Optimazion cropping pattern for the development agropolitan selupu rejang, Bengkulu Province

OPTIMASI POLA
P
TANAM UNTUK PENGEMBA
BANGAN
KAWASA
SAN AGROPOLITAN SELUPU REJA
EJANG
PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD MULYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
IN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Pola Tanam untuk
Pengembangan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Muhammad Mulyana
NRP A156080071

iii

ABSTRACT
MUHAMMAD MULYANA. Optimazion Cropping Pattern for the Development
Agropolitan Selupu Rejang, Bengkulu Province. Under direction of KOMARSA
GANDASASMITA and DARMAWAN.

Program Agropolitan Selupu Rejang is the flagship to improve people's
lives. It was started in 2002. This region is the largest producer of vegetable in
Bengkulu province. Contribution of GDP and labor absorption in this region is
dominated by the agricultural sector, but income of farmers in the agricultural
district is still relatively low. The distribution of commodities and the demands
leads to uncertainty price, making difficult for farmers to survive because of the
economic value of a commodity decreases. Therefore we need a land use planning
to optimize their potential. The purpose of this study was to: (1) know priorities of
vegetables in the area and its influence factors, (2) optimize land use through
alternative cropping patterns which is able to deliver optimal economic benefit by
considering the time of planting and price of a commodity. This research is
divided into several stages. The first stage is to establish the priority commodities,
including determination of commodities using analysis of Location Quotient (LQ),
and analyze characteristics of commodities using Localization Index (LI) and
Specialization Index (SI). Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to look at
the factors and priorities that influence the selections of comodities. The second
stage aims to determine the potential location for vegetables by overlaying land
use map, RTRW map, and land suitability map. Third stage is arranging the
cropping pattern. The fourth stage is to design a distribution pattern of each area
and to see the impact of the implementation by optimization using Linear

Programming. The analysis showed that red pepper, carrots, onions and
cauliflower leaves are plants that have a comparative advantage. Dominant factor
that determines the selection of commodities is the physical aspect (44.7%) with
cropping capabilities throughout the year as the most influenting factor, economic
aspects (33.7%) with capital as the most influenting factor and socio-cultural
aspects (21.6%) with government support as the most influenting factor.
Optimization results said that cropping pattern using linear programming
methods gives farmer higher economic benefit about 637 thousand rupiahs 2.439 million rupiahs per hectare per year rather than cropping patterns without
optimization.
key words : agropolitan, vegetables, optimazion, linear programming

RINGKASAN
MUHAMMAD MULYANA. Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan
Kawasan Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh
KOMARSA GANDASASMITA dan DARMAWAN.
Program Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi
Bengkulu dimulai semenjak tahun 2002. Kawasan ini merupakan penghasil
sayuran terbesar Provinsi Bengkulu. Kontribusi PDRB dan serapan tenaga kerja di
kawasan ini didominasi oleh sektor pertanian. Sekitar 65% penduduk
menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian khususnya pertanian sayuran

(BPS, 2008), sehingga sebagai penggerak perekonomian utama agropolitan
merupakan program unggulan Kabupaten Rejang Lebong untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat. Pendapatan petani sebagai pelaku utama pertanian di
kabupaten masih relatif rendah. Hal tersebut diakibatkan oleh tingkat penguasaan
lahan dan sumberdaya manusia yang rendah. Ditambah dengan distribusi luas
tanam komoditas yang tidak dibarengi dengan perkiraan kebutuhan pasar
menimbulkan produksi tidak dapat memenuhi permintaan yang ada. Hal ini
menimbulkan ketidakpastian pasar dan harga, sehingga petani sulit untuk bertahan
karena nilai ekonomi suatu komoditas rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu
perencanaan penggunaan lahan untuk mengoptimumkan potensi yang ada dalam
mengatasi hal tersebut.
Perencanaan penggunaan lahan merupakan strategi yang dapat menjaga
kuantitas serta kontinuitas produksi. Perencanaan yang dilakukan tentunya dengan
mempertimbangkan komoditas mana yang menjadi prioritas serta komoditas mana
yang tidak. Selain itu juga perencanaan mempertimbangkan faktor keterbatasan
lahan seperti total luas lahan tersedia yang harus disediakan untuk memenuhi
kebutuhan pasar, karakteristik lahan, harga dan musim tanam. Untuk tetap
memberikan keuntungan ekonomi yang optimal, dalam perencanaan ini juga
dilakukan perencanaan usaha tani.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) menetapkan prioritas komoditas

sayuran unggulan di kawasan agropolitan saat ini dan faktor apa saja yang
mempengaruhinya, (2) mengoptimalkan penggunaan lahan melalui alternatif pola
tanam dengan mempertimbangkan waktu tanam serta harga komoditas yang
mampu memberikan hasil-hasil ekonomi yang optimal. Tahapan metode analisis
yang dilakukan untuk mencapai optimasi penggunaan lahan dibagi pada beberapa
tahap. Tahap pertama adalah menetapkan prioritas komoditas unggulan.
Penentuan komoditas unggulan menggunakan analisis Location Quotient (LQ),
dan karakterisasi komoditas unggulan yang dilakukan adalah analisis
Localization Index (LI) serta analisis Specialization Indeks (SI). Langkah
selanjutnya adalah melihat faktor dan prioritas yang mempengaruhi pemilihan
tanaman dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan
Expert Choice 11 berdasarkan preferensi petani. Tahap kedua bertujuan untuk
mengetahui sebaran lokasi potensi sayuran menurut peruntukan dan kesesuaian
lahannya. Beberapa langkah untuk mencapai hal tersebut adalah dengan overlay
peta penggunaan/tutupan lahan terhadap RTRW Kabupaten dan peta kesesuaian
lahan. Tahap ketiga dilakukan penyusunan pola tanam dan menilai kelayakan

v

finansial dari pola tanam yang telah disusun. Pola tanam ini sebagai landasan

perhitungan optimasi. Tahap keempat adalah merancang pola distribusi luas
tanam tiap komoditas menurut satuan waktu (bulan dan musim tanam) dengan
mempertimbangkan harga pada tahun sebelumnya agar didapatkan suatu pola
tanam yang dapat memenuhi kebutuhan produksi suatu komoditas ditiap satuan
waktu dan satuan harga yang tidak fluktuatif. Untuk melihat dampak dari
implementasi rancangan pola tanam ini dilakukan perhitungan optimasi pola
tanam dengan alternatif-alternatif yang telah disiapkan dengan metode Linear
Programming.
Hasil analisis menunjukkan tanaman yang memiliki keunggulan komparatif
(LQ>1) adalah cabe merah, wortel, stroberi, buncis, bawang daun dan kembang
kol. Tanaman yang paling memiliki karakteristik aktivitas yang memusat (LI
mendekati 1) adalah tanaman stroberi sedangkan tanaman yang karakteristik
menyebar dibanding dengan tanaman lain yaitu cabe merah. Dari karakteristik
kekhasan (SI), tidak satupun tanaman yang memperlihatkan kekhasan dibanding
tanaman yang sama terhadap daerah sekitar. Fenomena hasil LI dan SI yang
terjadi tidak terlepas dari karakteristik sumberdaya alam agropolitan yang
dimiliki. Sebagai pusat agropolitan, Selupu Rejang memiliki daerah hinterland
yang merupakan daerah pendukung penghasil pertanian yang juga memiliki
sumberdaya alam yang relatif sama. Hal ini berarti keenam tanaman ini mampu
menjadi penggerak utama (prime mover) aktivitas ekonomi namun memiliki

persaingan produk sejenis dari wilayah lain. Faktor dominan yang menentukan
pemilihan komoditas unggulan adalah aspek fisik (44,7%) dengan faktor yang
paling berpengaruh kemampuan tanam sepanjang tahun, aspek ekonomi (33,7 %)
dengan faktor yang paling berpengaruh permodalan dan aspek sosial budaya
(21,6%) dengan faktor yang paling berpengaruh dukungan pemerintah. Sedangkan
preferensi petani dalam penilaian adalah tanaman cabe merah, wortel, bawang
daun, kembang kol merupakan tanaman yang sering dibudidayakan.
Hasil overlay peta penggunaan/tutupan lahan, peta RTRW dan peta
kesesuaian lahan menghasilkan peta potensi komoditas unggulan berdasarkan
peruntukan dan kesesuaiannya. Hasil peta menunjukkan bahwa mayoritas
komoditas sayuran layak untuk dibudidayakan di kawasan agropolitan Selupu
Rejang, namun terdapat beberapa kategori kawasan budidaya yang perlu
mendapat perhatian, yaitu (1) aktifitas budidaya sesuai RTRW kawasan budidaya
dan (2) aktifitas budidaya diluar RTRW kawasan budidaya.
Perencanaan pola tanam mempertimbangkan preferensi petani dalam
berbudidaya, dengan mempertimbangkan jenis tanaman dan kebutuhan luas lahan
minimal dalam tiap musim per tahunnya. Dari hasil wawancara didapatkan enam
kemungkinan pola tanam yang dapat dilakukan oleh petani dengan empat tanaman
utama yaitu cabe merah, wortel, bawang daun dan kembang kol. Cabe merah yang
dibudidayakan secara monokultur, sedangkan tanaman lain dibudidayakan secara

polikultur. Berdasarkan nilai BCR, nilai BCR terbesar terletak pada pola tanam
kembang kol+sawi (nilai BCR 5,04) dan kembang kol+bawang daun (nilai BCR
4,78). Sedangkan kelompok tanaman dengan nilai BCR terkecil terletak pada pola
tanam wortel+bawang daun (nilai BCR 2,18) dan wortel+sawi (nilai BCR 2,13).
Berdasarkan hasil ini bahwa nilai BCR pola tanam komoditi unggulan > 1,
sehingga semua pola tanam komoditas unggulan layak diusahakan di daerah ini.

vi

Perhitungan optimasi penggunaan lahan mempertimbangkan batasan
minimal dan maksimal luas panen untuk masing-masing komoditas agar tidak
terjadi kelebihan produksi dan memenuhi kebutuhan produksi minimal. Dengan
cara ini kestabilan harga diharapkan juga dapat terjaga. Berdasarkan kebutuhan
minimal produksi sayuran yang harus dipenuhi, dari ketiga alternatif tersebut
dapat dilihat bahwa dengan penggunaan seluruh alternatif, pemerintah daerah
dapat memenuhi kebutuhan minimal seluruh tanaman selama satu tahun.
Perhitungan optimasi lahan pola tanam dengan metode linear programming
menghasilkan keuntungan petani yang lebih besar dari pola tanam tanpa optimasi
sebesar 637 ribu rupiah - 2,439 juta rupiah per ha per tahun.
kata kunci : agropolitan, sayuran, optimasi, linear programming


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

OPTIMASI POLA TANAM UNTUK PENGEMBANGAN
KAWASAN AGROPOLITAN SELUPU REJANG
PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD MULYANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Judul Tesis :
Nama
NRP

:
:

Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan Kawasan
Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu
Muhammad Mulyana
A156080071


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Darmawan, M.Sc
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 29 September 2011

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah AWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Selupu
Rejang Provinsi Bengkulu” dengan lancar. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku
dosen pembimbing.
2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi.
3. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku perwakilan manajemen
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB pada ujian tesis.
4. Pemerintah Provinsi Bengkulu atas perkenannya memberikan kesempatan
ijin belajar kepada penulis.
5. Staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
IPB.
6. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan.
7. Semua pihak yang tidak apat disebutkan satu persatu atas segala bantuan
yang diberikan hingga tesis ini dapat diselesaikan.
Terima kasih tak terhingga kepada istri tercinta, serta penghargaan kepada
seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang dan pengorbanan yang telah
diberikan selama ini.
Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat
bagi semua pihak.

Bogor, September 2011

Muhammad Mulyana

xii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu pada tanggal 23
Maret 1983 dari pasangan H. Komarudin dan Hj. Is Mariah, dan merupakan putra
keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Negeri 1 Bengkulu,
pendidikan menegah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMP Negeri 1
Bengkulu, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMU
Terpadu Krida Nusantara Bandung. Selanjutnya penulis melanjutkan kuliah di
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, melalui
jalur USMI dan lulus tahun 2005. Tahun 2006 Penulis diterima sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu dan
bertugas sebagai staf di Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu sampai dengan
sekarang. Kesempatan melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2008 dan diterima pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xvii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xviii

PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang .....................................................................................
Perumusan Masalah .............................................................................
Kerangka Pemikiran ............................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................

1
1
2
3
4

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Agropolitan ..........................................................................................
Komoditas Unggulan ...........................................................................
Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam .........................................
Perencanaan Penggunaan Lahan..........................................................
Perencanaan Usahatani ........................................................................

5
5
8
9
12
14

METODE PENELITIAN ..............................................................................
Tempat dan Waktu...............................................................................
Rancangan Penelitian...........................................................................
Metode Pengumpulan Data..................................................................
Metode Analisis Data ..........................................................................

17
17
17
20
22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .........................................
Posisi Geografis Kawasan Agropolitan Selupu Rejang.......................
Kondisi Fisik Wilayah .........................................................................
Potensi Sumberdaya Manusia ..............................................................
Sejarah Pembentukan Agropolitan Selupu Rejang ..............................
Karakteristik Agropolitan Selupu Rejang............................................
Sarana dan Prasarana Pendukung Agropolitan Selupu Rejang ...........
Kelembagaan Agropolitan Selupu Rejang...........................................
Rantai Pemasaran Hasil Agropolitan Selupu Rejang ..........................

34
34
35
39
40
41
42
43
44

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Komoditas Unggulan ...........................................................................
Karakteristik Komoditas Unggulan .....................................................
Analisis Faktor dan Preferensi Komoditas Unggulan .........................
Penyusunan Pola Tanam ......................................................................
Penggunaan dan Kesesuaian Lahan .....................................................
Analisis Kelayakan Finansial ..............................................................
Perencanaan Pola Tanam .....................................................................
Optimasi Pola Tanam ..........................................................................

49
49
51
54
62
63
71
73
74

xiv

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
Kesimpulan ..........................................................................................
Saran ....................................................................................................

82
82
82

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

83

LAMPIRAN ..................................................................................................

86

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Jenis dan sumber data sekunder .............................................................

20

2

Jenis dan sumber data primer .................................................................

21

3

Jumlah dan karakteristik responden .......................................................

21

4

Skala perbandingan berpasangan (Saaty 1991) .....................................

26

5

Sebaran relief (lereng) Kecamatan Selupu Rejang (ha) .........................

36

6

Sebaran jenis dan macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang (ha) ......

36

7

Sebaran macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan
desa/kelurahan (ha) ................................................................................

37

Jumlah penduduk Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan
desa/kelurahan dan jenis kelamin ..........................................................

39

Hirarki komoditas di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang ..................

41

10 Pembangunan sarana Kawasan Agropolitan Selupu Rejang (TA
2002-2005) .............................................................................................

43

11 Data kelompok tani di Kecamatan Selupu Rejang ................................

44

12 Hasil LQ (Location Quotient) berdasarkan produksi tanaman di
Kecamatan Selupu Rejang .....................................................................

51

13 Hasil LI (Localization Index) berdasarkan produksi tanaman di
Kecamatan Selupu Rejang .....................................................................

52

14 Hasil SI (Specialization Index) berdasarkan produksi tanaman di
Kecamatan Selupu Rejang .....................................................................

53

15 Bobot aspek dan faktor yang mempengaruhi pemilihan komoditas
unggulan .................................................................................................

55

16 Persentase jumlah responden dalam pemilihan jumlah tanaman ...........

61

17 Kecenderungan pemilihan tanaman utama dan sekunder ......................

62

18 Distribusi penggunaan dan tutupan lahan di Kecamatan Selupu
Rejang ....................................................................................................

65

19 Luas optimal kawasan budidaya Kecamatan Selupu Rejang .................

67

20 Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net BCR) komoditi unggulan per
satuan hektar (ha) per musim tanam di Kecamatan Selupu Rejang.......

72

21 Alternatif perencanaan pola tanam ........................................................

73

22 Kebutuhan luas lahan minimal dan maksimal tiap musim per
komoditas ...............................................................................................

74

23 Perbandingan penerimaan secara ekonomi pola tanam sebelum dan
setelah optimasi ......................................................................................

79

8
9

xvi

24 Pemenuhan kebutuhan produksi komoditas unggulan sebelum dan
setelah optimasi ......................................................................................

80

xvii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kerangka pemikiran penelitian ..............................................................

4

2

Diagram alir tahapan analisis .................................................................

19

3

Susunan hirarki prioritas komoditas unggulan ......................................

26

4

Peta lokasi penelitian (Kecamatan Selupu Rejang) ...............................

34

5

Peta macam tanah lokasi penelitian (Kecamatan Selupu Rejang) .........

38

6

Pola distribusi sayuran Agropolitan Selupu Rejang ..............................

45

7

Rantai perdagangan sayuran Agropolitan Selupu Rejang......................

48

8

Diagram bobot prioritas aspek dalam pemilihan komoditas..................

54

9

Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan aspek
fisik ........................................................................................................

57

10 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan aspek
ekonomi..................................................................................................

58

11 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan aspek
sosial-budaya..........................................................................................

59

12 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan
keseluruhan aspek yang dipertimbangkan .............................................

59

13 Peta penggunaan/tutupan lahan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang .

65

14 Peta potensi kawasan budidaya sayuran ................................................

70

15 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan
distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi cabe merah ................

75

16 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan
distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi wortel ........................

76

17 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan
distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi bawang daun .............

77

18 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan
distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi kembang kol ..............

77

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Produksi sayuran buah semusim Kabupaten Rejang Lebong tahun
2008........................................................................................................

86

2

Hasil penghitungan analisis Location Quation (LQ) .............................

87

3

Hasil penghitungan analisis Localization Index (LI) .............................

88

4

Hasil penghitungan analisis Spezialitation Index (SI) ...........................

89

5

Persyaratan kesesuaian lahan tanaman cabe merah ...............................

90

6

Persyaratan kesesuaian lahan tanaman wortel .......................................

91

7

Persyaratan kesesuaian lahan tanaman kembang kol.............................

92

8

Persyaratan kesesuaian lahan tanaman bawang daun ............................

93

9

Peta Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Unggulan ................

94

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi
Bengkulu dimulai semenjak tahun 2002. Kawasan ini merupakan penghasil
sayuran terbesar di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2009,
sepanjang tahun 2009 kawasan ini memberikan kontribusi produksi sayuran
sebesar 71,26% dari total produksi sayuran Provinsi Bengkulu. Kontribusi PDRB
dan serapan tenaga kerja di kawasan ini didominasi oleh sektor pertanian. Sekitar
65% penduduk menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian khususnya
pertanian sayuran (BPS, 2008), sehingga agropolitan dijadikan program unggulan
Kabupaten Rejang Lebong sebagai penggerak perekonomian utama untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dominasi sektor pertanian pada PDRB dan dijadikannya agropolitan
sebagai program unggulan ternyata belum berdampak terhadap kehidupan
petaninya. Pendapatan petani sebagai pelaku utama pertanian di kabupaten
tersebut masih relatif rendah. Tingkat penguasaan lahan mayoritas petani yang
rendah merupakan salah satu faktor yang menyumbang pendapatan petani yang
rendah. Sebesar 69,5% petani memiliki tingkat penguasaan lahan yang rendah
(Fathkiati, 2008). Selain itu, masalah lainnya adalah tidak ada atau rendahnya
koordinasi pola dan distribusi komoditas antar wilayah. Hal ini menimbulkan
supply pasar yang tidak merata setiap bulannya. Pengaturan distribusi untuk
menjaga kontinuitas produksi masih dianggap remeh bagi sebagian besar petani,
pemahaman terhadap interaksi antara permintaan dan penawaran dalam hukum
ekonomi sering diabaikan. Ini menunjukkan bahwa kemampuan sumberdaya
manusia juga menjadi pemicu pendapatan petani yang rendah. Keadaan ini masih
terjadi di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, pada satu waktu produksi
berlimpah namun permintaan tidak banyak dan waktu yang lain produksi tidak
dapat memenuhi permintaan yang ada. Pola distribusi produksi yang tidak merata
ikut memberi peran terhadap fluktuasi harga. Menurut Fathkiati (2008) kegiatan
usahatani di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang masih dilakukan menurut
kebiasaan tanpa adanya pola tanam yang teratur hanya melihat harga komoditas

2

saat tanam. Hal ini menimbulkan ketidakpastian pasar dan harga, sehingga petani
sulit untuk bertahan karena nilai ekonomi suatu komoditas menurun (Setiawan,
2008).
Demi mewujudkan suatu kondisi yang optimum, diperlukan suatu
perencanaan pengelolaan sumberdaya pertanian di kawasan agropolitan sebagai
suatu wujud keberpihakan kepada petani. Perencanaan tersebut dapat berupa apa,
bagaimana dan kapan petani memanfaatkan sumberdaya yang ada, yang
dituangkan secara jelas dalam suatu rumusan sederhana dan dapat diaplikasikan.
Perencanaan penggunaan lahan merupakan strategi yang dapat menjaga
kuantitas serta kontinuitas produksi. Perencanaan yang dilakukan tentunya dengan
mempertimbangkan komoditas mana yang menjadi prioritas serta komoditas mana
yang tidak. Selain itu perencanaan juga harus mempertimbangkan faktor
keterbatasan lahan seperti total luas lahan tersedia yang harus disediakan untuk
memenuhi kebutuhan pasar, kondisi fisik lahan dan musim tanam. Untuk tetap
memberikan keuntungan secara ekonomi, dalam perencanaan ini juga dilakukan
perencanaan usaha tani. Perencanaan usaha tani merupakan suatu teknik untuk
menerapkan cara berfikir ekonomi yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
sumberdaya yang dimiliki petani agar usaha tani yang dilakukan lebih
menguntungkan (Kastaman et al. 1999).
Dengan membuat alternatif pola tanam ini diharapkan dapat mengelola
sumberdaya yang ada secara optimal agar gairah petani dalam bercocok tanam
semakin meningkat. Perencanaan penggunaan lahan optimal diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan akan komoditas melalui optimasi penggunaan lahan dalam
suatu waktu dengan tetap mengedepankan keuntungan bagi petani, sehingga
diharapkan tidak terjadi kekurangan atau keberlimpahan produksi dari suatu
komoditas.

Perumusan Masalah
Kawasan Agropolitan Selupu Rejang merupakan kawasan sentra produksi
sayuran. Selain untuk kebutuhan sendiri, kawasan ini mampu memasok kebutuhan
sayuran Sumatera bagian selatan (Jambi, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung).
Namun, kawasan agropolitan sering kewalahan memenuhi permintaan pasar baik

3

pasar lokal maupun pasar di luar kawasan. Ketersediaan produksi mencerminkan
besarnya luas panen, sedangkan luas panen merupakan gambaran dari besarnya
luas tanam yang berhasil dibudidayakan. Bagi petani sebagai produsen, harga
merupakan salah satu instrumen yang mempengaruhi daya tarik pengusahaan
suatu komoditas, sehingga harga mempengaruhi luas tanam.
Pergerakan harga merupakan interaksi supply dan demand. Pergerakan harga
yang fluktuatif tentunya tidak diinginkan oleh petani dan konsumen. Harga
produk yang tinggi sangat menguntungkan bagi petani, namun tidak untuk
konsumen.

Begitupun

sebaliknya,

harga

produk

yang

rendah

tidak

menguntungkan bagi petani, namun menguntungkan bagi konsumen. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu pengelolaan untuk menstabilkan harga melalui pendekatan
pemenuhan kebutuhan akan produk sayuran dengan melihat kebutuhan luasan
tanam setiap komoditas dalam musim dan bulan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan dua pertanyaan
penelitian yang perlu menjadi kajian dalam penelitian ini, yaitu :
1. Komoditas sayuran apa saja yang menjadi prioritas sebagai komoditas
unggulan di kawasan agropolitan saat ini dan faktor apa saja yang
mempengaruhinya?
2. Bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan lahan melalui alternatif pola
tanam dengan mempertimbangkan waktu tanam serta harga komoditas
yang mampu memberikan hasil ekonomi yang optimal?

Kerangka Pemikiran
Pengelolaan sumberdaya pertanian yang dilakukan petani tidak akan
terlepas dari ketersedian sumberdaya yang ada, baik itu sumberdaya alam, buatan
maupun manusia itu sendiri. Ketersedian lahan merupakan salah satu faktor
pembatas dari ketersediaan sumberdaya alam. Muara dari pengelolaan
sumberdaya itu tidak lain adalah keinginan untuk mendapatkan hasil atau
pendapatan optimal. Besaran hasil dalam produk pertanian biasanya tercermin
dari hasil komoditas yang dibudidayakan. Kemungkinan ini tentunya sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor internal (kondisi sosial ekonomi dan biofisik)
dan eksternal (kebutuhan pasar).

4

Diperlukan suatu perencanaan tata kelola pola tanam di Kawasan
Agropolitan Selupu Rejang dengan mempertimbangakan faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhinya agar produktivitas dan kontinuitas produk dapat
dijaga, tanpa mengurangi kemungkinan keuntungan yang lebih besar. Yang
dimaksud pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan,
sedangkan pola pertanaman adalah suatu susunan tata letak dan tata urutan
tanaman pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk pengolahan dan
bera. Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Tata Sumberdaya Pertanian

Optimasi Penggunaan Lahan

Lahan

Input Produksi

Komoditas

(Peruntukan dan
Ketersediaan
Lahan)

Waktu Tanam
(Musim dan
Harga)

Alternatif Optimasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menetapkan prioritas komoditas sayuran
unggulan di kawasan agropolitan saat ini dan faktor apa saja yang
mempengaruhinya, dan (2) mengoptimalkan penggunaan lahan melalui alternatif
pola tanam dengan mempertimbangkan waktu tanam serta harga komoditas yang
mampu memberikan hasil-hasil ekonomi yang optimal.

TINJAUAN PUSTAKA
Agropolitan
Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang
mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat
melayani,

mendorong,

menarik,

menghela

kegiatan

pembangunan

pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Menurut Suwandi (2005),
agropolitan diartikan sebagai kota pertanian atau lokasi pusat sistem kawasan
sentra atau aktivitas ekonomi berbasis pertanian, yang pada kawasan pertanian,
yang tumbuh dan berkembang karena mampu melayani, mendorong,
menghela pembangunan pertanian (agribisnis) desa-desa sentra produksi
pertanian dan desa yang ada di sekitarnya.
Friedman dan Douglass (1975), menyarankan kawasan agropolitan sebagai
aktivitas pembangunan berpenduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang.
Menurut pemikiran Friedman, kawasan agropolitan terdiri dari distrik-distrik
agropolitan dan distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian
pedesaan yang memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2 dalam
distrik agropolitan ini akan dijumpai kota-kota tani yang berpenduduk 10.00025.000 jiwa.
Kawasan agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra
produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan
oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan
memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain, kawasan agropolitan
adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan. Fasilitas tersebut
antara lain : lembaga pasar, lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga
penyuluhan dan ahli teknologi pertanian, lembaga kesehatan, jaringan jalan,
irigasi, transportasi, telekomunikasi serta prasarana dan sarana umum lainnya.
Sedangkan menurut Rustiadi et al. (2007) secara khusus pengembangan
agropolitan diharapkan mampu berdampak langsung bagi masyarakat, yaitu (1)
peningkatan pendapatan masyarakat melalui penurunan ongkos transportasi
setelah terbangunnya jalur pasar, dan (2) peningkatan perekonomian pedesaan
melalui berkembangnya sistem agribisnis di masyarakat.

6

Kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis atau sentra produksi
pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian
(agropolis) yang merupakan pusat pelayanan. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006),
agropolitan dapat diartikan sebagai :
1. Suatu

model

pembangunan

yang

mengandalkan

desentralisasi,

mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah pedesaan
dengan kegiatan pengelolaan agribisnis yang berkonsentrasi di wilayah
pedesaan sehingga mendorong kegiatan ekonomi.
2. Pendekatan agropolitan dapat mengurangi dampak negatif pembangunan
yaitu terjadinya urbanisasi yang tak terkendali, pengurasan sumberdaya
alam dan pemiskinan desa.
Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada
umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang
merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan.
Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan
sehingga masyarakat yang tinggal di pedesaan akan mempunyai tanggung jawab
penuh terhadap pekembangan dan pembangunan daerahnya sendiri.
Pembangunan

Agropolitan

dengan

permasalahan

dan

tantangan

kewilayahan dalam pembangunan pedesaan pada dasarnya ditujukan untuk : (1)
mendorong ke arah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan,
(2) menangggulangi hubungan saling memperlemah antara pedesaan dengan
perkotaan, (3) menekankan kepada pengembangan ekonomi bebasis sumberdaya
lokal dan bagaimana melibatkan sebesar mungkin peran masyarakat pedesaan
dalam pembangunan wilayah pedesaan (Rustiadi et al. 2007).
Konsep agropolitan mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu
menetapkan sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama dan
diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah. Terdapat syarat
kunci untuk pembumian agropolitan yakni: (1) Produksi dengan bobot sektor
pertanian, (2) Prinsip ketergantungan dengan aktivitas pertanian, (3) Prinsip
pengaturan kelembagaan, dan (4). Prinsip seimbang dinamis. Keempat syarat
kunci tersebut bersifat mutlak dan harus dikembangkan secara simultan dalam
aplikasi pengembangan agropolitan.

7

Keberhasilan pelaksanaan program pengembangan agropolitan akan
memberikan dampak teknis dan ekonomis secara nyata terhadap pembangunan
wilayah, dalam bentuk : (a) harmonisasi dan keterkaitan hubungan yang saling
menguntungkan antara daerah pedesaan dan perkotaan, (b) peningkatan produksi,
diversifikasi, dan nilai tambah pengembangan agribisnis yang dinikmati secara
bersama-sama oleh masyarakat dalam kawasan pengembangan agropolitan, (c)
peningkatan pendapatan, pemerataan kesejahteraan, perbaikan penanganan
lingkungan, dan keberlanjutan pembangunan pertanian dan pedesaan, dan (d)
dalam konteks regional dan nasional akan terjadi efisiensi pemanfaatan
sumberdaya, peningkatan keunggulan komparatif wilayah, perdagangan antar
daerah, dan pemantapan pelaksanaan desentralisasi pembangunan.
Sebagai sebuah pendekatan pengembangan wilayah, menurut Rustiadi et al.
(2007) ada tiga tahap yang perlu dilakukan dalam pengembangan kawasan
agropolitan. Tahap awal pengembangan agropolitan adalah penetapan lokasi.
Tahap kedua adalah penyusunan produk tata ruang dan bentuk organisasi
pengelolaan sesuai dengan kebutuhan, dan tahap ketiga adalah penguatan
sumberdaya manusia dan kelembagaan. Dengan demikian aspek ruang dan
penataan ruang menjadi suatu hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini juga dipertegas dalam UU No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang secara khusus mengatur penataan
ruang kawasan perdesaan pada pasal 48 dan tentang kawasan agropolitan pada
pasal 51.
Setidaknya terdapat dua unsur penataan ruang, pertama menyangkut unsur
kelembagaan/institusional penataan ruang dan kedua menyangkut proses penataan
fisik ruang. Unsur kelembagaan menyangkut aspek mengenai penyusunan aturanaturan (rule of game) dan aspek-aspek pengorganisasian dalam rangka
mengimplementasikan aturan penataan ruang, sedangkan unsur fisik menyangkut
aspek struktur ruang dan pola ruang. Eksistensi agropolitan juga memerlukan
tatanan yang mendukung pola dan struktur ruang, yaitu : (1) tata sosial
agropolitan, (2) tata ekonomi agropolitan, (3) tata fisik-spasial agropolitan, (4) tata
sumberdaya pertanian agropolitan, dan (5) tata institusi agropolitan.

8

Komoditas Unggulan
Strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem usaha agribisnis
dapat mendorong pengembangan sektor pertanian melalui 3 (tiga) pendekatan
yaitu optimalisasi sumber daya lokal, penetapan komoditas unggulan berdasarkan
keunggulan komparatif dan kompetitf di setiap wilayah dan perwujudan sentra
pengembangan komoditas unggulan atau kawasan sentra produksi. Pendekatan
tersebut menekankan pengembangan komoditas unggulan dan peningkatan
produksi pada wilayah yang terkonsentrasi. Menurut Syafa’at dan Priyatno (2000)
konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran,
komoditas unggulan merupakan komoditas yang superior dalam menghasilkan
produk. Sedangkan dari sisi permintaaan, komoditas unggulan merupakan
komoditas yang memiliki permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik
maupun pasar internasional. Sehingga suatu komoditas dapat dikatakan komoditas
unggulan jika mampu memproduksi dan memenuhi permintaan pasar. Pengertian
tersebut dapat diartikan bahwa komoditas unggulan harus memilliki keunggulan
komparatif. Keunggulan komparatif dapat dilihat melalui luas tanam atau jumlah
produksi. Luas tanam dan produksi memperlihatkan banyaknya tanaman yang di
tanam oleh petani di suatu wilayah.
Komoditas unggulan secara tidak langsung mampu menjadi penggerak
ekonomi (prime mover) pada wilayah tersebut, karena sebagai daerah yang
memiliki potensi sumberdaya pertanian, aktivitas pertanian menjadi dominan dan
tercermin melalui luas tanam dan produksi suatu komoditas. Sehingga
pengembangan komoditas unggulan menjadi penting karena komoditas unggulan
merupakan komoditas yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan
pertimbangan biofisik maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan
teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur) untuk dikembangkan
di suatu wilayah. Kedepan, keunggulan komparatif komoditas unggulan perlu
ditingkatkan menjadi keunggulan yang kompetitif. Artinya pengembangan tidak
hanya sebatas pemanfaatan sumber daya yang ada, tetapi harus didorong menuju
pengembangan produk komoditas unggulan menjadi komoditas yang memiliki
mutu yang baik dan komoditas yang memiliki nilai tambah (menjadi produk

9

olahan). Hal tersebut tentunya akan membawa komoditas unggulan mampu
bersaing dalam memasuki segmen pasar yang lebih luas sekaligus memperbesar
manfaat ekonomi melalui peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja.
Lebih lanjut Alkadri et al. (2001) memaparkan beberapa kriteria mengenai
komoditas unggulan antara lain :
1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan
perekonomian, yakni dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.
2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward
looking linkages) baik terhadap sesama komoditas unggulan maupun
komoditas lain.
3. Mampu

bersaing

dengan

produksi

sejenis

dari

wilayah

lain

(competitiveness) baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas
pelayanan.
4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages) dalam hal
pasar/konsumen maupun pemasok bahan baku.
5. Mampu menyerap tenaga kerja secara optimal sesuai dengan skala
produksinya.
6. Dapat bertahan dalam jangka panjang mulai dari fase kelahiran
(increasing), pertumbuhan (growth) hingga fase kejenuhan (maturity) atau
penurunan (decreasing).
7. Tidak rentan terhadap gejolak internal dan eksternal.
8. Pengembangannya mendapat berbagai dukungan, misalnya informasi dan
peluang pasar, kelembagaan, fasilitas, insentif dan lain-lain.

Pemillihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam
Pembangunan pertanian harus senantiasa memperhatikan perubahan ke arah
yang lebih maju. Kemajuan dapat dipacu dengan pengenalan teknologi baru dalam
pertanian. Teknologi pertanian dapat berarti cara bertani, dimana di dalamnya
terdapat berbagai kombinasi cabang-cabang usahatani yang dapat menggunakan
lahan, tenaga kerja dan modal milik petani dengan sebaik-baiknya. Peningkatan
produktivitas pertanian dapat dilakukan dengan penggunaan sumberdaya yang

10

dimiliki petani, seperti lahan, tenaga kerja dan modal secara optimal. Dengan
pengalokasian sumberdaya yang optimal tersebut akan diperoleh hasil yang
terbaik, sehingga memberikan pendapatan maksimal bagi petani.
Perencanaan pengembangan sistem usahatani pada dasarnya adalah suatu
proses memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah mengenai
pembangunan pertanian melalui kebijaksanaan dan kegiatan yang dapat
mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Bahwa
merencanakan sistem usahatani jauh lebih sukar daripada merencanakan
pembangunan industri, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh jutaan petani
dengan skala usahatani yang kecil-kecil dan berbeda-beda. Petani sebagai
pelaksana produksi akan selalu berusaha menaikkan produksinya agar
memperoleh keuntungan. Usaha peningkatan produksi pertanian tanaman pangan
menurut Norse dalam Siregar (1993) dapat dilakukan melalui empat cara yaitu:
(1) memperluas, memperbaiki dan rehabilitasi tanah pertanian, (2) modifikasi pola
tanam (cropping pattern) dari jenis tanaman berpotensi rendah, dengan jenis yang
lebih unggul, (3) meningkatkan produksi persatuan luas lahan dengan
menggunakan benih unggul, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit, dan
(4) mengubah sistem pertanian dari ekstensif ke arah intensif dengan cara
memperluas usaha, sehingga lahan dimanfaatkan untuk jenis pertanian lain.
Tindakan sederhana yang mungkin dilakukan petani hortikultura adalah
dengan modifikasi pola tanam. Modifikasi pola tanam dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu: (1) menyusun pola tanam yang didasarkan pada teknologi yang terbaik
yang sudah dimiliki, dan (2) belajar dari apa yang telah dilakukan petani. Yang
dimaksud pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan
dengan mengatur pola pertanaman, sedangkan pola pertanaman adalah suatu
susunan tata letak dan tata urutan tanaman pada sebidang lahan selama periode
tertentu, termasuk pengolahan dan bera. Beberapa penelitian menjelaskan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis tanaman dan pola tanam oleh
petani. Faktor-faktor yang diidentifikasi antara lain yaitu; biofisik, ekonomi dan
sosial-budaya. Faktor biofisik menyakut tentang kesesuaian tanaman terhadap
karakteristik lahan, faktor ekonomi berkaitan dengan harga dan akses pasar,
sedangkan faktor sosial-budaya merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan

11

tanaman namun tidak bersinggungan langsung. Suharjito (2002) menyatakan
bahwa petani memilih jenis tanaman yang pada satu sisi dapat menghasilkan
produk yang dapat langsung dikonsumsi oleh keluarga, pada sisi lain dapat
dipasarkan untuk memperoleh pendapatan uang.
Pola tanam yang dilakukan oleh petani dipengaruhi faktor produksi yang
dimiliki oleh petani. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pola tanam baik
secara langsung atau tidak langsung adalah lahan, tenaga kerja keluarga,
teknologi, modal, kredit, input yang dibeli, pasar, manajemen, iklim dan irigasi.
Modal merupakan kendala bagi petani kecil setelah kendala lahan. Menurut
Mubyarto et al. (1986) modal merupakan unsur esensial dalam mendukung
peningkatan produksi dan taraf hidup petani. Pemilihan dalam pengusahaan
berbagai cabang-cabang usahatani sangat mempengaruhi pendapatan petani.
Sedangkan Kuntjoro dan Utami (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan petani sekaligus merupakan tujuan dalam memilih pola
pertanaman yang akan diusahakan yaitu: (1) untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
(2) untuk memperoleh memenuhi pendapatan, (3) meratakan penyebaran tenaga
kerja, dan (4) mengurangi resiko. Oleh sebab itu petani berusaha mengalokasikan
sumberdaya yang dimilikinya (seperti lahan, tenaga kerja dan modal) untuk
mencapai kombinasi yang terbaik dari cabang-cabang usahatani. Pemilihan pola
tanam dapat berubah setiap tahun karena perubahan dari status sumberdaya yang
dikuasai, perubahan teknologi usahatani, perubahan harga dan kebijakan dalam
pembangunan pertanian.
Jones dan Egli (1984) mengemukakan bahwa usaha tani yang baik untuk
dikembangkan di suatu daerah harus merupakan usaha tani yang memberikan
keuntungan yang tinggi, sesuai dengan sumberdaya yang tersedia dan kemampuan
petani dalam mengelolanya. Pola usahatani yang optimal merupakan pola
usahatani yang berinteraksi baik antara komponen produksinya maupun dengan
kondisi sosial ekonomi petani dan lingkungannya. Menurut Sudaryono (1997),
model usahatani pilihan harus memenuhi asas kemantapan dan ketepatan
pemanfaatan lahan menurut matra (dimensi) ruang dan waktu serta terjaminnya
kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan. Pilihan usaha tani harus bersifat

12

rasional untuk memperbesar peluang keberhasilan sistem produksi yang
berkelanjutan.

Perencanaan Penggunaan Lahan
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dibidang ekonomi yang
memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini
berperan sebagai sumber penghasil bahan makan, sumber bahan baku bagi
industri, mata pencaharian sebagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari
ekspor komoditinya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan
nasional. Namun keberadaan sumberdaya lahan yang terbatas tidak mampu
mengimbangi kebutuhan lahan yang sangat pesat baik dari sektor pertanian
maupun non pertanian, akibatnya timbul persaingan penggunaan lahan yang
saling tumpang tindih dan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Berbagai usaha pengembangan perlu dilakukan, diantaranya dengan
membuat suatu perencanaan yang tepat dan rasional baik melalui aspek teknis
maupun non teknis. Aspek teknis dapat dilakukan di antaranya dengan
menentukan potensi wilayah sedangkan aspek non teknis dapat dilakukan dengan
pendekatan kebijaksanaan bagi pengembangan wilayah tersebut. Kedua aspek ini
akan saling berkaitan erat terhadap keberhasilan proses dan hasil pembangunan
suatu wilayah. Aspek teknis merupakan salah satu cara yang tepat dan mendasar
bagi perencanaan pembangunan wilayah karena dengan cara ini dapat diketahui
potensi dan daya dukung lahan di wilayah tersebut untuk jenis-jenis penggunaan
lahan yang dipertimbangkan dengan didukung teknologi yang sesuai.
Perencanaan penggunaan lahan pada dasarnya adalah inventarisasi dan
penilaian keadaan (status), potensi dan pembatas-pembatas dari suatu daerah
tertentu dan sumberdayanya. Proses ini berinteraksi dengan penduduk setempat
atau dengan orang-orang yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut,
terutama kebutuhan-kebutuhan mereka, aspirasi dan keinginan pada masa datang
(Soil Survey Staf, 1982, dalam Hardjowigeno, 1983).
Penilaian potensi wilayah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan
untuk mencari lahan yang memang berpotensi bagi pembangunan pertanian.
Dengan dilakukannya penilaian potensi wilayah ini diharapkan akan dihasilkan

13

suatu perencanaan pembangunan pertanian yang tepat dan rasional, dimana
pemanfaatan lahannya dapat optimum, lestari dan berkelanjutan. Penilaian potensi
wilayah ini dilakukan melalui analisis potensi wilayah baik secara fisik maupun
sosial ekonomi. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dihasilkan penilaian
potensi komoditas wilayah yang mempunyai keunggulan komparatif dan
kompetitif.
Penilaian potensi lahan dilakukan melalui penilaian kesesuaian lahan.
Kesesuaian lahan dilakukan untuk tujuan evaluasi lahan yaitu menentukan nilai
(kelas) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu. FAO (1976) menyatakan
dalam evaluasi lahan perlu juga memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta
lingkungan dan berkaitan dengan perencanaan tata guna tanah. Dalam tahapan
evaluasi lahan harus ditetapkan tujuan yang jela