Antifungal Properties of Methankol Extract from Bark of Litsea tomentosa Blume

SIFAT ANTIJAMUR EKSTRAK METANOL KULIT BATANG
Litsea tomentosa Blume.

NOVITRI HASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Antifungal Properties of Methankol Extract from Bark of Litsea tomentosa Blume
By:
Noviitri Hastuti, Wasrin Syafii, Philippe Geradin
ABSTRACT

The bark is a waste that produced from harvesting activity and wood
processing that have not been utilized efficiently. The bark volume is about 1020% of whole stem volume depend on stem diameter. The bark utilization also
has been grow to extract utilization for medical purpose, anti-fungi, anti-bacteria,
and insecticides. The bark powder of L.tomentosa with size 40-60 mesh as much
as 170 g was extracted using soxhlet with the methanol solvent. Rough methanol
extract was tested to the brown rot fungi Poria placenta and Gloeophyllum

trabeum. Meanwhile, Coriolus versicolor was used for white rot fungi. Anti-fungi
index of methanol extract are 66.7% for Poria placenta, 54% for Coriolus
versicolor and 100.0 % for Gloeophyllum trabeum, respectively. The concentrated
methanol extract of L. tomentosa stem bark then separated using column
chromatography. The results of LCMS and NMR analysis show that the extract
contained alcaloid compound of brucine and 17 oxulapanine
Key word : bark, anti-fungi, alcaloid, brucine, 17-oxolupanine
.

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Antijamur Ekstrak
Metanol Kulit Batang Litsea tomentosa Blume. adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013

Novitri Hastuti
NIM E251100071

RINGKASAN
NOVITRI HASTUTI. Sifat Antijamur Ekstrak Metanol Kulit Batang Litsea
tomentosa Blume. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII dan PHILIPPE
GERARDIN
Kulit batang merupakan limbah dari kegiatan pemanenan maupun
pengolahan kayu yang belum dimanfaatkan secara efisien. Volume kulit batang
berkisar 10-20% dari volume batang tergantung pada diameter batang. Meskipun
kecenderungan pemanfaatannya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
pemanfaatan kayunya, namun perhatian pemanfaatan kulit batang mulai tumbuh
ketika isu pemanfaatan biomassa hutan berkembang. Banyak studi tentang potensi
penggunaan kulit batang telah dicapai. Hasil studi tersebut menunjukkan hasil
positif dari penggunaan kulit batang sebagai bahan baku untuk menghasilkan
panas maupun bahan baku perekat. Pemanfaatan kulit batang berkembang pada
pemanfaatan ekstraknya untuk berbagai tujuan pengobatan, antijamur, antibakteri
dan insektisida.
Litsea tomentosa Blume diketahui memiliki jenis alkaloid boldin,
predisentrin, launobin dan laurolitsin pada ekstrak kayu batangnya. Keempat

alkaloid ini diketahui memiliki sifat antitumor. Kulit batang L. tomentosa sendiri
telah digunakan oleh masyarakat tradisional Kupang sebagai bahan untuk
menyembuhkan penyakit malaria. Informasi mengenai senyawa yang terkandung
pada kulit batang L.tomentosa sendiri masih belum diketahui. Untuk itu penelitian
ini dilakukan guna mendapatkan informasi senyawa yang terdapat pada kulit
batang L.tomentosa.
Serbuk kulit batang L.tomentosa ukuran 40-60 mesh sebanyak 170 g
diekstraksi menggunakan Soxhlet dengan pelarut metanol. Ekstrak kasar metanol
diujikan pada jamur pembusuk cokelat (brown rot fungi) Poria placenta dan
Gloeophyllum trabeum. Untuk jamur pembusuk putih (white rot fungi)
menggunakan Coriolus versicolor. Indeks antijamur ekstrak metanol untuk
masing-masing jamur adalah 66.7 % untuk Poria placenta , 54. untuk %,
Coriolus versicolor dan 100.0 % untuk Gloeophyllum trabeum.
Ekstrak metanol kulit batang L.tomentosa yang dipekatkan kemudian
dipisahkan menggunakan kromatografi kolom. Analisis menggunakan LCMS dan
NMR menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa alkaloid brusin dan 17oxolupanin.
Kata kunci : Kulit batang, antijamur, alkaloid, brusin, 17-oxolupanin

SUMMARY
NOVITRI HASTUTI. Antifungal Properties of Methnol Extract form Bark of

Litsea tomentosa Blume; Supervised by WASRIN SYAFII and PHILIPPE
GERARDIN
The bark is a waste that produced from harvesting activity and wood
processing that have not been utilized efficiently. The bark volume is about 1020% of whole stem volume depend on stem diameter. Even though the trend of
the utilization is still lower than the wood utilization, the attention of utilization of
stem bark has been grow since the issue of biomass utilization was developed.
There are many study shown the potency of stem bark utilization obtained. Those
study positively prove that the stem bark can be used as raw material to produce
heat and as raw material of adhesive. The bark utilization also has been grow to
extract utilization for medical purpose, anti-fungi, anti-bacteria, and insecticides.
Litsea tomentosa Blume was known have some alcaloids in the stem bark,
they are : boldin, predisentrin, launobin, and laurolitsin. Those alcaloids known as
anti-tumor agent. The bark of L. tomentosa have been utilized by traditional
society in Kupang as medicine for malaria medication. The information about the
compound contained in L. tomentosa stem bark is still unknown. For that reason,
this research objective is to get the information about the compound contained in
L. tomentosa stem bark.
The bark powder of L.tomentosa with size 40-60 mesh as much as 170 g
was extracted using soxhlet with the methanol solvent. Rough methanol extract
was tested to the brown rot fungi Poria placenta and Gloeophyllum trabeum.

Meanwhile, Coriolus versicolor was used for white rot fungi. Anti-fungi index of
methanol extract are 66.7% for Poria placenta, 54% for Coriolus versicolor and
100.0 % for Gloeophyllum trabeum, respectively.
The concentrated methanol extract of L. tomentosa stem bark then
separated using column chromatography. The results of LCMS and NMR analysis
show that the extract contained alcaloid compound of brucine and 17 oxulapanine.

Key word : bark, anti-fungi, alcaloid, brucine, 17-oxolupanine
.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Rita Kartikasari, M.Si.

i

SIFAT ANTIJAMUR EKSTRAK METANOL KULIT
BATANG Litsea tomentosa Blume

NOVITRI HASTUTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Tesis : Sifat Antijamur Ekstrak Metanol Kulit Batang Litsea tomentosa

Blume
Nama
: Novitri Hastuti
NIM
: E251100071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafi’i, M. Agr
Ketua

Dr. Philippe Gerardin
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Hutan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan M. Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian:
29 Oktober 2012

Tanggal Lulus:

iii
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis.
Objek penelitian yang dipilih penulis adalah sifat antijamur ekstrak metanol kulit
batang Litsea tomentosa Blume. Hal ini didorong oleh informasi yang diperoleh di
tempat pengambilan sampel tanaman yang menyebutkan tanaman banyak
dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing di Indonesia yaitu

Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii, MSc., atas kesediaanya memberikan pengarahan
melalui lisan maupun tulisan. Di samping itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih pula kepada Kadep Departemen Teknologi Hasil Hutan (DHH), Prof. Dr. Ir.
Wayan Darmawan yang banyak membantu penulis untuk mendapatkan
kesempatan program master gelar ganda di IPB. Penghargaan yang juga ingin
penulis sampaikan kepada suami tercinta Imam Budiman, S.Hut, MA, ME atas
dukungan penuhnya selama studi, kepada Ibu tercinta dan keluarga besar alm.
Sutiyono atas doa dan kasihnya, serta sahabat penulis dan rekan-rekan mahasiswa
S2 maupun S3 DHH yang banyak memberikan inspirasi dan masukan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013

Novitri Hastuti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 30 November 1983 dari ayah
bernama Sutiyono (alm) dan ibu bernama Endang Susilowati. Penulis merupakan
putri bungsu dari 3 (tiga) bersaudara.
Pada tahun 2001 penulis diterima menjadi mahasiswi di Fakultas

Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Pada tahun 2007 penulis
menikah dengan kakak seniornya di fakultas yang bernama Imam Budiman.
Tahun 2008 penulis dikaruniai seorang putri yang bernama Syahida Azka Auliya.
Pada tahun yang sama pula penulis memulai karirnya sebagai pegawai negeri sipil
di Pusat Litbang Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.
Pada tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi
S2 di Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Kesempatan ini diperoleh setelah penulis menjadi salah satu penerima
Beasiswa Unggulan (BU) dari Biro Kerjasama Luar Negeri, Kementerian
Pendidikan Nasional, program double degree Indonesia-Perancis. Sejak
September 2011 hingga Juli 2012 penulis menyelesaikan studi dan penelitiannya
di LERMAB, Université de Lorraine, Nancy, Perancis. Penulis melakukan
penelitian pada bidang kimia hasil hutan, khususnya mengenai bioaktivitas
ekstrak kulit batang Litsea tomentosa Blume.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... iv
PENDAHULUAN

Latar Belakang ...................................................................................
Perumusan Masalah ...........................................................................
Hipotesis .............................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................

1
3
3
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Kulit Batang ........................................................................................
Zat Ekstraktif ......................................................................................
Alkaloid ..............................................................................................
Litsea tomentosa Blume ....................................................................
Pemanfaatan Kulit Batang ..................................................................
Jamur ...............................................................................................

5
5
6
8
9
10
11

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................
Bahan dan Alat....................................................................................
Bahan..............................................................................................
Alat.................................................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................
Ekstraksi Pendahuluan ................................................................
Ekstraksi Menggunakan Metanol ................................................
Penetapan Kadar Air .....................................................................
Analisis Infra Merah (FTIR) .........................................................
Analisis GCMS ..............................................................................
Analisis LCMS...............................................................................
Analisis NMR ................................................................................
Analisis sakarida ............................................................................
Kromatografi Kolom .....................................................................
Kromatografi Lapis Tipis ..............................................................
Uji Bioaktifitas Ekstrak .................................................................

13
13
13
13
14
14
14
15
15
16
16
17
18
18
18
19
19

HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................
Ekstraksi Pendahuluan ........................................................................
Karakterisasi Infra Merah (FTIR)..................................................
Karakterisasi GCMS ......................................................................
Karakterisasi LCMS ......................................................................
Optimisasi Proses ................................................................................
Karakterisasi menggunakan LCMS ...............................................

21
21
22
26
28
30
30

i

Karakterisasi menggunakan NMR ................................................
Analisis Sakarida (Gula) .....................................................................
Uji Bioaktivitas Ekstrak Metanol .......................................................
Kromatografi Kolom ..........................................................................
Fraksi 1 ..........................................................................................
Fraksi 2 ..........................................................................................
Fraksi 3 ..........................................................................................
Fraksi 4 ..........................................................................................

32
33
34
38
38
39
41
41

SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 43
Simpulan.............................................................................................. 43
Saran.................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA

45

ii

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Persentasi ekstrak pada ekstraksi pendahuluan ............................... .............. 21
2. Karakteristik senyawa hasil ekstraksi dari berbagai macam pelarut.............. 21
3. Identifikasi ekstrak aseton dengan GCMS ..................................... .............. 27
4. Karakterisasi NMR (1H) ekstrak metanol ....................................... .............. 33
5. Jenis dan kadar sakarida pada ekstrak metanol ............................... .............. 34
6. Rataan pertumbuhan diameter mycelium jamur setelah 7 hari inkubasi........ 36

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Struktur anatomi kulit batang pohon ................................................ 6

2.

Batang pohon (kiri) dan kulit batang Litsea tomentosa Blume
(kanan) .............................................................................................. 10

3.

Jenis alkaloid yang teridentifikasi pada kayu teras Litsea
tomentosa Blume .............................................................................. 10

4.

Struktur molekul litsomentol ............................................................ 10

5.

Peta lokasi pengambilan bahan (A) dan proses pengambilan kulit
batang Litsea tomentosa Blume (B) ................................................. 13

6.

Skema ekstraksi suksesif .................................................................. 15

7.

Skema metode kerja penelitian ........................................................

8.

Spektrum FTIR ekstrak diklorometan .............................................. 22

20

9. Spektrum FTIR ekstrak aseton .......................................................... 23
10. Spektrum FTIR ekstrak toluen-etanol .............................................. 24
11. Spektrum FTIR ekstrak air destilasi ................................................. 24
12. Kromatogram ekstrak aseton ; (B) Kromatogram diperbesar pada
waktu retensi 35.97 menit; (C) Spektrometri massa eksperimental
pada 35.97 menit; (D) Spektrometri massa brusin pada database
GCMS ............................................................................................... 26
13. Kromatogram ekstrak toluen-etanol (2:1) ......................................... 28
14. (A) Kromatogram ion total ekstrak aseton; (B) Kromatogram pada
berat molekul 395 (m/z ); (C) Spektrometri massa eksperimental
........................................................................................................... 28
15. (A) Kromatogram pada 335 (m/z); (B) Spektrometri massa
eksperimental ................................................................................... 29
16. (A)

Kromatogram

Kromatogram

ion total

ekstrak toluen-etanol;

(B)

pada m/z 395; (C) Kromatogram pada m/z

335..................................................................................................... 30
17. (A) Kromatogram ion total ekstrak metanol; (B) kromatogram
pada

m/z

395;

(C)

kromatogram

pada

m/z

335

..........................................................................................................

iv

31

18. Struktur molekul brusin dan (B) Struktur molekul striknin ............. 31
19. Spektrum NMR (1H) ekstrak metanol dan brusin standar ..............

32

20. Struktur molekul brusin ...................................................................

33

21. Pengujian bioaktivitas ekstrak pada jamur Poria placenta : (1)
Kontrol (2) ditambahkan MeOH (3) ditambahkan ekstrak ............ 35
22. Pengujian bioaktivitas ekstrak pada jamur Coriolus versicolor: (1)
Kontrol (2) ditambahkan MeOH (3) ditambahkan ekstrak ............. 35
23. Pengujian bioaktivitas ekstrak pada jamur Gloeophyllum trabeum:
(1) Kontrol

(2) ditambahkan MeOH; (3) ditambahkan

ekstrak............................................................................................... 35
24. Diagram batang nilai indeks antijamur ekstrak metanol .................. 37
25. (A) Kromatogram ion total fraksi 2; (B) Kromatogram pada m/z
395; (C) Kromatogram pada m/z 263...............................................

39

26. Spektrometri massa fraksi 2 pada waktu retensi 10.76 menit mode
positif (atas) dan spektrometri massa pada mode negatif (bawah)
..........................................................................................................

40

27. Spektrum NMR (1H) fraksi 2 .........................................................

40

28. Struktur molekul 17-oxolupanine ....................................................

41

29. Kromatogram pada m/z 395 (atas) dan spektrometri massa
eksperimental (bawah) ..................................................................... 42

v

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kulit batang merupakan limbah dari kegiatan pemanenan maupun
pengolahan kayu yang belum dimanfaatkan secara efisien. Volume kulit batang
berkisar 10-20 % dari volume batang tergantung pada diameter batang. Meskipun
kecenderungan pemanfaatannya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
pemanfaatan kayunya, namun perhatian pemanfaatan kulit batang mulai tumbuh
ketika isu pemanfaatan biomassa hutan berkembang. Saat ini kulit batang pohon
banyak digunakan di industri perkayuan untuk menghasilkan panas dan
memberikan manfaat seperti sumber daya listrik. Kulit batang diketahui
mengandung ekstraktif maupun mineral yang relatif tinggi. Kulit batang yang
sering dianggap sebagai limbah itu, kini mulai diperhatikan untuk diolah dan
dimanfaatkan dengan adanya studi dan teknologi yang mendukung pengembangan
metode untuk memanfaatkan kulit batang sehingga memiliki nilai ekonomi.
Banyak studi tentang potensi penggunaan kulit batang telah dicapai. Hasil
studi tersebut menunjukkan hasil positif dari penggunaan kulit batang sebagai
bahan baku untuk menghasilkan panas maupun bahan baku perekat. Sebagai
contoh, kecenderungan pemanfataan tanin yang diekstrak dari kulit batang Acacia
mangium sebagai perekat. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan angka
rata-rata kadar ekstrak kulit akasia berdasarkan berat kering oven serbuk adalah
10.44%, dan rata-rata kadar tanin adalah 78.64% (berdasarkan berat ekstrak)
(Risnasari, 2002). Hampir semua jenis tumbuhan mengandung tanin. Namun
hanya beberapa jenis tumbuhan yang memiliki kandungan tanin yang dominan
pada kulit batangnya seperti : kulit Acacia sp, kulit pohon bakau, kulit pasang,
kulit mahoni dan kulit sengon (Prayitno dalam Syafii, 2000). Berdasarkan kelas
komponen kimia kayu Indonesia kandungan zat ekstraktif kulit Acacia sp.
termasuk dalam kelas komponen tinggi. Ekstrak tanin dari kulit Acacia mangium
ini juga diketahui memiliki sifat inhibitor korosi logam (Lestari et al., 2011).
Hasil studi lainnya menunjukkan bahwa ekstrak tanin yang diperoleh dari kulit
batang kayu bakau diketahui mampu menggantikan gugus fenol dari resin fenol
formaldehida (Danarto et al., 2011).

2

Pemanfaatan kulit batang berkembang pada pemanfaatan ekstraknya untuk
berbagai tujuan pengobatan, antijamur, antibakteri dan insektisida. Pemanfataan
kulit batang sebagai bahan obat umumnya diperoleh dari tradisi lokal masyarakat
maupun warisan leluhur yang diajarkan secara turun temurun. Tingginya harga
obat serta adanya efek samping bahan kimia dari obat sintetis yang beredar di
pasaran, turut mendukung pengembangan obat tradisional yang memanfaatkan
kulit batang pohon. Ekstrak kulit batang salam diketahui memiliki sifat antidiare.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis ekstrak kulit batang salam sebesar 80
mg/kg berat badan memiliki efek antidiare yang kuat (Enda, 2009). Hasil studi
lainnya menunjukkan ekstrak kulit batang Garcinia smeathmannii Oliver
memiliki sifat anti mikroba. Pengujian terhadap 13 jenis bakteri gram negatif, 7
jenis bakteri gram positif serta 3 jenis jamur yang berbeda menunjukkan adanya
sifat inhibit (penghambat) terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur.(Kuete et al.,
2007). Pemanfaatan ekstrak kayu maupun kulit batang pun berkembang sebagai
bahan pengawet alami kayu. Hal ini didukung oleh hasil studi yang menunjukkan
bahwa beberapa ekstrak kulit batang memiliki sifat antijamur. Tingginya resiko
serangan jamur pembusuk kayu seperti brown rot fungi (jamur pembusuk cokelat)
dan white rot fungi (jamur pembusuk putih) di Indonesia, mendorong
pemanfataan bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet.
Pengawet sintetis yang tersedia sekarang ini memiliki beberapa kelemahan antara
lain: resiko yang berbahaya bagi kesehatan akibat kandungan bahan kimia serta
harga pengawet sintetis yang cenderung mahal. Ekstrak metanol kayu teras
Juniperus virginiana diketahui memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur
Trametes versicolor dan Gloeophyllum trabeum pada konsentrasi 2.5 mg/mL
(Mun dan Prewitt, 2011). Ekstrak kulit batang Laban (Vitex pubescens Vahl.)
juga mampu menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans namun tidak
menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger. Hasil studi lain menunjukkan
ekstrak kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.) memiliki sifat
antibakteri dengan adanya aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan
Bacillus subtilis ATCC 6633. Volume kulit batang yang melimpah pada proses
pengolahan kayu dan sering dianggap sebagai limbah kini mulai diperhitungkan

3

secara ekonomis, mengingat hasil studi yang menunjukkan potensi pemanfaatan
ekstrak kulit batang.
Kulit batang Litsea tomentosa Blume diketahui digunakan oleh masyarakat
lokal di Kupang, Nusa Tenggara Timur sebagai bahan obat penyembuh luka
maupun antimalaria. Penelitian kandungan bahan aktif pada jenis ini telah
dilakukan pada kayu batangnya. Ekstrak kayu batang L.tomentosa diketahui
mengandung 4 jenis alkaloid yaitu : boldin, predisentrin, laurolitsin dan launobin.
Keempat alkaloid ini diketahui memiliki sifat antitumor (Novianti et al., 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk mendukung penelitian sebelumnya mengenai
ekstrak kayu batang L. tomentosa. Eksplorasi senyawa yang terdapat pada ekstrak
kulit batang L.tomentosa dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa yang terdapat
didalam ekstrak. Identifikasi jenis senyawa yang terdapat pada ekstrak kulit
batang diperlukan untuk mengetahui macam senyawa yang terkandung
didalamnya. Untuk menguji bioaktifitas ekstrak, perlu dilakukan uji antijamur
terhadap ekstrak kulit batang.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak kulit batang L. tomentosa memiliki sifat antijamur?
2. Senyawa apakah yang terdapat pada ekstrak kulit batang Litsea tomentosa
Blume?
3. Bagaimanakah karakteristik senyawa yang terdapat dalam ekstrak tersebut?

Hipotesis
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa jenis yang berasal dari famili
Lauraceae dikenal memiliki kandungan alkaloid. Salah satu anggota famili
Lauraceae yaitu L. tomentosa telah diteliti kandungan ekstrak kayu batangnya
dan ditemukan 4 jenis alkaloid didalamnya. Berdasarkan hal tersebut diduga
ekstrak kulit batang L. tomentosa mengandung alkaloid.

4

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain :
1. Menguji aktivitas antijamur ekstrak kulit batang L. tomentosa.
2. Mengkarakterisasi senyawa yang terdapat pada ekstrak kulit batang L.
tomentosa.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai sifat bioaktivitas dari ekstrak kulit batang L. tomentosa sehingga
diperoleh data ilmiah yang lebih lengkap mengenai senyawa yang terkandung di
dalam ekstrak kulit batang L.tomentosa.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada uji bioaktivitas ekstrak kulit batang L. tomentosa
dan eksplorasi senyawa yang terkandung di dalam ekstrak tersebut.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Kulit Batang
Secara umum kulit batang dapat diklasifikasikan menjadi kulit luar (outer
bark) dan kulit dalam (inner bark). Kulit luar berfungsi sebagai pelindung pohon
dari kondisi di luar. Kulit luar ini dapat mencegah kelembaban disaat hujan dan
membantu pohon untuk tidak kehilangan kelembabannya di saat kekeringan.
Bagian ini diperbaharui secara terus menerus dari dalam dan merupakan bagian
yang tahan terhadap dingin dan panas serta melindungi pohon dari serangan
serangga. Kulit dalam merupakan bagian kulit yang hidup namun kemudian mati
untuk menjadi jaringan gabus yang akan membentuk kulit luar yang protektif.
Kulit batang merupakan bagian terluar dari kayu maupun cabang. Secara
anatomi kulit batang merupakan jaringan tumbuhan yang berada diluar kambium.
Pembentukan kulit diawali oleh pertumbuhan sel kambium. Pertumbuhan sel ini
kearah interior membentuk xylem (jaringan kayu) dan phloem, sedangkan ke arah
eksterior membentuk jaringan primer kulit kayu. Struktur kulit kayu menjadi lebih
rumit dengan adanya dua lapisan kambial yang sering disebut kambium gabus
atau phellogen. Phloem yang dihasilkan oleh kambium vaskuler hanya menyusun
bagian dalam lapisan kulit, sedangkan lapisan kulit luar yang cenderung kasar
merupakan hasil kegiatan kambium kedua yang dikenal dengan phellogen
(felogen), yang terbentuk sesudah dan di bagian luar kambium vaskuler sejati
(Haygreen dan Bowyer, 1982). Jaringan gabus (cork) yang lebih dikenal dengan
istilah periderm berkontribusi pada pembentukan jaringan luar kulit kayu (outer
bark). Jaringan tambahan lainnya yang dapat dijumpai pada kulit kayu antara lain
jaringan sklerenkim yang mengalami lignifikasi serta jaringan parenkim ( Harkin
dan Rowe, 1971).

6

Sumber : www.google.co.id

Gambar 1. Struktur anatomi kulit batang pohon

Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) kelompok (Sjostrom, 1993):
1.

Senyawa terpena dan terpenoid, didalamnya termasuk terpentin yang terdiri
dari monoterpenoid dan seskuiterpenoid yang mudah menguap, resin dan
campuran asam-asam resin. Terpentin telah digunakan secara tradisional
sebagai pelarut pernis dan cat dan digunakan untuk berbagai tujuan seperti
pembuatan perekat.

2.

Senyawa lilin dan lemak. Kelompok ini terdiri atas senyawa ester alkohol
alifatik campuran, dan asam lemak. Senyawa lilin dan steroid dapat
digunakan sebagai pengikat atau pengganti lilin karbon. Suberin dan steroid
juga digolongkan pada kelompok lilin dan steroid.

3.

Senyawa fenol, didalamnya terdiri dari senyawa monomer, oligo maupun
polimer fenol yang dapat ditemui pada kayu teras, kulit, daun, buah dan akar
dalam jumlah yang cukup besar. Penyusun senyawa fenol yang penting
adalah kelompok flavonoid. Senyawa fenol ada yang berasal dari asam
shikimat atau jalur shikimat dan senyawa fenol yang berasal dari jalur asetatmalonat.

Ekstraktif dapat dikeluarkan menggunakan berbagai macam pelarut polar
dan non polar, seperti kloroform, aseton dan air. Secara umum zat ekstraktif
mampu larut dalam pelarut netral. Kandungan dan jumlah zat ekstraktif pada
setiap jenis pohon dapat berbeda-beda. Hal ini karena kandungan maupun jumlah
zat ekstraktif dipengaruhi oleh faktor biofisik tempat tumbuh pohon sendiri.

7

Faktor biofisik yang dimaksud seperti : iklim, kesuburan tanah, serta curah hujan.
Zat ekstraktif dapat bervariasi jumlahnya didalam pohon itu sendiri maupun antar
spesies. Kandungan zat ekstraktif antara kayu teras dan kayu gubal berbeda.
Sebagai contoh

kandungan zat ekstraktif pada kayu Pinus banksiana yang

menunjukkan kandungan zat ekstraktif pada kayu teras lebih tinggi dibandingkan
kayu gubal. Zat ekstraktif merupakan substansi organik yang terbentuk saat
terjadinya perubahan kayu gubal menjadi kayu teras. Oleh karena itu pada
umumnya kayu teras memiliki keawetan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kayu gubal (Pandit dan Ramdan, 2000). Meskipun jmlah zat ekstraktif
tergolong kecil pada struktur kayu dan merupakan komponen tambahan pada
dinding sel kayu, namun keberadaan zat ekstraktif sering kali menjadi faktor
penentu dalam hal keawetan kayu dan teknik pengolahan kayu. Kandungan zat
ekstraktif dapat berubah selama pengeringan kayu terutama senyawa tak jenuh,
lemak dan asam lemak terdegradasi. Ekstraktif juga sangat berpengaruh pada
produksi pulp. Kandungan ekstraktif pada kayu segar dapat menyebabkan noda
kuning/penguningan pulp. Ekstraktif juga mempengaruhi kekuatan pulp,
perekatan dan pengerjaan akhir kayu.
Studi mengenai potensi zat ekstraktif dilakukan dalam berbagai aspek. Studi
yang dilakukan antara lain penelitian mengenai potensi senyawa bioaktif dari
ekstrak akar, kulit batang maupun daun yang dapat digunakan sebagai bahan obat,
kosmetika maupun bahan pengawet. Studi alkaloid sebagai bahan obat contohnya
seperti potensi senyawa alkaloid dari Albertisia papuana Becc. yang memiliki
sifat anti plasmodium secara in vitro sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat
malaria (Lusiana, 2009). Studi lainnya meneliti bioaktivitas zat ekstraktif kayu
manggis (Garcinia mangostana

L)

terhadap rayap tanah

Captotermes

curvignathus Holmgren (Syahidah, 2008). Ekstrak organik pada kayu teras
Juniperus virginiana diketahui memiliki sifat inhibitor terhadap pertumbuhan
jamur pembusuk kayu seperti Trametes versicolor dan Gloeophyllum trabeum
(Mun dan Prewitt, 2011).

8

Alkaloid
Alkaloid awalnya terbentuk dari kata alkali yang berarti basa dan oid yang
berarti menyerupai. Alkaloid dapat diartikan sebagai senyawa yang menyerupai
basa (Fessenden dan Fessenden, 1997). Alkaloid merupakan molekul organik
yang sedikitnya memiliki 1 atom nitrogen dan memiliki struktur cincin
heterosiklik. Adanya gugus tambahan pada struktur alkaloid seperti gugus metil
radikal memberikan sifat yang unik pada alkaloid. Pada tumbuhan liar alkaloid
umumnya bersifat toksik (racun). Alkaloid cenderung mudah untuk diekstrak
menggunakan pelarut organik seperti metanol, kloroform, dietil-eter. Alkaloid
yang terlarut dapat diidentifikasi menggunakan metode instrumental standar
seperti kromatografi gas (GC), kombinasi kromatografi gas dengan spektrometri
massa (GCMS)

atau menggunakan LCMS dan HPLC. Alkaloid umumnya

memiliki pengaruh biologis pada tubuh maupun pikiran manusia, karena dapat
bertindak seperti narkotika, stimulan dan menyebabkan halusinasi. Oleh sebab itu
alkaloid pada tumbuhan banyak dieksploitasi secara luas sebagai bahan obat
maupun bahan psiko-aktif. Alkaloid termasuk salah satu senyawa yang relatif
kecil pada kelompok senyawa organik. Berat atomnya berkisar antara 100 hingga
300. Alkaloid memiliki rasa yang pahit sebagai bentuk evolusi pada tumbuhan
vaskular maupun jamur sebagai bentuk mekanisme pertahanan biologis.
Salah satu jenis alkaloid yang telah digunakan sejak dahulu dan berkembang
hingga saat ini adalah alkaloid jenis kafein; Jenis alkaloid ini dapat dengan mudah
ditemukan pada Caffea arabica dan Theobroma cacao ( Rafferty, 2007).
Qiu et al. (2008) melaporkan bahwa jenis alkaloid brusin dan striknin sering
digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional untuk mengobati penyakit sistem
saraf pusat dan nyeri arthritis traumatis. Brusin dan striknin dikenal bersifat racun
dan membunuh dan terkandung di dalam biji Strychnos nux-vomica L. Reaksi
asam-basa menyebabkan brusin terprotonisasi di atom N(2). Brusin bersama
senyawa induk striknin sering digunakan secara bersama-sama dalam pemisahan
asam rasemik. Brusin memiliki rumus molekul C23H26N2O4. Titik leleh brusin
adalah 178ºC dan titik didihnya adalah 470ºC. Brucine kurang larut dalam air,
tetapi larut dengan baik dalam alkohol. Brucine merupakan alkaloid yang paling

9

umum digunakan dalam resolusi asam optik aktif. Oleh karena itu, brusin dapat
dimurnikan dan digunakan berulang.

Litsea tomentosa Blume.
L. tomentosa merupakan anggota famili Lauraceae. Jenis ini banyak tersebar
di Peninsular Malaysia, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Papua New
Guini serta Myanmar. Di Indonesia jenis ini dikenal dengan nama huru meuhmal,
huru dapung, huru leksa, wuru lutung (Lemmens et al.1995). Di Provinsi Nusa
Tenggara Timur jenis ini dikenal dengan nama lokal kayu ular. Masyarakat NTT
Litsea tomentosa Blume memiliki berat jenis 0.57. Jenis ini digolongkan pada
kelas awet III dan kelas kuat III-II (Oey, 1990). Kayunya dapat digunakan sebagai
medang atau rangka untuk konstruksi rumah.
Secara lengkap klasifikasi Litsea tomentosa Blume sebagai berikut :
Klasifikasi
Divisi

:

Magnoliophyta

Kelas

:

Magnoliopsida

Bangsa

:

Laurales

Famili

:

Lauraceae

Marga

:

Litsea

Sinonim

:

Litsea cuneata, Litsea membranacea Elmer,
Litsea grandifolia Teschner

Deskripsi
Ketinggian pohon dapat mencapai 27 m. Diameter batang dapat mencapai
50 cm. Permukaan kulit batang halus dan berwarna cokelat. Kulit batang bagian
dalam (inner bark) berwarna cokelat-orange. Daunnya tersusun secara spiral dan
buahnya berbentuk elips. Jenis ini termasuk jenis yang jarang dijumpai namun
terdistribusi di dataran rendah hingga hutan pegunungan dengan ketinggian 1500
m dpl. Kerapatan kayunya mencapai 700-750 kg/m3 pada kadar air 15%
(Lemmens et al.,1995).

10

Gambar 2. Batang pohon (kiri) dan kulit batang L. tomentosa (kanan)
Novianti et al. (2006) telah mengidentifikasi 4 jenis senyawa alkaloid dari
kayu teras L. tomentosa. Adapun keempat jenis alkaloid tersebut adalah boldin,
predisentrin, laurolitsin, dan launobin.
HO

HO

H 3C

H 3C

N
O

CH3

HO
N

O

CH3

H 3C

O
H 2C

N
O

H

N

O

H

HO
H 3C

H 3C

H 3C

O

O

O

O

OH

boldin

H 3C

predisentrin

OH

H 3C

O

laurolitsin

launobin

Gambar 3. Jenis alkaloid yang teridentifikasi pada kayu teras L.tomentosa
Govindachari (1971) berhasil mengisolasi jenis terpenoid tetrasiklik pada
kayu L. tomentosa dengan nama litsomentol. Litsomentol merupakan triterpenoid
tetrasiklik jenis baru dengan rumus molekul C30H52O2.

Gambar 4. Struktur molekul litsomentol

Pemanfaatan Kulit Batang
Kulit batang sering menjadi masalah dalam proses pemanenan kayu. Kulit
batang hasil dari pengulitan kayu menjadi limbah pemanenan yang sering muncul
dibeberapa lokasi penebangan. Untuk mendukung pemanfaatan batang pohon
secara menyeluruh, maka berkembang pemanfataan kulit batang. Kulit batang saat

11

ini banyak digunakan sebagai sumber energi karena kalor yang dihasilkan. Selain
itu pada sektor pertanian kulit batang banyak digunakan sebagai pupuk atau
penambah unsur hara. Kandungan bahan kimia aktif pada kulit batang seperti
jenis alkaloid dan terpenoid, memmungkinkan pengembangan pemanfaatan kulit
batang bagi industri farmasi. Kandungan tanin yang tinggi pada kulit batang
menyebabkan banyak ekstraksi tanin dilakukan untuk digunakan pada industri
penyamakan kulit (Duret et al., 2009). Beberapa studi yang menunjukkan sifat
anti rayap dan anti jamur dari ekstrak kulit batang memungkinkan pemanfaatan
kulit batang sebagai bahan pengawet alami untuk kayu.

Jamur
Istilah "jamur" (mushroom)

berasal dari bahasa Yunani yaitu mykes.

Berawal dari kata mykes itulah berkembang istilah mycology yang berasal dari
kata mykes yang artinya jamur dan logos yang berarti ilmu. Istilah lainnya yaitu
fungus dalam bahasa Yunani juga merujuk kepada jamur. Fungus yang berarti
tumbuh dengan subur, kemudian menjadi nama kingdom tumbuhan yaitu Fungi.
Seorang botanis Italia bernama Pier Antonio Micheli, pada tahun 1729
memasukkan hasil penelitiannya mengenai jamur dan dipublikasikan pada Nova
Plantarum Genera. Berbeda dengan tumbuhan lainnya yang bersifat autotrof,
jamur merupakan organisme heterotrof. Secara tradisional, jamur merupakan
organisme eukariotik yang mampu menghasilkan spora dan memiliki hifa
(Alexopoulus et al., 1996). Diperkirakan diseluruh dunia terdapat 1.5 juta spesies
yang termasuk di dalam kingdom Fungi, namun baru sekitar 69.000 spesies yang
berhasil dideskripsikan (Hawksworth, 1991 dalam Alexopoulus,1996).
Jamur tidak memiliki klorofil. Jamur memiliki dinding sel, namun tidak
memiliki akar, batang maupun daun seperti tumbuhan tingkat tinggi. Jamur terdiri
dari filamen (benang) halus yang disebut dengan hifa. Hifa inilah yang bergabung
membentuk mycelium sebagai tubuh jamur. Jika diamati dibawah mikroskop
terdapat tipe hifa yang dibatasi oleh sekat. Tipe hifa seperti ini disebut dengan
septate. Untuk hifa yang tidak bersekat disebut dengan hifa aseptate atau
nonseptate. Setiap fragmen dari bagian jamur mampu tumbuh sebagai individu
baru. Jamur memiliki kemampuan menggunakan segala macam sumber karbon

12

sebagai bahan makanan. Jamur ada yang digolongkan sebagai saprofit dan parasit.
Saprofit mendapatkan makanan dari bahan organik yang telah mati. Parasit
mampu hidup pada material organik yang hidup ataupun mati. Parasit dapat
merugikan ataupun mematikan inang tempat jamur tersebut tumbuh. Disamping
sebagai sumber makanan, jamur juga dapat menyerang berbagai produk yang
digunakan oleh manusia. Bahkan jamur dapat menjadi sumber penyakit bagi
manusia.

Salah

satu

kerugian

yang

disebabkan

oleh

jamur

adalah

pembusukan/pelapukan kayu. Jamur pelapuk kayu dapat menyebabkan perubahan
sifat fisik dan sifat kimia kayu. Jamur ini merombak polimer kayu menjadi
senyawa sederhana yang dijadikan sebagai sumber makanan untuk bertahan
hidup. Proses perombakan dilakukan secara biokimia dengan bantuan enzim (Arif
et al., 2008).
Spesies jamur yang terkenal sebagai jamur pelapuk kayu antara lain :
Chaetomium globosum, Coriolus versicolor, Dacryopinax spathularia, Lentinus
lepideus, Phanerochaete chrysosporium, Phlebia brevispora, Polyporus sp., Poria
placenta, Pycnoporus sanguineus, Schizophyllum commune, Trametes sp.,
Tyromyces palustris, Gloeophyllum trabeum. Terdapat dua macam tipe pelapukan
kayu oleh jamur yaitu : white rot fungi (busuk putih) dan brown rot fungi (busuk
cokelat). Jamur busuk putih umumnya mampu mendegradasi komponen dinding
sel seperti lignin, hemiselulosa dan selulosa. Sebagai contoh Poria medulla-panis
akan mendelignifikasi substrat pada kayu keras secara selektif, namun mampu
mendegradasi seluruh komponen dinding sel pada jenis konifer. Terdapat 3 kelas
enzim selulolitik yang teridentifikasi pada jamur busuk putih yaitu : (1) enzim
hidrolitik

seperti glukanase dan glikosidase; (2) enzim oksidatif; (3) enzim

oksidoreduktif.
Pada jamur busuk cokelat, kayu yang diserang akan berwarna cokelat dan
meninggalkan bekas kubik yang rapuh. Pada busuk cokelat hanya sedikit lignin
yang termodifikasi. Serangan jamur busuk cokelat cenderung mendepolimerisasi
polisakarida pada dinding sel, seperti selulosa dan hemiselulosa.

13

13

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama 5 bulan terhitung sejak Februari hingga Juni
2012 di LERMAB (Laboratoire d'Etudes et de Recherche sur Le Matériau Bois) ,
Université de Lorraine, Nancy, Perancis.

Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang pohon Litsea
tomentosa Blume di kawasan Taman Wisata Alam Camplong, 45 km sebelah
barat laut Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kulit batang diambil dari pohon
yang berusia antara 10-15 tahun.

(A)

(B)

Gambar 5. (A) Peta lokasi pengambilan bahan dan (B) proses pengambilan kulit
batang L.tomentosa
Kulit batang selanjutnya digiling untuk dijadikan serbuk dan disaring untuk
mendapatkan ukuran serbuk yang sesuai. Kulit batang yang sudah menjadi serbuk
disaring menggunakan penapis ukuran 60 mesh, 40 mesh dan 40-60 mesh. Serbuk
yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk yang lolos saring pada ukuran
saringan 40-60 mesh.

14

Bahan kimia yang digunakan untuk penelitian adalah diklorometan, aseton,
toluen, etanol, metanol, etil asetat, air destilasi, DMSO, CDCL3. Untuk separasi
menggunakan kromatografi kolom, bahan kimia yang digunakan antara lain silika
gel sebagai fase diam. Fase gerak yang digunakan adalah campuran larutan
diklorometan: etil asetat: metanol dengan perbandingan 36:12:5 (v/v).
Untuk uji bioaktifitas digunakan bahan agar, malt extract, air dan HCl 0,1 N.
Jamur yang digunakan adalah jamur pembusuk kayu seperti : Poria placenta,
Coriolus versicolor , Gloeophyllum trabeum yang telah dibiakkan sebelumnya di
laboratorium biologi LERMAB.

Alat
Peralatan yang digunakan untuk preparasi sampel antara lain : grinder,
saringan ukuran 40 dan 60 mesh, eksikator dan bejana plastik. Alat yang
digunakan untuk ekstraksi adalah bejana reaksi pyrex, bejana soxhlet, kompor
pemanas, gelas ukur, penjepit dan kertas saring. Alat yang digunakan untuk
pemekatan ekstrak adalah tabung kaca, vacuum rotary evaporator,liophilizer.
Untuk mengukur berat digunakan neraca analitik, untuk mengeringkan sampel
digunakan oven suhu 50ºC dan untuk mengukur kadar air sampel digunakan
oven suhu 103±2ºC. Perangkat separasi kromatografi kolom menggunakan tabung
kaca tinggi ±150 cm sebagai kolom, silika gel, pasir hydrida, pipet, gelas ukur,
tabung reaksi, lempeng silika untuk kromatografi lapis tipis (KLT). Untuk uji
bioaktifitas digunakan alat aluminium foil, autoclave, dan peralatan gelas
(erlenmeyer, gelas ukur), pipet, penjepit, perekat karet, cawan petri, pH meter,
inkubator, lampu UV, pemantik api. Untuk analisis struktur kimia dan berat
molekul menggunakan alat FTIR Spectrum 2000 Perkin Elmer, spectrum for
windows version : 1.5 (07 Mar 1997) Perkin-Elmer 1995 PE 1150F0018, GCMS,
LCMS, dan NMR Bruker DX dengan frekuensi 400Hz.

Metode Penelitian
Ekstraksi Pendahuluan
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soklet. Serbuk kulit batang yang
berukuran 40-60 mesh sebanyak ± 112 g, kadar air ± 5%, diekstrak dengan

15

menggunakan 4 macam pelarut dengan tingkat polaritas yang berbeda (suksesif)
sebagai pendahuluan.
Pelarut dengan tingkat polaritas yang berbeda yaitu : diklorometan, aseton,
toluen-etanol (2:1), air destilasi, masing-masing pada volume 150 mL. Ekstraksi
akan berakhir jika pelarut penyari yang digunakan berwarna jernih. Ekstrak
kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu
40ºC dan tekanan 50 mmHg. Ekstrak pekat disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat untuk penggunaan selanjutnya.
Serbuk kulit batang
(40-60 mesh)
Diklorometan

Ekstrak diklorometan

Residu

Aseton

Ekstrak aseton

Residu

Toluen-etanol

Ekstrak toluen-etanol

Residu

Air destilasi

Ekstrak air

Residu

Analisis FTIR, GCMS, LCMS

Rendemen

Gambar 6. Skema ekstraksi suksesif

Ekstraksi Menggunakan Metanol
Ekstraksi menggunakan pelarut metanol (MeOH) dilakukan menggunakan
soklet. Sebanyak ± 170 gram serbuk kulit batang dimasukkan ke dalam cartridge
selulosa (kertas saring) dan diletakkan kedalam bejana soklet. Ekstraksi dilakukan
pada suhu titik didih metanol yaitu ± 65ºC.
Alat soxhlet digunakan untuk ekstraksi senyawa dari fase padat dengan
melewatkan dalam fase cair berupa pelarut. Serbuk kayu ditempatkan dalam
cartridge selulosa, lalu dimasukkan ke dalam tubuh extractor yang melekat pada

16

sebuah reservoir pelarut (tabung) dan dilengkapi dengan kondensor. Pelarut
diuapkan dan didinginkan dan jatuh menyentuh fase padat. Siklus ekstraksi ini
kemudian diulang selama enam jam.
Untuk mengambil ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut, maka
pelarut diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator. Unit ini dapat dengan
cepat menghapus pelarut yang mudah menguap dan menurunkan titik didih
dengan mengurangi tekanan sekitar 50 mmHg. Tabung berisi ekstrak dan pelarut
ditempatkan di bejana pengeringan selama beberapa menit. Untuk menghitung
persentasi ekstrak digunakan rumus :
Persentasi Ekstrak = me / ms x 100 %
Dimana me adalah massa ekstrak kering dan ms (g) adalah massa sampel awal
(serbuk) sebelum ekstraksi (g).

Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air serbuk dilakukan dengan mengeringkan serbuk pada
oven bersuhu 102±3ºC. Pengukuran berat serbuk dilakukan hingga mendapatkan
berat konstan. Adapun metode penetapan kadar air enggunakan rumus :
Kadar air (%) = BKU-BKT x 100%
BKT
Dengan keterangan bahwa BKU adalah berat serbuk kering udara (g) dan BKT
adalah berat serbuk kering oven (g).

Analisis Infra Merah (FTIR)
Analisis inframerah menggunakan perangkat FTIR Spectrum 2.000 Perkin
Elmer. Sebanyak 5 mg ekstrak

ditambahkan dengan kalium bromida (KBr)

hingga homogen dan membentuk lempengan tipis. Lempengan yang terbentuk
dianalisis dengan perangkat lunak FTIR

Versi Windows 1.5 Perkin Elmer-

1150F0018 PE 1995.

Analisis GCMS
Alat yang digunakan untuk analisis ini adalah kromatografi gas jenis Perkin
Elmer Clarus 500, digabungkan ke spektrometer massa jenis Perkin Elmer Clarus

17

500, yang dikemudikan oleh TurboMass v.5.4.2 dan perangkat lunak dengan
database MS NIST Cari 2.0 (2005). Pemisahan kromatografi dilakukan dengan
fase diam DB-5MS (panjang 30 m, diameter 250 mm, ketebalan film 0,25 µm)
dengan oven terprogram selama 40 menit, suhu oven pertama sebesar 80ºC (10
menit), kemudian 190ºC (15 menit), 280ºC (10 menit), dan terakhir pada suhu
tinggi sebesar 300ºC (5 menit). Fase gerak yang digunakan terdiri dari Helium
dengan laju alir 1 mL/menit. Untuk melakukan ini, ekstrak dilarutkan dengan 200
µ L BSTFA (silylating agent). Persiapan ini ditempatkan selama 30 menit, ditutup
dalam oven pada suhu 70ºC untuk memungkinkan BSTFA menguap. Setelah
menguap, 1 mL etil asetat ditambahkan untuk melarutkan ekstraktif. Langkah
terakhir yaitu 1μL larutan ekstrak disuntikkan ke GC.
Analisis LCMS
LCMS yang digunakan untuk analisis menggunakan array dioda detektor
dan spektrometer massa LCMS-8030 Shimadzu (Kyoto, Jepang) terdiri dari
injektor SIL-20A otomatis, dua pompa LC-20AD untuk campuran eluen, oven
CTO 20-A yang mengandung kolom HPLC Phenomenex ® Luna 3u C18 dan
detektor dioda-array SPD-M20A yang mengandung tungsten dan deuterium
dioda. Injeksi produk yang dianalisis sebanyak 2μL. Perubahan gradien eluen
menurut biner yang terdiri dari campuran air diasamkan dengan asam format 0,1%
(pelarut A) dan asetonitril diasamkan dengan asam format 0,1% (pelarut B)
dengan total laju aliran 0,4 mL/menit. Suhu oven diatur pada 40°C dan array
detector dioda diatur ke 254 nm. Spektrometer massa terdiri sumber electrospray
nebulizer (ESI) dan jenis ionisasi quadrupole. Nitrogen digunakan sebagai gas
nebulizing dan gas pengeringan. Argon digunakan sebagai gas penubruk. Hal ini
akan memungkinkan untuk merekam spektrum dan kromatogram dalam mode
positif dan negatif. Metode yang digunakan untuk analisis senyawa adalah ion
fragmen scan producer. Potensi antarmuka (elektronebulizer dan corona) adalah
4,5 kV, laju aliran gas nebulizing adalah 3,0 L/menit dan laju aliran gas
pengeringan adalah 15,0 L/min. Tekanan gas penubruk adalah 230 kPa. Setiap
sampel dicatat dalam mode positif dan negatif dalam kisaran m/z 100-2000.
Sekitar 4 mg ekstrak dilarutkan dalam 1-2 mL asetonitril. Untuk ekstrak yang

18

larut dalam metanol dilarutkan dalam 1-2 mL metanol dan dimasukkan ke dalam
tabung kecil yang siap untuk dianalisis menggunakan LCMS.

Analisis NMR
Sebanyak 4 mg ekstrak ditambahkan 2 mL CDCl3. Setelah ekstrak larut lalu
dianalisis alat analisis NMR Bruker DX dengan frekuensi 400Hz. Analisis NMR
proton dilakukan dengan jumlah scan sebanyak 32 kali yang dilakukan pada suhu
298ºK dengan suntikan manual. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis
adalah ACD/Chem Lab.

Analisis sakarida
Analisis sakarida dilakukan untuk mengetahui jenis dan kuantitas sakarida
yang terkandung didalam ekstrak. Analisis ini dilakukan dengan melarutkan
ekstrak sebanyak ±4 mg dengan ±4 mL metanol dan dianalisis menggunakan
HPLC-PAD.

Kromatografi Kolom
Setelah penentuan eluen terbaik mel