The competence development of persons with disabilities through vocational training at National Vocational Rehabilitation Center (NVRC) Cibinong
PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYANDANG
DISABILITAS MELALUI PELATIHAN VOKASIONAL
Kasus Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong
SANTI UTAMI DEWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Kompetensi Penyandang Disabilitas melalui Pelatihan Vokasional, Kasus
Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa
(BBRVBD) Cibinong, adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan
tinggi manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Februari 2013
Santi Utami Dewi
NIM I351100031
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
SANTI UTAMI DEWI. Pengembangan Kompetensi Penyandang Disabilitas
melalui Pelatihan Vokasional: Kasus Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar
Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong. Dibawah bimbingan:
SITI AMANAH dan EVA RAHMI KASIM.
Penguasaan kompetensi diperlukan oleh penyandang disabilitas agar
penyandang disabilitas dapat memperoleh pekerjaan di pasar kerja terbuka.
Pelatihan vokasional yang diselenggarakan oleh Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong merupakan salah satu upaya untuk
membekali penyandang disabilitas dengan kompetensi yang dibutuhkan di tempat
kerja. Program pelatihan terdiri dari 6 (enam) bidang keterampilan, yaitu:
penjahitan, komputer, desain grafis, elektronika, pekerjaan logam, dan otomotif.
Bidang penjahitan merupakan bidang keterampilan dengan jumlah lulusan
tertinggi yang diserap oleh perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menggambarkan kompetensi penyandang
disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) menganalisis
faktor-faktor yang berkorelasi dengan kompetensi lulusan; dan (3) memberikan
rekomendasi bagi pengembangan pelatihan vokasional yang lebih efektif bagi
penyandang disabiltas di bidang penjahitan.
Penelitian dengan metode sensus terhadap 42 penyandang disabilitas
lulusan BBRVBD Cibinong bidang keterampilan penjahitan tahun 2006-2012
yang bekerja di 3 (tiga) perusahaan garmen di Jawa Barat telah dilaksanakan pada
bulan Juni-Desember 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi,
pengisian kuesioner, dan wawancara mendalam. Data dianalisa dengan
menggunakan statistik deskriptif (distribusi frekuensi) dan statistik inferensia
(korelasi Rank Spearman) dengan didukung oleh perangkat lunak SPSS 20.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi lulusan berada dalam
kategori tinggi. Performa instruktur dalam memberikan motivasi kepada peserta
berkorelasi positif signifikan terhadap kompetensi lulusan. Sedangkan urutan
substansi materi, proporsi waktu teori dan praktek, jumlah instruktur, dan sarana
prasarana pelatihan mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan
kompetensi lulusan.
Keefektifan pelatihan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan performa
instruktur dalam memotivasi peserta melalui pelatihan bagi instruktur (ToT),
meningkatkan kurikulum materi pelatihan dan meningkatkan sarana prasarana
pelatihan. Sebuah program baru berupa penyaluran kerja dapat diselenggarakan
BBRVBD untuk memfasilitasi penyandang disabilitas yang sudah memiliki
kompetensi yang baik hasil pelatihan sebelumnya di daerah tapi membutuhkan
bantuan penyaluran kerja dari BBRVBD. Koordinasi antara Kementerian Sosial,
BBRVBD, dan PSBD/LBK diperlukan agar kurikulum yang ada tidak tumpang
tindih.
Kata kunci: pelatihan vokasional, rehabilitasi vokasional, penyandang disabilitas,
kompetensi menjahit.
SUMMARY
SANTI UTAMI DEWI. The Competence Development of Persons with
Disabilities through Vocational Training at National Vocational Rehabilitation
Center (NVRC) Cibinong. Supervised by: SITI AMANAH and EVA RAHMI
KASIM.
A competence mastery is needed by persons with disabilities to enable
persons with disabilities having a job in open employment. Vocational training
conducted by National Vocational Rehabilitation Center (NVRC) Cibinong is one
of the efforts to equip persons with disabilities with the competence needed by the
workplace. The training program consists of 6 (six) main skills, i.e.: sewing,
computer, graphic design, electro, metal work, and automotive. Sewing class has
the highest number of graduated trainess that employed by the companies.
The study has three main objectives: (1) to describe the competence of
persons with disabilities graduated from NVRC Cibinong -sewing class; (2) to
analyze the factors that correlated to competence of graduated trainees; and (3) to
formulate a recomendation for developing vocational training approach for
persons with disabilities that could ensure its effectiveness.
A sensus to 42 persons with disabilities graduated from sewing class of
NVRC Cibinong year 2006-2012 that employed by 3 (three) garment companies
in West Java province has already conducted on June-December 2012. The data
was collected by using observation, questionnaires and in-depth interview
techniques and analyzed by using descriptive statistics (distribution of frequency)
and inferencial statistics (Rank Spearman correlation) supported by SPSS 20.0
Software.
The results show that the competence of graduated trainees is categoryzed in
high level. The instructors’ performance in motivating the trainees has a
significant positive correlation on competence. Meanwhile, the gradually contents
of subjects, the proportion of duration for theory and practice, the number of
instructors, and the facilities of Center have a very significant positive correlation
on competence.
The effectiveness of training could be increased by improving the
performance of instructor in motivating the trainees, reinforcing the curriculum
and maintaining the facilities of Center. A new program –Job placement- can be
implemented by NVRC to support persons with disabilities who have already had
a high competence from previous training but need support in finding job.
Coordination among Ministry of Social Affairs, NVRC, and PSBD/LBK is
needed to make the curriculum in line.
Keywords: vocational training, vocational rehabilitation, person with disabilities,
sewing competence.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYANDANG
DISABILITAS MELALUI PELATIHAN VOKASIONAL:
Kasus Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong
SANTI UTAMI DEWI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar : Prof Dr Pang S Asngari, MEd
Judul Penelitian
:
Nama
NIM
:
:
Pengembangan Kompetensi Penyandang Disabilitas melalui
Pelatihan Vokasional: Kasus Penyandang Disabilitas Alumni
Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD)
Cibinong
Santi Utami Dewi
I351100031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua
Dra Eva Rahmi Kasim, MDS
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
08 Februari 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, hanya dengan karunia
rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian dengan judul “Pengembangan Kompetensi Penyandang
Disabilitas melalui Pelatihan Vokasional: Kasus Alumni Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Komisi pembimbing, Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc sebagai ketua dan Eva Rahmi
Kasim, M.DS. sebagai anggota, atas dukungan yang tidak terhingga dalam
membimbing dan memberikan saran, masukan serta arahan sehingga penulisan
tesis ini dapat lebih baik.
2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Penyuluhan
Pembangunan (PPN) IPB beserta dosen pengajar, yang telah menerima penulis
sebagai mahasiswa pascasarjana PPN IPB dan memberikan ilmu serta teoriteori berkaitan dengan studi yang penulis tempuh.
3. Staf Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB, atas kerjasama,
dorongan, dan bantuan yang diberikan.
4. Kepala BBRVBD Cibinong dan Kepala Pusdiklat Kemensos atas kesempatan
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar.
5. Bapak dan Ibu tercinta, dan saudara-saudara yang telah mendoakan, memberi
dorongan dan semangat selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di
IPB.
6. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Damayanti,
Suami (Rusmaladi) dan Putera tercinta (Muhammad Adly Bill Abaggi dan
Hikmah Radian Wijaya) atas doa, dorongan, dengan penuh pengertian dan
kesabaran telah mendampingi penulis selama menempuh dan menyelesaikan
studi di IPB.
7. Teman-teman seangkatan di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
(Aminuddin, Ikhsan Hariyadi, Ristianasari, Roy Daniel Samboh, Saptorini, dan
Sri Ramadoan) atas segala masukan, bantuan, dan kebersamaan serta
kekompakan yang terjalin selama ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan.
Masukan, saran dan arahan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih baik.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Amin.
Bogor, Februari 2013
Penulis
Santi Utami Dewi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Berpikir
Perumusan Masalah Penelitian
Hipotesis
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan Vokasional
Penyandang Disabilitas
Kompetensi Lulusan Pelatihan
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi Penelitian
Pengembangan Instrumen Penelitian
Uji Instrumen
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum BBRVBD Cibinong
vi
vii
viii
1
1
3
5
6
6
7
8
8
11
12
14
14
14
14
14
20
22
24
24
Karakteristik Peserta Pelatihan
30
Performa Instruktur
32
Kurikulum Pelatihan
34
Profil Penyelenggara Pelatihan
38
Kompetensi Melaksanakan Prosedur K3 dalam Bekerja
40
Kompetensi Menjahit dengan Mesin
Employability
Hubungan Karakteristik Peserta Pelatihan dengan Kompetensi
Hubungan Performa Instruktur dengan Kompetensi Penyandang
Disabilitas Lulusan Pelatihan
Hubungan Kurikulum Pelatihan dengan Kompetensi Penyandang
Disabilitas Lulusan Pelatihan
42
44
48
49
51
Hubungan Profil Penyelenggara Pelatihan dengan Kompetensi
Penyandang Disabilitas Lulusan Pelatihan
Pengembangan Pelatihan Vokasional bidang Penjahitan bagi
Penyandang Disabilitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
53
54
56
56
56
58
62
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Rekapitulasi Data Penempatan Kerja Kelayan BBRVBD Cibinong
Hasil Uji Instrumen Penelitian
Rekapitulasi Data PBK dan Penyaluran Kerja Kelayan BBRVD
tahun 1998-2011
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Peserta
Distribusi Responden Berdasarkan Performa Instruktur
Distribusi Responden Berdasarkan Kurikulum Pelatihan
Komposisi Waktu dan Materi Pelatihan Vokasional Jurusan
Keterampilan Penjahitan di BBRVBD Cibinong
Distribusi Responden Berdasarkan Profil Penyelenggara Pelatihan
Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Melaksanakan
Prosedur K3 dalam Bekerja
Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Menjahit dengan
Mesin
Distribusi Responden Berdasarkan Employability
Korelasi Karakteristik Peserta Pelatihan dengan Kompetensi
Korelasi Performa Instruktur dengan Kompetensi
Korelasi Kurikulum Pelatihan dengan Kompetensi
Korelasi Profil Penyelenggara Pelatihan dengan Kompetensi
Keterkaitan antara Kesenjangan Kompetensi dan Kurikulum
Pelatihan
2
22
28
30
33
35
36
38
41
43
46
48
50
51
53
55
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
Lokasi BBRVBD Cibinong
Peta Sebaran Asal Provinsi Responden
Dokumentasi
Kurikulum Pelatihan Vokasional
62
63
64
71
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Begitu pula dengan penyandang
disabilitas yang memerlukan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh
dunia kerja, agar ia dapat memperoleh pekerjaan dan bersaing dengan orang yang
tidak memiliki disabilitas di pasar kerja terbuka.
Penyandang disabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk
mengganti istilah penyandang cacat. Penyandang disabilitas menurut Konvensi
Hak-hak Penyandang Disabilitas atau Convention of the Rights of Persons with
Disabilities (CRPD) merupakan istilah bagi mereka yang memiliki keterbatasan
fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika
berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi
mereka secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan
dengan yang lainnya (UN 2006).
WHO (2011) menyebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di dunia
pada tahun 2010 adalah sebanyak 15,6 persen dari total penduduk dunia, atau
lebih dari 1 milyar. Menurut ILO (Pozzan 2011) sebanyak 470 juta penyandang
disabilitas diantaranya masuk ke dalam kategori usia kerja. Kemudian data World
Bank (Pozzan 2011) menyebutkan bahwa sebanyak 80 persen penyandang
disabilitas yang tinggal di negara berkembang hidup di bawah garis kemiskinan.
Di Indonesia sendiri, prevalensi penyandang disabilitas pada tahun 2007 adalah
sebanyak 21.3 persen (WHO 2011).
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial RI dalam
simcat.depsos.go.id pada tahun 2009, memperlihatkan bahwa berdasarkan
pekerjaannya, sebanyak 25,3 persen penyandang disabilitas dalam keadaan
bekerja dan sisanya sebanyak 74,7 persen tidak bekerja. Padahal rendahnya
tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja menyebabkan
sulitnya memutuskan rantai kemiskinan dan disabilitas. Untuk memutus rantai
disabilitas dan kemiskinan, para penyandang disabilitas harus memiliki pekerjaan
(WHO 2011).
Rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja
salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat keterampilan yang dikuasai oleh
penyandang disabilitas. Data Pusdatin (2009) memperlihatkan bahwa hanya 10,2
persen penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan sisanya sebanyak
89,8 persen tidak memiliki keterampilan, padahal sebanyak 34,1 persen
penyandang disabilitas berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang merupakan
kelompok usia produktif. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan
kompetensi penyandang disabilitas agar mereka memiliki kemampuan memadai
yang dibutuhkan untuk berpartisipasi di dunia kerja.
Salah satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan tenaga kerja
penyandang disabilitas dan untuk mewujudkan kemandirian serta meningkatkan
kesejahteraan sosial penyandang disabilitas, yaitu dengan memberikan pelayanan
rehabilitasi dalam bentuk pelatihan vokasional/keterampilan (UU No. 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 18(2); UU No. 11 Tahun 2009 tentang
1
2
Kesejahteraan Sosial Pasal 7 Ayat 3(c); PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Pasal 47-48). Dalam
pelatihan vokasional, penyandang disabilitas dilatih suatu keterampilan yang
dapat digunakan untuk bekerja di perusahaan ataupun secara mandiri, sehingga
mereka dapat menjadi individu yang mandiri secara ekonomi dan tidak tergantung
kepada orang lain (Yoshimitsu 2003). Hal tersebut sesuai dengan falsafah
penyuluhan yang diantaranya adalah falsafah pendidikan, yaitu bahwa pendidikan
merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
individu secara optimal dan falsafah membantu, yaitu membantu mereka untuk
menolong dirinya sendiri (Amanah 2003).
Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong
yang diresmikan tahun 1997 sebagai hasil kerjasama Pemerintah RI dan Jepang
melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) merupakan lembaga
pemerintah yang menyelenggarakan pelatihan vokasional bagi penyandang
disabilitas. Di lembaga ini, penyandang disabilitas dibekali pengetahuan,
perbaikan sikap dan terutama pelatihan keterampilan kerja. Ekspektasi dari
pelayanan tersebut adalah agar para penyandang disabilitas mampu secara
profesional bersaing di pasaran kerja (Roebyantho et al. 2010).
BBRVBD Cibinong resmi memberikan pelayanan kepada penyandang
disabilitas sejak tahun 1998. Setiap tahunnya lembaga ini menerima 100
penyandang disabilitas fisik yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia untuk
diberikan pelatihan vokasional, lalu disalurkan magang dan diharapkan dapat
bekerja di perusahaan atau usaha mandiri. Jenis keterampilan yang diberikan pada
pelatihan vokasional terdiri dari: (1) penjahitan, (2) komputer, (3) desain grafis
dan percetakan, (4) elektronika, dan (5) pekerjaan logam. Sejak tahun 2011,
lembaga ini meningkatkan kapasitasnya dengan menambah 1 (satu) jenis
keterampilan, yaitu keterampilan otomotif sehingga kapasitas peserta pelatihannya
bertambah menjadi 120 orang per tahun. Adapun jumlah lulusan pelatihan yang
sudah terserap oleh dunia kerja disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi data penempatan kerja kelayan BBRVBD
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Tahun
Angkatan
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Total (persen)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
Lulusan yang terserap di
pasaran kerja (persen)
30
58
71
75
69
47
71
65
80
20
70
61
87
98
65
Mengacu kepada Tabel 1 daya serap tenaga kerja penyandang disabilitas
lulusan pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong masih fluktuatif. Persentase
3
serapan tertinggi dicapai pada tahun 2011 pada angka 98 persen dan angka
terendah pada tahun 2007 sebanyak 20 persen. Hal tersebut diantaranya
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi perusahaan-perusahaan mitra, jumlah
perusahaan mitra, dan kemampuan atau kompetensi lulusan.
Didukung oleh majunya industri garmen dan meningkatnya kebutuhan di
dunia sandang, lulusan keterampilan penjahitan merupakan lulusan yang memiliki
daya serap paling tinggi di dunia kerja di antara keterampilan-keterampilan
lainnya. Berdasarkan data BBRVBD (2011), daya serap lulusan keterampilan
penjahitan di dunia kerja berada pada angka 95,3 persen dari total semua lulusan
keterampilan penjahitan tahun 1998-2011. Jika dibandingkan dengan total lulusan
semua jenis keterampilan di BBRVBD Cibinong yang diserap di dunia kerja,
maka lulusan keterampilan penjahitan berada di peringkat paling tinggi, yaitu
sebesar 26,9 persen.
Tingginya daya serap lulusan keterampilan penjahitan tentunya didukung
oleh penguasaan kompetensi yang dimiliki oleh penyandang disabilitas yang
mengikuti pelatihan vokasional di keterampilan penjahitan tersebut. Kompetensi
dasar yang dilatihkan kepada semua peserta pelatihan adalah kompetensi
melaksanakan prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan (K3) dalam bekerja
dan kompetensi menjahit dengan mesin, serta didukung oleh kemampuan non
teknis yang dibutuhkan di dunia kerja (employability), yang diperoleh dalam
kegiatan pembelajaran selama pelatihan. Kompetensi-kompetensi tersebut harus
dikuasai oleh peserta pelatihan agar mereka mampu diserap di dunia kerja.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis hubungan pelatihan vokasional di bidang penjahitan terhadap
peningkatan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan.
Kerangka Berpikir
Pelatihan vokasional merupakan jalur pendidikan yang umumnya ditempuh
oleh penyandang disabilitas usia produktif sebagai langkah untuk mendapatkan
pekerjaan, dengan alasan waktu pendidikan singkat, mudah diakses, berorientasi
pada dunia kerja, dan lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan
penyedia lapangan kerja (Mavromaras dan Palidano 2011).
Pelatihan vokasional telah terbukti memberikan perbaikan hidup bagi para
penyandang disabilitas di negara-negara berkembang, seperti di Bangladesh (Nuri
et al. 2012) dan di Nepal (Manish 2010). Model yang lazim digunakan untuk
pelatihan vokasional sekarang ini adalah pelatihan vokasional berbasis
kompetensi (Smith 2010).
Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di
dalamnya yaitu diantaranya peserta, instruktur/pelatih, kurikulum/materi dan
penyelenggara pelatihan, dimana peserta ditentukan oleh karakteristik peserta
(misalnya: demografis, latar belakang pendidikan) yang menentukan lingkup dari
pelatihan tersebut (Rose 2009). Khusus untuk penyandang disabilitas, jenis
disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin dan Nechvoglod 2008).
Instruktur mempunyai peran tersendiri dalam menunjang keberhasilan
pelatihan. Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial
dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann
4
2010), termasuk didalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005).
Keinovatifan mengajar juga berperan dalam menyebarkan antusiasme instruktur
dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk belajar (Grosu 2011).
Menurut McGehee (Ali 2005), aspek lain dari instruktur yang penting adalah
kemampuan memotivasi.
Materi pelatihan yang disajikan dalam kurikulum pelatihan sebagai salah
satu komponen pelatihan harus disusun secara sistematis dan berdasarkan
tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan Middleton 1975). Peserta harus
mengetahui tujuan pelatihan, adanya praktek yang memadai (proporsional) dan
mengetahui hasil belajar dalam bentuk evaluasi (Hickerson dan Middleton 1975).
Penyelenggara pelatihan berwenang atas kebijakan dalam menentukan tenaga
pengelola pelatihan dan ketersediaan sarana prasarana pelatihan.
Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Kompetensi bidang penjahitan terdiri
dari berbagai macam kualifikasi dengan berbagai macam kompetensi di
dalamnya. Salah satu kualifikasinya adalah operator penjahit, dimana operator
penjahit harus menguasai kompetensi dasar berupa kompetensi melaksanakan
prosedur kesehatan, keamanan, dan keselamatan (K3) dalam bekerja dan
kompetensi menjahit dengan mesin.
Selain kemampuan teknis, diperlukan juga kemampuan non teknis agar
para lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Menurut Hillage and Pollard
(Pool and Sewell 2007) kemampuan non teknis juga diperlukan agar seseorang
dapat memperoleh pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya, kemampuan
non teknis ini dikenal dengan employability. Rasul et al. (2010), mengemukakan
bahwa employability adalah kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan
dan mengembangkan karir dengan sukses.
Sesuai dengan Rekomendasi ILO No. 99, dimana rehabilitasi vokasional
didefinisikan sebagai “suatu bagian dari proses rehabilitasi secara
berkesinambungan dan terpadu yang menyediakan pelayanan (misalnya:
bimbingan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan kerja) untuk memungkinkan
penyandang disabilitas memperoleh suatu pekerjaan yang tepat dan dapat
mempertahankan pekerjaan tersebut”, maka employability perlu dikuasai oleh para
peserta pelatihan vokasional agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan
pekerjaan serta mengembangkan karir dengan sukses.
Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b)
etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada
pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik.
Pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong sudah berjalan selama 15
tahun, dan bidang penjahitan merupakan bidang dengan daya serap tenaga kerja
lulusan terbesar, yaitu sebanyak 95,3 persen dari semua total lulusan bidang
penjahitan. Fokus penelitian ini adalah untuk menggambarkan kompetensi kerja
penyandang disabilitas di bidang penjahitan dan menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kompetensi kerja dalam konteks pelatihan vokasional,
dengan kerangka penelitian sebagaimana pada Gambar 1.
5
X1. Karakteristik Penyandang Disabilitas
Peserta Pelatihan
X1.1. Jenis kelamin
X1.2. Usia
X1.3. Jenis disabilitas
X1.4. Penyebab disabilitas
X1.5. Lama menyandang disabilitas
X1.6. Pendidikan formal
Y1. Kompetensi Melaksanakan prosedur K3
dalam bekerja
Y1.1. Mengikuti prosedur K3di tempat kerja
X1.7. Pendidikan nonformal
Y1.2. Menangani situasi darurat
X1.8. Pengalaman bekerja
Y1.3. Menjaga standar keselamatan kerja
perorangan yang aman
X2. Performa Instruktur
X2.1. Penguasaan materi
Y2. Kompetensi menjahit dengan mesin
X2.2. Keinovatifan mengajar
X2.3. Kemampuan memotivasi
Y2.1. Menyiapkan tempat dan alat kerja
Y2.2. Menyiapkan mesin jahit
X3. Kurikulum Pelatihan
Y2.3. Mengoperasikan mesin jahit
X3.1. Proporsi jenis materi penunjang dan utama
Y2.4. Menjahit bagian-bagian potongan pakaian
X3.2. Kejelasan tujuan pelatihan
Y2.5. Merapikan tempat dan alat kerja
X3.3. Kesesuaian materi dan tujuan pelatihan
X3.4. Urutan substansi materi pelatihan
X3.5. Proporsi waktu teori dan praktek
Y3. Employability:
X3.6. Waktu untuk pelatihan
Y3.1. Pemecahan masalah
X3.7. Evaluasi pelatihan.
Y3.2. Etika kerja
Y3.3. Tanggung jawab
X4. Profil Penyelenggara Pelatihan
X4.1. Kesesuaian jumlah instruktur
X4.2. Tingkat pendidikaninstruktur
Y3.4. Bekerja dalam tim
Y3.5. Berorientasi pada pelanggan
Y3.6. Komunikasi dan manajemen konflik
X4.3. Kesesuaian jurusan pendidikaninstruktur
X4.4. Pendidikan non formal instruktur
X4.5. Pengalaman mengajar instruktur
X4.6. Sarana dan prasarana pelatihan
Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian
Perumusan Masalah Penelitian
Pengembangan kompetensi penyandang disabilitas melalui pelatihan
vokasional yang dilaksanakan di BBRVBD Cibinong dimaksudkan agar
penyandang disabilitas alumni pelatihan dapat menguasai kompetensi-kompetensi
yang dibutuhkan di dunia kerja sesuai dengan bidang keterampilannya. Pelatihan
sebagai suatu kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa yang didesain untuk
mengubah perilaku peserta pelatihan tidak bisa lepas dari komponen pelatihan
seperti karakteristik peserta pelatihan, performa instruktur pelatihan, kurikulum
pelatihan, dan profil penyelenggara pelatihan. Sehingga diperlukan penelitian
untuk melihat hubungan pelatihan terhadap kompetensi yang dicapai oleh
penyandang disabilitas lulusan pelatihan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana tingkat kompetensi
penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) Faktor-
6
faktor apa saja yang berhubungan dengan kompetensi lulusan pelatihan
vokasional di bidang penjahitan yang diselenggarakan oleh BBRVBD Cibinong;
dan (3) Berkaitan dengan pengembangan kompetensi penyandang disabilitas
melalui pelatihan vokasional, aspek apa yang bisa dikembangkan dari pelatihan
vokasional untuk meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas di bidang
penjahitan.
Hipotesis
Mengacu pada permasalahan dan kerangka pikir penelitian, hipotesis
penelitian dirumuskan adalah sebagai berikut:
(1)
Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta pelatihan (usia, lama
menyandang disabilitas, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan
pengalaman kerja) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan
pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit
dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong;
(2)
Terdapat hubungan nyata antara performa instruktur pelatihan (penguasaan
materi, keinovatifan mengajar, dan kemampuan memotivasi) dengan
kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
(melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan
employability) di BBRVBD Cibinong;
(3)
Terdapat hubungan nyata antara kurikulum pelatihan (proporsi jenis materi
utama dan penunjang, kejelasan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dan
tujuan pelatihan, urutan substansi materi pelatihan, proporsi waktu teori
dan praktek, waktu untuk pelatihan, dan evaluasi pelatihan) dengan
kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
(melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan
employability) di BBRVBD Cibinong;
(4)
Terdapat hubungan nyata antara profil penyelenggara pelatihan
(kesesuaian jumlah instruktur, tingkat pendidikan instruktur, kesesuaian
jurusan pendidikan instruktur, pendidikan non formal instruktur,
pengalaman mengajar instruktur, dan sarana parasarana pelatihan) dengan
kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
(melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan
employability) di BBRVBD Cibinong;
Tujuan Penelitian
(1)
(2)
(3)
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menggambarkan tingkat kompetensi penyandang disabilitas lulusan
pelatihan vokasional bidang penjahitan;
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan
kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui pelatihan
vokasional; dan
Memberikan rekomendasi pengembangan pelatihan vokasional yang lebih
efektif bagi peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di bidang
penjahitan.
7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan
kualitas penyelenggaraan pelatihan vokasional sebagai upaya pengembangan
kompetensi penyandang disabilitas dalam mempersiapkan tenaga kerja
penyandang disabilitas yang kompeten di bidangnya. Selain itu, hasil penelitian
diharapkan dapat menjadi rujukan dalam menentukan kriteria dan indikator
pengembangan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui
pelatihan vokasional. Bagi Ilmu Penyuluhan, penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan peran penyuluhan dalam bentuk
pelatihan vokasional untuk mengembangkan potensi penyandang disabilitas
sehingga penyandang disabilitas dapat menolong diri mereka sendiri.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan Vokasional
Pelatihan merupakan kegiatan pembelajaran yang didesain untuk
mengubah kinerja orang dalam melakukan pekerjaan (Hickerson dan Middleton
1975). Pelatihan biasanya berhubungan dengan mempersiapkan seseorang untuk
melakukan suatu tugas atau peran, dalam suatu setting pekerjaan (Tight 2002).
Peters (Tight 2002) menyebutkan bahwa konsep pelatihan diaplikasikan ketika (1)
ada beberapa jenis pekerjaan khusus yang harus dikuasai, (2) diperlukan praktek
untuk penguasaan materi pekerjaan tersebut, dan (3) hanya diperlukan sedikit
berpikir.
Goldstein dan Gessner (dalam Tight 2002) mendefinisikan pelatihan
sebagai perolehan keterampilan, sikap, dan konsep secara sistematis, yang
menghasilkan peningkatan kinerja dalam suatu situasi pekerjaan, dilaksanakan
dengan metode langsung di tempat kerja (on the job training) dan bisa juga
terpisah di suatu ruangan kelas.
Menurut Cushway (dalam Irianto 2001), pelatihan adalah sarana
perubahan untuk meningkatkan keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge),
dan kepandaian (ability) para karyawan yang umumnya disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain dengan munculnya fenomena internal dan eksternal organisasi
seperti staff turner, perubahan teknologi, perubahan dalam pekerjaan, perubahan
peraturan, perubahan dan perkembangan ekonomi, cara dan prosedur baru dalam
bekerja, market pressure, kebijakan pemerintah, keinginan karyawan, variasi
perilaku dan persamaan kesempatan.
Menurut Hamalik (2000), konsep sistem pelatihan untuk meningkatkan
efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi adalah: dilaksanakan terus
menerus dalam membina ketenagakerjaan, dilakukan dengan sengaja,
dilaksanakan oleh tenaga profesional, berlangsung dalam satuan waktu tertentu,
meningkatkan kemampuan kerja peserta, dan berkenaan dengan tugas peserta
dalam pekerjaannya.
Pelatihan merupakan kegiatan pembelajaran. Belajar itu sendiri
didefinisikan sebagai proses dimana perilaku diubah, dibentuk, dan dikontrol.
Beberapa ahli lain mengistilahkan belajar dengan pengembangan kompetensi
(Knowles 1973). Dalam hal ini, pelatihan merupakan proses pembelajaran,
dimana dalam pembelajaran tersebut terjadi perubahan perilaku (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap) dan atau terjadi pengembangan kompetensi peserta
pelatihan, dengan menggunakan pendekatan orang dewasa (Hickerson dan
Middleton 1975).
Kegiatan pelatihan harus memperhatikan 5 (lima) prinsip berikut ini
(Hickerson dan Middleton 1975):
(1) Penghayatan tujuan. Peserta harus mengetahui mengapa mereka harus
mempelajari sesuatu,
(2) Rangkaian bertahap. Peserta harus memproses tahap demi tahap dan tiap
tahapan harus berubah menjadi lebih sulit dibandingkan dengan tahapan
sebelumnya.
(3) Perbedaan individual. Beberapa peserta harus diberikan kesempatan untuk
9
mempelajari dengan cara yang terbaik yang sesuai dengan gaya belajar
mereka
(4) Praktek yang memadai. Semua peserta harus mempraktekkan aksi pekerjaan
yang tergambar dalam tujuan perilaku.
(5) Mengetahui hasil belajar.
Saat peserta praktek, mereka harus tahu
sejauhmana performa mereka benar atau tidak.
Komponen-komponen pelatihan dan pengembangan menurut Ali (2005)
terdiri atas:
(1) Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat
diukur;
(2) Para pelatih (trainers) harus memiliki kualifikasi yang memadai.
(3) Materi latihan dan pengembangan harus sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai;
(4) Metode pelatihan dan pengembangan harus sesuai dengan tingkat
kemampuan pegawai yang menjadi peserta;
(5) Peserta pelatihan dan pengembangan (trainee) harus memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Sujudi (2003) menyebutkan bahwa komponen pelatihan setidaknya
meliputi 4 (empat) komponen, yaitu:
(1) Peserta Pelatihan, yang berhubungan dengan kriteria peserta untuk setiap
jenis pelatihan dan jumpal peserta dalam suatu kelas (berhubungan dengan
keefektivitasan pelatihan);
(2) Pelatih/fasilitator, yang berhubungan dengan kemampuan kediklatan
(berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar), kesesuaian tingkat
pendidikan pelatih dengan peserta pelatihan, kesesuaian keahlian dengan
materi yang diberikan (latar belakang pendidikan/keahlian pelatih);
(3) Kurikulum, berhubungan dengan kejelasan tujuan pelatihan, materi pelatihan
(termasuk urutan materi, proporsi waktu antara teori dan praktek), variasi
metode pelatihan untuk setiap substansi, alat bantu pelatihan (kesesuaian
jenis dan jumlah), dan evaluasi pelatihan (meliputi adanya instrumen dan
kesesuaian instrumen evaluasi dengan kompetensi yang ingin dicapai);
(4) Penyelenggara Pelatihan, yang berhubungan dengan kewenangan hukum
yang dimiliki oleh penyelenggara pelatihan dan tersedianya tenaga pengelola
pelatihan yang sesuai standar;
Merujuk kepada Mangkuprawira dan Hubeis (2007), pelatihan dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu pelatihan umum yang berupa pendidikan dasar untuk semua
jenis pekerjaan dan pelatihan khusus yang fokus terhadap suatu bidang pekerjaan,
maka pelatihan vokasional ini termasuk ke dalam bidang pelatihan khusus.
Pelatihan vokasional merupakan salah satu dari rangkaian program
rehabilitasi vokasional, merupakan upaya agar penyandang disabilitas
memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk suatu jenis
pekerjaan, sehingga dapat mempertahankan pekerjaan tersebut maupun
meningkatkan kedudukannya (Yoshimitsu 2003).
Pelatihan vokasional merupakan jalur pendidikan yang popular bagi
penyandang disabilitas usia produktif sebagai langkah untuk mendapatkan
pekerjaan, dengan alasan waktu pendidikan singkat, mudah diakses, berorientasi
pada dunia kerja, dan lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan
penyedia lapangan kerja (Mavromaras dan Palidano 2011). Pelatihan vokasional
10
telah terbukti memberikan perbaikan hidup bagi para penyandang disabilitas di
negara-negara berkembang, seperti di Bangladesh (Nuri et al. 2012) dan di Nepal
(Manish 2010). Model yang lazim digunakan untuk pelatihan vokasional sekarang
ini adalah pelatihan vokasional berbasis kompetensi (Smith 2010).
Peserta merupakan orang yang paling penting dalam pelatihan (Hickerson
dan Middleton 1975). Karakteristik peserta bisa dijabarkan secara demografis dan
prasyarat yang harus dipenuhi peserta perlu diperhatikan untuk menentukan
lingkup dari kegiatan pelatihan yang dilakukan, spesifik pada karakteristik peserta
tertentu atau dibuka untuk khalayak yang lebih umum (Rose 2009). Sedangkan
jumlah peserta diperlukan untuk menentukan anggaran, rencana pelatihan,
akomodasi dan sebagainya (Bray 2009). Selain itu, peserta pelatihan juga harus
harus memiliki kualifikasi yang memadai (Ali 2005). Khusus untuk penyandang
disabilitas, jenis disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin dan
Nechvoglod 2008). Griffin dan Nechvoglod (2008) juga menyebutkan bahwa
kebanyakan penyandang disabilitas memiliki latar pendidikan yang rendah ketika
mengikuti pelatihan vokasional.
Instruktur mempunyai peran tersendiri dalam menunjang keberhasilan
pelatihan. Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial
dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann
2010), termasuk di dalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005).
Keinovatifan mengajar juga berperan dalam menyebarkan antusiasme instruktur
dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk belajar (Grosu 2011).
Aspek lain dari instruktur yang penting menurut McGehee (dalam Ali 2005)
adalah kemampuan memotivasi.
Berkaitan dengan kemampuan memotivasi, motivasi adalah proses yang
memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang
termotivasi adalah perilaku yag penuh energi, terarah, dan bertahan lama
(Santrock 2008). Kemampuan memotivasi dalam pelatihan vokasional
penyandang disabilitas adalah kemampuan instruktur dalam meningkatkan
semangat, arah, dan kegigihan perilaku penyandang disabilitas peserta pelatihan
agar dapat mengikuti pelatihan dengan penuh energi dan terarah.
Materi pelatihan sebagai salah satu komponen pelatihan harus disusun
secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan
Middleton 1975) dan harus sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
(Ali 2005). Tujuan pelatihan harus jelas dan adanya praktek yang memadai
(proporsional) dan adanya evaluasi untuk mengetahui hasil belajar (Hickerson dan
Middleton 1975). Sementara itu, penyelenggara pelatihan berhubungan dengan
kewenangan hukum yang dimiliki oleh penyelenggara pelatihan dalam
menyediakan tenaga pengelola dan sarana prasarana pelatihan yang sesuai standar
(Sujudi 2003).
Dari pengertian-pengertian mengenai pelatihan di atas, pelatihan
vokasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran
mengenai suatu bidang pekerjaan khusus yang dimaksudkan untuk memperoleh
suatu pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu atau untuk mencapai suatu
kompetensi tertentu yang diperlukan untuk suatu jenis pekerjaan. Adapun
komponen pelatihan vokasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
penyandang disabilitas peserta pelatihan, performa instruktur pelatihan, kurikulum
pelatihan, dan profil penyelenggara pelatihan.
11
Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas menurut Convention of the Rights of Persons with
Disabilities (CRPD) atau Konvensi Hak Penyandang Disabilitas tahun 2006
adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensori
dalam jangka panjang, yang dapat menghambat interaksi mereka secara penuh dan
efektif dalam berpartisipasi di masyarakat atas dasar persamaan hak dengan orang
lain (those who have long-term physical, mental, intellectual or sensory
impairments which in interaction with various barriers may hinder their full and
effective participation in society on an equal basis with others).
Irwanto et al. (2010) menyebutkan bahwa disabilitas merupakan hasil dari
adanya interaksi antara individu-individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau
mental/intelektual dengan sikap dan lingkungan yang menjadi penghambat
kemampuan mereka berpartisipasi di masyarakat secara penuh dan sama dengan
orang-orang lainnya.
UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat mendefinisikan
penyandang cacat sebagai setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan kegiatan secara selayaknya yang terdiri atas: pertama,
penyandang cacat fisik; kedua, penyandang cacat mental; dan ketiga, penyandang
cacat fisik dan mental.
Penyandang disabilitas fisik dibagi atas (1) penyandang disabilitas tubuh
(tuna daksa), yaitu seorang yang menyandang kelainan tubuh pada alat gerak
tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah, sehingga menimbulkan
gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak
dan wajar; (2) penyandang disabilitas mata (tuna netra), adalah seseorang yang
buta kedua matanya atau kurang awas (low vision) sehingga menjadi hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak dan wajar; dan (3) penyandang
tuna rungu/wicara, adalah seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara
dengan baik sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
secara layak dan wajar.
Penyandang disabilitas mental adalah seorang menyandang kelainan
mental/jiwa sehingga orang tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan
perbuatan yang umumnya dilakukan orang lain seusianya atau yang tidak dapat
mengikuti perilaku biasa sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari secara layak dan wajar.
Penyandang disabilitas fisik dan mental adalah seseorang yang
menyandang kelainan fisik dan mental sekaligus, atau disabilitas ganda, seperti
gangguan pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan
berbicara, serta mempunyai kelainan mental dan tingkah laku, sehingga yang
bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara layak dan
wajar.
Penyandang disabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang
yang mempunyai kelainan fisik (tuna daksa dan tuna rungu wicara) alumni
BBRVBD bidang penjahitan tahun 2006-2012 yang bekerja di perusahaan bidang
penjahitan/garmen.
12
Kompetensi Lulusan Pelatihan
Kompetensi dipercaya sebagai faktor kunci dalam keberhasilan seseorang
dalam pekerjaannya, Konsep kompetensi modern mulai diperkenalkan pada awal
tahun 70-an, oleh David McClelland, seorang profesor dari Harvard University.
McClelland mendefinisikan kompetensi sebagai: karakteristik yang mendasar
yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat
memprediksi, kinerja yang sangat baik.
Figel (2007) mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan konteks. Sedangkan
Dave Ulrich, 1997 (Hartoyo 2003) menyatakan bahwa kompetensi adalah
gambaran pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang ada pada seorang
atau sekelompok pegawai.
Mangkuprawira dan Hubeis (2007) mengenai elemen esensial pelatihan
berbasis kompetensi, menyebutkan bahwa kompetensi adalah peran yang
diturunkan, ditetapkan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati.
McAshan (dalam Mulyasa 2002) mengemukakan definisi kompetensi
sebagai berikut:
“...is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person
achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can
satisfactory perform particular cognitive, affective, and psychomotor
behaviours”.
Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik
dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi bidang penjahitan terdiri dari berbagai macam kualifikasi
dengan berbagai macam kompetensi di dalamnya. Salah satu kualifikasinya
adalah operator penjahit, dimana operator penjahit harus menguasai kompetensi
dasar berupa kompetensi melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja dan
kompetensi menjahit dengan mesin.
Kompetensi mengikuti prosedur K3 dalam bekerja terdiri dari 3 (tiga)
subkompetensi, yaitu: (a) mengikuti prosedur K3 di tempat kerja, dengan
indikator: menyebutkan konsep dasar dan fungsi serta tujuan keselamatan kerja di
tempat kerja, mengikuti prosedur keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan dan menerapkannya di tempat kerja, menguasai cara pengoperasian
alat dan sarana keselamatan di tempat kerja; (b) menangani situasi darurat, dengan
indikator: mengenali situasi darurat yang potensial di tempat kerja (seperti
tersengat listrik, tertusuk jarum, dan lain-lain) dan melakukan tindakan untuk
menguasai situasi darurat sesuai prosedur; dan (c) menjaga standar keselamatan
kerja perorangan yang aman, dengan indikator: menjaga kerapian diri dan
memakai pakaian kerja yang dipersyaratkan, menjaga kerapian tempat kerja,
mengidentifikasi alat kerja sesuai kebutuhan, memilih alat kerja sesuai kebutuhan,
menggunakan alat kerja dengan tepat sesuai kebutuhan (BBRVBD 2011).
Sedangkan kompetensi menjahit dengan mesin terdiri dari 5 (lima) sub
kompetensi, yaitu: (a) menyiapkan tempat dan alat kerja, dengan indikator:
menyiapkan tempat kerja secara ergonomis, mengidentifikasi macam-macam
pekerjaan yang dijahit sesuai dengan alat jahit yang dibutuhkan, dan menyiapkan
13
alat jahit sesuai kebutuhan; (b) menyiapkan mesin jahit, dengan indikator:
mengidentifikasi nomor-nomor jarum mesin sesuai jenis bahannya,
mengidentifikasi bagian mesin jahit (kumparan/spul/jarum) dan memasangnya
sesuai prosedur, memasang benang jahit sesuai prosedur, dan mengatur jarak
setikan sesuai dengan standar setikan yang dipersyaratkan; (c) mengoperasikan
mesin jahit, dengan indikator: mencoba setikan mesin yang telah diatur di atas
bahan/kain lain, dan memeriksa dan menyesuaikan hasil jahitan dengan standar
jahitan; (d) menjahit bagian-bagian potongan pakaian, dengan indikator:
menyiapkan bagian-bagian potongan bahan pakaian yang akan dijahit, menjahit
bagian – bagian potongan pakaian dengan teknik yang sesuai dengan prosedur,
dan menerapkan keselamatan kerja; dan (e) merapikan tempat dan alat kerja,
dengan indikator: memelihara alat jahit dengan mesin sesuai jenis dan
spesifikasinya, menyimpan alat jahit dan mesin sesuai jenis dan spesifikasinya,
dan membersihkan tempat kerja (BBRVBD 2011).
Selain kemampuan teknis, diperlukan juga kemampuan non teknis agar
para lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Kemampuan non teknis agar
seseorang dapat mendapatkan pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya
dikenal dengan employability (Pool dan Sewell 2007). Rasul et al. (2010),
mengemukakan bahwa pengertian tentang employability telah banyak
diperdebatkan dengan berbagai penafsiran yang cenderung menyatakan bahwa
employability adalah kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan dan
mengembangkan karir dengan sukses.
Sesuai dengan Rekomendasi ILO No. 99, dimana rehabilitasi vokasional
didefinisikan sebagai “suatu bagian dari proses rehabilitasi secara
berkesinambungan dan terpadu yang menyediakan pelayanan (misalnya:
bimbingan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan kerja) untuk memungkinkan
penyandang disabilitas memperoleh suatu pekerjaan yang tepat dan dapat
mempertahankan pekerjaan tersebut”, maka employability perlu dikuasai oleh para
peserta pelatihan vokasional agar mereka bisa memperoleh dan mempertahankan
pekerjaan serta mengembangkan karir dengan sukses.
Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b)
etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada
pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik. Dalam pelatihan
vokasional yang diselenggarakan di BBRVBD, kemampuan non teknis diperoleh
peserta pelatihan melalui mata pelatihan pendukung dan dari program bimbingan
mental.
Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi yang
dimiliki oleh penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional BBRVBD
Cibinong yang meliputi kompetensi melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja,
kompetensi menjahit dengan mesin, dan employability.
14
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian yang titik
beratnya diletakkan pada penelitian relasional: yakni mempelajari hubungan
variabel-variabel (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian ini mengkaji
korelasi pelatihan (karakteristik penyandang disabilitas peserta pelatihan,
performa instruktur pelatihan, kurikulum pelatihan, dan profil penyelenggara
pelatihan) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
bidang penjahitan yang diselenggarakan oleh BBRVBD Cibinong. Pengumpulan
data dilakukan dengan melalui observasi dan wawancara menggunakan kuesioner
serta dokumentasi.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di BBRVBD Cibinong dan perusahaanperusahaan tempat kerja penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
BBRVBD Cibinong bidang penjahitan yaitu di PT Dewhirst Bandung, PT Mattel
Indonesia Cikarang, dan PT Rajawali Mulia Perkasa Bogor. Ketiga perusahaan
tersebut terletak di provinsi Jawa Barat.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan mulai
dari bulan Juni sampai dengan Desember 2012 dimulai dari survei awal,
penyusunan kerangka sampling, penyusunan kuesioner, uji coba kuesioner,
pengumpulan data primer dan sek
DISABILITAS MELALUI PELATIHAN VOKASIONAL
Kasus Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong
SANTI UTAMI DEWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Kompetensi Penyandang Disabilitas melalui Pelatihan Vokasional, Kasus
Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa
(BBRVBD) Cibinong, adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan
tinggi manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Februari 2013
Santi Utami Dewi
NIM I351100031
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
SANTI UTAMI DEWI. Pengembangan Kompetensi Penyandang Disabilitas
melalui Pelatihan Vokasional: Kasus Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar
Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong. Dibawah bimbingan:
SITI AMANAH dan EVA RAHMI KASIM.
Penguasaan kompetensi diperlukan oleh penyandang disabilitas agar
penyandang disabilitas dapat memperoleh pekerjaan di pasar kerja terbuka.
Pelatihan vokasional yang diselenggarakan oleh Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong merupakan salah satu upaya untuk
membekali penyandang disabilitas dengan kompetensi yang dibutuhkan di tempat
kerja. Program pelatihan terdiri dari 6 (enam) bidang keterampilan, yaitu:
penjahitan, komputer, desain grafis, elektronika, pekerjaan logam, dan otomotif.
Bidang penjahitan merupakan bidang keterampilan dengan jumlah lulusan
tertinggi yang diserap oleh perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menggambarkan kompetensi penyandang
disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) menganalisis
faktor-faktor yang berkorelasi dengan kompetensi lulusan; dan (3) memberikan
rekomendasi bagi pengembangan pelatihan vokasional yang lebih efektif bagi
penyandang disabiltas di bidang penjahitan.
Penelitian dengan metode sensus terhadap 42 penyandang disabilitas
lulusan BBRVBD Cibinong bidang keterampilan penjahitan tahun 2006-2012
yang bekerja di 3 (tiga) perusahaan garmen di Jawa Barat telah dilaksanakan pada
bulan Juni-Desember 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi,
pengisian kuesioner, dan wawancara mendalam. Data dianalisa dengan
menggunakan statistik deskriptif (distribusi frekuensi) dan statistik inferensia
(korelasi Rank Spearman) dengan didukung oleh perangkat lunak SPSS 20.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi lulusan berada dalam
kategori tinggi. Performa instruktur dalam memberikan motivasi kepada peserta
berkorelasi positif signifikan terhadap kompetensi lulusan. Sedangkan urutan
substansi materi, proporsi waktu teori dan praktek, jumlah instruktur, dan sarana
prasarana pelatihan mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan
kompetensi lulusan.
Keefektifan pelatihan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan performa
instruktur dalam memotivasi peserta melalui pelatihan bagi instruktur (ToT),
meningkatkan kurikulum materi pelatihan dan meningkatkan sarana prasarana
pelatihan. Sebuah program baru berupa penyaluran kerja dapat diselenggarakan
BBRVBD untuk memfasilitasi penyandang disabilitas yang sudah memiliki
kompetensi yang baik hasil pelatihan sebelumnya di daerah tapi membutuhkan
bantuan penyaluran kerja dari BBRVBD. Koordinasi antara Kementerian Sosial,
BBRVBD, dan PSBD/LBK diperlukan agar kurikulum yang ada tidak tumpang
tindih.
Kata kunci: pelatihan vokasional, rehabilitasi vokasional, penyandang disabilitas,
kompetensi menjahit.
SUMMARY
SANTI UTAMI DEWI. The Competence Development of Persons with
Disabilities through Vocational Training at National Vocational Rehabilitation
Center (NVRC) Cibinong. Supervised by: SITI AMANAH and EVA RAHMI
KASIM.
A competence mastery is needed by persons with disabilities to enable
persons with disabilities having a job in open employment. Vocational training
conducted by National Vocational Rehabilitation Center (NVRC) Cibinong is one
of the efforts to equip persons with disabilities with the competence needed by the
workplace. The training program consists of 6 (six) main skills, i.e.: sewing,
computer, graphic design, electro, metal work, and automotive. Sewing class has
the highest number of graduated trainess that employed by the companies.
The study has three main objectives: (1) to describe the competence of
persons with disabilities graduated from NVRC Cibinong -sewing class; (2) to
analyze the factors that correlated to competence of graduated trainees; and (3) to
formulate a recomendation for developing vocational training approach for
persons with disabilities that could ensure its effectiveness.
A sensus to 42 persons with disabilities graduated from sewing class of
NVRC Cibinong year 2006-2012 that employed by 3 (three) garment companies
in West Java province has already conducted on June-December 2012. The data
was collected by using observation, questionnaires and in-depth interview
techniques and analyzed by using descriptive statistics (distribution of frequency)
and inferencial statistics (Rank Spearman correlation) supported by SPSS 20.0
Software.
The results show that the competence of graduated trainees is categoryzed in
high level. The instructors’ performance in motivating the trainees has a
significant positive correlation on competence. Meanwhile, the gradually contents
of subjects, the proportion of duration for theory and practice, the number of
instructors, and the facilities of Center have a very significant positive correlation
on competence.
The effectiveness of training could be increased by improving the
performance of instructor in motivating the trainees, reinforcing the curriculum
and maintaining the facilities of Center. A new program –Job placement- can be
implemented by NVRC to support persons with disabilities who have already had
a high competence from previous training but need support in finding job.
Coordination among Ministry of Social Affairs, NVRC, and PSBD/LBK is
needed to make the curriculum in line.
Keywords: vocational training, vocational rehabilitation, person with disabilities,
sewing competence.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYANDANG
DISABILITAS MELALUI PELATIHAN VOKASIONAL:
Kasus Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong
SANTI UTAMI DEWI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar : Prof Dr Pang S Asngari, MEd
Judul Penelitian
:
Nama
NIM
:
:
Pengembangan Kompetensi Penyandang Disabilitas melalui
Pelatihan Vokasional: Kasus Penyandang Disabilitas Alumni
Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD)
Cibinong
Santi Utami Dewi
I351100031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua
Dra Eva Rahmi Kasim, MDS
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
08 Februari 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, hanya dengan karunia
rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian dengan judul “Pengembangan Kompetensi Penyandang
Disabilitas melalui Pelatihan Vokasional: Kasus Alumni Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Komisi pembimbing, Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc sebagai ketua dan Eva Rahmi
Kasim, M.DS. sebagai anggota, atas dukungan yang tidak terhingga dalam
membimbing dan memberikan saran, masukan serta arahan sehingga penulisan
tesis ini dapat lebih baik.
2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Penyuluhan
Pembangunan (PPN) IPB beserta dosen pengajar, yang telah menerima penulis
sebagai mahasiswa pascasarjana PPN IPB dan memberikan ilmu serta teoriteori berkaitan dengan studi yang penulis tempuh.
3. Staf Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB, atas kerjasama,
dorongan, dan bantuan yang diberikan.
4. Kepala BBRVBD Cibinong dan Kepala Pusdiklat Kemensos atas kesempatan
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar.
5. Bapak dan Ibu tercinta, dan saudara-saudara yang telah mendoakan, memberi
dorongan dan semangat selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di
IPB.
6. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Damayanti,
Suami (Rusmaladi) dan Putera tercinta (Muhammad Adly Bill Abaggi dan
Hikmah Radian Wijaya) atas doa, dorongan, dengan penuh pengertian dan
kesabaran telah mendampingi penulis selama menempuh dan menyelesaikan
studi di IPB.
7. Teman-teman seangkatan di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
(Aminuddin, Ikhsan Hariyadi, Ristianasari, Roy Daniel Samboh, Saptorini, dan
Sri Ramadoan) atas segala masukan, bantuan, dan kebersamaan serta
kekompakan yang terjalin selama ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan.
Masukan, saran dan arahan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih baik.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Amin.
Bogor, Februari 2013
Penulis
Santi Utami Dewi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Berpikir
Perumusan Masalah Penelitian
Hipotesis
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan Vokasional
Penyandang Disabilitas
Kompetensi Lulusan Pelatihan
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi Penelitian
Pengembangan Instrumen Penelitian
Uji Instrumen
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum BBRVBD Cibinong
vi
vii
viii
1
1
3
5
6
6
7
8
8
11
12
14
14
14
14
14
20
22
24
24
Karakteristik Peserta Pelatihan
30
Performa Instruktur
32
Kurikulum Pelatihan
34
Profil Penyelenggara Pelatihan
38
Kompetensi Melaksanakan Prosedur K3 dalam Bekerja
40
Kompetensi Menjahit dengan Mesin
Employability
Hubungan Karakteristik Peserta Pelatihan dengan Kompetensi
Hubungan Performa Instruktur dengan Kompetensi Penyandang
Disabilitas Lulusan Pelatihan
Hubungan Kurikulum Pelatihan dengan Kompetensi Penyandang
Disabilitas Lulusan Pelatihan
42
44
48
49
51
Hubungan Profil Penyelenggara Pelatihan dengan Kompetensi
Penyandang Disabilitas Lulusan Pelatihan
Pengembangan Pelatihan Vokasional bidang Penjahitan bagi
Penyandang Disabilitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
53
54
56
56
56
58
62
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Rekapitulasi Data Penempatan Kerja Kelayan BBRVBD Cibinong
Hasil Uji Instrumen Penelitian
Rekapitulasi Data PBK dan Penyaluran Kerja Kelayan BBRVD
tahun 1998-2011
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Peserta
Distribusi Responden Berdasarkan Performa Instruktur
Distribusi Responden Berdasarkan Kurikulum Pelatihan
Komposisi Waktu dan Materi Pelatihan Vokasional Jurusan
Keterampilan Penjahitan di BBRVBD Cibinong
Distribusi Responden Berdasarkan Profil Penyelenggara Pelatihan
Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Melaksanakan
Prosedur K3 dalam Bekerja
Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Menjahit dengan
Mesin
Distribusi Responden Berdasarkan Employability
Korelasi Karakteristik Peserta Pelatihan dengan Kompetensi
Korelasi Performa Instruktur dengan Kompetensi
Korelasi Kurikulum Pelatihan dengan Kompetensi
Korelasi Profil Penyelenggara Pelatihan dengan Kompetensi
Keterkaitan antara Kesenjangan Kompetensi dan Kurikulum
Pelatihan
2
22
28
30
33
35
36
38
41
43
46
48
50
51
53
55
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
Lokasi BBRVBD Cibinong
Peta Sebaran Asal Provinsi Responden
Dokumentasi
Kurikulum Pelatihan Vokasional
62
63
64
71
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Begitu pula dengan penyandang
disabilitas yang memerlukan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh
dunia kerja, agar ia dapat memperoleh pekerjaan dan bersaing dengan orang yang
tidak memiliki disabilitas di pasar kerja terbuka.
Penyandang disabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk
mengganti istilah penyandang cacat. Penyandang disabilitas menurut Konvensi
Hak-hak Penyandang Disabilitas atau Convention of the Rights of Persons with
Disabilities (CRPD) merupakan istilah bagi mereka yang memiliki keterbatasan
fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika
berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi
mereka secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan
dengan yang lainnya (UN 2006).
WHO (2011) menyebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di dunia
pada tahun 2010 adalah sebanyak 15,6 persen dari total penduduk dunia, atau
lebih dari 1 milyar. Menurut ILO (Pozzan 2011) sebanyak 470 juta penyandang
disabilitas diantaranya masuk ke dalam kategori usia kerja. Kemudian data World
Bank (Pozzan 2011) menyebutkan bahwa sebanyak 80 persen penyandang
disabilitas yang tinggal di negara berkembang hidup di bawah garis kemiskinan.
Di Indonesia sendiri, prevalensi penyandang disabilitas pada tahun 2007 adalah
sebanyak 21.3 persen (WHO 2011).
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial RI dalam
simcat.depsos.go.id pada tahun 2009, memperlihatkan bahwa berdasarkan
pekerjaannya, sebanyak 25,3 persen penyandang disabilitas dalam keadaan
bekerja dan sisanya sebanyak 74,7 persen tidak bekerja. Padahal rendahnya
tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja menyebabkan
sulitnya memutuskan rantai kemiskinan dan disabilitas. Untuk memutus rantai
disabilitas dan kemiskinan, para penyandang disabilitas harus memiliki pekerjaan
(WHO 2011).
Rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja
salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat keterampilan yang dikuasai oleh
penyandang disabilitas. Data Pusdatin (2009) memperlihatkan bahwa hanya 10,2
persen penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan sisanya sebanyak
89,8 persen tidak memiliki keterampilan, padahal sebanyak 34,1 persen
penyandang disabilitas berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang merupakan
kelompok usia produktif. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan
kompetensi penyandang disabilitas agar mereka memiliki kemampuan memadai
yang dibutuhkan untuk berpartisipasi di dunia kerja.
Salah satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan tenaga kerja
penyandang disabilitas dan untuk mewujudkan kemandirian serta meningkatkan
kesejahteraan sosial penyandang disabilitas, yaitu dengan memberikan pelayanan
rehabilitasi dalam bentuk pelatihan vokasional/keterampilan (UU No. 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 18(2); UU No. 11 Tahun 2009 tentang
1
2
Kesejahteraan Sosial Pasal 7 Ayat 3(c); PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Pasal 47-48). Dalam
pelatihan vokasional, penyandang disabilitas dilatih suatu keterampilan yang
dapat digunakan untuk bekerja di perusahaan ataupun secara mandiri, sehingga
mereka dapat menjadi individu yang mandiri secara ekonomi dan tidak tergantung
kepada orang lain (Yoshimitsu 2003). Hal tersebut sesuai dengan falsafah
penyuluhan yang diantaranya adalah falsafah pendidikan, yaitu bahwa pendidikan
merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
individu secara optimal dan falsafah membantu, yaitu membantu mereka untuk
menolong dirinya sendiri (Amanah 2003).
Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong
yang diresmikan tahun 1997 sebagai hasil kerjasama Pemerintah RI dan Jepang
melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) merupakan lembaga
pemerintah yang menyelenggarakan pelatihan vokasional bagi penyandang
disabilitas. Di lembaga ini, penyandang disabilitas dibekali pengetahuan,
perbaikan sikap dan terutama pelatihan keterampilan kerja. Ekspektasi dari
pelayanan tersebut adalah agar para penyandang disabilitas mampu secara
profesional bersaing di pasaran kerja (Roebyantho et al. 2010).
BBRVBD Cibinong resmi memberikan pelayanan kepada penyandang
disabilitas sejak tahun 1998. Setiap tahunnya lembaga ini menerima 100
penyandang disabilitas fisik yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia untuk
diberikan pelatihan vokasional, lalu disalurkan magang dan diharapkan dapat
bekerja di perusahaan atau usaha mandiri. Jenis keterampilan yang diberikan pada
pelatihan vokasional terdiri dari: (1) penjahitan, (2) komputer, (3) desain grafis
dan percetakan, (4) elektronika, dan (5) pekerjaan logam. Sejak tahun 2011,
lembaga ini meningkatkan kapasitasnya dengan menambah 1 (satu) jenis
keterampilan, yaitu keterampilan otomotif sehingga kapasitas peserta pelatihannya
bertambah menjadi 120 orang per tahun. Adapun jumlah lulusan pelatihan yang
sudah terserap oleh dunia kerja disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi data penempatan kerja kelayan BBRVBD
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Tahun
Angkatan
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Total (persen)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
Lulusan yang terserap di
pasaran kerja (persen)
30
58
71
75
69
47
71
65
80
20
70
61
87
98
65
Mengacu kepada Tabel 1 daya serap tenaga kerja penyandang disabilitas
lulusan pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong masih fluktuatif. Persentase
3
serapan tertinggi dicapai pada tahun 2011 pada angka 98 persen dan angka
terendah pada tahun 2007 sebanyak 20 persen. Hal tersebut diantaranya
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi perusahaan-perusahaan mitra, jumlah
perusahaan mitra, dan kemampuan atau kompetensi lulusan.
Didukung oleh majunya industri garmen dan meningkatnya kebutuhan di
dunia sandang, lulusan keterampilan penjahitan merupakan lulusan yang memiliki
daya serap paling tinggi di dunia kerja di antara keterampilan-keterampilan
lainnya. Berdasarkan data BBRVBD (2011), daya serap lulusan keterampilan
penjahitan di dunia kerja berada pada angka 95,3 persen dari total semua lulusan
keterampilan penjahitan tahun 1998-2011. Jika dibandingkan dengan total lulusan
semua jenis keterampilan di BBRVBD Cibinong yang diserap di dunia kerja,
maka lulusan keterampilan penjahitan berada di peringkat paling tinggi, yaitu
sebesar 26,9 persen.
Tingginya daya serap lulusan keterampilan penjahitan tentunya didukung
oleh penguasaan kompetensi yang dimiliki oleh penyandang disabilitas yang
mengikuti pelatihan vokasional di keterampilan penjahitan tersebut. Kompetensi
dasar yang dilatihkan kepada semua peserta pelatihan adalah kompetensi
melaksanakan prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan (K3) dalam bekerja
dan kompetensi menjahit dengan mesin, serta didukung oleh kemampuan non
teknis yang dibutuhkan di dunia kerja (employability), yang diperoleh dalam
kegiatan pembelajaran selama pelatihan. Kompetensi-kompetensi tersebut harus
dikuasai oleh peserta pelatihan agar mereka mampu diserap di dunia kerja.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis hubungan pelatihan vokasional di bidang penjahitan terhadap
peningkatan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan.
Kerangka Berpikir
Pelatihan vokasional merupakan jalur pendidikan yang umumnya ditempuh
oleh penyandang disabilitas usia produktif sebagai langkah untuk mendapatkan
pekerjaan, dengan alasan waktu pendidikan singkat, mudah diakses, berorientasi
pada dunia kerja, dan lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan
penyedia lapangan kerja (Mavromaras dan Palidano 2011).
Pelatihan vokasional telah terbukti memberikan perbaikan hidup bagi para
penyandang disabilitas di negara-negara berkembang, seperti di Bangladesh (Nuri
et al. 2012) dan di Nepal (Manish 2010). Model yang lazim digunakan untuk
pelatihan vokasional sekarang ini adalah pelatihan vokasional berbasis
kompetensi (Smith 2010).
Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di
dalamnya yaitu diantaranya peserta, instruktur/pelatih, kurikulum/materi dan
penyelenggara pelatihan, dimana peserta ditentukan oleh karakteristik peserta
(misalnya: demografis, latar belakang pendidikan) yang menentukan lingkup dari
pelatihan tersebut (Rose 2009). Khusus untuk penyandang disabilitas, jenis
disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin dan Nechvoglod 2008).
Instruktur mempunyai peran tersendiri dalam menunjang keberhasilan
pelatihan. Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial
dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann
4
2010), termasuk didalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005).
Keinovatifan mengajar juga berperan dalam menyebarkan antusiasme instruktur
dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk belajar (Grosu 2011).
Menurut McGehee (Ali 2005), aspek lain dari instruktur yang penting adalah
kemampuan memotivasi.
Materi pelatihan yang disajikan dalam kurikulum pelatihan sebagai salah
satu komponen pelatihan harus disusun secara sistematis dan berdasarkan
tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan Middleton 1975). Peserta harus
mengetahui tujuan pelatihan, adanya praktek yang memadai (proporsional) dan
mengetahui hasil belajar dalam bentuk evaluasi (Hickerson dan Middleton 1975).
Penyelenggara pelatihan berwenang atas kebijakan dalam menentukan tenaga
pengelola pelatihan dan ketersediaan sarana prasarana pelatihan.
Kompetensi merupakan aspek yang harus dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Kompetensi bidang penjahitan terdiri
dari berbagai macam kualifikasi dengan berbagai macam kompetensi di
dalamnya. Salah satu kualifikasinya adalah operator penjahit, dimana operator
penjahit harus menguasai kompetensi dasar berupa kompetensi melaksanakan
prosedur kesehatan, keamanan, dan keselamatan (K3) dalam bekerja dan
kompetensi menjahit dengan mesin.
Selain kemampuan teknis, diperlukan juga kemampuan non teknis agar
para lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Menurut Hillage and Pollard
(Pool and Sewell 2007) kemampuan non teknis juga diperlukan agar seseorang
dapat memperoleh pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya, kemampuan
non teknis ini dikenal dengan employability. Rasul et al. (2010), mengemukakan
bahwa employability adalah kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan
dan mengembangkan karir dengan sukses.
Sesuai dengan Rekomendasi ILO No. 99, dimana rehabilitasi vokasional
didefinisikan sebagai “suatu bagian dari proses rehabilitasi secara
berkesinambungan dan terpadu yang menyediakan pelayanan (misalnya:
bimbingan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan kerja) untuk memungkinkan
penyandang disabilitas memperoleh suatu pekerjaan yang tepat dan dapat
mempertahankan pekerjaan tersebut”, maka employability perlu dikuasai oleh para
peserta pelatihan vokasional agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan
pekerjaan serta mengembangkan karir dengan sukses.
Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b)
etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada
pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik.
Pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong sudah berjalan selama 15
tahun, dan bidang penjahitan merupakan bidang dengan daya serap tenaga kerja
lulusan terbesar, yaitu sebanyak 95,3 persen dari semua total lulusan bidang
penjahitan. Fokus penelitian ini adalah untuk menggambarkan kompetensi kerja
penyandang disabilitas di bidang penjahitan dan menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kompetensi kerja dalam konteks pelatihan vokasional,
dengan kerangka penelitian sebagaimana pada Gambar 1.
5
X1. Karakteristik Penyandang Disabilitas
Peserta Pelatihan
X1.1. Jenis kelamin
X1.2. Usia
X1.3. Jenis disabilitas
X1.4. Penyebab disabilitas
X1.5. Lama menyandang disabilitas
X1.6. Pendidikan formal
Y1. Kompetensi Melaksanakan prosedur K3
dalam bekerja
Y1.1. Mengikuti prosedur K3di tempat kerja
X1.7. Pendidikan nonformal
Y1.2. Menangani situasi darurat
X1.8. Pengalaman bekerja
Y1.3. Menjaga standar keselamatan kerja
perorangan yang aman
X2. Performa Instruktur
X2.1. Penguasaan materi
Y2. Kompetensi menjahit dengan mesin
X2.2. Keinovatifan mengajar
X2.3. Kemampuan memotivasi
Y2.1. Menyiapkan tempat dan alat kerja
Y2.2. Menyiapkan mesin jahit
X3. Kurikulum Pelatihan
Y2.3. Mengoperasikan mesin jahit
X3.1. Proporsi jenis materi penunjang dan utama
Y2.4. Menjahit bagian-bagian potongan pakaian
X3.2. Kejelasan tujuan pelatihan
Y2.5. Merapikan tempat dan alat kerja
X3.3. Kesesuaian materi dan tujuan pelatihan
X3.4. Urutan substansi materi pelatihan
X3.5. Proporsi waktu teori dan praktek
Y3. Employability:
X3.6. Waktu untuk pelatihan
Y3.1. Pemecahan masalah
X3.7. Evaluasi pelatihan.
Y3.2. Etika kerja
Y3.3. Tanggung jawab
X4. Profil Penyelenggara Pelatihan
X4.1. Kesesuaian jumlah instruktur
X4.2. Tingkat pendidikaninstruktur
Y3.4. Bekerja dalam tim
Y3.5. Berorientasi pada pelanggan
Y3.6. Komunikasi dan manajemen konflik
X4.3. Kesesuaian jurusan pendidikaninstruktur
X4.4. Pendidikan non formal instruktur
X4.5. Pengalaman mengajar instruktur
X4.6. Sarana dan prasarana pelatihan
Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian
Perumusan Masalah Penelitian
Pengembangan kompetensi penyandang disabilitas melalui pelatihan
vokasional yang dilaksanakan di BBRVBD Cibinong dimaksudkan agar
penyandang disabilitas alumni pelatihan dapat menguasai kompetensi-kompetensi
yang dibutuhkan di dunia kerja sesuai dengan bidang keterampilannya. Pelatihan
sebagai suatu kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa yang didesain untuk
mengubah perilaku peserta pelatihan tidak bisa lepas dari komponen pelatihan
seperti karakteristik peserta pelatihan, performa instruktur pelatihan, kurikulum
pelatihan, dan profil penyelenggara pelatihan. Sehingga diperlukan penelitian
untuk melihat hubungan pelatihan terhadap kompetensi yang dicapai oleh
penyandang disabilitas lulusan pelatihan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana tingkat kompetensi
penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan; (2) Faktor-
6
faktor apa saja yang berhubungan dengan kompetensi lulusan pelatihan
vokasional di bidang penjahitan yang diselenggarakan oleh BBRVBD Cibinong;
dan (3) Berkaitan dengan pengembangan kompetensi penyandang disabilitas
melalui pelatihan vokasional, aspek apa yang bisa dikembangkan dari pelatihan
vokasional untuk meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas di bidang
penjahitan.
Hipotesis
Mengacu pada permasalahan dan kerangka pikir penelitian, hipotesis
penelitian dirumuskan adalah sebagai berikut:
(1)
Terdapat hubungan nyata antara karakteristik peserta pelatihan (usia, lama
menyandang disabilitas, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan
pengalaman kerja) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan
pelatihan vokasional (melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit
dengan mesin, dan employability) di BBRVBD Cibinong;
(2)
Terdapat hubungan nyata antara performa instruktur pelatihan (penguasaan
materi, keinovatifan mengajar, dan kemampuan memotivasi) dengan
kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
(melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan
employability) di BBRVBD Cibinong;
(3)
Terdapat hubungan nyata antara kurikulum pelatihan (proporsi jenis materi
utama dan penunjang, kejelasan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dan
tujuan pelatihan, urutan substansi materi pelatihan, proporsi waktu teori
dan praktek, waktu untuk pelatihan, dan evaluasi pelatihan) dengan
kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
(melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan
employability) di BBRVBD Cibinong;
(4)
Terdapat hubungan nyata antara profil penyelenggara pelatihan
(kesesuaian jumlah instruktur, tingkat pendidikan instruktur, kesesuaian
jurusan pendidikan instruktur, pendidikan non formal instruktur,
pengalaman mengajar instruktur, dan sarana parasarana pelatihan) dengan
kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
(melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja, menjahit dengan mesin, dan
employability) di BBRVBD Cibinong;
Tujuan Penelitian
(1)
(2)
(3)
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menggambarkan tingkat kompetensi penyandang disabilitas lulusan
pelatihan vokasional bidang penjahitan;
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan
kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui pelatihan
vokasional; dan
Memberikan rekomendasi pengembangan pelatihan vokasional yang lebih
efektif bagi peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di bidang
penjahitan.
7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan
kualitas penyelenggaraan pelatihan vokasional sebagai upaya pengembangan
kompetensi penyandang disabilitas dalam mempersiapkan tenaga kerja
penyandang disabilitas yang kompeten di bidangnya. Selain itu, hasil penelitian
diharapkan dapat menjadi rujukan dalam menentukan kriteria dan indikator
pengembangan kompetensi penyandang disabilitas di bidang penjahitan melalui
pelatihan vokasional. Bagi Ilmu Penyuluhan, penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan peran penyuluhan dalam bentuk
pelatihan vokasional untuk mengembangkan potensi penyandang disabilitas
sehingga penyandang disabilitas dapat menolong diri mereka sendiri.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan Vokasional
Pelatihan merupakan kegiatan pembelajaran yang didesain untuk
mengubah kinerja orang dalam melakukan pekerjaan (Hickerson dan Middleton
1975). Pelatihan biasanya berhubungan dengan mempersiapkan seseorang untuk
melakukan suatu tugas atau peran, dalam suatu setting pekerjaan (Tight 2002).
Peters (Tight 2002) menyebutkan bahwa konsep pelatihan diaplikasikan ketika (1)
ada beberapa jenis pekerjaan khusus yang harus dikuasai, (2) diperlukan praktek
untuk penguasaan materi pekerjaan tersebut, dan (3) hanya diperlukan sedikit
berpikir.
Goldstein dan Gessner (dalam Tight 2002) mendefinisikan pelatihan
sebagai perolehan keterampilan, sikap, dan konsep secara sistematis, yang
menghasilkan peningkatan kinerja dalam suatu situasi pekerjaan, dilaksanakan
dengan metode langsung di tempat kerja (on the job training) dan bisa juga
terpisah di suatu ruangan kelas.
Menurut Cushway (dalam Irianto 2001), pelatihan adalah sarana
perubahan untuk meningkatkan keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge),
dan kepandaian (ability) para karyawan yang umumnya disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain dengan munculnya fenomena internal dan eksternal organisasi
seperti staff turner, perubahan teknologi, perubahan dalam pekerjaan, perubahan
peraturan, perubahan dan perkembangan ekonomi, cara dan prosedur baru dalam
bekerja, market pressure, kebijakan pemerintah, keinginan karyawan, variasi
perilaku dan persamaan kesempatan.
Menurut Hamalik (2000), konsep sistem pelatihan untuk meningkatkan
efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi adalah: dilaksanakan terus
menerus dalam membina ketenagakerjaan, dilakukan dengan sengaja,
dilaksanakan oleh tenaga profesional, berlangsung dalam satuan waktu tertentu,
meningkatkan kemampuan kerja peserta, dan berkenaan dengan tugas peserta
dalam pekerjaannya.
Pelatihan merupakan kegiatan pembelajaran. Belajar itu sendiri
didefinisikan sebagai proses dimana perilaku diubah, dibentuk, dan dikontrol.
Beberapa ahli lain mengistilahkan belajar dengan pengembangan kompetensi
(Knowles 1973). Dalam hal ini, pelatihan merupakan proses pembelajaran,
dimana dalam pembelajaran tersebut terjadi perubahan perilaku (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap) dan atau terjadi pengembangan kompetensi peserta
pelatihan, dengan menggunakan pendekatan orang dewasa (Hickerson dan
Middleton 1975).
Kegiatan pelatihan harus memperhatikan 5 (lima) prinsip berikut ini
(Hickerson dan Middleton 1975):
(1) Penghayatan tujuan. Peserta harus mengetahui mengapa mereka harus
mempelajari sesuatu,
(2) Rangkaian bertahap. Peserta harus memproses tahap demi tahap dan tiap
tahapan harus berubah menjadi lebih sulit dibandingkan dengan tahapan
sebelumnya.
(3) Perbedaan individual. Beberapa peserta harus diberikan kesempatan untuk
9
mempelajari dengan cara yang terbaik yang sesuai dengan gaya belajar
mereka
(4) Praktek yang memadai. Semua peserta harus mempraktekkan aksi pekerjaan
yang tergambar dalam tujuan perilaku.
(5) Mengetahui hasil belajar.
Saat peserta praktek, mereka harus tahu
sejauhmana performa mereka benar atau tidak.
Komponen-komponen pelatihan dan pengembangan menurut Ali (2005)
terdiri atas:
(1) Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat
diukur;
(2) Para pelatih (trainers) harus memiliki kualifikasi yang memadai.
(3) Materi latihan dan pengembangan harus sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai;
(4) Metode pelatihan dan pengembangan harus sesuai dengan tingkat
kemampuan pegawai yang menjadi peserta;
(5) Peserta pelatihan dan pengembangan (trainee) harus memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Sujudi (2003) menyebutkan bahwa komponen pelatihan setidaknya
meliputi 4 (empat) komponen, yaitu:
(1) Peserta Pelatihan, yang berhubungan dengan kriteria peserta untuk setiap
jenis pelatihan dan jumpal peserta dalam suatu kelas (berhubungan dengan
keefektivitasan pelatihan);
(2) Pelatih/fasilitator, yang berhubungan dengan kemampuan kediklatan
(berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar), kesesuaian tingkat
pendidikan pelatih dengan peserta pelatihan, kesesuaian keahlian dengan
materi yang diberikan (latar belakang pendidikan/keahlian pelatih);
(3) Kurikulum, berhubungan dengan kejelasan tujuan pelatihan, materi pelatihan
(termasuk urutan materi, proporsi waktu antara teori dan praktek), variasi
metode pelatihan untuk setiap substansi, alat bantu pelatihan (kesesuaian
jenis dan jumlah), dan evaluasi pelatihan (meliputi adanya instrumen dan
kesesuaian instrumen evaluasi dengan kompetensi yang ingin dicapai);
(4) Penyelenggara Pelatihan, yang berhubungan dengan kewenangan hukum
yang dimiliki oleh penyelenggara pelatihan dan tersedianya tenaga pengelola
pelatihan yang sesuai standar;
Merujuk kepada Mangkuprawira dan Hubeis (2007), pelatihan dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu pelatihan umum yang berupa pendidikan dasar untuk semua
jenis pekerjaan dan pelatihan khusus yang fokus terhadap suatu bidang pekerjaan,
maka pelatihan vokasional ini termasuk ke dalam bidang pelatihan khusus.
Pelatihan vokasional merupakan salah satu dari rangkaian program
rehabilitasi vokasional, merupakan upaya agar penyandang disabilitas
memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk suatu jenis
pekerjaan, sehingga dapat mempertahankan pekerjaan tersebut maupun
meningkatkan kedudukannya (Yoshimitsu 2003).
Pelatihan vokasional merupakan jalur pendidikan yang popular bagi
penyandang disabilitas usia produktif sebagai langkah untuk mendapatkan
pekerjaan, dengan alasan waktu pendidikan singkat, mudah diakses, berorientasi
pada dunia kerja, dan lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan
penyedia lapangan kerja (Mavromaras dan Palidano 2011). Pelatihan vokasional
10
telah terbukti memberikan perbaikan hidup bagi para penyandang disabilitas di
negara-negara berkembang, seperti di Bangladesh (Nuri et al. 2012) dan di Nepal
(Manish 2010). Model yang lazim digunakan untuk pelatihan vokasional sekarang
ini adalah pelatihan vokasional berbasis kompetensi (Smith 2010).
Peserta merupakan orang yang paling penting dalam pelatihan (Hickerson
dan Middleton 1975). Karakteristik peserta bisa dijabarkan secara demografis dan
prasyarat yang harus dipenuhi peserta perlu diperhatikan untuk menentukan
lingkup dari kegiatan pelatihan yang dilakukan, spesifik pada karakteristik peserta
tertentu atau dibuka untuk khalayak yang lebih umum (Rose 2009). Sedangkan
jumlah peserta diperlukan untuk menentukan anggaran, rencana pelatihan,
akomodasi dan sebagainya (Bray 2009). Selain itu, peserta pelatihan juga harus
harus memiliki kualifikasi yang memadai (Ali 2005). Khusus untuk penyandang
disabilitas, jenis disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin dan
Nechvoglod 2008). Griffin dan Nechvoglod (2008) juga menyebutkan bahwa
kebanyakan penyandang disabilitas memiliki latar pendidikan yang rendah ketika
mengikuti pelatihan vokasional.
Instruktur mempunyai peran tersendiri dalam menunjang keberhasilan
pelatihan. Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial
dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann
2010), termasuk di dalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005).
Keinovatifan mengajar juga berperan dalam menyebarkan antusiasme instruktur
dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk belajar (Grosu 2011).
Aspek lain dari instruktur yang penting menurut McGehee (dalam Ali 2005)
adalah kemampuan memotivasi.
Berkaitan dengan kemampuan memotivasi, motivasi adalah proses yang
memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang
termotivasi adalah perilaku yag penuh energi, terarah, dan bertahan lama
(Santrock 2008). Kemampuan memotivasi dalam pelatihan vokasional
penyandang disabilitas adalah kemampuan instruktur dalam meningkatkan
semangat, arah, dan kegigihan perilaku penyandang disabilitas peserta pelatihan
agar dapat mengikuti pelatihan dengan penuh energi dan terarah.
Materi pelatihan sebagai salah satu komponen pelatihan harus disusun
secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan
Middleton 1975) dan harus sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
(Ali 2005). Tujuan pelatihan harus jelas dan adanya praktek yang memadai
(proporsional) dan adanya evaluasi untuk mengetahui hasil belajar (Hickerson dan
Middleton 1975). Sementara itu, penyelenggara pelatihan berhubungan dengan
kewenangan hukum yang dimiliki oleh penyelenggara pelatihan dalam
menyediakan tenaga pengelola dan sarana prasarana pelatihan yang sesuai standar
(Sujudi 2003).
Dari pengertian-pengertian mengenai pelatihan di atas, pelatihan
vokasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran
mengenai suatu bidang pekerjaan khusus yang dimaksudkan untuk memperoleh
suatu pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu atau untuk mencapai suatu
kompetensi tertentu yang diperlukan untuk suatu jenis pekerjaan. Adapun
komponen pelatihan vokasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
penyandang disabilitas peserta pelatihan, performa instruktur pelatihan, kurikulum
pelatihan, dan profil penyelenggara pelatihan.
11
Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas menurut Convention of the Rights of Persons with
Disabilities (CRPD) atau Konvensi Hak Penyandang Disabilitas tahun 2006
adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensori
dalam jangka panjang, yang dapat menghambat interaksi mereka secara penuh dan
efektif dalam berpartisipasi di masyarakat atas dasar persamaan hak dengan orang
lain (those who have long-term physical, mental, intellectual or sensory
impairments which in interaction with various barriers may hinder their full and
effective participation in society on an equal basis with others).
Irwanto et al. (2010) menyebutkan bahwa disabilitas merupakan hasil dari
adanya interaksi antara individu-individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau
mental/intelektual dengan sikap dan lingkungan yang menjadi penghambat
kemampuan mereka berpartisipasi di masyarakat secara penuh dan sama dengan
orang-orang lainnya.
UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat mendefinisikan
penyandang cacat sebagai setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan kegiatan secara selayaknya yang terdiri atas: pertama,
penyandang cacat fisik; kedua, penyandang cacat mental; dan ketiga, penyandang
cacat fisik dan mental.
Penyandang disabilitas fisik dibagi atas (1) penyandang disabilitas tubuh
(tuna daksa), yaitu seorang yang menyandang kelainan tubuh pada alat gerak
tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah, sehingga menimbulkan
gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak
dan wajar; (2) penyandang disabilitas mata (tuna netra), adalah seseorang yang
buta kedua matanya atau kurang awas (low vision) sehingga menjadi hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak dan wajar; dan (3) penyandang
tuna rungu/wicara, adalah seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara
dengan baik sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
secara layak dan wajar.
Penyandang disabilitas mental adalah seorang menyandang kelainan
mental/jiwa sehingga orang tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan
perbuatan yang umumnya dilakukan orang lain seusianya atau yang tidak dapat
mengikuti perilaku biasa sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari secara layak dan wajar.
Penyandang disabilitas fisik dan mental adalah seseorang yang
menyandang kelainan fisik dan mental sekaligus, atau disabilitas ganda, seperti
gangguan pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan
berbicara, serta mempunyai kelainan mental dan tingkah laku, sehingga yang
bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara layak dan
wajar.
Penyandang disabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang
yang mempunyai kelainan fisik (tuna daksa dan tuna rungu wicara) alumni
BBRVBD bidang penjahitan tahun 2006-2012 yang bekerja di perusahaan bidang
penjahitan/garmen.
12
Kompetensi Lulusan Pelatihan
Kompetensi dipercaya sebagai faktor kunci dalam keberhasilan seseorang
dalam pekerjaannya, Konsep kompetensi modern mulai diperkenalkan pada awal
tahun 70-an, oleh David McClelland, seorang profesor dari Harvard University.
McClelland mendefinisikan kompetensi sebagai: karakteristik yang mendasar
yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat
memprediksi, kinerja yang sangat baik.
Figel (2007) mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan konteks. Sedangkan
Dave Ulrich, 1997 (Hartoyo 2003) menyatakan bahwa kompetensi adalah
gambaran pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang ada pada seorang
atau sekelompok pegawai.
Mangkuprawira dan Hubeis (2007) mengenai elemen esensial pelatihan
berbasis kompetensi, menyebutkan bahwa kompetensi adalah peran yang
diturunkan, ditetapkan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati.
McAshan (dalam Mulyasa 2002) mengemukakan definisi kompetensi
sebagai berikut:
“...is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person
achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can
satisfactory perform particular cognitive, affective, and psychomotor
behaviours”.
Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik
dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi bidang penjahitan terdiri dari berbagai macam kualifikasi
dengan berbagai macam kompetensi di dalamnya. Salah satu kualifikasinya
adalah operator penjahit, dimana operator penjahit harus menguasai kompetensi
dasar berupa kompetensi melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja dan
kompetensi menjahit dengan mesin.
Kompetensi mengikuti prosedur K3 dalam bekerja terdiri dari 3 (tiga)
subkompetensi, yaitu: (a) mengikuti prosedur K3 di tempat kerja, dengan
indikator: menyebutkan konsep dasar dan fungsi serta tujuan keselamatan kerja di
tempat kerja, mengikuti prosedur keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan dan menerapkannya di tempat kerja, menguasai cara pengoperasian
alat dan sarana keselamatan di tempat kerja; (b) menangani situasi darurat, dengan
indikator: mengenali situasi darurat yang potensial di tempat kerja (seperti
tersengat listrik, tertusuk jarum, dan lain-lain) dan melakukan tindakan untuk
menguasai situasi darurat sesuai prosedur; dan (c) menjaga standar keselamatan
kerja perorangan yang aman, dengan indikator: menjaga kerapian diri dan
memakai pakaian kerja yang dipersyaratkan, menjaga kerapian tempat kerja,
mengidentifikasi alat kerja sesuai kebutuhan, memilih alat kerja sesuai kebutuhan,
menggunakan alat kerja dengan tepat sesuai kebutuhan (BBRVBD 2011).
Sedangkan kompetensi menjahit dengan mesin terdiri dari 5 (lima) sub
kompetensi, yaitu: (a) menyiapkan tempat dan alat kerja, dengan indikator:
menyiapkan tempat kerja secara ergonomis, mengidentifikasi macam-macam
pekerjaan yang dijahit sesuai dengan alat jahit yang dibutuhkan, dan menyiapkan
13
alat jahit sesuai kebutuhan; (b) menyiapkan mesin jahit, dengan indikator:
mengidentifikasi nomor-nomor jarum mesin sesuai jenis bahannya,
mengidentifikasi bagian mesin jahit (kumparan/spul/jarum) dan memasangnya
sesuai prosedur, memasang benang jahit sesuai prosedur, dan mengatur jarak
setikan sesuai dengan standar setikan yang dipersyaratkan; (c) mengoperasikan
mesin jahit, dengan indikator: mencoba setikan mesin yang telah diatur di atas
bahan/kain lain, dan memeriksa dan menyesuaikan hasil jahitan dengan standar
jahitan; (d) menjahit bagian-bagian potongan pakaian, dengan indikator:
menyiapkan bagian-bagian potongan bahan pakaian yang akan dijahit, menjahit
bagian – bagian potongan pakaian dengan teknik yang sesuai dengan prosedur,
dan menerapkan keselamatan kerja; dan (e) merapikan tempat dan alat kerja,
dengan indikator: memelihara alat jahit dengan mesin sesuai jenis dan
spesifikasinya, menyimpan alat jahit dan mesin sesuai jenis dan spesifikasinya,
dan membersihkan tempat kerja (BBRVBD 2011).
Selain kemampuan teknis, diperlukan juga kemampuan non teknis agar
para lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Kemampuan non teknis agar
seseorang dapat mendapatkan pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya
dikenal dengan employability (Pool dan Sewell 2007). Rasul et al. (2010),
mengemukakan bahwa pengertian tentang employability telah banyak
diperdebatkan dengan berbagai penafsiran yang cenderung menyatakan bahwa
employability adalah kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan dan
mengembangkan karir dengan sukses.
Sesuai dengan Rekomendasi ILO No. 99, dimana rehabilitasi vokasional
didefinisikan sebagai “suatu bagian dari proses rehabilitasi secara
berkesinambungan dan terpadu yang menyediakan pelayanan (misalnya:
bimbingan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan kerja) untuk memungkinkan
penyandang disabilitas memperoleh suatu pekerjaan yang tepat dan dapat
mempertahankan pekerjaan tersebut”, maka employability perlu dikuasai oleh para
peserta pelatihan vokasional agar mereka bisa memperoleh dan mempertahankan
pekerjaan serta mengembangkan karir dengan sukses.
Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b)
etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada
pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik. Dalam pelatihan
vokasional yang diselenggarakan di BBRVBD, kemampuan non teknis diperoleh
peserta pelatihan melalui mata pelatihan pendukung dan dari program bimbingan
mental.
Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi yang
dimiliki oleh penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional BBRVBD
Cibinong yang meliputi kompetensi melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja,
kompetensi menjahit dengan mesin, dan employability.
14
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian yang titik
beratnya diletakkan pada penelitian relasional: yakni mempelajari hubungan
variabel-variabel (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian ini mengkaji
korelasi pelatihan (karakteristik penyandang disabilitas peserta pelatihan,
performa instruktur pelatihan, kurikulum pelatihan, dan profil penyelenggara
pelatihan) dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
bidang penjahitan yang diselenggarakan oleh BBRVBD Cibinong. Pengumpulan
data dilakukan dengan melalui observasi dan wawancara menggunakan kuesioner
serta dokumentasi.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di BBRVBD Cibinong dan perusahaanperusahaan tempat kerja penyandang disabilitas lulusan pelatihan vokasional
BBRVBD Cibinong bidang penjahitan yaitu di PT Dewhirst Bandung, PT Mattel
Indonesia Cikarang, dan PT Rajawali Mulia Perkasa Bogor. Ketiga perusahaan
tersebut terletak di provinsi Jawa Barat.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan mulai
dari bulan Juni sampai dengan Desember 2012 dimulai dari survei awal,
penyusunan kerangka sampling, penyusunan kuesioner, uji coba kuesioner,
pengumpulan data primer dan sek