Association of The β Casein and Lactoferrin Genes Polymhorphisms with Milk Protein in Friesian Holstein Cows

POLIMORFISME GEN β-KASEIN DAN LAKTOFERIN
SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PROTEIN
SUSU PADA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN

ELMY MARIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Polimorfisme Gen
Β-Kasein dan Laktoferin serta Hubungannya dengan Protein Susu pada Sapi
Friesian-Holstein adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Desember 2010

Elmy Mariana
NRP. D151080061

ABSTRACT
ELMY MARIANA. Association of The β-Casein and Lactoferrin Genes
Polymhorphisms with Milk Protein in Friesian Holstein Cows. Under direction of
CECE SUMANTRI, ANNEKE ANGGRAENI, RARAH R. A. MAHESWARI
The purposes of this study were to identify the polymorphism of the β-casein
and the lactoferrin genes and the association of genetic variants of the β-casein and
the lactoferrin genes on protein yield, milk yield and SCC in Holstein-Friesian (HF)
cows. The study was conducted on 282 heads of HF lactating cows coming from two
managements of: 1) intensive at dairy breeding station of BPPT-SP Cikole, and 2)
semi intensive of small dairy farmers in two villages of the KPSBU Lembang,
Lembang District. Investigation on variant genotypes of the β-casein and the
lactoferrin genes used PCR-RFLP method. Genotyping the β-casein gene with MspI
restriction enzyme to all DNA samples produced only the BB genotype (100%),
meaning this gene was monomorphic. While genotyping the lactoferrin gene with

EcoRI restriction enzyme produced two genotypes, i.e. AA (65%) and AB (35%)
genotypes. The AB genotype of the lactoferrin gene tended to produce higher milk
protein than AA genotype, though the differences were statistically not significant
(P>0.05). Both the AA and AB genotypes had inconsistency in controlling milk fat
and milk yield. Further, the AB lactoferrin cows had a higher frequency in the
classification of low somatic cells count (0.75), while the AA cows were at a higher
frequency in the classification of high somatic cells count (0.60). It was concluded
that the β-casein gene studied was monomorphic, so the effect in controlling milk
protein had still not been known, while the AB genotype of the lactoferrin gene had a
consistency in producing higher milk protein and lower somatic cells count
compared to the AA genotype.
Key word: polymorphism, β-casein, lactoferrin, milk protein, PCR-RFLP

RINGKASAN
ELMY MARIANA. Polimorfisme Gen β-Kasein dan Laktoferin serta Hubungannya dengan Protein Susu pada Sapi Friesian-Holstein. Dibimbing oleh CECE
SUMANTRI, ANNEKE ANGGRAENI, RARAH R. A. MAHESWARI
Perbaikan genetik sapi perah domestik dapat dilakukan antara lain melalui
seleksi keunggulan pada gen yang diprediksi berasosiasi kuat dengan sifat produksi,
kualitas susu dan ketahanan terhadap penyakit, khususnya seleksi untuk gen-gen
yang mengontrol protein susu dan resistensi terhadap penyakit. β-kasein merupakan

salah satu jenis dari fraksi kasein yang berpengaruh terhadap bentuk dan kestabilan
butiran susu dan memiliki kontribusi sebesar 28.4% dari total protein susu,
sedangkan laktoferin merupakan salah satu fraksi whey yang merupakan protein
antimikrobia dalam susu yang berfungsi sebagai imunitas untuk melawan berbagai
macam penyakit. Pemeriksaan dua atau lebih gen-gen protein susu (kasein dan whey
protein) secara bersamaan bermanfaat untuk memperhitungkan pengaruh interaksi
yang mungkin terjadi antara dua atau lebih gen haplotipe. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi polimorfisme gen β-kasein dan laktoferin dan mengetahui
konsistensi hubungan antara genotipe gen β-kasein dan laktoferin baik secara
masing-masing maupun interaksi kedua gen dengan protein susu dan somatic cell
count (SCC) pada sapi Friesian-Holstein (FH) laktasi pada dua kondisi pemeliharaan
berbeda, yaitu intensif di stasiun bibit sapi perah BPPT-SP Cikole dan semi intensif
di peternakan rakyat di bawah binaan KPSBU Lembang.
Data produksi dan kualitas susu merupakan data sekunder yang telah diambil
pada bulan Agustus 2008. Data produksi susu merupakan produksi satu hari yang
diperoleh dengan menjumlahkan produksi pagi dan sore dari sapi laktasi dalam
kisaran lama laktasi antara 1 sampai 6 bulan dan periode laktasi antara 1 sampai 5.
Data kualitas susu yang diamati adalah kadar protein, lemak, BK, BKTL dan BJ.
Pengujian setiap komponen kualitas susu segar mengikuti standar uji pada Dewan
Standarisasi Nasional (1998). Sampel yang digunakan sebanyak 282 ekor, untuk

BPPT Cikole yang mewakili kondisi pemeliharaan intensif sebanyak 88 ekor,
KPSBU Lembang yang mewakili kondisi pemeliharaan semi intensif sebanyak 194
ekor yaitu dari peternakan rakyat desa Pasir Kemis 96 ekor dan desa Cilumber
sebanyak 98 ekor. DNA yang digunakan untuk identifikasi polimorfisme gen βkasein dan laktoferin merupakan koleksi dari Laboratorium Pemuliaan dan Genetika
Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Isolasi DNA dilakukan dari darah dan sel somatik susu. Isolasi DNA
menggunakan metode ekstraksi phenol-chloroform (Sambrook et al. 1989) dengan
modifikasi untuk sampel darah yang disimpan dalam alkohol. Isolasi DNA dari
sampel susu menggunakan metode ekstraksi DNA dari sel somatik (Arnould et al.
2009). Identifikasi polimorfisme gen β-kasein dan laktoferin dilakukan melalui
metode PCR-RFLP. Keragaman gen ditentukan dengan analisis frekuensi alel,
frekuensi genotipe dan nilai heterozigositas. Keseimbangan genotipe gen β-kasein
dan laktoferin dalam populasi diuji dengan uji χ2 (chi-square). Hubungan antara
varian genotipe gen β-kasein dan laktoferin dengan protein susu, produksi susu dan
SCC dihitung berdasarkan metode General Linear Model (GLM) dan uji lanjut
dengan uji Tukey.

Amplifikasi gen β-kasein dan laktoferin menghasilkan ruas gen target
sepanjang 233 pb untuk gen β-kasein dan 301 pb untuk gen laktoferin. Penentuan
genotipe (genotyping) gen β-kasein dan laktoferin menggunakan metode Restriction

Fragment Length Polymorphism (RFLP) dengan enzim pemotong MspI untuk gen βkasein dan EcoRI untuk gen laktoferin. Genotyping gen β-kasein lokus MspI pada
exon 7 menghasilkan hanya satu varian genotipe yaitu BB dengan panjang fragmen
233 pb (100%), menunjukkan bahwa gen β-kasein lokus MspI bersifat seragam
(monomorfic). Genotyping gen laktoferin lokus EcoRI pada intron 6 menghasilkan
dua varian genotipe yaitu AA dengan panjang fragmen 301 pb (0.655%) dan AB
dengan panjang fragmen 100, 201 dan 301 pb (0.345%).
Rataan nilai heterozigositas gen laktoferin pada dua kondisi pemeliharaan
adalah 0.2856. Rataan nilai heterozigositas gen laktoferin tergolong rendah, hal ini
mengindikasikan rendahnya variasi gen laktoferin dalam populasi. Semakin tinggi
nilai heterozigositas dalam populasi maka semakin besar peluang untuk melakukan
seleksi pada populasi tersebut. Pengujian keseimbangan genotipe menggunakan
proporsi Hardy-Weinberg menghasilkan frekuensi genotipe diantara lokus gen
laktoferin sangat berbeda nyata (χ2 =12.2277, df = 2, P=0.0005) yang artinya dalam
populasi tidak terjadi keseimbangan Hardy-Weinberg. Hal ini disebabkan pada
populasi sapi perah terjadi seleksi dan tidak terjadi sistem perkawinan random
mating yang menjadi salah satu syarat terpenuhinya hukum keseimbangan HardyWeinberg. Proses perkawinan ternak perah menggunakan aplikasi kawin buatan
(Inseminasi buatan) dengan sperma dari pejantan unggul tertentu.
Hubungan antara genotipe laktoferin dengan kualitas susu sapi FH
menunjukkan bahwa sapi dengan genotipe AB secara konsisten cenderung
menghasilkan kadar protein susu lebih tinggi dari genotipe AA meskipun

perbedaannya tidak nyata. Hal ini disebabkan sifat kadar protein susu merupakan
sifat yang dikendalikan oleh polygenes (banyak gen). Genotipe AA secara konsisten
cenderung menghasilkan kadar BKTL lebih tinggi dari sapi dengan genotipe AB.
Genotipe AA maupun AB tidak memiliki konsistensi dalam mengontrol kadar lemak
dan produksi susu.
Hubungan antara genotipe laktoferin dengan SCC menunjukkan bahwa sapi
dengan genotipe AB mempunyai frekuensi yang tinggi pada klasifikasi total sel
somatik susu rendah (0.75%) dan genotipe AA pada klasifikasi total sel somatik susu
tinggi (0.60%). Varian genotipe AB pada gen laktoferin memiliki kecenderungan
menghasilkan angka sel somatik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan varian
AA.
Gen β-kasein lokus MspI bersifat monomorfik sehingga hubungannya dengan
protein susu tidak diketahui, sedangkan genotipe AB gen laktoferin memiliki
konsistensi dalam menghasilkan kadar protein yang lebih tinggi dan nilai SCC yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan genotipe AA.
Kata kunci: polimorfisme, β-casein, lactoferrin, protein susu, PCR-RFLP

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB

POLIMORFISME GEN β-KASEIN DAN LAKTOFERIN
SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PROTEIN
SUSU PADA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN

ELMY MARIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Jakaria S.Pt M.Si

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis

: Polimorfisme Gen β-Kasein dan Laktoferin serta Hubungannya
dengan Protein Susu pada Sapi Friesian-Holstein

Nama
NIM

: Elmy Mariana
: D151080061

Disetujui
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri. M.Agr.Sc.
Ketua

Ir. Anneke Anggraeni, M.Si, Ph.D
Anggota

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA
Anggota

Mengetahui

Ketua Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA

Tanggal Ujian: 3 Desember 2010

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis mendapat kemudahan
dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul Polimorfisme Gen
β-Kasein dan Laktoferin serta Hubungannya dengan Protein Susu pada Sapi FriesianHolstein. ”
Penulis mengucapkaan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.
Agr. Sc., Ir. Anneke Anggraeni, M. Si Phd dan Dr. Ir. Rarah Ratih Adji Maheswari,
DEA. Selaku pembimbing, serta Dr. Jakaria, S. Pt, M. Si yang telah banyak
member saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf
laboratorium Genetika Molekuler Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
seluruh keluarga yang telah mengiringi setiap langkah penulis dengan doa dan restu
yang tidak terputus. Penghargaan penulis sampaikan kepada suami (Amran M. Yusuf

Adji) dan putra (Aji Rahmatullah Amran) yang selalu memberi dukungan, doa dan
cinta kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya. Penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi upaya pengembangan keilmuan dan
pembangunan peternakan di Indonesia.

Bogor, Desember 2010

Elmy Mariana

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tulungagung pada tanggal 9 September 1979 dari ayah
Sumani dan ibu Istikomah. Penulis merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah mada, lulus pada tahun 2003. Selama mengikuti perkuliahan
penulis menjadi asisten pada jurusan Teknologi Hasil Ternak. Pada tahun 2008
penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi pada Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh
dari Departemen Pendidikan Republik Indonesia melalui program BPPS.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada program studi Produksi Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala sejak tahun 2006.
Mata kuliah yang menjadi tanggung jawap penulis adalah Dasar Ternak Perah dan
Ilmu Produksi Ternak Perah.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Himpunan Sarjana
Peternakan Indonesia dan Animal Breeding and Genetic Student Community.
Penulis aktif pada berbagai seminar dan pelatihan di bidang Genetika dan Pemuliaan
Ternak

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Tujuan ....................................................................................................
Manfaat .................................................................................................
Kerangka Pemikiran ..............................................................................

1
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Susu
................................................................................................... 4
Komposisi Susu ..................................................................................... 5
Protein Susu............................................................................................. 7
β-Kasein .................................................................................................. 9
Keragaman Gen β-Kasein ........................................................................ 10
Laktoferin .............................................................................................. 13
Keragaman Gen Laktoferin...................................................................... 15
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat .................................................................................
Materi .....................................................................................................
Sapi Perah FH .................................................................................
Sampel Darah ..................................................................................
Metode ...................................................................................................
Isolasi DNA .....................................................................................
Polymerase Chain Reaction ..............................................................
Penentuan Genotipe (Genotyping) ....................................................
Pengukuran Produksi Susu ..............................................................
Analisis Kualitas Susu ......................................................................
Penghitungan Jumlah Sel Somatik dalam Susu..................................
Rancangan dan Analisis Data ..................................................................
Frekuensi Alel dan Genotipe .............................................................
Derajat Heterozigositas .....................................................................
Proporsi Hardy-Weinberg ................................................................
Pengaruh Manajemen Pemeliharaan terhadap Produksi dan
Kualitas Susu ....................................................................................
Pengaruh Genotipe β-Kasein dan Laktoferin terhadap Protein
dan Kualitas Susu..............................................................................

17
17
17
18
18
18
19
19
19
20
20
21
21
21
21
22
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Susu .......................................................................................... 24

Kualitas Susu...........................................................................................
Kadar Protein Susu ...........................................................................
Kadar Lemak Susu............................................................................
Amplifikasi Gen β-Kasein......................................................................
Identifikasi Keragaman Gen β-Kasein......................................................
Amplifikasi Gen Laktoferin ...................................................................
Identifikasi Keragaman Gen Laktoferin ...................................................
Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotip Gen Laktoferin ......................
Derajat Heterozigositas .....................................................................
Proporsi Hardy-Weinberg .................................................................
Pengaruh Genotipe laktoferin pada Protein dan Kualitas Susu..................
Kadar Protein Susu ..........................................................................
Parameter Kualitas Susu yang lain ...................................................
Pengaruh Genotipe Gen Laktoferin terhadap Produksi Susu.....................
Pengaruh Genotipe Gen Laktoferin terhadap Jumlah Sel Somatik
(SCC) ......................................................................................................

27
28
30
32
33
35
36
37
38
39
40
42
43
44
45

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 48
Saran ..................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 49
LAMPIRAN .................................................................................................. 57

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Karakteristik protein susu sapi ....................................................................

8

2

Perubahan sekuens asam amino pada variasi β-kasein................................. 11

3

Variasi gen β-kasein pada berbagai bangsa sapi FH .................................... 12

4

Informasi sekuen primer yang digunakan dalam penelitian ......................... 19

5

Nilai rataan produksi susu harian yang dikelompokkan berdasarkan
bulan laktasi pada kondisi pemeliharaan yang berbeda................................ 24

6

Nilai rataan produksi susu harian yang dikelompokkan berdasarkan
periode laktasi pada kondisi pemeliharaan yang berbeda............................. 26

7

Nilai rataan kualitas susu harian sapi FH pada kondisi pemeliharaan
yang berbeda............................................................................................... 27

8

Nilai rataan protein susu harian yang dikelompokkan berdasarkan
bulan laktasi pada kondisi pemeliharaan yang berbeda................................ 29

9

Nilai rataan protein susu harian yang dikelompokkan berdasarkan
periode laktasi pada kondisi pemeliharaan yang berbeda............................. 29

10 Nilai rataan lemak susu harian yang dikelompokkan berdasarkan
bulan laktasi pada kondisi pemeliharaan yang berbeda................................ 31
11 Nilai rataan lemak susu harian yang dikelompokkan berdasarkan
periode laktasi pada kondisi pemeliharaan yang berbeda............................. 32
12 Frekuensi genotipe dan frekuensi alel gen β-kasein lokus MspI pada
sapi FH berdasarkan kondisi pemeliharaan yang berbeda ........................... 35
13 Frekuensi genotipe dan frekuensi alel dari gen laktoferin sapi FH
pada kondisi pemeliharaan yang berbeda .................................................... 38
14 Nilai heterozigositas (ĥ) gen laktoferin lokus EcoRI sapi FH pada
kondisi pemeliharaan yang berbeda............................................................ 38
15 Hasil pengujian proporsi Hardy-Weinberg berdasarkan tes Chi-Square
gen laktoferin lokus EcoRI pada kondisi pemeliharaan yang berbeda. ......... 39
16 Pengaruh varian genotipe laktoferin terhadap sifat kualitas susu
sapi FH berdasarkan kondisi pemeliharaan.................................................. 41
17 Pengaruh varian genotipe laktoferin terhadap produksi susu
sapi FH berdasarkan kondisi pemeliharaan.................................................. 44
18 Hubungan antara varian genotipe laktoferin dan jumlah sel somatik susu
sapi FH di peternakan rakyat....................................................................... 46
19 Frekuensi genotipe gen laktoferin berdasarkan klasifikasi nilai SCC

tinggi dan rendah pada sapi FH. .................................................................. 46

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alir pelaksanaan penelitian............................................................

3

2

Produksi susu selama masa laktasi dengan tingkat persistensi yang
berbeda ......................................................................................................

4

3

Konsentrasi protein, lemak dan laktosa dalam susu selama masa laktasi......

7

4

Struktur lokus kasein pada sapi ...................................................................

9

5

Struktur gen β-kasein ............................................................................... 10

6

Struktur gen laktoferin ................................................................................ 14

7

Posisi penempelan primer (cetak tebal) pada sekuen gen β-kasein,
C bergaris bawah menunjukkan mutasi pada posisi basa ke 8267 ................ 32

8

Visualisasi hasil amplifikasi ruas gen β-kasein pada gel agarose 1,5% .......

9

Perbedaan sekuen gen β-kasein nomor akses gen bank AJ29330 dan
X14711 yang disebabkan mutasi titik C – G................................................ 33

33

10 Hasil elektroforesis gen β-kasein lokus MspI pada gel agarose 2%............ 34
11 Posisi penempelan primer (cetak tebal) pada sekuen gen laktoferin............. 36
12 Visualisasi hasil amplifikasi ruas gen laktoferin pada gel
agarose 1,5% .............................................................................................. 36
13 Perbedaan sekuen gen laktoferin nomor akses gen bank AH000852S03
dan EU192148 yang disebabkan mutasi titik C – T ..................................... 36
14 Visualisasi hasil elektroforesis gen laktoferin produk EcoRI pada gel
agarose ...................................................................................................... 37

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Informasi gen β-kasein pada sapi perah...................................................... 57

2

Informasi gen laktoferin pada sapi perah..................................................... 60

3

Metode isolasi DNA yang dimodifikasi…................................................... 62

4

Metode isolasi DNA dari sampel sel somatik susu ..................................... 62

5

Analisis kadar protein dengan metode titrasi formol (Standar
Nasional Indonesia, 1992) .......................................................................... 63

6

Analisis kadar lemak (Standar Nasional Indonesia, 1992) ........................... 64

7

Analisis berat jenis (Badan Standarisasi Nasional, 1992)............................. 64

8

Persamaan regresi antara bulan laktasi dengan parameter produksi
dan kualitas susu…. ................................................................................... 64

9

Persamaan regresi antara periode laktasi dengan parameter produksi
dan kualitas susu…. ................................................................................... 65

10 Uji sidik ragam parameter produksi dan kualitas susu berdasarkan
genotipe laktoferin pada kondisi pemeliharaan intensif ............................... 65
11 Uji sidik ragam parameter produksi dan kualitas susu berdasarkan
genotipe laktoferin pada kondisi pemeliharaan semi intensif ....................... 66
12 Uji sidik ragam parameter produksi dan kualitas susu berdasarkan
genotipe laktoferin pada gabungan dua kondisi pemeliharaan .................... 67
13 Deskripsi sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif ............................ 68

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri susu nasional sudah berjalan lebih dari dua dekade.
Produksi susu olahan nasional pada tahun 2010 mencapai 5.600 ton per hari, namun
untuk dapat berproduksi secara optimal industri pengolahan susu saat ini masih harus
mengimpor 76,55% bahan baku yang dibutuhkannya karena produksi susu segar
dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 23,45% dari permintaan nasional.
Produksi susu dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga secara bertahap dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku industri susu dalam negeri. Usaha untuk
meningkatkan produksi susu dilakukan melalui beberapa cara antara lain:
peningkatan populasi sapi perah, perbaikan manajemen pemeliharaan, perbaikan
pakan, pengendalian penyakit dan seleksi bibit unggul.
Arah seleksi ternak perah adalah untuk menghasilkan sapi-sapi dengan sifat
unggul produksi susu yang tinggi, kualitas susu yang baik dan ketahanan terhadap
penyakit. Seleksi keunggulan genetik melalui identifikasi gen yang diprediksi
berasosiasi kuat dengan kualitas susu dan ketahanan terhadap penyakit akan sangat
mendukung bagi program perbaikan genetik sapi perah domestik.
Protein merupakan komponen susu yang sangat penting dan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.

Beberapa industri

pengolahan susu saat ini mulai

menginginkan untuk memproduksi susu dengan kadar protein dan kualitas yang lebih
baik. Hal ini disebabkan perbaikan tingkat sosial masyarakat sehingga tren
permintaan konsumen atas susu berprotein tinggi dan berkualitas saat ini semakin
meningkat. Selain itu bertambahnya jumlah balita dan anak sekolah berdampak
langsung pada meningkatnya kebutuhan susu berprotein tinggi. Mengantisipasi
permintaan pasar yang berkembang lebih kearah produksi susu berkadar protein
tinggi, diperlukan sapi perah yang berkemampuan memproduksi susu dengan kadar
protein yang tinggi.
Seleksi untuk menghasilkan bibit sapi perah yang mampu memproduksi
protein susu yang tinggi menggunakan marka sekaligus gen pengontrol protein susu.
Hal ini dimungkinkan karena protein susu dikontrol oleh mayor gen kasein (sekitar

78-82%) yang terdiri atas empat lokus saling berdekatan (haplotipe) dengan runutan
genom alfa s1-kasein, beta-kasein, alfa s2-kasein dan kapa-kasein (αs1-, β-, αs2- dan
κ-kasein) dengan panjang 250 kb pada kromosom 6/BTA 6q31. Keterkaitan lokasi
yang sangat dekat antara keempat mayor gen kasein dan diwariskan lebih sebagai
klaster, menjadikan kasein potensial untuk dieksplorasi sebagai marka pembantu
seleksi sifat protein susu. Whey selain dikontrol oleh laktoferin pada kromosom 22
(22q24), juga dikontrol oleh tiga lokus lain yaitu α-laktalbumin pada kromosom 5
(5q21), β-laktoglobulin pada kromosom 11 (11q28) dan lisozim pada kromosom 5
(5q22). β-kasein merupakan salah satu jenis dari fraksi kasein yang berpengaruh
terhadap bentuk dan kestabilan butiran susu dan memiliki kontribusi sebesar 28.4%
dari total protein susu. Laktoferin merupakan salah satu fraksi whey yang merupakan
protein antimikrobia dalam susu yang berfungsi sebagai imunitas untuk melawan
berbagai macam penyakit.
Banyak studi mempertimbangkan pengaruh gen kasein dan gen whey
terhadap kualitas susu, terutama untuk kadar protein susu. Hasil menunjukan
pengaruh nyata varian genetik gen s1-, -, s2-, -kasein, -laktalbumin, laktoglobulin dan laktoferin terhadap produksi, kualitas dan komposisi susu sapi
perah. Pemeriksaan dua atau lebih gen-gen protein susu (kasein dan whey protein)
secara bersamaan bermanfaat untuk memperhitungkan pengaruh interaksi yang
mungkin terjadi antara dua atau lebih gen haplotipe. Kegiatan

penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui konsistensi genotipe gen β-kasein dan laktoferin serta
interaksi kedua gen dalam mengkontrol kadar protein, kualitas susu dan SCC pada
sapi FH laktasi pada dua kondisi pemeliharaan berbeda, yaitu intensif di stasiun bibit
sapi perah BPPT-SP Cikole dan semi intensif di peternakan rakyat di bawah binaan
KPSBU Lembang.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi polimorfisme gen β-kasein
dan laktoferin serta mengetahui konsistensi hubungan antara genotipe gen β-kasein
dan laktoferin baik secara masing-masing maupun interaksi kedua gen dengan
protein susu dan SCC pada sapi FH laktasi pada dua kondisi pemeliharaan berbeda,

yaitu intensif di stasiun bibit sapi perah BPPT-SP Cikole dan semi intensif di
peternakan rakyat di bawah binaan KPSBU Lembang.
Manfaat
Informasi yang diperoleh dari penelitian diharapkan dapat digunakan untuk
mengetahui konsistensi genotipe gen β-kasein dan laktoferin dan interaksi kedua gen
dalam mengontrol kadar protein dan SCC pada sapi FH domestik yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai informasi dasar pemanfaatan gen-gen tersebut sebagai
marka seleksi kualitas susu.

Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan penelitian mengikuti kerangka pemikiran seperti diagram alir disajikan
pada Gambar 1:

Sapi perah FH domestik di
kabupaten Lembang
Genotiping gen βkasein dan laktoferin

Fenotipik

Genotipik

Analisis hubungan genotipe
dengan kualitas susu
(protein)
Analisis hubungan genotipe
dengan SCC

Sistem
pemeliharaan
Semi
intensif

Intensif

Marka pembantu seleksi
untuk sifat protein tinggi
dan resistensi terhadap
penyakit

Sapi perah dengan produksi protein tinggi
dan resisten terhadap penyakit

Gambar 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Susu adalah sekresi kelenjar ambing dari hewan mammalia tidak ditambah
atau dikurangi suatu zat apa pun ke dalamnya dan diperoleh dari pemerahan ternak
yang sehat (Sudono, 1985). Pada umumnya susu terdiri atas tiga komponen utama,
yaitu protein, lemak dan laktosa (Schmidt et al. 1988) ditambah air, vitamin dan
mineral (Sudono, 1985).
Sekresi susu terjadi selama masa laktasi yaitu selang antara masa beranak dan
masa kering selama sepuluh bulan (Phillips 2002; Tyler dan Ensminger 1993).
Setelah melahirkan, selama lima hari pertama sapi akan menghasilkan kolostrum.
Pada awal laktasi produksi susu terus meningkat dengan cepat dan puncak produksi
akan dicapai pada hari ke 30 sampai 60 (De Ross et al. 2004). Setelah puncak
produksi dicapai selanjutnya produksi susu cenderung menurun sampai masa kering.
Kemampuan untuk mempertahankan puncak laktasi secara terus menerus dalam
waktu yang lama (persistensi) akan menyebabkan seekor sapi memiliki total
produksi yang tinggi (Phillips 2002; Tyler dan Ensminger 2006). Gambar 2
memperlihatkan variasi produksi susu selama masa laktasi dengan tingkat persistensi
yang berbeda.

Persistensi
tinggi
Persistensi
sedang
Persistensi

Gambar 2. Produksi susu selama masa laktasi dengan tingkat persistensi yang
berbeda (Tyler dan Ensminger 2006)

Sapi perah yang selama masa laktasinya mempunyai produksi susu yang
rendah, puncak produksi dicapai lebih awal dan penurunan produksinya lebih cepat
daripada sapi yang selama masa laktasinya mempunyai produksi susu yang tinggi (
Mukhtar 2006). Bertujuan untuk meningkatkan produksi susu selama laktasi, seleksi
dilakukan selain dengan memilih sapi-sapi yang mempunyai produksi susu tertinggi
juga mempunyai persistensi yang bagus (Mukhtar 2006).

Komposisi Susu
Komposisi susu terdiri atas: protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan
air. Komponen penyusun susu masing-masing individu sangat bervariasi tergantung
spesies hewan (Boland 2000, Phillips 2002, Schmidt et al. 1988). Perbedaan tersebut
dapat terjadi akibat pengaruh spesies, bangsa, kondisi kesehatan, kondisi nutrisi,
tingkat laktasi dan umur yang berbeda (Fox 2003; Fox dan Mc Sweeney 1998; Wong
et al. 1988).
Protein. Protein dalam susu terdiri atas kasein dan whey. Kasein terdiri atas
empat jenis polipeptida, yaitu αs1-, β-, αs2- dan κ-kasein (Eigel, et al. 1984; Wong
et al. 1988). Whey terdiri atas β-1aktoglobulin, α-laktalbumin, serum albumin,
glikomakropeptida dan protein antimikrobia yang berupa laktoferin, laktoperoksidase
dan lisozim (Edwards 2009; Eigel, et al. 1984; Wong et al. 1988). Kandungan
protein susu relatif tetap selama laktasi. Protein susu yang berupa kasein, β1actoglobulin dan α-laktalbumin disintesis di dalam kelenjar ambing yang dikontrol
oleh gen, sedangkan sisanya (5%) di absorbsi dari darah (Fox 1989; Fox 2003; Tyler
dan Ensminger 2006).
Lemak. Lemak terdiri atas trigliserida, asam lemak tidak jenuh, fosfolipida,
sterol, vitamin A, vitamin D, vitamin E dan vitamin K (Mac Gibbon dan Taylor
2006). Kandungan lemak dalam susu bervariasi antara 3 sampai 6%. Lemak susu
terdispersi dalam bentuk globula yang membentuk emulsi antara lemak dengan air
(Fox 2003; Mac Gibbon dan Taylor 2006). Sebagian lemak susu disintesis di dalam
kelenjar ambing, yaitu 50% berasal dari asam lemak rantai pendek (C4-C14) berupa
asetat dan beta hidroksi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi selulosa di dalam
rumen, sebagian lagi berasal dari asam lemak rantai panjang (C16-C18) dari makanan

dan cadangan lemak tubuh (Palmquist 2006; Tyler dan Ensminger 1993). Sumber
pembentukan lemak susu ada tiga yaitu glukosa, triasilgliserol dari bahan makanan
atau yang dibentuk oleh bakteri rumen dan asam lemak yang disintesis oleh kelenjar
ambing (Tyler dan Ensminger 1993).
Karbohidrat. Menurut Huppertz dan Kelly (2009), Fox (2003) dan Wong
et al. (1988) karbohidrat utama dari susu adalah laktosa yang terdapat dalam bentuk
alfa dan beta. Laktosa terlarut didalam susu sehingga mempengaruhi stabilitas titik
beku, titik didih dan tekanan osmosis dari susu. Kadar laktosa dalam susu adalah 4.85.1% (Huppertz dan Kelly 2009; Phillips 2001; Tyler dan Ensminger 1993). Kadar
laktosa relatif tetap, namun produksi laktosa meningkat sejalan dengan peningkatan
produksi susu. Fluktuasi kadar laktosa terjadi sesuai dengan dinamika produksi susu
selama laktasi (Phillips 2001).
Mineral dan vitamin. Mineral utama yang terdapat dalam susu adalah
kalsium, fosfor, potasium, magnesium dan sodium. Hanya 25% kalsium, 20%
magnesium dan 44% fosfor terdapat dalam bentuk yang tidak larut, sedangkan
mineral-mineral lainnya semuanya dalam bentuk larut. Kalsium dan magnesium
dalam bentuk yang tidak larut bersenyawa dengan kaseinat, fosfat dan sitrat. Hal
inilah yang memungkinkan air susu dapat mengandung kalsium dalam konsentrasi
yang besar serta pada saat yang sama dapat mempertahankan tekanan osmosis secara
normal dengan darah. Kemampuan bekerja sebagai bufer dari susu disebabkan oleh
adanya sitrat, fosfat, bikarbonat dan protein (Fox 2003; Walstra et al. 2006 ).
Vitamin yang terdapat dalam susu adalah vitamin A, B2 dan B12. Vitamin
dalam susu diserap dari darah secara langsung sehingga peningkatan status vitamin
dalam darah akan mempengaruhi konsentrasi vitamin dalam susu. Vitamin A terlarut
dalam lemak sehingga kadar vitamin A dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak
susu (Phillips 2001; Tyler dan Ensminger 1993).
Air. Air yang terkandung didalam susu bervariasi antara 32-89%, dengan
kandungan rata-rata 87%. Air berguna sebagai medium dispersi untuk total solid.
Naik atau turunnya bahan padat total akan mengubah persentase air (Boland 2000;
Fox 2003).
Perubahan komposisi susu selama laktasi mencerminkan perubahan kualitas
susu, keseimbangan energi dan tingkat konsumsi pakan. Pada minggu-minggu awal

laktasi, kadar lemak akan menurun secara cepat seiring peningkatan produksi susu.
Setelah minggu keempat kadar lemak akan meningkat dengan perlahan. Penurunan
kadar protein terjadi pada 12 minggu pertama laktasi, kemudian akan meningkat
sampai masa laktasi berakhir. Kadar laktosa meningkat ketika susu mulai diproduksi
menggantikan kolostrum, sepanjang masa laktasi konsentrasi laktosa dalam susu
cenderung stabil. Penurunan laktosa dalam susu terjadi pada akhir masa laktasi
ketika dilakukan pembatasan pakan. Hubungan antara konsentrasi protein, lemak dan
laktosa dalam susu selama masa laktasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Konsentras
i
(g/kg)
Laktos
Protein
Lemak

Laktasi

minggu

Gambar 3. Konsentrasi protein, lemak dan laktosa dalam susu selama masa laktasi
(Phillips 2001)

Protein Susu
Susu sapi umumnya mengandung 3.5% protein dengan pembagian sekitar
80% untuk kasein dan 20% untuk whey (Farrell et al. 2004; Roginski 2003). Kasein
didefinisikan sebagai fosfoprotein dari susu skim mentah
presipitasi oleh pengasaman pada pH 4,6 dengan suhu

yang mengalami

20oC, sedangkan whey

merupakan fraksi yang tidak mengalami presipitasi oleh pengasaman pada pH 4,6
dengan suhu 20oC (Eigel et al. 1984).

Kasein terdiri atas empat jenis polipeptida, yaitu αs1- kasein (39–46% dari
total kasein), β-kasein (25–35% dari total kasein), αs2-kasein (8–11% dari total
kasein) dan κ-kasein (8–15% dari total kasein) (Eigel et al. 1984; Roginski 2003).
Whey terdiri atas β-1aktoglobulin, α-laktalbumin, serum albumin, glikomakropeptida
dan protein antimikrobia yang berupa immunoglobulin, laktoferin, laktoperoksidase
dan lisozim (Adlerova 2009; de Wit 1998; Eigel et al. 1984; Wong et al. 1988).
Kasein merupakan protein utama dalam susu dan termasuk dalam keluarga
dari fosfoprotein yang disintesis oleh kelenjar ambing. Sintesis protein tersebut
merupakan respon dari hormon laktogenik dan disekresikan dalam bentuk butiran
(Farrell et al. 2004). Kasein dibedakan berdasarkan kecepatan perambatan pada
elektroforesis menggunakan gel poliakrilamida atau gel starch alkali yang
mengandung urea dengan atau tanpa mercaptoethanol (Eigel et al. 1984).
Kasein telah banyak diidentifikasi pada tingkat protein dan memiliki
perbedaan pada tingkat individu (Ng-Kwai-Hang 1998). Perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan susunan beberapa asam amino penyusun protein.

Perubahan

beberapa asam amino akan dapat merubah penampilan susu secara fisik dan kimia,
tapi kemungkinan ini tidak berpengaruh terhadap perbedaan jumlah protein dalam
susu (Lien et al. 1995; Ng-Kwai-Hang 1998). Karakteristik protein pada susu sapi
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik protein susu sapi
Protein

Berat Molekul
(kD)

Konsentrasi
% terhadap total
Jumlah Asam
dalam Susu (g/l)
protein
Amino
Kasein
26.0
79.5
αS1-kasein
23.6
10.0
30.6
199
αS2-kasein
25.2
2.6
8.0
207
β-kasein
24.0
9.3
28.4
209
κ-kasein
19.0
3.3
10.1
169
Whey
6.3
19.3
β-laktoglobulin
18.3
3.2
9.8
162
α-laktalbumin
14.2
1.2
3.7
123
Serum albumin
66.3
0.4
1.2
582
Imunoglobulin
25-70
0.7
2.1
Laktoferin
80.0
0.2
0.6
700
Laktoperoksidase
70.0
0.03
612
Glikomakropeptida
6.7
1.2
64
Sumber: de Wit 1998, Eigel et al. 1984, Farrell et al. 2004 dan Korhonen et al. 1995.

Whey merupakan fraksi yang terlarut pada pH 4.6. Kandungan protein utama
pada whey adalah

β-laktoglobulin, α-laktalbumin, serum albumin dan protein

antimikrobia dengan konsentrasi secara berurutan adalah 50, 20, 10 dan 20 % dari
total whey (Edwards et al. 2009). Sebagian besar protein pada whey merupakan
protein globular dengan struktur sekunder dan tersier sehingga mudah terdenaturasi
pada pemanasan dengan suhu sekitar 60°C (Madureira et al, 2007; Permyakova et al.
2000).
Sekitar 95% komponen protein susu disintesis dari asam amino dan 5%
lainnya diserap dari darah. Komponen yang diserap dari darah yaitu serum albumin
dan immunoglobulin (Edwards et al. 2009). Protein antimikrobia dalam susu berupa
immunoglobulin, laktoferin, lisozim, laktoperoksidase dan glikomakropeptida yang
merupakan komplek protein yang berfungsi sebagai imunitas untuk melawan
berbagai macam penyakit (Adlerova 2009; Connely 2001). Konsentrasi protein
antimikrobia dalam kolostrum sangat tinggi yaitu mencapai 100 g/l dan secara cepat
turun menjadi 1 g/l selama kurang dari satu minggu setelah kelahiran (Roginski
2003; Walstra dan Jenness 1984).
Gen β-Kasein
Menurut Jann et al. (2004), Mercier dan Vilolte (1993), Rijnkels (2002) dan
Rijnkels et al. (1997) β-kasein bersama keluarga gen kasein lainnya bertempat pada
lokus yang sama yaitu di kromosom 6 (6q31). Kasein terdiri atas empat lokus saling
berdekatan (haplotipe), dengan runutan genom s1-, -, s2-, dan -kasein dengan
panjang 250 pb. Jarak antara -kasein dengan s1- kasein dan s2-kasein secara
berurutan adalah 19.6 kb dan 70kb. Struktur lokus kasein pada sapi disajikan pada
Gambar 4.

Gambar 4 Struktur lokus kasein pada sapi (Rijnkels 2002).
β-kasein merupakan salah satu jenis dari fraksi kasein yang berpengaruh
terhadap bentuk dan kestabilan butiran susu. β-kasein bersama dengan κ-kasein
berperan dalam menentukan ukuran dan fungsi dari butiran susu (Ng-Kwai-Hang

1984; Yahyaoui et al. 2003). β-kasein bersifat paling hidrofobik dan mengandung
residu prolin paling banyak jika dibandingkan dengan keluarga kasein yang lainnya.
Pada suhu rendah sebagian fraksi β-kasein akan terlarut sehingga meningkatkan
viskositas susu (Eigel et al. 1984; Farrell et al. 2004; Roginski 2003).
Menurut Rijnkels et al. (1997) β-kasein

mengandung 209 asam amino

dengan berat molekul 24.000 Da. Gen β-kasein memiliki panjang 8498 pb dan terdiri
atas 9 exon dan 8 intron. Struktur gen β-kasein disajikan pada Gambar 5.
Perbandingan panjang sekuens exon dengan intron β-kasein adalah 1: 6.8. Panjang
total exon adalah 1090 pb dan panjang total intron adalah 7408 pb.
E1

Panjang
Exon 1
Exon 2
Exon 3
Exon 4
Exon 5
Exon 6
Exon 7
Exon 8
Exon 9
Panjang exon

E2

E3E4

E5E6

E7

E8

Keterangan:  untuk exon dan
untuk intron
Panjang
44 pb
Intron 1
63 pb
Intron 2
27 pb
Intron 3
27 pb
Intron 4
24 pb
Intron 5
42 pb
Intron 6
498 pb
Intron 7
42 pb
Intron 8
323 pb
1090 pb
Panjang intron

E9

1934 pb
724 pb
112 pb
1895 pb
92 pb
1320 pb
601 pb
730 pb
7408 pb

Gambar 5 Struktur gen β-kasein (disusun berdasarkan sekuens gen β-kasein nomor
akses gen bank X14711).

Keragaman Gen β-Kasein
Keragaman gen β-kasein disebabkan oleh perbedaan susunan sekuens asam
amino penyusun protein. Perbedaan susunan sekuens β-kasein terdapat pada asam
amino ke-18, 25, 35, 36, 37, 67, 72, 88, 93, 106, 117, 122, 137 dan 138.
Berdasarkan perbedaan sekuens asam aminonya terdapat 13 variasi alel β-kasein.
Seluruh alel β-kasein telah diketahui sekuens asam aminonya kecuali untuk alel A4
(Farrell et al. 2004 dan Kamiñski et al. 2007). Perbedaan sekuens asam amino pada
variasi β-kasein disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perubahan sekuens asam amino pada variasi β–kasein.
Variasi
Perubahan pada sekuens asam amino
β-kasein
18
25
35
36
A2
Ser-P
Arg
Ser-P
Glu
A1
A3
A4
B
C
Ser
D
Lys
E
Lys
F
G
H1
Cys
H2
I
Sumber: Farrell et al. 2004 dan Kamiñski et al. 2007.

37
Glu

67
Pro
His

72
Glu

88
Leu

93
Gln

106
His

117
Gln

122
Ser

137
Leu

138
Pro

Gln

Lys

His
His

Arg

His
His

Leu
Leu
Ile
Glu

Leu
Leu

Glu

57
β-kasein terdiri atas 13 alel yaitu : A1, A2, A3, A4, B, C, D, E, F, H1, H2, I,
G (Tabel 1). Alel yang umum pada bangsa sapi adalah A1, A2 dan B. Alel A1 dan
A2 paling sering ditemukan pada sapi, sedangkan alel B jarang dan Alel C langka
pada sapi (Barroso et al. 1999; Kamiñski et al. 2007; Medrano dan Sharrow 1991).
Menurut Kamiñski et al. (2007) alel A4 hanya ditemukan pada sapi asli Korea.
Frekuensi alel β-kasein pada bangsa sapi FH dari berbagai negara yang berbeda
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Variasi gen β-kasein pada bangsa sapi FH di sejumlah negara
Negara
Jumlah
Frekuensi alel beta-kasein
Referensi
ternak
B
A1
A2
USA 1
526
0.010–0.060
USA 2
6000
0.010–0.040
Hungaria
768
0.107
Jerman
229
0.026
Polandia
143
New
3761
Zealand
Norwegia
306
0.010
Denmark
223
0.030–0.080
Sumber: Kamiñski et al. 2007.

0.310–0.660
0.310–0.490
0.418
0.472
0.402
0.465

0.240–0.620
0.490–0.620
0.470
0.496
0.598
0.510

Swaissgood 1992
Eenennam et al. 1991
Baranyi et al. 1997
Ehrmann et al. 1997
Kamiñski et al. 2006a
Winkelman et al. 1997

0.400
0.550

0.490
0.390

Lien et al. 1993
Bech et al. 1990

Tabel 3 memperlihatkan bahwa frekuensi alel A2 pada sapi FH

di setiap

negara lebih tinggi jika dibandingkan dengan alel A1 dan alel B kecuali di negara
USA 1 dan Denmark. Alel C memiliki frekuensi sangat rendah jika dibandingkan
dengan alel lainnya. Frekuensi tertinggi alel A2, A1 dan B secara berurutan adalah
0.620, 0.660 dan 0.107.
Menurut Bobe et al. (1999) genotipe gen pengontrol protein susu sangat
berpengaruh terhadap komposisi protein dan parameter genetik lainnya. Varian
genetik gen β-kasein memiliki pengaruh yang nyata terhadap uji harian untuk
produksi susu dan komposisi susu pada sapi FH (Comin et al. 2009; Ng-Kwai-Hang
et al.1986). Varian genotipe β-kasein secara nyata berhubungan dengan kadar
protein, kadar lemak dan produksi susu pada sapi perah FH (Ng-Kwai-Hang et
al.1984). Menurut Miluchová (2009) alel A gen β-kasein memiliki hubungan yang
erat dengan produksi susu yang tinggi, sedangkan alel B berhubungan dengan kadar
protein dan kadar kasein yang lebih tinggi. Lebih lanjut Ng-Kwai-Hang (1998)
menyatakan bahwa alel A3 memiliki kaitan dengan produksi susu tertinggi jika
dibandingkan dengan alel yang lainnya, sedangkan Ikonen (1998) menyatakan

58
bahwa alel A2 berhubungan dengan kadar protein serta produksi susu yang tinggi
dan kadar lemak yang rendah. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Kučerová et
al. (2006) yang menyatakan bahwa genotipe A1A1 menghasilkan produksi susu
paling tinggi dan genotipe A2A3 menghasilkan kadar protein dan kadar lemak yang
tertinggi.

Gen Laktoferin
Laktoferin merupakan glikoprotein pengikat zat besi rantai tunggal anggota
kelompok gen transferin. Laktoferin terdapat dalam susu dan juga sekresi kelenjar
eksokrin lainnya seperti semen, air liur dan cairan servik. Laktoferin disintesis oleh
sel granulosit dan kelenjar epitel ambing sebagai respon terhadap infeksi seperti
mastitis (Arnould et al 2009; Brock 2002; Gifford 2005). Konsentrasi laktoferin
dalam kolostrum sangat tinggi

yaitu mencapai 100 g/l dan secara cepat turun

menjadi 1 g/l selama kurang dari satu minggu setelah kelahiran.

Konsentrasi

laktoferin pada susu sapi berkisar antara 0.02 sampai 0.35 g/l, tergantung pada
periode laktasi (Roginski 2003, Walstra dan Jenness 1984), total sel somatik,
konsentrasi lisosim dalam susu, musim dan umur ternak (Cheng et al. 2008;
Hagiwara et al. 2003).
Connely (2001) Baker dan Baker (2005) dan Molenaar et al. (1996)
menyatakan bahwa laktoferin merupakan protein multi fungsi yang berperan
membantu penyerapan zat besi di usus, pertumbuhan sel usus, melindungi dari
serangan mikroba penyebab infeksi dan sebagai sistem kekebalan tubuh. Laktoferin
mengatur proses inflamatori, respon sistem immun dan pertumbuhan sel (Baker dan
Baker 2005; Schanbacher et al. 1993, Connely 2001).
Sifat bakteriostatik laktoferin berhubungan dengan kemampuan pengikat besi
yang merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri
(Connely 2001; Kutila et al. 2003; Pan 2007; González-Chávez 2009). Sifat
bakterisidal laktoferin diduga dihasilkan oleh daerah kation pada lobus N dari
laktoferin yang menyebabkan kerusakan pada membran luar bakteri (Connely 2001;
Li et al. 2004, Pan 2007; Teng 2002). Keberadaan laktoferin di neutrofil dan
pelepasannya selama radang, memperkuat dugaan bahwa laktoferin juga berperan

59
dalam pemusnahan fagosit dan imunitas (Kutila et al. 2003; Molenaar et al. 1996;
Pan 2007).
Laktoferin memiliki berat 82.600 Da dan secara spesifik dapat mengikat dua
atom feri per molekulnya (Baker dan Baker 2005). Sekuens laktoferin yang bersifat
antimikroba pada manusia terdiri dari 18 residu asam amino yang dibentuk dari
ikatan disulfida antara residu sistein 20 dan 37 (Dionysius dan Milne 1997),
sedangkan pada sapi 19 dan 36 (Schanbacher et al. 1993; Teng 2002). Sekuens
lengkap mRNA laktoferin telah dilakukan oleh Schanbacher et al. (1993) dan
didapatkan homologi yang tinggi antara laktoferin dengan transferin. Namun terdapat
perbedaan wilayah deduksi sekuens asam amino antara laktoferin sapi dibandingkan
dengan laktoferin manusia dan transferin, hal ini menunjukkan adanya fungsi yang
berbeda di antara ketiganya.

Keterangan:  untuk exon dan
Panjang
Exon 1
81 pb
Exon 2
163 pb
Exon 3
108 pb
Exon 4
182 pb
Exon 5
147 pb
Exon 6
55 pb
Exon 7
178 pb
Exon 8
174 pb
Exon 9
154 pb
Exon 10
90 pb
Exon 11
47 pb
Exon 12
155 pb
Exon 13
141 pb
Exon 14
68 pb
Exon 15
183 pb
Exon 16
189 pb
Exon 17
224 pb
Panjang exon
2339 pb

untuk intron
Panjang
Intron 1
Intron 2
Intron 3
Intron 4
Intron 5
Intron 6
Intron 7
Intron 8
Intron 9
Intron 10
Intron 11
Intron 12
Intron 13
Intron 14
Intron 15
Intron 16
Panjang intron

32
49
292
478
941
1486
447
526
527
1092
630
12
918
495
79
60

pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb
pb

8064 pb

Gambar 6 Struktur gen laktoferin (disusun berdasarkan sekuens gen
nomor akses gen bank AB052164).
.

laktoferin

60
Gen laktoferin terletak pada kromosom 22 (22q24). Struktur gen laktoferin
terdiri atas 17 exon dan 16 intron (Seyfert et al. 1994; Seyfert et al. 1997). Total basa
pada gen laktoferin sapi adalah 13647 pb. Panjang total exon, total intron dan daerah
promotor gen laktoferin secara berurutan adalah 2339 pb, 8064 pb dan 1122 bp
(Schanbacher et al. 1993; Seyfert et al. 1994; Seyfert et al. 1997). Struktur gen
laktoferin disajikan pada Gambar 6.

Keragaman Gen Laktoferrin
Struktur gen laktoferin diidentifikasi oleh Seyfert

et al. (1994) yaitu

mempunyai 17 exon dan 16 intron dengan panjang total 13647 pasangan basa (pb).
Lee et al. (1997) melaporkan adanya polimorfisme pada gen laktof