Vascular bundle pattern as predictor of bamboo utilization.

POLA IKATAN PEMBULUH BAMBU
SEBAGAI PENDUGA PEMANFAATAN BAMBU

NANI NURIYATIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul Pola Ikatan Pembuluh Bambu sebagai Penduga
Pemanfaatan Bambu adalah hasil karya saya sendiri bersama pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan oleh penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir setiap bab disertasi ini.


Bogor, Januari 2012

Nani Nuriyatin
NRP E061050061

ABSTRACT
NANI NURIYATIN. Vascular bundle pattern as predictor of bamboo utilization.
Under direction of KURNIA SOFYAN, SURJONO SURJOKUSUMO, and
SUMINAR S ACHMADI.
Bamboo is a plant which is widely distributed but can not be optimally
utilized. This can be proved by the 143 species of bamboo in Indonesia, only 32
types among them have distinct purpose. Therefore, to optimize the bamboo
utilization is through evaluating anatomy, mechanical, and chemical properties so
that the results can be useful. The research method was approach by regression
with dummy variables, and description analyze. The result of anatomy study
showed that every bamboo species had specific vascular bundle pattern (type 1-4)
as well as the single patern and its combination. The difference of vascular bundle
pattern did not contributed to the physical and mechanical properties of bamboo
investigated, except for MOR. The difference species of bamboo and vertical
position of samples contributed to the different value of compressive strength

parallel to grain, whereas tension strength was only affected by bamboo species.
The results of chemical study showed that interaction between the species and
the vascular bundle patterns of bamboo influences extractive, ash, lignin, and
starch content except alpha cellulose content. The vascular bundle patterns have
important value for distinguishing species of bamboo and they can also be used
to help direction of the use of bamboo.
Keyword: bamboo properties, vascular bundle, density, fibre .

RINGKASAN
NANI NURIYATIN. Pola ikatan pembuluh bambu sebagai penduga pemanfaatan
bambu. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, SURJONO SURJOKUSUMO, dan
SUMINAR S ACHMADI.
Bambu adalah tanaman yang tersedia melimpah di Indonesia. Tetapi dalam
pemanfaatannya belum optimal karena penggunaan bambu selama ini masih
mengandalkan cara tradisional secara turun-temurun. Tidak setiap jenis bambu
mempunyai penggunaan yang sama, terkait dengan perbedaan sifat yang dimiliki
bambu. Dengan demikian perlu penelitian dasar ilmiah yang hasilnya dapat
digunakan sebagai dasar acuan penggunaannya.
Beberapa sifat dasar bambu yang diteliti adalah sifat anatomi, fisik,
mekanik, dan sifat kimia. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis

regresi dengan peubah boneka untuk aspek anatomi, fisik, dan mekanik.
Sedangkan pengolahan data sifat kimia menggunakan analisis deskripsi dan
keragaman.
Analisis deskripsi terhadap bambu yang diteliti sifat anatominya
menetapkan bahwa seluruh jenis bambu yang diteliti memiliki pola ikatan
pembuluh. Pola-pola tersebut dijumpai dalam bentuk pola tunggal maupun pola
gabungan. Pola tunggal dimiliki oleh bambu Arundinaria hundsii, Arundinaria
javonica, Melocanna baccifera, Cephalostachyum pergracile, Dendrocalamus
strictus dan Dendrocalamus giganteus. Pola gabungan dimiliki oleh bambu
Dendrocalamus asper, Gigantochloa apus dan Gigantochloa atroviolacea. Nilai
kerapatanikatan pembuluh bambu dipengaruhi oleh seluruh faktor yang diujikan,
yaitu jenis bambu, posisi horizontal, posisi vertikal dan pola ikatan pembuluh.
Sementara panjang serabut dipengaruhi oleh jenis bambu dan pola ikatan
pembuluh. Hanya persen serabut yang dipengaruhi oleh satu faktor saja yaitu
posisi horizontal penampang lintang batang.
Nilai keteguhan lentur patah (MOR) bambu-bambu yang diteliti dipengaruhi
oleh jenis bambu dan pola ikatan pembuluh bambu. Pola 3 memiliki nilai MOR
yang lebih tinggi dibandingkan pola 4. Dendrocalamus asper memiliki nilai
MOR yang paling tinggi dibandingkan bambu lain. Nilai kekakuan (MOE) tidak
dipengaruhi oleh faktor yang diujikan. Jenis bambu dan posisi vertikal batang

mempengaruhi nilai keteguhan tekan sejajar serat. Dendrocalamus asper
memiliki nilai keteguhan tekan paling tinggi dibandingkan bambu-bambu lain.
Hanya pada posisi pangkal, keteguhan tekan memiliki nilai tertinggi. Hasil
pengujian keteguhan tarik dipengaruhi oleh jenis bambu. Dendrocalamus asper
cenderung mempunyai nilai keteguhan tarik lebih tinggi dibandingkan jenis lain.
Hasil analisis deskripsi dan analisis keragaman menyatakan bahwa pada
umumnya sifat-sifat kimia bambu dipengaruhi oleh interaksi antara jenis bambu
dan pola yang dimilikinya. Beberapa sifat kimia yang dipengaruhi oleh interaksi
adalah kandungan ekstraktif, kadar abu, kadar lignin, dan kandungan pati. Ciri
yang menonjol yang dimiliki oleh pola 1 adalah mengandung ekstraktif, lignin
dan alfa selulosa yang tinggi tetapi kadar pati rendah. Pola 2 memiliki ciri kadar
ekstraktif dan pati rendah tetapi kadar abu tinggi. Pola 3 mempunyai ciri kadar

alfa selulosa dan kadar pati rendah. Nilai alfa selulosa yang paling rendah
dimiliki oleh bambu dengan pola 4. Sifat-sifat kimia yang dimiliki oleh bambu
membantu dalam mengarahkan penggunaan bambu sebagai bahan serat.
Pola ikatan pembuluh bambu adalah variabel sifat anatomi yang sebaiknya
dipertimbangkan dalam penggunaan bambu. Pola ikatan pembuluh pada bambu
memiliki ciri tertentu yang dapat membantu mengarahkan penggunaan bambu.
Bambu yang memiliki pola ikatan pembuluh 1 atau 2 dapat digunakan untuk

bahan non struktural sedangkan bambu dengan pola ikatan pembuluh 3 atau 4
dapat digunakan sebagai bahan struktural. Pola ikatan pembuluh bambu terkait
dengan sifat kimia yang penting peranannya dalam pendugaan pemanfaatan serat
serta pemanfaatan bambu di lapangan.
Kata kunci: bambu, pola ikatan pembuluh, anatomi, kimia, fisik mekanik bambu,
penggunaan bambu

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagaian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun

POLA IKATAN PEMBULUH BAMBU

SEBAGAI PENDUGA PEMANFAATAN BAMBU

NANI NURIYATIN

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji pada Ujian Tertutup:
1. Dr.Ir. Andi Gunawan, MSc
(Pengajar Departemen Arsitektur Landscap, Fakultas Pertanian, IPB)
2. Dr.Ir.Naresworo Nugroho, MS
(Ketua Program Studi IPK)


Penguji pada ujian terbuka:
1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
(Pengajar Departemen Agronomi dan Holtikultur)
2. Dr. Krisdianto Sugiyanto, MSc
(Peneliti Hasil Hutan di Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor)

Judul

: Pola Ikatan Pembuluh Bambu sebagai Penduga
Pemanfaatan Bambu

Nama Mahasiswa

: Nani Nuriyatin

NRP

: E 061050061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan
Ketua

Prof.Dr.Ir. Surjono Surjokusumo, MSF
Anggota

Prof.Dr.Ir. Suminar S Achmadi, MSc
Anggota

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Pascasarjana IPB

Dr.Ir.Naresworo Nugroho,MS

Dr.Ir.Dahrul Syah,MSc.Agr


Tanggal ujian: 27 Januari 2012

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allash SWT atas segala karuniaNya sehingga seluruh rangkaian penelitian/karya ilmiah berhasil diselesaikan.
Selain penelitian di berbagai laboratorium di lingkup Institut Pertanian Bogor,
penelitian juga dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Kurnia Sofyan,
Bapak Prof.Dr.Ir.Surjono Surjokusumo, MSF dan Ibu Prof. Dr.Ir.Suminar
S.Achmadi,MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan,
gagasan, dan motivasi selama proses studi doktor. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Rektor Unib Bengkulu yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melanjutkan studi di sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih kepada Dirjen Dikti atas beasiswa pendidikan BPPS yang
sangat membantu kelancaran studi di IPB, Sekolah Pascasarjana IPB, Rektor IPB,
Ketua Program Studi IPK yang telah memberikan kesempatan untuk menimba
ilmu. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada penguji luar yaitu Ibu Dr. Ir.
Sandra Arifin Aziz, MS, Bapak Dr. Krisdianto Sugiyanto, MSc, Bapak Dr.Ir.Andi

Gunawan, MSc serta Dr.Ir.Naresworo Nugroho, MS yang telah memberi arahan
dan masukan dalam penulisan disertasi. Ucapan terima kasih yang tulus juga
disampaikan kepada Bapak dan mimih (alm.) serta Ama, teteh Ifa, teteh Angi,
Adam serta semua pihak yang telah membantu kelancaran seluruh pelaksanaan
studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

Nani Nuriyatin

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 5 Mei 1963 dari ayah H. Hardja
Sadeli dan ibu Hj.Sri Suweni (alm.) Penulis merupakan anak kelima dari
delapan bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Teknologi Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1987. Pada
tahun 1996 penulis diterima di Progam Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB
dan lulus pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program
doktor diperoleh pada tahun 2005 dengan beasiswa BPPS-Dikti.
Penulis bekerja sebagai dosen di Universitas Bengkulu sejak tahun 1994.

Bidang pengajaran dan penelitian yang ditekuni adalah struktur dan sifat kayu dan
berlanjut sampai saat ini.
Selama mengikuti program S-3, penulis menjadi anggota MAPEKI
(Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia).
Pemanfaatan Beberapa Jenis Bambu

Karya ilmiah berjudul Kemungkinan
Tertentu, Berdasarkan Pola Penyusunan

Berkas Pembuluh, sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas diterbitkan di Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, Vol. 29 No. 4 tahun 2011 halaman 287-300.
tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.

Karya

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………… ………………………………………. .

xii

………………………………………………… .

xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. .

xvii

DAFTAR GAMBAR

I

PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang…………………………………………………..
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Hipotesis ………………………………………………………..
Manfaat Penelitian ………………………………………………
Ruang Lingkup Penelitian ………..………………….…………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. .

1
8
8
8
8
9

ANATOMI PENAMPANG LINTANG BATANG 9 JENIS
BAMBU
Pendahuluan ……………………………………………………
Bahan dan Metode ……………………………………………. .
Hasil dan Pembahasan .……………………………………….. .
Simpulan dan Saran ……….…..………………….…………... .
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. .

12
13
15
49
51

III KORELASI POLA IKATAN PEMBULUH PADA SIFAT FISIK
DAN MEKANIK 3 JENIS BAMBU
Pendahuluan …………………………………..……………… .
Bahan dan Metode ……………………………………………..
Hasil dan Pembahasan .……………………………………….. .
Simpulan dan Saran ……….…..………………….…………... .
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… .

53
55
60
68
69

IV KORELASI POLA IKATAN PEMBULUH PADA
KANDUNGAN KIMIA 4 JENIS BAMBU
Pendahuluan …………………………………..……………… .
Bahan dan Metode ……………………………………………. .
Hasil dan Pembahasan .……………………………………….. .
Simpulan dan Saran ……….…..………………….…………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. .

72
73
73
87
88

V . PEMBAHASAN DAN SIMPULAN UMUM
Pembahasan Umum……………………………………………. .
Simpulan Umum……………..………………………………… .
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..

90
96
98

LAMPIRAN………………………………………………………………

99

II

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Pola ikatan pembuluh pada 9 jenis bambu….....……….…… ...........

41

2

Hasil uji Duncan untuk persentase serabut……………………….. ...

50

3

Pola ikatan pembuluh pada bambu yang d iteliti…………………..

63

4

Persentase serabut pada 2 jenis bambu ….………………………..

68

5

Standar pengujian untuk analisis sifat kimia bambu…………………

77

6

Rata-rata nilai kandungan kimia pada berbagai jenis dan pola
bambu…………………………………………………………...........

78

Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar ekstraktif pada jenis/pola
bambu………………………………………………………………...

80

Ketebalan dinding sel dan persen serabut D. asper, D. giganteus,
C.pergracile dan A.hundsii…………………………………………..

82

Hasil uji beda Duncan terhadap kandungan abu……………………...

83

10 Kerapatan ikatan pembuluh dan diameter metaxilem bambu………...

85

11 Hasil uji Duncan terhadap kadar pati bambu .......................................

88

12 Kerapatan ikatan pembuluh pada berbagai jenis/pola bambu...............

90

7

8

9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Skema Kerangka Pemikiran ……………………….…………….

6

2 Alur penelitian.................................................................................

7

3 (a). Bentuk pohon bambu A. hundsii secara utuh, (b) Sayatan
mikro pada penampang lintang bambu (pembesaran 40x)………..

18

4 Sketsa pola ikatan pembuluh tipe 1 pada A. hundsii.……..…....

18

5 (a). Bentuk pohon bambu A. javonica secara utuh, (b). Sayatan
pada penampang lintang bambu (pembesaran 40x)……………….

19

Sketsa pola ikatan pembuluh tipe 1 pada A. javonica…………….

19

7 Bentuk pohon bambu M. baccifera secara utuh …………………..

19

8 (a). M. baccifera bagian pangkal dengan pembesaran 40x
(b). Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada M. baccifera..………….

20

9 (a). M. baccifera bagian tengah (pembesaran 40x) (b) Sketsa
pola ikatan pembuluh 2 pada M. baccifera..……………………..

20

10 (a) Penampang lintang M. baccifera bagian ujung
(pembesaran 40x), (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada
M. baccifera……………………………………………………….

21

11 Bentuk pohon bambu C. pergracile ….………..….………………

21

12 (a) Tampilan penampang lintang bambu C. pergracile bagian
pangkal dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa 1 pola ikatan
pembuluh 2 pada C. pergracile……………………………………

22

13 (a). Penampang lintang bambu C. pergracile bagian tengah
dengan pembesaran 40x (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada
C. pergracile……………………………………………………….

23

14 (a). Penampang lintang bambu C. pergracile bagian ujung dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada
C. pergracile ....................................................................................

23

15 Tampilan utuh bambu D. giganteus................................................

24

6

16 (a) Penampang lintang bambu D. giganteus bagian pangkal
dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada
D. giganteus.....................................................................................

24

17 (a) Penampang lintang bambu D. giganteus bagian tengah
(pembesaran 40x) (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada
D. giganteus.................................................................…….............

25

(a) Penampang lintang bambu D. giganteus bagian ujung dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada
D. giganteus...............................................................……………...

25

Bentuk pohon bambu D. strictus secara utuh ….…………………

26

20 (a). Penampang lintang Dendrocalamus strictus bagian pangkal
(pembesaran 40x) (b). Sketsa pola ikatan pembuluh 3 D. strictus...

27

21 (a) Penampang lintang D. strictus bagian tengah dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada
D. strictus………………………………………………………….

27

22 (a) Penampang melintang D. strictus bagian ujung dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada
D. strictus…………………………………………..………………

28

23 Bentuk pohon bambu D. asper……………………………………..

28

24 (a) Penampang melintang bambu D. asper bagian pangkal dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 4……………...

29

25 (a) Penampang lintang D. asper bagian tengah dengan pembesaran
40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. asper……………

30

26 (a) Penampang lintang D. asper bagian ujung dengan pembesaran
40x, (b) Sketsa 1 pola ikatan pembuluh 3 pada D. asper.…………

30

27 Tampilan utuh bambu G. apus………………………………………….

31

28 (a). Penampang lintang G. apus bagian pangkal dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 4 pada
G. apus………………………………………………………………

31

29 (a) Tampilan penampang lintang G. apus bagian tengah dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 4 pada
G. apus………………………………………………………………

32

30 (a) Penampang lintang G. apus bagian ujung dengan pembesaran
40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada G. apus……………..

32

18

19

31 Bentuk pohon bambu G. atroviolecea ………………………….…
32 (a) Penampang lintang G. atroviolacea bagian pangkal dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 4 pada
G. atroviolacea…………………………………….……………….
.
33 (a) Penampang lintang bambu Gigantochloa atroviolacea bagian
tengah dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh
4 pada G. atroviolacea……………………………………………...

33

33

34

34 (a) Penampang lintang G. atroviolacea bagian ujung dengan
pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada
G. atroviolacea……………………………………………………...

34

35 Sketsa pola ikatan pembuluh 1 (a) dan 2 (b)…………...……………

35

36 Sketsa pola ikatan pembuluh 3 (c) dan 4 (d)………………………..

36

37 Pola ikatan pembuluh pada (a) A. javonica (pembesaran 40x),
(a1) Sketsa pola ikatan pembuluh A. javonica, (b) Pola ikatan
pembuluh A. hundsii (pembesaran 40x), (b1) Sketsa pola ikatan
pembuluh 1 pada A. hundsii........…………………………………..

37

38 Pola ikatan pembuluh pada (a) C. pergracile (pembesaran 40x),
(a1) Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada C. pergracile,
(b) M. baccifera dengan pembesaran 40x, (b1) Sketsa pola
ikatan pembuluh 2 pada M. baccifera ……………………………..

38

39 Pola ikatan pembuluh pada (a) D. strictus (pembesaran 40x),
(a1) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. strictus, (b) Pola
ikatan pembuluh D. giganteus (pembesaran 40x), (b1) Sketsa
pola ikatan pembuluh 3 pada D. giganteus ……………………………..39
40 Bentuk rantai serabut pada bagian ujung (a) D. asper,
(b) G. atroviolacea dan (c) G. apus ……………………………......

40

41

Kerapatan ikatan pembuluh (/mm2) pada 8 jenis bambu…………...

42

42

Kerapatan ikatan pembuluh pada posisi pangkal, tengah dan ujung...

43

43

Kerapatan ikatan pembuluh pada posisi horizontal………………….

44

44 Kerapatan ikatan pembuluh pada berbagai pola……………………...

45

45 Posisi panjang serabut (µm) berbagai jenis bambu…………………..

47

46 Posisi panjang serabut (µm) pada 4 pola bambu……………………..

47

47 Persentase serabut penampang lintang bambu………………………

51

48 Hubungan antara kerapatan ikatan pembuluh dan persentase
serabut………………………………………………………………..

52

49 Bentuk contoh uji bobot jenis (BJ)......................................................

59

50 Bentuk contoh uji tekan sejajar serat...................................................

59

51 Bentuk contoh uji lentur……………………………………………..

60

52 Bentuk contoh uji tarik sejajar serat…………………………………

60

53 Posisi nilai MOR untuk 3 jenis bambu………………………………

64

54 Posisi nilai MOR (kg/cm2) untuk bambu dengan pola 3 dan 4……..

65

55 Posisi nilai keteguhan tekan pada 3 jenis bambu…………………...

67

56 Posisi nilai keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm2) pada bagian
batang bambu ………………………………………………………..

69

57 Posisi jenis bambu berdasar nilai keteguhan tarik (kg/cm2)………….

70

58 Kadar ekstraktif (%) pada 4 jenis/pola bambu……………………….

79

59 Kadar abu (%) pada 4 jenis /pola bambu ……………………..............

83

60 Kadar lignin (%) pada 4 jenis/pola bambu…………………………...

86

61 Kadar pati (%) 4 jenis /pola bambu…………………………………...

88

62 Kadar alfa selulosa pada 4 jenis/pola bambu………………………….

91

63 Pemanfaatan bambu berdasarkan pola………………………………... 101

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Panduan penetapan pola ikatan pembuluh berdasar Grosser dan .............
Liese (1971) ..............................................................................................

105

2

Kerapatan ikatan pembuluh pada penampang lintang 8 jenis bambu .......

106

3

Analisis keragaman pengaruh jenis bambu, posisi vertikal batang
dan pola pada kerapatan pola pembuluh…………… ………………… .

107

4

Panjang serabut 8 jenis bambu ..................................................................

108

5

Analisis keragaman panjang serabut………………………………… .....

109

6

Analisis keragaman persentase serabut ……………… ............................

109

7

Nilai Bobot Jenis (BJ) ...............................................................................

110

8

Nilai MOE dan MOR (kg/cm2) pada beberapa jenis bambu.....................

111

9

a. Analisis keragaman MOR …………………………………… ............

112

b. Analisis keragaman MOE…. ................................................................

112

10

Nilai keteguhan keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan tarik ..........

113

11

a. Analisis keragaman keteguhan tekan………………………………...

114

b. Analisis keragaman keteguhan tarik…………………………………

114

12

Klasifikasi kelas kuat pada kayu......................................................

115

13

Persyaratan kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas........................ ......

110

14

Penetapan nilai serat bambu berdasar dimensi serat dan nilai
turunan 8 jenis bambu dikelompokkan menjadi 4 macam pola
mengacu kepada standar kriteria……………………………………….

106

I. PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Pemanfaatan hutan sebagai modal pembangunan ekonomi nasional telah
melebihi kemampuannya sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Peran hutan selama ini baru terfokus pada sisi produksi kayu, sementara hasil
hutan nonkayu yang telah diusahakan oleh masyarakat secara tradisional dan jasa
lingkungan dari ekosistem hutan belum dimanfaatkan secara optimum. Berbagai
kebijakan yang telah dilaksanakan masih belum mampu menyelesaikan
permasalahan di bidang kehutanan. Penerapan kebijakan soft landing hingga kini
berdampak pada kesenjangan bahan baku yang diperkirakan mencapai sekitar 26
juta m3 per tahun. Sementara itu, nilai tambah dari produk hutan nonkayu seperti
air, udara bersih, keanekaragaman hayati, dan keindahan alam belum berkembang
seperti yang diharapkan untuk mendukung sektor ekonomi (Bappenas 2011).
Saat ini kebutuhan bahan baku kayu di tingkat nasional semakin meningkat
sedangkan kemampuan pasokan kayu dari hutan alam terus menurun karena
tingkat deforestasi yang tinggi dari tahun ke tahun (Forest Watch Indonesia 2011).
Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya persediaan bahan baku. Keadaan ini
tentu saja kurang menguntungkan bagi keberadaan dunia usaha perkayuan. Upaya
yang dapat dilakukan agar usaha tetap berlangsung adalah dengan mencari
material yang setara dengan kayu, salah satu yang ditawarkan adalah bambu
yang memiliki sifat seperti kayu dan potensinya cukup besar.
Bambu merupakan tanaman monokotil yang memiliki anatomi sederhana
karena pertumbuhan dan diferensiasi selnya terjadi sangat cepat (Liese 2006).
Struktur jaringan pada bambu tersusun dalam bentuk pola ikatan pembuluh dan
terletak terpencar pada jaringan dasar parenkim. Bambu sebagai bahan substitusi
kayu memiliki keunggulan, yaitu sebagai tanaman yang cepat tumbuh, dapat
dipanen pada umur 4 tahun (memiliki rotasi tebang pendek) sehingga untuk satuan
waktu tertentu mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Ditinjau dari sisi
potensi, negara Indonesia memiliki 143 jenis dari keseluruhan keanekaragaman
bambu di dunia yang berjumlah 1200–1300 jenis (Widjaja 2001) juga 50%
bambu-bambu unggul di dunia ada di Indonesia (Darupratomo 2008). Bambu

juga dapat ditemukan hampir di setiap pulau di Indonesia (FAO 2002) sehingga
masih banyak peluang untuk memanfaatkan bambu sebagai bahan baku, apalagi
baru 32 jenis bambu saja yang memiliki kegunaan yang jelas (Widjaja et al.
2004).

Dengan kelebihan ini diharapkan kebutuhan bahan baku teratasi,

walaupun bambu memiliki kelemahan, yaitu pada umumnya memiliki daya tahan
yang rendah terhadap jamur dan serangga (Barly 1999).
Di antara negara penghasil bambu,

China adalah salah satu penghasil

bambu terbesar di dunia (Jifan 1985). Sebagai bahan yang sangat penting, bambu
di negara China digunakan untuk industri perikanan, konstruksi, pulp dan kertas,
bahan kerajinan dan dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan bambu di

Indonesia mengacu pada hasil penelusuran Nuriyatin (2000), ternyata memiliki
20 jenis kegunaan di masyarakat. Penggunaan bambu bisa berkembang lebih
banyak lagi baik melalui eksplorasi jenis-jenis bambu maupun eksplorasi
penggunaan lain dengan serangkaian kegiatan penelitian. Mengingat keadaan ini,
perlu dilakukan berbagai pendukung penggunaan bambu secara lebih luas
termasuk penggunaan bukan hanya secara tradisional. Dengan demikian terbuka
lebar peluang untuk memanfaatkan bambu secara tepat baik yang menyangkut
mutu maupun ragam penggunaan.
Ada hal yang menjadi pertanyaan, yaitu kenapa beberapa jenis bambu
mempunyai kegunaan tertentu sedangkan jenis bambu yang lain tidak dapat
dipergunakan untuk keperluan itu. Hal ini berarti bahwa suatu jenis bambu
mempunyai ciri tertentu sehingga akan sesuai

jika digunakan

untuk tujuan

tertentu saja. Pendekatan yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut
adalah melalui serangkaian kegiatan penelitian sifat-sifat dasar terutama dimulai
dari penelusuran sifat anatomi. Penelitian sifat anatomi mempunyai peranan yang
sangat penting karena dapat menentukan sifat-sifat bambu dan penggunaannya
(Liese 2003).
Penelitian anatomi bambu diawali oleh Ota (1951) yang meneliti pengaruh
persentase elemen struktur pada bobot jenis (BJ) dan kekuatan bambu.
Perkembangan selanjutnya adalah munculnya penelitian Liese (1986) yang
mempelajari tentang karakter dan penggunaan bambu. Setahun kemudian, Liese
(1987) meneliti sifat-sifat dasar bambu yang menginformasikan sifat-sifat

anatomi, kimia, fisik, dan mekanik bambu, Mohmod et al. (1990) mendalami
tampilan anatomi dan sifat-sifat mekanik dari 3 jenis bambu Malaysia.
Selanjutnya Liese (1992) meneliti struktur bambu dan hubungannya dengan sifatsifat dan penggunaan di masyarakat. Penelitian ini lebih diperdalam lagi oleh
Liese

(2003)

melalui

pengamatan

pengaruh

struktur

bambu

terhadap

pemanfaatannya. Penelitian yang lebih terperinci tentang karakterisasi anatomi
bambu telah dilakukan oleh Londono et al. (2002) yang mencoba menganalisis
karakter anatomi bambu Guadua angustifolia.

Penelitian yang sama telah

dilakukan juga oleh Nuriyatin (2000), yaitu tentang sifat-sifat dasar bambu pada
beberapa tujuan penggunaan namun belum sampai pada tahap analisis hubungan
antara pola struktur dan tujuan penggunaan.

Dengan demikian kajian lebih

mendalam perlu dikembangkan mengingat manfaatnya bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan penggunaannya di masyarakat.
Batang bambu tersusun selain atas 50% parenkim, 40% serabut, juga oleh
10% sel-sel penyalur (Dransfield dan Widjaja 1995). Grosser dan Liese (l973)
mengemukakan bahwa struktur anatomi batang-batang bambu terutama
ditentukan oleh ikatan pembuluh yang tertanam dalam jaringan parenkim. Lebih
jauh dinyatakan pula oleh Lwin et al. (2007) bahwa struktur anatomi penampang
melintang ruas bambu ditentukan oleh bentuk, ukuran, susunan dan jumlah ikatan
pembuluh. Ikatan pembuluh itu sendiri merupakan susunan pola pembuluh yang
terdiri atas 2 pembuluh metaxilem dengan 1 atau 2 elemen protoxilem yang kecil
dan floem (Liese 1980). Ikatan pembuluh merupakan karakteristik anatomi yang
stabil karena tidak dipengaruhi umur (Londono et al. 2002). Dengan demikian
penelitian pada anatomi bambu selalu mempertimbangkan tampilan ikatan
pembuluh sebagai suatu hal yang penting (Liese 2006).
Grosser dan Liese (l971) menyatakan bahwa pola ikatan pembuluh yang
terdapat pada bambu terdiri atas 4 jenis yaitu tipe 1, 2, 3, dan 4 yang menjadi
pembeda antargenus dan antarspesies. Perkembangan lebih lanjut, pola ikatan
pembuluh menjadi 5 jenis dengan jenis yang ke-5 merupakan pengembangan pola
1 (Liese 1985, Taihui dan Wenwei 1985). Liese (1998) menemukan
pengembangan pola ke-2 sehingga secara keseluruhan ada 6 jenis pola ikatan
pembuluh.

Pola ikatan pembuluh merupakan susunan pola pembuluh yang didukung oleh
serabut baik berada dalam bentuk selubung sklerenkim (pola 1 dan 2) maupun
berbentuk rantai serabut (pola 3 dan 4). Keberadaan serabut pada setiap pola
cukup penting karena memberikan kontribusi 60-70% terhadap bobot total
jaringan batang (Lwin et al. 2007). Tempat beradanya dan distribusi serabut akan
mempengaruhi sifat-sifat tertentu seperti misalnya mempengaruhi BJ dan sifat
kekuatan. Kandungan serabut yang tinggi juga berpengaruh pada produksi pulp
(Liese 1992). Demikian pula panjang serabut mempengaruhi sifat-sifat kekuatan.
Struktur lamela serabut pada bagian pinggir tepi batang berpengaruh pada sifatsifat mekanik. Kandungan dan juga penyebaran serabut pada setiap pola akan
memberikan kontribusi pada tujuan pemakaian akhir bambu di mana di antara ke4 pola ikatan yang ada masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan
perbedaan ini signifikan diantara spesies dan genus (Londono et al. 2002, Grosser
dan Liese 1971).
Dalam penggunaan bambu sebagai bahan kostruksi ternyata

bambu

memiliki nilai kekuatan yang cenderung meningkat dari bagian pangkal ke bagian
ujung (Nuriyatin 2000). Penelitian Nuriyatin (2001) telah menganalisis sifat dasar
bambu dikaitkan dengan tujuan penggunaan, melalui penelitian

tersebut

terungkap bahwa dari 5 jenis bambu yang diteliti yaitu seluruhnya layak untuk
dijadikan bahan baku pulp dan kertas. Hasil pengujian mutu suara menyatakan
bahwa Gigantochloa atroviolacea (bambu hitam) memiliki mutu suara terbaik
karena selain memiliki BJ cukup tinggi juga ikatan pembuluh dalam batang
menyebar secara merata. Penelitian ini belum sempurna karena tidak sampai pada
keterkaitan langsung antara pola ikatan pembuluh dengan tujuan penggunaan.
Berdasarkan analisa data dan hasil penelitian sebelumnya diduga bahwa pola
ikatan pembuluh berpengaruh pada pola penggunaan.
Struktur kimia bambu memiliki peranan penting karena mempunyai banyak
hubungan dengan penggunaan

(Liese l992, Liese 2006) diantaranya bahwa

kandungan holoselolosa dari bahan tanaman adalah penting untuk industri seperti
pulp dan kertas (Youdi et al. 1985). Demikian pula kandungan ekstraktif suatu
jenis bambu akan memberikan informasi terhadap penggunaan karena dapat
mengontrol keawetan juga bertanggung jawab terhadap

peningkatan BJ dan

penurunan keseimbangan kadar air (Liese 2006).

Dengan demikian sifat kimia

merupakan sifat yang selalu diikutsertakan dalam studi sifat dasar.
Berdasar uraian tersebut diduga terdapat hubungan antara pola ikatan
pembuluh dengan keragaman sifat dasar.

Hal ini berarti juga diduga ada

keterkaitan antara pola ikatan pembuluh dengan penggunaan.

Sehubungan

dengan hal itu maka perlu dikembangkan penelitian sehingga dapat diperoleh
dasar yang kuat untuk membentuk pola pendugaan pemanfaatan bambu.

Untuk

lebih jelasnya alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat diamati pada
Gambar 1 sedangkan kerangka penelitian terdapat pada Gambar 2.

Kelangkaan kayu

Kelebihan:
 Dikenal luas
 Dipergunakan untuk
berbagai penggunaan

Bambu

Peluang:
 Jumlah spesies bambu banyak (143 jenis)
 Spesies yang diketahui kegunaannya sedikit
( 32 jenis)

Kelemahan:
 Bernuansa miskin
 Dipergunakan berdasarkan
kebiasaan
 Tingkat keawetan yang
rendah

Pengembangan berbagai riset ilmiah
Sangat penting karena:

Riset sifat-sifat dasar

Riset bidang anatomi
Sifat fisik mekanik

 Penentu anatomi
batang bambu
 Dasar klasifikasi sbg
pembeda antar
spesies dan genus
 Karakteristik anatomi
yang stabil

Pola ikatan pembuluh

Sifat kimia

Keragaman ikatan pembuluh  keragaman spesies  keragaman sifat dasar
Analisis

Bentuk hubungan antara pola ikatan pembuluh dengan sifat dasar

Parameter penggunaan

Pendugaan pola penggunaan bambu

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran

Penetapan pola ikatan pembuluh

Penelitian 1

Pengukuran sifat-sifat dasar

Sifat fisik dan mekanik
Sifat anatomi

Penelitian 3

Penelitian 2

Sifat kimia
Penelitian 4

Pengolahan data

Analisis dan integrasi elemen dasar bambu

Parameter penggunaan

Tujuan penggunaan

Analisis pola penggunaan

Gambar 2. Alur penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah menentukan penggunaan bambu berdasarkan
karakter yang dimiliki oleh pola ikatan pembuluh.

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini ialah bahwa pola ikatan pembuluh pada
penampang lintang bambu

akan memberikan kontribusi terhadap

karakter

bambu, dan pola ikatan pembuluh akan membantu dalam mengarahkan pola
penggunaan bambu

Manfaat Penelitian
Bagi peneliti diharapkan

pola ikatan pembuluh memberikan kontribusi

dalam pemanfaatan bambu secara optimum dengan melibatkan secara langsung
sebagai faktor tunggal ataupun bagian dari variabel yang menentukan pola
pemanfaatan bambu. Bagi masyarakat/kalangan industriawan diharapkan hasil
penelitian dapat diaplikasikan dalam pendugaan pemanfaatan bambu. Hal ini
didukung dengan cara penetapan pola ikatan pembuluh yang relatif mudah.
Dengan demikian pemanfaatan yang sesuai dengan karakter bambu diharapkan
akan berguna dalam penggunaan bambu sehingga proses dan produk yang
dihasilkan akan optimum. Bagi dunia keilmuan diharapkan hasil penelitian akan
memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu terutama karena peranannya
dalam menemukan hal baru sehingga dapat memanfaatkan sumber daya bambu
secara efisien.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada jenis-jenis bambu yang mewakili 4 pola ikatan
pembuluh terutama yang diambil dari koleksi bambu yang tumbuh di Kebun Raya
Bogor dan dari lokasi arboretum Fakultas Kehutanan di Kampus Institut Pertanian
Bogor, Darmaga, Bogor.

Pengujian sifat anatomi, fisik, mekanik dan kimia

dilakukan pada posisi pangkal, tengah dan ujung batang khususnya pada bagian
ruas.

Penetapan pola ikatan pembuluh dilakukan pada 9 jenis bambu dan

pengolahan data sifat anatomi hanya pada 8 jenis bambu. Pengujian sifat fisik
mekanik pada 3 jenis bambu (terkait dengan persyaratan sampel uji). Pengujian

sifat kimia hanya pada 4 jenis bambu yang mewakili setiap pola ikatan pembuluh.
Pengolahan data menggunakan analisis deskripsi, analisis keragaman dan analisis
regresi dengan peubah boneka (dummy).

DAFTAR PUSTAKA

Barly. 1999. Pengawetan bambu untuk bahan konstruksi bangunan dan mebel
(petunjuk teknis). Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
dan Perkebunan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan.
[Bappenas] Badan perancang pembangunan nasional.
2011.
Perbaikan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/1134/ [ 25 D 2011].
Darupratomo. 2008. Pengaruh proses pengawetan bambu terhadap karakteristik
bambu sebagai bahan bangunan. Prospect,tahun 4, no. 6, hal: 7-20.
Dransfield, Widjaja. E. 1995. Bamboos. Indonesia: Prosea Bogor.
Forest Watch Indonesia. 2011. Potret keadaan hutan Indonesia periode 20002009. www.fwi.or.id [25 Desember 2011].
[FAO] Food and Agricultural Organizatin. 2002. Non-wood forest products in
15 countries of tropical Asia : A regional and national overview. Vantomme
P, Markkula A, Leslie RN, editor.
Grosser D, Liese W. 1971. On the anatomy of Asian bamboos, with spesial
reference to their vaskular bundles. Wood Sci and Tech 5: 290-312.
Grosser D, Liese W. l973.
Present status and problems of bamboo
classification. J Arn Abor 54 (2): 293-308
Jifan Z. 1985. Bamboo development in China. Dalam Rao AN, Dhanarajan G,
Sastry CB, editor. Proceedings of the International Bamboo Workshop;
Hangzhou, People’s Republic of China, October 6-14, 1985.
Lwin KM, Han YY, Maung W, Moe AKZ, Than SBM. 2007. An investigation on
morphology, anatomy and chemical properties of some Myanmar bamboos.
http://www.myanmar.gov.mm/Ag/Jur/ProcFo01.10.[3 Nov. 2007]
Liese W. 1980. Anatomy of Bamboo. Di dalam: Lessard G dan Chounard A,
editor. Proceedings of a Workshop. Singapore, 28-30 Mei 1980.
Liese W. 1985. Anatomy and properties of bamboo. Di dalam : Rao, A.N.,
Dhanarajan, G. dan Sastry, C.B, editor. Recent Research on Bamboo.
Proceedings of the International Bamboo Workshop, Hangzholu, People's
Republic of China, 6-14 Oktober, 1985. Academy of Forestry, People's
Republic of China & International ,Development Research Centre, Canada,
hal : 196-208.

Liese W. 1986. Characterization and utilization of bamboo. In: Bamboo
production and utilization. Proceedings VIII IUFRO World Congress,
Ljubljana, Yugoslavia, September 7-21: 11-16.
Liese W. 1987. Anatomy and properties of bamboo. Di dalam : Rao, A.N.,
Dhanarajan, G. dan Sastry, C.B, editor. Recent Research on Bamboo.
Proceedings of the International Bamboo Workshop, Hangzholu, People's
Republic of China, 6-14 Oktober, 1985. Academy of Forestry, People's
Republic of China & International ,Development Research Centre, Canada,
hal: 196-208.
Liese W. 1992. The structure of bamboo in relation to its properties and
utilization. Dalam Bamboo And Its Use, International Symposium On
Industrial Use Of Bamboo. Beijing, China, 7-11 Desember 1992, hal: 1 – 6.
Liese W. 1998. The anatomy of bamboo culms. INBAR Technology Report No
18.
Liese W. 2003. Structures of bamboo culm affecting its utilization. Di dalam
Xuhe C, Yiping L, Ying H, editor. Proceedings of International Workshop
on Bamboo Industrial Utilization. Hubei dan Xianning, Oktober 2003. hlm
6 – 10.
Liese W. 2006. The Anatomy of bamboo culms. Http://www.inbar.int/
publication/txt/tr18/default2.htm [24 Desember 2006].
Londono X, Camayo GC, Riano NM, Lopez Y. 2002. Characterization of the
anatomy of Guadua angustifolia (Poaceae: Bambusoideae) culms. J Am
Bam Soc 16 (1): 18-31.
Nuriyatin N. 2000. Studi analisa sifat-sifat dasar bambu pada beberapa tujuan
penggunaan [tesis]. Bogor: Jurusan Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Nuriyatin N. 2001. Studi analisa sifat dasar bambu sebagai bahan baku kertas. J
Ilm Pert Ind 3: 56-61.
Ota M. 1951. The influence of the percentage of structural elements on the
specific gravity and compressive strength of bamboo splint. J Jappan
Forest Soc 19: 25-47.
Taihui W, Wenwei C. 1985. A Study on the anatomy of the vascular bundles of
bamboos from China. Di dalam : Rao, A.N., Dhanarajan, G. dan Sastry,
C.B, editor. Recent Research on Bamboo. Proceedings of the International
Bamboo Workshop, Hangzholu, People's Republic of China, 6-14 Oktober,
1985. Academy of Forestry, People's Republic of China & International
,Development Research Centre, Canada.

Widjaja, EA. 2001. Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Jawa. Bogor : LIPI–seri
panduan lapangan.
Widjaja EA, Utami NW, Saefudin.
Bogor : LIPI.

2004.

Panduan Membudidyakan Bambu.

Youdi C, Wenlong Q, Xiuling L, Jianping G, Nimanna. 1985. The Chemical
Composition of Ten Bamboo Spesies. Di dalam : Rao, A.N., Dhanarajan,
G. dan Sastry, C.B, editor. Recent Research on Bamboo. Proceedings of the
International Bamboo Workshop, Hangzholu, People's Republic of China, 614 Oktober, 1985. Academy of Forestry, People's Republic of China &
International Development Research Centre, Canada.

II. ANATOMI PENAMPANG LINTANG BATANG
9 JENIS BAMBU
Abstrak
Ketersediaan bambu yang melimpah serta keterbatasan pemanfaatan bambu
mendorong dilakukannya penelitian dasar di bidang anatomi untuk memperoleh
landasan ilmiah mengenai karakter bambu yang dapat digunakan untuk
mengarahkan pemanfaatan bambu secara optimum. Metode analisis adalah
pendekatan regresi dengan peubah boneka dengan melibatkan faktor jenis, posisi
bambu secara vertikal (pangkal, tengah, dan ujung), posisi bambu secara
horizontal (tepi, tengah, pusat dan dalam), serta pola ikatan pembuluh bambu
(pola 1, 2, 3, dan 4). Hasil penelitian ini menetapkan bahwa setiap spesies bambu
memiliki pola ikatan pembuluh dari pola 1 sampai pola 4, baik itu pola tunggal
ataupun pola kombinasi. Dendrocalamus strictus, bagian ujung batang, bagian
tepi penampang lintang, dan pola ikatan pembuluh 1 memiliki nilai kerapatan
ikatan pembuluh tertinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan lainnya.
Bambu Cephalostachyum pergracile memiliki nilai panjang serabut terendah
dibandingkan dengan spesies bambu lain. Panjang serabut tertinggi dimiliki oleh
bambu-bambu yang memiliki pola 4. Persen serabut tertinggi pada penampang
lintang batang ada pada bagian tepi. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa pola
ikatan pembuluh mempunyai nilai penting untuk membedakan jenis bambu juga
dapat digunakan untuk menentukan arah penggunaan bambu.
Kata kunci: kerapatan ikatan pembuluh, pola, persentase serabut, panjang serabut,
penampang lintang
Abstrak
Abundant availability of bamboo and limitations in the use of bamboo
encourage basic research in the field of anatomy. The study is expected to
provide a scientific basic for the character of bamboo that can be used to direct the
optimum utilization of bamboo. The research method is the approach of
regression with dummy variables which involved factors of bamboo species,
position of bamboo vertical (base, middle, and top), bamboo horizontal position
(edge, middle, center, inner) and bamboo patterns (1, 2, 3 and 4 ). The result of
this study is that every bamboo species has vascular bundle pattern from 1 to 4 as
well as the single patern and the combination pattern. Dendrocalamus strictus
species, the culm top, edges of the cross section, vascular bundle pattern 1 have
the highest vascular bundle density values and significantly different with others.
Cephalostachyum pergracile fiber length has the lowest compared to other
species of bamboo but pattern 4 has the highest fiber length. The highest percent
of fibers in the cross section of the stem is at the edge. The conclusion of this
study is the vascular bundle patterns have important value for distinguishing
species of bamboo and they can also be used to determine the direction of
bamboo’s utilization.
Key word : vascular bundle density, pattern, fibre percentage, fibre length, cross
section

Pendahuluan
Bambu merupakan tanaman monokotil yang tersedia melimpah di Indonesia
bahkan di dunia, yang digunakan untuk berbagai tujuan walaupun dalam hal ini
tidak semua spesies sesuai untuk tujuan tertentu. Bambu mempunyai sifat-sifat
fisik dan mekanik yang berbeda sehingga menghasilkan produk dengan mutu
yang berbeda pula. Pengetahuan mengenai komponen anatomi bambu memegang
peranan penting bahkan diperlukan dalam penemuan suatu produk baru. Dengan
demikian,

riset dasar sangat penting untuk mendapatkan suatu karakterisasi

bambu. Menurut American Bamboo Society (1999), riset pada sifat-sifat dasar
akan membawa kepada penggunaan yang lebih baik dan peningkatan nilai tambah
produk. Untuk penggunaan yang lebih optimum diperlukan kriteria tertentu yang
sesuai dan sering terkait dengan struktur sel (anatomi) dan sifat-sifat pada bambu
(Liese 1987). Gritsch dan Murphy (2005) menyatakan bahwa struktur anatomi
bambu menentukan sifat dasar terutama sifat fisik dan mekanik.
Bambu dikenal sebagai salah satu tanaman cepat tumbuh sehingga dapat
menjadi alternatif terbaik pengganti kayu di masa datang. Tidak seperti kayu,
bambu hanya memerlukan 3-4 tahun untuk siap tebang dan digunakan (Wahab et
al. 2009). Jenis-jenis bambu yang tumbuh di Indonesia sangat banyak dan belum
dimanfaatkan secara optimum.

Dengan demikian,

terbuka peluang untuk

memanfaatkan lebih banyak jenis-jenis bambu yang ada.
Untuk mengenal seluruh jenis bambu relatif sulit karena banyak bambu
yang belum dikenal di masyarakat. Perlu dicari upaya lain agar dapat mengenal
dalam konteks menggunakan bambu secara tepat dengan lebih mudah. Penelitian
ini mencoba untuk mengamati secara mendalam sifat anatomi penampang lintang
bambu dengan memperhatikan berbagai informasi yang muncul dari penampang
lintang bambu-bambu yang diujikan. Penelitian pada bidang anatomi sebaiknya
dikembangkan untuk menggali potensi yang dimiliki bambu sehingga hasilnya
dapat dipergunakan terutama dalam memanfaatkan bambu secara optimum (Lwin
et al. 2007).
Seperti halnya tanaman monokotil lain, anatomi batang bambu tersusun
selain oleh parenkim sebagai jaringan dasar juga oleh ikatan pembuluh yang
tertanam dalam parenkim (Londono et al. 2002). Keragaman di antara genus dan

spesies bambu terkait dengan jenis pola ikatan pembuluh (Grosser dan Liese
1971). Tampilan pola ikatan pembuluh itu sendiri akan dapat dilihat dengan jelas
pada penampang melintang bambu (Lwin et al. 2007). Bambu memiliki 4 pola
ikatan pembuluh

yaitu tipe 1 yang terdapat pada genus Leptomorph seperti

Arundinaria, tipe 2 terdapat pada genus Melocanna dan Cephalostachyum,
sedangkan tipe 3 dan 4 muncul pada genus Dendrocalamus dan Gigantochloa.
Perbedaan struktur anatomi yang mendasar antara keempat pola mempengaruhi
sifat-sifat kerapatan, kekuatan, dan kelenturan (Grosser dan Liese 1971). Dengan
demikian, melalui penelitian sifat anatomi diharapkan akan dapat diketahui sifatsifat struktural dan hubungan dengan sifat dasar lainnya secara lengkap.
Penetapan pola ikatan pembuluh dilakukan pada 9 jenis bambu.

Pada

proses selanjutnya sampel bambu yang diambil hanya 8 jenis bambu (tanpa
Gigantochloa atroviolacea) karena setiap pola cukup terwakili oleh 2 jenis
bambu. Diharapkan melalui kegiatan penelitian ini akan diperoleh informasi
secara lengkap mengenai sifat anatomi penampang lintang batang bambu.

Bahan dan Metode
Bahan
Bahan penelitian adalah 9 jenis bambu yang telah berumur 3-4 tahun serta
memiliki pola ikatan pembuluh 1-4 yang ditentukan berdasarkan panduan
penetapan pola ikatan pembuluh bambu oleh Grosser dan Liese (1971) (Lampiran
1)

dengan ulangan 3 kali.

Bambu-bambu tersebut terdiri atas Arundinaria

hundsii Munro (Ah), Arundinaria javonica (Aj), Melocanna baccifera (Mb),
Cephalostahyum pergracile (Munro) (Cp), Dendrocalamus giganteus (Wallich ex
Munro

(Dg/sembilang),

Dendrocalamus

asper

Dendrocalamus
(Schultes

f.)

strictus

(Roxb.)

(Da/betung/petung),

Nees

(Ds),

Gigantochloa

atroviolacea (Widjaja) (Gat/hitam atau pring wulung), dan Gigantochloa apus
(J.A. & J.H. Schultes) Kurz (Ga/tali) dengan lokasi pengambilan 6 jenis bambu
pertama di Kebun Raya Bogor, sedangkan lokasi pengambilan 3 jenis bambu yang
terakhir dari daerah di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penentuan sifat anatomi
Variabel pengamatan adalah tipe dan kerapatan ikatan pembuluh, panjang
serabut dan persentase serabut. Sampel uji ditetapkan pada penampang lintang
ruas tengah bagian pangkal, tengah, dan ujung batang bambu, sedangkan pada
posisi horizontal (penampang lintang batang), sampel uji ditetapkan pada bagian
tepi, tengah, pusat, dan dalam.

Maserasi menggunakan metode Schultze,

sedangkan pembuatan preparat sayatan mengacu kepada Sass (1951).
Kerapatan ikatan pembuluh ditentukan berdasarkan perhitungan jumlah pola
ikatan pembuluh untuk setiap luasan tertentu.

Persentase serabut ditentukan

dengan menghitung luasan serabut untuk setiap luasan tertentu dalam satuan
persen. Kerapatan ikatan pembuluh dan persentase serabut diukur dengan alat
stereo discovery V8 merk Zeiss dengan kamera Axio Cam M Rc 5 yang
dihubungkan komputer dengan perangkat lunak Axio Vision Rel. 4.6. Sementara
pengukuran panjang serabut dilakukan dengan mikroskop. Dokumentasi foto
mikro bambu dilakukan dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 40 kali.

Analisis data
Data dianalisis dengan pendekatan regresi dengan peub