Utilization of Activated Carbon Based Coconut Fiber and Bamboo as Supercapacitor Electrode

PEMANFAATAN KARBON AKTIF BERBASIS SABUT
KELAPA DAN BAMBU SEBAGAI ELEKTRODA
SUPERKAPASITOR

FARLY REYNOL TUMIMOMOR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Karbon
Aktif Berbasis Sabut Kelapa dan Bambu sebagai Elektroda Superkapasitor adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Tesis ini merupakan
bagian dari kerjasama penelitian antara Pusat Penelitian dan Pengembangan
Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan Kementerian Kehutanan RI dan
Departemen Fisika Fakultas MIPA IPB di Bogor. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2014
Farly R Tumimomor
G751110011

RINGKASAN
FARLY R TUMIMOMOR. Pemanfaatan Karbon Aktif Berbasis Sabut Kelapa
dan Bambu sebagai Elektroda Superkapasitor. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN
MADDU dan GUSTAN PARI.
Superkapasitor juga dikenal sebagai ultrakapasitor atau kapasitor
elektrokimia adalah perangkat penyimpanan energi listrik yang memiliki
kerapatan energi yang lebih besar dibandingkan kapasitor konvensional dan
kerapatan daya yang lebih tinggi dibandingkan baterai serta memiiki siklus hidup
yang panjang. Pada penelitian ini, superkapasitor yang dikembangkan adalah
jenis kapasitor lapisan ganda elektrokimia yaitu superkapasitor dengan kapasitansi
yang muncul dari antarmuka antara elektroda dan elektrolit. Karbon aktif adalah
salah satu jenis bahan yang secara luas telah digunakan sebagai bahan elektroda
untuk superkapasitor karena memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi,
ketahanan kimia, konduktivitas listrik yang baik dan harga yang terjangkau (Babel

2004; Fellman 2010; Aripin 2010). Sabut kelapa dan bambu dijadikan sebagai
bahan baku dalam pembuatan karbon aktif karena ketersediaannya yang melimpah
di Indonesia, juga kandungan lignin dan selulosa yang terdapat didalamnya
dengan sebagian besar tersusun atas karbon menjadikan kedua bahan ini cocok
sebagai bahan alternatif dalam pembuatan karbon aktif sebagai elektroda
superkapasitor.
Proses aktivasi sabut kelapa dan bambu dilakukan dengan memvariasikan
KOH dengan perbandingan 1:1, 2:1, 3:1 dan laju uap air (steam) 25 mL/bar dan
50 mL/bar untuk meningkatkan distribusi ukuran pori dan luas permukaan
spesifik. Karbon aktif yang dihasilkan, digunakan dalam proses pembutan
elektroda superkapasitor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif sabut kelapa dan bambu
yang diaktivasi pada perbandingan 3:1 dengan steam 25 mL/bar memiliki nilai
daya jerap iodin yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivasi pada steam 50
mL/bar karena diduga terjadinya peningkatan ukuran pori dari mikropori menjadi
mesopori yang meyebabkan penurunan nilai daya jerap iodin. Sementara itu,
terjadi peningkatan nilai konduktivitas dengan meningkatnya steam karena
kerapatan yang dihasilkan semakin rendah sehingga nilai konduktivitas karbon
aktif semakin meningkat. Hasil karakterisasi morfologi permukaan sampel karbon
aktif sabut kelapa dan bambu menunjukkan bahwa permukaan sampel yang

diaktivasi pada steam 50 mL/bar lebih seragam, teratur dan smooth juga
cenderung memiliki ukuran pori yang lebih besar dibandingkan sampel yang
diaktivasi pada steam 25 mL/bar. Karakterisasi struktur kristalit karbon aktif sabut
kelapa dan bambu menujukkan bahwa kedua sampel memiliki struktur grafit
(terdiri dari lapisan-lapisan karbon), dan bersifat amorf. Sampel dengan aktivasi
steam 50 mL/bar memiliki nilai lebar lapisan yang lebih besar dan tinggi lapisan
yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel pada aktivasi steam 25 mL/bar
dengan jarak antar lapisan yang relatif sama. Pengukuran kapasitansi spesifik dari
karbon aktif sabut kelapa dan bambu dengan metode siklik voltammetri
menujukkan bahwa nilai kapasitansi spesifik yang dimiliki karbon aktif bambu
lebih tinggi dibandingkan dengan karbon aktif sabut kelapa baik pada steam 25

v

mL/bar maupun steam 50 mL/bar. Hal ini diduga terkait dengan distribusi ukuran
pori pada karbon aktif bambu lebih tinggi dibandingkan pada karbon aktif sabut
kelapa, yang mengarah pada pembentukan antarmuka antara elektroda dan
elektrolit yang semakin banyak pada karbon aktif bambu dibandingkan karbon
akti sabut kelapa.
Kata Kunci : karbon aktif sabut kelapa dan bambu, distribusi ukuran pori, siklik

voltametri, kapasitansi spesifik, superkapasitor

SUMMARY
FARLY R TUMIMOMOR. Utilization of Activated Carbon Based Coconut Fiber
and Bamboo as Supercapacitor Electrode. Guided by AKHIRUDDIN MADDU
and GUSTAN PARI.
Supercapacitors also known as ultracapacitors or electrochemical capacitors
are electrical energy storage devices which has a greater energy density than
conventional capacitors and has a higher power density than batteries and has a
long life cycle. In this study, the developed supercapacitor is an electrochemical
double layer capacitor types namely supercapacitors with the capacitances that
arise from the interface between the electrode and the electrolyte. The activated
carbon is one of the material types that has been widely used as an electrode
material for supercapacitors because it has a high specific surface area, chemical
resistance, good electrical conductivity and reasonable price (Babel 2004; Fellman
2010; Aripin 2010). Coconut fiber and bamboo are used as a raw material in the
manufacture of activated carbon because of its abundance availability in
Indonesia, as well as the contain of lignin and cellulose with mostly composed of
carbon that makes this both material suitable as an alternative material in the
manufacture of activated carbon as a supercapacitor electrode.

The activation process of coconut fiber and bamboo were carried out by
varying the ratio of KOH 1:1, 2:1, 3:1 and the rate of water vapor (steam) 25 and
50 mL/bar to increase the distribution of pore size and specific surface area. The
activated carbon that has been produced, was used in the making process of
supercapacitor electrodes.
The results showed that the activated carbon from coconut fiber and bamboo
that has been activated with steam activation 25 mL/bar and KOH ratio 3:1, has a
higher value of iodine adsorb power than the steam activation 50 mL/bars for
alleged occurrence of an increase in pore size of micropores into mesopores which
led to a decrease in the value of iodine adsorb power. In the meanwhile, an
increase in conductivity value with increasing steam generated due to the lower
density so that the value of increasing the conductivity of activated carbon. The
results of the characterization surface morphology of the activated carbon samples
from the coconut fiber and bamboo showed that the samples that activated on
steam 50 mL/bar has more uniform, regular and smooth surface also tend to have
larger pore sizes than the samples activated on steam 25 mL/bar. The
characterization of the activated carbon crystallites structure from coconut fiber
and bamboo showed that both samples have a graphite structure (composed of
layers of carbon), and amorphous. Samples with steam activation 50 mL/bar has a
value greater width of the layer and higher layer lower than the samples on the

steam activation 25 mL/bars with spacing between layers relatively same. The
measurement of the specific capacitance of activated carbon from coconut fiber
and bamboo with cyclic voltammetry method showed that the value of the specific
capacitance of activated carbon from bamboo possessed higher than the activated
carbon from coconut fiber both on steam 25 and 50 mL/bar. It is thought to be
related to the pore size distribution in the bamboo activated carbon is higher than
the coconut fiber activated carbon, which leads to the formation of the interface

vii

between the electrode and the electrolyte in the bamboo activated carbon more
than coconut fiber activated carbon.
Keywords : activated carbon of coconut fiber and bamboo, cyclic voltammetry,
pore size distribution, specific capacitance, supercapacitor

@ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PEMANFAATAN KARBON AKTIF BERBASIS SABUT
KELAPA DAN BAMBU SEBAGAI ELEKTRODA
SUPERKAPASITOR

FARLY REYNOL TUMIMOMOR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Irmansyah MSi

Judul Penelitian

: Pemanfaatan Karbon Aktif Berbasis Sabut Kelapa dan
Bambu sebagai Elektroda Superkapasitor

Nama

: Farly Reynol Tumimomor

NIM

: G751110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Akhiruddin Maddu, SSi MSi
Ketua

Prof(R) Dr Gustan Pari, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biofisika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Agus Kartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 06 Januari 2014

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala
penyertaan dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan
Karbon Aktif Berbasis Sabut Kelapa dan Bambu sebagai Elektroda
Superkapasitor” dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyusunan karya ilmiah ini, khususnya kepada
Bapak Dr Akhiruddin Maddu, SSi MSi dan Bapak Prof(R) Dr Gustan Pari, MS
selaku pembimbing dan kepada Bapak Dr Ir Irmansyah MSi selaku penguji luar
komisi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada semua staf pengajar dan teman-teman mahasiswa
di Biofisika IPB yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan, juga
kepada semua staf di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Hutan dan
Pengolahan Hasil Hutan Kementerian Kehutanan RI, untuk segala bantuannya
selama penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB yang telah membantu
untuk peralatan analisis data siklik voltametri. Selain itu ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga tercinta atas segala doa dan kasih
sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Farly R Tumimomor

xiii

DAFTAR ISI
RINGKASAN

iv

SUMMARY

vi

PRAKATA

xii

DAFTAR ISI

xiii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang

1
11

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan

3

Metode Kerja

3

Proses Aktivasi Arang Sabut Kelapa dan Bambu

3

Penentuan Efektivitas Aktivasi Arang aktif dengan Variasi Penambahan
KOH

3

Pembuatan Elektroda Karbon Aktif

4

Pembuatan Elemen Superkapasitor

4

Analisis SEM dan XRD

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Daya Serap Iodin

6

Konduktivitas

8

Karakteristik Morfologi Karbon aktif

9

Karakteristik Struktur Karbon aktif

10

Kolektor Arus

13

Nilai Kapasitansi

13

xiv
SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1. Hasil Uji Daya Jerap Iodin

7

2. Hasil Pengukuran Konduktivitas

8

3. Hasil Pengukuran Diameter Pori

10

4. Derajat Kristalinitas dan Jarak Antar Lapisan Aromatik

11

5. Tinggi (Lc), Lebar (La), dan Jumlah (N) Lapisan Aromatik dari Karbon
Aktif

12

6. Beberapa Penelitian tentang Superkapasitor dengan Elektroda Arang Karbon
dan Karbon Aktif

17

DAFTAR GAMBAR
1. Skema keseluruhan sebuah sistem uji elemen superkapasitor

5

2. Struktur karbon aktif

6

3. Citra SEM karbon aktif sabut kelapa dan bambu dengan Steam 25 mL/bar
dan 50 mL/bar

10

4. Difraktogram XRD Karbon Aktif Sabut Kelapa dan Bambu pada Variasi
Steam ((A) Bambu Kontrol; (B) Bambu Steam 25 mL/bar; (C) Bambu
Steam 50 mL/bar; (D) Sabut Kontrol; (E) Sabut Steam 25 mL/bar; (F) Sabut
Steam 50 mL/bar).

11

5. Model untuk aktivasi karbon nanofiber.

12

6. Kurva siklik voltammogram Stainless Steel pada berbagai laju scan.

13

7. Skema kapasitor lapisan ganda elektrokimia saat diberikan tegangan listrik

14

xv
8. Kurva siklik voltammogram ideal sebuah superkapasitor

15

9. Hasil variasi laju scan superkapasitor berbasis sabut kelapa dan bambu
dengan variasi steam

16

10. Perbandingan nilai kapasitansi superkapasitor berbasis sabut kelapa dan
bambu dengan variasi steam

17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian pembuatan superkapasitor

21

2. Pengukuran konduktivitas bubuk karbon aktif sabut kelapa dan bambu

22

3. Data Siklik Voltametri superkapasitor dengan elektroda karbon aktif sabut
kelapa steam 25 mL/bar dan 50 mL/bar

22

4. Data Siklik Voltametri superkapasitor dengan elektroda karbon aktif bambu
steam 25 mL/bar dan 50 mL/bar

25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang senantiasa
menjadi perhatian semua bangsa karena bagaimanapun juga kesejahteraan
manusia dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi
yang dimanfaatkan. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara sedang
berkembang, penyediaan energi khususnya energi listrik merupakan faktor yang
sangat penting dalam mendorong pembangunan. Menurut (La Ode Muhammad
2005) pemakaian energi listrik selama kurun waktu tahun 2000 sampai dengan
tahun 2025 diperkirakan meningkat rata-rata 7,1% per tahun. Hal ini tentu saja
membutuhkan perhatian yang serius bagi kita selaku akademisi.
Energi listrik dapat dihasilkan dari sumber energi terbarukan seperti,
matahari dan angin, akan tetapi efektivitas penggunaannya membutuhkan
penyimpanan energi listrik yang efisien.
Pengembangan dalam sistem
penyimpanan energi listrik sangat penting untuk penyamarataan efektivitas alami
siklus sumber-sumber energi (Chijuan Hu 2008).
Baterai dan superkapasitor adalah teknologi sistem penyimpanan energi
listrik terkemuka saat ini. Keduanya didasarkan pada mekanisme elektrokimia.
Baterai menyimpan energi listrik dalam senyawa kimia yang mampu
menghasilkan muatan, sedangkan superkapasitor menyimpan energi listrik secara
langsung sebagai muatan. Yueming Li et al. (2011) mengemukakan bahwa dalam
beberapa tahun terakhir, superkapasitor sangat menarik perhatian dalam teknologi
penyimpanan energi listrik karena memiliki kerapatan energi yang lebih tinggi
dibandingkan kapasitor konvensional dan kerapatan daya yang lebih tinggi
dibandingkan baterai. Keuntungan lain dari superkapasitor adalah tingkat
pengisian yang cepat dan umur siklus pengisian yang panjang (Zuleta 2005).
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keefektifan superkapasitor
adalah penggunaan bahan elektroda. Karbon aktif adalah salah satu jenis bahan
yang secara luas telah digunakan sebagai bahan elektroda untuk superkapasitor
karena memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi, ketahanan kimia,
konduktivitas listrik yang baik dan harga yang terjangkau (Babel 2004; Fellman
2010; Aripin 2010). Sabut kelapa dan bambu dapat dijadikan sumber bahan baku
dalam pembuatan karbon aktif. Kandungan kimia dalam sabut kelapa yang lebih
dominan adalah lignin sekitar 45,84 % yang tersusun dari sebagian besar unsur
karbon yaitu sebanyak 60-63 %, sedangkan kandungan kimia dalam bambu yang
lebih dominan selulosa sekitar 50-70 % yang tersusun dari sebagian unsur karbon
44,4 %. Hal inilah yang menjadikan kedua bahan ini cocok untuk menjadi
pertimbangan sebagai bahan baku alternatif pembuatan karbon aktif, disamping
itu karena ketersediaannya yang melimpah di Indonesia, harga yang terjangkau
serta keunggulannya sebagai bahan yang ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui.
Pada penelitian ini, dibuat dan dikarakterisasi superkapasitor menggunakan
bahan karbon aktif berbasis sabut kelapa dan bambu sebagai elektroda dengan
memvariasikan konsentrasi aktivator KOH dan laju aliran uap air dalam proses
aktivasi untuk menghasilkan
perangkat superkapasitor sebagai perangkat

2

penyimpanan energi listrik dan pada akhirnya menghasilkan teknologi sistem
penyimpanan energi listrik yang ekonomis.

Rumusan Masalah
Karbon aktif berbasis sabut kelapa dan bambu harus memiliki karakteristik
yang baik sebagai bahan elektroda superkapasitor. Hal ini ditentukan oleh
distribusi ukuran pori elektroda karbon aktif. Peningkatan jumlah konsentrasi
aktivator dan laju aliran uap air dalam proses aktivasi ditujukkan untuk
meningkatkan distribusi ukuran pori yang diikuti dengan peningkatan luas
permukaan spesifik dari elektroda, sehingga diperoleh peningkatan dalam
kapasitansi superkapasitor.

Tujuan Penelitian
Tujuan keseluruhan dari penelitian ini adalah untuk melihat kelayakan
elektroda karbon aktif berbasis sabut kelapa dan bambu sebagai bahan elektroda
superkapasitor.

Hipotesis Penelitian
Dengan variasi konsentrasi KOH dan laju aliran uap air dalam proses
aktivasi sabut kelapa dan bambu akan menghasilkan kapasitansi optimal
superkapasitor dari tiap bahan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan awal untuk pemanfaatan
sabut kelapa dan bambu sebagai bahan alternatif dalam bidang elektronika
terlebih khusus dalam pemanfaatannya untuk pembuatan bahan elektroda
superkapasitor.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Januari 2013 sampai September 2013 di
Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika IPB dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan Kementerian
Kehutanan RI, di Bogor.

3

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tabung
aluminium untuk proses aktivasi pemanasan sampel. Vakum untuk proses
pencucian sampel. Buret untuk uji daya jerap iodin. SEM tipe EVO Zeiss detector
Bruker 133 eV Jerman untuk melihat morfologi sampel. XRD Shimadzu untuk
melihat struktur sampel arang aktif. Peralatan-peralatan tersebut milik Pusat
Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan
Kementerian Kehutanan Bogor . eDAQ Potensiostat untuk uji elektokimia di
Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain arang sabut kelapa, arang bambu,
KOH, HCl 10%, akuades, pH indikator, PVDF 10%, larutan NMP, larutan
elektrolit H2SO4 1 M, larutan AgNO3 0,1 M, membran PTFE, plastik acrylic,
stainless stell 100 mesh.

Metode Kerja
Dalam proses pembuatan elektroda karbon aktif, dilakukan tiga tahap
pengerjaan yaitu tahap pembuatan arang aktif sabut kelapa dan bambu, pembuatan
elektroda karbon aktif, dan pembuatan elemen superkapasitor. Analisis
elektrokimia dilakukan setelah tahap pembuatan elemen superkapasitor. Diagram
alir keseluruhan proses dapat dilihat pada lampiran.

Proses Aktivasi Arang Sabut Kelapa dan Bambu
Proses pertama adalah pembentukan arang karbon melalui proses
karbonisasi yaitu sabut kelapa dan bambu sebanyak 1000 gram dipanaskan pada
temperatur 400°C selama 4 jam dalam tanur. Proses kedua adalah mencampur
KOH dan arang karbon dengan perbandingan 1:1, 2:1, 3:1 b . Campuran ini
b
didiamkan selama 24 jam untuk menjamin keberlangsungan proses difusi ke
bagian dalam pori arang. Tahap selanjutnya campuran dijemur selama ± 7 hari
sampai kering. Serbuk arang yang sudah kering tersebut diaktivasi dalam tabung
aluminium pada temperatur 800°C selama 60 menit (Aripin et al 2010) dengan
laju uap air 25 ml/bar. Setelah itu, arang hasil aktivasi diambil sebanyak 5 gram,
direndam dalam larutan HCl 10% selama 1 jam, kemudian dicuci dengan akuades
sampai hasil cucian mencapai pH netral. Perlakuan perendaman dengan larutan
HCl dan pencucian dengan akuades dimaksudkan untuk membuang senyawa
garam alkali. Karbon aktif yang telah bebas dari senyawa garam alkali selanjutnya
dikeringkan pada temperatur 100°C selama ± 24 jam untuk mengeluarkan uap air
yang terjebak di dalam pori.

 

Penentuan Efektivitas Aktivasi Arang aktif dengan Variasi Penambahan
KOH
Uji Daya Serap Iodin
Metode yang digunakan dalam pengujian daya serap iodin adalah metode
titrasi iodometri (Rumidatul 2006). Karbon aktif ditimbang sebanyak 0,25 gram,

4

kemudian dilarutkan dalam 25 mL larutan iodin 0,1 N dalam labu Erlenmeyer.
Labu Erlenmeyer tersebut selanjutnya digoyang selama 15 menit, kemudian
disaring dengan kertas saring. Larutan iodin hasil saringan tersebut diambil
sebanyak 10 mL dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna larutan
menjadi bening. Perlakuan titrasi tersebut dilakukan sebanyak 2 kali (duplo).
Uji Konduktivitas
Karbon aktif ditimbang sebanyak 0,3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung silinder berdiameter 1,51 cm dan panjang ± 10 cm. Arang aktif yang telah
dimasukkan dalam tabung ditutup dengan cara ditekan dengan penutup tabung
hingga tertutup rapat. Setelah itu tabung silinder yang telah berisi arang tersebut
diuji konduktivitasnya dengan menggunakan LCR meter.
Aktivasi Karbon Aktif dengan Efektivitas Terbaik Hasil Variasi Penambahan
KOH
Arang sabut kelapa dan bambu diaktivasi kembali dengan prosedur yang
sama sesuai kondisi terbaik yang didapatkan pada metode aktivasi dan penentuan
efektivitas aktivasi karbon aktif pada variasi penambahan KOH dengan
menggunakan metode uji kadar iod dan uji konduktivitas. Perbandingan campuran
KOH dan arang yang terbaik dari hasil diatas diulang kembali dengan
menggunakan arang dan KOH baru, tetapi dalam prosedur ini laju uap air yang
digunakan ditingkatkan menjadi 50 mL/bar. Setelah itu karbon aktif yang telah
diaktivasi tetap diuji kadar iod dan konduktivitasnya untuk menentukan jumlah
pori dan sifat listrik dari bahan karbon aktif tersebut.
Pembuatan Elektroda Karbon Aktif
Karbon aktif dikeringkan pada suhu 100 °C dalam oven selama 1 jam untuk
menghilangkan kelembaban. Setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15
menit. Dibuat campuran karbon aktif dengan PVDF (polyvinylidene flouride)
sebanyak 0,5 gram, dengan perbandingan karbon aktif:PVDF (9:1(b/b)).
Kemudian campuran 0,5 gram tersebut ditambahkan larutan NMP (pyrrolidinone)
hingga membentuk gel, sambil diaduk selama 15 menit. Setelah itu gel yang
terbentuk tersebut dioles diatas permukaan stainless steel 100 mesh, dan
dikeringkan di dalam oven pada temperatur 100°C selama ± 24 jam.
Pembuatan Elemen Superkapasitor
Sebuah elemen superkapasitor terbuat dari empat komponen :
i) 2 potongan elektroda karbon aktif; ii) membran PTFE (polytetrafluoroethylene)
sebagai separator diantara 2 potongan elektroda karbon aktif; iii) kolektor arus
yang terbuat dari stainless steel 100 mesh di bagian belakang setiap elektroda dan
iv) 2 potongan plastik akrilik (3 cm x 3 cm x 0,1 cm) untuk menempelkan tiga
komponen pertama.
Prosedur pembuatan elemen superkapasitor adalah sebagai berikut: dua
elektroda karbon aktif ditimbang. Setelah ditimbang masing-masing elektroda
tersebut beserta separator dibasahi dengan larutan elektrolit H2SO4 1 M.
Selanjutnya dua buah elektroda karbon aktif dan separator yang telah dibasahi
H2SO4 disusun, dimana separator berada di antara kedua elektroda dan ketiga

5

susunan tersebut dimampatkan dengan menggunakan plastik akrilik dan sekrup
(Gambar 1).

Stainless steel
100 mesh
Sekrup
Elektroda
karbon aktif

Plastik akrilik

Separator

Gambar 1. Skema keseluruhan sebuah sistem uji elemen superkapasitor
Berdasarkan Gambar 1, memperlihatkan struktur elemen superkapasitor
adalah simetris. Dua buah kolektor arus, dua elektroda karbon aktif dan separator
untuk membagi dua bagian yang berada diantara dua buah plastik akrilik.
Selanjutnya rangkaian sistem uji elemen superkapasitor (Gambar 1) diatas, diuji
dengan menggunakan eDAQ Potensiostat untuk menentukan nilai kapasistansi
spesifiknya. Nilai kapasitansi spesifik ditentukan berdasarkan persamaan di bawah
ini :
Cs 

Ket :
Cs
Ic
Id
dv/dt
m

Ic  Id
dv
m
dt

= Kapasitansi spesifik (F/g)
= Arus pengisian (charge) (A)
= Arus pengosongan (discharge) (A)
= Laju scan (scan rate) (V/s)
= massa elektroda (gram)

Analisis SEM dan XRD
Bubuk karbon aktif yang dihasilkan dari proses aktivasi dianalisis
menggunakan SEM dan XRD. Analisis SEM dilakukan dengan tujuan untuk
memeriksa morfologi permukaan sampel, sedangkan analisis XRD dilakukan
untuk mengidentifikasi derajat kristalinitas dan struktur lapisan karbon aktif yang
meliputi tinggi lapisan (Lc), lebar lapisan (La), jarak antar lapisan (d) dan jumlah

6

lapisan (N) dengan melihat spektrum difraksinya. Persamaan yang digunakan
dalam penentuan ciri fisika-kimia diatas adalah:

  2d sin 
Lc 002  K /  cos 
La 100  K /  cos 
N  Lc d
Ket :
d
Lc
La
N


K


= Jarak antar lapisan (nm)
= Tinggi lapisan (nm)
= Lebar lapisan (nm)
= Jumlah lapisan
= Panjang gelombang dari radiasi sinar Cu (0,15406 nm)
= Intensitas ½ tinggi dan lebar (radian  )
= Tetapan untuk lembar graphena (0,89)
= Sudut difraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Serap Iodin
Karbon aktif adalah bahan dengan porositas tinggi yang terdiri dari lapisan
graphane hidrofobik serta gugus-gugus fungsional permukaan hidrofilik, sehingga
memungkinkan bahan ini sangat efektif untuk penyerapan. Struktur mikropori
karbon aktif ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur karbon aktif (H. Fritzst Oeckli 1990)

7

Secara umum, struktur karbon aktif terdiri dari lembaran aromatik seperti
kertas kusut atau serutan kayu. Rongga antar lembaran aromatik ini dianggap
sebagai mikropori.
Daya serap iodin adalah parameter untuk mengetahui kemampuan karbon
aktif dalam menyerap molekul-molekul dengan berat molekul kecil. Pada proses
penyerapan ini, molekul-molekul iodin mengisi pori-pori karbon aktif. Daya serap
iodin biasanya dijadikan indikator utama dalam menentukan kualitas karbon aktif.
Hasil pengujian daya serap iodin menunjukkan bahwa daya serap iodin pada
masing-masing sampel arang, baik karbon aktif sabut kelapa maupun karbon aktif
bambu menunjukkan hasil terbaik, yaitu pada perlakuan perbandingan variasi
KOH (3 : 1) dengan nilai 839,01 (mg/g) untuk karbon aktif sabut kelapa dan
851,29 (mg/g) untuk karbon aktif bambu (Tabel 1).
Jika dibandingkan dengan kontrol (arang tanpa perlakuan penambahan KOH
dan steam) didapatkan bahwa arang yang telah diaktivasi dengan KOH dan steam
25 mL/bar, menunjukkan nilai daya serap iodin yang cenderung lebih besar
seiring dengan makin besarnya perbandingan variasi KOH dan mencapai nilai
terbesar pada perbandingan (3 : 1), hal ini disebabkan karena meningkatnya rasio
penambahan KOH distribusi ukuran pori juga meningkat (Aripin et al. 2010;
Babel 2004 ; Kierzek 2004). Selama proses perendaman arang sabut kelapa dan
bambu dengan bobot KOH yang kecil, sebagian besar KOH meresap ke bagian
dalam arang. Oleh karena itu, pada saat aktivasi pori yang terbentuk pada
permukaan arang relatif kecil. Perendaman arang sabut kelapa dan bambu dengan
bobot KOH yang lebih besar menyebabkan sebagian KOH melapisi permukaan
arang dan pada bagian dalam arang terisi penuh KOH (Tseng RL et al. 2005). Hal
ini menyebabkan pori yang terbentuk pada permukaan maupun bagian dalam
arang meningkat.
Tabel 1. Hasil Uji Daya Jerap Iodin
Jenis sampel
Arang Sabut (kontrol)
Variasi KOH, dengan steam 25
Sabut Kelapa
1:1
2:1
3:1

Uji Daya Jerap Iodin (mg/g)
703,87

Arang Bambu (kontrol)
Variasi KOH, dengan steam 25
Bambu
1:1
2:1
3:1
Aktivasi dengan steam 50
Sabut
3:1
Bambu
3:1

699,22

726,75
726,75
839,01

765,29
765,29
851,29
761,87
839,01

8

Dalam penelitian ini, nilai daya serap iodin yang terbaik adalah pada
perbandingan variasi KOH (3:1), diulang kembali menggunakan sampel arang
yang baru dengan perbandingan KOH (3:1) dan steam 50 mL/bar. Dari hasil
aktivasi dengan kondisi terbaik tersebut didapatkan nilai daya serap iodin pada
masing-masing sampel yaitu 761,87 (mg/g) untuk karbon aktif sabut kelapa dan
839,01 (mg/g) untuk karbon aktif bambu. Ketika dibandingkan nilai daya serap
iodin antara perbedaan perlakuan steam (25 mL/bar dan 50 mL/bar) pada arang
yang diaktivasi KOH (3:1), didapatkan hasil bahwa daya serap iodin sampel
karbon aktif sabut kelapa dan karbon aktif bambu dengan perlakuan steam 25
mL/bar memiliki nilai yang lebih besar dari perlakuan steam 50 mL/bar. Hal ini
diduga, bahwa dengan peningkatan steam, semakin memperbesar ukuran pori dari
mikropori menjadi mesopori dan makropori yang sulit untuk diukur dengan daya
serap iodin sehingga menunjukkan nilai daya serap iodin yang lebih kecil.

Konduktivitas
Konduktivitas bubuk karbon aktif sabut kelapa dan bambu dikaji untuk
menentukan seberapa besar resistansi yang terdapat pada bubuk karbon aktif sabut
kelapa dan bambu. Semakin tinggi nilai konduktivitas suatu bahan, menyebabkan
nilai resistansinya semakin rendah. Konduktivitas yang tinggi menyebabkan
transfer elektron semakin efektif selama proses charge/discharge berlangsung.
Hasil pengukuran konduktivitas bubuk karbon aktif sabut kelapa dan bambu dapat
dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Hasil Pengukuran Konduktivitas
Jenis sampel
Arang Sabut (kontrol)
Variasi KOH, dengan steam 25
Sabut Kelapa
1:1
2:1
3:1

Resistivitas (Ohm)
0,40

Konduktivitas (S/m)
44,03

0,25
0,25
0,20

82,41
77,33
108,95

Arang Bambu (kontrol)
Variasi KOH, dengan steam 25
Bambu
1:1
2:1
3:1
Aktivasi dengan steam 50
Sabut
3:1
Bambu
3:1

0,38

43,63

0,02
0,01
0,01

750,05
1455,41
1521,05

0,26

125,78

0,01

1530,83

9

Hasil pengukuran konduktivitas menunjukkan bahwa dengan adanya
perlakuan aktivasi pada arang sabut kelapa dan arang bambu pada berbagai variasi
penambahan KOH dan steam, nilai konduktivitas dari kedua sampel arang
cenderung makin besar seiring dengan bertambahnya nilai perbandingan variasi
KOH dan steam yang mencapai nilai terbesar pada perbandingan (3:1) dengan
steam 50 mL/bar yaitu sebesar 125,78 (S/m) untuk karbon aktif sabut kelapa dan
1530,83 (S/m) untuk karbon aktif bambu. Nilai-nilai konduktivitas tersebut
terlihat lebih besar dari nilai konduktivitas sampel arang kontrol (tanpa perlakuan
penambahan KOH dan steam) (Tabel 2).
Faktor yang membuat konduktivitas arang teraktivasi KOH lebih besar dari
arang kontrol karena adanya perbedaan resistansi (hambatan) antara arang kontrol
dengan arang yang teraktivasi KOH, dimana arang kontrol memiliki resistansi
yang lebih besar dibandingkan dengan arang yang teraktivasi KOH (Tabel 2). Hal
ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa nilai konduktivitas suatu bahan
akan berbanding terbalik dengan resistansinya.

Karakteristik Morfologi Karbon aktif
Morfologi karbon aktif sabut kelapa dan bambu, dapat diamati dengan
Scanning Electron Microscopy (SEM). SEM dapat memberikan gambaran terinci
mengenai morfologi permukaan, yaitu spesifik pada partikel karbon dan pori pada
permukaan karbon aktif. Gambar 3 menunjukkan hasil SEM pada karbon aktif
sabut kelapa dan bambu dengan perlakuan steam 25 mL/bar dan 50 mL/bar
dengan perbesaran hingga 1000 kali. Perlakuan aktivasi mengakibatkan
terbentuknya pori pada permukaan karbon aktif baik karbon aktif sabut kelapa
maupun bambu. Perlakuan steam 25 mL/bar dan 50 mL/bar pada proses aktivasi
masing-masing sampel karbon aktif menyebabkan terbentuknya perbedaan
struktur maupun ukuran diameter pori pada permukaan karbon aktif. Morfologi
permukaan karbona aktif sabut kelapa dan bambu dapat dilihat pada Gambar 3
dibawah ini :

(a). Bambu Steam 25

(b). Bambu Steam 50

10

(c). Sabut Steam 25

(d). Sabut Steam 50

Gambar 3. Citra SEM karbon aktif sabut kelapa dan bambu dengan
Steam 25 mL/bar dan 50 mL/bar
Dari Gambar 3 tampak bahwa struktur pori pada permukaan karbon aktif
bambu (b) dan sabut kelapa (d) dengan steam 50 mL/bar memiliki struktur pori
dengan distribusi yang lebih seragam, teratur dan halus dibandingkan karbon aktif
bambu (a) dan sabut kelapa (c) dengan steam 25 mL/bar. Ukuran diameter pori
pada permukaan masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3 :
Tabel 3. Hasil Pengukuran Diameter Pori
Jenis sampel
Arang sabut (kontrol)
Arang bambu (kontrol)
Bambu steam 25 mL/bar
Bambu steam 50 mL/bar
Sabut steam 25 mL/bar
Sabut steam 50 mL/bar

Ukuran diameter pori ( m )
17,3
33,3
16,24
14,77
14,55
7,88

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa ukuran diameter pori pada
permukaan masing-masing sampel semakin kecil dengan peningkatan perlakuan
steam pada proses aktivasi. Hal ini diduga dapat disebabkan karena perlakuan
steam yang lebih besar hingga 2 kali lipat menyebabkan tekanan yang besar pada
permukaan karbon aktif sehingga ukuran pori pada permukaan menjadi semakin
kecil.

Karakteristik Struktur Karbon aktif
Hasil penelitian derajat kristalinitas karbon aktif sabut kelapa dan bambu
dapat dilihat pada Tabel 4 :

11

Tabel 4. Derajat Kristalinitas dan Jarak Antar Lapisan Aromatik

Sampel
Kontrol
Steam 25
Steam 50

Derajar
kristalinitas
(%)
Bambu Sabut
40
34,6
43,1
35,1
46,8
39,2

d (nm)

Bambu
0,3
0,3
0,3

Sabut
0,3
0,3
0,3

Tabel 4 menunjukkan bahwa derajat kristalinitas yang dimiliki oleh karbon
aktif bambu lebih besar dibandingkan sabut kelapa dan cenderung semakin
bertambah dengan peningkatan steam, sementara jarak antar lapisan aromatik (d)
relatif tetap. Hal ini diduga karena kandungan selulosa yang lebih dominan pada
bambu dibandingkan sabut kelapa yang lebih dominan lignin. Selulosa merupakan
polimer linier glukosa, sedangkan lignin merupakan polimer tiga dimensi alkohol
aromatik. Struktur kompleks tiga dimensi pada lignin menyebabkan kristalinitas
yang dimiliki lignin lebih rendah dibandingkan selulosa. Hal inilah yang
menyebabkan derajat kristalinitas bambu lebih besar dibandingkan sabut kelapa.
Gambar 4 menunjukkan pola difraksi sinar-X (XRD) karbon aktif sabut
kelapa dan bambu. Pola difraksi yang ditunjukkan melalui difraktogram XRD
pada Gambar 4, mengindikasikan bahwa sampel karbon aktif yang digunakan
dalam penelitian ini berbentuk grafit, amorf, dan tersusun dari atom-atom karbon.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pari et al. (2004)
dengan menggunakan sampel karbon aktif dari serbuk sengon.

Gambar 4. Difraktogram XRD Karbon Aktif Sabut Kelapa dan Bambu pada
Variasi Steam ((A) Bambu Kontrol; (B) Bambu Steam 25 mL/bar; (C)
Bambu Steam 50 mL/bar; (D) Sabut Kontrol; (E) Sabut Steam 25
mL/bar; (F) Sabut Steam 50 mL/bar).

12

Setelah diketahui bentuk dan struktur sampel karbon aktif dengan
mengidentifikasi pola difraksinya, maka dapat ditelusuri lebih lanjut mengenai
tinggi lapisan (Lc), lebar lapisan (La) dan jumlah lapisan (N) sampel karbon aktif
tersebut, yang dirangkum pada Tabel 2.
Tabel 5. Tinggi (Lc), Lebar (La), dan Jumlah (N) Lapisan Aromatik dari Karbon
Aktif
Sampel
Kontrol
Steam
25
Steam
50

Lc (nm)
Bambu Sabut
8,411
8,411

La (nm)
Bambu
Sabut
34,130
70,416

N
Bambu
22,671

Sabut
22,671

3,561

8,411

54,362

73,355

9,598

22,671

2,753

7,254

104,82

77,240

7,420

19,553

Berdasarkan Tabel 5, Perlakuan steam 25 mL/bar dan 50 mL/bar
menyebabkan tinggi lapisan (Lc) antar susunan aromatik pada masing-masing
sampel baik bambu maupun sabut cenderung semakin menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi gasifikasi atau oksidasi parsial dalam bagian tertentu
kristal karbon. Hasil dari gasifikasi ini yaitu terbentuknya jenjang antar struktur.
Dengan demikian proses aktivasi menyebabkan terjadinya penataan kembali
struktur karbon aktif. Seong-Ho You et al. (2004) mengusulkan model yang
menggambarkan proses aktivasi KOH pada Gambar 5 dibawah ini :

Gambar 5. Model untuk aktivasi karbon nanofiber (Seong-Ho Yoon et al. 2004)
Model di atas menjelaskan bahwa gasifikasi selektif graphane dengan
–C-OK menyebabkan terbentuknya secara in-situ K2O dan K2CO3 selama proses
aktivasi KOH, perluasan lapisan graphane serta rusaknya morfologi serat karbon
dengan penataan kembali lapisan graphane. Selain itu, penurunan pada nilai Lc
menggambarkan ikatan atom antar karbon menyempit sehingga memperpendek
jarak atom antar karbon yang berakibat memperkecil nilai Lc. Begitu juga dengan
jumlah lapisan aromatik (N) yang cenderung semakin kecil dengan meningkatnya

13

perlakuan steam, sementara jarak antar lapisan aromatik (d) relatif tetap. Namun,
lebar lapisan (La) mengalami peningkatan dengan meningkatnya perlakuan steam.

Kolektor Arus
Bahan kolektor arus harus bersifat non-korosif dalam larutan elektrolit
H2SO4. Pada penelitian ini, bahan yang digunakan sebagai kolektor arus adalah
stailess steel 100 mesh (M.A Azan 2013). Stainless steel pada dasarnya adalah
sebuah bahan metal yang memiliki ketahanan cukup baik dalam larutan elektrolit
H2SO4. Pengujian siklik voltametri terhadap stainless steel dilakukan untuk
memastikan kesesuaiannya sebagai kolektor arus dalam larutan elektrolit H2SO4
(Chijuan Hu 2008). Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar
6.
200 mV/s
100 mV/s
50 mV/s
10 mV/s

0,8
0,6

Arus (mA)

0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

Tegangan (V)

Gambar 6. Kurva siklik voltammogram Stainless Steel pada berbagai laju scan.
Gambar 6 menunjukkan respon stainless steel terhadap laju scan yang
diberikan. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa stainless steel tidak bereaksi
terhadap tegangan yang diberikan. Hal ini menunjukkan tidak adanya kapasitansi
yang dihasilkan pada pengujian siklik voltammetri. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa stainless steel cocok digunakan sebagai kolektor arus pada
elektroda karbon aktif sabut kelapa dan bambu.

Nilai Kapasitansi
Superkapasitor atau ultrakapasitor adalah perangkat penyimpanan energi
listrik yang memiliki kerapatan energi lebih besar dari kapasitor konvensional dan
kerapatan daya yang lebih besar dari baterai serta memiliki siklus hidup yang
cukup panjang. Superkapasitor apapun jenisnya selalu diukur dari seberapa besar

14

kemampuannya dalam menyimpan muatan listrik. Berdasarkan bahan elektroda
yang digunakan, superkapasitor terbagi atas :
a) Kapasitor Lapisan Ganda Elektrokimia (KLGE): kapasitansi muncul dari
antarmuka antara elektroda dan elektrolit. Lapisan antarmuka antara elektroda
dan elektrolit disebut lapisan ganda atau lapisan Helmholtz.
b) Pseudokoapasitor : kapasitansi muncul dari reaksi Faradaik senyawa kimia.
Ini menyebabkan kapasitansi yang muncul jauh lebih besar dari KLGE
namun siklus hidup yang dimiliki lebih pendek karena adanya perubahan fase
akibat reaksi kimia yang terjadi
c) Kapasitor Asimetris : gabungan antara elektroda non-faradaik misalnya
karbon dan elektorda faradaik misalnya PbO2.
Pada penelitian ini, jenis superkapasitor yang dibuat adalah Kapasitor
Lapisan Ganda Elektrokimia (KLGE). Lapisan ganda pada superkapasitor ini
terdiri dari lapisan mikropori elektroda karbon aktif dan lapisan difusi ion
elektrolit H2SO4. Lapisan ganda terjadi apabila dua elektroda direndam dalam
elektrolit yang terpolarisasi. Polarisasi muatan pada kedua elektroda menyerupai
dua buah kapasitor yang dihubungkan secara seri. Gambar 7 menunjukkan
mekanisme penyimpanan muatan pada EDLC.

Gambar 7. Skema kapasitor lapisan ganda elektrokimia saat diberikan tegangan
listrik (Zuleta 2005; Pandolfo et al. 2006)
Dua buah elektroda dipisahkan dengan sebuah separator untuk mencegah
terjadinya konduksi elektronik. Pada saat diberikan tegangan listrik, ion positif
akan terakumulasi pada elektroda negatif, sedangkan ion negatif akan
terakumulasi pada elektroda positif.
Pengukuran nilai kapasitansi spesifik pada superkapasitor menggunakan
teknik siklik voltametri. Siklik voltametri adalah teknik yang paling banyak

15

digunakan untuk pengukuran nilai kapasitansi superkapasitor. Gambar 8
menunjukkan kurva voltammogram sebuah superkapasitor dengan kapasitansi
berdasarkan lapisan ganda elektrokimia tanpa reaksi kimia.

Gambar 8. Kurva siklik voltammogram ideal sebuah superkapasitor
(Xu et al. 2006)
Variasi laju scan untuk masing-masing sampel dilakukan untuk
mendapatkan nilai kapasitansi tertinggi. Berdasarkan hasil pengukuran untuk
masing-masing sampel diperoleh hasil seperti terlihat pada Gambar 9. Hasil
pengukuran dengan metode siklik voltametri menunjukkan kurva yang hampir
menyerupai empat persegi panjang. Hal ini sesuai dengan hasil yang dikemukakan
oleh Rae et al. (2009) yang menyatakan bahwa bentuk kurva untuk superkapasitor
yang berbahan dasar karbon adalah berupa empat persegi panjang.

(a). Bambu Steam 25 mL/bar

(b). Bambu Steam 50 mL/bar

16

(c). Sabut Kelapa Steam 25 mL/bar

(d). Sabut Kelapa Steam 50 mL/bar

Gambar 9. Hasil variasi laju scan superkapasitor berbasis sabut kelapa dan bambu
dengan variasi steam
Hasil variasi laju scan pada masing-masing sampel (Gambar 9)
menunjukkan bahwa semakin rendah nilai laju scan luas daerah yang ditunjukkan
semakin kecil, dimana luas daerah yang terkecil yaitu pada laju scan 10 mV/s. Hal
ini karena arus yang dihasilkan pada laju scan 10 mV/s lebih rendah dibandingkan
dengan laju scan 50 mV/s, 100 mV/s, dan 200 mV/s. Tingkat kemiringan kurva
pada Gambar 6 menunjukkan resistansi internal pada tiap laju scan, dimana
tingkat kemiringan yang tertinggi dapat dilihat pada laju scan 200 mV/s yang
berarti bahwa resistansi internal tertinggi yaitu pada laju scan 200 mV/s.
Resistansi ini dapat timbul dari elektroda, binder, jenis larutan elektrolit, dan
separator yang digunakan Lufrano et al. (2004). Selain itu, Zheng (2004) dan
Ganesh et al. (2006) melaporkan bahwa resistansi internal juga muncul dari
resistansi kontak antara elektroda dan kolektor arus. Hal ini menyebabkan
resistansi ohmik untuk pergerakan ion dalam elektrolit semakin besar, sehingga
pembentukan lapisan ganda antara elektroda dan ion elektrolit menjadi terbatas
yang menyebabkan nilai kapasitansi semakin kecil (Liu et al. 2005; Pandolfo et
al. 2006). Kemiringan kurva siklik voltametri yang terendah yaitu pada laju scan
10 mV/s yang berarti resistansi internal terendah terdapat pada laju scan 10 mV/s
untuk masing-masing sampel. Hal ini menunjukkan kemampuan paling tinggi
superkapasitor dalam menyimpan muatan (Yang et al. 2005; Xing et al. 2006).
Hasil perhitungan nilai kapasitansi untuk masing-masing sampel pada variasi laju
scan dapat dilihat pada Gambar 10.
Berdasarkan Gambar 10, tampak bahwa nilai kapasitansi spesifik yang
dimiliki oleh superkapasitor dengan elektroda bambu baik pada steam 25 maupun
steam 50 lebih tinggi dibandingkan superkapasitor dengan elektroda sabut kelapa
dan semakin menurun dengan bertambahnya laju scan. Nilai kapasitansi spesifik
tertinggi untuk superkapasitor dengan elektroda bambu pada steam 25 adalah
57,01 F/g, sedangkan untuk superkapasitor dengan elektroda sabut kelapa adalah
44,30 F/g. Nilai kapasitansi spesifik tertinggi untuk superkapasitor dengan

17

elektroda bambu pada steam 50 adalah 59,50 F/g, sedangkan untuk superkapasitor
dengan elektroda sabut kelapa adalah 50,73 F/g. Tingginya nilai kapasitansi
spesifik pada superkapasitor dengan elektroda bambu diduga terkait dengan
konduktivitas yang dimiliki oleh bambu lebih tinggi dibandingkan dengan
konduktivitas yang dimiliki oleh sabut kelapa (Tabel 2). Selain itu peningkatan
steam diduga dapat memperbesar pori karbon aktif baik pada bambu maupun
sabut kelapa yang menyebabkan distribusi ion elektrolit yang lebih banyak untuk
pembentukan lapisan ganda antara elektroda dan ion sehingga menyebabkan nilai
kapasitansi spesifik semakin meningkat (Qu dan Shi 1998; Wang et al. 2005).

Sabut steam 25
bambu steam 25

50

40

30

20

50

40

30

20

10

10

0

0

0

50

100

150

sabut steam 50
bambu steam 50

60

Kapasitansi Spesifik (F/g)

Kapasitansi Spesifik (F/g)

60

0

200

50

100

150

Laju Scan (mV/s)

Laju Scan (mV/s)

Gambar 10. Perbandingan nilai kapasitansi superkapasitor berbasis sabut kelapa
dan bambu dengan variasi steam
Hasil yang diperoleh coba dibandingkan dengan beberapa penelitian
sebelumnya yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Beberapa Penelitian tentang Superkapasitor dengan Elektroda Arang
Karbon dan Karbon Aktif
Nama

Tahun

Jenis Bahan

Kapasitansi (F/g)

Chan Kim

2006

Karbon aktif bambu

60

Ning Luan

2010

Karbon aktif bambu-MnO2

260

Qian Cheng

2011

Grafit

150

Ya-meng CAI

2011

Grafit

154

M. Rosi

2012

Xin Li

2012

Karbon aktif tempurung
kelapa
CNT- MnO2

40
150

200

18

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kapasitansi spesifik
yang diperoleh masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa penelitian
sebelumnya (Tabel 3). Hal ini diduga karena perbedaan terhadap perlakuan
aktivasi , perlakuan terhadap bahan aktif elektroda yang digunakan, maupun
metode yang digunakan dalam pembuatan elemen superkapasitor. Oleh karena itu,
pengembangan lebih lanjut dalam proses aktivasi, bahan aktif elektroda maupun
metode pembuatan elemen superkapasitor diperlukan untuk mendapatkan
kapasitansi spesifik yang lebih tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karbon aktif berbasis sabut kelapa dan bambu sebagai elektroda
superkapasitor berhasil dikarakterisasi dan diuji. Berdasarkan hasil pengujian,
nilai kapasitansi spesifik tertinggi dimilik oleh superkapasitor dengan elektroda
karbon aktif bambu pada aktivasi steam 50 yaitu 59,50 F/g. Hal ini menunjukkan
bahwa karbon aktif berbasis bambu layak untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan elektroda superkapasitor.

Saran
Proses aktivasi arang sabut kelapa dan bambu dengan variasi KOH dan
steam perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil karbon aktif dengan ukuran
pori yang lebih optimal, sehingga dapat menghasilkan elektroda superkapasitor
dengan nilai kapasitansi spesifik yang lebih tinggi.

19

DAFTAR PUSTAKA
Aripin H, Lestari L, Ismail D, Sabchevski S. 2010. Sago Wasted Based Activated
Carbon Film as an Electrode Material for Electric Double Layer
Capacitor. The Open Materials Science Journal ; 4 : 117-124.
Babel K, Jurewicz K. KOH Activated Carbon Fabrics as Supercapacitor Material.
Journal of Physics and Chemistry of Solids 2004 ; 65 : 275-280.
Chan Kim, Jae-Wook Lee, Jong-Hyu Kim, Kap-Seung Yang. 2006. Feasibility of
bamboo-based activated carbons for an electrochemical supercapacitor
electrode. Korean J. Chem.Eng ; 23 : 592-594.
Chijuan Hu. 2008. Fluid Coke Derived Activated Carbon as Electrode Material
for Electrochemical Double Layer Capacitor [Tesis]. Toronto.
Graduate Department of Chemical Engineering and Applied
Chemistry, University of Toronto.
Fellman B. 2010. Carbon-Based Electric Double Layer Capacitors for Water
Desalination [Tesis]. Department of Mechanical Engineering,
Massachusetts Institute of Technology.
Ganesh, V., Pitchumani, S., and Lakshminarayanan, V.2006. New symmetric and
asymmetric supercapacitors based on high surface area porous nickel
and activated carbon. Journal of Power Sources ; 158 : 1523-1532.
Kierzek K, Frackowiak E, Lota E, Grylewicz G, Machnikowski J. 2004.
Electrochemical Capacitors Based on Highly Porous Carbon Prepared
by KOH Activation. Electrochemical Acta ; 49 : 515-523.
La Ode Muhammad, Wahid Abdul. 2005. Sensitivitas Analisis Potensi Produksi
PembangkitListrik Renewable untuk Penyediaan Listrik Indonesia.
Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi
Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN, Dan Energi
Terbarukan : Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan
Konservasi Energi- BPPT, hlm 13-22
Liu, H. Y., Wang, K. P., and Teng, H. S. 2005. A simplified preparation of
mesoporous carbon and the examination of the carbon accessibility for
electric double layer formation. Carbon 43: 559-566.
Lufrano, F., Staiti, P., and Minutoli, M. 2004. Influence of Nafion content in
electrodes on performance of carbon supercapacitors. Journal of the
Electrochemical Society ; 151: 64-68.
M.A Azam, M.F Rosle. 2013. Electrochemical Analyses of Carbon Nanotube
Based Supercapacitor in 1M LiPF6 Organic Electrolyte. Int. J.
Electroact. Mater. 1: 55-59.
M.Rossi, M.P. Ekaputra, F. Iskandar, M. Abdullah, Khairurrijal. Superkapasitor
Menggunakan Polimer Hidrogel Elektrolit dan Elektroda Nanopori
Karbon.Prosiding Seminar nasional Material 2012 : Fisika-Institut
Teknologi Bandung, hlm 1-4.
Ning Luan, Chen XiaoHong, Song HuaiHe, Yue Yong De. 2010. Study of
MnO2/bamboo-based activated carbon composites as electrode
materials for supercapacitors. Journal of Beijing University of
Chemical Technology ; 37 : 65-69.

20

Pandolfo, A. G., and Hollenkamp, A. F.2006. Carbon properties and their role in
supercapacitors. Journal of Power Sources ; 157 : 11-27.
Pari G, Sofyan K, Syafii W, Buchari. 2004. Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap
Struktur Kimia Dan Mutu Arang Aktif Serbuk Gergaji Sengon. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 2004 ; 8: 8-16. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor
Qian Cheng, Jie Tang, Jun Ma, Han Zhang, Norio Shinya, Lu-Chang Qiu. 2011.
Graphene and nanostructured MnO2 composite electrodes. Carbon ;
49 : 2917-2925.
Qu, D. Y., and Shi, H. 1998. Studies of activated carbons used in double-layer
capacitors. Journal of Power Sources 74; 99-107.
Ra, E.J., E. Raymundo-pinero, Y.H. Lee, F. Beguin. 2009. High power
supercapacitors using polyacryylonitrile carbon nano fiber paper.
Carbon 47: 2984-2992.
Rumidatul Alfi. 2006. Efektivitas Arang Aktif sebagai Adsorben Pada Pengolahan
Air Limbah [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Seon-Ho Yoon, Seongyop Lim, Yan Song, Yasumori Otu, Wenming Qiao,
Atsushi Tanaka, Isao Mochida. 2004. KOH activation of carbon
nanofibers. Carbon 42: 1723-1729.
Tseng R.L., Tseng R.K. 2005. Pore structure and adsorption performance of the
KOH Activated Carbon Prepared from Corncob. J Coloid Interf
Science 287: 428-37.
Wang, X. F., Ruan, D. B., Wang, D. Z., and Liang, J. 2005. Hybrid
electrochemical supercapacitors based on polyaniline and activated
carbon electrodes. Acta Physico-Chimica Sinica 21; 261-266.
Xing, W., Qiao, S. Z., Ding, R. G., Li, F., Lu, G. Q., Yan, Z. F., et al. 2006.
Superior electric double layer capacitors using ordered mesoporous
carbons. Carbon 44; 216-224.
Xin Li, Bingqi