Variability of chlorophyll-a and some oceanographic parameter in related with monsoon, ENSO and IOD at the Banda Sea.

VARIABILITAS KLOROFIL-a DAN BEBERAPA
PARAMETER OSEANOGRAFI HUBUNGANNYA DENGAN
MONSOON, ENSO DAN IOD DI LAUT BANDA

EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Variabilitas Klorofil-a
dan Beberapa Parameter Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut
Banda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2013

Evangelin Martha Yulia Kadmaer
NIM C551100011

RINGKASAN
EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER. Variabilitas Klorofil-a dan
Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD
di Laut Banda. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan AGUS S
ATMADIPOERA.
Laut Banda adalah daerah yang sangat subur karena merupakan daerah yang
berpotensi dalam bidang perikanan, serta merupakan salah satu daerah
penangkapan ikan yang terbesar di Indonesia. Laut Banda dipengaruhi oleh faktor
eksternal seperti El Nino Southern Oscilation (ENSO), Arus Lintas Indonesia
(ARLINDO) dan Musim. Selain itu Laut Banda juga dapat dikatakan sebagai
“jantung” dari aliran arus di perairan Indonesia, sebagai “kapasitor” transport
massa air ke Samudera Hindia serta merupakan salah satu daerah terjadinya
upwelling. Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji variabilitas dari parameter
tinggi muka laut (TPL), suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a; menganalisa
pengaruh Monson, ENSO dan Indian Ocean Dipole (IOD) hubungannya dengan
variabilitas TPL, SPL dan klorofil-a serta mencari internal forcing yang
menyebabkan terjadinya variabilitas tersebut .

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2012-Juni 2012 berlokasi di
Laut Banda dengan posisi antara 3.5oLS-7.5oLS dan 124oBT-133oBT. Data-data
yang digunakan adalah data tinggi muka laut, suhu permukaan laut, klorofil-a.
Data ini dari data satelit MODIS-Aquamulti-sensor antara tahun 2002-2012 serta
data permukaan angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range
Weather Forecasts (ECMWF). Data dianalisis dengan menggunakan perangkat
lunak Ferret versi 6.0 untuk melihat variabilitas siklus musiman dan siklus
tahunannya. Kemudian data angin, indeks Nino 3.4 dan DMI (Dipole Mode
Index) yang akan dianalisis menggunakan metode wavelet dengan perangkat
lunak Matlab 2010 untuk melihat siklus antar-tahunannya dalam bentuk continous
wavelet transform (CWT) dan cross wavelet transform (XWT).
Variabilitas tinggi muka laut bulanan rata-rata dari tahun 2002-2012
maksimum pada bulan Maret (musim peralihan I) dengan nilai sebesar 0.1498 m
dan minimum pada bulan Agustus (musim timur) dengan nilai sebesar -0.02 m.
Variabilitas suhu permukaan laut maksimum pada bulan Desember (musim barat)
dengan nilai sebesar 30.68oC dan minimum pada bulan Agustus dengan nilai
sebesar 26.67oC. Nilai kandungan klorofil-a maksimum pada bulan Agustus
dengan nilai 0.458 mg/m3 dan minimum pada bulan Desember dengan nilai 0.125
mg/m3. Pola sirkulasi angin zonal pada bulan Januari (musim barat) dengan
kecepatan 5.32 m/det lebih kuat dimana terjadi angin muson barat daya. Bulan

Juli (musim timur) kecepatan anginnya melemah dengan nilai sebesar-4.567 m/det.
Pola sirkulasi angin meridional pada bulan Juli lebih kuat dengan nilai sebesar
5.252 m/det dimana yang terjadi adalah angin muson tenggara. Pada bulan
Pebruari (musim timur) dengan nilai sebesar -1.336 m/det.
Sebaran waktu berdasarkan perbedaan bujur dan lintang dimana setiap bulan
Juni-Agustus (musim barat) dari tahun 2002-2012 tinggi muka laut dan suhu
permukaan laut minimum. Pada bulan Desember-Pebruari maksimum dan
penyebarannya merata sepanjang posisi dari bujur maupun lintang yang berbeda.
Klorofil-a minimum pada bulan Desember-Pebruari (musim barat) dan maksimum

pada bulan Juni-Agustus (musim timur). Penyebarannya di mulai dari bagian
timur ke bagian barat pada posisi bujur yang berbeda dan pada posisi lintang
berbeda tinggi pada posisi lintang yang rendah.
Hasil analisa wavelet dimana spektrum densitas energi (CWT) dari tinggi
muka laut memiliki variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan.
Variabilitas yang kuat adalah variabilitas tahunan dan antar-tahunan. Hasil
korelasi silang transformasi wavelet (XWT) dengan ENSO dan IOD dimana
variabilitas antar-tahunan yang kuat dan bersifat antifase. Hubungannya dengan
angin zonal dan angin meridional dimana memiliki variabilitas tahunan dan
bersifat sefase. Hasil analisa wavelet dengan spektrum densitas energi (CWT) dari

suhu permukaan laut memiliki variabilitas yang dominan.
Hasil korelasi silang transformasi wavelet (XWT) dari suhu permukaan laut
memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Korelasi silang
dengan IOD memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat antifase.
Korelasinya dengan angin zonal dan angin meridional memiliki variabilitas
tahunan. Hasil analisa wavelet dengan spektrum densitas energi (CWT) dari
klorofil-a memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Korelasi
silang dengan IOD memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat antifase
dan sefase. Korelasi IOD dengan angin zonal bersifat antifase dan angin
meridional bersifat sefase dan keduanya memiliki variabilitas tahunan yang kuat.
Tinggi muka laut dan suhu permukaan laut minimum pada saat peristiwa El Nino
dan IOD positif sedangkan klorofil-a tinggi.
Kata Kunci : siklus tahunan dan antar-tahunan, data satelit multi sensor,
ENSO, IOD.

SUMMARY
EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER. Variability of Chlorophyll-a and
some Oceanographic parameter in related with Monsoon, ENSO and IOD at the
Banda Sea. Supervised by I WAYAN NURJAYA and AGUS S ATMADIPOERA.
The Banda Sea is a very fertile area because it’s a potential area of

fisheriesfield, and is one of the largest fishing areas in Indonesia. The Banda Sea
is influenced by external factors such as El Nino Southern Oscilation (ENSO), the
cross-currents of Indonesia (Arlindo) and season. Furthermore the Banda Sea can
also be called “the heart of “ current flow in the waters of Indonesia, as well as
“the capasitor of ”water mass transport to the Indian Ocean and one of the areas
that upwelling occurs where the water surface temperature can reach down to
25oC, was caused by the cold water from the bottom layer is elevated to the upper
layers. The purpose of this study was to analyze the influence of variability of sea
surface height parameter, sea surface temperature and chlorophyll-a; to analyze
the influence of ENSO and Indian Ocean Dipole (IOD) has related with the
variability of sea surface height (SSH), sea surface temperature (SST) and
chlorophyll-a; and to search the internal forcing that causes the variability.
The research was carried out in February 2011-June 2012, located in the
Banda Sea with position between 3.5-7.5oLS and 124-133oBT. The data used are
the sea surface height, sea surface temperature, chlorophyll-a, which are derived
from MODIS-Aquamulti-sensor satellite data from 2002 to 2012, and surface
wind data obtained from the European Centre for Medium-Range Weather
Forecasts (ECMWF). The data were analyzed by using the Ferret software
version 6.0 in order to show the view variability of seasonal cycle and it’s annual
cycle. Then the wind data, the Nino index 3.4 and Dipole Mode Index (DMI) will

be analyzed by using wavelet methods in Matlab 2010 software to show annual
cycle in the format of continous wavelet transform (CWT) and cross wavelet
transform (XWT).
In the variabilityof monthly average sea surface height from 2002 to 2012,
there were the maximum value in March (transitional season I) with the value is
0.1498 m. The sea surface height of minimum in August with the value is -0.02 m.
The Variability of sea surface temperature is maximum in December (west
season) with a value is 30.68oC. The lowest temperature value found in August
with avalue was 26.67oC. The value of chlorophyll concentrationat west ranged
from 0.125-0.145 mg/m3 and chlorophyll concentration value at transitional
season II ranged from 0.125 to 0.146 mg/m3. The chlorophyll concentration
values at east season are 0.285 to 0.458 mg/m3 and chlorophyll concentration
value at transitional season I range between 0.372-0.134 mg/m3. The highest value
of the chlorophyll concentration which occurs on east season in August with a
value of 0.458 mg/m3 and the lowest at west season in December with a value of
0.125 mg/m3. Zonal wind circulation patterns in January (west season) with speed
5.32 m/sec is more stronger because occurrence of the southwest monsoon winds
are blown strong whereas in July (east season) the wind speed are weaker at 4,987 m/sec. The meridional wind circulation patterns in July (east season) are
more powerful with a value 5.252 m/sec, where happened is south eastern wind
monsoon while in February (east season) with a value is -1336 m/sec.


The distribution of time based on difference of longitude and latitude where
at every June to August (west season) from 2002-2012 against high of sea surface
temperature and sea surface height was found lower. But in December to January
was found high and evenly spread along different position of latitude and
longitude. Other wise, the concentration of chlorophyll-a was found low in
December to January (west season) and is found high in June to August (east
season) and spreads from the east to west on different position of longitudes and
latitude but found high on low latitudes position.
Wavelet analysis results where energy density spectrum (CWT) of sea
surface height has variability of a half annual, annual and annual interagency. A
strong variability is the annual variability and annual interagency. Results of the
cross-correlation wavelet transformation (XWT) with ENSO and IOD found the
existence of a strong annual interagency variability and is antifase. While the
relationship with zonal wind and meridional wind has annual variability and were
sefase. Wavelet analysis results with energy density spectrum (CWT) of sea
surface temperature has a dominant annual variability. While the results of crosscorrelation wavelet transformation (XWT) of sea surface temperature has a strong
annual variability and were sefase. Cross-correlation with the IOD has a strong
annual variability and were antifase, furthermore it’s correlation with zonal wind
and meridional wind has annual variability. Wavelet analysis results with energy

density spectrum (CWT) of chlorophyll-a has a strong annual variability and were
sefase. Cross-correlation with the IOD has a strong annual variability and were
antifase and sefase, furthermore it’s correlation with the zonal wind are antifase
and meridional wind are sefase and both have a strong annual variability.
Sea surface height and sea surface temperature is low during El Nino events
and the positive IOD whereas chlorophyll-a high.
Key words: Annual and interannual cycles, multi-sensors satellite data, ENSO,
IOD

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

VARIABILITAS KLOROFIL-a DAN BEBERAPA

PARAMETER OSEANOGRAFI HUBUNGANNYA
DENGAN MONSOON, ENSO DAN IOD DI LAUT BANDA

EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi: Dr Khairul Amri, SPi MSi

Judul Tesis : Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi
Hubungannya dengan Monson, ENSO dan IOD di Laut Banda

Nama
: Evangelin Martha Yulia Kadmaer
NIM
: C551100011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua

Dr Agus S Atmadipoera, DESS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Neviaty P Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi
Hubungannya dengan Monson, ENSO dan lOD di Laut Banda
Nama
: Evangelin Martha Yulia Kadmaer
: C5 511 0001 1
NlM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dr Neviaty P Zamani, MSc

Tanggal Ujian: 28 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

o 4 NOV 2m3

PRAKATA
Puji dan Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan tuntunan-NYA sehingga tesis ini dapat saya selesaikan dengan
baik. Penelitian ini dengan judul “Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter
Oseanografi Hubungannya dengan Monson, ENSO dan IOD di Laut Banda”.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan
kepada:
1. Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr
Agus S Atmadipoera, DESS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan saran dan masukan untuk penulisan tesis.
2. Dr Khairul Amri, SPi MSi selaku penguji luar komisi atas segala masukan
untuk memperbaiki tesis ini.
3. Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc sebagai Ketua Mayor Ilmu Kelautan yang
telah memberikan masukan dan dukungan moril.
4. Ditjen Dikti dan Pemda Kota Tual yang telah memberikan bantuan kepada
Penulis selama studi.
5. Kedua orang tua tercinta (Papa Nelson Kadmaer dan Mama Fin Kadmaer),
Almarhum Mama Jeane Kadmaer/Kadtabal, Mama Maria Maspaitella,
Suamiku tercinta Romeo Maspaitella dan anakku tersayang Sharon Paschalia
Maspaitella serta saudara-saudaraku Bu Ongen, usi Dina, usi Nona, adik novi,
adik Bobi, adik Blandi, Adik Max, Adik Nina, Adik Eti, Adik nelly, adik Pey,
adik Sonya serta ponakan-ponakanku yang selalu dengan setia memberikan
dukungan, doa dan motivasi kepada penulis.
6. Kel. Pak Natih, Kel. Bapak Manu Kadtabal, Kel. Bu Roby Bastian atas
dukungan moril selama penulis dalam pendidikan
7. Rekan-rekan Politeknik Perikanan Negeri Tual (Ibu Nona, Ibu Meyske, Ibu
Erna, Ibu Eda, Ibu Nini, Ibu Kori, Ibu Wiwi, Pak Irwan, Pak Yapi, Pak Jay,
Pak Musa, Pak Kemi, Pak Beni) serta Ibu Neng atas kebersamaan dan
dukungan kepada penulis selama ini
8. Rekan-rekan IKL 2010 (Alm Yuida Labetubun, Adi, Abdul, Rezi, Yasser dan
Princy), rekan-rekan TEK 2010 (Jhon, Elis, Widi, Mey, Murjad, Ari
Anggoro, Pak Bambang, Pak Sadan, Pak Romi, Pak Uda) serta Pak Andri
Purwandani, Pak Tri Hartanto, Ibu Nita Noya, Pak Gentio atas kerjasamanya
dalam menempuh studi bersama serta rekan-rekan Laboratorium Pemrosesan
Data Bagian Oseanografi atas perhatian dan kerjasamanya selama ini.
9. Rekan-rekan PS Gita Swara Pascasarjana IPB (Bu James, Kak Oni, Kak
Adel, Maiyani, Alin, Ida) dan Rekan-rekan Persekutuan Mahasiswa Maluku
atas kebersamaan yang terbina selama ini
10. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Evangelin Martha Yulia Kadmaer

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Kerangka Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Angin
Suhu Permukaan Laut
Klorofil-a
El Nino Southern Oscillation (ENSO)
Indian Ocean Dipole (IOD)

4
4
5
6
8
10

3 METODE
Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Pengolahan Data
Tinggi Muka Laut
Suhu Permukaan Laut
Klorofil-a
Angin
Prosedur Analisis Data
Analisis Wavelet
Continous Wavelet Transform
Cross Wavelet Transform

13
13
13
14
14
14
14
14
14
14
15
15
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus Musiman Parameter Oseanografi
Variabilitas Tinggi Muka Laut
Suhu Permukaan Laut
Klorofil-a
Angin
Sebaran TPL Berdasarkan Waktu
Sebaran SPL Berdasarkan Waktu
Sebaran Klorofil-a Berdasarkan Waktu
Variabilitas
Siklus Tahunan
Tinggi Muka Laut
Suhu Permukaan Laut
Klorofil-a

16
16
16
19
21
25
27
28
29
30
30
30
31
32

Angin
Siklus Antar-tahunan
Kondisi ENSO Berdasarkan Indeks Nino 3.4
Kondisi IOD Berdasarkan DMI
Korelasi Silang
SPL dan Klorofil-a
Indeks Nino 3.4 dan TPL
Indeks Nino 3.4 dan SPL
Indeks Nino 3.4 dan Klorofil-a
Indeks IOD dan TPL
Indeks IOD dan SPL
Indeks IOD dan Klorofil-a
Pengaruh Angin terhadap Variabiliatas Antar-tahunan
TPL, SPL dan Klorofil-a
Pengaruh ENSO terhadap Variabilitas Antar-tahunan
TPL, SPL dan Klorofil-a
Pengaruh IOD terhadap Variabilitas Antar-tahunan
TPL, SPL dan Klorofil-a

33
34
34
36
36
36
37
39
39
41
42
43
44
45
46

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

47
47
47

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

69

DAFTAR TABEL
1 Sumber Data dari Parameter yang Digunakan Dalam Penelitian
2 Kejadian El Nino dan La Nina Berdasarkan Indeks Nino 3.4

13
35

DAFTAR GAMBAR
1 Pola angin (a) musim barat di bulan Pebruari (b) musim timur di bulan
Juli
2 Rata-rata bulanan SPL di Laut Banda 2004-2006
3 Rata-rata bulanan Klorofil-a di Laut Banda 2004-2006
4 Skema kondisi La Nina (a) dan El Nino (b)
5 Lokasi Penelitian di Laut Banda
6 TPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan
Juni dari Tahun 2002-2012
7 TPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,
Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012
8 Siklus tahunan dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012
9 SPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan
Juni dari Tahun 2002-2012
10 SPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,
Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012
11 Siklus tahunan dari SPL di Laut Banda Tahun 2002-2012
12 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April,
Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012
13 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,
Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012
14 Siklus tahunan dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012
15 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Januari, Pebruarai, Maret, April,
Mei dan Juni di Indonesia dari Tahun 2002-2012
16 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Juli, Agustus, September,
Oktober, Nopember dan Desember di Indonesia dari Tahun 2002-2012
17 Siklus tahunan dari Angin di Laut Banda Tahun 2002-2012
18 TPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT
dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda
19 SPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT
dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda
20 Klorofil-a bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda
21 CWT dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012
22 CWT dari SPL di Laut Banda Tahun 2002-2012
23 CWT dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012
24 CWT dari (a) angin zonal (U) dan (b).angin meridional (V) di Laut
Banda Tahun 2002-2012
25 Transformasi Wavelet Kontinyu dari Indeks Nino 3.4
26 Kondisi El Nino dan La Nina berdasarkan Indeks Nino 3.4 selama
Tahun 2002-2012

5
6
7
8
13
17
17
18
20
20
21
22
22
24
26
26
27
27
29
30
31
32
32
33
34
35

27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Transformasi Wavelet Kontinyu dari DMI
Kondisi IOD berdasarkan Nilai DMI selama Tahun 2002-2012
CWT SPL dan Klorofil-a di Laut Banda
Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan
TPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan
SPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan
Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan TPL
selama Tahun 2002-2011 di Laut Banda
Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan SPL
selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan
Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Hubungan antara a). angin zonal dengan b). TPL, c). SPL dan d).
Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Hubungan antara a). angin meridional dengan b). TPL, c). SPL dan d).
Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Hubungan antara a). indeks ENSO dengan variabilitas antar-tahunan
b). TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Hubungan antara a). indeks IOD dengan variabilitas antar-tahunan b).
TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda

36
36
37
38
39
40
41
42
43
44
44
45
46

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tahapan proses analisis data dengan perangkat lunak Ferret
2 Tahapan proses data dengan pendekatan wavelet transform
3 Nilai time series dari TPL, SPL, Klorofil-a, dan kecepatan angin zonal
(U) serta angin meridional (V) bulanan di Laut Banda tahun 2002-2012
4 Spektrum densitas energi TPL dengan metode wavelet
5 Spektrum densitas energi SPL dengan metode wavelet
6 Spektrum densitas energi Klorofil-a dengan metode wavelet
7 Spektrum densitas energi Angin dengan metode wavelet
8 Riwayat Hidup

55
57
65
66
67
68
69
70

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laut Banda adalah daerah yang sangat subur karena merupakan daerah yang
berpotensi dalam bidang perikanan dan merupakan daerah penangkapan ikan yang
terbesar di Indonesia. Laut Banda dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ENSO,
ARLINDO dan Musim (Sukresno dan Kasa, 2008). Angin monsoon (musim)
menimbulkan pula arus-arus laut monsoon di Kepulauan Indonesia yang disebut
arus monsoon Indonesia atau Armondo (Berlage, 1972; Ilahude, 1996). Sistem
monsoon mempengaruhi sistem sirkulasi saat ini di Laut Banda (Hantoro et al.
1995; van Bennekom, 1995; Ilahude, 1999). Selama monsoon tenggara (Juni
sampai Agustus), air permukaan didorong dari Laut Banda ke dalam Laut Flores,
Laut Jawa, dan Laut Cina Selatan. Selama monsun barat laut (Desember hingga
Pebruari), air permukaan dari Laut Jawa dan Selat Makassar didorong dari Laut
Flores ke Laut Banda (Gordon et al. 1994).
Selain itu Laut Banda juga dapat dilihat sebagai “jantung” dari aliran arus di
perairan Indonesia (Ilahude, 1999). Dimana air mengalir dari Samudera Pasifik
melalui lautan bagian Timur Indonesia ke Samudera Hindia. ARLINDO
mengangkut massa air Samudera Pasifik memasuki Perairan Indonesia melalui
dua jalur, yaitu jalur barat masuk melalui Laut Sulawesi terus ke Selat Makasar,
Laut Flores dan ke Laut Banda. Jalur kedua adalah jalur timur yang melalui Laut
Maluku dan Laut Halmahera terus ke Laut Banda. Dari sini massa air akan keluar
menuju Samudera Hindia terutama melalui Laut Timor. Jalur keluar lainnya
melalui Selat Ombai, yaitu Selat antara Alor dan Timor, serta melalui Selat
Lombok (Murray dan Arief, 1988; Fieux, et al. 1996). ARLINDO merupakan
bagian penting dari sirkulasi lintang pertengahan Samudera Hindia dan Pasifik
(Tomascik, 1997).
Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan peralihan musim
mempengaruhi pula sebaran mendatar dari beberapa parameter oseanografi
perairan Indonesia. Pada musim barat misalnya, angin dan arus mendorong massa
air hangat Indonesia lebih ke selatan lagi, yaitu ke kawasan Laut Arafura dan
barat Laut Arafura, sedangkan kekosongan yang timbul diganti oleh masuknya air
yang relatif dingin dari kawasan Laut Cina Selatan, timurnya Asia Tenggara.
Akibatnya terdapat peningkatan suhu paras Laut dari Cina Selatan ke arah Laut
Arafura (Ilahude dan Nontji, 1999). Akibat perubahan angin musim, maka kondisi
perairan juga akan mengalami perubahan. Gordon dan Susanto (2001) melaporkan
bahwa Laut Banda merupakan laut yang mendapat pengaruh dari perubahan angin
musim. Suhu permukaan laut juga berfluktuasi berkaitan dengan perubahan
musim dimana suhu terendah didapati pada musim timur sedangkan suhu tertinggi
didapati pada musim barat. Anomali tinggi permukaan laut juga memiliki
fluktuasi yang mirip dengan suhu permukaan laut yang berkaitan dengan El Nino
maupun musim, hal inilah yang menyebabkan koefisien korelasi antara suhu
permukaan laut dan anomali tinggi permukaan laut relatif tinggi (Sukresno dan
Kasa, 2008).
Wyrtki (1958) dalam Gordon dan Susanto (2001) melaporkan bahwa ketika
musim timur, arus bergerak ke Samudera Hindia membawa massa air sehingga

2
terjadi upwelling untuk menggantikan massa air yang mengalir ke Samudera
Hindia tersebut.
Sprintall dan Liu (2005) juga melaporkan bahwa aliran dari Laut Banda
menuju Samudera Hindia mencapai puncak ketika musim timur yaitu Juli sampai
September. Pada waktu tersebut akan menyebabkan naiknya massa air dingin dari
lapisan bawah dan menyebabkan suhu permukaan akan menjadi lebih rendah pada
bulan-bulan tersebut. Kecepatan angin maksimum terjadi pada musim timur dan
karena angin berhubungan erat dengan arus, maka akan menyebabkan aliran
massa air menuju selatan juga akan mengalami peningkatan. Pergerakan massa air
ke selatan ini akan menyebabkan kekosongan dan akan digantikan oleh massa air
lapisan bawah yang lebih dingin namum kaya nutrient (Sukresno dan Suniada,
2007).
Gordon dan Susanto (2001) juga melaporkan bahwa Ekman upwelling
mencapai maksimum pada bulan Mei dan Juni dan akan didistribusikan dengan
bantuan angin maksimum pada bulan Agustus. Naiknya massa air yang lebih
dingin tersebut dapat dideteksi dengan jelas dari satelit, dan inilah yang
menyebabkan pada bulan Agustus suhu permukaan Laut Banda terlihat paling
rendah jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Suhu rata-rata Laut Banda adalah
25,50C-29,50 C. Suhu terendah terjadi selama monson tenggara sebagai akibat dari
peristiwa upwelling. Secara keseluruhan, Laut Banda mengalami suhu air yang
lebih tinggi dan fluktuasi suhu kurang di Pasifik pada umumnya (Yan et al. 1992
dalam Terangi). Penetrasi cahaya di Laut Banda tinggi dan terjadinya fluktuasi
musiman, sebagai akibat adanya perbedaan tingkat produksi primer dan sekunder
(Tomascik et al. 1997).
Karena Indonesia dipengaruhi oleh ENSO, diasumsikan bahwa, pada skala
waktu interannual, variabilitas warna laut di perairan Indonesia juga akan sangat
dipengaruhi oleh ENSO. Kekuatan pendorong lain yang mungkin memiliki
pengaruh pada warna laut yang telah terbukti mempengaruhi Laut Indonesia
adalah IOD (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Feng dan Meyers 2003),
Madden Julian Osilasi (MJO) (Madden dan Julian 1994), gelombang Kelvin dan
Rossby dan pasang surut (Ffield dan Gordon 1996; Sprintall et al. 2000; Susanto
et al. 2000). Adanya dorongan yang kuat dari laut dan atmosfer sehingga dapat
mempengaruhi suhu permukaan laut, anomali tinggi permukaan laut dan angin,
dengan demikian dapat diharapkan untuk mempengaruhi variabilitas warna laut
dimana warna laut identik sebagai klorofil-a. Klorofil-a merupakan pigmen aktif
dalam sel tumbuhan yang berperan penting dalam proses fotosintesis di perairan
(PreZelin 1981 dalam Sediadi dan Edward, 2000).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Laut Banda yaitu oleh Nonjti
1974 meneliti tentang kandungan klorofil pada fitoplankton di Laut Banda dan
Laut Seram; Baars et al. 1990 mengenai kelimpahan zooplankton di timur Laut
Banda dan utara Laut Arafura selama dan sesudah musim upwelling, Agustus
1984 dan Februari 1985; Gieskes et al. 1990 meneliti tentang perbedaan
monsoonal pada produksi primer di timur Laut Banda (Indonesia); Boely et al.
1990 meneliti tentang variasi musiman dan antar-tahunan dari suhu permukaan
laut di daerah Laut Banda dan Laut Arafura; Yusuf dan Wouthuyzen (1997)
meneliti tentang kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Banda dan Laut Seram;
Waworuntu et al. 2000 meneliti tentang resep perairan Laut Banda; Gordon dan
Susanto (2001) meneliti divergen di lapisan permukaan Laut Banda; Moore et al.

3
2003 meneliti tentang respon muson tenggara di Laut Banda; Sediadi (2004)
melihat tentang efek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di
perairan Laut Banda dan sekitarnya; Sukresno dan Kasa (2008) mengkaji analisis
dinamis dari Laut Banda yang berhubungan dengan El Nino, ARLINDO dan
angin muson dengan menggunakan data satelit dan model numerik; Iskandar
(2010) meneliti tentang pola musiman dan antar tahunan dari suhu permukaan laut
di Laut Banda yang dinyatakan dalam bentuk peta.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas maka perlu lebih mengkaji
mengenai variabilitas klorofil-a dan beberapa parameter oseanografi dimana
klorofil-a merupakan indikator adanya fitoplankton pada suatu perairan.
Kehadiran klorofil-a dipengaruhi oleh suhu dimana Laut Banda merupakan salah
satu daerah terjadinya proses upwelling. Oleh karena itu sangat diperlukan untuk
mengetahui bagaimana variabilitas beberapa parameter oseanografi dan khlorofila hubungannya dengan ENSO dan IOD di Laut Banda dengan menggunakan data
time series 11 tahunan untuk dapat mengidentifikasi fenomena-fenomena yang
terjadi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Mengkaji variabilitas dari parameter TPL, SPL dan klorofil-a.
b. Menganalisa pengaruh Monsun, ENSO dan IOD hubungannya dengan
variabilitas TPL, SPL dan klorofil-a.
c. Mencari internal forcing yang menyebabkan terjadinya variabilitas tersebut.

Kerangka Penelitian
Laut Banda merupakan salah satu daerah terjadinya upwelling tahunan pada
musim timur dimana suhu permukaan laut sangat rendah karena terjadi
kekosongan di lapisan atas permukaan air akibat adanya transport Ekman
southeast winds dan pergerakan massa air ke Samudera Pasifik sehingga massa air
yang berada di lapisan bawah terangkat ke atas dengan membawa zat-zat hara
menyebabkan daerah di sekitar Laut Banda tersebut sangat subur. Hal ini yang
menyebabkan suhu permukaan laut menjadi rendah. Jika suhu rendah maka juga
akan berhubungan dengan fenomena ARLINDO, ENSO dan IOD, dimana jika
pergerakan ARLINDO melemah maka akan mempercepat terjadinya El Nino
sehingga didapati IOD menjadi positif (+) dan menyebabkan kekeringan, dan
sebaliknya. Untuk itu perlu adanya suatu kajian untuk mengidentifikasi apakah
proses terjadinya suhu rendah di Laut Banda juga menyebabkan terjadinya
fenomena ENSO dan IOD di daerah tersebut pada saat terjadi upwelling.
Dengan demikian maka suhu sangat penting sebagai indikator terjadinya
upwelling di Laut Banda dan juga dapat mempengaruhi terjadinya fenomenafenomena alam di Laut Banda. Dari penjelasan di atas maka masalah dari
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana variabilitas dari tinggi muka laut, suhu permukaan laut dan
klorofil-a.

4
Bagaimana ENSO dan IOD mempengaruhi variabilitas tinggi muka laut,
suhu permukaan laut dan klorofil-a.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
variabilitas klorofil-a dan beberapa parameter oseanografi hubungannya dengan
ENSO dan IOD di Laut Banda sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan
dalam penentuan daerah penangkapan ikan di Laut Banda dan sebagai data
informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Angin
Angin mempunyai peran yang besar dalam proses interaksi lautan dan
atmosfer. Kekuatan angin sebanding dengan perbedaan tekanan udara pada suatu
tempat tertentu (Hasse dan Dobson, 1986). Pariwono dan Manan (1990)
menambahkan gerak angin ditentukan oleh faktor lainnya seperti pengaruh rotasi
bumi dan gaya gesek (frictional process). Angin merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi iklim. Udara cenderung mengalir dari daerahdaerah yang bertekanan atmosfer tinggi ke tempat-tempat yang bertekanan
atmosfer rendah sehingga akan menimbulkan arah angin yang berbeda-beda.
Keadaan inilah yang mengakibatkan adanya sistem angin utama di dunia. Di
samping itu adanya angin laut dan angin darat di daerah pantai merupakan suatu
sifat khas (Hutabarat, 2001).
Angin merupakan faktor yang paling bervariasi dalarn membangkitkan arus.
Sejak sistem angin dunia jumlahnya selalu tetap sepanjang tahun, maka arah arus
dunia hanya mengalami variasi tahunan yang kecil. Tetapi di bagian Utara Lautan
Hindia dan lautan di sekitar perairan Asia Tenggara, angin musim (monsoon)
berubah secara musiman dan mempunyai pengaruh yang dramatis terhadap arah
dari arus permukaan. Arus di perairan Asia Tenggara terjadi di musim barat
(Desember-Pebruari) ataupun di musim timur (Juni-Agustus) dimana musim barat
di tandai oleh adanya aliran air dari arah utara melalui Laut Cina bagian atas, Laut
Jawa dan Laut Flores, sedangkan pada waktu musim timur hal ini terjadi
kebalikannya yaitu arus mengalir dari arah Selatan (Wyrtki, 1960). Gambar 1
menunjukkan pola angin pada bulan Pebruari (Musim Barat) dan bulan Juli
(Musim Timur) dimana polanya sama dengan hasil penelitian Wyrtki (Sprintall
dan Liu, 2005)
Seperti Laut Arafura/Banda stratifikasi dan sirkulasi monsun kuat yang
memaksa iklim musiman dan menurut Wyrtki (1985) bahwa laut mempengaruhi
karakter ITF. Diketahui bahwa selama musim barat laut, air yang mengalir ke
Laut Banda dari Laut Flores tenggelam ke kedalaman yang lebih besar, hanya
beberapa yang keluar dari Laut Banda di lapisan permukaan melalui Laut
Halmahera dan Maluku ke utara, atau melalui timur ke selatan.

5

Gambar 1

Pola angin (a). musim barat di bulan Pebruari. (b).
musim timur di bulan Juli (Sprintall dan Liu, 2005)
Suhu Permukaan Laut

Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan Jumlah bahang yang
terkandung dalam suatu benda. Suhu merupakan salah satu parameter fisik laut
yang penting (Svedrup et al.1942). Hal ini disebabkan suhu secara langsung
mempengaruhi proses fisiologi dan siklus reproduksi hewan. Suhu juga secara
tidak langsung mempengaruhi daya larut oksigen yang bermanfaat untuk proses
respirasi organisme laut. Suhu permukaan laut merupakan salah satu indikator
utama keberadaan penyimpangan iklim. Penyimpangan iklim memerlukan
pengukuran dan prediksi secara teratur dan benar. Nilai suhu permukaan laut
menggambarkan proses interaksi antara lautan dan atmosfer.
Menurut hasil penelitian Sukresno dan Suniada (2007) bahwa suhu
permukaan laut dari tahun 2004-2006 di Laut Banda selalu menurun pada bulan
Mei dan mencapai titik terendah pada bulan Agustus setelah itu suhu permukaan
laut akan meningkat dan mencapai maksimum pada bulan Desember. Hal ini
dapat dipahami karena laut disekitar Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh angin

6
musim (monsoon). Akibat perubahan angin monson, maka kondisi perairan juga
akan mengalami perubahan (Gambar 2).
Variabilitas suhu permukaan laut terkait dengan perubahan kedalaman

Gambar 2 Rata-rata bulanan SPL di Laut Banda 2004–
2006 (Sumber:Sukresno dan Suniada, 2007).
termoklin, yang bervariasi dengan musim hujan dan ENSO (Bray et al. 1996;
Ffield et al. 2000). Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.80C (titik beku
air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan
dangkal.
Kisaran suhu di daerah daratan yang pernah dimonitor adalah yang paling
rendah - 68°C di Siberia pada tahun 1982 dan yang paling tinggi 58°C di Libya
pada tahun 1922. Daerah tropis suhu air laut di perairan terbuka berkisar antara
25-280C, sedang di daerah perairan dangkal berkisar antara 28-300C dan suhu ini
terus akan meningkat di daerah yang semi atau tertutup (Hutabarat, 2001). Hautala
et al. 2001 mengatakan bahwa divergen dengan termohalin Laut Banda
mempunyai efek penting dalam stratifikasi termohaline dan suhu panas yang
sangat tinggi di lautan. Laut Banda disebut sebagai “kapasitor” dalam mengontrol
transport massa air ke Samudera Hindia karena Laut Banda berperan sebagai zona
divergen di lapisan permukaan laut melalui mekanisme Ekman pumping yang
mempengaruhi variabilitas lapisan (Gordon dan Susanto, 2001).

Klorofil-a
Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas
primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil sangat terkait
dengan kondisi oseanografi suatu perairan (Mann dan Lazier, 1991). Klorofil-a
adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari suatu perairan.
Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor
hidrologi perairan (suhu, salinitas, nitrat dan fosfat) (Afdal et al. 2004).

7
Klorofil-a fitoplankton adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang
mempunyai peran penting di dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan
(Prezelin, 1981). Semua sel yang berfotosintesis mengandung satu atau beberapa
pigmen klorofil (hijau coklat, merah atau lembayung). Adanya variasi warna

Gambar 3 Rata-rata bulanan Klorofil-a di Laut Banda
2004–2006 (Sumber : Sukresno dan Suniada,
2007)
disamping itu juga pada klorofil terdapat pigmen tambahan seperti karotenoida
dengan warna kuning, merah atau lembayung dan fikobilin dengan warna merah
dan biru. Klorofil merupakan pigmen yang spesifik, dan dapat diekstraksi dari
daun dengan alkohol atau aseton dan diisolasi dengan cara kromatografi. Pada
tumbuhan tingkat tinggi, terdapat dua jenis klorofil yaitu klorofil- a dan klorofil b,
keduanya berbeda pada struktur (Sediadi dan Edward, 2000).
Menurut hasil penelitian Afdal et al. 2004 di Selat Makassar menunjukkan
bahwa pada kedalaman 0 - 50 m, suhu, salinitas, fosfat dan nitrat tidak terlalu
mempengaruhi kandungan klorofil-a. Sedangkan pada kedalaman 100 m; nitrat,
fosfat dan salinitas mempengaruhi kandungan klorofil-a. Secara umum kandungan
klorofil-a maksimum ditemukan pada lapisan permukaan.
Sebaran dan tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan
kondisi hidrologis perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol
dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, salinitas dan
nutrien (terutama nitrat dan fosfat). Tisch et al. (1992) mengatakan perubahan
kondisi suatu massa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat massa air yang
meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan kandungan nutrien. Perbedaan
parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab
bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Perairan yang subur
dan mempunyai produktivitas yang tinggi tentunya akan memberikan daya
dukung lingkungan yang positif bagi kehidupan biota laut.

8
Di Laut Banda sesuai dengan Gambar 3 menunjukkan bahwa pola rata-rata
bulanan dari klorofil-a menunjukkan peningkatan pada bulan Mei dan mencapai
maksimum pada bulan Agustus (Sukresno dan Suniada, 2007).

El Nino Southern Oscillation (ENSO)
Istilah ENSO digunakan untuk menyatakan adanya suatu fenomena
interaksi antara lautan dan atmosfer, dengan El Nino dinyatakan sebagai
fenomena lautan dan Southern Oscillation sebagai fenomena atmosfer. ENSO
adalah perbedaan fase tekanan udara permukaan laut yang berskala global antara
Indonesia dengan Samudera Pasifik Tenggara (Quin et al. 1978). Fenomena
ENSO merupakan hasil fluktuasi antar-tahunan sistem laut-atmosfer di Samudera
pasifik (Wells, 1986).
a.Kondisi La Nina

b.Kondisi El Nino

Gambar 4. Skema kondisi La Nina (a) dan El Nino (b)
(Philander, 2001)
Selama La nina (Gambar 4a), angin trade bertiup secara terus-menerus
sehingga menyebabkan lapisan termoklin memiliki kemiringan yang sangat jelas
ke arah barat, dimana pada bagian timur dari khatulistiwa Pasifik menjadi dingin,
sedangkan pada bagian barat menjadi hangat dimana udara menjadi lembab dan
naik ke atmosfer. Udara berhenti di timur, wilayah yang curah hujannya sedikit,
kecuali lemah di bagian selatan-utara dan terjadi konvergen di utara-timur. Selama
El Nino (Gambar 4b), angin trades berada sepanjang khatulistiwa, seperti halnya
kemiringan termoklin ketika permukaan air hangat mengalir ke arah timur.

9
Perubahan suhu permukaan dikaitkan dengan pergeseran ke arah timur dari
wilayah dengan hujan lebat (Philander, 2001).
Fenomena El Nino memiliki siklus yang tidak teratur dengan periode antara
2 sampai 7 tahun (Quinn et al.1978). Pada perkembangannya terdapat pula fase
yang berlawanan dari El Nino, yaitu La Nina. Pada saat berlangsungnya La Nina,
Angin Pasat di Samudera Pasifik bertiup dengan kuat. Pada perkembangannya El
Nino berkaitan erat dengan Osilasi Selatan (Southern Oscillation) sehingga
fenomena ini disebut ENSO. Perbedaan fase tekanan udara permukaan laut yang
berskala global antara Perairan Indonesia dan Pasifik Tenggara yang disertai
penyimpangan peredaran dan curah hujan disebut Osilasi Selatan (Philander,
1990). Menurut Quin et al. 1978 bahwa untuk memperoleh nilai indeks ini maka
nilai tekanan paras laut di Tahiti dikurangi dengan tekanan paras laut di Darwin
kemudian dinormalkan dengan perbedaan standar deviasi.
Banyak penelitian telah menunjukkan pengaruh muson India pada sirkulasi
tropis (Normand 1953; Troup 1965; Yasunari 1990; Yasunari dan Seki, 1992)
atau; sebaliknya, dampak ENSO pada monsun (Walker dan Bliss, 1937; Shukla
dan Paolino, 1983; Joseph et al. 1994). Kebalikan peristiwa La Nina (dingin),
yang kadang-kadang diikuti peristiwa hangat, menghasilkan pergeseran anomali
suhu permukaan laut hangat ke barat dan konveksi (Rasmusson dan Carpenter,
1982).
Kekuatan monsun dan terjadinya peristiwa ENSO hangat atau dingin
tergantung pada lokasi dan besarnya suhu permukaan laut di Pasifik barat dan
konveksi tropis (Soman dan Slingo, 1997). Muson kuat (hujan lebat, tekanan
rendah permukaan laut, angin timur yang kuat) cenderung untuk menghambat
peristiwa hangat dan mendukung peristiwa dingin (Yasunari, 1990). Sebaliknya,
peristiwa ENSO hangat (penurunan konveksi dan SPL tinggi di barat Pasifik,
easterlies/angin timur lemah) cenderung untuk menekan monsoon (Webster,
1995). ENSO-Monsoon saling berinteraksi pada dua arah, sehingga sulit untuk
menggunakan satu untuk meramalkan yang lain. Tentang salah satu yang juga
rumit oleh interaksi ENSO-monsoon itu sendiri, yang terjadi pada skala waktu
intra-seasonal melalui Madden-Julian oscillation, waktu terjadinya muson, periode
modulasi muson aktif/istirahat, dan angin westerly Pasifik Barat meledak (review
Webster et al. 1998).
Ditambah Model laut-atmosfer yang mencakup proses intra-seasonal (antar
musiman) dan interannual (antar-tahunan) menyarankan bahwa monsun India
dapat memiliki dampak yang besar pada ENSO (Ju dan Slingo, 1995; Wainer dan
Webster, 1996; Meehl, 1997), namun pengetahuan ini belum efektif diterapkan ke
dalam monsoon atau sistem peramalan ENSO. Beberapa kegagalan ini disebabkan
oleh perubahan interdecadal di kedua sistem ENSO-monsoon dan kondisi dasar
dari laut-atmosfer secara global (Webster dan Palmer, 1997). Sirkulasi atmosfer
monsoonal (Fu dan Fletcher, 1988; Parthasarathy et al. 1991), frekuensi ENSO
dan amplitude/panjang gelombang (Gu dan Philander, 1995; Mark, 1995; Wang
dan Wang, 1996) dan hubungan ENSO–monsoon (Elliott dan Angell, 1988;
Shukla, 1995). Karena ENSO dan monsun memiliki hubungan yang kuat dengan
iklim anomali global, hal ini penting untuk mengetahui ENSO dan variabilitas
monsoon. Perubahan inter-decadal adalah juga penting dalam menganalisis
kelayakan dan kekokohan teori ENSO dan hujan, dan diharapkan dapat
menentukan ENSO- Monsoon.

10
Indian Ocean Dipole (IOD).
Fenomena IOD telah dicatat sebagai manifestasi penting lainnya dari
interaksi tropis udara-laut (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Behera et al.
1999; Vinayachandran et al. 1999; Murtugudde et al. 2000; Rao et al. 2002;
Vinayachandran et al. 2002). Juga ternyata bahwa dampak IOD tidak terbatas ke
Samudera India khatulistiwa, juga pengaruh dari Southern Oscillation (Behera dan
Yamagata, 2002), curah hujan monsun panas Indian dan bahkan kondisi iklim
musim panas di Asia (Ashok et al. 2001; Saji dan Yamagata, 2002). Sifat IOD
kuat sebagai fenomena laut-atmosfir ditambah simulasi yang berhasil
menggunakan resolusi tinggi ditambah GCMs yang juga menyelesaikan ENSO di
Pasifik (Iizuka et al. 2000; Cai et al. 2002). Seperti dicatat oleh penelitian
sebelumnya menggunakan analisis EOF, anomali suhu permukaan laut seluruh
cekungan yang disebabkan oleh munculnya ENSO secara statistik sebagai modus
interannual paling dominan di Samudera Hindia (Cadet, 1985; Klien et al. 1999;
Wallace et al. 1998; Venzke et al. 2000). Struktur zona dipole mode muncul
sebagai modus kedua. Namun, dipole mode yang muncul sebagai sinyal dominan
dalam beberapa tahun. Sebagai contoh, adalah kasus selama bulan Mei sampai
November 1994. Behera et al. (1999) menunjukkan bahwa dipole mode dalam
anomali OLR juga overley suhu permukaan laut dipole. Berbeda dengan peristiwa
1994 di mana dipole yang menonjol hanya di Samudera Hindia. Fenomena yang
sama pada tahun 1997 bersamaan dengan pola dipole yang lain di pasifik karena
simultan terjadinya disebut peristiwa El Nino.
Fenomena IOD tidak terbatas hanya untuk kedua peristiwa ini. Menurut data
gisst, anomali suhu permukaan laut menunjukkan polaritas berlawanan di
Samudera Hindia Timur dan Barat selama 178 bulan dimana totalnya 504 bulan
dari tahun 1958 hingga 1999. Dalam menanggapi anomali angin, permukaan laut
tertekan (mengangkat) di Samudera Hindia Timur (Barat) selama peristiwa dipole
positif (negatif). Yang menarik, salah satu kutub anomali permukaan laut
mendapatkan dipole mode sangat baik sebagai dipole adalah dominan modus
variabilitas dalam lapisan bawah permukaan (Rao et al. 2002). Oleh karena itu,
kita cenderung untuk menyimpulkan bahwa peristiwa IOD terjadi sebagai bagian
dari peristiwa ENSO (Allan et al. 2001; Baquero-Bernal dan Latif, 2002).
Sirkulasi Walker di diagnosis dari zona perumusan fluksi seperti yang
digambarkan oleh Newell et al (1974) dan Bergman dan Hendon (2000). IOD
Positif (negatif) ini dianggap murni sebagai peristiwa ketika itu tidak disertai
secara bersamaan oleh El Nino (La Nina). Fenomena ini adalah karena gangguan
sinyal di Pasifik Barat selama fase dewasa El Nino melalui wilayah Indonesia dan
penyebaran massa air selanjutnya sepanjang pantai Australia oleh gelombang
pantai Kelvin. Hal ini dibahas oleh Clarke dan Liu (1994) secara teoritis dan
dikonfirmasi oleh Meyers (1996) menggunakan data XBT; disebut sebagai efek
Clarke-Meyers.
Kedua data yang murni dan semua komposit IOD menunjukkan dengan
jelas bahwa anomali ketinggian permukaan laut lebih rendah di Samudera Hindia
Timur disertai dengan anomali lebih tinggi di tengah Samudera Hindia. Karena
indeks ENSO dan IOD non-ortogonal, wajar untuk mengangkat masalah counter
bahwa ENSO Pasifik sendiri mungkin dipengaruhi oleh IOD. Menggunakan
analisis korelasi parsial maka Behera dan Yamagata (2002), berhasil dalam

11
mengungkapkan pengaruh invers indeks Osilasi Selatan. Ditemukan bahwa DMI
memiliki puncak koefisien korelasi 0.4 dengan indeks tekanan Darwin dalam satu
bulan. Ketika index Darwin mengarah 3 bulan, koefisien korelasi (0.2) turun di
bawah tingkat signifikan. Indeks tekanan dari kawasan Pasifik tengah-barat
menunjukkan korelasi puncak tentang 0.3 ketika DMI merupakan indeks Pasifik
tengah-barat dengan 4-5 bulan. Ini menunjukkan bahwa beberapa peristiwa IOD
mendahului beberapa peristiwa ENSO. Ada tiga peristiwa ENSO yang hangat
(dalam tahun 1972, 1982, 1997) yang berhubungan dengan peristiwa IOD positif
(dalam tahun 1961, 1967 and 1994). Sebaliknya, tiga dari peristiwa IOD yang
positif tidak disertai oleh peristiwa ENSO hangat. Hal ini menunjukkan
kemungkinan fenomena Pasifik yang dipengaruhi oleh fenomena yang berasal di
Samudera Hindia.
Pengaruh IOD tidak hanya terbatas pada wilayah tropis, tetapi mencapai
jauh ke seluruh dunia (Saji dan Yamagata, 2002). Dalam beberapa artikel Saji dan
Yamagata (2002), menggunakan analisis korelasi parsial, telah menunjukkan
bahwa peningkatan hujan Afrika Timur didominasi oleh IOD positif daripada El
Nino. Menariknya, IOD positif dan kejadian ENSO hangat memiliki pengaruh
yang berlawanan di bagian timur termasuk di Jepang dan Korea. Peristiwa IOD
positif (negatif) menyebabkan musim hangat dan kering (dingin dan basah) karena
peningkatan menurunnya troposfer. Ini jelas tercatat selama peristiwa IOD pada
tahun 1961, 1967, 1994, dibandingkan dengan terjadinya simultan IOD positif dan
El Nino pada tahun 1997. Curah hujan musim panas India monsoon (ISMR)
ditingkatkan (berkurang) selama peristiwa IOD positif (negatif). Melemahnya
hubungan ENSO-ISMR ini dapat ditafsirkan dalam hal sering terjadinya IOD
positif dalam dekade ini (Ashok et al. 2001). Di belahan bumi selatan, IOD yang
berdampak besar di barat daya Australia dan Brasil karena propagasi gelombang
planet di belahan bumi pada musim dingin, peristiwa IOD (negatif) positif
menyebabkan kondisi hangat dan kering (dingin dan basah). Mekanisme
hubungan global memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Hal ini karena kurang
adanya penjelasan posisi yang lebih rendah dalam statistik. Sebenarnya, sinyal
IOD di Samudera Hindia jelas terlihat bahkan dalam data mentah suhu permukaan
laut di tahun 1961, 1967, 1972, 1982, 1994, 1997 (Meyers, 1996; Saji et al. 1999,
Behera et al. 1999). Ini juga menegaskan keberadaan fisik IOD dengan cara yang
paling sederhana meskipun analisis statistik yang baru-baru ini oleh beberapa
penulis (Baquero-Bernal dan Latif, 2002; Allan et al., 2001) menyatakan bahwa
IOD adalah hasil dari statistik.
IOD mungkin berkembang tanpa memaksa eksternal dari Pasifik ENSO
tetapi berinteraksi dengan fenomena Pasifik dalam beberapa peristiwa mungkin
melalui atmosfer (Behera dan Yamagata, 2002) dan sebagian melalui throughflow
di seluruh Benua Australia. Menurut Saji et al.1999 bahwa dipole mode dapat
diidentifikasi dengan serangkaian waktu sederhana indeks yang menggambarkan
perbedaan anomali suhu permukaan laut antara Samudera Hindia Barat tropis (500
E-700 E, 100 S-100 N) dan Samudera Hindia Timur Selatan tropis (900 E-1100 E,
100 S - Equator). Korelasi yang kuat (0.7) antara indeks ini, disebut sebagai dipole
mode indeks (DMI). Peristiwa dipole mode independen dari ENSO di Samudera
Pasifik. Untuk menunjukkan hal ini, kita memplot anomali suhu permukaan laut
perwakilan dari tengah dan Timur Pasifik khatulistiwa (dari apa yang disebut
wilayah Nino 3) terhadap time series DMI. Peristiwa dipole mode sangat

12
signifikan pada tahun 1961, 1967 dan 1994 bertepatan dengan tidak ada ENSO,
La Nina dan lemah El Nino. Ada tahun di mana per