Landscape Plan of Mas Harun Bastari Lake Tourism Area in Rejang Lebong District, Bengkulu Province

(1)

BASTARI DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

HERNANDO OKTORA A44052567

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

HERNANDO OKTORA. A44052567. Landscape Plan of Mas Harun Bastari Lake Tourism Area in Rejang Lebong District, Bengkulu Province. Supervised by SETIA HADI

The increase of tourist numbers who visit tourism object reflects that the people realize that they need of recreation. This means that tourism has a bright prospect to develop. The people’s need of tourim object become a challenge to goverment and the another stakeholders to create tourism object that can fulfill it. But in other side tourism activity can make a bad impact for natural environtment and cultural environment. If this situaton last longer can cause damage to the environment that cannot be restored. Tourism object planning is needed to protect, prevent ,and restore the environment from damage that come from tourism activities . The planning of tourism object can overcome the bad impact and make a sustainable tourism object .

The purpose of this research is planning a tourism object that can fulfill the need of recreation activity and can be sustainable. The planning object is the Danau Mas Harun Bastari tourism object of Rejang Lebong District. This research is using the environmental aspects as basics foundation for planning the tourism objects. This research took three process which are inventory, analysis and synthesis. Physical and cultural data were gathered in inventory process. Data from inventory were analyzed to make the basics of planning and reveal the potentials and dangers in site. The concept was developed in syhntesis process. The result of this study is a landscape plan.

Keywords: Landscape Planning, tourism area, Lake Mas Harun Bastari  


(3)

Judul : Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Nama : Hernando Oktora

NRP : A44052567

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, MS NIP. 19600424 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(4)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua dan adik-adikku yang tak henti–hentinya memberikan doa dan motivasi.

2. Ir. Setia Hadi MS, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini

3. Dr.Ir. Afra D.N. Makalew M.Sc dan Ibu Fitriyah Nurul Hidayati. Utami, ST, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan masukan dalam penyusunan skripsi ini

4. Merry Laili atas dorongan dan ancaman yang selalu diberikan.

5. Untuk seluruh anggota KSBMR dari sang pendiri sampai yang paling muda (Kuro, Erli, Rita, Ben, Rima, Sisi, Agus, TBL, Eta, Putra, Ari, Oje, Endita, Tias, BF, Dimas, Mamal, Cuga, Gerry, Tria, Beni, Ikhsan, Rya, Jadid, Vransiska, dan Irma atas kejayusannya membuat saya tetap tersenyum meski sedang stress.

6. Untuk Samuel Beckett dengan ”Waiting for the Godot” yang membuat penelitianku tersendat-sendat.

7. Teman-teman ARL 42 (Uthe, Cindy, Zai, Puput, Frans, Arsyad, Une, Fajar, Mega A., M. Iqbal, Endah, Mamat, Jane, Danand, Chandra, Vella, Dhofir, Ian, Munawir, Thicute, Boep, Tike, Farid, Rina, Hudi, Uli, Bayu, Mega W., Ferbi, Rizka, Kalla, Dian, Lia, Dina, Hadrian, Dewi, Vabianto, Ramanda, Heru, dan Yolla) atas kebersamaannya.

8. Teman-teman ARL 40, 41 dan 43 dan angkatan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(5)

kesempurnaan, namun penulis harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi yang bermanfaat terkait dengan perencanaan Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari

Bogor, Agustus 2012

Hernando Oktora Penulis


(6)

HERNANDO OKTORA. A44052567. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh SETIA HADI

Sektor wisata merupakan salah satu sektor yang memiliki prospek yang cukup cerah. Hal ini didukung oleh meningkatnya jumlah pengunjung kawasan wisata setiap tahunnya. Peningkatan ini mengakibatkan bertambahnya jumlah kawasan wisata hal ini jika tidak dibarengi dengan perencanaan kawasan wisata yang baik dapat berdampak buruk terhadap lingkungan di sekitar kawasan.

Perencanaan kawasan wisata haruslah menggunakan daya dukung lahan sebagai landasan utama. Dengan demikian kegiatan wisata yang ada di kawasan tidak melebihi daya dukung sehingga tidak merusak kondisi kawasan dan membuat kawasan lingkungan. Selain itu perencanaan kawasan wisata harus mempertimbangkan potensi alami tapak. Dengan memanfaatkan potensi alami tapak akan membuat kawasan memiliki nilai khas dan memberikan kesan harmonis antara kawasan wisata dengan lingkungan di sekitarnya.

Perencanaan ini dilakukan di Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari (DMHB) di Kecamata Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Tujuan penelitian ialah untuk mengidentifikasi kondisi potensi, dan kendala yang ada di kawasan kemudian menganalisis hasil identifikasi tersebut untuk kemudian merencanakan kawasan DMHB menjadi kawasan wisata yang berkelanjutan yang memiliki nilai ekologis dan mampu memberikan kepuasan pada pengunjungnya. Perencanaan ini menggunakan proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) yaitu dengan pendekatan sumberdaya dan aktifitas. Proses perencanaan mengikuti metode perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) yaitu terdiri atas enam tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan.

Pada tahap inventarisasi dilakukan pengumpulan data fisik dan sosial tapak. Data tersebut dapat berupa data tabular maupun data spasial. Data tersebut kemudian diolah dalam proses analisis untuk kemudian diketahui potensi dan kendala yang ada di tapak dan menentukan solusinya. Tahapan selanjutnya ialah tahap sintesis yaitu tahap pembentukan konsep dan dilakukan pembagian ruang.


(7)

Ruang inti dibagi menjadi dua sub ruang yaitu ruang wisata air dan wisata darat, sementara ruang pengembangan dibagi menjadi ruang transisi dan ruang penerimaan.

Pembagian ruang dimaksudkan untuk membagi fungsi ruang pada tapak. Pembagian ruang ini juga berfungsi untuk mengakomdasi kegiatan wisata dan melindungi kondisi kawasan agar tidak mengalami kerusakan. Pengembangan kegiatan wisata dilakukan dengan menggunakan potensi alami kawasan dan menggunakan nilai budaya setempat untuk menambaha daya tarik kawasan.

Hasil akhir penelitian berupa rencana lanskap kawasan DMHB. Rencana ini merupakan rangkuman dari konsep pengembangan ruang, konsep sirkulasi, dan konsep aktivitas wisata. Pada akhir pernecanaan dilakukan perhitungan daya dukung untuk mengetahui daya dukung maksimal tapak untuk mendukung kegiatan wisata.


(8)

i

Halaman

DAFTAR TABEL... ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

1.4 Kerangka Pikir Penelitian. ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Rekreasi dan Wisata ... 5

2.2 Perencanaan kawasan Wisata... 5

2.3 Danau dan Fungsinya ... 7

2.4 Daya Dukung ... 7

III. METODOLOGI ... 10

3.1 Waktu dan lokasi Penelitian ... 10

3.2 Alat ... 10

3.3 Metode penelitian ... 11

3.3.1 Persiapan ... 12

3.3.2 Inventarisasi ... 12

3.3.3 Analisis ... 14

3.3.4 Sintesis ... 14

3.3.5 Perencanaan ... 15

IV. KOONDISI UMUM ... 16

4.1 Aspek Biofisik ... 16

4.1.1 Lokasi dan aksesibilitas ... 16

4.1.2 Tanah ... 17

4.1.3 Topografi ... 19

4.1.3 Tata Guna Lahan ... 19

4.1.4 Hidrologi ... 22

4.1.5 Iklim dan Curah hujan ... 23

4.1.6 Vegetasi dan Satwa ... 25

4.2 Aspek Wisata ... 26

4.2.1 Objek Wisata ... 26

4.2.2 Fasilitas ... 29

4.3 Aspek sosial ... 33

4.3.1 Aspek budaya ... 34

4.3.2 Aspek ekonomi ... 34

4.4 Aspek pengunjung ... 34

4.4.1 Aktivitas pengunjung ... 35

4.5 Status kawasan ... 37


(9)

ii

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1 Analisis ... 41

5.1.1 Aspek fisik ... 41

5.1.1.1 Lokasi dan aksesibilitas ... 41

5.1.1..2 Tanah ... 41

5.1.1.3 Topografi ... 43

5.1.1.4 Tata guna lahan ... 45

5.1.1.5 Hidrologi ... 45

5.1.1.6 Iklim... ... 46

5.1.1.7 Vegetasi dan satwa ... 46

5.1.2 Aspek Wisata ... 47

5.1.2.1 Atraksi wisata ... 47

5.1.2.2 Fasilitas wisata ... 50

5.1.3 Aspek budaya ... 51

5.1.4 Aspek Pengujung ... 51

5.1.5 Aspek Pengelola ... 52

5.2 Sitesis ... 52

5.2.1 Lokasi dan aksesibilitas ... 52

5.2.2 Kelas kesesuaian lahan ... 55

5.2.2 Atraksi wisata... ... 58

5.3 Konsep ... 60

5.3.1 Konsep pengembangan wisata.. ... 60

5.3.2 Konsep pembagian ruang.. ... 60

5.3.3 Konsep sirkulasi.. ... 62

5.3.4 Konsep fasilitas.. ... 64

5.3.5 Konsep aktifitas wisata.. ... 64

5.4 Perencanaan Lanskap ... 65

5.4.1 Rencana ruang ... 65

5.4.1.1 Zona inti. ... 65

5.4.1.2 Zona pengembangan. ... 66

5.4.1.3 Zona penyangga ... 67

5.4.2 Rencana sirkulasi... 67

5.4.3 Rencana aktifitas ... 68

5.4.4 Rencana fasilitas ... 69

5.4.5 Rencana lanskap ... 70

5.5 Daya dukung ... 72

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

7.1 Kesimpulan ... 74

7.2 Saran ... 75


(10)

iii

Halaman

1. Jenis Bentuk dan Sumber Data ... 12

2. Jenis dan Luas penggunaan lahan pada Kawasan...   22

3. Data Kelembaban Udara Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008-2010... 23

4. Data Curah Hujan Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008-2010 ... 24

5. Objek wisata di kawasan DMHB berserta Jumlah dan Kondisi ... 28

6. Jenis fasilitas di kawasan DMHB berserta Jumlah dan Kondisi ... 33

7. Pembagian kerja dan jumlah karyawan ... 40

8. Analisis atraksi wisata berserta kondisi dan solusinya ... 48

9. Kelas Kesesuaian lahan ... 55

10. Pengembangan wisat , objek, dan atraksinya. ... 59

11. Pembagian ruang ,aktifitas wisata dan fasilitas wisata ... 70


(11)

iv

Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ... 4

2. Peta lokasi penelitian ... 10

3. Bagan Alir proses perencanaan ... 11

4. Danau Mas Harun Bastari ... 16

5. Peta lokasi penelitian ... 18

6. Penggunaan lahan disekitar kawasan DMHB ... 19

7. Peta topografi ... 20

8. Peta tata guna lahan ... 21

9. Satwa yang ada di kawasan DMHB ... 26

10. Sepeda air ... 27

11. Areana playground ... 28

12. Perahu Motor ... 28

13. Fasilitas tapak ... 32

14. Produk budaya khas Suku Rejang ... 34

15. Grafik jumlah pengunjung kawasan wisata DMHB Tahun 2004-2011 ... 35

16. Kegiatan pengunjung di kawasan DMHB ... 36

17. Kegiatan Piknik di kawasan DMHB ... 35

18. Kegiatan Berperahu di kawasan DMHB ... 37

19. Kegiatan Bermain di kawasan DMHB ... 37

20. Analisis aksesibilitas ... 42

21. Peta kemiringan ... 44

22. View menarik yang ada di tapak ... 49

23. Sintesis lokasi dan aksesibilitas ... 54

24. Kesesuaian lahan ... 57

25. Konsep pembagian ruang wisata ... 61

26. Konsep pembagian ruang berdasarkan fungsi ... 61

27. Konsep sirkulasi ... 62

28. Rencana tata ruang ... 63


(12)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang memiliki prospek yang baik. Pada saat ini sektor pariwisata telah menunjukkan perkembangan yang signifikan sebagai sebuah bisnis yang menjanjikan. Sampai dengan tahun 2005 perjalanan dan pariwisata menciptakan lapangan kerja sebesar 144 juta jiwa. Hampir 11 persen belanja perkapita dialokasikan untuk sektor pariwisata (Naisbitt, 1994). Menurut data WTO (World Tourism Organitation) tahun 1994 peningkatan jumlah wisatawan dunia hampir mencapai 300% antara tahun 1972-1992, yaitu dari 160 juta menjadi 450 juta wisatawan atau 8 persen dari populasi dunia.

Tingginya permintaan terhadap sektor pariwisata berdampak pada bertambahnya objek-objek wisata yang menawarkan berbagai atraksi, dan fasilitas demi menarik wisatawan untuk mengunjunginya. Banyaknya jumlah objek wisata yang ada menyebabkan standar kebutuhan wisatawan meningkat. Karena itu dibutuhkan objek wisata yang menawarkan atraksi wisata yang menarik, fasilitas yang lengkap, dan pelayanan yang memuaskan bagi para wisatawan.

Fenomena sektor pariwisata yang berkembang pesat selain memberi keuntungan tetapi juga menimbulkan kekhawatiran bahwa pariwisata akan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan dan tercampaknya ciri-ciri budaya setempat (Naisbitt, 1994). Hal ini diungkapkan oleh Daniel yang dikutip oleh Wahyudin (Kompas, 7 Januari 1995): “Tourism emits no smokes, but pollution comes in many forms”. Untuk itu dibutuhkan sebuah perencanaan objek wisata yang berkelanjutan dan mampu melindungi nilai-nilai ekologis dan budaya kawasan di sekitar objek wisata.

Kabupaten Rejang Lebong merupakan kabupaten yang memiliki banyak potensi terutama pada bidang pariwisata. Keindahan suasana alamnya yang masih alami merupakan pesona utama pada setiap objek wisatanya. Selain keindahan alamnya, kondisi geografisnya yang terletak di kawasan dataran tinggi dengan topografi perbukitannya memberikan susana yang asri, sejuk, dan nyaman. Salah satu objek wisata yang cukup potensial di Rejang Lebong adalah Danau Mas Harun Bastari.


(13)

Danau Mas Harun Bastari berlokasi di Kecamatan Selupu Rejang terletak di jalan penghubung antara Kota Curup dengan Lubuk Linggau. Lokasi danau terletak sekitar ±19 Km dari Kota Curup atau sekitar ±25 Km dari kota Lubuk Linggau. Danau ini merupakan objek wisata yang dikelola langsung oleh pemerintah Kabupaten Rejang Lebong. Objek wisata utama dalam kawasan ini adalah danau yang cukup luas dengan pulau di bagian tengahnya. Sedangkan atraksi yang disediakan berupa perahu motor, banana boat, sepeda air, dan flying fox.

Pemanfaatan kawasan ini masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari minimnya fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh pengelola. Fasilitas yang tersedia hanya berupa kantin, tempat parkir, dan toilet umum. Kekurangan ini berakibat pada sedikitnya pengunjung yang datang untuk berwisata di kawasan ini. Padahal potensi yang dimiliki oleh kawasan ini sangatlah besar. Selain itu kawasan ini terletak di dataran tinggi sehingga suasana pegunungan yang asri dan jauh dari kebisingan kota memberi nilai tersendiri dalam kawasan ini.

Danau Mas Harun Bastari termasuk sebagai kawasan wisata yang menjadi tujuan wisata favorit di Provinsi Bengkulu meskipun fasilitas dan pelayanannya belum cukup memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kebutuhan untuk pergi ke tempat wisata terutama tempat-tempat yang mampu memberikan pelayanan yang baik sehingga kebutuhan itu terpuaskan. Karena itu perlu dilakukan perencanaan pengembangan kawasan wisata ini agar kawasan ini dapat dimanfaatkan secara lebih efektif dan mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengunjungnya

Berdasarkan lokasinya Danau Mas Harun Bastari ini berada di kawasan pegunungan dengan kondisi sekitarnya masih cukup alami. Hal ini menjadi sebuah pertimbangan tersendiri agar pengembangan kawasan ini tidak berdampak buruk bagi kondisi ekologis lingkungan di sekitar kawasan. Perhatian terhadap lingkungan ini akan memberi nilai tambah pada kawasan wisata terutama pada pandangan masyarakat terhadap kawasan wisata tersebut. Karena itu perencanaan kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari ini haruslah memiliki pertimbangan tentang nilai ekologis kawasan.


(14)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

1) Mengidentifikasi kondisi, potensi, dan kendala yang ada di kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari.

2) Menganalisis kondisi, potensi, dan kendala yang ada di kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari.

3) Merencanakan lanskap kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari sebagai kawasan wisata berkelanjutan yang memiliki nilai ekologis serta mampu memberikan kepuasan kepada pengunjungnya.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah daerah terutama dalam mengembangkan kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Danau Mas Harun Bastari merupakan objek wisata yang perlu dikembangkan dan dijaga kelestariannya, hal ini dikarenakan Danau Mas Harun Bastari selain bernilai ekonomi juga memiliki nilai ekologis yang tinggi dan lingkungan yang cukup alami. Untuk menjaga agar Danau Mas Harun Bastari tetap lestari diperlukan suatu perencanaan lanskap kawasan yang dapat meningkatakan kualitas kawasan tanpa mengurangi nilai ekologis kawasan itu sendiri.


(15)

Data biofisik • Topografi, • Hidrologi, • Geologi, • Luas, • Vegetasi, • Satwa, • Iklim, • Visual.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Danau Mas Harun Bastari

(potensi tapak)

Konsep pengembangan wisata

Data Sosial Ekonomi • Keadaan sosial

ekonomi masyarakat, • Kebutuhan

masyarakat,

• Kebutuhan pengelola, • Budaya setempat.

Analisis

• Kualitatif, • Kuantitatif.

Sintesis Konsep

• Wisata • Sirkulasi • Fasilitas

Block plan

Perencanaan kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari (Lanscape Plan)


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata

Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti kreasi atau kreatif. Jadi secara etimologi kegiatan rekreasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan agar dapat mengembalikan daya kreasi (menciptakan). Sedangkan menurut Douglass (1992) rekreasi merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta menambah pengetahuan dan pengalaman mental dari sumberdaya alam dalam waktu dan ruang yang terluang. Jadi dapat disimpulkan bahwa rekreasi adalah kegiatan menyenangkan yang dilakukan dalam waktu luang dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mental yang akan menambah atau mengembalikan daya kreasi.

Secara etimologi kata wisata berasal dari bahasa sansekerta yang artinya berkeliling atau perjalanan. Wisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk berekreasi, liburan atau urusan bisnis. Menurut WTO (1995) wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan dan tinggal pada suatu tempat di luar lingkungan tempat tinggalnya selama tidak lebih dari satu tahun baik untuk liburan, urusan bisnis dan tujuan lain yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan yang dibayar dari dalam tempat yang dikunjungi. Menurut Gunn (1994) wisata merupakan pergerakan orang yang bersifat sementara menuju tempat yang berada di luar tempat tinggal biasa mereka bekerja dan tinggal, aktifitas yang dilakukan selama mereka tinggal di tempat tujuan dan fasilitas yang disediakan untuk melayani kebutuhan mereka.

2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat digolongkan sebagai keindahan (beauty) bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar seluruh komponen pembentuknya dan dikatakan ugliness bila tidak terdapat unsur kesatuan (unity) di antara komponen-komponen pembentuknya (Simonds, 1983). Sedangkan Eckbo dalam Laurie (1986) mendefinisikan lanskap merupakan bagian dari kawasan lahan yang dibangun ataupun dibentuk oleh manusia, di luar bangunan jalan, utilitas dan sampai alam bebas yang dirancang terutama sebagai ruang tempat tinggal manusia.


(17)

Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson, 1980). Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya (Nurisjah, 2007).

Untuk menghasilkan suatu rencana kawasan wisata yang baik ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan yaitu: potensi dan kendala, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan penggunanya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan ulang dilakukan dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan (Nurisjah dan Pramukanto, 1995).

Gold (1980) mengemukakan prinsip umum dalam perencanaan kawasan rekreasi:

1. Semua orang harus dapat melakukan aktifitas dan memakai fasilitas rekreasi

2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan rekreasi lain yang sama untuk menghindari duplikasi.

3. Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.

4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang akan datang.

5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat dilaksanakan

6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan. 7. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi.

8. Perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan evaluasi.


(18)

9. Fasilitas-fasilitasnya harus membuat lahan menjadi seefektif mungkin untuk menyediakan tempat sebaik-baiknya demi kenyamanan, keamanan dan kebahagiaan pengunjung.

2.3 Danau dan Fungsinya

Situ, danau, atau lembah topografi merupakan bentukan alam atau buatan manusia yang berfungsi sebagai tempat penampung atau peresap air, baik air dari mata air maupun langsung dari curah hujan (Johan, 1996). Menurut Simonds (1983) lanskap perairan seperti sungai, danau, pantai, dan lain-lain memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan antara lain:

1. Sebagai penyedia air, irigasi, dan drainase. 2. Sebagai sarana transportasi.

3. Sebagai Pembentuk iklim mikro.

4. Sebagai habitat bagi tumbuhan dan hewan. 5. Sebagai sarana rekreasi.

6. Memiliki nilai sebagai pemandangan yang indah.

Ismaun (2008) menyatakan bahwa badan air seperti danau, waduk, situ, kolam dan badan air lainnya yang tak berarus memiliki nilai ekologis yang tinggi karena dipenuhi oleh fitoplankton, algae dan tanaman air lainnya. Organisme tersebut memegang peranan penting dalam proses perombakan bahan organik, perombakan bahan pencemar menjadi senyawa esensial seperti nitrogen (N) dan phospor (P), dan sebagai perombak karbondioksida (CO2) menjadi oksigen (O2) melalui proses fotosintesis.

2.4 Daya Dukung

Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari (Nurisjah, 2003). Sedangkan menurut Mathieson dan Wall yang dikutip oleh Inskeep (1991) daya dukung adalah jumlah orang maksimal yang dapat menggunakan tapak tanpa menyebabkan perubahan yang tidak bisa diterima pada lingkungan fisik, dan tanpa menyebabkan penurunan kulitas pengalaman yang diterima oleh pengunjung.


(19)

Menurut Gold (1980) daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami, fisik, dan sosial untuk dapat mendukung aktifitas rekreasi dan dapat memberi kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan.

Penentuan daya dukung ini sangat diperlukan untuk mencegah dampak buruk bagi lingkungan sebagai akibat dari kegiatan wisata. Convention of Biological Diversity (2010) mengemukakan dampak negatif yang disebabkan oleh pariwisata antara lain:

1. Infrastruktur: kegiatan pariwisata membutuhkan banyak infrastruktur seperti tempat menginap, jalur akses yang baik, sumber air bersih, dan lain-lain. Infrastruktur ini berdampak signifikan terhadap pengalihan fungsi lahan dari habitat alami menjadi lahan terbangun.

2. Penggunaan sumberdaya yang berlebihan: kegiatan pariwisata membutuhkan energi dan sumberdaya. Apabila tidak terkontrol maka penggunaan sumberdaya, dan energi berlebihan akan berdampak buruk bagi lingkungan.

3. Polusi air: pembangunan infrastruktur biasanya menimbulkan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan hal ini menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan biota air.

4. Perilaku dari orang-orang yang terlibat dalam kegiatan wisata: seringkali perilaku dari wisatawan dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan wisata dapat berdampak negatif seperti vandalisme, pengrusakan, dan lain-lain.

5. Sampah: kegiatan wisata selalu menghasilkan sampah bahkan menurut data UNEP dan CI pada tahun 2003 jumlah sampah yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata dunia mencapai 35 juta ton pertahun, jumlahnya sama dengan jumlah sampah yang dihasilkan negara Perancis.

6. Perubahan iklim (climate change): karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata terutama dari sektor transportasi, akomodasi, dan kegiatan lainnya telah mencapai sekitar 4-6 persen dari total emisi global (UNWTO, 2007).


(20)

Untuk mencegah hal tersebut dibutuhkan sebuah perencanaan kawasan wisata yang sesuai dengan karakter lanskap dan daya dukung yang dimilikinya. Dengan menentukan daya dukung kawasan maka akan mencegah terjadinya kelebihan beban pada kawasan sehingga mencegah terjadinya kerusakan. Bentuk lain dari pengendalian kegiatan wisata adalah dengan membuat peraturan-peraturan yang bertujuan untuk melindungi kawasan dalam menunjang kegiatan wisata.


(21)

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan perencanaan dilakukan di kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari, yang terletak di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong (Gambar 2). Penelitian tersebut dilakukan mulai bulan April 2011 sampai bulan Juni 2012.

3.2 Alat

Survey menggunakan kamera digital, Global Positioning System (GPS), alat tulis serta kuesioner dan kerangka wawancara. Pengolahan data menggunakan Geographic Information System (GIS) berupa hardware (komputer) dan software pengolahan data spasial (ArcView GIS 3.2), software pemetaan dan rancang bangun (AutoCAD 2007), serta software grafis Adobe Photoshop CS 3 dan Corel Draw X3.

Peta Kecamatan Selupu Rejang Peta Kabupaten Rejang Lebong

Peta Propinsi Bengkulu (tanpa skala)


(22)

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam perencanaan ini ialah dengan menggunakan proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) yaitu dengan pendekatan sumberdaya dan aktifitas. Pendekatan sumberdaya menggunakan faktor alam dan faktor sosial sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan yang akan dilakukan. Pendekatan aktifitas menitikberatkan pada pengguna dan menawarkan kesempatan agar pengguna dapat memperoleh rekreasi publik yang sudah disediakan atau yang diinginkan oleh pengguna.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan metode perencanaan dan perancangan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode tersebut terdiri dari enam tahap yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Namun pada penelitian ini yang dilakukan hanya sampai tahap perencanaan saja seperti terlihat pada gambar 3.

Gambar 3. Bagan alir proses perencanaan (Gold, 1980)

Persiapan Konsep awal, penentuan tapak, usulan penelitian Inventarisasi Aspek Biofisik: -lokasi dan luas tapak -topografi dan

ketinggian -akses -iklim

-vegetasi dan satwa -geologi dan jenis

tanah -nilai visual Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi Masyarakat:

-keadaan sosial dan ekonomi masyarakat -budaya dan kebiasaan masyarakat Aspek Fungsional: -penguna -fasilitas yang tersedia Sintesis Pendekatan aspek biofisik Pendekatan Aktifitas dan perilaku Konsep tata ruang Konsep rekreasi Konsep sirkulasi Block plan Perencanaan Rencana rekreasi Rencana sirkulasi Rencana fasilitas Analisis Analisis elemen: -potensi -kendala -amenity -danger


(23)

3.3.1 Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan penetapan konsep awal perencanaan yang akan dilakukan, penentuan lokasi objek perencanaan, berserta penyusunan rencana kerja. Selain itu juga dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi penelitian serta dilakukan studi mengenai peraturan yang terkait dengan lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan pengajuan usulan penelitian.

3.3.2 Inventarisasi

Merupakan tahap pengambilan dan pengumpulan data yang akan digunakan sebagai landasan dalam perencanaan. Data-data ini meliputi aspekbiofisik kawasan, aspek sosial, ekonomi, dan budaya penduduk di sekitar kawasan, serta aspek yang terkait dengan kegiatan pada objek wisata meliputi atraksi wisata, penggunjung kawasan, fasilitas yang tersedia, dan pengelola kawasan (Tabel 1).

Data tersebut terdiri dari data spasial dan tekstual dengan sumber data berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang bersumber dari survei lapang. Survey lapang dilakukan untuk mengetahui keadaan kawasan secara langsung dengan mengadakan pengamatan dan wawancara. Data sekunder bersumber dari studi pustaka, serta laporan kegiatan dan informasi dari pihak terkait.

Tabel 1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data

No Aspek Jenis Data Interpretasi Sumber

Spasial Tekstual

1 Biofisik

1.1 Letak dan luas

kawasan

v v Letak kawasan

Luas kawasan Luas danau

- survey - studi pustaka - Pemda Kabupaten 1.2 Topografi

kawasan

v v - Elevasi dan

kemiringan lahan

- survey - studi pustaka

1.3 Iklim - v - Suhu

- Curah hujan - Kelembapan

- studi pustaka - BMG 1.4 Vegetasi

dan satwa

v v - Jenis dan

penyebaran vegetasi dan satwa


(24)

Lanjutan Tabel 1

No Aspek Jenis Data Interpretasi Sumber

Spasial Tekstual 2 Sosial, Budaya, dan Ekonomi 2.1 Keadaan sosial ekonomi masyarakat kawasan

- v - Keadaan sosial

penduduk

- Keadaan ekonomi - Hubungan antara

penduduk dengan kawasan

- survey - wawancara - studi pustaka

2.2 Budaya mayarakat

- v - Adat Istiadat

- Kepercayaan penduduk

- studi pustaka - wawancara 3 Fungsional

3.1 Pengguna - v - Jumlah

pengguna kawasan - Aktivitas pengguna

- studi pustaka - survey - wawancara

3.2 Fasilitas v v - Jenis fasilitas

- Jumlah fasilitas - Penyebaran fasilitas

- Kondisi fasilitas

- studi pustaka - survey - wawancara 4 Wisata 4.1 Objek dan atraksi wisata

v v Kondisi

Jenis atraksi

studi pustaka survey wawancara

5. Pengelola

Kawasan 5.1 Status

Kawasan

- v - Peraturan

pemerintah tentang kawasan

- studi pustaka

5.2 Pengelolaan kawasan

- v - Pengelolaan

kawasan - Sumber dana

- studi pustaka - survey - wawancara


(25)

3.3.3 Analisis

Analisis dilakukan untuk mengetahui potensi dan kendala yang terdapat pada lokasi penelitian. Analisis yang dilakukan terhadap data-data dan informasi tapak yang telah dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif dan secara kuantitatif.

1. Analisis kualitatif berdasarkan kepada potensi, kendala, amenity, dan danger yang ditemukan di tapak. Analisis ini dilakukan untuk menemukan alternatif solusi dalam mengembangkan potensi dan amenity serta mengatasi danger yang terdapat di lokasi.

2. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung daya dukung tapak terhadap kegiatan, fungsi, dan tujuan yang dikembangkan. Menurut Boulon (1992) daya dukung wisata dapat diperhitungkan berdasarkan perhitungan berikut:

Keterangan:

DD : daya dukung tapak (m²/orang)

A : luas area yang digunakan sebagai kawasan wisata () S : jumlah standar rataan pengunjung (orang)

T : total hari kunjungan yang diperkenankan (hari) K : koefisien rotasi (jam orang/m²)

N : jumlah pengunjung yang diizinkan mengunjungi per hari (orang) R : rataan waktu kunjungan(jam)

3.3.4 Sintesis

Pada tahapan sintesis dilakukan pemaduan hasil analisis baik data fisik kawasan maupun data sosial, ekonomi dan budaya. Hasil pemaduan tersebut disajikan dalam konsep pembagian ruang dengan bentuk berupa block plan. Konsep perencanaan terdiri dari konsep tata ruang, konsep rekreasi, dan konsep


(26)

serkulasi. Pada tahap ini juga dilakukan penentuan pilihan alternatif perencanaan dan diadakan seleksi untuk menentukan perencanaan yang terbaik dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, pembagian ruang yang harmonis, pola sirkulasi, keamanan, dan kenyamanan

3.3.5 Perencanaan

Tahap ini merupakan proses akhir dengan melakukan perencanaan sesuai dengan hasil sintesis. Pada tahap perencanaan ini dilakukan pembuatan rencana sirkulasi, rencana rekreasi, rencana fasilitas, dan rencana peraturan yang sesuai dengan potensi pada tapak dan mencegah terjadinya kerusakan pada tapak. Hasil akhir dari proses ini disajikan dalam bentuk rencana tapak (site plan).


(27)

16 

IV. KONDISI UMUM 4.1. Aspek biofisik

4.1.1 Lokasi dan Aksesibilitas

Kawasan wisata Danau Mas Harun Bastari (DMHB) terletak pada koordinat 3° 26’ 42” - 3° 27’ 20” LS dan 102° 38’ 53” -102° 39’ 24” BT berada di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Kawasan DMHB terletak 19 km dari Kota Curup dan berada tepat di sebelah jalan raya yang menghubungkan Kota Curup dengan Kota Lubuk Linggau. Kawasan wisata DMHB ini memiliki luas ± 34 Ha dan memiliki topografi alami perbukitan namun pada kawasan wisata telah dilakukan rekayasa tapak sehingga topografi kawasan wisata relatif datar. Kawasan ini berada pada ketinggian 1089 m diatas permukaan laut. Batas dari kawasan DMHB ini adalah sebagai berikut:

• Utara : Lahan pertanian dan Hutan Lindung Taman Nasional Kerinci Seblat.

• Barat : Desa Mojorejo

• Selatan : Berbatasan dengan jalan raya Curup-Lubuk Linggau dan pemukiman

• Timur : Lahan Pertanian dan Sekolah Polisi Negara

Gambar 4. Danau Mas Haru Bastari

Kawasan DMHB terletak di lokasi yang cukup strategis karena berada di tepi jalan utama yang menghubungkan Kota Curup dengan Kota Lubuk Linggau. Untuk mencapai kawasan DMHB dapat menggunakan alat transportasi umum maupun pribadi. Sarana transportasi umum yang tersedia untuk mencapai kawasan ini adalah dengan menggunakan angkutan umum jurusan Curup-Lubuk


(28)

17 

Linggau. Apabila menggunakan kendaraan umum maka untuk mencapai kawasan DMHB dikenakan biaya sebesar Rp. 5.000,00. Namun kendaraan umum ini jumlahnya sedikit dan dengan jadwal yang tidak tentu serta kenyamanannya tidak terjamin sehingga sebagian besar pengunjung yang mendatangi kawasan DMHB menggunakan kendaraan pribadi.

Di sekitar Kawasan DMHB terdapat jalan kecil yang mengelilingi kawasan. Selain berupa akses masuk menuju kawasan DMHB, jalan ini juga merupakan akses menuju pemukiman penduduk di Desa Mojorejo sehingga jalan ini di buka untuk umum. Hal ini menyebabkan kurang terpantaunya jumlah pengunjung yang mengunjungi kawasan DMHB terutama yang memasuki kawasan yang tidak diawasi oleh pengelola.

Kawasan DMHB memiliki satu gerbang utama yang juga merupakan pintu masuk sekaligus loket penjualan karcis masuk menuju kawasan wisata DMHB. Harga tiket masuk sebesar Rp. 3.000,00 per orang, sedangkan untuk kendaraan pribadi dikenakan biaya parkir sesuai dengan jenis kendaraan yaitu Rp. 2.000,00 untuk motor dan Rp. 3.000,00 untuk mobil.

4.1.2. Tanah

Jenis tanah yang terdapat di kawasan DMHB adalah jenis tanah andosol. Tanah ini merupakan sisa dari abu vulkanik dari letusan gunung berapi. Tanah ini memiliki tekstur gembur sehingga mudah diolah untuk dijadikan lahan pertanian. Jenis tanah ini adalah tanah yang sesuai untuk digunakan sebagai lahan pertanian tanaman pangan (padi sawah, gogo) (BAPEDDA, 2007). Kendalanya tanah andosol yang bertekstur ringan ini sangat mudah terseret air hujan dan mengalami erosi. Hal ini ditambah dengan curah hujan yang cukup tinggi, topografi yang curam, dan pengolahan tanah sebagai lahan pertanian hal tersebut memperbesar kemungkinan terjadinya erosi pada tapak.


(29)

18 


(30)

19 

4.1.3 Topografi

Secara umum kondisi topgrafi tapak berupa topografi perbukitan dengan kemiringan bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam. Tapak berupa cekungan dengan ketinggian terendah berada pada 1083 m(dpl) dan yang tertinggi 1095 m(dpl). Permukaan datar sebagian besar terdapat di bagian timur laut dari tapak yang dimanfaatkan sebagai pemukiman dan pertanian. Permukaan datar lain yang terdapat di tapak yaitu terdapat di area wisata yang terdapat di bagian tenggara hal ini di akibatkan dilakukan pendataran pada tapak dengan proses cut and fill dan diberikan dinding penahan dari bebatuan. Sedangkan sisa tapak merupakan daerah dengan kemiringan curam sampai dengan sangat curam terdapat di bagian barat dan timur tapak yang sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan palawija.

4.1.4 Tata Guna Lahan

Pola penggunaan lahan di kawasan DMHB ini meliputi lahan pertanian, kawasan pemukiman, dan lahan digunakan sebagai area wisata. Lahan pertanian mendominasi kawasan terutama di bagian sempadan danau. Hal ini menimbulkan efek negatif terhadap danau yaitu terjadinya erosi dan penyuburan air yang merupakan akibat pupuk lahan pertanian yang hanyut dibawa air sehingga menyebabkan penyuburan air yang berakibat pada populasi tanaman air yang tidak terkendali.

(a) (b)

Gambar 6: Penggunaan Lahan disekitar DMHB (a. areal pertanian, b. cabai sebagai salah satu contoh jenis komoditas yang ditanam di sekitar kawasan DMHB)


(31)

20 


(32)

21 


(33)

22 

Selain areal pertanian sebagian kecil dari kawasan dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi yaitu area yang dekat dengan jalur utama. Area ini yang dikenal sebagai Objek wisata DMHB yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabuptaen Rejang Lebong. terdapat area pemukiman di bagian utara kawasan dan bebrapa kompleks penginapan di sekitar lahan.

Tabel 2. Jenis dan luas penggunaan lahan pada Kawasan DMHB

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Pertanian 37,49 48,5

2. Pemukiman 7,51 9,5

3. Kawasan wisata (darat) 2,1 0,3

4. Danau 24,1 30,7

5. Rawa 7.7 10

Jumlah 78.91 100

4.1.5 Hidrologi

Danau ini memiliki sumber berupa air hujan dan mata air tanah yang terletak di tengah-tengah danau. Selain itu dari topografi di sekitar danau yang berbentuk cekungan juga menyebabkan aliran permukaan dari air hujan mengalir menuju danau hal ini menyebabkan ketinggian permukaan air danau sangat dipengaruhi oleh iklim dan curah hujan. Pada bagian aliran air danau dibuat bendungan. Bendungan ini dibuat dengan maksud untuk mempertahankan ketinggian permukaan air danau terutama saat debit air sedikit.

Danau ini memiliki luasan ± 31 ha dan kedalaman terdalam adalah ±10m. Danau berbentuk oval dengan rawa yang terdapat di bagian tengahnya. Arus air yang terdapat di danau cukup deras dan berpusar sehingga berbahaya jika digunakan untuk aktivitas berenang. Bentukan danau ini bukan merupakan bentukan alaminya karena pada tahun 2000 terjadi proyek perluasan danau yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Rejang Lebong.

Arus air danau cukup tenang namun terdapat area yang arusnya berpusar terutama daerah dibagian tengah danau. Arus ini juga yang menyebabkan terbentuk pulau yang merupakan akumulasi dari bahan organik yang terbawa oleh


(34)

23 

arus ini. Hal tersebut juga berdampak terjadinya penumpukan sampah yang dibuang ke danau berkumpul di rawa tersebut.

4.1.6 Iklim dan Curah hujan

Kawasan DMHB beriklim tropis dengan klasifikasi tipe iklim A, temperatur rata-rata 15-21°C dan memiliki curah hujan rata-rata 3.301 mm/tahun, dengan rata-rata penyinaran matahari 5,1 jam/hari pada musim hujan dan pada musim kemarau rata-rata penyinaran 8 jam/hari.

Kawasan DMHB terletak pada ketinggian 1083 mdpl dengan penutupan lahan yang sebagian besar berupa vegetasi. Hal tersebut menyebabkan suhu udara di kawasan cukup dingin dengan suhu udara rata-rata 15°C. Selain itu kondisi lokasi yang cukup terbuka dengan topografi yang curam serta badan air yang cukup besar menyebabkan angin bertiup cukup kencang di kawasan terutama di siang hari kecepatan angin rata-rata 40 km/jam.

Tabel 3. Data Kelembaban Udara Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008-2010

No Bulan 2008 2009 2010

1 Januari 88% 90% 92%

2 Pebruari 88% 89% 92%

3 Maret 89% 91% 92%

4 April 88% 92% 87%

5 Mei 88% 89% 93%

6 Juni 89% 94% 90%

7 Juli 88% 91% 92%

8 Agustus 89% 91% 88%

9 September 89% 89% 87%

10 Oktober 90% 92% 88%

11 Nopember 92% 91% 88%

12 Desember 92% 92% 88%

Rata- rata/bulan 89.17% 90.91% 89.75%


(35)

24

 

Sumber: BMG Kepahiang, 2011

20,91 25,91

20,83 276,50 280,75

268,08


(36)

25 

4.1.7 Vegetasi dan satwa

Vegetasi yang ada di kawasan DMHB dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu vegetasi darat dan vegetasi air:

• Vegetasi darat

Hampir seluruh vegetasi darat yang ada di kawasan ini merupakan tanaman yang sengaja ditanam oleh pengelola, seperti Pinus, Flamboyan, Cemara Kipas, Bugenvil, Sengon dan Kerai Payung. Pola penyebarannya tersebar merata di seluruh kawasan. Sedangkan vegetasi yang ada di sekitar kawasan sebagaian besar adalah vegetasi pertanian. Jenis vegetasi pertanian yang ada di kawasan ini antara lain berupa lahan pertanian, hutan produksi, dan pekarangan. Jenis vegetasi eksotik antara lain cabe, bawang daun, sawi, dan lainnya. Sedang tanaman perkebunan adalah kelapa sawit dan kopi. Vegetasi pertanian ini mendominasi bagian kawasan termasuk diantaranya kawasan dengan kemiringan lebih dari 15%.

• Vegetasi air.

Secara keseluruhan vegetasi air terdiri atas tanaman liar seperti apu-apu, lidi air, teratai, dan lain-lain. Pola penyebarannya secara keseluruhan terfokus pada bagian perairan yang dangkal dengan kedalaman tidak lebih dari 2m. Pola penyebaran vegetasi air juga ditentukan oleh arus air danau yang menyebabkan vegetasi air dominan berada di kawasan dengan arus lemah (tenang) dan karena terjadi pusaran arus sehingga bahan organik yang mengapung di permukaan danau berkumpul di bagian tengah danau. Hal ini menyebabkan terbentuknya rawa yang kemudian ditumbuhi oleh lidi air dan beberapa jenis tanaman lainnya. Perkembangan tanaman air ini tidak terkontrol terutama dengan digunakannya area tepi danau sebagai kawasan pertanian sehingga memacu erosi dan penggunaan pestisida dan pupuk membuat air danau menjadi subur dan mempercepat perkembangan tanaman air.


(37)

26 

Satwa yang ada di kawasan DMHB juga dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: • Satwa darat

Sebagaian besar satwa darat yang ada di kawasan DMHB merupakan satwa liar seperti burung Cangak Merah, Belibis, Kadal, dan lain-lain. Penyebaran satwa terutama burung biasanya berada di areal perairan dangkal. Hal ini disebabkan banyaknya tanaman air dan satwa air yang berada di kawasan perairan dangkal yang menjadi sumber makanan bagi burung.

(a) (b)

Gambar 9. Satwa yang ada di kawasan DMHB (a. Cangak Merah; b. Belibis)

• Satwa air

Satwa air yang ada di kawasan DMHB sebagian besar merupakan hasil budidaya. Secara rutin setiap 3 bulan selalu diadakan pelepasan ikan di kawasan DMHB ini. Hal ini dimaksudkan untuk menambah nilai atraksi wisata kawasan DMHB dan menjadi sumbangan pemerintah bagi masyarakat di sekitar kawasan DMHB.

4.2 Aspek wisata 4.2.1 Objek wisata

Kawasan wisata DMHB menawarkan berbagai macam fasilitas, objek dan atraksi wisata yang biasa terdapat dalam kawasan wisata danau lainnya. Namun objek wisata yang paling menarik di kawasan ini adalah suasana alamnya yang cukup alami dan iklim pegunungan yang dingin.


(38)

27 

• Sepeda Air

Sepeda air merupakan salah satu objek wisata yang hampir selalu ada di kawasan wisata air. Hal ini dikarenakan mengarungi danau dengan menggunakan sepeda air merupakan salah satu atraksi wisata yang cukup menarik. Saat ini di kawasan DMHB tersedia tiga unit sepeda air yang disewakan kepada pengunjung. Kondisi ketiga unit sepeda air ini masih baik karena terbuat dari material yang awet dan perawatannya juga rutin serta pengunaan yang selalu diawasi.

(a) (b)

Gambar 10. Sepeda Air (a. saat perawatan, b. ketika digunakan)

Flying Fox

Melakukan Flying Fox merupakan salah satu atraksi wisata yang cukup murah namun memacu adrenalin. Pada kawasan DMHB yang terdapat banyak pohon yang cukup tinggi sehingga mendukung dijadikannya flying fox sebagai salah satu objek wisata di kawasan ini. • Banana Boat

Tersedia satu unit banana boat pada kawasan wisata DMHB. Banana boat ini hanya disediakan pada hari minggu dan hari libur besar lainnya.

Playground

Di kawasan DMHB terdapat beberapa titik arena pemainan anak-anak. Permainan yang disediakan berupa jungkat-jungkit, papan luncur, ayunan, dan arena ketangkasan. Sayangnya permainan yang disebar di beberapa titik ini mengkibatkan tidak terbentuknya suatu ruang khusus sehingga fungsi dan identitas ruang tidak begitu menonjol. Hal ini


(39)

28 

mengkibatkan tidak terbentuknya ruang-ruang yang mampu membagi aktivitas pengunjung.

(a) (b)

Gambar 11. Arena Playground (a. papan luncur; b. arena ketangkasan)

• Perahu Motor

Karena daya tarik utama dari kawasan wisata DMHB adalah Danau yang di tengahnya terdapat sebuah rawa maka kegiatan mengelilingi danau dengan perahu motor dapat dikatakan sebagai atraksi utama yang ditawarkan di kawasan DMHB ini. Tersedia dua perahu motor dengan ukuran yang berbeda dengan kapasitas untuk perahu kecil 10 orang dan perahu besar 16 orang.

(a) (b) Gambar 12. Perahu Motor (a. perahu kecil; b. perahu besar)


(40)

29 

Tabel. 5 Objek wisata di kawasan DMHB beserta Jumlah dan Kondisi

No. Objek wisata Jumlah Unit Kondisi

1. Sepeda Air 5 Cukup baik

2. Flying Fox 1 Rusak

3. Banana Boat 1 Baik

4. Playground

• Papan Seluncur • Ayunan

• Jungkat-jungkit • Arena Ketangkasan

3 2 1 3

Kurang Baik Baik Rusak

Baik

5. Perahu Motor 2 Cukup baik

4.2.2 Fasilitas

Fasilitas yang tersedia di kawasan DMHB antara lain adalah: • Lapangan parkir

Terdapat 3 lapangan parkir yang ada di kawasan DMHB. Lapangan parkir 1 dan 2 berada tepat di dekat pintu masuk pengunjung, sedangkan lapangan parkir cadangan berada di dekat pintu masuk depan kawasan yang digunakan khusus untuk mobil dan digunakan sebagai lapangan parkir hanya pada hari libur. Ketika pada hari biasa lapangan parkir ini difungsikan sebagai area terbuka.

• Toilet umum

Hanya terdapat satu unit toilet umum yang ada pada kawasan DMHB ini. Toilet umum tersebut terdiri dari 16 kamar kecil dengan menggunakan sumber air dari sumur yang tersedia di kawasan. Toilet ini dibuka dan dijaga dari pagi hingga sore setiap harinya. Kebersihan dan kondisi dari toilet ini kurang terjaga, selain kondisi toilet yang gelap, juga bangunan toilet yang terkesan setengah jadi menambah ketidaknyamanan pengguna toilet. Selain itu jika menggunakan toilet itu dikenakan biaya 2000 per orang namun tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Sehingga perlu adanya perbaikan fasilitas toilet sehingga dapat lebih memuaskan pengunjung.


(41)

30 

• Kios makanan dan oleh-oleh

Di dalam kawasan terdapat area yang khusus berisi kios penjualan makanan dan oleh-oleh. Sayangnya pengelolaannya belum maksimal sehingga kurang menarik minat para pengunjung. Barang-barang yang diperdagangkan juga kurang bervariasi hanya berupa makanan ringan, minuman, dan buah kemasan hasil bumi daerah setempat. Sayangnya di dalam kawasan tidak menjual benda seperti cinderamata atau kerajinan khas daerah setempat.

• Tempat penitipan helm

Selain kios di kawasan ini juga tersedia tempat penitipan helm. Fasilitas ini disediakan karena kebanyakan pengunjung kawasan DMHB mengunakan kendaraan roda dua. Fasilitas ini memberikan pelayanan penitipan helm dangan biaya penitipan Rp. 1000,00 per helm yang dititipkan. Keberadaan fasilitas ini adalah untuk memberikan rasa aman dan menambah kenyamanan bagi pengunjung kawasan yang menggunakan kendaraan roda dua.

• Musholla

Di dalam kawasan terdapat musholla yang dapat digunakan sebagai tempat melakukan ibadah shalat. Kondisi musholla ini cukup terawat dan kondisi bangunannya cukup baik. Namun secara fungsional musholla ini kurang dimanfaatkan karena kurangnya perhatian pengelola dalam mengaktifkan mushola sehingga musholla ini jarang digunakan.

• Gazebo

Pada kawasan terdapat lima unit gazebo yang menghadap danau yang dapat digunakan sebagai tempat berteduh, makan, istirahat, dan aktivitas yang lain. Kondisi gazebo yang tersedia cukup baik dan kebersihannya terjaga.

• Menara pandang

Menara pandang merupakan salah satu fasilitas yang cukup menarik di kawasan wisata DMHB ini. Namun sayangnya menara ini kurang fungsional karena jika dinilai dari ukuran bangunan ini kurang layak


(42)

31 

disebut sebagai menara pandang karena hanya berupa bangunan dua lantai (tinggi ±7m) dengan luas 2,5 m × 2,5 m. Terdapat dua menara pandang di kawasan ini namun sayangnya kurang dimanfaatkan oleh pengunjung. Hal ini dikarenakan kondisi bangunannya yang kurang terawat dan bentuk bangunannya yang kurang menarik.

• Tempat sampah

Untuk menjaga kebersihan kawasan disediakan 11 unit tempat sampah yang disebar di beberapa titik keramaian pengunjung. Secara umum keberadaan tempat sampah ini cukup fungsional dan membuat kawasan menjadi lebih terpelihara kebersihannya. Namun sayangnya desain tempat sampah yang disediakan kurang menarik sehingga kurang memberikan nilai estetika pada kawasan.

• Kantor pengelola

Di kawasan terdapat kantor pengelola agar memudahkan pengelola kawasan mengatur kawasan dan mampu menjadi pusat informasi bagi para pengunjung. Kondisi kantor pengelola cukup baik namun kurang fungsional karena pihak pengelola hanya memanfaatkan kantor pengelola sebagai tempat penyimpanan peralatan dan tempat beristirahat sehabis berkerja di lapangan.

• Kios pembelian tiket dan gerbang

Terdapat sebuah gerbang yang menjadi pintu masuk menuju kawasan DMHB sekaligus menjadi tempat penjualan tiket bagi pengunjung yang ingin memasuki kawasan wisata DMHB. desain pintu gerbang yang ada sudah cukup bagus karena desainnya memiliki nilai budaya dengan bentuk atap yang biasa ada pada Rumah Adat Rejang. Namun sayangnya tidak terdapat papan nama atau penanda di sekitar gerbang sehingga tidak munculnya kesan penyambutan terhadap pengunjung yang datang ke kawasan DMHB.


(43)

32 


(44)

33 

Tabel.6 Jenis fasilitas di kawasan DMHB berserta Jumlah dan Kondisi No. Jenis Fasilitas Jumlah (unit) Kondisi

1. Lapangan Parkir 2 Baik

2. Toilet Umum 16 Kurang Baik

3. Kios Makanan dan Oleh-oleh 4 Kurang baik

4. Tempat Penitipan Helm 1 Kurang baik

5. Musholla 1 Kurang Baik

6. Gazebo 5 Cukup Baik

7. Menara Pandang 2 Buruk

8. Tempat Sampah 9 Baik

9. Kantor Pengelola 1 Kurang Baik

10. Kios Pembelian Tiket dan Gerbang

2 Cukup Baik

4.3 Aspek sosial 4.3.1 Aspek budaya

Sebagian besar penduduk daerah Rejang Lebong adalah bersuku Rejang. Suku Rejang ini memiliki budaya yang dapat menjadi daya tarik wisata. Terutama produk-produk budaya yang menjadi ciri Khas kabupaten Rejang Lebong, antara lain: Rumah Adat Rejang, Tarian Daerah, Batik Kaganga, Kerajinan Tangan, dan Makanan Khas Daerah Rejang.

4.3.2 Aspek ekonomi

Sebagian besar penduduk di sekitar kawasan adalah petani palawija. Hal ini menyebabkan sebagian besar lahan di sekitar kawasan dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan palawija. Komoditas utama dari kawasan ini adalah tanaman sayuran, cabai, dan stroberi.

Hubungan antara masyarakat sekitar dengan kawasan wisata DMHB cukup erat. Sebagaian masyarakat memanfaatkan kawasan sebagai tempat untuk berdagang terutama untuk menjual hasil bumi daerah setempat kepada pengunjung seperti stroberi, dan arbei. Sebagian penduduk juga memanfaatkan


(45)

34 

danau sebagai tempat memancing atau menjala ikan. Keberadaan kawasan wisata DMHB juga memberikan sumber pendapatan tambahan bagi penduduk setempat. Kegiatan ekonomi yang dilakukan penduduk di sekitar kawasan DMHB antara lain: menjual stroberi kepada pengunjung, membuka rumah makan, membuat seran rekreasi seperti penginapan dan kolam pemancingan, dan lain-lain.

Gambar 14: Produk budaya khas Suku Rejang

4.4 Aspek pengunjung

Kawasan DMHB termasuk salah satu kawasan wisata yang menjadi tujuan wisata utama di Kabupaten Rejang Lebong. Para wisatawan yang mengunjungi kawasan ini berasal dari Kota Curup, Lubuk Linggau, Bengkulu, Kepahiang, dan beberapa daerah lain yang ada disekitar Kabupaten Rejang Lebong.

Menurut Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan (2005) rata-rata pengunjung yang mengunjungi kawasan DMHB pada tahun 2005 adalah antara

(b) Rumah Adat Rejang (a) Tarian daerah


(46)

35 

1.500–1.750 pengunjung setiap bulannya. Terjadi perkembangan jumlah wisatawan yang mengunjungi kawasan DMHB sejak tahun 1999 hingga tahun 2006 seperti yang tertera pada diagram berikut :

Gambar 15. Grafik jumlah pengunjung kawasan wisata DMHB Tahun 2004-2011 (BPS, 2011)

Menurut hasil wawancara dengan pihak pengelola didapatkan informasi bahwa jumlah pengunjung terbanyak yang datang di kawasan adalah pada hari libur bahkan saat libur lebaran jumlah pengunjung bisa mencapai 2500 orang. Hal ini membuktikan bahwa kawasan DMHB memerlukan perluasan agar kawasan dapat menampung pengunjung yang lebih banyak dan mencegah terjadinya kerusakan sebagai akibat dari pengunjung yang melebihi daya dukung kawasan.

4.4.1 Aktivitas pengunjung

Pengunjung yang datang ke kawasan biasanya melakukan beberapa aktivitas rekreasi. Dari data yang didapat di lapangan ada beberapa aktivitas yang biasanya dilakukan pengunjung di kawasan wisata DMHB ini antara lain:

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah pengu

njung

(orang)


(47)

36 

(a) (b)

Gambar 16: Kegiatan Pengunjung di Kawasan DMHB (a. berbelanja di kios, b. Melakukan outbond)

• Piknik

Kawasan Wisata DMHB merupakan salah satu tempat wisata keluarga. Banyak pengunjung yang datang merupakan keluarga yang menghabiskan waktu luang untuk menikmati suasana di kawasan DMHB ini. Pada umumnya mereka melakukan piknik di kawasan DMHB ini. Kegiatan ini didukung dengan tersedianya lapangan rumput yang banyak terdapat di kawasan DMHB. Terdapat beberapa titik yang menjadi tempat favorit bagi pengunjung untuk berpiknik terutama di tepi danau.

Gambar 17: Kegiatan Piknik di kawasan DMHB

• Memancing

Danau yang terdapat di kawasan DMHB memiliki daya tarik tersendiri bagi peminat olah raga pancing. Kondisi alam yang masih alami dan danau yang memiliki banyak ikan menjadi nilai lebih kawasan ini. Namun sayangnya kegiatan pemancingan ini tidak dikelola oleh pengelola kawasan.


(48)

37 

• Berperahu

Berperahu mengarungi danau merupakan kegiatan utama bagi pengunjung. Ada beberapa pilihan yang dapat diambil oleh pengunjung untuk mengarungi danau yaitu perahu motor, sepeda air dan rakit.

Gambar 18. Kegiatan Berperahu di kawasan DMHB

• Bermain

Kegiatan bermain adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung usia anak-anak dan remaja. Hal ini didukung dengan adanya arena bermain yang tersebar di kawasan wisata DMHB ini.

Gambar 19. Kegiatan Bermain di kawasan DMHB

4.7 Status kawasan

Berdasarkan SK Bupati No.461 Tahun 2002 menetapkan kawasan DMHB sebagai Kawasan Otorita Khusus Wisata. Hal ini berarti kawasan DMHB menjadi kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan kepariwisataan dan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong terus melakukan pembangunan fasilitas pendukung dan infrastruktur lainnya untuk pengembangan objek wisata tersebut. Dengan dikeluarkannya SK tersebut maka kawasan DMHB menjadi kawasan wisata yang


(49)

38 

pengelolaannya diatur oleh Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Rejang Lebong dan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Rejang Lebong. Dalam pengelolaannya kawasan DMHB ini dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Rejang Lebong.

4.5 Aspek pengelola

Kawasan DMHB merupakan Kawasan Otorita Khusus Wisata yang merupakan milik Pemkab Rejang Lebong. Pengelolaan kawasan ini ditangani oleh Disbudpar Kabupaten Rejang Lebong, namun sejak tahun 2008 dilakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam mengelola kawasan DMHB. Bentuk kerjasama ini ialah berupa kontrak kerja. Dalam kontrak tersebut pihak swasta diberikan kuasa untuk mengelola kawasan DMHB dan harus membayar uang sewa yang telah ditetapkan dalam kontrak ke Disbudpar Kabupaten Rejang Lebong. Pada tahun 2010 jumlah uang sewa yang harus diberikan ialah sebesar Rp. 31.500.000,- setahun dan uang tersebut menjadi PAD Kabupaten Rejang Lebong.

Pihak swasta yang mengelola kawasan DMHB ialah Bapak Budi Prayitno. Beliau menggunakan 12 karyawan tetap untuk mengelola kawasan DMHB ini. Namun pada hari libur jumlah karyawan dapat bertambah terutama karena beberapa atraksi yang hanya ditawarkan pada hari libur seperti banana boat dan flying fox. Pengelolaan yang dilakukan belum terorganisir dengan baik dan bersifat insidentil sehingga kondisi kawasan tidak terawat dengan baik.

Adapun pembagian kerja karyawan dalam mengelola kawasan DMHB adalah sebagai berikut:

• Penjaga loket

Loket penjualan tiket yang terletak di pintu gerbang memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tempat penjualan tiket masuk sekaligus menjadi pos penjagaan pintu masuk. Hal ini menambah rasa aman kepada pengunjung yang datang ke kawasan DMHB. Selain itu petugas yang menjual tiket juga melakukan penghitungan jumlah pengunjung harian yang datang mengunjungi kawasan DMHB.


(50)

39 

• Penjaga lapangan parkir

Kawasan DMHB memiliki lapangan parkir yang cukup luas. Hal ini disebabkan oleh pengunjung yang kebanyakan menggunakan kendaraan pribadi untuk mencapai kawasan wisata ini. Penjagaan dilakukan dengan sistem tiket sehingga keamanan kendaraan lebih terjamin dan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian kendaraan. Adapun tugas dari penjaga lapangan parkir adalah mengatur keluar masuknya kendaraan, mengatur posisi parkir kendaraan untuk memudahkan jalur keluar masuk kendaraan, membantu pengunjung dalam memarkirkan kendaraannya, menjaga keamanan kendaraan yang diparkirkan. Tarif yang dikenakan lebih tinggi daripada tarif parkir rata-rata di sekitar kawasan yaitu Rp. 2.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp. 3.000 untuk kendaraan roda empat.

• Petugas kebersihan

Petugas kebersihan bertugas untuk menjaga kebersihan kawasan. Hal tersebut dilakukan dengan mengadakan penyapuan kawasan pada pagi dan sore hari dan pengosongan kotak sampah setiap sore hari. • Pengemudi perahu motor

Petugas ini bertugas untuk mengoperasikan perahu motor dan membawa pengunjung mengelilingi danau sesuai dengan jalur yang telah ditentukan.

• Petugas penjaga sepeda air

Petugas penjaga sepeda air bertugas untuk menyewakan sepeda air. Apabila penyewa menginginkan maka petugas dapat menjadi pengemudi sepeda air yang mereka sewa. Selain itu petugas ini juga mengawasi penggunaan sepeda air agar penyewa tetap berada pada daerah perairan yang aman untuk bersepeda air. Petugas ini juga berkewajiban untuk memperhatikan kondisi sepeda air dan merawatnya agar tigak membahayakan pengunjung.


(51)

40 

• Operator Banana Boat

Operator Banana Boat ini bertugas untuk mengemudikan Speed Boat yang menarik Banana Boat dan memastikan penyewa menggunakan peralatan keamanan seperti tali pengaman dan pelampung.

• Operator Flying Fox

Tugas yang dilakukan oleh operator Flying Fox ini berupa memasang peralatan keselamatan seperti helm, pelindung siku dan lutut, dan tali pengaman. Ada juga petugas yang bertugas untuk mengoperasikan Flying Fox, dan ada petugas yang meredam laju pengunjung yang meluncur ketika ia sampai agar tidak menabrak pohon.

Tabel 7. Jumlah karyawan berdasarkan pembagian kerja.

No Jenis pekerjaan Jumlah karyawan

1. Penjaga loket 1

2. Penjaga lapangan parkir 3

3. Petugas kebersihan 3

4. Pengemudi perahu motor 3

5. Petugas penjaga sepeda air 2

6. Operator Banana Boat* 2

7. Operator Flying Fox* 3

Jumah 17 Ket: * hanya bertugas saat hari libur.


(52)

 

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis

5.1.1 Aspek fisik

5.1.1.1 Lokasi dan aksesibilitas tapak

Terdapat dua akses utama yang dapat digunakan sebagai akses menuju kawasan DMHB. Hal tersebut sering menimbulkan kesulitan terutama dalam mengatur lalu lintas pengunjung. Hal ini dapat diatasi dengan membuat jalur akses yang lebih lebar atau dengan mengubah arah lalu lintas keluar masuk kawasan menjadi satu arah dengan menjadikan satu pintu masuk dan satu keluar. Hal ini akan memudahkan pengaturan lalu-lintas menuju kawasan.

Keberadaan signage (penanda) di sekitar pintu masuk perlu ditambah. Hal ini dilakukan untuk menambah daya tarik kawasan dan serta memberi identitas bagi kawasan. Selain itu keberadaan signage juga memberi peringatan kepada pengguna jalan agar lebih berhati-hati karena mendekati pintu masuk kawasan DMHB.

Keberadaan pintu masuk kawasan yang berada tepat di area cekungan dan jalan disekitar kawasan ialah jalan menikung cukup membahayakan pengunjung yang ingin masuk menuju kawasan DMHB. Selain itu gerbang yang sekaligus berfungsi sebagai tempat pembelian karcis posisinya terlalu dekat dengan jalan raya sehingga antrian yang terbentuk dapat menimbulkan kemacetan. Untuk itu perlu diadakan pengubahan letak pintu masuk kawasan.

5.1.1.2 Tanah

Tanah andosol yang memiliki tekstur gembur sangat mudah diolah dan dimanfaatkan untuk bercocok tanam BAPEDDA (2007). Namun teksturnya ini juga menyebabkan tanah andosol rentan terhadap erosi. Untuk itu perlu diadakan perlindungan terhadap erosi terutama pada area dengan kemiringan >15% terutama pada bagian tepi danau. Hal ini dilakukan untuk mencegah erosi yang dapat mengurangi kesuburan tanah sekaligus mencegah sedimentasi yang dapat mengakibatkan pendangkalan danau.


(53)

 


(54)

 

5.1.1.3 Topografi

Kawasan DMHB dengan topografi perbukitannya memiliki kemiringan yang bervariasi mulai dari datar (0-5%), landai (5-15%), miring (15-40%), dan curam (>40%). Kondisi topografi yang bervariasi ini menjadi daya tarik tersendiri karena bentukan lereng dengan ketinggian bervariasi dapat menjadi potensi estetika secara visual dan menghilangkan kesan monoton pada tapak. Karena itu pemanfaatan tapak harus mempertimbangkan kemiringan agar tidak merusak estetika yang telah terbentuk secara alami.

1. Daerah yang relatif datar (kemiringan 0-8%) terdapat pada bagian hulu danau (barat laut). Daerah ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai macam aktifitas. Daerah ini dapat dimanfaatkan sebagai area rekreasi utama dan dapat dimanfaatkan sebagai area dengan aktifitas padat seperti area parkir dan bangunan-bangunan yang cukup berat. Namun pemanfaatan juga harus mempertimbangkan daya dukung tapak agar tidak memberikan efek negatif bagi lingkungan. Saat ini daerah ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh penduduk setempat.

2. Daerah yang landai (kemiringan 8-15%) menempati daerah hulu dan sebagian di daerah hilir tapak terutama di bagian tepi danau. Daerah ini cukup sesuai untuk kegiatan rekreasi dengan intensitas sedang. Pemanfaatan seperti pembangunan fasilitas penunjang rekreasi dapat dilakukan namun perlu mempertimbangkan keberadaan daerah yang dekat dengan tepi danau

3. Daerah yang miring (kemiringan >15%) tersebar di seluruh bagian tapak. Area ini hanya dapat dimanfaatkan sebagai area rekreasi dengan intensitas rendah karena mempertimbangkan potensi terjadinya erosi dan longsor. Pemanfaatan yang dilakukan haruslah bersifat konservatif seperti area terbuka hijau alami atau kegiatan rekreasi tertentu yang memiliki intensitas rendah seperti penjelajahan (cross country) dan pendakian (hiking). Fasilitas penunjang rekreasi yang dapat dibangun hanya yang bersifat ringan dan terbatas seperti jalur tracking dan lain-lain.


(55)

 


(56)

 

5.1.1.4 Tata guna lahan

Sebagian besar kawasan di sekitar DMHB merupakan kawasan perkebunan palawija. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya erosi dan tanah longsor. Selain itu penggunaan pupuk dan pestisida juga dapat berdampak pada pencemaran air danau dan mengganggu keseimbangan ekosistem alami di kawasan wisata DMHB. Karena itu perlu diadakan penataan ulang untuk menjaga kelestarian kawasan DMHB sendiri.

Penataan ulang yang dilakukan harus mempertimbangkan pada aspek fisik dan ekologis tapak. Pada bagian kritis seperti area dengan kemiringan curam dialih fungsikan menjadi area konservasi. Lalu pada bagian sempadan danau penggunaan lahan dibatasi sebagai area rekreasi dan konservasi sehingga kegiatan rekreasi yang dikembangkan di area sempadan berupa kegiatan rekreasi alam atau kegiatan rekreasi lain yang bersifat ringan seperti tracking.

5.1.1.5 Hidrologi

Ketinggian air DMHB sangat dipengaruhi oleh iklim, sehingga di saat musim kering permukaan air danau menjadi surut. Pembentukan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area resapan sekaligus penyimpanan air tanah sangat membantu mempertahankan ketinggian permukaan air danau. Selain itu perlu diadakan penanaman di sempadan danau untuk mencegah terjadinya pendangkalan serta bila perlu diadakan pengerukan untuk memperdalam danau.

Kualitas air danau yang tidak jernih dikarenakan banyaknya bahan organik yang terkandung dalam air danau. Hal ini membutuhkan tindakan jangka panjang untuk memperbaiki kualitas air danau. Tindakan yang dilakukan dapat bersifat preventif seperti melaksanakan peraturan tentang larangan membuang sampah di sekitar kawasan, penanaman semapadan danau dengan tanaman yang memiliki rhizopus pada akarnya sehingga mampu menyerap zat N yang terkadung di dalam air sekaligus menjadi pelindung dari erosi, dan menanam tumbuhan air yang dapat menyerap zat pencemar di dalam air seperti Eceng Gondok (Ecchhornia crasippes). Namun populasinya harus tetap dikontrol agar tidak mengganggu kegiatan wisata air seperti berperahu.


(57)

 

Danau memiliki arus yang cukup tenang meski ada beberapa bagian danau yang memiliki arus yang berpusar sehingga berbahaya untuk diarungi. Oleh karena itu perlu adanya peringatan seperti rambu-rambu dan perencanaan ruang wisata perairan agar kenyamanan dan keselematan pengunjung dapat terjaga.

5.1.1.6 Iklim

Kawasan DMHB memiliki iklim pegunungan dengan suhu rata-rata kawasan cukup dingin. Untuk itu perlu adanya ruang-ruang yang terbuka dan mendapat sinar matahari untuk meningkatkan suhu di kawasan. Selain itu penggunaan wana-warna panas seperti merah dapat meningkatkan suhu karena memantulkan hawa panas. Namun penggunaaannya harus dijaga agar tidak berlebihan karena warna panas memantulkan cahaya lebih banyak dari warna sejuk dan dapat menyilaukan pandangan. Perkerasan juga mampu meningkatkan suhu udara kawasan namun untuk penggunaanya harus tetap terkontrol sehingga tidak menyebabkan resapan air tanah menjadi sedikit. Oleh karena itu perkerasan yang digunakan ialah perkerasan yang memiliki pori-pori sehingga dapat memberi jalan masuk bagi air menuju ke lapisan dibawahnya. Penggunaan perkerasan seperti Paving blok dan Turflbok juga dapat digunakan karena perkerasan ini memiliki celah yang dapat dilalui air untuk menyerap ke tanah.

Angin yang bertiup di kawasan DMHB cukup kencang. Hal ini diakibatkan oleh keadaan topografi yang berupa cekungan, badan air yang cukup luas, dan kondisi kawasan yang terbuka tanpa adanya tanaman yang mampu menjadi penahan angin. Penanaman tanaman dapat mengurangi kecepatan angin hingga 50% dan dapat memperbaiki kualitas udara karena dapat berfungsi sebagai penyaring udara. Selain itu gerakan tanaman yang tertiup angin mampu memberikan kesan dinamis dan suara desiran angin.

5.1.1.7 Vegetasi dan Satwa Vegetasi

Vegetasi pada tapak sebagian besar berupa tanaman pertanian. Tanaman pertanian yang terdapat di kawasan sebagian besar berupa tanaman palawija seperti tanaman sayur-mayur dan tanaman bumbu. Hal tersebut


(58)

 

dapat menimbulkan bahaya erosi terutama pada area pertanian yang memiliki kemiringan >15%. Kendala lain selain bahaya erosi dan longsor pengolahan tanah berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air danau dan merusak lingkungan. Namun, lahan pertanian ini juga dapat menjadi salah satu potensi wisata sebagai kawasan wisata pertanian.

Satwa

Ada terdapat banyak jenis satwa yang berada di kawasan ini. Satwa yang ada antara lain berupa beberapa jenis burung dan ikan. Sebagian besar satwa berada pada bagian tepi danau yang dangkal dan jauh dari area yang dikunjungi manusia. Keberadaan satwa ini dapat menjadi atraksi wisata bagi kawasan DMHB dengan aktifitas wisata seperti bird watching dan memancing namun sayangnya saat ini belum dikelola dengan baik sehingga tidak terkontrol. Untuk itu perlu diadakan perlindungan pada habitat satwa dan pengawasan terhadap populasi satwa yang ada di kawasan DMHB.

5.1.2Aspek Wisata 5.1.2.1 Objek wisata

Objek wisata utama pada kawasan DMHB adalah danau beserta lingkungan alami. Keberadaan danau ini menjadi daya tarik utama karena danau sangat jarang dijumpai di Kabupaten Rejang Lebong dan sekitarnya. Karena itu perlu diadakan perlindungan terhadap keberadaan danau ini agar terjaga kelestariannya dan tetap terjaga kealamiannya.

Objek wisata eksisting yang dimiliki kawasan DMHB dapat dibagi menjadi dua jenis atraksi wisata yaitu wisata air dan wisata darat. Pembagian ini dimaksudkan untuk mempermudah proses perencanaan pengembangan wisata kawasan DMHB.

Wisata darat yang ada di kawasan kurang dikembangkan dengan optimal. Jenis objek wisata darat yang ditawarkan kawasan DMHB saat ini ialah playground dan Flying Fox. Kedua objek wisata darat yang ada di kawasan saat ini dinilai kurang menarik dan belum dikelola dengan baik. Untuk itu perlu


(59)

 

diadakan pengembangan wisata di kawasan DMHB yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Objek wisata air yang ditawarkan di Kawasan DMHB berupa Banana Boat, Sepeda Air, dan Perahu Motor. Ketiga jenis objek yang ditawarkan ini dinilai kurang maksimal karena jumlah perahu yang sedikit dan kondisinya yang kurang nyaman untuk digunakan. Untuk itu perlu diadakan penambahan jumlah perahu dan perlu dicari bentuk alternatif objek wisata air yang lain untuk mampu menambah daya tarik terhadap kawasan.

Tabel 8. Analisis objek wisata berserta kondisi dan solusinya

No Jenis Objek Wisata Kondisi Solusi

1 Wisata Darat.

Playground 1. Struktur bangunan

sudah rapuh dan bisa membahayakan pengguna. 2. Keberadaan arena

bermain yang tersebar di kawasan memberi kesan sedikit dan membuat pengunjung kawsan tidak terlalu tertarik untuk menggunakannya.

1. Perbaikan pada struktur yang sudah rapuh.

2. Perlu adanya pembagian ruang sehingga arena bermain menjadi lebih terpusat.

Flying Fox 1. Hanya difungsikan pada

hari libur saja. 2. Jumlah unit terlalu

sedikit

3. Kondisi masih baik

1. Menambah hari operasional. 2. Menambah jumlah

unit Flying Fox 2. Wisata Air Banana Boat 1. Kondisi masih baik

2. Aktif hanya pada hari libur besar.

Menambah hari operasional Sepeda Air 1. Kondisi kurang baik

karena perawatan yang kurang memadai 2. Jumlah yang sedikit

sehingga pengunjung harus mengantri untuk menaikinya.

Perbaikan dan penambahan unit sepeda air.

Perahu Motor 1. Jumlah hanya sedikt. 2. Kondisi perahu yang

kurang nyaman sehingga mengurangi nilai kepuasan saat mengelilingi danau.

Perbaikan dan penambahan jumlah unit perahu motor.

Selain objek wisata yang telah ada, salah satu potensi wisata tapak adalah pemandangan alamnya yang masih alami. Pada tapak terdapat view yang indah pada beberapa sudut pandang oleh karena itu diperlukan pembentukan vista yang


(60)

 

baik dan pengaturan koridor sirkulasi agar agar keindahan view menjadi semakin menonjol. Objek view yang menarik antara lain:

1. Pemandangan danau dengan pulaunya terutama apabila dilihat dari dataran yang lebih tinggi yaitu bagian timur danau sehingga keseluruhan bentuk danau dapat terlihat dengan jelas.

2. Pemandangan tebing dengan pepohonannya. Pemandangan ini terdapat pada sebelah timur tapak dengan pandangan terbaik apabila dilihat dari sebelah barat tapak. Pemandangan ini berupa barisan pepohonan yang seolah-olah membentuk dinding yang mengarahkan pandangan ke arah langit sekaligus menjadi transisi antara danau dengan langit. Apabila keadaan danau cukup tenang maka pantulan pepohonan pada permukaan danau juga dapat menambah keindahan view.

3. Pemandangan area pertanian. Kawasan pertanian dengan barisan tanamannya pada bagian utara danau juga memiliki nilai view yang bagus pada tapak. View ini memiliki kualitas pemandangan yang indah dan dapat menambah kualitas view pada tapak.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 22. View menarik yang ada di tapak (a. danau dari sebelah timur kawasan; b. pepohonan di pinggir danau; c pepohonan dan d. kawasan pertanian)


(61)

 

5.1.2.2 Fasilitas wisata

Fasilitas yang terdapat di kawasan masih dinilai kurang memberikan kenyamanan kepada pengunjung kawasan. Untuk itu fasilitas wisata yang ada di kawasan perlu ditambahkan dan diperbaiki kondisinya. Selain itu ada juga fasilitas yang belum ada di tapak namun dirasa perlu untuk diadakan seperti pusat informasi, kantin, dan fasilitas tambahan lain yang mampu menunjuang akifitas wisata dan menambah kenyamanan bagi pengguna.

Desain fasilitas wisata pada kawasan masih terkesan fungsional tanpa memiliki kesan estetis untuk itu perlu penambahan elemen-elemen dekoratif untuk memberikan nilai tambah pada keindahan tapak. Desain fasilitas seharusnya sesuai dengan identitas tapak dan lingkungan sekitarnya agar tidak menimbulkan kontras yang memberikan kesan negatif pada tapak.

5.1.3 Aspek budaya

Kebudayaan penduduk setempat merupakan salah satu potensi wisata yang bisa dikembangkan pada kawasan DMHB. Selain menambah daya tarik nilai budaya ini juga dapat memberikan indentitas pada kawasan. Bentuk nilai budaya yang bisa dikembangkan dapat berupa pengadakan event-event budaya pada hari-hari libur, membuat kantin yang menjual makanan khas daerah Rejang Lebong, menjual hasil kerajinan tangan khas Rejang Lebong, dan memasukkan unsur-unsur kebudayaan pada bentuk dan desain fasilitas yang ada.

5.1.4 Aspek pengunjung

Jumlah pengunjung yang mencapai angka 62138 pengunjung pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pengunjung rata-rata perbulan pada tahun 2011 adalah sebanyak 5178 orang dan rata-rata jumlah kunjungan perminggu ialah sebanyak 1294 orang. Berdasarkan hasi survey dan wawancara terhadap pengelola diketahui bahwa kunjungan terbanyak tiap minggunya terjadi pada hari minggu yaitu sekitar 75% dari jumlah kunjungan perminggu (971 orang). Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Rejang Lebong hari sabtu termasuk hari kerja. Apabila dihitung beban yang dialami kawasan terutama bagian darat (2,11 Ha) pada saat jumlah pengunjung sebesar 971 orang maka didapatkan hasil 21,73 m²/orang. Hal ini


(62)

 

menunjukkan bahwa jumlah pengunjung yang datang ke kawasan DMHB saat ini cukup banyak namun belum melebihi batas daya dukung kawasan sehingga belum terjadi kerusakan pada kawasan. Namun berdasarkan hasil wawancara terhadap pengelola pada libur hari raya jumlah pengunjung bisa mencapai 2500 orang perhari jika menggunakan perhitungan yang sama maka beban yang di terima kawasan sebesar 8,44 m²/orang. Nilai tersebut berarti kawasan sudah terlalu padat pengunjung sehingga pengunjung yang ada di kawasan sudah tidak merasa nyaman lagi melakukan akitifitas wisata. Namun untungnya ledakan pengunjung hanya terjadi pada hari-hari tertentu saja sehingga kawasan DMHB masih bisa memulihkan keadaannya (baik secara alami maupun dengan perlakuan dari pengelola) di saat pengunjung sedikit.

Berdasarkan data dari pengelola dapat disimpulkan bahwa jumlah pengunjung yang datang ke kawasan DMHB bertambah setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kebutuhan masyarakat akan rekreasi. Namun sayangnya peningkatan ini tidak dibarengi dengan pengembangan fasilitas dan sarana serta objek wisata yang terkesan monoton. Untuk mencegah hal ini maka diperlukan pengembangan fasilitas penunjang kegiatan wisata dan atraksi-atraksi wisata yang menarik sehingga dapat menyalurkan kebutuhan masyarakat akan rekreasi. Selain itu peningkatan jumlah pengunjung juga menunjukkan bahwa perlu diadakan perluasan kawasan DMHB agar kawasan mampu menerima lebih banyak kunjungan dan mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi wisata yang ada di kawasan DMHB.

Peningkatan pengunjung ini juga harus dijaga agar tidak melebihi daya dukung kawasan karena dapat mengakibatkan rusaknya kondisi kawasan. Hal ini dapat dilakukan dengan peraturan atau kebijakan pihak pengelola seperti pembatasan jumlah pengunjung atau penutupan kawasan pada hari-hari tertentu untuk perbaikan kawasan baik secara alami maupun secara buatan terutama setelah hari libur besar atau ketika jumlah pengunjung yang datang sangat padat. Dengan demikian keberlajutan kawasan dapat dipertahankan.


(1)

74   

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Kawasan DMHB memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam. Kondisi lingkungan kawasan yang cukup alami merupakan potensi utama yang harus dijaga agar tidak mengalami penurunan nilai lingkungan. Kendala yang ditemukan dalam kawasan DMHB ini adalah jenis tanah di kawasan yang berupa tanah andosol yang rentan terkena erosi, keadaan topografi kawasan yang berfariasi, serta penggunaan lahan disekitar danau yang dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian sehingga dapat mengancam lingkungan ekologis danau sebagai akibat dari pengolahan tanah dan penggunaan pupuk dan pestisida. Kendala selanjutnya adalah dari jumlah pengunjung pada waktu-waktu tertentu melebihi daya dukung kawasan serta perawatan kawasan yang bersifat insidental membuat kondisi kawasan tidak begitu terawat. Atraksi wisata yang ada di kawasan saat ini kurang menarik dan terkesan monoton sehingga perlu dikembangkan jenis-jenis atraksi wisata yang lebih bervariasi.

Perencanaan kawasan DMHB sebagai kawasan wisata yang awalnya hanya seluas 34,1 Ha diperluas menjadi 60,3 Ha. Kawasan yang diperluas ini terdiri dari badan air berserta rawa ditengahnya seluas 31,8 Ha atau 52 % dari luas keseluruhan dan daratan seluas 28,5 Ha atau 48% dari luas keseluruhan. Alasan yang mendasai perluasan kawasan adalah untuk memperbesar daya tampung kawasan sehingga dapat menerima lebih banyak pengunjung, alasan lainnya adalah untuk melindungi kondisi ekologis danau dengan mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi kawasan wisata alam.

Dalam perencanaannya, kawasan DMHB dibagi menjadi tiga zona yaitu zona inti yaitu tempat semua kegiatan wisata terjadi, zona pengembangan sebagai zona pendukung kegiatan wisata di zona inti, dan zona penyangga yang fungsinya unbtuk menyangga kondisi kawasan agar terhindar dari kerusakan. Dengan menggunakan zonasi ini diharapkan dapat membuat kawasan DMHB menjadi berkelanjutan dan mampu mempertahankan kondisi lingkungannya yang masih alami karena itu adalah objek wisata utama sekaligus menjadi identitas kawasan ini.


(2)

Selanjutnya zona inti dibagi menjadi dibagi menjadi dua ruang utama yaitu ruang wisata darat dan ruang wisata air. Ruang wisata air yang ada dikembangkan menjadi dua sub ruang yaitu ruang wisata air utama dan ruang wisata air tambahan. Ruang wisata darat juga dibagi menjadi dua sub ruang yaitu ruang wisata utama dan ruang wisata tambahan.

Selain itu untuk melengkapi kegiatan wisata di DMHB maka pada zona pengembangan direncanakan ruang penerimaan dan ruang transisi. Kedua ruang ini berfungsi sebagai ruang yang mendukung kegiatan wisata. Pada ruang penerimaan terdapat gerbang dan lapangan parkir. Sedangkan pada ruang transisi terdapat pusat pelayanan informasi sebagai tempat pengunjung mendapatkan iformasi awal mengenai kawasan.

Kemudian direncanakan juga ruang penyangga untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan kawasan. Fungsi ruang ini adalah untuk menjaga struktur tanah dan menjadi penghalang terhadap polusi dan suara bising dari luar kawasan.

Pada kawasan DMHB dikembangkan beberapa atraksi wisata tambahan yaitu di antaranya: pusat cinderamata, galeri kebudayaan, balai pergelaran seni dan budaya, kebun stroberi dan rumah kaca, taman, teater, area memancing dan restoran makanan. Dengan penambahan atraksi wisata ini, diharapkan dapat menambah daya tarik kawasan dan mampu memuaskan pengunjung yang mengunjungi kawasan serta bisa memenuhi tujuan perencanaan kawasan DMHB ini.

7.2 Saran

1. Hasil perencanaan kawasan DMHB ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan kawasan ini.

2. Diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah Kabupaten Rejang Lebong dengan masyarakat sekitar untuk menjadikan kawasan DMHB menjadi kawasan wisata yang berkelanjutan.

3. Pengembangan kawasan wisata harus juga memperhatikan bidang lain seperti budaya dan keadaan alam agar kawasan wisata bisa selaras dengan lingkungan dan memiliki identitas lokal sehingga memiliki daya tarik yang lebih terhadap wisatawan dari luar daerah.


(3)

76   

4. Untuk membuat sebuah kawasan wisata menjadi berkelanjutan selain memperthatikan faktor lingkungan ekologis juga harus memperhatikan faktor wisata. Perlu diadakan pengembangan-pengambangan jenis atraksi wisata yang baru agar kawasan DMHB tidak terkesan monoton.

5. Pengembangan kawasan wisata juga harus diikuti dengan perbaikan fasilitas umum yang berada di sekitar kawasan seperti sarana transportasi dan akomodasi yang baik.


(4)

HERNANDO OKTORA A44052567

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(5)

76

DAFTAR PUSTAKA

[BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2007. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabuapten Rejang Lebong. Curup: BAPPEDA Kabupaten Rejang Lebong (Tidak dipublikasikan).

[BKMG] Badan Klimatologi Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Kepahiang 2011. Data Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Reang Lebong tahun 2008-2010 (Tidak dipublikasikan)..

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Kabupaten Rejang Lebong dalam Angka 2010. Curup: BPS Kabupaten Rejang Lebong (tidak dipublikasikan).

CBD, 2010. Tourism for Nature and Development. [terhubung berkala] www.cbd.int/doc/publications/tou-gdl-en.pdf [26 Maret 2011]

Chaira, J. Dan Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak (Terjemahan) Jakarta: Erlangga.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2001. Sekilas Pandang Objek Wisata Kabupaten Rejang Lebong. Curup: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong (tidak dipublikasikan).

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2005. Tuntunan Guide Pameran. Curup: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong (tidak dipublikasikan).

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2009. Surat Perjanjian Mitra Kerja Pengelolaan Danau Mas Harun Bastari (DMHB) di Kecamatan Selupu Rejang. Curup: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (tidak dipublikasikan). Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu. 2010. Laporan Final Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2010-2030. Kabupaten Rejang Lebong: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu (tidak dipublikasikan).

Douglass, R.W. 1992. Forest Recreation. New York : Pergamon Press.

Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and Design. New York : McGraw-Hill Book Co.

Gunn, C.A. 1994. Recreation Planning and Design. New York: McGraw-Hill Book Co.

Harris, C.W and N.T. Dines 1998. Time-Saver Standards for Landscape


(6)

Inskeep, E. 1991. Tourism Planning: an Integrated and Sustainable Development

Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.

Ismaun, I. (2008) Landscape Sustainability dan Perkembangan Prospektif Lanskap Perkotaan. Jurnal Arsitektur Lansekap 2:1-10.

Johan, S. D. 1996. Situ Sebagai Embung Peresap dan Penampung Air Pada Keadaan Banjir. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Knudson, J.D. 1980. Outdoor Recreation. New York : McMillian Pub.

Laurie, M. 1986. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung : Intermatera.

Naisbitt, John (1994). Global Paradox. Jakarata : Gramedia.

Nurisjah, S. 2007. Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan).

Nurisjah. S dan Q. Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Lanskap IPB. Bogor (tidak dipublikasikan)

Nurisjah, S., Q. Pramukanto, dan Siswatinah. 2003. Daya Dukung Dalam Tapak. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Lanskap IPB. Bogor (tidak dipublikasikan).

Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong. Curup: Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong (tidak dipublikasikan).

Simond, J.O. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill Book Co. Wahyudin, Dinn (1995). Potret Pariwisata Paradoksal. Kompas. 7 Januari2005.

Halaman 5.

WTO. 1995. Collection of Tourism Expenditure Statistics. [terhubung berkala] www.world-tourism.org. [26 Maret 2011]