Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan Endoskopi. 4. Pemeriksaan Uroflowmetri Pemeriksaan Laborat 

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari Nocturia dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Derajat Benigne Prostat Hyperplasia Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya : 1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram. 2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi menggigil, nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram. 3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram. 4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis. Pengkajian Riwayat Keperawatan  Suspect BPH  umur 60 tahun  Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.  Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.  BPH  hematuri

1. Pemeriksaan Fisik

 Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.  Distensi kandung kemih  Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik  retensi urine  Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil  retensi urine  Perkusi : Redup  residual urine  Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretrafemosis.  Pemeriksaan Rectal Toucher Colok Dubur  posisi knee chest Syarat : buli-buli kosongdikosongkan Tujuan : Menentukan konsistensi prostat Menentukan besar prostat

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak Beberapa Pemeriksaan Radiologi a. Intra Vena Pyelografi IVP : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli. Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter

b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal c.

Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureterstriktur uretra.

d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai

pembesaran prostat jinakganas

3. Pemeriksaan Endoskopi. 4. Pemeriksaan Uroflowmetri

Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli- buli Q max : 15 mldetik  non obstruksi 10 - 15 mldetik  border line 10 mldetik  obstruktif

5. Pemeriksaan Laborat 

Urinalisis test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,K, ProteinAlbumin, pH dan Urine Kultur Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.  RFT  evaluasi fungsi renal  Serum Acid Phosphatase  Prostat Malignancy Diagnosa Keperawatan Pre Operasi 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi retensio urine baik akut maupun kronis berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostatdekompresi otot detrussor ditandai dengan urine menetes, sering buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing secara total, distensi kandung kencing. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi mukosadistensi kandung kencingkolik renalinfeksi saluran kencing ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih kesakitan. 3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan serta penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan tensi, ungkapan rasa takut 4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan. 5. Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi terbatasnya informasiinformasi yang keliru ditandai dengan pasien sering bertanya, perintah yang tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak dapat dicegah. 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari 7. Resiko injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan 8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter yang lama Diagnosa Keperawatan Post Operasi 1. Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah reseksi. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat reseksi 3. Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi. 4. Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kateter oleh bekuan darahklot. 5. Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh Syndroma TUR berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan. PerencanaanPenatalaksanaan Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi Urine. Intervensi: A Non Pembedahan 1. Memperkecil gejala obstruksi  hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat. 1 Prostatic massage 2 Frekuensi coitus meningkat 3 Masturbasi 2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun. 3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin, decongestan. 4. Observasi Watchfull Waiting Yaitu pengawasan berkalafollow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan Baseline data normal Flowmetri non obstruksi 5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker. a. Fito Terapi a Hypoxis rosperi rumput b Serenoa repens palem c Curcubita pepo waluh b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgenanti androgen : a Inhibitor 5 alfa reduktase b Anti androgen c Analog LHRH c. Pemberian obat Golongan Alfa Blokerobat penurun tekanan diuretra- prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin 6. Bila terjadi retensi urine a. Kateterisasi  Intermiten Indwelling b. Dilakukan pungsi blass c. Dilakukan cystostomy 7. Prostetron Trans Uretral Microwave ThermoterapyTUMT B. Pembedahan 1. Trans Uretral Reseksi Prostat : 90 - 95 2. Open Prostatectomy : 5 - 10 BPH yang besar 50 - 100 gram  Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar 2,5cm, multiple. Fasilitas TUR tak ada. Mortalitas Pembedahan BPH 0 - 1 KAUSA : Infark Miokatd Septikemia dengan Syok Perdarahan Massive Kepuasan Klien : 66 – 95 Indikasi Pembedahan BPH  Retensi urine akut  Retensi urine kronis  Residual urine lebih dari 100 ml  BPH dengan penyulit  Hydroneprosis  Terbentuknya Batu Buli  Infeksi Saluran Kencing Berulang  Hematuri beratberulang  Herniahemoroid  Menurunnya Kualitas Hidup  Retensio Urine  Gangguan Fungsi Ginjal  Terapi medikamentosa tak berhasil  Sindroma prostatisme yang progresif  Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif  Flow. Max kurang dari 10 ml  Kurve berbentuk datar  Waktu miksi memanjang Kontra Indikasi  IMA  CVA akut Tujuan :  Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli  Memperbaiki kualitas hidup 1 Trans Uretral Reseksi Prostat  90 - 95 Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial. Keuntungan :  Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan  Tak perlu insisi pembedahan  Hospitalisasi dan penyebuhan pendek Kerugian :  Jaringan prostat dapat tumbuh kembali  Kemungkinan trauma urethra  strictura urethra. 2 Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy  Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih 3 Perianal Prostatectomy  Pembesaran prostat disertai batu buli-buli  Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif  Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat 4 Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy PRE OPERATIF CARE Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi yang akurat pada klien  Type pembedahan  Jenis anesthesi  TUR – P, general spina anesthesi  Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation CBI. Persiapan orerasi lainnya yaitu :  Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit  Pemeriksaan EKG  Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.  Pemeriksaan Uroflowmetri  Bagi penderita yang tidak memakai kateter.  Pemasangan infus dan puasa  Pencukuran rambut pubis dan lavemen.  Pemberian Anti Biotik  Surat Persetujuan Operasi Informed Concern. POST OPERATIF CARE Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien : 1. Airway : Bebaskan jalan fafas Posisi kepala ekstensi Breathing: Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan Observasi pernafasan Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal 6jam paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat. Bila pada fase awal stabil, monitorinterval bisa 3 jam sekali Bila tensi turun, nadi meningkat kecil, produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya perdarahan  segera cek Hb dan lapor dokter. Tensi meningkat dan nadi menurun bradikardi, kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR  segera lapor dokter. Bila produksi urine tidak keluar menurun dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah  terjadi retensi urine dalam buli-buli  lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennensdilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih. Bila perlu Analisa Gas Darah Apakah terjadi kepucatan, kebiruan. Cek lab : Hb, RFT, NaK dan kultur urine. 2. Pemberian Anti Biotika  Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.  Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia. 3. Perawatan Kateter Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang treeway catheter ukuran 24 Fr. Ketiga lubang tersebut gunanya : 1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan 2. untuk melakukan irigasispoling 3. untuk keluarnya cairan urine dan cairan spoling. Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian proximalke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter. Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli- buli karena mengalami ischemia. Tujuan pemberian spolingirigasi : 1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar. 2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter 3. Cairan yang digunakan spoling H 2 O PZ Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas. Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri. Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas : 1. Terbentuknya bekuan darah 2. Pengerokan prostat kurang bersih pada TUR sehingga masih terdapat obstruksi. A. TUR – P Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi  nyeri spasme CBI Continuous Bladder Irigation dengan normal salin  mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya Ketika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran  normal Post TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris  meningkat  intake cairan minimal 3000 mlhari  membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih. B. OPEN PROSTATECTOMY Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam Arterial bleeding  urine kemerahan saos + clotting Venous bleeding  urine seperti anggur  traction kateter Vetropubic prostatectomy Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat  deep wound infection, pelvic abcess Suprapubic prostatectomy  Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic  klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan  Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op  Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat EVALUASI Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi urinari adalah : 1. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen 2. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan 3. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine. 4. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Linda Jual. 1995. Rencana Asuhan Dokumentasi Keperawatan terjemahan. PT EGC. Jakarta. Doenges, et al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan terjemahan. PT EGC. Jakarta. Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I terjemahan. PT EGC. Jakarta. Hardjowidjoto S. 1999.Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume I. terjemahan.Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta. TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN Waktu : 2 April 2002 Tempat : Ruang Bedah D Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.

1. IDENTITAS PASIEN