjadi
fotosintesis akibat tidak adanya cahaya matahari. Sedangkan pada siang hari,
emisi CO₂ sebelum dikeluarkan ke atmosfer, dimanfaatkan terlebih dahulu oleh
tanaman untuk proses fotosintesis sehingga emisi yang dikeluarkan menjadi lebih
sedikit. Respirasi tanaman optimum yang terjadi pada malam hari dan aktivitas
mikroba kemotroph pada malam hari membuat emisi CO₂ yang dikeluarkan oleh
tanah menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari. Grafik pengukuran
selama 24 jam dapat dilihat pada lampiran 8.

18

Tabel 2. Total emisi CO₂ harian dan rata-rata emisi CO₂ per jam (24 jam)
waktu
total Emisi CO₂ Harian
rata-rata emisi CO₂ per jam
2
pengukuran
(gCO₂/m /hari)
(gCO₂/m2/jam)
plot 2
plot 4
plot 2
plot 4
plot 1
plot 1
plot 3
plot 3
(PO
(PO
(PO
(PO
(tanah
(tanah
(PO)
(PO)
dan
dan
dan
dan
kosong)
kosong)
GM)
JP)
GM)
JP)
Siang
(jam 6 1.3975 7.1870 4.1497 1.1165 0.1271 0.6534 0.3772 0.1015
jam 18)
Malam
(jam 19 2.1463 9.3548 5.7829 2.6623 0.2146 0.9355 0.5783 0.2662
jam 5)

Total Emisi CO2 harian
Emisi CO2 (gCO2/m2/hari)

10
8
6
4

siang (jam 6 - jam 18)

2

malam (jam 19 - jam 6)

0
plot 1
(tanah
kosong)

plot 2 (PO plot 3 (PO) plot 4 (PO
dan GM)
dan JP)
Plot tanah

Gambar 18. Total emisi CO₂ pada pengukuran siang dan malam pada hari ke
12 setelah perlakuan

Emisi CO2 (gCO2/m2/jam)

Rata-rata Emisi CO2 per jam
1
0.8
0.6
0.4

siang (jam 6 - jam 18)

0.2

malam (jam 19 - jam 6)

0
plot 1
(tanah
kosong)

plot 2 (PO plot 3 (PO) plot 4 (PO
dan GM)
dan JP)
Plot tanah

Gambar 19. Rata-rata emisi CO₂ pada pengukuran siang dan malam di hari
ke 12 setelah perlakuan.

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Emisi CO₂ yang dihasilkan oleh tanah tanpa tanaman lebih kecil
dibandingkan tanah dengan penambahan pupuk organik dan vegetasi
rumput gajah mini namun lebih besar dari tanah dengan penambahan
pupuk organik dan rumput jepang.
2.
Plot 4 dengan perlakuan penambahan pupuk organik dan rumput
jepang mengemisikan CO₂ dalam jumlah paling sedikit dibandingkan
plot-plot lainnya.
3.
Suhu tanah,kelembaban tanah dan kandungan organik tanah sangat
berpengaruh terhadap Emisi yang keluarkan tanah ke atmosfer.
Berdasarkan hasil pengukuran dalam penelitian ini, peningkatan suhu
tanah, kelembaban tanah dan kandungan organik tanah akan
meningkatkan emisi CO2 yang dihasilkan dari tanah.
4.
Emisi CO₂ yang dihasilkan pada siang hari lebih kecil jika
dibandingkan dengan malam hari. Hal ini disebabkan oleh respirasi
tanaman yang terjadi tanpa adanya fotosintesis pada malam hari.
Saran
1.

2.

3.

Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis lebih lanjut
tentang hubungan antara suhu tanah, kelembaban tanah, dan
kandungan organik tanah dengan emisi CO₂ yang dikeluarkan ke
atmosfer.
Perlu dilakukan pengukuran biomassa tanaman untuk mengetahui
penyerapan CO₂ oleh tanaman sehingga dapat mendukung data yang
dihasilkan.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk emisi CO₂ yang
dikeluarkan pada malam hari.

20

DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Hairiah K, Mulyani A. 2011. Buku Praktis Pengukuran Cadangan
Karbon Tanah
Gambut. World Agroforesty Centre dan
Pengembangan Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian. Bogor.
Batson J, Noe GB, Hupp CR, Krauss KW, Rybicki NB, Schenk ER. [tahun terbit
tidak diketahui]. Soil CO₂ and CH4 Emissions and Carbon Budgeting
in Dry Floodplain wetlands.
Dariah A, Susanti E, Agus F. [tahun terbit tidak diketahui]. Simpanan Karbon dan
Emisi CO₂ Lahan Gambut [Internet]. Pengembangan Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. hlm 57-72;
[diunduh
2013
agustus
30].
Tersedia
pada:
a a ah
a
a
um as a
a a 2 a ah
Dhalhar AS, Fujii MA, Miyauchi K, Sudou. 1990. Pengukuran Sifat-sifat Fisik
dan Mekanik Tanah. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk praktis Pengukuran karbon tersimpan di
berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre,
ICRAF Southeast Asia. ISBN979-3198-35-4. 77p.
Hanafiah, A K. 2007. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Irawan, Ade. 2009. Hubungan Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah Dengan
Emisi CO₂ dari Permukaan Tanah (studi kasus Hutan Alam
Babahaleka Taman National Lore Lindu, Sulawesi Tengah ).
Departemen geofisika dan Meteorologi, Institur Pertanian Bogor.
Bogor.
Jassal R, Black A, Novak M, Morgenstern K, Nesic Z, Guay DG. 2005.
Relationship Between Soil CO₂ concentrations and forest-floor CO₂
efflux. Faculty of Agricultural Sciences, University of British
Columbia, Vancouver, BC, Canada V6T 1Z4.
Ma’shum M, Soedarsono J, Susilowati LE. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca
IAEUP, Bagpro PKSDM. Jakarta.
Masripatin N, Ginoga K, Wibowo A, Dharmawan WS, Siregar CA, Lugina M,
Indartik, Wulandari W, Sakuntaladewi N, Maryani R, et al . 2010.
Pedoman pengukuran karbon untuk mendukung penerapan REDD+ di
Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan
Kebijakan. Bogor.
Nasir, M. 2013. Karakteristik Pengomposan Limbah Padat Pasar Traditional
dengan Sistem Natural static pile. IPB.
Rumbang N, Radjagukguk B, Prajitno D . 2009. Emisi Karbon Dioksida (CO₂)
dari Beberapa Tipe Penggunaan Lahan Gambut Di Kalimantan.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 p : 95-102.
Tan, K H. 2009. Environmental Soil Science (Third Edition). CRC Press. New
York.
Tang, X. 2006. Dependence of Soil Respiration on Soil Temperature and Soil
Moisture in Successional Forest in Southern China. Journal Of
Integrative Plant Biology.

21

LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto plot tanah pada saat pengukuran

Plot 1 dan plot 3

Plot 2 dan plot 4 pada awal perlakuan

Plot 2 dan plot 4 pada hari ke 42 setelah perlakuan

22

Kondisi pencahayaan pada siang hari pengukuran 12 hari setelah perlakuan

Lampiran 2. Hasil analisis tanah di laboratorium

Bahan Organik
Sampel
tanah

Walkiey &
Black
C (%)

Plot 1
Plot 2
Plot 3
Plot 4

1.32
3.47
1.24
3.08

Lampiran 3. Hasil Kalibrasi Alat
port
Terbaca
Sensor
Keadaan Kering
1
2
3
4
Keadaan basah
1
2
3
4

Kjeldahl
N (%)

C/N

0.21
0.26
0.35
0.19

6
13
4
16

Hasil lab

kalibrasi

0.211
0.298
0.307
0.284

0.309
0.433
0.464
0.454

0.308
0.433
0.463
0.453

0.328
0.401
0.397
0.324

0.439
0.521
0.469
0.516

0.438
0.521
0.468
0.515

23

Lampiran 4. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan sebelum perlakuan

jam

CO₂ flux (gCO₂/m²/s)
plot 2
plot 3

plot 1
2.70 x10
2.65 x10

-4

8

9.95 x10

-5

9

2.92 x10-4

1.40 x10-4

5.93 x10-5 3.06 x10-4

92.07

44.02

18.71

96.45

10

1.32 x10-4 1.29 x10-4

2.08 x10-5 9.19 x10-5

7

11

7.88 x10

-5

1.61 x10
1.55 x10

-4

2.30 x10

-4

plot 4

-4

6

-4

CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun)
plot 1 plot 2 plot 3 plot 4

1.02 x10

-4

7.40 x10-5

85.27

50.73

9.56

23.32

3.99 x10

-5

1.22 x10

-4

83.53

49.01

12.57

38.37

1.45 x10

-4

31.39

72.60

25.87

45.82

8.2 x10

-5

1.29 x10

-5

3.26 x10

-5

3.61 x10

-5

41.66

40.62

6.56

28.98

1.08 x10

-4

24.84

32.19

4.07

34.18

1.07 x10

-4

45.92

42.42

10.30

33.75

9.62 x10

-4

55.79

40.68

11.39

30.33

1.46 x10

-4

13

1.77 x10

-4

14

1.26 x10-4

9.19 x10-5

2.09 x10-5 8.87 x10-4

39.78

28.99

6.59

27.98

15
16
17
18

1.34 x10-4
0
0
0

9.51 x10-5
0
0
0

3.18 x10-5 2.08 x10-4
0
0
0
0
0
0

42.13
0
0
0

30.00
0
0
0

10.04
0
0
0

65.62
0
0
0

12

-4

3.03 x10

-5

1.35 x10
1.29 x10

-4

curah hujan (mm)

Curah hujan
1
0.5
curah hujan (mm)
0
6

8

10

12
jam

14

16

18

24

Lampiran 5. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan hari pertama setelah perlakuan

plot 1
jam (tanah)
6
2.63 x10-5
7
2.57 x10-5
8
1.79 x10-5
9
8.59 x10-5
10 8.12 x10-5
11 6.97 x10-5
12 3.13 x10-5
13 7.44 x10-5
14 6.37 x10-5
15 4.37 x10-5
16 5.89 x10-5
17 3.82 x10-5
18 1.72 x10-5

CO₂ flux (gCO₂/m²/s)
plot 2
plot 3
(rumput
(pupuk
GM)
organik)
-5
4.99 x10
7.74 x10-5
5.00 x10-5 5.11 x10-5
4.57 x10-5 6.95 x10-5
1.08 x10-4 5.18 x10-5
2.94 x10-4 8.91 x10-5
9.84 x10-5 5.30 x10-5
1.20 x10-4 3.92 x10-5
8.80 x10-5 2.46 x10-5
1.36 x10-4 2.95 x10-5
6.51 x10-5 4.89 x10-5
4.57 x10-5 2.78 x10-5
3.61 x10-5 2.16 x10-5
8.41 x10-5 3.10 x10-5

plot 4
(rumput
JP)
1.10 x10-5
1.06 x10-5
4.72 x10-5
2.58 x10-5
1.74 x10-5
2.79 x10-5
3.30 x10-5
2.54 x10-5
4.08 x10-5
2.79 x10-5
1.47 x10-5
1.01 x10-5
4.65 x10-5

CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun)
plot 2
plot 3
plot 4
plot 1 (rumput (pupuk (rumput
(tanah) GM)
organik) JP)
8.28
15.73
24.40
3.47
8.09
15.76
16.12
3.36
5.64
14.42
21.92
14.90
27.10
33.96
16.34
8.13
25.61
92.57
28.11
5.50
21.97
31.02
16.73
8.79
9.88
37.83
12.36
10.40
23.47
27.76
7.76
8.00
20.10
42.82
9.32
12.87
13.77
20.53
15.42
8.79
18.57
14.41
8.78
4.63
12.06
11.37
6.81
3.18
5.41
26.53
9.76
14.67

Curah hujan (mm)

Curah hujan (mm)
1
0.5
Curah hujan (mm)
0
6

8

10

12
jam

14

16

18

25

Lampiran 6. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan hari ke 12 setelah perlakuan

jam

plot 1
(tanah)

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

9.01 x10-5
5.53 x10-5
3.12 x10-5
2.57 x10-5
3.38 x10-5
3.11 x10-5
3.76 x10-5
6.56 x10-5
4.12 x10-5
4.42 x10-5
1.31 x10-5
0
3.12 x10-5

CO₂ flux (gCO₂/m²/s)
plot 2
plot 3
(rumput
(pupuk
GM)
organik)
-4
2.35 x10
1.12 x10-4
3.04 x10-4 1.79 x10-4
1.63 x10-4 1.26 x10-4
1.21 x10-4 6.86 x10-5
1.68 x10-4 9.61 x10-5
1.36 x10-4 3.59 x10-5
1.17 x10-4 6.17 x10-5
1.49 x10-4 6.08 x10-5
3.53 x10-4 5.81 x10-5
1.54 x10-4 4.65 x10-5
1.49 x10-4 9.93 x10-5
0
0
-4
1.91 x10
2.11 x10-4

plot 4
(rumput
JP)
7.01 x10-5
9.60 x10-5
2.81 x10-5
1.64 x10-5
2.77 x10-5
7.61 x10-5
6.02 x10-6
1.50 x10-5
2.70 x10-5
3.56 x10-5
4.41 x10-5
0
1.10 x10-4

CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun)
plot 2
plot 3
plot 4
plot 1
(rumput (pupuk (rumput
(tanah)
GM)
organik)
JP)
28.40
74.18
35.35
22.11
17.43
95.97
56.54
30.27
9.83
51.30
39.84
8.87
8.10
38.19
21.63
5.16
10.67
52.87
30.29
8.74
9.82
42.75
11.32
24.01
11.87
36.88
19.46
1.90
20.67
47.12
19.16
4.74
12.99 111.36
18.33
8.51
13.93
48.66
14.67
11.24
4.12
47.14
31.31
13.90
0
0
0
0
9.84
60.15
66.47
34.61

Curah hujan (mm)

Curah hujan (mm)
1
0.5
Curah hujan (mm)
0
6

8

10

12
jam

14

16

18

26

Lampiran 7. Tabel emisi CO₂ dan curah hujan hari ke 42 setelah perlakuan

jam

plot 1
(tanah)

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

5.19 x10-5
5.97 x10-5
5.82 x10-5
5.28 x10-5
6.98 x10-5
8.89 x10-5
1.02 x10-4
8.95 x10-5
1.08 x10-4
6.42 x10-5
6.24 x10-5
6.92 x10-5
6.79 x10-5

CO₂ flux (gCO₂/m²/s)
plot 2
plot 3
(rumput
(pupuk
GM)
organik)
-4
1.53 x10
3.40 x10-5
8.10 x10-5 5.38 x10-5
1.17 x10-4 2.72 x10-5
9.40 x10-5 5.40 x10-5
1.13 x10-4 4.19 x10-5
6.85 x10-5 5.57 x10-5
8.33 x10-5 4.75 x10-5
1.02 x10-4 5.53 x10-5
8.85 x10-5 5.59 x10-5
1.22 x10-4 5.89 x10-5
8.85 x10-5 5.50 x10-5
1.12 x10-4 3.52 x10-5
9.13 x10-5 1.24 x10-5

plot 4
(rumput
JP)
2.34 x10-5
2.17 x10-5
1.85 x10-5
2.62 x10-5
1.15 x10-5
2.98 x10-5
2.73 x10-5
4.61 x10-5
2.37 x10-5
2.70 x10-5
1.97 x10-5
2.48 x10-5
3.89 x10-6

CO₂ flux (tCO₂/ha/tahun)
plot 2
plot 3
plot 4
plot 1
(rumput (pupuk (rumput
(tanah)
GM)
organik)
JP)
16.36
48.21
10.72
7.38
18.83
25.53
16.97
6.85
18.35
36.81
8.57
5.82
16.64
29.63
17.03
8.27
22.00
35.68
13.21
3.62
28.03
21.59
17.57
9.39
32.10
26.26
14.98
8.61
28.21
32.10
17.44
14.54
34.16
27.91
17.64
7.48
20.24
38.36
18.56
8.51
19.67
27.91
17.35
6.21
21.84
35.33
11.10
7.82
21.43
28.80
3.90
1.23

Curah hujan (mm)
1
0.5

Curah hujan (mm)

0
6

8

10

12

14

16

18

27

Lampiran 8. Grafik emisi CO₂, suhu tanah dan kelembaban tanah pada
pengukuran siang dan malam.

0.00040
0.00035
0.00030
0.00025
0.00020
0.00015
0.00010
0.00005
0.00000

plot 1 (tanah kosong)
plot 2 (PO dan GM)
plot 3 (PO)
plot 4 (PO dan JP)
6

8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
2 28
4 30
6
jam

suhu °C
33.0

suhu °C

31.0
29.0

plot 1 (tanah kosong)

27.0

plot 2 (PO dan GM)

25.0

plot 3 (PO)

23.0

plot 4 (PO dan JP)
6

8

10 12 14 16 18 20 22 24 226 428 630
jam

kelembaban tanah
kelembaban (m3/m3)

CO2fl