Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi. c.
Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari Nocturia dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya : 1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa
urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram. 2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi menggigil, nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
Pengkajian Riwayat Keperawatan
Suspect BPH
umur 60 tahun
Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa Jika frekuensi dan noctoria tak
disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
BPH
hematuri
1. Pemeriksaan Fisik
Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
Distensi kandung kemih
Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine
Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien
ingin buang air kecil retensi urine
Perkusi : Redup
residual urine
Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretrafemosis.
Pemeriksaan Rectal Toucher Colok Dubur
posisi knee chest
Syarat :
buli-buli kosongdikosongkan Tujuan
: Menentukan konsistensi prostat
Menentukan besar prostat
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk a.
Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne
Prostat Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologi a.
Intra Vena Pyelografi IVP : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal c.
Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureterstriktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinakganas
3. Pemeriksaan Endoskopi. 4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli- buli
Q max : 15 mldetik
non obstruksi 10 - 15 mldetik
border line 10 mldetik
obstruktif
5. Pemeriksaan Laborat
Urinalisis test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,K, ProteinAlbumin, pH dan Urine Kultur
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
RFT
evaluasi fungsi renal
Serum Acid Phosphatase Prostat Malignancy
Diagnosa Keperawatan Pre Operasi 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi retensio urine baik akut maupun
kronis berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostatdekompresi otot detrussor ditandai dengan urine menetes, sering buang air kecil, buang air kecil
sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing secara total, distensi kandung kencing.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi mukosadistensi kandung kencingkolik renalinfeksi saluran kencing ditandai dengan keluhan
nyeri spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih kesakitan. 3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status
kesehatan serta penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan tensi, ungkapan rasa takut
4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan. 5. Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan
dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi
terbatasnya informasiinformasi yang keliru ditandai dengan pasien sering bertanya, perintah yang tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak dapat
dicegah.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari 7. Resiko injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan
8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter
yang lama
Diagnosa Keperawatan Post Operasi 1. Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah reseksi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat reseksi 3. Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi.
4. Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kateter oleh bekuan darahklot.
5. Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh Syndroma TUR berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
PerencanaanPenatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi Urine.
Intervensi: A
Non Pembedahan 1. Memperkecil gejala obstruksi
hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
1 Prostatic massage 2 Frekuensi coitus meningkat
3 Masturbasi
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor
menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin, decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting Yaitu pengawasan berkalafollow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien Indikasi
: BPH dengan IPPS Ringan Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan
ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang
digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a Hypoxis rosperi rumput b Serenoa repens palem
c Curcubita pepo waluh
b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgenanti androgen : a Inhibitor 5 alfa reduktase
b Anti androgen c Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Blokerobat penurun tekanan diuretra-
prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6. Bila terjadi retensi urine a.
Kateterisasi Intermiten
Indwelling b. Dilakukan pungsi blass
c. Dilakukan cystostomy
7. Prostetron Trans Uretral Microwave ThermoterapyTUMT B. Pembedahan
1. Trans Uretral Reseksi Prostat : 90 - 95
2. Open Prostatectomy : 5 - 10
BPH yang besar 50 - 100 gram Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar 2,5cm, multiple. Fasilitas TUR tak ada. Mortalitas Pembedahan BPH
0 - 1 KAUSA : Infark Miokatd Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive Kepuasan Klien : 66 – 95
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri beratberulang
Herniahemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil
Sindroma prostatisme yang progresif
Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang Kontra Indikasi
IMA
CVA akut
Tujuan :
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
Memperbaiki kualitas hidup
1 Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial. Keuntungan :
Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
Tak perlu insisi pembedahan
Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
Kemungkinan trauma urethra strictura urethra.
2 Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
3 Perianal Prostatectomy
Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
4 Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy PRE OPERATIF CARE
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi yang akurat pada klien
Type pembedahan
Jenis anesthesi
TUR – P, general spina anesthesi
Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation CBI. Persiapan orerasi lainnya yaitu :
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
Pemasangan infus dan puasa
Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
Pemberian Anti Biotik
Surat Persetujuan Operasi Informed Concern.
POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway : Bebaskan jalan fafas
Posisi kepala ekstensi Breathing: Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi pernafasan Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan
produksi urine pada fase awal 6jam paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitorinterval bisa 3 jam sekali Bila tensi turun, nadi meningkat kecil, produksi urine merah pekat
harus waspada terjadinya perdarahan
segera cek Hb dan lapor
dokter. Tensi meningkat dan nadi menurun bradikardi, kadar natrium
menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR
segera lapor dokter. Bila produksi urine tidak keluar menurun dicari penyebabnya
apakah kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine
dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan
tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennensdilepas dan bila
produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih. Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan. Cek lab : Hb, RFT, NaK dan kultur urine.
2. Pemberian Anti Biotika
Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum
operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari
hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan
antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3. Perawatan Kateter Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang treeway catheter ukuran 24 Fr. Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan 2. untuk melakukan irigasispoling
3. untuk keluarnya cairan urine dan cairan spoling.
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg.
Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan
ke paha bagian proximalke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan
dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli- buli karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spolingirigasi : 1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter 3. Cairan yang digunakan spoling H
2
O PZ Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus
diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas : 1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih pada TUR sehingga masih terdapat obstruksi.
A. TUR – P Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 –
40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder
kontraksi
nyeri spasme CBI Continuous Bladder Irigation dengan normal salin
mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya
Ketika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran
normal Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris
meningkat intake cairan minimal 3000 mlhari
membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih.
B. OPEN PROSTATECTOMY Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme
atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial bleeding
urine kemerahan saos + clotting Venous bleeding
urine seperti anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound
infection, pelvic abcess Suprapubic prostatectomy
Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic
klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan
Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op
Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh
miksi dan dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
EVALUASI Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi
urinari adalah : 1. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen
2. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan 3. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Linda Jual. 1995. Rencana Asuhan Dokumentasi Keperawatan
terjemahan. PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan terjemahan. PT EGC.
Jakarta.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume
I terjemahan. PT EGC. Jakarta.
Hardjowidjoto S. 1999.Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press.
Surabaya
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume I.
terjemahan.Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
TINJAUAN KASUS I.
PENGKAJIAN
Waktu : 2 April 2002
Tempat : Ruang Bedah D Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.
1. IDENTITAS PASIEN