Metode Deteksi Cendawan Penyebab Infeksi Laten Pada Buah Jeruk Impor Dan Perlakuan Fitosanitari

i

METODE DETEKSI CENDAWAN PENYEBAB INFEKSI
LATEN PADA BUAH JERUK IMPOR
DAN PERLAKUAN FITOSANITARI

NURHOLIS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Metode Deteksi
Cendawan Penyebab Infeksi Laten pada Buah Jeruk Impor dan Perlakuan

Fitosanitari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015
Nurholis
NIM A351130304

iv

RINGKASAN
NURHOLIS. Metode Deteksi Cendawan Penyebab Infeksi Laten pada Buah Jeruk
Impor dan Perlakuan Fitosanitari. Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA
dan EFI TODING TONDOK.
Infeksi laten adalah hubungan parasitik patogen yang bersifat dorman dalam
tanaman inang, yang dapat berubah menjadi patogen yang aktif. Patogen infeksi

laten pada buah jeruk impor berpotensi tinggi sebagai sumber inokulum yang
dapat menyebabkan epidemik penyakit tumbuhan di Indonesia. Tujuan penelitian
ini adalah tersedianya metode yang akurat, cepat dan dapat diaplikasikan untuk
mendeteksi cendawan penyebab infeksi laten pada buah jeruk impor dan
diperolehnya perlakuan fitosanitari yang efektif dalam mematikan cendawan
penyebab infeksi laten pada buah jeruk impor.
Deteksi cendawan penyebab infeksi laten telah dilakukan berdasarkan studi
kasus buah jeruk impor asal Argentina melalui pintu pemasukan Pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya. Deteksi cendawan telah dilakukan pada bagian kalik,
kulit, biji dan karpel dari buah jeruk menggunakan metode konvensional dan
molekuler. Deteksi secara konvensional terdiri atas direct agar plating technique
(DAPT), kombinasi senescence stimulating technique (SST) dan DAPT, overnight
freezing incubation technique (ONFIT), kombinasi SST dan Inkubasi. Deteksi
secara molekuler menggunakan pasangan primer universal ITS1F dan ITS4.
Iradiasi UV-C digunakan sebagai perlakuan fitosanitari yang dilaksanakan secara
in vitro dan in vivo terhadap cendawan temuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan penyebab infeksi laten pada
buah jeruk berhasil dideteksi menggunakan metode konvensional dan molekuler.
metode DAPT berhasil mendeteksi Alternaria citri, Colletotrichum
gloeosporioides dan Fusarium incarnatum pada hari ketiga setelah inkubasi.

Cendawan yang sama juga ditemukan melalui metode kombinasi SST dan DAPT
pada hari kedua setelah inkubasi. Menggunakan metode ONFIT berhasil
menemukan A. citri, C. gloeosporioides, F. incarnatum, C. boninense dan
Guignardia mangiferae pada hari ketiga setelah inkubasi. Metode kombinasi SST
dan inkubasi tidak menemukan cendawan. Temuan kelima spesies cendawan
tersebut adalah hasil identifikasi secara konvensional melalui karakter morfologi
yang diperkuat oleh teknik identifikasi secara molekuler. Keberadaan DNA
cendawan infeksi laten dalam buah jeruk juga berhasil dideteksi secara langsung
melalui metode molekuler. Hasil sikuen mengidentifikasi cendawan tersebut
adalah Alternaria sp. dan Fusarium sp. Perlakuan UV-C terbukti efektif
mematikan semua cendawan temuan pada pengujian in vitro selama 120 menit
dan mampu menghambat pertumbuhan A. citri dan C. gloeosporioides hingga
100% pada pengujian in vivo selama 5 jam
Katakunci: pembekuan, konvensional, molekuler, polymerase chain reaction,
ultraviolet-C

vii

SUMMARY
NURHOLIS. Detection Methods of Fungal Latent Infection on Imported Citrus

Fruits and Phytosanitary Treatment. Supervised by MEITY SURADJI SINAGA
and EFI TODING TONDOK.
Latent infection is a quiescent or dormant parasitic relationship of pathogens
on their host, which can change into an active one. The latent infection pathogens
on imported citrus fruits have high potential as the source of inoculum for plant
disease epidemic in Indonesia. The objectives of this study are to detect the latent
pathogens in imported citrus fruits and to obtain phytosanitary treatment for
controlling the pathogens.
Detections of the fungal latent infection have been done to the case study of
imported citrus fruits from Argentina through entry point of Tanjung Perak Sea
Port, Surabaya. Detection of fungi were done on calyx, peel, seed and carpel of
citrus fruits using conventional and molecular methods. Conventional detections
have been performed through direct agar plating technique (DAPT), senescence
stimulating technique (SST) and DAPT combination, overnight freezing
incubation technique (ONFIT), SST and incubation combination. A pair of
universal primer ITS1F and ITS4 has been used in molecular detection. The UVC irradiation has been tested as phytosanitary treatment that was carried out by in
vitro and in vivo test.
The result of the study showed that fungal latent infection on imported
citrus fruits were successfully detected by conventional and molecular methods.
Through DAPT methods, have been detected Alternaria citri, Colletotrichum

gloeosporioides and Fusarium incarnatum at the third days after incubation. The
same species were obtained by combination methods of SST and DAPT at the
second days after incubation. Moreover, through the ONFIT methods have been
found A. citri, C. gloeosporioides, F. incarnatum, C. boninense and Guignardia
mangiferae at the third days after incubation. No fungi were found by combined
SST and incubation methods. The five species of the fungal latent infection were
conventionally identified by morphological characters and confirmed by
molecular identification techniques. The universal primers were able to amplify
the fungal DNA on fresh citrus fruits. Sequencing of DNA showed that the fungi
were Alternaria sp. and Fusarium sp. The UV-C treatment for 120 minutes
showed an effective treatment against all detected fungi in vitro test. The fungal
growth of A. citri and C. gloeosporioides can be inhibited 100% by exposing UVC for 5 hours in vivo test.
Keywords: freezing, conventional, molecular, polymerase chain reaction,
ultraviolet-C

viii

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ix

METODE DETEKSI CENDAWAN PENYEBAB INFEKSI
LATEN PADA BUAH JERUK IMPOR
DAN PERLAKUAN FITOSANITARI

NURHOLIS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Antarjo Dikin MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai Maret 2015 ini adalah Metode Deteksi
Cendawan Penyebab Infeksi Laten pada Buah Jeruk Impor dan Perlakuan
Fitosanitari.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Prof Dr Ir Meity Suradji Sinaga, MSc dan Dr Efi Toding Tondok, SP MSc
sebagai komisi pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dan
motivasi kepada penulis selama penelitian berlangsung hingga selesainya
penyusunan karya ilmiah ini;

2. Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc sebagai Ketua Program Studi
Fitopatologi dan Dr Ir Pudjianto, MSi sebagai Ketua Program Studi
Entomologi yang selalu memotivasi baik selama perkuliahan hingga
selesainya penyusunan karya ilmiah ini;
3. Dr Ir Antarjo Dikin, MSc, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan
Hayati Nabati, sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah
memberikan saran perbaikan tesis ini;
4. Dr Ir Eliza Rusli, MSi, Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya,
yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta ijin berupa sarana dan
prasarana penunjang penelitian di Laboratorium Karantina Uji, BBKP
Surabaya;
5. Dr Ir M. Mussyafak Fauzi, SH MSi, Kepala Balai Besar Karantina Pertanian
Seokarno Hatta Jakarta, yang telah memberikan ijin berupa sarana dan
prasarana penunjang penelitian;
6. Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa pendidikan
program khusus magister Sains di Institut Pertanian Bogor;
7. Rekan-rekan mahasiswa program khusus magister sains karantina tumbuhan
angkatan 3, atas semangat dan kebersamaannya selama menjalani studi;
8. Resti Indah Hayati Sukma (istri), Alesha Azqia Nurputri Sukma (anak), Eman
Sulaeman dan Jariyah (kedua orang tua) atas dukungan, pengertian, segala doa

dan kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini tepat
pada waktunya.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi Badan Karantina
Pertanian dalam upaya cegah tangkal Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Bogor, Mei 2015
Nurholis

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

Arti Penting dan Permasalahan Buah-buahan
Biologi dan Penyakit Penting pada Buah Jeruk
Biologi buah jeruk
Penyakit penting pada buah jeruk
Infeksi Laten
Deteksi Infeksi Laten
Perlakuan UV-C
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Deteksi dan Identifikasi Cendawan Penyebab Infeksi Laten
Deteksi konvensional
Identifikasi konvensional
Deteksi molekuler
Identifikasi molekuler
Uji Postulat Koch
Perlakuan UV-C pada Cendawan Penyebab Infeksi Laten
Perlakuan UV-C in vitro
Perlakuan UV-C in vivo
Analisa data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Importasi Buah di Pelabuhan Tanjung Perak
Deteksi Cendawan Penyebab Infeksi Laten
Deteksi konvensional
Deteksi molekuler
Identifikasi Cendawan Penyebab Infeksi Laten
Uji Postulat Koch
Perlakuan UV-C pada Cendawan Penyebab Infeksi Laten
Perlakuan UV-C in vitro
Perlakuan UV-C in vivo
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
xii
xiii
1
1
3
3
4
4
5
5
5
10
11
12
14
14
14
14
14
15
15
15
16
16
16
17
17
18
18
19
19
21
26
36
37
37
40
43
43
43
44
50

xii

DAFTAR TABEL
1 Morfotipe isolat cendawan temuan dengan metode direct agar
plating technique (DAPT)
2 Morfotipe isolat cendawan temuan dengan metode kombinasi
senescence stimulating technique (SST) dan DAPT
3 Morfotipe isolat cendawan temuan dengan metode overnight
freezing incubation technique (ONFIT)
4 Spesies cendawan laten temuan dengan metode deteksi
konvensional dan molekuler
5 Identifikasi isolat cendawan laten temuan secara konvensional
dan molekuler
6 Morfometri konidia cendawan laten temuan
7 Tingkat homologi 535 pb sikuen nukleotida area ITS DNA isolat
A. citri temuan dengan isolat dari negara lain
8 Tingkat homologi 539 pb sikuen nukleotida area ITS DNA isolat
C. gloeosporioides temuan dengan isolat dari negara lain
9 Tingkat homologi 571 pb sikuen nukleotida area ITS DNA isolat
C. boninense temuan dengan isolat dari negara lain
10 Tingkat homologi 621 pb sikuen nukleotida area ITS DNA isolat
G. mangiferae temuan dengan isolat dari negara lain
11 Tingkat homologi 591 pb sikuen nukleotida area ITS DNA isolat
F. incarnatum temuan dengan isolat dari negara lain
12 Rata-rata persentase penghambatan perlakuan UV-C in vitro
terhadap cendawan temuan pada 5 hari setelah inkubasi
13 Rata-rata persentase penghambatan perlakuan UV-C in vivo
terhadap kemunculan A. citri dan C. Gloeosporioides pada 7 hari
setelah inkubasi

19
20
21
23
23
26
28
30
31
33
35
39

40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Anatomi buah jeruk
Gejala penyakit bercak hitam disebabkan oleh G. citricarpa
Gejala penyakit busuk hitam disebabkan oleh A. citri
Gejala penyakit melanosa disebabkan oleh D. citri
Gejala penyakit antraknosa disebabkan oleh C. gloeosporioides
Gejala penyakit busuk coklat disebabkan oleh P. citrophthora
Gejala penyakit busuk pangkal buah disebabkan oleh B.
theobromae
Gejala penyakit busuk asam disebabkan oleh G. citri-aurantii
Gejala penyakit busuk disebabkan oleh P. italicum dan P.
digitatum
Posisi ultraviolet dalam spektrum elektromagnetik
Kemunculan cendawan laten dengan metode direct agar plating
technique (DAPT)

5
6
6
7
7
8
9
9
10
12
19

xiii

12 Kemunculan cendawan laten dengan metode kombinasi
senescence stimulating technique (SST) dan DAPT
13 Kemunculan cendawan laten dengan metode overnight freezing
incubation technique (ONFIT)
14 Hasil amplifikasi DNA cendawan pada buah jeruk impor dengan
primer universal
15 Visualisasi hasil amplifikasi DNA target dengan primer spesifik
A. citri pada 1,2 % gel agarosa
16 Pohon filogeni isolat A. citri temuan dan isolat dari negara lain
17 Morfologi A. citri
18 Pohon filogeni isolat C. gloeosporioides temuan dan isolat dari
negara lain
19 Morfologi C. gloeosporioides
20 Morfologi C. boninense
21 Pohon filogeni isolat C. boninense temuan dan isolat dari negara
lain
22 Morfologi G. mangiferae
23 Pohon filogeni isolat G. mangiferae temuan dan isolat dari negara
lain
24 Morfologi F. incarnatum
25 Pohon filogeni isolat F. incarnatum temuan dan isolat dari negara
lain
26 Gejala penyakit oleh cendawan laten temuan hasil postulat Koch
27 Skor keparahan penyakit busuk hitam Alternaria yang disebabkan
oleh A. citri
28 Pertumbuhan koloni cendawan laten setelah perlakuan UV-C in
vitro
29 Koloni cendawan laten setelah perlakuan UV-C in vitro
30 Pertumbuhan cendawan laten setelah perlakuan UV-C in vivo
31 Pertumbuhan cendawan laten setelah perlakuan UV-C in vivo
32 Kotak lampu UV-C merk Camag yang digunakan untuk
perlakuan UV-C in vitro
33 Lemari UV-C yang digunakan untuk perlakuan UV-C in vivo

20
21
22
25
27
27
29
29
31
32
32
33
34
35
36
37
38
39
41
42
69
69

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Data pengukuran konidia cendawan temuan
Perunutan basa nukleotida area ITS DNA cendawan A. citri
temuan dengan beberapa isolat dari negara lain
Perunutan basa nukleotida area ITS DNA cendawan C.
gloeosporioides temuan dengan beberapa isolat dari negara lain
Perunutan basa nukleotida area ITS DNA cendawan C. boninense
temuan dengan beberapa isolate dari negara lain
Perunutan basa nukleotida area ITS DNA cendawan G.
mangiferae temuan dengan beberapa isolat dari negara lain
Perunutan basa nukleotida area ITS DNA cendawan F.
incarnatum temuan dengan beberapa isolat dari negara lain

51
53
55
57
59
62

xiv

7

Rata-rata diameter koloni cendawan harian setelah perlakuan
beberapa waktu papar UV-C
8 Rata-rata jumlah buah yang ditumbuhi miselia cendawan setelah
perlakuan beberapa waktu papar UV-C
9 Sidik ragam (ANOVA) rata-rata persentase penghambatan
perlakuan beberapa waktu papar UV-C in vitro terhadap
cendawan temuan
10 Sidik ragam (ANOVA) rata-rata persentase penghambatan
perlakuan beberapa waktu papar UV-C in vivo terhadap
cendawan temuan
11 Peralatan dalam perlakuan UV-C

64
65

66

68
69

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan buah-buahan Indonesia pada tahun 2013 adalah 15.49 juta ton,
sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 13.85 juta ton (BPS 2013). Hal
ini berarti terjadi kekurangan produksi buah-buahan sebesar 1.64 juta ton.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 03 tahun 2012 tentang
rekomendasi impor produk hortikultura dalam pertimbangannya menyebutkan
bahwa dalam rangka mencukupi kebutuhan produk hortikultura di dalam negeri
dapat dilakukan melalui impor produk hortikultura, dengan memperhatikan
keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan produk hortikultura yang belum
tercukupi dari pasokan di dalam negeri.
Ketentuan kuota sebagaimana diatur dalam Permentan No. 03 tahun 2012
tersebut, bertentangan dengan Persetujuan Umum mengenai Tarif dan
Perdagangan (GATT) (RI 1994). GATT melarang pengaturan kuota didalam
perdagangan bebas, namun Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement
menyebutkan untuk menjamin kualitas produk pertanian yang dilalulintaskan dan
melindungi tumbuh-tumbuhan atau pertanian di negaranya, setiap anggota berhak
untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan fitosanitari, tetapi harus tetap
didasarkan pada prinsip atau kaidah dan bukti ilmiah yang cukup (Anderson dan
Nielsen 2005; Roberts 2005). Pemahaman kualitas dalam produk pertanian yang
diimpor ke dalam suatu negara adalah produk tersebut harus zero tolerance bebas
dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) (Sikdar et al. 2014).
Oleh karena itu, untuk memastikan produk pertanian yang diimpor tersebut
berkualitas bebas OPTK harus dilakukan deteksi dini yang cepat, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah di setiap tempat pemasukan (Faisal et al.
2011).
Perdagangan bebas menyebabkan semakin derasnya mobilitas manusia dan
produk pertanian masuk atau keluar dari suatu negara. Dari sudut pandang
perkarantinaan dan perlindungan tanaman, hal ini harus diwaspadai karena
keduanya berpeluang sebagai media pembawa OPTK (Kementan 2011).
Cendawan merupakan salah satu patogen yang banyak dilaporkan menyebabkan
kerusakan pada buah-buahan terutama pascapanen dan juga dapat bersifat patogen
laten yang tidak menunjukkan gejala penyakit (Johnston et al. 2005). Schaad et al.
(2003) mengungkapkan deteksi cendawan pada buah yang diimpor sulit dilakukan
bila cendawan tersebut menginfeksi secara laten. Kesulitan pendeteksian ini
karena infeksi laten tidak menyebabkan timbulnya gejala pada buah-buahan,
sehingga cendawan laten ini sulit untuk diisolasi dari bagian gejala. Pada
perdagangan internasional buah-buahan biasanya dipanen sebelum matang dan
disimpan pada suhu rendah selama transportasi dan pemasaran (Faisal et al.
2011). Keadaan belum matang inilah yang menyebabkan patogen berada pada
kondisi laten dalam jaringan inang dan ketika buah menjadi matang, patogen
kembali aktif sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada buah (Bukar 2009).
Hal ini yang menjadi dasar kekhawatiran ketika buah dimasukkan ke Indonesia
patogen masih berada pada posisi laten, namun pada saat di tempat penyimpanan
patogen mampu berkembang aktif dan menjadi sumber inokulum, sehingga dapat

2

memberikan ancaman terhadap pertanian di Indonesia. Oleh karena itu, sudah
sangat diperlukan metode yang dapat mendeteksi cendawan penyebab infeksi
laten pada buah-buahan impor.
Michailides et al. (2010) melaporkan bahwa metode Direct Agar Plating
Technique (DAPT) mampu mendeteksi pertumbuhan cendawan Monilinia spp.
dalam waktu inkubasi 4 sampai 7 hari pada suhu 25 °C. Luo dan Michailides
(2001) mampu mendeteksi Monilinia fructicola yang terinfeksi laten pada stadia
pembungaan tanaman dalam 5 sampai 7 hari setelah inkubasi (HSI). Selain itu, M.
fructicola, M. laxa, (penyebab busuk coklat pada buah-buahan), Botrytis cinerea
(penyebab busuk pada buah anggur) dan Alternaria (penyebab penyakit hawar
pada kacang-kacangan) dapat terdeteksi dalam 5 sampai 7 hari menggunakan
metode Overnight Freezing Incubation Technique (ONFIT) (Michailides et al.
2010). Penggunaan metode deteksi secara molekuler dilaporkan mampu
mendeteksi cendawan penyebab infeksi laten relatif lebih cepat dibandingkan
metode konvensional. Sikdar et al. (2014) melaporkan Phacidiopycnis
washingtonensis dan Sphaeropsis pyriputrescens dalam buah apel dapat terdeteksi
dalam 6 jam menggunakan motode Real Time PCR.
Keberadaan cendawan penyebab infeksi laten pada buah-buahan impor
harus diwaspadai, karena cendawan tersebut sangat berpotensi menyebar di
wilayah Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan perlakuan untuk
mematikan cendawan tersebut sebelum dimasukkan ke Indonesia. Tindakan yang
umumnya dilakukan selama ini pada buah-buahan pascapanen adalah
menggunakan fungisida (Gachango et al. 2012). Tetapi fungisida yang digunakan
biasanya hanya untuk melindungi buah dari ancaman cendawan yang berasal dari
luar bukan yang berasal dari dalam buah itu sendiri. Selain itu penggunaan
fungisida banyak dilaporkan menimbulkan resistensi pada patogen dan
meninggalkan residu pada buah-buahan.
Beberapa perlakuan alternatif selain penggunaan fungisida telah banyak
dilakukan. Salah satu alternatif perlakuan yang dinilai tidak banyak menimbulkan
dampak negatif adalah menggunakan perlakuan fisik (Talibi et al. 2014).
Perlakuan fisik yang telah digunakan untuk mematikan cendawan pada buah jeruk
adalah dengan perlakuan panas, seperti panas kering, perendaman air panas dan
microwave. Selain dapat mematikan cendawan, perlakuan panas ini juga dapat
memberikan dampak buruk dengan menurunkan kualitas buah jeruk. Perlakuan
panas 50 °C selama 10 menit sudah dapat menyebabkan perubahan warna kulit
jeruk menjadi kecoklatan (Rab et al. 2011). Nutrisi dalam buah jeruk berkurang
akibat pengaruh perlakuan panas 50 °C selama 5 menit (Khan et al. 2007).
Perlakuan fisik yang dilaporkan justru dapat meningkatkan kualitas buah
jeruk adalah dengan perlakuan iradiasi (Gonzalez-Aguilar et al. 2001; Betancurt et
al. 2009). Iradiasi sinar gamma 0.35 kGy dilaporkan dapat menurunkan viabilitas
cendawan penyebab kanker pada buah jeruk. Alternaria spp. dapat dihambat
pertumbuhannya oleh iradiasi gamma pada dosis 6 kGy (Temur dan Tiryaki
2012). Iradiasi ultraviolet-C dilaporkan mampu menghambat berbagai patogen
penyebab penyakit busuk buah di tempat penyimpanan. Penicillium digitatum
dapat dimatikan 100% pada waktu papar UV-C selama 10 menit (Fernandez dan
Hall 2004). Colletotrichum gloeosporioides penyebab antraknos pada buah pisang
dapat dihambat 100% pada waktu papar UV-C selama 45 dan 120 menit (Bokhari
et al. 2013). Iradiasi UV-C paling banyak dilakukan untuk mematikan cendawan

3

pada komoditas pascapanen karena biaya yang relatif murah dan mudah dalam
penggunaannya (Civello et al. 2006).
Tujuan Penelitian
Tersedianya metode yang akurat, cepat dan dapat diaplikasikan untuk
mendeteksi cendawan penyebab infeksi laten pada buah jeruk impor dan
diperolehnya perlakuan fitosanitari yang efektif dalam mematikan cendawan
penyebab infeksi laten pada buah jeruk impor.
Manfaat Penelitian
Metode deteksi cendawan penyebab infeksi laten yang akurat, cepat dan
dapat diaplikasikan pada buah jeruk impor dan perlakuan fitosanitari yang efektif
dalam mematikan cendawan penyebab infeksi laten yang dihasilkan dari
penelitian ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam tindakan
karantina berupa pemeriksaan dan perlakuan di setiap tempat pemasukan
komoditas buah jeruk impor oleh Badan Karantina Pertanian.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Arti Penting dan Permasalahan Buah-buahan
Salah satu komoditas unggulan pertanian yang banyak dikembangkan
adalah buah-buahan. Secara rasional, meningkatnya jumlah penduduk akan
meningkatkan permintaan buah-buahan karena hal tersebut merupakan tuntutan
bagi kecukupan gizi penduduk. Di Indonesia, saat ini konsumsi buah-buahan baru
mencapai sekitar 40 kg/kapita/tahun, sedangkan yang direkomendasikan FAO
sebesar 65.75 kg/kapita/tahun. Laju peningkatan permintaan pasar dalam negeri
terhadap komoditas buah-buahan cenderung meningkat. Pada tahun 2000-2005
laju permintaan buah-buahan di dalam negeri diperkirakan mencapai 6.5% per
tahun dan pada tahun 2005-2010 meningkat menjadi 6.8% per tahun serta pada
tahun 2010-2015 mencapai 6.9% per tahun (Yuliastuti et al. 2014).
Buah-buahan memainkan peranan yang sangat penting dalam nutrisi
manusia dengan mensuplai faktor pertumbuhan penting seperti vitamin dan
mineral esensial dalam makanan yang dimakan manusia sehari hari. Salah satu
faktor pembatas yang dapat mempengaruhi nilai ekonomi buah-buahan adalah
periode umur buah yang relatif pendek akibat serangan patogen. Diperkirakan 2025% buah pascapanen dirusak oleh patogen selama penanganan pascapanen.
Infeksi cendawan pada buah dapat terjadi pada musim tanam, pemanenan,
penanganan pascapanen, pengangkutan, tempat penyimpanan sampai kepada
pemasaran atau bahkan ketika dibeli konsumen. Buah-buahan mengandung gula
berkadar tinggi dan elemen nutrisi lainnya dan nilai pH yang rendah membuat
buah-buahan tersebut disukai oleh patogen (Bhale 2011). Penyakit pascapanen
berdampak serius pada kualitas buah jeruk. Kehilangan hasil selama di tempat
penyimpanan dapat mencapai 40% bila buah-buahan tersebut tidak diberi
perlakuan dingin atau pestisida (Brown 1986a). Sholberg dan Conway (1998)
melaporkan kehilangan hasil pada komoditas pascapanen akibat patogen dapat
mencapai 10-30% per tahun, walaupun sudah menggunakan teknik dan fasilitas
penyimpanan yang modern. Di Indonesia kerusakan buah-buahan akibat patogen
pascapanen mencapai 50% atau lebih akibat masih buruknya penanganan produk
pascapanen.
Jarak transportasi yang jauh dan ditambah periode penyimpanan di pasar
dapat membuat buah-buahan tersebut lebih rentan terhadap penyakit. Menurut
Faisal et al. (2011), keberadaan penyakit pada buah-buahan pascapanen dapat
mengakibatkan pengurangan jumlah nutrisi buah, kontaminasi buah-buahan oleh
mikotoksin yang dihasilkan oleh patogen, metabolit toksik dihasilkan oleh
jaringan tanaman yang sakit dalam merespon infeksi cendawan, perubahan rasa
pada buah-buahan yang terdapat penyakit, sehingga tidak dapat diterima oleh
konsumen.
Penyakit tanaman pascapanen dapat diukur melalui kejadian penyakit
dengan menghitung ada atau tidaknya gejala dan tingkat keparahan penyakit dari
gejala yang diekspresikan. Cuaca dan kondisi lingkungan juga memainkan
peranan penting dengan menyebabkan stress pada tanaman dan menurunkan
pertahanan alami serta menciptakan kondisi lingkungan yang cocok untuk
patogen dalam menginfeksi tanaman (Agrios 2005). Michailides et al. (2010)

5

menjelaskan kondisi cuaca sangat mempengaruhi epidemiologi penyakit
dilapangan, selain itu besar kecilnya intensitas kejadian penyakit pascapanen
bergantung kepada infeksi laten yang terjadi di lapangan selama musim tanam,
kontaminasi propagul cendawan selama pemanenan, keefektifan perlakuan
fitosanitari pascapanen dan penanganan di tempat penyimpanan dan pemasaran.
Biologi dan Penyakit Penting pada Buah Jeruk
Biologi buah jeruk
Buah jeruk adalah buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina merupakan
tempat pertama kali buah jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk
sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk
yang ada di Indonesia adalah peninggalan masa penjajahan Belanda yang
mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Italia (Yuliastuti et al.
2014).
Tanaman jeruk tergolong divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, ordo Rutales, Genus Citrus dan spesies Citrus sp. Bagianbagian buah jeruk terdiri atas 1) kulit yaitu bagian terluar buah jeruk yang terbagi
kedalam dua bagian yaitu flavedo (bagian kulit terluar) dan albedo (bagian kulit
dalam), 2) karpel adalah daging buah jeruk yang mengandung banyak cairan 3)
Biji dan 4) Kalik yaitu bagian jeruk yang menghubungkan buah jeruk dan tangkai
(Iglesies et al. 2007).

Kulit
Biji

Kalik

Karpel
Gambar 1 Anatomi buah jeruk (Etebu & Nwauzoma
2007)
Penyakit penting pada buah jeruk
Penyakit bercak hitam. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Guignardia citricarpa (Anamorf : Phyllosticta citricarpa). Cendawan ini
menyebabkan bercak nekrotik pada kulit buah. Serangan berat cendawan ini dapat
menggugurkan buah muda dan menurunkan hasil panen (Brown 2011).
Gejala penyakit ini dimulai dengan bercak berwarna merah dan oranye
berukuran kecil dengan pinggiran bercak berwarna hitam sampai keseluruhan
bercak berwarna coklat atau hitam. Penyakit ini berkembang pada kondisi
lingkungan hangat dan basah. Semua kultivar jeruk dilaporkan masih rentan

6

terhadap serangan penyakit ini. Kultivar yang sangat rentan adalah Sweet
Valencia, lemon, jeruk mandarin dan jeruk peras (McBride et al. 2010).
Karakteristik morfologi G. citricarpa dicirikan dengan makrokonidia
dibentuk dalam piknidia, coklat gelap sampai hitam, berbentuk bulat berukuran
115-190 µm. Makrokonidia hialin, bentuk bervariasi, obovoid, tidak bersekat,
berukuran (6-) 8-10,5 (-13) x (5-) 5,5-7 (-9) µm, dikelilingi oleh struktur mantel
agar-agar. Mikrokonidia hialin, berbentuk halter, berukuran 5-8 x 0,5-1 µm
(EPPO 2009).

Gambar 2 Gejala penyakit bercak hitam disebabkan oleh
G. citricarpa (Mc Bride et al. 2010)
Penyakit busuk hitam Alternaria. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Alternaria citri (Embaby et al. 2013). Serangan cendawan ini mulai terjadi sejak
di lapangan. Penyakit ini penyebab busuk hitam pada buah yang disimpan untuk
waktu yang lama. Patogen dapat menginfeksi laten di dalam buah jeruk. Pada saat
buah jeruk mencapai senescence (pengusangan), patogen mulai tumbuh dalam
jaringan buah jeruk dan memproduksi konidia. Busuk hitam Alternaria juga dapat
menjadi masalah bagi industri pengolahan karena dapat mengontaminasi jus
(Brown 2011).

A

B

Gambar 3 Gejala penyakit busuk hitam disebabkan oleh A. citri. Gejala luar
(A), Gejala dalam (B) (Embaby et al. 2013)
Karakteristik morfologi A. citri dicirikan dengan koloni mengumpul,
berwarna abu-abu, kuning langsat, coklat sampai hitam. Konidiofor sederhana
atau bercabang, lurus atau bengkok, bersepta, pucat, lebar hingga 3-5 µm. Konidia
tunggal, rantai sederhana atau bercabang, lurus atau sedikit melengkung,

7

berbentuk oval, panjang 8-60 (rata-rata 42 µm), lebar 6-24 (rata-rata 17 µm)
(Ellies 1971).
Penyakit melanosa. Penyakit ini disebabkan oleh Diaporthe citri (anamorf
: Phomopsis citri). Penyakit ini menurunkan kualitas buah jeruk di pasar,
walaupun masih layak untuk dikonsumsi. Penyakit ini tidak sampai menurunkan
produksi olahan buah jeruk (Nelson 2008).
Gejala pada buah berupa perubahan warna buah menjadi gelap, terdapat
kudis (tonjolan melebar pada kulit buah) dengan berbagai ukuran, terbentuk
retakan-retakan pada kudis. Kudis ini akan meluas ketika cendawan menginfeksi
sejak buah masih muda (Rhodes 2014).
Fase anamorf cendawan ini menghasilkan 2 tipe konidia, alfa dan beta
konidia. Alfa konidia berukuran 5-9 x 2.5-4 µm, tidak bersekat dan hialin. Beta
konidia berukuran 20-30 x 0.7-1.5 µm, berbentuk filiform dan bengkok di salah
satu ujungnya, seperti tanda koma (,) (Nelson 2008).

Gambar 4 Gejala penyakit melanosa
disebabkan oleh D. citri
(Nelson 2008)
Penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Colletotrichum gloeosporioides. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang
sangat besar di tempat penyimpanan. Penyakit antraknosa banyak menyerang
buah-buahan yang dipanen lebih awal yang proses pemasakannya dipercepat oleh
etilen (buah-buahan klimakterik) (Zivkovic et al. 2010).

Gambar 5 Gejala penyakit antraknosa disebabkan oleh
C. gloeosporioides (Brown 2011)

8

C. gloeosporioides adalah saprofit fakultatif yang mampu tumbuh dan
bersporulasi di bahan-bahan organik mati, dengan bantuan air spora dapat
menyebar ke permukaan buah yang belum matang, kemudian membentuk struktur
apresoria. Apresoria ini tetap laten dan tidak menyebabkan kerusakan pada buah
sebelum panen. Apresoria membentuk kapak penetrasi dan menginfeksi ketika
buah diperlakukan dengan etilen selama proses pemasakan. Gejala awal penyakit
antraknosa yaitu kulit buah berwarna abu-abu keperakan dan kasar. Selanjutnya,
kulit yang terinfeksi menjadi coklat keabu-abuan sampai hitam sehingga buah
menjadi busuk. Ukuran busuk bervariasi dan bentuknya tidak teratur (Rhodes
2014).
Karakteristik morfologi C. gloeosporioides dicirikan dengan aservuli
memiliki seta, panjang bervariasi antara 50-130 µm. Konidia tunggal, silinder,
panjang 10-15 µm dan lebar 5-7 µm, ujung tumpul, tidak bersekat, hialin, dan
halus. Apresoria berbentuk oval, bulat, berwarna coklat sampai coklat tua,
berukuran 8-12 x 6-9 mm. Koloni pada PDA berkembang dengan baik, miselia
aerial, setelah 10 hari berdiameter 8-9 cm, seperti kapas, putih keabu-abuan,
dengan titik-titik hitam (Weir et al. 2012).
Penyakit busuk coklat. Penyakit busuk coklat disebabkan oleh cendawan
Phytophthora citrophthora. Penyakit ini dapat terjadi sejak di lapangan sampai ke
tahap pascapanen. Cendawan Phytophthora bertahan dalam tanah dan menyebar
melalui percikan air dan kontak sehingga dapat menginfeksi buah. Umumnya,
infeksi berkembang pada pohon-pohon yang berjarak 3 sampai 4 meter dari
permukaan tanah. Gejala dimulai dengan perubahan warna kulit buah menjadi
pucat. Selanjutnya kulit buah menjadi coklat muda dan kasar. Apabila kondisi
lembab, busuk coklat dapat menyebar dengan cepat dan miselia putih dapat
terbentuk pada daerah yang terinfeksi. Buah dengan busuk coklat memiliki bau
tengik (Brown 2011).

Gambar 6 Gejala penyakit busuk coklat disebabkan
oleh P. citrophthora (Brown 2011)
Karakteristik morfologi P. citrophthora menghasilkan banyak sporangia
pada media agar V-8. Sporangia biasanya diproduksi dalam simpodial. Sporangia
berbentuk bulat telur. Ukuran rata-rata sporangia adalah 50 x 33 µm dengan
panjang sekitar 1.6 kali lebih panjang dari lebarnya. Sporangia berkecambah
langsung dalam media dengan memproduksi tabung kecambah yang berkembang
menjadi massa miselium. Serlanjutnya memproduksi zoospora dan dilepaskan
dalam medium air (Ko 1993).

9

Penyakit busuk pangkal buah. Penyakit busuk pangkal buah disebabkan
oleh cendawan Botryodiplodia theobromae. B. theobromae adalah saprofit
fakultatif yang melengkapi siklus hidupnya pada kayu pohon jeruk yang telah
mati di kebun. Air menyebarkan konidia dari kayu mati tersebut ke permukaan
buah yang belum matang. Cendawan tetap laten dan tidak menyebabkan
pembusukan buah sebelum panen. Infeksi berkembang setelah panen terutama di
bawah kondisi suhu tinggi dan kelembaban relatif. Patogen biasanya menginfeksi
mulai dari pangkal buah. Selanjutnya melalui karpel, sehingga menyebabkan
pembusukan hitam di kedua ujung buah. Pembusukan berkembang cepat selama
dan setelah fase pengusangan (Brown 1986b).
Karakteristik morfologi B. theobromae dicirikan dengan koloni pada media
berwarna keabu-abuan sampai hitam, berbulu dengan miselium aerial berlimpah.
Piknidia sederhana atau majemuk dan lebar 5 mm. Konidiofor hialin, sederhana,
kadang-kadang bersepta, jarang bercabang dan berbentuk silinder. Konidia
uniseluler, hialin, granulosa, subovoid, berdinding tebal, konidia memiliki 1 septa,
berukuran 20-30 x 10-15 µm (Ellis 2014).

Gambar 7 Gejala penyakit busuk pangkal buah disebabkan
oleh B. theobromae (Brown 2011)
Penyakit busuk asam. Penyakit busuk asam disebabkan oleh cendawan
Geotrichum citri-aurantii. Penyakit ini hampir menyerang seluruh kultivar jeruk.
Kerusakan lebih parah terjadi pada buah yang disimpan dalam jangka waktu yang
lama. Cendawan hanya menginfeksi buah melalui luka pada kulit buah (Rhodes
2014).

Gambar 8 Gejala penyakit busuk asam disebabkan oleh
G. citri-aurantii (Brown 2011)

10

Gejala awal adalah busuk berair, berwarna kuning gelap. Jaringan buah
yang membusuk memiliki bau asam yang dapat menarik lalat buah dan dapat
menular pada buah lainnya yang luka selama penyimpanan. Cendawan berada
dalam tanah dan bisa mencapai permukaan buah melalui tiupan angin atau
percikan air hujan yang menyebabkan kontak antara buah dan tanah. Penyakit ini
berkembang cepat pada suhu yang hangat, dengan suhu optimum mencapai 27 °C
(Brown 2011).
Penyakit busuk oleh kapang biru dan kapang hijau. Busuk kapang biru
disebabkan oleh cendawan Penicillium italicum. Cendawan ini menginfeksi buah
jeruk melalui luka. Kapang biru dibentuk oleh massa spora berwarna biru yang
diproduksi dalam buah busuk. Gejala berupa busuk yang mirip dengan gejala
kapang hijau, tetapi pada kapang biru spora berwarna biru dan dikelilingi oleh
miselium putih. Kapang biru lebih mudah menyebar pada buah di tempat
penyimpanan dan dalam kemasan karton (Brown 2011).
Kapang hijau disebabkan oleh cendawan Penicillium digitatum. Kapang
hijau merupakan massa spora yang berwarna hijau yang dihasilkan pada buah
yang terinfeksi. Cendawan ini mulai menyerang buah jeruk di lapangan,
pengepakan dan tempat penyimpanan dan di pasar. Infeksi terjadi hanya melalui
luka yang telah mengandung nutrisi tersedia untuk merangsang spora.
Pembusukan buah dimulai pada daerah buah yang terinfeksi. Selama pembusukan
berlangsung, miselia putih tumbuh dan menghasilkan spora berwarna hijau.
Miselium putih berkembang menjadi luas. Dalam beberapa hari seluruh buah
dapat tertutupi oleh spora berwarna hijau. Penularan penyakit dapat terjadi
melalui kontak antara buah yang sakit ke buah yang berdekatan yang terjadi
dalam wadah pengiriman (karton), tetapi spora jamur hanya akan menginfeksi
buah yang rusak (Ariza et al. 2002).
A

B

Gambar 9 Gejala penyakit busuk disebabkan oleh
P. italicum (a), P. digitatum (b)
(Edwards 2011)
Infeksi Laten
Tanaman atau bagian tanaman diinfeksi oleh berbagai jenis patogen (Agrios
2005). Kerentanan inang menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit
tanaman yang ditandai dengan timbulnya gejala penyakit. Ketika gejala infeksi
tidak diekspresikan secara eksternal, hal ini disebut infeksi laten (Sinaga 2003).
Sinclair (1991) mendefinisikan infeksi laten sebagai hubungan parasitik antara

11

inang dan patogen, dimana patogen berada dalam posisi non aktif di dalam
jaringan tanaman, dan akan berubah menjadi aktif bila kondisi inang sesuai untuk
perkembangannya sehingga dapat menginduksi gejala makroskopik, memainkan
peranan yang penting dalam kejadian dan keparahan penyakit pascapanen.
Menurut Michailides et al. (2010) jika kondisi lingkungan cocok, kejadian infeksi
laten akan memperbesar resiko perkembangan penyakit pascapanen dan
sebaliknya apabila kondisi lingkungan tidak cocok maka resiko perkembangan
penyakit dapat dihindari. Keberhasilan patogen dalam menginfeksi secara laten,
kemudian berkembang kepada timbulnya penyakit tergantung pada jumlah
inokulum, kerentanan inang dan kondisi lingkungan yang kondusif untuk
menginfeksi.
Infeksi laten memberikan pengaruh yang sangat merugikan pada buah yang
sudah matang. Mehrota (2001) menjelaskan beberapa cendawan patogen yang
menginfeksi buah yang belum matang tidak dapat mengekspresikan gejala,
patogen bersifat dorman dalam jaringan tanaman. Ketika buah menjadi matang,
patogen berkembang karena kondisi menjadi cocok sehingga dapat terbentuk
gejala. Buah yang masih muda sulit diinfeksi cendawan patogen karena buah yang
masih hijau atau muda tidak menyediakan nutrisi yang dibutuhkan cendawan,
enzim potensial penting yang dimiliki cendawan belum cukup untuk menginfeksi
buah muda, dan beberapa metabolit toksin yang ada pada buah muda mampu
menahan infeksi cendawan.
Prusky dan Lichter (2006) menjelaskan bahwa inang dan patogen,
merupakan 2 hal penting yang dapat menentukan perubahan dari infeksi laten ke
infeksi aktif, atau dari fase biotrofi ke fase nekrotrofi. Pada fase biotrofi, patogen
menginfeksi secara laten karena patogen tidak mempunyai kekuatan enzimatik
untuk menembus pertahanan inang. Pada fase ini tanaman inang memiliki struktur
pertahanan yang masih kuat. Selama proses pengusangan, struktur pertahanan
inang semakin mengalami penurunan, hal ini dimanfaatkan patogen untuk
menginfeksi inang secara aktif dan pada kondisi ini disebut fase nekrotrofi.
Deteksi Infeksi Laten
Deteksi cepat, tepat dan akurat diperlukan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi patogen penyebab infeksi laten (Faisal et al. 2011). Beberapa
teknik tradisional, seperti penyimpanan buah pada lingkungan yang kondusif agar
patogen berkembang (Zoffoli et al. 2009), peletakan bagian tanaman secara
langsung pada media agar (Dugan et al. 2002) atau menginduksi percepatan
pengusangan buah (senescence) dengan paraquat (Holz et al. 2003) telah banyak
dilakukan sebelumnya untuk mendeteksi patogen dari dalam jaringan tanaman
dan untuk memperkirakan perkembangan terjadinya kerusakan buah selama
penyimpanan (Sanzani et al. 2012). Metode lainnya untuk mendeteksi keberadaan
infeksi laten adalah dengan cara menstimulasi sporulasi cendawan dengan
membuat buah menjadi cepat matang. Mehrota (2001) mengemukakan ketika
buah menjadi matang, patogen dapat berkembang karena kondisi menjadi cocok.
Untuk mempercepat dan menyeragamkan kematangan buah yang paling umum
digunakan adalah gas etilen menggunakan larutan etrel (2-chloroethyl phosphonic
acid) (Chauhan et al. 2012).

12

Narayanasamy (2011) menyebutkan sangat penting untuk mengenali infeksi
tanaman oleh patogen secepat mungkin, lebih bagus deteksi dilakukan sebelum
penampakan gejala untuk menghindari kejadian penyakit dan untuk membatasi
penyebaran penyakit lebih lanjut. Deteksi patogen dalam tanaman dilakukan
dengan tujuan :
1. Menentukan keberadaan dan kuantitas patogen dalam tanaman untuk
menginisiasi tindakan preventif dan kuratif.
2. Mensertifikasi benih dan bahan tanaman untuk program karantina atau
sertifikasi kesehatan tanaman.
3. Menghitung populasi patogen di lokasi serangan dan menghubungkan dengan
kehilangan hasil.
4. Menilai variasi infeksi patogen, termasuk infeksi laten atau infeksi aktif.
5. Mengidentifikasi secara cepat patogen atau strain baru untuk membatasi
penyebaran lebih lanjut.
6. Mempelajari hubungan taksonomi dan evolusi dari patogen tanaman.
7. Memecahkan komponen kompleks penyakit-penyakit yang diinduksi oleh dua
atau lebih patogen.
8. Mempelajari interaksi antara tanaman dan patogen kaitannya dengan
fenomena patogenesis dan fungsi gen.
Perlakuan UV-C
Penyakit pascapanen umumnya dikendalikan oleh fungisida pada pra dan
pascapanen. Benzimidazol dan imazalil adalah bahan aktif fungisida yang sering
digunakan dalam pengendalian penyakit pascapanen (Gachango et al. 2012).
Tetapi, permasalahan penyakit pascapanen semakin kompleks karena fungisida
dapat menyebabkan resistensi patogen. Disamping itu, permintaan buah-buahan
bebas residu kimia oleh konsumen selalu meningkat, sehingga strategi
pengendalian alternatif seperti perlakuan fisik menjadi sebuah pilihan yang
prosfektif (Cia et al. 2007).
Iradiasi ultraviolet adalah salah satu strategi non fungisida untuk
mengendalikan penyakit pascapanen (Canale et al 2011; Darras et al. 2012).
Spektrum UV dapat dibagi kedalam 3 panjang gelombang. UV gelombang pendek
(UV-C) antara 200-280 nm, UV gelombang sedang (UV-B) 280-320 dan UV
gelombang panjang (UV-A) antara 320-400 nm (Civello et al. 2006).
SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK
sinar
sinar
kosmik gamma
gelombang
pendek

sinar
X

ULTRAVIOLET

sinar infra gelombang
mikro
tampak merah
gelombang
panjang

Gambar 10 Posisi ultraviolet dalam spektrum elektromagnetik (Civello et al.
2006)
Banyak penelitian yang telah membuktikan keefektifan radiasi ultraviolet-C
(panjang gelombang 190-280 nm) dalam menurunkan deteriorasi buah-buahan
dan sayuran yang tidak meninggalkan residu pada produk, biaya murah dan

13

mudah diaplikasikan (Rivera-Pastrana et al. 2007). Perlakuan UV-C pada
pascapanen dilakukan dengan memaparkan komoditi pada periode waktu tertentu
dibawah sinar UV-C. Tingkat pengrusakan atau inaktivasi mikroorganisme oleh
radiasi UV-C tergantung pada dosis yang digunakan (Civello et al. 2006). UV-C
sangat efisien dalam mengendalikan penyakit pascapanen pada buah jeruk dan
mengendalikan infeksi laten pada produk pascapanen (Stevens et al. 1996).
UV-C telah digunakan sebagai agen germisida karena mampu menghambat
perkecambahan spora cendawan. Selain itu, UV-C juga dapat menginduksi
ketahanan buah-buahan dan sayuran terhadap infeksi cendawan patogen (Terry
dan Joyce 2004). Pengujian in vitro membuktikan bahwa radiasi UV-C dapat
menunda dan menurunkan perkecambahan dan pertumbuhan miselium B. cinerea
dan M. fructigena. Iradiasi UV-C juga dapat meningkatkan akumulasi fitoaleksin
(scoparon dan scopoletin) pada buah-buahan dan mampu menghambat patogen
busuk buah P. digitatum dan mampu menginduksi aktivitas phenylalanine
ammonia-liase dan peroxidase pada buah jeruk. Namun, kerusakan yang terlihat
pada buah akibat pemaparan UV-C terlalu lama juga telah dilaporkan pada buah
jeruk dan pisang. UV-C dapat menyebabkan perubahan warna coklat pada
jaringan kulit buah jeruk dan pisang. Tetapi, perlakuan UV-C pada waktu papar
rendah tidak menyebabkan perubahan warna pada bagian kulit buah jeruk, juga
tidak berpengaruh terhadap aroma dan rasa (Rivera-Pastrana et al. 2007).

14

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi
Tanaman Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Uji Karantina Tumbuhan Balai
Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya dan Laboratorium Uji Karantina
Tumbuhan Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Soekarno Hatta Jakarta pada
bulan Juli 2014 – Maret 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jeruk impor asal
Argentina, Potato Dextrose Agar (PDA), asam laktat 25%, alkohol 70%, etanol
70%, Sodium hypochlorite 5%, tween 20, akuades steril, kertas bloter, etrel,
Thermo Scientific “GeneJET Plant Genomic DNA purification” mini kit, DNeasy
Plant Kit Qiagen. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermocycler,
sentrifuge, shaker, laminar air flow, freezer, cork borer, cawan petri, rak plastik,
wadah plastik, kotak lampu UV-C merk camag, lemari UV-C, plastik berlubang,
mikoroskop kompon, mikroskop stereo dan pipet.
Deteksi dan Identifikasi Cendawan Penyebab Infeksi Laten
Terdapat dua tipe metode yang diuji untuk mendeteksi infeksi laten yaitu
secara konvensional dan molekuler. Metode deteksi dilakukan berdasarkan studi
kasus impor jeruk asal Argentina, menggunakan 3 kali ulangan dengan masing
masing ulangan terdiri atas 5 buah jeruk. Sampel pengujian diperoleh dari
pemasukan buah jeruk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dengan nomor
registrasi : 2014.2.04.01.S01.I.020852.
Deteksi konvensional
Direct agar plating technique (DAPT). Media Acidified Potato Dextrose
Agar (APDA) dibuat dengan menambahkan 25% asam laktat sebanyak 0.625 ml
ke PDA. Buah jeruk dicuci menggunakan air mengalir. Buah jeruk disterilisasi
permukaan menggunakan larutan Sodium hypochlorite (NaOCl) 5% selama 2
menit. Buah selanjutnya dibilas 2 kali dengan akuades steril. Buah jeruk dipotongpotong dengan ukuran 3×3×3 mm kubik secara aseptik untuk mendapatkan bagian
kalik, kulit, karpel dan biji buah. Potongan bagian buah dikeringanginkan di atas
kertas bloter steril, kemudian ditempatkan pada media APDA dan diinkubasi pada
25 ºC selama 5 sampai 7 hari.
Overnight freezing incubation technique (ONFIT). Peralatan yang akan
digunakan seperti rak plastik, plastik berlubang dan plastik wadah didesinfeksi
terlebih dahulu dengan NaOCl 5% selama 5 menit. Jeruk dimasukan ke dalam
plastik berlubang dan diikat pada bagian atasnya, kemudian direndam dalam
etanol 70% selama 10 detik, direndam dalam larutan NaOCl 5% yang
mengandung tween 20 selama 4 menit. Sampel yang telah dikeringanginkan
disusun diatas rak dalam wadah plastik dan ditutup rapat. Kelembapan di dalam

15

wadah dijaga dengan menambahkan air. Buah dibekukan di dalam freezer –20 °C
selama 15 jam, selanjutnya wadah ditempatkan pada suhu ruang.
Kombinasi senescence stimulating technique (SST) dan DAPT.
Permukaan buah dicuci dengan air bersih mengalir, selanjutnya disterilisasi
permukaan menggunakan NaOCl 5% selama 2 menit. Buah dibilas 2 kali dengan
akuades steril. Buah dikeringanginkan pada kertas bloter steril. Buah direndam
dalam larutan etrel (2-chloroethyl phosphonic acid) 1500 ppm selama 5 menit,
kemudian buah dikeringanginkan selama 30 menit agar etrel diserap oleh buah.
Buah dipotong-potong untuk mendapatkan bagian kalik, kulit, karpel dan biji
buah, kemudian potongan buah ditempatkan pada media APDA.
Kombinasi SST dan inkubasi. Langkah awal pengerjaan sama seperti pada
metode kombinasi SST dan DAPT, setelah dikeringanginkan, tanpa dipotongpotong, buah langsung diinkubasikan dalam wadah plastik selama 7 hari.
Identifikasi konvensional
Identifikasi dilakukan melalui karakter morfologi dengan mengamati
bentuk, ukuran dan warna konidia serta mengamati tipe miselia, selanjutnya
disesuaikan dengan kunci identifikasi cendawan untuk mengidentifikasi sampai ke
level spesies.
Deteksi molekuler
Ekstraksi DNA total buah jeruk. DNA total diekstrak dari buah jeruk
yang tidak bergejala penyakit dengan mengambil sebanyak 0.1 g bagian kulit
(sampel 1), biji (sampel 2), kalik (sampel 3) dan karpel (sampel 4). Sebelum
ekstraksi, buah jeruk disterilisasi permukaan menggunakan NaOCl 5% selama 2
menit dan dibilas 2 kali dengan akuades steril, kemudian dikeringanginkan 10
menit. Ekstraksi DNA total dilakukan berdasarkan Thermo Scientific “GeneJET
Plant Genomic DNA Purification” mini kit #K0791, #K0792 dengan tahapan
ekstraksi sesuai dengan arahan protokol. DNA hasil ekstraksi disimpan pada -20
°C sebelum digunakan.
Amplifikasi DNA cendawan. Amplifikasi rDNA area ITS cendawan
dilakukan dengan Thermalcycler menggunakan pasangan primer universal ITS1F
(CTTGGTCATTTAGAGGAAGTAA) (Gardes dan Bruns 1993) dan ITS4
(CCTCCGCTTATTGATATGC) (White et al. 1990) dengan ukuran produk
amplifikasi sekitar 600 pb. Amplifikasi DNA target cendawan dilakukan dalam
volume 50 µl yang mengandung 20 µl PCR master mix, 2 µl primer ITS1F, 2 µl
primer ITS4, 4 µl DNA hasil ekstraksi dan 22 µl ddH2O. Amplifikasi DNA
dilaksanakan melalui tahap denaturasi utas ganda DNA pada 94 °C selama 35
detik, tahap penempelan primer ke DNA target pada 51 °C selama 1 menit, tahap
pemanjangan DNA pada 72 °C selama 2 menit selama 35 siklus. Visualisasi hasil
amplifikasi DNA dilakukan pada gel agarosa 1.2%.
Identifikasi molekuler
Identifikasi molekuler dilakukan terhadap :
1. Hasil positif amplifikasi DNA cendawan dari buah jeruk
Identifikasi spesies terhadap hasil positif amplifikasi DNA cendawan dari
buah jeruk dilakukan melalui teknik perunutan basa nukleotida. DNA target
cendawan yang berhasil diamplifikasi, selanjutnya dikirim ke First Base,

16

Malaysia untuk dirunut sikuennya. Sikuen area ITS 1 dan ITS4 DNA masingmasing cendawan temuan dibandingkan dengan sikuen DNA cendawan yang
sama asal negara lain yang tersimpan dalam GenBank menggunakan program
Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). Homologi area ITS1 dan ITS4
DNA cendawan dilakukan menggunakan program BioEdit menggunakan
formulasi