Arahan Dan Strategi Pengembangan Areal Bekas Tambang Timah Sebagai Kawasan Pariwisata Di Kabupaten Bangka

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
AREAL BEKAS TAMBANG TIMAH SEBAGAI
KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BANGKA

LIA MEYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan dan Strategi
Pengembangan Areal Bekas Tambang Timah sebagai Kawasan Pariwisata di
Kabupaten Bangka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Lia Meyana
NIM A156130154

ii

RINGKASAN
LIA MEYANA. Arahan dan Strategi Pengembangan Areal Bekas Tambang
Timah sebagai Kawasan Pariwisata di Kabupaten Bangka. Dibimbing oleh
UNTUNG SUDADI dan BOEDI TJAHJONO.
Pulau Bangka merupakan bagian dari kawasan “sabuk timah” Asia
Tenggara yang menyebar dari daratan Thailand, Malaysia, Kepulauan Riau hingga
ke Pulau Bangka dan Belitung. Sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia,
selain menjadikannya sebagai salah satu sektor perekonomian andalan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, aktivitas pertambangan timah di Pulau Bangka juga
menimbulkan kerusakan lingkungan akibat terbentuknya kubangan raksasa serta

hamparan tailing dan overburden. Ketergantungan terhadap pertambangan timah
harus segera diantisipasi mengingat cadangan ekonomis bijih timah di Pulau
Bangka diperkirakan akan habis dalam beberapa tahun kedepan. Oleh karena itu,
sektor perekonomian lain perlu dikembangkan.
Areal bekas tambang timah yang dimanfaatkan secara optimal dapat
meningkatkan perekonomian wilayah. Salah satu tantangan dan kesempatan
pemanfaatannya adalah dengan mengembangkannya sebagai bagian dari kawasan
pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi dan menganalisis
sebaran serta luasan areal bekas tambang timah; (2) menganalisis hirarki
perkembangan wilayah yang memiliki areal bekas tambang timah; (3)
mengidentifikasi jenis obyek wisata yang dapat dikembangkan; serta (4)
menganalisis serta merumuskan arahan dan strategi pengembangan areal bekas
tambang timah sebagai bagian dari kawasan pariwisata di Kabupaten Bangka,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui: (1) studi literatur dan
pengumpulan data sekunder yang meliputi peta dasar dan tematik, data sosial
ekonomi serta pustaka terkait dan (2) pengumpulan data primer melalui survei
lapangan dan wawancara mendalam terhadap responden dengan panduan
kuesioner. Responden terdiri dari unsur Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [Bappeda], Dinas Pariwisata

dan Kebudayaan [Disbudpar] serta Dinas Pertambangan dan Energi [Distamben]),
Pemerintah Kabupaten Bangka (Bappeda, Disbudpar dan Distamben), PT Timah
(Persero) Tbk, Lembaga Swadaya Masyarakat (WALHI) serta akademisi (Pusat
Pengembangan Pariwisata ITB dan Universitas Bangka Belitung). Metode
penelitian yang digunakan adalah analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
memetakan areal bekas tambang timah, analisis skalogram untuk mengetahui
hirarki wilayah pada areal bekas tambang, Analytical Hierarchy Process (AHP)
untuk mengetahui jenis wisata prioritas yang dapat dikembangkan menurut
persepsi stakeholders, serta A’WOT (kombinasi AHP dan SWOT) untuk
merumuskan arahan dan strategi pengembangan areal bekas tambang timah
sebagai bagian dari kawasan pariwisata di Kabupaten Bangka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas areal bekas tambang timah di
Kabupaten Bangka adalah 18.017 ha yang tersebar di enam kecamatan dan 30
desa, yaitu di kecamatan Belinyu seluas 8.509 ha (8 desa), Riau Silip seluas 5.879
ha (7 desa), Sungailiat seluas 1.023 ha (6 desa), Pemali seluas 1.707 ha (5 desa),
Merawang seluas 531 ha (3 desa) dan Bakam seluas 368 ha (1 desa). Dari 30 desa

yang dianalisis, empat desa termasuk wilayah dengan kategori Hirarki I, 10 desa
dengan Hirarki II, dan 16 desa dengan Hirarki III yang menunjukkan urutan
menurun kesiapan wilayah untuk dikembangkan sebagai kawasan pariwisata.

Berdasarkan preferensi stakeholders, prioritas jenis wisata yang dapat
dikembangkan pada areal bekas tambang timah di Kabupaten Bangka adalah
wisata alam, wisata budaya dan selanjutnya wisata buatan. Wisata alam
diprioritaskan pada rekreasi air, tempat pemancingan, geotracking/hiking, taman
flora dan fauna serta selanjutnya agrowisata. Wisata budaya diprioritaskan pada
desa wisata, industri kerajinan, museum dan selanjutnya upacara adat. Wisata
buatan diprioritaskan pada eduwisata, taman bermain anak, breeding farm,
selanjutnya sirkuit motocross dan arena road race.
Dengan mempertimbangkan hirarki wilayah dan pola ruang dalam RTRW
Kabupaten Bangka diperoleh empat wilayah prioritas pada areal bekas tambang
timah yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari kawasan pariwisata. Wilayah
Prioritas I seluas 922 ha, Prioritas II seluas 5,882 ha, Prioritas III seluas 560 ha
dan Prioritas IV seluas 2,758 ha. Lima strategi prioritas pengembangan areal
bekas tambang timah sebagai bagian dari kawasan pariwisata yang direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Bangka adalah: (1) mengembangkan
mining tourism sebagai brand image wisata; (2) meningkatkan sarana dan
prasarana umum pendukung pariwisata; (3) memanfaatkan CSR perusahaan
tambang untuk pengembangan mining tourism; (4) mempermudah akses bagi
investor dalam pengembangan potensi pariwisata; dan (5) meningkatkan
koordinasi antar stakeholders (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam
pengembangan wilayah berbasis areal bekas tambang timah sebagai bagian dari

kawasan pariwisata.
Kata kunci: areal bekas tambang timah, Kabupaten Bangka, mining tourism

iv

SUMMARY
LIA MEYANA. Direction and Strategy of Tin-mined Area Development as
Tourism Region in Bangka Regency. Supervised by UNTUNG SUDADI and
BOEDI TJAHJONO.
Bangka Island is parts of the “South-east Asian tin belt” region that is
spread over from the mainland of Thailand, Malaysia, and Riau Islands to Bangka
and Belitung island. As the largest tin producer island in Indonesia, apart of being
one of the leading economic sectors of the Province of Bangka Belitung
Archipelago, tin mining activities cause environmental degradation due to the
formation of giant holes, and expanse of tailings and overburden. Interdependency
on tin mining should immediately be anticipated since the economic tin-ores
reserve in Bangka Island is estimated to be accomplished in the next several years.
It is therefore other economic sectors should be developed.
Tin-mined areas that are optimally utilized can improve regional economy.
One of the challences and opportunities in utilizing these lands is by developing

them as parts of tourism region. This study aims to: (1) identify and analysis the
extent and distribution of the tin-mined area; (2) analysis the regional
development hierarchy of region covering tin-mined areas; (3) identify the types
of tourism object that can be developed; and (4) analysis and formulate directions
and strategies to develop tin-mined area as a parts of tourism region in Bangka
Regency, Province of Bangka Belitung Archipelago.
The collection of data and information were carried out by: (1) literature
study and secondary data collection covering basic and thematic maps, socioeconomic data, and related scientific publications; and (2) collection of primary
data obtained through field surveys and questionnaire-guided in-depth interviews
with respondents. The respondents were consisted of elements of the Government
of Province of Bangka Belitung Archipelago (Regional Development Planning
Agency, Office of Culture and Tourism, and Office of Mine and Energy), the
Government of Bangka Regency (Regional Development Planning Agency,
Office of Culture and Tourism, and Office of Mine and Energy), PT Timah
(Persero) Tbk, NGO (WALHI), and academicians (Center of Tourism
Development ITB, and University of Bangka Belitung). The research methods
used were Geographic Information System (GIS) analysis to map the tin-mined
area, scalogram analysis to determine the regional hierarchy of the tin-mined
areas, Analytical Hierarchy Process (AHP) to determine the priority types of
tourism object that can be developed based on the stakeholders' perception, and

A'WOT (combination of AHP and SWOT) to formulate development directions
and strategies of tin-mined area as a part of tourism region in Bangka Regency.
The results of this research showed that the total tin-mined area in Bangka
Regency was 18017 ha that spread over six sub-districts and 30 villages. i.e.
Belinyu sub-district covering area of 8509 ha (8 villages), Riau Silip of 5879 ha (7
villages), Sungailiat of 1023 ha (6 villages), Pemali of 1707 ha (5 villages),
Merawang of 531 ha (3 villages), and Bakam of 368 ha (one village). Out of the
30 villages analyzed, 4, 10, and 16 villages were respectively cathegorized as
region with hierarchy I, II, and III showing the lowering order of regional
readiness to be developed as tourism region.

Based on the stakeholders’ preferences, the priorities of tourism objects that
could be developed in the area were nature tourism followed by cultural and
artificial tourism. The types of nature tourism that could be developed were
prioritized to water park recreation followed by fishing, geotracking/hiking, flora
and fauna park, and agrotourism. The types of cultural tourism were prioritized to
tourism village, followed by craft industry, museums, and traditional ceremonies.
The types of artificial tourism were prioritized to edutourism followed by
playground, breeding farm, and motocross circuit and road-race arena.
By considering the regional hierarchy of the tin-mined area and spatial

patterns of the Regional Spatial Arrangement Planning of Bangka Regency, there
were four prioritized areas that directed to be developed as parts of tourism
region. The first until fourth priority areas were respectively covering of 922 ha,
5882 ha, 560 ha, and of 2758 ha. Five prioritized strategies for the development of
the tin-mined areas as parts of tourism region recommended to the Government of
Bangka Regency were: (1) to develop mining tourism as a tourism brand image;
(2) to improve tourism-supporting public facilities and infrastructures; (3) to
utilize CSR of the mining companies for mining tourism development; (4) to
facilitate access for investors in developing tourism development opportunities;
and (5) to improve coordination among stakeholders (government, private and
community) on the regional development based on tin-mined area as parts of
tourism region.
Keywords: tin-mined area, Bangka Regency, mining tourism

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
AREAL BEKAS TAMBANG TIMAH SEBAGAI
KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BANGKA

LIA MEYANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Manuwoto, MSc

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah
pengembangan wilayah berbasis areal bekas tambang timah, dengan judul Arahan
dan Strategi Pengembangan Areal Bekas Tambang Timah sebagai Kawasan
Pariwisata di Kabupaten Bangka.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Untung Sudadi, MSc dan
Bapak Dr Boedi Tjahjono, MSc sebagai Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing,

Bapak Dr Ir Manuwoto, MSc sebagai Penguji Luar Komisi yang telah banyak
memberi saran serta Bapak Prof Dr Ir Santun RP Sitorus sebagai Ketua Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pemerintah
Kabupaten Bangka (Bappeda, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, serta Dinas
Pertambangan dan Energi) yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pusbindiklatren Bappenas selaku
sponsor atas Program Magister Ilmu Perencanaan Wilayah yang penulis tempuh
di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada kedua
orangtua, suami dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Mei 2015

Lia Meyana

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan
Lahan Bekas Tambang Timah
Pengembangan Kawasan Pariwisata
Pengembangan Mining Tourism
Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan Kawasan Pariwisata
Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

4
4
5
6
8
9
10

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Identifikasi, Analisis dan Pemetaan Areal Bekas Tambang Timah
Analisis Hirarki Wilayah Prioritas Pengembangan
Analisis Persepsi Stakeholder terhadap Jenis Wisata yang dapat
Dikembangkan pada Areal Bekas Tambang Timah
Analisis Rumusan Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan

12
12
12
12
12
13
14
17
19

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Fisik
Geografis dan Administrasi
Geologi dan Jenis Tanah
Hidrologi
Penggunaan Lahan
Sosial dan Budaya
Demografi
Budaya
Kondisi Kepariwisataan
Kondisi Pertambangan
Kondisi Sarana dan Prasarana
Jaringan Jalan
Jalur Transportasi

22
22
22
22
25
25
25
25
26
27
30
31
31
32

vi

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Areal Bekas Tambang Timah di Kabupaten Bangka
Hirarki Wilayah Prioritas Pengembangan Kawasan Pariwisata
Persepsi Stakeholder terhadap Jenis Wisata yang dapat Dikembangkan
Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata
Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata
Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata

33
33
38
43
45
45
50

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

54
54
55

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

58

RIWAYAT HIDUP

77

vii

DAFTAR TABEL
1 Tujuan, jenis data, sumber data, metode dan keluaran analisis
2 Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP)
3 Matriks SWOT
4 Luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Bangka
5 Jumlah kelurahan, desa, dusun, lingkungan dan Rumah Tangga di
Kabupaten Bangka
6 Keadaan iklim rata-rata di Kabupaten Bangka tahun 2009-2012
7 Kelembaban udara dan tekanan udara Kabupaten Bangka tahun 2012
8 Jumlah curah hujan, hari hujan dan suhu udara di Kabupaten Bangka
9 Rincian penggunaan lahan di Kabupaten Bangka
10 Kondisi kependudukan per kecamatan di Kabupaten Bangka tahun
2012
11 PDRB Kabupaten Bangka atas dasar harga konstan usaha (juta rupiah)
12 PDRB Kabupaten Bangka atas dasar harga berlaku (juta rupiah)
13 Nama obyek wisata di Kabupaten Bangka
14 Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara
yang menginap di hotel/penginapan di Kabupaten Bangka tahun 2013
15 Jumlah hotel/akomodasi menginap di Kabupaten Bangka tahun 2013
16 Jumlah hotel/losmen, jumlah kamar dan tempat tidur di Kabupaten
Bangka tahun 2013
17 Luas kolong bekas tambang timah di Kabupaten Bangka
18 Kondisi jalan Kabupaten Bangka
19 Luas areal bekas tambang timah di Kabupaten Bangka
20 Luas areal bekas tambang dalam kawasan lindung
21 Hirarki perkembangan desa Kabupaten Bangka
22 Hirarki perkembangan desa dengan areal bekas tambang timah
23 Hasil analisis pembobotan dan prioritas jenis wisata
24 Pembobotan dan prioritas dalam grup dan faktor SWOT
25 Hasil analisis matriks SWOT

13
18
20
22
22
24
24
24
25
26
26
27
27
29
29
29
30
32
34
36
39
43
45
53
54

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Penelitian
2 Bagan Alir Penelitian
3 Struktur hirarki A’WOT
4 Wilayah administrasi Kabupaten Bangka
5 Obyek wisata Kabupaten Bangka
6 Wilayah izin usaha pertambangan Kabupaten Bangka tahun 2010
7 Jaringan jalan Kabupaten Bangka
8 Jalur transportasi dari dan ke Kabupaten Bangka
9 Sabuk timah Asia Tenggara

4
14
21
23
28
30
31
32
33

viii

10 Hamparan pasir, kolong dan lubang bekas tambang
11 Areal bekas tambang timah aktual tahun 2014
12 Areal bekas tambang timah dalam Kawasan Lindung
13 Areal bekas tambang di luar WIUP
14 Hirarki wilayah Kabupaten Bangka
15 Hirarki wilayah bekas tambang timah
16 Struktur hirarki AHP penentuan jenis wisata
17 Arahan prioritas pengembangan kawasan pariwisata
18 Pengembangan kawasan pariwisata prioritas 1
19 Pengembangan prioritas 1 detil A, B, C dan D
20 Struktur hirarki AHP strategi pengembangan areal bekas tambang
timah sebagai kawasan pariwisata di Kabupaten Bangka

34
35
37
38
41
42
44
46
48
49
52

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner untuk mendapatkan data dalam Analisis A’WOT (Penentuan
Faktor-Faktor Internal dan Eksternal) dari Responden Pemerintah,
Swasta, dan Akademisi
2 Kuesioner untuk mendapatkan data dalam Analisis AHP (Jenis Wisata
yang dapat Dikembangkan pada Areal Bekas Tambang Timah) dari
Responden Pemerintah, Swasta, dan Akademisi
3 Kuesioner untuk mendapatkan data dalam Analisis A’WOT (Penentuan
Strategi) dari Responden Pemerintah, Swasta, dan Akademisi
4 Data potensi desa Kabupaten Bangka tahun 2011 berdasarkan jumlah
penduduk dan jumlah fasilitas desa areal bekas tambang timah

58

62
67
75

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200 tahun
dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini tersebar dalam
bentangan wilayah sepanjang lebih dari 800 km, yang disebut The Indonesian Tin
Belt. Bentangan ini merupakan bagian dari The Southeast Asia Tin Belt yang
membujur sejauh kurang lebih 3.000 km dari daratan Asia ke arah Thailand,
Semenanjung Malaysia hingga Indonesia. Di Indonesia, wilayah cadangan timah
mencakup Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian di daratan Sumatera
(Bangkinang) di utara terus ke arah selatan yaitu Pulau Bangka, Belitung, dan
Karimata hingga ke daerah sebelah barat Kalimantan. Pulau Bangka merupakan
penghasil timah terbesar di Indonesia. Pertambangan timah yang telah dilakukan
sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda pada abad ke-17 hingga sekarang
(Sujitno 2007) merupakan salah satu sektor perekonomian andalan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
Pertambangan timah tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga
dampak negatif. Dampak positifnya antara lain sebagai sumber devisa, penyedia
tenaga kerja dan kesempatan berusaha serta peningkatan perekonomian. Bangka
dalam Angka Tahun 2013 mencatat bahwa kontribusi pertambangan timah
mencapai 1.250,105 milyar rupiah dari total 6.225,465 milyar rupiah PDRB
Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (BPS Kab. Bangka
2013). Dampak negatif akibat kegiatan pertambangan timah antara lain terjadinya
penurunan kualitas tanah dan jumlah jenis vegetasi alami (Sitorus et al. 2008).
Selain itu, pertambangan timah juga dapat mengakibatkan dampak secara
sosiologis yaitu terjadinya perubahan budaya dan adat istiadat setempat.
Pembangunan yang bertumpu pada ekstraksi sumberdaya alam seperti
pertambangan timah pada akhirnya akan terhenti ketika cadangan timahnya habis.
Berdasarkan data US Geological Survey tahun 2006, cadangan terukur timah di
Indonesia sekitar 800.000 sampai 900.000 ton. Dengan tingkat produksi rata-rata
sekitar 60.000 ton/tahun, atau setara dengan 90.000 ton/tahun pasir timah,
cadangan tersebut hanya akan mampu bertahan sekitar 10-12 tahun lagi, atau
hingga tahun 2017-2019 (Widyatmiko 2012).
Banyak kota dan wilayah kaya sumberdaya tambang seperti batubara, emas,
tembaga dan sebagainya kemudian mati setelah cadangannya habis dieksploitasi.
Namun, ada juga wilayah yang mampu mengelola sisa aktivitas eksploitasi
sumberdaya alamnya sehingga tetap memberikan nilai ekonomi. Wilayah
demikian bahkan diburu wisatawan dan diteliti karena kekhasannya, seperti Kota
Rhondda Valley di Wales dan Galce Bay Nova di Kanada yang merupakan bekas
pertambangan batubara. Lubang bekas tambangnya dijadikan museum dan bekas
permukiman buruhnya dipugar untuk dikenang sebagai warisan masa lampau
(Papua 2008).
Selain dua kota tersebut, Kota Phuket di Thailand sebelumnya juga
merupakan lokasi tambang timah dan kini menjadi kota destinasi wisata dunia.
Setelah cadangan timahnya mulai berkurang, pemerintah dan masyarakat Kota
Phuket mengubah kotanya dengan pandangan bahwa tidak selamanya bergantung

2

pada sektor pertambangan. Contoh-contoh seperti ini dapat digunakan sebagai
acuan dan alternatif untuk memperbaiki pengelolaan areal bekas tambang timah di
Pulau Bangka yang semula rusak dan tidak produktif menjadi wilayah yang
berdayaguna dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Widyamiko (2012), isu-isu pengembangan wilayah di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang menjadi dasar pengembangan kegiatan ekonomi
non pertambangan pasca pertambangan timah adalah: (1) perekonomian masih
sangat bergantung pada pertambangan dan industri berbasis pertambangan (timah,
kaolin dan pasir kuarsa) sehingga sering terjadi fluktuasi perekonomian terutama
yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan timah; (2) cadangan timah yang
menjadi basis ekonomi wilayah sudah menipis; (3) kualitas sumber daya manusia
dengan tingkat keahlian rendah khususnya eks pekerja pertambangan timah; (4)
sarana dan prasarana transportasi belum memadai untuk mendukung kegiatan
percepatan arus perdagangan komoditas ekspor dan impor maupun untuk
meningkatkan kegiatan pariwisata; dan (5) keterbatasan dalam pengembangan
sumber daya alam terutama ekstensifikasi usaha pertanian yang disebabkan oleh
sebagian besar lahan banyak mengandung kasiterit atau pasir timah. Dari isu-isu
tersebut, jelaslah bahwa tambang timah tidak bisa terus menerus menjadi andalan
bagi provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Karena itu perlu dilakukan upaya
transformasi struktur perekonomian dari yang semula mengandalkan timah
sebagai pemicu utama perekonomian wilayah beralih ke non pertambangan timah.
Dengan kondisi cadangan timah yang kian menipis dan diperkirakan hanya
tinggal beberapa tahun kedepan serta demi penyelamatan lingkungan yang
terdegradasi akibat eksplorasi tambang yang semakin memprihatinkan, maka
ketergantungan terhadap penambangan harus segera ditinggalkan. Sektor lain
perlu dibangun dan dijadikan alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
secara berkelanjutan. Pariwisata merupakan salah satu alternatif dalam
pengembangan wilayah di area bekas tambang timah yang diharapkan dapat
memacu perkembangan sektor-sektor lainnya.
Sektor pariwisata berperan sangat penting dalam pengembangan ekonomi
dunia saat ini. Sektor ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat suatu
wilayah apabila dikembangkan dengan memanfaatkan potensi wilayah tersebut
baik potensi alam, buatan maupun sumberdaya manusia. Sektor pariwisata mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam kesempatan kerja,
pendapatan, taraf hidup dan mampu mengaktifkan sektor produksi lain di dalam
negara penerima wisatawan, misalnya industri kerajinan dan cinderamata,
penginapan dan perhotelan, transportasi dan sebagainya.
Kabupaten Bangka memiliki berbagai potensi obyek wisata yang meliputi
wisata alam dan wisata budaya. Wisata alam berupa pantai dengan susunan batu
granit yang tersebar di sepanjang pantai dapat dijadikan sebagai potensi obyek
wisata unggulan di Kabupaten Bangka. Wisata budaya yang ada di Kabupaten
Bangka terdiri dari berbagai kebudayaan China dan Melayu berupa kesenian,
kehidupan suku asli dan perayaan hari besar agama. Disamping itu, Pulau Bangka
terletak pada posisi strategis yang merupakan jalur lintas laut bagi pelayaran
internasional. Berbagai potensi wisata, letak yang strategis, dan keberadaan areal
bekas tambang timah serta didukung berbagai fasilitas sarana prasarana dapat
dijadikan sebagai modal dasar bagi Pemerintah Kabupaten Bangka dalam

3

mengembangkan wisata tambang (mining tourism) yang dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat pasca tambang.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan
dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya sebaran dan luas areal bekas
tambang timah pada kondisi terkini, belum diketahuinya hirarki wilayah yang
memiliki areal bekas tambang timah yang dapat dijadikan dasar penetapan
prioritas wilayah pengembangan, belum diketahuinya jenis wisata yang dapat
dikembangkan pada areal bekas tambang timah, belum diketahuinya kondisi
obyek wisata dan infrastruktur wilayah untuk mendukung pengembangan
kawasan pariwisata serta belum adanya arahan prioritas wilayah dan strategi
pengembangan kawasan pariwisata yang meliputi areal lahan bekas tambang
timah di Kabupaten Bangka.
Dengan mempertimbangkan berbagai kondisi geobiofisik, sosial, ekonomi
dan budaya dari kegiatan penambangan timah khususnya di wilayah Kabupaten
Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, maka dapat dirumuskan kerangka
pemikiran penelitian (Gambar 1) dan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana sebaran dan luasan areal bekas tambang timah pada kondisi
terkini di Kabupaten Bangka?
b. Bagaimana hirarki perkembangan wilayah yang memiliki areal bekas
tambang timah di Kabupaten Bangka?
c. Jenis wisata apa yang dapat dikembangkan pada areal lahan bekas tambang
timah di Kabupaten Bangka? dan
d. Bagaimana arahan dan strategi pengembangan kawasan pariwisata yang
meliputi areal lahan bekas tambang timah di Kabupaten Bangka?
Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis sebaran serta luasan areal bekas tambang
timah di Kabupaten Bangka;
2. Menganalisis hirarki perkembangan wilayah yang memiliki areal bekas
tambang timah Kabupaten Bangka;
3. Mengidentifikasi jenis obyek wisata yang dapat dikembangkan pada areal
bekas tambang timah di Kabupaten Bangka; dan
4. Menganalisis serta merumuskan arahan dan strategi pengembangan areal
bekas tambang timah sebagai bagian dari kawasan pariwisata di Kabupaten
Bangka.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan arahan pengembangan
kawasan wisata terpadu dengan memanfaatkan areal bekas tambang timah yang
dapat mendukung perumusan kebijakan penataan ruang dan pembangunan
berkelanjutan di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

4

Aktivitas
Tambang Timah
Areal Bekas
Tambang Timah

Potensi
Wilayah
Infrastruktur
Wilayah

Obyek
Wisata

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS
Persepsi
Stakeholder

Interpretasi

RTRWK
Arahan dan Strategi Pengembangan Areal Bekas Tambang Timah
sebagai Kawasan Pariwisata di Kabupaten Bangka
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan
pascatambang (KESDM 2009). Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menyebutkan peruntukan
kawasan budidaya yang salah satunya terdiri dari kawasan peruntukan
pertambangan, yaitu:
(1) Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki nilai strategis nasional,
terdiri atas pertambangan mineral dan batubara, pertambangan minyak dan
gas bumi, pertambangan panas bumi serta air tanah.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas
berdasarkan peta/data geologi;
b. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan
pertambangan secara berkelanjutan; dan/atau
c. merupakan bagian proses upaya mengubah kekuatan ekonomi potensial
menjadi kekuatan ekonomi riil.

5

Pascatambang (penutupan tambang) adalah kegiatan terencana, sistematis
dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan
untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi
lokal di seluruh wilayah penambangan (KESDM 2009). Penutupan tambang
bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat dihentikannya kegiatan pertambangan untuk memenuhi kriteria sesuai
dengan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan,
keselamatan dan kesehatan kerja dan konservasi mineral dan batubara (KESDM
2010).
Prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
meliputi perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut dan
tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati,
penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam
tailing, lahan bekas tambang dan struktur buatan lainnya, pemanfaatan lahan
bekas tambang sesuai dengan peruntukannya dan memperhatikan nilai-nilai sosial
dan budaya setempat serta perlindungan terhadap kuantitas air tanah (KESDM
2010). Penutupan tambang merupakan proses akhir dari suatu kegiatan
pertambangan karena telah habisnya cadangan bahan galian sehingga lahan bekas
kegiatan pertambangan harus dapat dikondisikan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya melalui rencana pemanfaatan lahan pascatambang
(post mining landuse) dan keinginan stakeholder (KESDM 2010). Dalam
kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, daerah bekas tambang harus dapat
dipertahankan keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungannya bagi masyarakat
di desa-desa yang sebelumnya terdapat kegiatan pertambangan, karena
masyarakat yang tinggal di desa-desa tersebut merupakan masyarakat yang akan
langsung terkena imbas penurunan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan saat
terjadinya penutupan tambang.

Lahan Bekas Tambang Timah
Menurut Sujitno (2007), lahan bekas tambang timah secara umum terdiri
dari bagian yang berair yang disebut kolong (semacam danau atau kubangan
raksasa dengan kedalaman mencapai 40 m) dan bagian yang kering yang terdiri
dari timbunan liat hasil galian (overburden) dan hamparan sisa pencucian bahan
galian timah (tailing). Semakin tinggi timah yang terkandung, semakin dalam dan
luas kolong yang dibuat. Secara umum, kolong saling berdekatan dan pada
beberapa tempat menyatu setelah hujan sehingga membentuk kolong besar
menyerupai danau. Kolong umumnya mempunyai air yang bersifat asam
tergantung dari tipe mineral dominan di area tambang tersebut dan mengandung
logam-logam terlarut berbahaya yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kurun
waktu yang cukup panjang (Henny 2011). Sumber air kolong bisa berasal dari
mata air, air sungai maupun air hujan. Kolong bekas tambang merupakan habitat
yang unik karena umumnya sempit dan dalam serta tanpa zona littoral yang
dikelilingi oleh dinding batuan yang terjal/curam dan tidak terdapat aliran air
masuk dan/atau air keluar.

6

Tanah di lahan bekas tambang timah didominasi pasir kuarsa yang masam,
sangat miskin hara, kurang kandungan bahan organik, tidak dapat menahan air
dan rendah jumlah mikroorganismenya. Nilai pH tanah bekas tambang sekitar 3.64.6, dengan kandungan N, P dan K masing-masing hanya 0.02%, 2.8-3.9 ppm dan
4.9-9.6 ppm. Bila tidak dibenahi, kondisi ini tidak akan mengalami perbaikan
alami dalam jangka waktu singkat, bahkan dapat mencapai ratusan tahun lamanya
untuk dapat digunakan lagi sebagai lahan budidaya (Ferry dan Balitri 2011).

Pengembangan Kawasan Pariwisata
Dalam Undang Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1,
bahwa yang dimaksud dengan wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pengertian pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
pengusaha. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008, kawasan peruntukan
pariwisata ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut: (a) memiliki obyek dengan
daya tarik wisata dan/atau (b) mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan
alam dan lingkungan. Penerapan kriteria kawasan peruntukan pariwisata secara
tepat diharapkan akan mendorong terwujudnya kawasan pariwisata yang
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. meningkatkan devisa dari pariwisata dan mendayagunakan investasi;
b. meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan subsektor serta
kegiatan ekonomi sekitarnya;
c. tidak mengganggu fungsi lindung;
d. tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam;
e. meningkatkan pendapatan masyarakat;
f. meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;
g. menciptakan kesempatan kerja;
h. melestarikan nilai warisan budaya, adat istiadat, kesenian dan mutu keindahan
lingkungan alam dan/atau
i. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Soekadijo (2000) dalam Pramudia (2008) mengemukakan bahwa
sumberdaya pariwisata (tourism resources) atau sering juga disebut sebagai modal
atau potensi pariwisata merupakan sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi
atraksi wisata di suatu daerah atau tempat tertentu. Sumberdaya pariwisata yang
menarik kedatangan wisatawan ada tiga, yaitu:
1. Sumberdaya alam, yaitu alam fisik, flora dan fauna.

7

2.

Sumberdaya kebudayaan, yang diartikan secara luas bukan kebudayaan yang
tinggi saja, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan hidup di
tengah masyarakat.
3. Sumberdaya manusia, yaitu manusia yang dapat menjadi atraksi wisata dan
menarik kedatangan wisatawan.
Seluruh sumberdaya baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia
maupun sumberdaya buatan mempunyai peranan penting dalam proses
perencanaan dan pengembangan pariwisata dan rekreasi pada suatu daerah,
sehingga dukungan dan ketersediaan dari setiap sumberdaya tersebut sangat
menentukan tercapainya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Potensi
obyek wisata yang bisa ditawarkan bisa berupa obyek-obyek yang alami maupun
obyek-obyek buatan manusia (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Obyek-obyek alami antara lain:
1. Iklim: udara yang bersih, kenyamanan, sinar matahari yang cukup
2. Pemandangan alam: panorama pegunungan yang indah, sungai, air terjun,
bentuk-bentuk alam yang unik dan sebagainya
3. Wisata rimba: hutan lebat, pohon langka, hutan wisata
4. Flora dan fauna: tumbuhan dan tanaman khas
5. Sumber air kesehatan: sumber air untuk menyembuhkan penyakit, sumber air
mineral alami dan sebagainya.
Obyek-obyek buatan manusia antara lain:
1. Bercirikan sejarah: peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana-istana
kerajaan dan sebagainya
2. Bercirikan budaya: tempat-tempat budaya seperti museum, industri seni
kerajinan tangan dan sebagainya
3. Bercirikan keagamaan: perayaan tradisional seperti upacara adat, ziarahziarah, karnaval, bangunan-bangunan keagamaan yang kuno
4. Bercirikan pola hidup masyarakat: tradisi, adat istiadat, kekayaan budaya dan
sebagainya.
Undang-Undang No. 10 tahun 2009 pasal 4 tentang Kepariwisataan
menyebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri atas wisata alam (flora
dan fauna), museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,
wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan
tempat hiburan. Mengacu pada pasal ini maka areal bekas tambang dapat
dikategorikan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan untuk pariwisata.
Pengembangan wisata bekas tambang dapat dilakukan dengan cara
mengubah peninggalan aktivitas tambang yang ada menjadi sumber daya
pariwisata (Ballesteros dan Ramı´rez 2007). Menurut Kuswartoyo (2001) dalam
Papua (2008), ada empat macam peninggalan kegiatan tambang yang dapat
dikemas dan dikembangkan menjadi atraksi pariwisata, yaitu: (1) tapak atau situs
penambangan di permukaan atau di bawah tanah, lubang, gua atau bekas galian
tambang; (2) pemrosesan atau pengolahan hasil tambang; (3) pengangkutan hasil
tambang, prasarana dan alat angkutan dan (4) produk sosial budaya oleh kegiatan
tambang, peralatan, perlengkapan, permukiman, sejarah perjuangan buruh
tambang dan sebagainya. Keempat macam atraksi pariwisata tersebut dapat
dikemas dan dikembangkan menjadi suatu objek daya tarik wisata yang menjadi
andalan dan keunikan tersendiri serta mempunyai nilai jual kepada wisatawan.

8

Menurut Gunn (1994) dalam Rahmadani (2005), perencanaan pengembangan pariwisata ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa
yang dimiliki (supply) dan minat wisatawan (demand). Komponen supply terdiri
dari potensi atraksi (keindahan alam dan budaya), aksesibilitas, pelayanan
informasi dan akomodasi. Komponan demand terdiri dari pasar dan motivasi
wisatawan.
Yoeti (1997) mengemukakan proses perencanaan pembangunan pariwisata
dapat dilakukan dalam lima tahap, yaitu:
1. melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas dan potensi yang ada.
2. melakukan penaksiran (assessment) terhadap pasar wisata internasional dan
nasional serta memproyeksikan aliran/lalu lintas wisatawan.
3. Memperhatikan analisis berdasarkan keunggulan daerah secara komparatif
dan kompetitif, sehingga dapat diketahui daerah yang permintaannya lebih
besar daripada persediaan.
4. Melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam dan budaya yang
dimiliki.
5. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal.

Pengembangan Mining Tourism
Terkecuali yang dikelola oleh perusahaan besar, sebagian lahan yang telah
digali bahan tambangnya di Indonesia ditinggalkan begitu saja oleh
penambangnya, tidak dimanfaatkan kembali serta tanpa ada upaya reklamasi.
Sebagian lahan bekas tambang yang telah direklamasi oleh perusahaan besar
ditambang kembali oleh masyarakat karena masih mengandung sisa-sisa bahan
tambang. Lahan bekas tambang yang tidak dimanfaatkan akan menjadi lahan
terbuka tanpa ada upaya pemanfaatan lahan yang dapat menambah nilai ekonomi
bagi masyarakat.
Saat ini, sebagian lahan bekas tambang di Indonesia dimanfaatkan untuk
pertanian, perikanan, peternakan, sumber air baku dan sebagainya. Henny (2011)
menyebutkan bahwa pemanfaatan kolong (lahan bekas tambang) yang telah
dilakukan antara lain untuk sumber air minum; sumber air bersih untuk mandi
cuci; perikanan (sistem kolam jaring apung dan tebar); peternakan bebek peking;
dan pariwisata.
Di Indonesia, salah satu contoh bekas tambang yang telah dimanfaatkan
sebagai kawasan wisata adalah bekas tambang batubara Kandi–Tanah Hitam di
Sawahlunto-Sumatera Barat. Bekas tambang ini dijadikan sebagai taman satwa
seluas dua ha yang juga digunakan sebagai sarana pembelajaran bagi generasi
muda untuk dapat melindungi dan menyayangi satwa. Taman Satwa Kandi
merupakan ikon berwisata ke kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Selain
itu, areal bekas tambang juga dimanfaatkan untuk berbagai macam jenis wisata
diantaranya sebagai arena pacuan kuda seluas 39,69 ha, breeding farm seluas 11
ha, rekreasi air Danau Tandikat seluas 14 ha yang digunakan sebagai kawasan
wisata air dan pemancingan, dermaga Danau Kandi seluas 2 ha, arena road race
seluas 10 ha, dan sirkuit motorcross seluas 10 ha (Papua 2008).
Ada beberapa contoh pemanfaatan lahan bekas tambang sebagai kawasan
pariwisata di berbagai negara, diantaranya yaitu :

9

1. Tambang Timah Geevor dan Cornwall, Inggris
Tambang timah Geevor yang terletak di Cornwall, Inggris beroperasi pada
tahun 1909-1991 dan telah menghasilkan 50.000 ton timah hitam. Saat ini,
kawasan tambang seluas 31,13 ha ini telah menjadi museum dan pusat warisan
budaya. Tambang terluas di Inggris ini merupakan bagian penting dari Cornwall
and West Devon Mining Landscape yang diajukan oleh UNESCO pada tahun
2006. Adapun aktivitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan di Museum Timah
Geevor and Cornwall adalah tour wisata sejarah pertambangan serta kegiatan
interaktif penambangan emas dan batu mulia. Atraksi wisata sejarah
penambangan timah di Greevor dan Cornwall adalah diorama suasana
penambangan (suara pekerja, atmosfer bawah tanah, replika pekerja), bangunan
penambangan timah dan batuan mulia hasil tambang. Fasilitas wisata sejarah
penambangan timah di Greevor dan Cornwall adalah toko cenderamata mengenai
timah serta coffee shop bernuansa ruangan istirahat penambang timah.
2. Tambang Timah Sungai Lembing di Malaysia
Sungai Lembing di Malaysia merupakan bekas tambang timah terbesar di
dunia. Saat ini, di museum bekas kawasan pertambangan milik Inggris ini sedang
direncanakan rekonstruksi bagiannya untuk menjadi pertunjukan kegiatan
pertambangan. Aktivitas wisatawan yang dapat dilakukan di Museum Tambang
Timah Sungai Lembing adalah tour museum, kegiatan interaktif penambangan
timah bagi anak-anak dan dewasa dan kunjungan bawah tanah ke lorong-lorong
bekas penambangan timah. Atraksi wisata museum tambang timah Sungai
Lembing adalah diorama suasana penambangan (suara pekerja, atmosfer bawah
tanah, replika pekerja), bangunan-bangunan dan peralatan penambangan timah,
dan batuan mulia hasil tambang. Fasilitas wisata museum tambang timah Sungai
Lembing adalah penginapan dalam bentuk bungalow mantan pejabat Inggris,
Tourist information Center, cafetaria, coffee shop dan souvenir shop.
3. Taman Danau Taiping di Malaysia
Kota yang pada awalnya berkembang sebagai kota pertambangan timah ini,
kini justru menjadi kota yang tenang dan merupakan obyek wisata utama di Perak.
Kolam-kolam sisa penambangan timah di Taiping kini telah menjadi Taman
Danau. Lahan seluas 64 ha ini merupakan taman umum pertama di Malaysia dan
diakui sebagai taman paling indah dan paling tertata apik dari yang pernah ada.
Hingga saat ini Taman Danau Taiping menjadi lokasi untuk rekreasi bagi
masyarakat umum.

Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan Kawasan Pariwisata
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi
geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan manganalisis
obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan
karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. SIG merupakan sistem
komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menganalisis data yang
bereferensi geografis, yaitu masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan data) serta analisis dan manipulasi data (Prahasta 2005).

10

SIG memungkinkan pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi,
posisi, koordinat, peta, ruang dan permodelan spasial secara mudah. Selain itu
dengan SIG pengguna dapat membawa, meletakkan dan menggunakan data yang
menjadi miliknya sendiri ke dalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur
permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan atau dianalisis baik
secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya (analisis melalui query
atribut dan spasial), hingga akhirnya disajikan dalam bentuk sesuai dengan
kebutuhan pengguna (Prahasta 2005).
Teknologi SIG akan mempermudah para perencana dalam mengakses data,
menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaan
dan meningkatkan keahlian para perencana serta masyarakat dalam menggunakan
sistem informasi spasial melalui komputer. SIG dapat membantu para perencana
dan pengambil keputusan dalam memecahkan masalah-masalah spasial yang
sangat kompleks.
SIG dapat memberikan referensi dalam pengembangan pariwisata, dimana
SIG memiliki fungsi analisis spasial yang kuat, umumnya digunakan dalam
pengembangan wilayah. SIG juga dapat diterapkan untuk pengembangan
pariwisata. Dengan menggunakan SIG, kemampuan analisis spasial dapat
melakukan analisis terhadap ruang manusia dan lanskap alami, transportasi, iklim,
topografi, tanah, vegetasi, flora dan fauna di daerah tertentu, yang dapat
membantu pihak terkait menggambarkan prioritas pembangunan daerah, mengatur
tata letak rute wisata secara tepat, menentukan/menetapkan kawasan lindung dan
potensi pengembangan, menentukan tempat-tempat wisata dan memberikan
referensi dalam perencanaan pariwisata dan pengambilan keputusan (Wei 2011).

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan lahan bekas penambangan
timah yang tidak dimanfaatkan secara optimal dan dibiarkan tanpa ada upaya
untuk memanfaatkannya menjadi lahan yang dapat menambah nilai ekonomi bagi
masyarakat Kabupaten Bangka. Beberapa penelitian yang dapat dijadikan
referensi dalam penelitian ini diantaranya yaitu penelitian tentang pengembangan
kawasan bekas tambang sebagai obyek wisata dan penelitian tentang
pengembangan kawasan agropolitan yang memanfaatkan potensi obyek wisata.
Papua (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Potensi Kawasan Bekas
Tambang sebagai Obyek Wisata: Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota
Sawahlunto” menganalisis potensi dan dampak pengembangan pariwisata
terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya
dan masyarakat sekitar kawasan serta arahan strategi pengembangan pariwisata
pada lahan bekas tambang batubara. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
berdampak positif terhadap konservasi dan pelestarian lingkungan hidup di
kawasan bekas tambang, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan
masyarakat sekitar kawasan, dan turut membangun Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Sawahlunto, serta tidak ditemukan dampak negatif terhadap budaya
masyarakat sekitar kawasan. Prioritas arahan strategi pengembangan kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam yaitu pengembangan kawasan wisata, pusat

11

pelayanan, dan kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan,
arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah.
Elfida (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pola Spasial
Tambang Timah Rakyat sebagai Masukan dalam Penentuan Kebijakan Tata
Ruang di Kabupaten Bangka” menganalisis pola spasial penambangan
berdasarkan jarak, kontribusi aktivitas tambang timah rakyat terhadap peningkatan
ekonomi masyarakat, dan tumpang tindih kawasan pertambangan timah dengan
penggunaan lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tambang timah rakyat yang
diidentifikasi memiliki status legal sebesar 18% dari tambang timah yang
dianalisis. Berdasarkan faktor jarak terhadap pusat kecamatan, terdapat 70
tambang yang berada pada jarak kurang dari 3 kilometer dari pusat kecamatan,
134 tambang pada jarak 3–5 kilometer, 458 tambang pada jarak 5–10 km, dan 245
tambang pada jarak lebih dari 10 kilometer. Aktivitas tambang timah rakyat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, dengan
tingginya pendapatan masyarakat pelaku usaha tambang timah rakyat
dibandingkan dengan masyarakat yang mempunyai jenis pekerjaan lainnya.
Kawasan lindung yang telah dijadikan sebagai areal penambangan mencapai
8.67% dari luas areal peruntukan kawasan lindung. Terjadi tumpang tindih antara
kuasa pertambangan timah dengan perkebunan sebesar 47.16%, sedangkan antara
kuasa pertambangan timah dengan hutan produksi sebesar 48.50% dari total
kawasan tersebut.
Rudita (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Potensi Obyek Wisata
dan Keterpaduannya dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan,
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali” menganalisis keterkaitan sektor pariwisata
dengan sektor lainnya, obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan, faktorfaktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan serta rencana dan strategi
pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan pengembangan Kawasan
Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah. Hasil penelitian
menyatakan bahwa sektor pariwisata terkait erat dengan lima sektor, yaitu:
industri tanpa migas; perdagangan besar dan eceran; restoran; hotel; jasa hiburan
dan rekreasi. Terdapat enam obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan
di Kawasan Agropolitan Payangan, yaitu: Agrowisata Payangan, Sungai Ayung,
Nyepi Kasa, Aci Keburan, Desa Pakraman Pausan, dan Sarkofagus. Faktor yang
mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan menurut
persepsi wisatawan adalah: (1) pelayanan; (2) jenis wisata dan atraksi yang
ditawarkan; (3) fasilitas yang tersedia; (4) sarana transportasi; dan (5) promosi.
Ada tiga rencana dan strategi utama pengembangan obyek wisata secara terpadu
dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka
pengembangan wilayah, yaitu: (1) rencana meningkatkan keterkaitan sektoral,
dengan strategi meningkatkan keterpaduan antar sektor yang ada melalui
pengembangan iptek; (2) memperkenalkan dan menawarkan potensi obyek wisata
yang ada, dengan pengembangan paket-paket wisata melalui kerjasama
pemerintah, swasta dan masyarakat; dan (3) memperkuat kepariwisataan, dengan
membangun kemitraan dan membentuk jejaring.

12

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bangka yang secara geografis
terletak pada posisi 1˚29’43”-2˚20’21” Lintang Selatan dan 105˚41’53-106˚11’34”
Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan lua