Mikobiota pada buah cabai: pengaruhnya terhadap colletotrichum capsici, cendawan penyebab antraknosa

MIKOBIOTA PADA BUAH CABAI: PENGARUHNYA
TERHADAP Colletotrichum capsici, CENDAWAN PENYEBAB
ANTRAKNOSA

MELLY FITRIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mikobiota pada Buah
Cabai: Pengaruhnya terhadap Colletotrichum capsici, Cendawan Penyebab
Antraknosa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Melly Fitriani
NIM G34100048

ABSTRAK
MELLY FITRIANI. Mikobiota pada Buah Cabai: Pengaruhnya terhadap
Colletotrichum capsici, Cendawan Penyebab Antraknosa. Dibimbing oleh OKKY
SETYAWATI DHARMAPUTRA dan LISDAR I SUDIRMAN.
Colletotrichum capsici merupakan cendawan patogen penyebab antraknosa
pada berbagai buah tropis, terutama pada buah cabai. Penggunaan agens kontrol
biologi merupakan alternatif pengendalian penyakit pascapanen pada produk
hortikultura. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antagonistik
mikobiota pada buah cabai terhadap C. capsici. Cendawan patogen dan cendawan
uji diisolasi dari buah cabai merah besar var. Imperial-308 dan Hibrida F1
Maraton yang diperoleh dari 3 pasar tradisional di Kotamadya Bogor. Isolasi C.
capsici menghasilkan 4 isolat. Colletotrichum capsici CPB I.1 memiliki
patogenisitas tertinggi pada buah cabai merah besar var. IPB Perbani. Isolasi
cendawan uji dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran serial yang

dilanjutkan dengan metode cawan tuang menghasilkan 14 isolat, terdiri atas 7
isolat cendawan berfilamen dan 7 isolat khamir. Uji antagonisme dilakukan
dengan menggunakan metode oposisi langsung pada media Potato Dextrose Agar
(PDA) menghasilkan 4 isolat cendawan antagonis yang menyebabkan persentase
hambatan pertumbuhan lebih dari 70% terhadap C. capsici CPB I.1, yaitu 3 isolat
cendawan berfilamen (Plectosphaerella cucumerina, isolat MF 2, dan Aspergillus
flavus) dan 1 isolat khamir (Issatchenkia orientalis). Dua cendawan antagonis (P.
cucumerina dan I. orientalis) tidak menyebabkan penyakit pada buah cabai var.
IPB Perbani, sehingga berpotensi sebagai agens kontrol biologi.
Kata kunci: antraknosa, buah cabai, Colletotrichum capsici, mikobiota

ABSTRACT
MELLY FITRIANI. Mycobiota on Chilli Fruits: Their Effect on Colletotrichum
capsici, causing Anthracnose. Supervised by OKKY SETYAWATI
DHARMAPUTRA and LISDAR I SUDIRMAN.
Colletotrichum capsici is a pathogenic fungus causing anthracnose on
various tropical fruits, especially chilli fruit. Biological control agents have been
used as an alternative to control postharvest diseases. This study aims to examine
the antagonistic potential of mycobiota on chilli fruit against C. capsici.
Pathogenic fungus and test fungi were isolated from red chilli fruits var. Imperial308 and Hibrida F1 Maraton collected from 3 traditional markets in Municipality

of Bogor. Four isolates of C. capsici were obtained from red chilli fruits infected
by anthracnose. Colletotrichum capsici CPB I.1 showed the highest pathogenicity
on red chilli fruits var. IPB Perbani. Fourteen isolates of test fungi were obtained
from healthy red chilli fruits using serial dilution method, followed by pour plate
method. They consisted of 7 filamentous fungi and 7 yeast isolates. Test of
antagonism using direct opposition method on PDA obtained 4 antagonist fungal
isolates which inhibited the growth of C. capsici CPB I.1 more than 70%. They
consisted of 3 filamentous fungi (Plectosphaerella cucumerina, isolate MF 2, and
Aspergillus flavus) and 1 yeast (Issatchenkia orientalis). Two isolates of
antagonist fungi (P. cucumerina and I. orientalis) did not cause any diseases of
chilli fruits var. IPB Perbani, consequently they can be used as biocontrol agents.
Keywords: anthracnose, chilli fruit, Colletotrichum capsici, mycobiota

MIKOBIOTA PADA BUAH CABAI: PENGARUHNYA
TERHADAP Colletotrichum capsici, CENDAWAN PENYEBAB
ANTRAKNOSA

MELLY FITRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Mikobiota pada Buah Cabai: Pengaruhnya terhadap Colletotrichum
capsici, Cendawan Penyebab Antraknosa
Nama
: Melly Fitriani
NIM
: G34100048

Disetujui oleh


Prof Dr Okky Setyawati Dharmaputra
Pembimbing I

Dr Ir Lisdar I Sudirman
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan
judul “Mikobiota pada Buah Cabai: Pengaruhnya terhadap Colletotrichum
capsici, Cendawan Penyebab Antraknosa”. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan
Januari sampai dengan Mei 2014 di Laboratorium Fitopatologi SEAMEO
BIOTROP, Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Okky Setyawati
Dharmaputra dan Ibu Dr Ir Lisdar I Sudirman selaku pembimbing dan Ibu Dr Ir
Utut Widyastuti, MSi selaku dosen penguji yang telah memberi arahan dan
masukan dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Direktur SEAMEO BIOTROP atas izin penggunaan sarana dan
fasilitas laboratorium, kepada Ibu Ir Ina Retnowati yang telah banyak membantu
dan memberikan saran, Bapak Edi Suryadi dan Kak Nijma yang telah membantu
selama penelitian, dan terima kasih kepada BIDIK MISI yang telah membantu
sebagian dana penelitian, serta kepada Ibu Atit Kanthi, MSc yang telah
mengidentifikasi isolat cendawan dan khamir secara molekuler. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga, serta
teman-teman Biologi 47 atas segala doa, dukungan, dan bantuan selama
melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Melly Fitriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

METODE

2

Pengambilan Sampel

2

Isolasi dan Identifikasi Cendawan Penyebab Antraknosa

2

Uji Patogenisitas Isolat-Isolat C. capsici

3

Isolasi Cendawan Uji


3

Uji Antagonisme antara Cendawan Uji dengan C. capsici

4

Uji Patogenisitas Cendawan Uji yang Bersifat Antagonistik terhadap
C. capsici pada Buah Cabai

5

Identifikasi Cendawan Antagonis yang Berpotensi sebagai Agens Kontrol
Biologi

5

Prosedur Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Cendawan Penyebab Antraknosa

5

Patogenisitas C. capsici

6

Cendawan selain C. capsici pada Buah Cabai dan Hasil Uji Antagonismenya
dengan C. capsici
7
Patogenisitas Cendawan Antagonis yang Potensial pada Buah Cabai
SIMPULAN DAN SARAN

11

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1
2
3

4

Persentase keberadaan Colletotrichum spp. pada buah cabai merah
besar dari 3 pasar tradisional di Kotamadya Bogor
Hasil uji patogenisitas 4 isolat Colletotrichum capsici terhadap buah
cabai merah besar
Persentase hambatan pertumbuhan Colletotrichum capsici CPB I.1
oleh isolat cendawan uji, jarak zona hambatan, dan tipe interaksi
setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC)
Hasil uji patogenisitas 4 isolat cendawan antagonis pada buah cabai
merah besar

6
7

10
11

DAFTAR GAMBAR
1

2

3

4
5

6

Skema uji antagonisme antara cendawan uji dengan Colletotrichum
capsici; A = C. capsici dan B = cendawan uji; j1 = jari-jari koloni C.
capsici yang tumbuh ke arah berlawanan dengan tempat cendawan
uji; j2 = jari-jari koloni C. capsici yang tumbuh ke arah cendawan uji
(mm)
Cabai merah besar varietas IPB Perbani yang terserang antraknosa
(a), biakan murni Colletotrichum capsici CPB I.1 pada media Potato
Dextrose Agar setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC) (b),
foto mikrograf C. capsici CPB I.1 (200x) (c); dan foto mikrograf
konidium C. capsici CPB I.1 (1000x) (d)
Hasil uji antagonisme antara Colletotrichum capsici CPB I.1 dengan
Plectosphaerella cucumerina (tipe interaksi E) (1), Aspergillus flavus
(tipe interaksi E) (2), Issatchenkia orientalis (tipe interaksi E) (3),
isolat MF 2 (tipe interaksi B) (4), dan kontrol pada media Potato
Dextrose Agar setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC) (5);
a = C. capsici; b = cendawan uji
Uji patogenisitas isolat cendawan antagonis dan dan gejala penyakit
(
) pada buah cabai merah besar varietas IPB Perbani
Biakan murni Plectosphaerella cucumerina pada media Potato
Dextrose Agar (PDA) setelah inkubasi 7 hari pada suhu ruang (28±2
o
C) (a), dan foto mikrograf P. cucumerina (1000x) (b)
Biakan murni Issatchenkia orientalis pada media Potato Dextrose
Agar (PDA) setelah inkubasi 7 hari pada suhu ruang (28±2 oC) (a),
dan foto mikrograf I. orientalis (1000x) (b)

4

6

9
12

12

13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan tahapan strategi pengendalian hayati terhadap patogen
menunjukkan peranannya dalam penelitian (
) dan perdagangan
(
) (Korsten et al. 1993)
2 Deskripsi varietas cabai merah besar
3 Komposisi media untuk isolasi dan identifikasi cendawan (Pitt dan
Hocking 2009)

17
18
19

4
5
6
7
8
9

Kode isolat Colletotrichum capsici, tanggal isolasi, lokasi
pengambilan, dan varietas buah cabai merah besar
Analisis ragam pengaruh isolat Colletotrichum capsici terhadap luas
permukaan gejala antraknosa
Analisis ragam pengaruh isolat cendawan uji terhadap persentase
hambatan Colletotrichum capsici CPB I.1*)
Analisis ragam pengaruh isolat cendawan uji terhadap persentase
hambatan Colletotrichum capsici CPB I.1*)
Analisis ragam pengaruh isolat cendawan uji terhadap persentase
hambatan Colletotrichum capsici CPB I.1*)
Tipe interaksi antar cendawan (Wheeler dan Hocking 1993 yang
dimodifikasi dari Magan dan Lacey 1984)

20
20
20
20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani
Indonesia. Menurut BPS (2013) produksi cabai merah besar pada tahun 2012
sebesar 1 656 615 ton. Produksi cabai merah besar tertinggi berada di pulau Jawa
sebesar 881 058 ton. Susut pascapanen pada buah cabai merupakan salah satu
masalah utama pada produksi cabai di Indonesia, sehingga dapat menyebabkan
kerugian yang cukup besar bagi petani. Ippolito dan Nigro (2000) menyatakan,
bahwa besarnya susut pascapanen buah-buahan dan sayuran segar di negara
kurang berkembang mencapai hampir 50%. Sebagian besar penyebabnya adalah
serangan cendawan patogen.
Salah satu penyakit akibat serangan cendawan patogen pada buah cabai
adalah antraknosa, disebabkan oleh Colletotrichum spp. Pembusukkan akibat
antraknosa pada buah cabai akan terjadi pada saat buah matang, sehingga
menyebabkan penurunan produksi dan kualitas buah cabai. Rata-rata kehilangan
hasil cabai akibat serangan antraknosa lebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan dengan musim kemarau. Kehilangan hasil cabai akibat serangan
antraknosa pada musim hujan di Kabupaten Magelang mencapai 54%, sedangkan
di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Brebes mencapai 20–25% (Mariyono dan
Bhattarai 2009). Terdapat 3 spesies Colletotrichum yang telah diidentifikasi dapat
menyebabkan antraknosa pada buah cabai, yaitu C. capsici, C. gloeosporioides
dan C. acutatum. Morfologi ketiga spesies Colletotrichum berbeda, baik dari
ukuran, bentuk konidium dan apresorium, maupun warna koloni pada media
Potato Dextrose Agar (PDA) (Than et al. 2008a). Syukur et al. (2007)
melaporkan bahwa spesies Colletotrichum yang paling banyak dijumpai
menyerang buah cabai di Indonesia adalah C. acutatum. Selain Colletotrichum,
patogen yang dapat menyerang buah cabai adalah Phytophthora capsici,
Aspergillus flavus, Fusarium proliferatum, Xanthomonas campestris, dan Erwinia
carotovora (Duriat et al. 2007; Rampersad dan Teelucksingh 2011; Sudha 2013).
Pengendalian penyakit pascapanen pada buah-buahan dan sayuran dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu pengendalian fisik, kimia, dan biologi.
Pengendalian fisik berupa perlakuan suhu panas atau dingin dalam penanganan
pascapanen buah-buahan dan sayuran lebih mudah dilakukan, tetapi dapat
menyebabkan penurunan mutu buah-buahan dan sayuran. Penggunaan fungisida
sintetik, seperti tiabendazol (TBZ), imazalil, atau benomil hanya dapat digunakan
dalam jumlah terbatas, karena dapat menimbulkan polusi lingkungan,
berpengaruh terhadap kesehatan manusia, dan dapat menimbulkan resistensi
patogen terhadap fungisida (Mari et al. 2014). Salah satu alternatif pengendalian
penyakit pascapanen yaitu penggunaan agens kontrol biologi. Strategi umum
pengendalian hayati adalah dengan menggunakan salah satu organisme hidup
untuk mengendalikan organisme lain. Cendawan antagonis dapat digunakan
sebagai agens kontrol biologi dengan syarat tidak memproduksi spora yang
bersifat alergi atau toksin pada manusia (Chanchaichaovivat et al. 2007).

2
Penggunaan agens kontrol biologi terhadap cendawan penyebab antraknosa
pada buah cabai dapat diperoleh dari mikroorganisme antagonis epifit alami yang
ada pada buah. Menurut Korsten et al. (1993), strategi penelitian untuk
memperoleh agens kontrol biologi dilakukan dengan penapisan epifit alami secara
in vitro dan in vivo terhadap patogen pascapanen dengan kisaran yang luas.
Pengujian penggunaan agens kontrol biologi dilakukan dengan mengevaluasi
mekanisme antagonis, kemampuan bertahan, dan toksisitas dari mikroorganisme
antagonis dalam pengaplikasian di lapangan atau pada skala komersial (Lampiran
1).
Beberapa cendawan antagonis telah dilaporkan dapat digunakan sebagai
agens kontrol biologi terhadap antraknosa pada beberapa buah-buahan. Siregar et
al. (2007) melaporkan bahwa bakteri Bacillus polymyxa dan cendawan
Trichoderma harzianum dapat mengendalikan cendawan penyebab antraknosa
pada tanaman cabai. Dengan adanya informasi tersebut, maka diharapkan adanya
cendawan antagonis yang dapat memperkecil tingkat kehilangan (susut)
hasil/kerusakan akibat serangan antraknosa dan meningkatkan daya simpan dan
daya guna.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji potensi antagonistik mikobiota pada
buah cabai merah besar terhadap C. capsici.

METODE
Pengambilan Sampel
Cabai merah besar yang terserang antraknosa dan cabai merah besar sehat
diperoleh dari pasar tradisional di Kotamadya Bogor, yaitu cabai merah besar
varietas Imperial-308 dari pasar Anyar dan cabai merah besar varietas Hibrida F1
Maraton dari pasar Bogor dan pasar Gembrong. Uji patogenisitas dilakukan pada
cabai merah besar varietas IPB Perbani yang diperoleh dari kebun Leuwikopo,
milik Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Deskripsi buah cabai merah besar varietas Imperial-308, Hibrida
F1 Maraton, dan IPB Perbani dapat dilihat pada Lampiran 2.

Isolasi dan Identifikasi Cendawan Penyebab Antraknosa
Isolasi cendawan penyebab antraknosa pada buah cabai merah besar varietas
Imperial-308 dan Hibrida F1 Maraton dilakukan dengan cara memotong jaringan
kulit dan daging buah (5x5 mm) di antara bagian yang sakit dan sehat, kemudian
bagian permukaannya didesinfeksi dengan etanol 70%, dibilas dengan akuades
steril dan dikering-udarakan (Lim et al. 2002). Selanjutnya potongan jaringan
kulit buah cabai merah besar diletakkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA)
yang mengandung 100 mg/L kloramfenikol di dalam 3 cawan Petri (diameter 9

3
cm) (3 potong jaringan buah per cawan). Komposisi media PDA dapat dilihat
pada Lampiran 3. Cawan-cawan Petri diinkubasi pada suhu ruang (28±2 oC)
selama 5 hari. Setiap koloni cendawan yang diduga C. capsici dimurnikan pada
media PDA tanpa kloramfenikol. Biakan murni C. capsici dibuat preparat dengan
menggunakan pewarna laktofenol biru katun untuk mengamati struktur aservulus
dan konidium C. capsici di bawah mikroskop merek Olympus. Identifikasi C.
capsici menggunakan pustaka acuan Sutton (1980), Barnett dan Hunter (1999).

Uji Patogenisitas Isolat-Isolat C. capsici
Buah cabai merah besar varietas IPB Perbani yang sehat dengan ukuran dan
kematangan yang sama dibilas dengan air leding dan dibiarkan kering-udara,
selanjutnya didesinfeksi dengan etanol 70%. Bagian pangkal dan tengah setiap
buah, dibuat goresan vertikal dan horizontal masing-masing 1 cm menggunakan
cutter. Di atas goresan tersebut ditempatkan inokulum berupa potongan biakan
(diameter 8 mm) setiap isolat C. capsici yang berumur 7 hari pada PDA,
kemudian ditutup dengan selotip. Sebagai kontrol, a) di atas goresan ditempatkan
potongan media PDA (diameter 8 mm) tanpa isolat C. capsici dan b) buah cabai
merah besar yang telah digores tanpa potongan media dan tanpa isolat C. capsici.
Baik pada setiap perlakuan, maupun kontrol dibuat 6 ulangan (=6 buah cabai
merah besar). Tiga buah cabai merah besar ditempatkan di dalam sebuah wadah
plastik yang telah didesinfeksi dengan etanol 70%. Selain itu, kondisi di dalam
wadah dibuat lembab. Untuk memperoleh kelembapan relatif 85% di dalam
wadah, kapas steril (5 g) yang telah dibasahi dengan akuades steril (15 mL)
ditempatkan di dalam setiap wadah. Selanjutnya semua wadah diinkubasi pada
suhu ruang (28±2 oC) selama 7 hari. Pengamatan patogenisitas dilakukan terhadap
luas permukaan cabai merah yang terserang oleh setiap isolat C. capsici dengan
metode gravimetri, yaitu menimbang jiplakan luas permukaan gejala pada plastik
tebal, kemudian membandingkan berat jiplakan tersebut dengan berat plastik yang
telah diketahui luasnya (mm2) (Sudirman LI 7 Mei 2014, komunikasi pribadi).
Isolat yang menyebabkan gejala dengan luas permukaan paling besar dianggap
isolat yang mempunyai patogenisitas paling tinggi.

Isolasi Cendawan Uji
Isolasi cendawan selain C. capsici pada buah cabai merah besar sehat
varietas Imperial-308 dan Hibrida F1 Maraton dilakukan dengan menggunakan
metode pengenceran serial yang dilanjutkan dengan metode cawan tuang pada
media PDA. Sebanyak 100 g kulit dan daging buah cabai merah besar
ditempatkan di dalam blender merek Miyako, kemudian ditambah akuades steril
hingga mencapai volume 500 mL, selanjutnya digiling selama 1 menit, sehingga
diperoleh suspensi dengan pengenceran 1:5. Dari pengenceran ini, 50 mL suspensi
ditempatkan ke dalam labu Erlenmeyer (volume 250 mL) dan ditambahkan
akuades steril sebanyak 50 mL sehingga diperoleh pengenceran 1:10. Selanjutnya
dengan cara yang sama, dibuat pengenceran 1:20; 1:100; dan 1:1000. Sebanyak 1
mL suspensi dari setiap pengenceran diambil dengan pipet dan ditempatkan di

4
dalam cawan Petri (diameter 9 cm), kemudian ditambahkan 12±1 mL media PDA
(40±2 oC) yang mengandung kloramfenikol (100 mg/L). Setiap pengenceran
dibuat 3 ulangan (=3 cawan Petri). Cawan-cawan Petri diinkubasi pada suhu
ruang (28±2 oC) selama 7 hari. Pengamatan dilakukan terhadap koloni cendawan
yang berbeda warna dan pola pertumbuhannya dari pengenceran yang
memberikan koloni cendawan terpisah. Setiap koloni cendawan tersebut yang
selanjutnya disebut setiap isolat cendawan uji dipindahkan pada media PDA tanpa
kloramfenikol. Setiap isolat cendawan diuji sifat antagonistiknya terhadap C.
capsici yang patogenisitasnya terhadap buah cabai merah besar varietas IPB
Perbani paling tinggi.

Uji Antagonisme antara Cendawan Uji dengan C. capsici
Setiap isolat cendawan selain C. capsici yang diisolasi dari kulit dan daging
buah cabai merah besar yang sehat diuji sifat antagonistiknya terhadap C. capsici
yang patogenisitasnya paling tinggi dengan menggunakan metode oposisi
langsung (Dennis dan Webster 1971). Colletotrichum capsici ditumbuhkan secara
berpasangan dengan setiap isolat cendawan uji di tengah media PDA di dalam
cawan Petri (diameter 9 cm) dengan jarak 3 cm (Gambar 1).

Gambar 1 Skema uji antagonisme antara cendawan uji dengan Colletotrichum
capsici; A = C. capsici dan B = cendawan uji; j1 = jari-jari koloni C.
capsici yang tumbuh ke arah berlawanan dengan tempat cendawan uji;
j2 = jari-jari koloni C. capsici yang tumbuh ke arah cendawan uji
(mm)
Colletotrichum capsici ditumbuhkan pada 3 waktu yang berbeda, yaitu
ditumbuhkan a) pada waktu yang sama dengan inokulasi cendawan uji (cendawan
berfilamen dan khamir); b) 3 hari setelah inokulasi cendawan uji (cendawan
berfilamen); dan c) 7 hari setelah inokulasi cendawan uji (khamir). Inokulum
setiap isolat cendawan terdiri atas potongan biakan pada media PDA berdiameter
4 mm. Setiap perlakuan dibuat 3 ulangan. Semua cawan Petri diinkubasi pada
suhu ruang (28±2 oC) selama 7 hari. Persentase hambatan pertumbuhan isolat C.
capsici yang patogenisitasnya paling tinggi oleh cendawan uji dihitung
berdasarkan Fokkema (1973):
Hambatan pertumbuhan (%) =



x 100

Cendawan uji yang menyebabkan persentase hambatan pertumbuhan C.
capsici lebih dari 70% dianggap sebagai cendawan antagonis. Pengamatan
mekanisme antagonisme dilakukan secara makroskopis, yaitu dengan mengamati
tipe interaksi antar cendawan (Wheeler dan Hocking 1993 yang dimodifikasi dari
Magan dan Lacey 1984).

5

Uji Patogenisitas Cendawan Uji yang Bersifat Antagonistik terhadap C.
capsici pada Buah Cabai
Uji patogenisitas isolat-isolat cendawan antagonis yang menyebabkan
persentase hambatan pertumbuhan C. capsici lebih dari 70% dilakukan seperti uji
patogenisitas isolat-isolat C. capsici pada buah cabai merah besar varietas IPB
Perbani.

Identifikasi Cendawan Antagonis yang Berpotensi sebagai Agens Kontrol
Biologi
Isolat-isolat cendawan antagonis yang berpotensi sebagai agens kontrol
biologi dan tidak menyebabkan penyakit pada buah cabai diidentifikasi
menggunakan pustaka Pitt dan Hocking (2009) dan diidentifikasi secara
molekuler menggunakan pustaka Hamby et al. (2012). Biakan murni setiap
cendawan antagonis dibuat preparat dengan menggunakan pewarna laktofenol
biru katun untuk mengamati ciri khusus dari setiap cendawan antagonis di bawah
mikroskop merek Olympus.

Prosedur Analisis Data
Uji patogenisitas isolat-isolat C. capsici pada buah cabai merah besar
varietas IPB Perbani, uji antagonisme antara cendawan uji dengan C. capsici yang
ditumbuhkan secara berpasangan pada 3 waktu yang berbeda, dan uji
patogenisitas isolat-isolat cendawan antagonis terhadap buah cabai merah besar
varietas IPB Perbani digunakan Rancangan Acak Lengkap (Mattjik dan
Sumertajaya 2002). Semua analisis statistika dilakukan dengan menggunakan
program SPSS versi 16.0. Jika hasil analisis ragam (ANOVA) memberikan
perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji banding
Duncan (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Cendawan Penyebab Antraknosa
Antraknosa menjadi masalah utama pada produksi buah tropis, khususnya
buah cabai merah besar yang menyebabkan kehilangan nilai ekonomi cukup besar
pada buah. Antraknosa disebabkan oleh Colletotrichum spp., yaitu C. capsici, C.
gloeosporiodes dan C. acutatum (Than et al. 2008a). Namun pada hasil penelitian
ini, persentase keberadaan C. capsici pada buah cabai merah besar yang diperoleh
dari 3 pasar tradisional di Kotamadya Bogor lebih dominan (63.89%) (Tabel 1).
Selain menyerang buah cabai merah besar, C. capsici dilaporkan menyerang buah
pepaya (Carica papaya), sirih (Piper betle) dan golongan legum, seperti kacang

6
tunggak (Vigna unguiculata) dan buncis (Phaseolus vulgaris) (Pring et al. 1995;
Tarnowski dan Ploetz 2010).
Tabel 1 Persentase keberadaan Colletotrichum spp. pada buah cabai merah
besar dari 3 pasar tradisional di Kotamadya Bogor
Spesies
Colletotrichum capsici
C. gloeosporioides
C. acutatum

Persentase keberadaan Colletotrichum spp. (%)
63.89
35.56
13.33

Persentase keberadaan Colletotrichum spp. berdasarkan jumlah koloni spesies Colletotrichum
dari 9 potongan kulit dan daging buah cabai merah besar pada media PDA yang mengandung
100 mg/L kloramfenikol

Buah cabai merah besar yang terserang antraknosa menunjukkan gejala
berupa timbulnya cekungan yang membesar pada permukaan buah. Pada bagian
tengah cekungan terdapat kumpulan titik-titik hitam yang merupakan kelompok
aservulus. Serangan C. capsici pada buah tidak bersifat toksik terhadap manusia
dan hewan, tetapi kerusakan pada buah menjadi pertimbangan untuk kelayakan
konsumsi manusia (Nayaka et al. 2009).
Koloni isolat C. capsici pada media PDA berwarna kelabu dengan miselium
berwarna kelabu keputihan yang tumbuh secara bertahap. Konidium C. capsici
berbentuk sabit tanpa sekat. Buah cabai merah besar yang terserang antraknosa,
biakan murni, dan foto mikrograf C. capsici CPB I.1 dapat dilihat pada Gambar 2.
Sebanyak 4 isolat telah diisolasi dari buah cabai merah besar yang terserang
antraknosa varietas Imperial-308 dari pasar Anyar dan varietas Hibrida F1
Maraton dari pasar Bogor dan pasar Gembrong. Kode isolat C. capsici dibedakan
berdasarkan lokasi dan waktu pengambilan buah cabai merah besar (Lampiran 4).

Gambar 2 Cabai merah besar varietas IPB Perbani yang terserang antraknosa (a),
biakan murni Colletotrichum capsici CPB I.1 pada media Potato
Dextrose Agar setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC) (b),
foto mikrograf C. capsici CPB I.1 (200x) (c); dan foto mikrograf
konidium C. capsici CPB I.1 (1000x) (d)

Patogenisitas C. capsici
Beberapa penyakit pascapanen pada buah tidak menunjukkan gejala sampai
buah matang (Than et al. 2008b). Serangan C. capsici bersifat laten, terjadi pada

7
beberapa tahap perkembangan pada buah dan pembusukkan akan tertunda sampai
buah matang (Ippolito dan Nigro 2000). Colletotrichum capsici tetap membentuk
apresorium selama fase quiescent dan saat buah matang terbentuk bintik-bintik
cokelat kehitaman di perikarp dan busuk lunak dalam mesokarp. Hal tersebut
dikarenakan terjadi peningkatan kandungan nutrisi dan penurunan kadar senyawa
antifungi pada buah matang (Prusky 1996). Inisiasi serangan Colletotrichum spp.
melibatkan beberapa proses, yaitu pelekatan konidium pada permukaan tanaman,
perkecambahan konidium, produksi apresorium sebagai alat bantu penetrasi,
penetrasi ke jaringan epidermis tanaman, tumbuh dan mengkolonisasi jaringan
tanaman (Mendgen dan Hahn 2002). Jaringan buah yang membusuk akan
membentuk aservulus dan menghasilkan konidium (Kim et al. 2004).
Hasil uji patogenisitas 4 isolat C. capsici terhadap buah cabai merah besar
varietas IPB Perbani setelah inkubasi 7 hari pada suhu ruang (28±2 oC)
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap luas permukaan gejala
antraknosa berdasarkan analisis ragam dengan taraf kepercayaan 99% (Lampiran
5). Isolat C. capsici yang menyebabkan luas permukaan gejala antraknosa
tertinggi (294.00 mm2) pada buah cabai merah besar varietas IPB Perbani adalah
isolat CPB I.1, diisolasi dari cabai merah yang diperoleh dari pasar Bogor dengan
varietas Hibrida F1 Maraton (Tabel 2), sehingga isolat ini digunakan untuk uji
antagonisme antara cendawan uji dengan C. capsici. Selain menggunakan metode
gravimetri dalam pengukuran luas permukaan gejala antraknosa, dapat juga
dilakukan dengan metode Hand Scanner yang dihubungkan dengan program Area
II berdasarkan penghitungan jumlah pixel pada hasil scanner luas permukaan
gejala (Caldas et al. 1992).
Tabel 2 Hasil uji patogenisitas 4 isolat Colletotrichum capsici terhadap buah
cabai merah besar
Kode isolat
CPB I.1
CPA II.2
CPG II.1
CPA I.2

Luas permukaan gejala antraknosa pada buah cabai
(mm2)
294.00a
156.71ab
147.78ab
15.43b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji banding
Duncan pada taraf kepercayaan 99%

Cendawan selain C. capsici pada Buah Cabai dan Hasil Uji Antagonismenya
dengan C. capsici
Mikroorganisme antagonis dapat digunakan sebagai agens kontrol biologi
dalam menekan pertumbuhan patogen dengan syarat memiliki kemampuan
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan dengan nutrisi yang rendah, tidak
menyebabkan patogen pada inang, tidak menghasilkan metabolit berbahaya, dan
efektif melawan patogen yang memiliki kisaran inang yang cukup luas (BarkaiGolan 2001). Terdapat 2 pendekatan penggunaan mikroorganisme antagonis
sebagai agens kontrol biologi pada penyakit pascapanen pada buah, yaitu
menggunakan mikroorganisme antagonis yang berasal dari buah itu sendiri dan
dapat menggunakan mikroorganisme dari buah lain untuk melawan patogen

8
(Sharma et al. 2009). Selain berasal dari buah, mikroorganisme antagonis dapat
diisolasi dari permukaan daun, bunga dan sayuran (Beasley et al. 2001; Ekow dan
Kobina 2012). Mikroorganisme antagonis dapat berupa bakteri saprob, khamir,
dan cendawan berfilamen (Sharma et al. 2009).
Sebanyak 14 isolat cendawan uji telah diisolasi dari buah cabai merah besar
yang sehat varietas Imperial-308 dari pasar Anyar dan varietas Hibrida F1
Maraton dari pasar Bogor dan pasar Gembrong, terdiri atas 7 isolat cendawan
berfilamen dan 7 isolat khamir. Dari 7 isolat cendawan uji berfilamen, salah
satunya adalah Aspergillus flavus. Pada uji antagonisme antara cendawan uji
dengan C. capsici, cendawan patogen ditumbuhkan pada 3 waktu yang berbeda,
karena setiap isolat, baik cendawan uji, maupun cendawan patogen memiliki
kecepatan pertumbuhan berbeda (Johnson et al. 1960).
Berdasarkan analisis ragam diperoleh hasil, bahwa isolat cendawan uji
menyebabkan perbedaan yang sangat nyata terhadap persentase hambatan
pertumbuhan C. capsici CPB I.1, baik apabila cendawan patogen ditumbuhkan
pada waktu yang sama dengan cendawan uji, maupun pada waktu yang berbeda
(Lampiran 6, 7,dan 8). Persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 yang
ditumbuhkan pada waktu yang sama dengan cendawan uji (a), 3 hari setelah
inokulasi cendawan uji (cendawan berfilamen) (b), dan 7 hari setelah inokulasi
cendawan uji (khamir) (c) dapat dilihat pada Tabel 3.
Persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 pada uji antagonisme
yang ditumbuhkan pada waktu yang sama dengan cendawan uji kurang dari 50%,
yaitu berkisar antara 14.00-47.33%. Cendawan uji yang menyebabkan persentase
hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 tertinggi adalah isolat MF 2 sebesar
47.33%. Persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 yang ditumbuhkan
3 hari setelah inokulasi cendawan uji (cendawan berfilamen) lebih tinggi
dibandingkan ditumbuhkan bersama dengan cendawan uji, berkisar antara 48.3376.67%. Persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 lebih dari 70%
disebabkan oleh Plectosphaerella cucumerina (72.50%), isolat MF 2 (76.67%)
dan Aspergillus flavus (71.67%). Berdasarkan pengamatan visual setelah 7 hari
inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC), pertumbuhan P. cucumerina, isolat MF 2,
dan A. flavus sangat cepat, sehingga ruang untuk tumbuh C. capsici CPB I.1
sangat terbatas. Selain itu, penghambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 diduga
karena terjadi persaingan dalam memperoleh nutrisi dengan isolat cendawan uji.
Persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 yang ditumbuhkan 7 hari
setelah inokulasi cendawan uji (khamir) lebih tinggi daripada C. capsici CPB I.1
yang ditumbuhkan pada waktu yang sama dengan cendawan uji berkisar antara
38.00-77.33%. Isolat cendawan uji berupa khamir (Issatchenkia orientalis)
menyebabkan persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1 lebih dari
70%, yaitu 77.33%. Berdasarkan pengamatan secara visual, koloni khamir dan C.
capsici CPB I.1 saling kontak tanpa membentuk zona hambatan. Menurut
Wisniewski dan Wilson (1992), khamir memiliki potensi yang cukup besar
sebagai agens kontrol biologi dalam mengendalikan serangan penyakit
pascapanen pada produk pertanian, karena mampu mengkolonisasi permukaan
target dalam waktu yang lama meskipun dalam kondisi kering dan mampu
menggunakan nutrisi dengan cepat, sehingga berkembang biak lebih cepat dan
dapat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan cendawan patogen.

9
Cendawan uji yang memiliki persentase hambatan lebih dari 70% dianggap
sebagai cendawan antagonis.
Interaksi antara cendawan uji dengan C. capsici pada PDA menghasilkan 2
tipe interaksi (Gambar 3), yaitu inhibisi mutual (tipe B) yang ditunjukkan
terbentuknya zona hambatan kurang dari 2 mm dan inhibisi patogen (tipe E),
cendawan patogen yang dihambat tidak mengalami pertumbuhan lagi, sedangkan
cendawan uji tetap mengalami pertumbuhan (Wheeler dan Hocking 1993).
Interaksi antara P. cucumerina dan A. flavus (cendawan berfilamen) dan I.
orientalis (khamir) dengan C. capsici CPB I.1 menunjukkan tipe E, sedangkan
interaksi antara isolat MF 2 (cendawan berfilamen) dengan C. capsici CPB I.1
menunjukkan tipe interaksi B. Tipe-tipe interaksi antar cendawan menurut
Wheeler dan Hocking (1993) yang dimodifikasi dari Magan dan Lacey (1984)
dapat dilihat pada Lampiran 9.

C. capsici vs P. cucumerina

C. capsici vs A. flavus

C. capsici vs MF 2

C. capsici vs I. orientalis

Kontrol

Gambar 3 Hasil uji antagonisme antara Colletotrichum capsici CPB I.1 dengan
Plectosphaerella cucumerina (tipe interaksi E) (1), Aspergillus
flavus (tipe interaksi E) (2), Issatchenkia orientalis (tipe interaksi E)
(3), isolat MF 2 (tipe interaksi B) (4), dan kontrol pada media Potato
Dextrose Agar setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC)
(5); a = C. capsici; b = cendawan uji

10
Tabel 3 Persentase hambatan pertumbuhan Colletotrichum capsici CPB I.1 oleh isolat cendawan uji, jarak zona hambatan, dan tipe
interaksi setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28±2 oC)
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Isolat cendawan uji

Plectosphaerella
cucumerina
MF 2
MF 3
MF 6
Aspergillus flavus
MF 10
MF 14
MF 4
MF 7
MF 8
Issatchenkia
orientalis
MF 12
MF 13
MF 15

Lokasi pengambilan
cabai

Hambatan pertumbuhan (%)

Jarak zona hambatan
(mm)

Tipe interaksi

b
72.50ab

c
-

a
0

b
0

c
-

a
E

b
E

c

Pasar Gembrong

a
32.00abc

Pasar Gembrong
Pasar Gembrong
Pasar Gembrong
Pasar Bogor
Pasar Bogor
Pasar Bogor
Pasar Gembrong
Pasar Gembrong
Pasar Gembrong
Pasar Bogor

47.33a
38.50ab
37.67ab
46.67a
37.67ab
27.67bcd
37.67ab
43.50a
14.00d
45.33a

76.67a
59.33bcd
66.67abc
71.67ab
53.67cd
48.33d
-

63.00ab
62.00ab
38.00c
77.33a

1
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
-

0
0
0
0

B
E
E
E
B
B
E
B
B
E

B
E
B
E
E
E
-

E
E
B
E

Pasar Anyar
Pasar Bogor
Pasar Anyar

20.00cd
28.00bcd
43.00ab

-

38.50c
64.67ab
57.33b

0
0
0

-

0
0
0

B
E
E

-

E
E
B

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji banding Duncan pada taraf kepercayaan 99%; (a) : C.
capsici CPB I.1 ditumbuhkan pada waktu yang sama dengan cendawan uji (cendawan berfilamen dan khamir); (b) : C. capsici CPB I.1 ditumbuhkan 3 hari setelah
inokulasi cendawan uji (cendawan berfilamen); (c) : C. capsici CPB I.1 ditumbuhkan 7 hari setelah inokulasi cendawan uji (khamir); (-) : tidak diuji

11
Patogenisitas Cendawan Antagonis yang Potensial pada Buah Cabai
Cendawan antagonis yang digunakan sebagai agens kontrol biologi harus
memiliki toleransi terhadap keadaan nutrisi yang rendah, suhu tinggi, radiasi sinar
ultraviolet, dan kondisi kekeringan, serta tidak menyebabkan penyakit pada inang
(Ippolito dan Nigro 2000). Hasil uji patogenisitas cendawan antagonis isolat MF 2,
A. flavus, P. cucumerina, dan I. orientalis menunjukkan, bahwa isolat MF 2 dan A.
flavus menyebabkan penyakit pada buah cabai merah besar varietas IPB Perbani.
Gejala penyakit akibat isolat MF 2 ditunjukkan timbulnya cekungan pada
permukaan buah yang ditutupi oleh miselium berwarna putih, sedangkan gejala
penyakit akibat A. flavus ditunjukkan dengan timbulnya cekungan berwarna hijau
yang merupakan kumpulan konidium A. flavus pada permukaan buah cabai merah
besar (Gambar 4). Menurut Sudha et al. (2013) A. flavus merupakan cendawan
patogen yang dapat menyerang buah cabai. Serangan A. flavus dapat terjadi
selama dan setelah panen, juga selama penyimpanan. Dua isolat cendawan
antagonis lainnya, yaitu P. cucumerina (cendawan berfilamen) dan I. orientalis
(khamir) tidak menyebabkan penyakit pada buah cabai merah besar varietas IPB
Perbani (Gambar 4), sehingga kedua isolat ini berpotensi sebagai agens kontrol
biologi. Patogenisitas isolat cendawan antagonis dan luas permukaan gejala
penyakit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji patogenisitas 4 isolat cendawan antagonis pada buah cabai
merah besar

Isolat cendawan
antagonis

Kontrol

Isolat cendawan Patogenisitas pada
antagonis dan
buah cabai
kontrol
MF 2
+
Aspergillus flavus
+
Plectosphaerella
cucumerina
Issatchenkia
orientalis
C. capsici CPB I.1
+
K1
K2
-

Luas permukaan
gejala penyakit
(mm2)
308.34
461.12
294.00
-

+ : menyebabkan penyakit pada buah cabai; - : tidak menyebabkan penyakit pada buah cabai; K1 :
kontrol 1 (media PDA tanpa isolat C. capsici); K2 : kontrol 2 (tanpa media PDA, tanpa isolat C.
capsici)

12

Aspergillus flavus

Plectospherella cucumerina

Gambar 4

Issatchenkia orientalis

Uji patogenisitas isolat cendawan antagonis dan gejala
penyakit (
) pada buah cabai merah besar varietas IPB
Perbani

Identifikasi dilakukan secara molekuler terhadap 2 isolat cendawan
antagonis yang tidak menyebabkan penyakit pada buah cabai merah besar varietas
IPB Perbani, yaitu P. cucumerina dan I. orientalis. Plectosphaerella cucumerina
merupakan cendawan berfilamen yang menyebabkan persentase hambatan
pertumbuhan C. capsici CPB I.1 sebesar 72.50%, sedangkan I. orientalis
merupakan khamir yang mampu menyebabkan persentase hambatan pertumbuhan
C. capsici CPB I.1 sebesar 77.33%. Menurut Atkins et al. (2003) P. cucumerina
diketahui berpotensi sebagai agens kontrol biologi terhadap serangan nematoda.
Biakan murni dan foto mikrograf P. cucumerina dan I. orientalis dapat dilihat
pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5

Biakan murni Plectosphaerella cucumerina pada media Potato
Dextrose Agar (PDA) setelah inkubasi 7 hari pada suhu ruang
(28±2 oC) (a), dan foto mikrograf P. cucumerina (1000x) (b)

13

Gambar 6 Biakan murni Issatchenkia orientalis pada media Potato Dextrose
Agar (PDA) setelah inkubasi 7 hari pada suhu ruang (28±2 oC) (a),
dan foto mikrograf I. orientalis (1000x) (b)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Empat isolat C. capsici telah diisolasi dari buah cabai merah besar varietas
Imperial-308 yang diperoleh dari pasar Anyar dan cabai merah besar varietas
Hibrida F1 Maraton yang diperoleh dari pasar Bogor dan pasar Gembrong.
Colletotrichum capsici CPB I.1 merupakan isolat yang memiliki patogenisitas
tertinggi pada buah cabai merah besar varietas IPB Perbani. Sebanyak 14 isolat
cendawan uji diisolasi dari buah cabai merah besar yang sehat varietas Imperial308 dari pasar Anyar dan cabai merah besar varietas Hibrida F1 Maraton dari
pasar Bogor dan pasar Gembrong. Persentase hambatan pertumbuhan C. capsici
CPB I.1 lebih tinggi apabila C. capsici CPB 1.1 ditumbuhkan 3 dan 7 hari setelah
inokulasi cendawan uji pada media Potato Dextrose Agar. Empat isolat cendawan
uji yang menyebabkan persentase hambatan pertumbuhan C. capsici CPB I.1
lebih dari 70%, yaitu 3 isolat cendawan berfilamen (Plectosphaerella cucumerina,
isolat MF 2, dan Aspergillus flavus) dan 1 isolat khamir (Issatchenkia orientalis).
Dua dari 4 isolat cendawan antagonis, yaitu P. cucumerina dan I. orientalis tidak
menyebabkan penyakit pada buah cabai merah besar varietas IPB Perbani,
sehingga 2 isolat tersebut berpotensi sebagai agens kontrol biologi.

Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk (1) meneliti mekanisme
antagonisme antara Colletotrichum capsici dengan Plectosphaerella cucumerina
dan Issatchenkia orientalis, (2) melakukan uji antagonisme antara cendawan
antagonis yang diperoleh dengan berbagai cendawan patogen lain pada buah cabai
dan (3) mendapatkan metode yang tepat dalam produksi massal cendawan
antagonis, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian yang mengarah

14
kepada aplikasi agens kontrol biologi dalam mengendalikan pertumbuhan
berbagai cendawan patogen pada buah cabai.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins SD, Clark IM, Sosnowska D, Hirsch PR, Kerry BR. 2003. Detection and
quantification of Plectosphaerella cucumerina, a potential biological
control agent of potato cyst nematodes, by using conventional PCR, realtime PCR, selective media, and baiting. App Environ Microbiol.
69(8):4788-4793.doi:10.1128/AEM.69.8.4788–4793.2003.
Barkai-Golan R. 2001. Postharvest Diseases of Fruits and Vegetables
Development and Control. Amsterdam (NL): Elsevier Sciences.
Barnett HL, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 8th ed. St.
Paul (US): APS Pr.
Beasley DR, Joyce DC, Coates LM, Wearing AH. 2001. Saprophytic
microorganisms with potential for biological control of Botrytis cinerea on
Geraldton waxflower. Aust J Experimental Agr. 4(15):697703.doi:10.1071/EA00112.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Sosial Ekonomi [Internet]. [diunduh
2013 Okt 03]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Caldas LS, Bravo C, Piccolo H, Faria CRSM. 1992. Measurement of leaf area
with hand-scanner linked to microcomputer. R Bras Fisiol Veg. 4(1):17-20.
Chanchaichaovivat A, Panijpan B, Ruenwongsa P. 2007. Screening and
identification of yeast strains from fruits and vegetables: potential for
biological control of postharvest chilli anthracnose (Colletotrichum
capsici). Biol Control. 42:326–335.doi:10.1016/j.biocontrol.2007.05.016.
Dennis C, Webster J. 1971. Antagonistic properties of species groups of
Trichoderma III. Hyphal Interaction. Trans Brit Mycol Soc. 57:363-369.
[Ditbenih] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2014. Database Varietas [Internet].
[diunduh
2014
Juli
12].
Tersedia
pada:
http://ditbenih.hortikultura.deptan.go.id.
Duriat AS, Gunaeni N, Wulandari AW. 2007. Penyakit Penting Tanaman Cabai
dan Pengendaliannya. Bandung (ID): Balitsa.
Ekow E, Kobina L. 2012. Application of antagonistic microorganism for the
control of postharvest decay in fruits and vegetables. IJABR. 2(1):1-8.
Fokkema NJ. 1973. The role of saprophytic fungi in antagonism against
Drechslera sorokiniana (Helminthosporium sativum) on agar plates and on
rye leaves with pollen. Physiol Plant Pathol. 3:195-205.
Hamby KA, Hermandez A, Boundy-Mills K, Zalom FG. 2012. Associations of
yeast with spotted wing Drosophila (Drosophila suzukii; Diptera:
Drosophilidae) in cherries and rasberries. App Environ Microbiol. 78(14):
4869-4873.
Ippolito A, Nigro F. 2000. Impact of preharvest application of biological control
agents on postharvest diseases of fresh fruits and vegetables. Crop
Protection. 19:715-723.

15
Johnson LF, Curl EA, Bond JH, Fribourg HA. 1960. Methods for Studying Soil
Microflora-Plant Disease Relationships. Minneapolis (US): Burgess.
Kim KH, Yoon JB, Park HG, Park EW, Kim YH. 2004. Structural modifications
and programmed cell death of chilli pepper fruit related to resistance
responses to Colletotrichum gloeosporioides infection. Phytopathol.
94:1295-1304.
Korsten L, Villiers EE de, Wehner FC, Kotze JM. 1993. A review of biological
control of postharvest disease of subtropical fruit. Di dalam: Champ BR,
Higley E, Johnson GI, editor. Postharvest Handling of an International
Conference: Chiang Mai, 19-23 Juli 1993. Canbera (AU): ACIAR. 172185.
Lim J, Tae HL, Cha B. 2002. Isolation and identification of Colletotrichum musae
from imported bananas. Plant Pathol J. 18(3):161-164.
Magan N, Lacey J. 1984. The effect of water activity, temperature and structure
on interactions between field and storage fungi. Trans Brit Mycol Soc.
92:83-93.
Mari M, Francesc AD, Bertolini P. 2014. Control of fruit postharvest disease: old
issues and innovative approaches. Stewart Postharverst Rev.
1:1.doi:2212/spr.2014.1.1.
Mariyono J, Bhattarai M. 2009. Chili Production Practices in Central Java,
Indonesia : A Baseline. Shanhua (TW): AVRDC Publication.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Mendgen K, Hahn M. 2002. Plant infection and the establishment of fungal
biotrophy. Trends in Plant Sci. 7:352-356.doi:10.1016/S13601385(02)02297-5.
Nayaka SC, Shankar ACU, Niranjana SR, Prakash HS, Mortensen CN. 2009.
Anthracnose disease of chilli pepper. Technical Bull. 4:4.
Pitt JI, Hocking AD. 2009. Fungi and Food Spoilage. Ed ke-3. New York (US):
Springer.
Pring RJ, Nash C, Zakaria M, Balley JA. 1995. Infection process and host range
of Colletotrichum capsici. Physio and Mol Plant Pathol. 46:137-152.
Prusky D. 1996. Pathogen quiesence in postharvest disease. Annu Rev
Phytophatol. 34:413-434.
Rampersad SN, Teelucksingh LD. 2011. First report of Fusarium proliferatum
infecting
pimento
chili
peppers
in
Trinidad.
Plant
Dis.
95(10):1313.doi:10.1094/PDIS-03-11-0194.
Sharma RR, Singh D, Singh R. 2009. Biological control of postharvest diseases of
fruits and vegetables by microbial antagonists: A review. J Biocontrol.
50:205-221.doi:10.1016/j.biocontrol.2009.05.001.
Siregar AN, Ilyas S, Fardiaz D, Murniati E, Wiyono S. 2007. Penggunaan agens
biokontrol Bacillus polymyxa dan Trichoderma harzianum untuk
peningkatan mutu benih cabai dan pengendalian penyakit antraknosa. J
Peny Pert. 2(2):105-114.
Siregar IZ, Khumaida N, Noviana D, Wibowo MH, Azizah. 2013. Varietas
Tanaman Unggul Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). IPB Pr.

16
Sudha M, Naik MK, Ajithkumar K. 2013. An integrated approach for the
reduction of aflatoxin contamination in chilli (Capsicum annum L.). J
Food Sci Technol. 50(1):159-164.doi:10.1007/s13197-011-0471-4.
Sutton BC. 1980. The Coelomycetes; Fungi Imperfecti with Pycnidia Acervuli and
Stromata. Surrey (GB): Commonwealth Mycological Institute.
Syukur M, Sujiprihati S, Koswara J, Widodo. 2007. Pewarisan ketahanan cabai
(Capsicum annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh
Colletotrichum acutatum. Bul Agron. 35(2):112-117.
Tarnowski TLB, Ploetz RC. 2010. First report of Colletotrichum capsici causing
postharvest anthracnose on papaya in Shout Florida. Plant Dis.
94(8):1065.doi:10.1094/PDIS-94-8-1065B.
Than PP, Jeewon R, Hyde KD, Pongsupasamit S, Mongkolporn O, Taylor PWJ.
2008a. Characterization and pathogenicity of Colletotrichum species
associated with anthracnose on chilli (Capsicum spp.) in Thailand. Plant
Pathol. 57:562–572.doi:10.1111/j.1365-3059.2007.01782.x.
Than PP, Prihastuti H, Phoulivong S, Taylor PWJ, Hyde KD. 2008b. Chilli
anthracnose disease caused by Colletotrichum species. J Zhejiang Univ Sci
B. 9(10):764-778.doi:10.1631/jzus.B0860007.
Wheeler KA, Hocking AD. 1993. Interactions among xerophilic fungi associated
with dried salted fish. J Applied Bacteriol. 74:164-169.
Wisniewski ME, Wilson CL. 1992. Biological control of postharvest diseases of
fruits and vegetables: recent advances. Hort Sci. 27(2):94-98.

17
Lampiran 1 Bagan tahapan strategi pengendalian hayati terhadap patogen
menunjukkan peranannya dalam penelitian (
) dan perdagangan
(
) (Korsten et al. 1993)
Epifit alami

Pemurnian dan
pemeliharaan

Isolasi

Uji patogenisitas

Penapisan antagonis

In vitro (pada media yang
mengandung agar-agar)

Produksi skala
laboratorium

Patogen

In vivo (pada buah)

Antagonis potensial

Identifikasi

Tipe interaksi
Pengoptimalan

Percobaan di
lapangan

Kemampuan
hidup

Tanaman uji
Uji toksisitas

Skala
penggunaan

Penggunaan
secara
komersial
Registrasi

Fermentasi
komersial

Penelitian
semikomersial

18
Lampiran 2 Deskripsi varietas cabai merah besar
1. Cabai merah besar varietas IPB Perbani (Siregar et al. 2013)
Pendaftaran varietas No. 161/PVHP/2010
Asal
: Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
Golongan varietas
: galur murni
Umur berbunga (HST)
: 33 hari
Umur panen (HST)
: 95 hari
Penampang melintang buah : agak bergelombang
Warna buah intermediate
: oranye
Warna buah masak
: merah
Permukaan buah
: licin
Bentuk buah
: kerucut
Bobot buah (g)
: 17.89
Panjang buah (cm)
: 10.67
Diameter buah (cm)
: 2.38
Sifat khusus
: diameter buah besar, permukaan licin, dan rasa
buah pedas
Peneliti/Pemulia
: Dr Muhamad Syukur, Prof Dr Sriani Sujiprihati
(Almh), dan Dr Rahmi Yunianti (Almh)

2. Cabai merah besar varietas Imperial-308 (Ditbenih 2014)
Pendaftaran varietas No. 641/Kpts/SR.120/10/2006
Asal tanaman
: hibrida persilangan induk betina HP-6A dan HP-6B
dengan induk jantan HP-6C
Umur berbunga (HST) : 24 hari
Umur panen (HST)
: 75 hari
Bentuk buah
: silindris
Bobot buah (g)
: ±8.6
Panjang buah (cm)
: 15.3
Diameter (cm)
: 1.2
Permukaan kulit buah : halus mengkilat
Tebal kulit buah
: ± 2 mm
Warna buah masak
: merah
Keterangan
: beradaptasi baik pada ketinggian 200 – 1.050 m di
atas permukaan laut
Pengusul/ Peneliti
: PT. Benih Inti Subur Intani/ Nasib W.W., Kim In Tae,
Mulyantoro, Andy Wahyono, Tauchid, Firman
Darmawan

19
3. Cabai merah besar varietas Hibrida F1 Maraton (Ditbenih 2014)
Pendaftaran varietas No. 867/Kpts/TP.240/7/1999
Asal tanaman
: persilangan induk jantan 966 M dengan induk betina 966
F
Golongan
: hibrida F1
Umur berbunga (HST) : 50 hari
Umur panen (HST)
: 95-100 hari
Bentuk buah
: triangular, ujung buah runcing
Bobot buah (g)
: 8.4
Kulit buah
: mengkilat
Tebal kulit buah
: 2 mm
Warna buah muda
: hijau tua
Warna buah tua
: merah
Panjang buah (cm)
: 13
Diameter buah (cm) : 1.35
Keterangan
: dataran rendah sampai menengah
Peneliti /Pengusul
: PT. East West Seed Indonesia

Lampiran 3

Komposisi media untuk isolasi dan identifikasi cendawan (Pitt dan
Hocking 2009)

Media untuk isolasi
Potato Dextrose Agar (PDA)
Kentang
Dekstrosa
Agar-agar batang merek AA
Akuades

250 g
20 g
20 g
1 000 mL

Media untuk identifikasi
Czapek Yeast Agar (CYA)
KH2PO4
Konsentrat czapek
Trace metal solution
Ekstrak khamir
Sukrosa
Agar-agar batang merek AA
Akuades

1g
10 mL
1 mL
5g
30 g
20 g
1000 mL

20
Lampiran 4 Kode isolat Colletotrichum capsici, tanggal isolasi, lokasi
pengambilan, dan varietas buah cabai merah besar

CPA I.2
CPA II.2

24 Januari 2014
04 Februari 2014

Lokasi pengambilan
buah cabai merah
besar
Pasar Anyar
Pasar Anyar

CPG II.1

05 Februari 2014

Pasar Gembrong

CPB I.1

04 Februari 2014

Pasar Bogor

Kode isolasi

Tanggal isolasi

Varietas buah
cabai merah besar
Imperial-308
Imperial-308
Hibrida F1
Maraton
Hibrida F1
Maraton

Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh isolat Colletotrichum capsici terhadap luas
permukaan gejala antraknosa
Sumber keragaman