Herpes Zoster Pada Wanita Hamil

Laporan Kasus
HERPES ZOSTER PADA WANITA HAMIL
dr. Riana Miranda Sinaga, SpKK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1 LAPORAN KASUS ................................................................................................................. 3 DISKUSI .................................................................................................................................. 4 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 7
Universitas Sumatera Utara

HERPES ZOSTER PADA WANITA HAMIL
PENDAHULUAN Herpes zoster (HZ) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-Zoster,
umumnya mengenai kulit dan mukosa, terjadi sebagai akibat dari reaktivasi dari virus Varisela Zoster. Herpes zoster dapat terjadi pada semua umur namun sering terjadi pada populasi usia tua.1-4 Herpes zoster juga dijumpai pada wanita hamil namun jarang terjadi, diperkirakan terjadi sekitar 1 dari 10.000 wanita hamil atau sekitar 0,1% .5
Beberapa pendapat menyatakan bahwa herpes zoster pada wanita hamil jarang sekali menyebabkan kecacatan pada bayi dalam kandungan. Menurut Enders dan kawan-kawan (1994) melaporkan bahwa tidak ada kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir dari 366 wanita hamil dengan herpes zoster.5
Patogenesis HZ belum sepenuhnya diketahui. Setelah terjadi varisela (yang biasanya mendahului terjadinya infeksi HZ) maka virus varisela zoster (VVZ) akan pindah dari lesi kulit dan mukosa ke ujung saraf sensoris yang berdekatan dan ditransportasikan secara sentripetal ke ganglion saraf sensoris dan seterusnya dorman pada sel ganglia saraf dorsal atau saraf kranial dalam keadaan tidak menular dan tidak atau sedikit bereplikasi/bermultiplikasi sampai pada suatu saat akan terjadi reaktivasi virus sehingga menimbulkan gejala pada kulit. Pada saat reaktivasi, virus bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Virus kemudian menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui saraf sensoris sampai ke kulit dan menimbulkan gejala klinis. HZ umumnya terjadi pada dermatom dimana sebelumnya merupakan lokasi dengan ruam varisela yang terpadat. Reaktivasi ini diduga dapat disebabkan oleh paparan ulang terhadap virus varisela zoster, trauma, radioterapi, obat imunosupresan, kanker, leukemia atau terjadinya penyakit Hodgkin. Dengan kata lain varisela merupakan infeksi primer, sedangkan HZ merupakan reaktivasi VVZ laten.1,2,6
Herpes Zoster ini sering diawali dengan neuralgia pada dermatom yang akan terkena merupakan gejala prodromal yang dapat terjadi 1-3 minggu sebelum lesi kulit muncul, kemudian diikuti dengan terjadinya lesi kulit yang khas yaitu adanya vesikel yang berkelompok di atas dasar kulit yang eritematosa. Pada keadaan ini virus biasanya akan menimbulkan peradangan pada saraf sensoris yang terkena, sehingga timbul rasa nyeri setempat, sering juga disertai dengan keluhan sistemik yaitu myalgia dan demam. Gejala tersebut biasanya unilateral, terbatas pada garis tengah yang dipersarafi oleh saraf sensoris dermatom tersebut. Setelah vesikel mengalami involusi, parut dapat terbentuk jika lapisan
Universitas Sumatera Utara

dermal dan epidermal yang lebih dalam mengalami ekskoriasi. Nyeri tidak hilang bersama dengan sembuhnya eritema dan vesikuler. Dermatom yang paling sering terkena adalah torakal (55%), kranial (20%, dengan nervus trigeminal merupakan saraf tunggal yang paling sering terlibat), lumbal (15%), dan sakral (5%). 4,6,7
Herpes zoster dapat di diagnosis banding dengan herpes simpleks zosteriform, herpes simpleks, gigitan serangga, dermatitis kontak, erisipelas, folikulitis, selulitis, dan lain sebagainya.6,7
Umumnya diagnosis herpes zoster langsung dapat ditegakkan dengan anamnesis dan gambaran klinis, meskipun demikian beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis seperti Tes Tzanck. Apusan Tzanck akan memperlihatkan sel datia berinti banyak. 6,7

Pengobatan herpes zoster pada wanita hamil dikatakan sama dengan pengobatan herpes zoster untuk wanita yang tidak hamil. Adapun obat-obat anti viral tersebut berdasarkan FDA (Food and Drug Administration) termasuk dalam katagori B. Kategori B adalah kategori yang digunakan oleh US Food and Drug Administration (FDA) dimana obat tersebut belum ada diteliti pada wanita hamil namun telah dilakukan percobaan pada hewan dimana tidak menunjukan efek negatif pada janin. Penting untuk dicatat bahwa hewan tidak selalu merespon obat dengan cara yang sama dengan manusia. Oleh karena keamanan terapi antivirus selama kehamilan belum pasti maka wanita hamil dengan herpes zoster harus diobati hanya pada kasus-kasus dimana manfaat dari terapi antivirus terhadap ibu lebih besar dibandingkan potensi resikonya terhadap janin. Mayoritas wanita hamil dengan herpes zoster memiliki resiko yang lebih rendah untuk terjadinya NPH oleh karena usia yang masih muda. Penanganan rasa sakit pada daerah dermatom dapat diberikan dengan menggunakan analgesik yang poten. 4,8,9
Pada laporan kasus ini dilaporkan sebuah kasus herpes zoster pada wanita hamil.

LAPORAN KASUS

Universitas Sumatera Utara

Seorang wanita berusia 25 tahun dengan kehamilan 30-32 minggu, datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan September 2011 dengan keluhan utama timbul gelembung-gelembung berisi cairan berkelompok diatas kulit yang kemerahan, terasa nyeri pada daerah perut, punggung dan pinggang kanan sejak 2 hari sebelum datang berobat ke RS. Awalnya gelembung-gelembung kecil timbul di daerah perut kanan yang kemudian semakin bertambah banyak hingga ke daerah punggung dan pinggang kanan. Sekitar 2 hari sebelumnya pasien mengeluh badan terasa meriang, kepala sering pusing dan badan terasa pegal-pegal. Pasien menyatakan pernah menderita cacar air, tetapi lupa pada usia berapa tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis, status gizi baik, frekuensi nadi 89 x/menit, frekuensi pernafasan 22x/menit, suhu subfebris.
Berdasarkan pemeriksaan status dermatologis, pada regio hipokondrium dekstra, regio infraskapularis dekstra dan region lumbalis dekstra terdapat vesikel-vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa, segmental, unilateral.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, penderita didiagnosis banding dengan herpes zoster, varisela dan herpes simpleks zosteriform dengan diagnosis kerja adalah herpes zoster.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemberian obat antivirus. Pengobatan yang diberikan berupa analgetik antipiretik oral yaitu paracetamol 3x 500 mg dan analgetik topikal berupa lidokain topikal yang dioleskan 1x sehari. Serta pemberian antibiotika berupa amoksisilin 3 x 500 mg. Pasien dianjurkan kontrol ulang 7 hari kemudian.
Pada saat pasien kontrol 1 minggu setelah pengobatan, keluhan gelembung-gelembung berisi cairan sudah tidak ada lagi, meninggalkan luka-luka mengering/krusta. Nyeri pada daerah lesi sedikit berkurang. Pada pemeriksaan status dermatologi pada regio hipokondrium dekstra, regio infraskapularis dekstra hingga regio lumbalis dekstra didapati adanya krusta berwarna merah-kecoklatan. Pengobatan oral dihentikan. Pemberian analgetik topikal dapat di teruskan dan pengolesan dilakukan jika diperlukan. Kepada pasien sebelumnya telah diberikan roboransia oleh dokter kandungannya. Pasien dianjurkan kontrol ulang 1 minggu kemudian.
Namun pasien datang kembali 2 minggu setelah kontrol pertama. Berdasarkan pemeriksaan status dermatologis, pada regio hipokondrium dekstra, regio infraskapularis dekstra hingga regio lumbalis dekstra tidak ditemukan adanya krusta. Keluhan nyeri jarang dirasakan lagi. Setelah itu pasien tidak pernah datang berobat lagi untuk keluhan nyerinya.
Universitas Sumatera Utara

Prognosis quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia ad bonam, dan quo ad sanactionam dubia.
DISKUSI Diagnosis HZ pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran
klinis. Pada anamnesis dijumpai adanya gelembung-gelembung berisi cairan berkelompok diatas kulit yang kemerahan, terasa nyeri pada daerah perut, punggung dan pinggang kanan sejak 2 hari sebelum datang berobat ke RS. Awalnya gelembung-gelembung kecil timbul di daerah perut kanan yang kemudian semakin bertambah banyak hingga ke daerah punggung dan pinggang kanan. Sekitar 2 hari sebelumnya pasien mengeluh badan terasa meriang, kepala sering pusing dan badan terasa pegal-pegal. Pasien menyatakan pernah menderita cacar air, tetapi lupa pada usia berapa tahun. Menurut kepustakaan HZ merupakan suatu infeksi akibat reaktivasi virus varisela zoster (VVZ) yang laten di ganglia dorsalis saraf sensoris setelah didahului infeksi virus (varisela) sebelumnya. Pasien menyatakan pernah terkena penyakit cacar air sehingga disimpulkan bahwa penyakit yang dideritanya sekarang kemungkinan adalah akibat reaktivasi virus penyebab varisela tersebut. Sebelum erupsi kulit timbul, terdapat gejala-gejala prodromal berupa demam, malaise, mialgia dan nyeri di daerah kulit yang akan timbul erupsi. Walaupun sering terjadi pada popuilasi usia tua tetapi penyakit ini dapat saja menyerang semua umur.1-7
Pada pemeriksaan status dermatologis, di regio hipokondrium dekstra, regio infraskapularis dekstra dan region lumbalis dekstra dijumpai vesikel-vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa, segmental, unilateral. Berdasarkan kepustakaan gambaran klinis HZ berupa erupsi papulovesikular segmental yang berkelompok di atas dasar kulit yang eritematosa sepanjang satu atau lebih dermatom kulit yang kemudian dapat menjadi pustul, lalu pecah/mengering menjadi krusta, disertai adanya rasa nyeri. Kelainan ini biasanya disertai hiperestesia, rasa sakit atau rasa terbakar.Biasanya lesi akan timbul unilateral namun bisa juga bilateral menyeberang ke daerah kontralateral dari lesi.5

Pada penderita tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, karena diagnosis sudah dapat ditegakkan baik berdasarkan anamnesis maupun dari pemeriksaan dermatologis. Menurut kepustakaan pemeriksaan penunjang seperti tes Tzanck, pemeriksaan histopatologis, kultur virus, tes titer antibodi dan tes PCR diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan dengan lesi yang atipikal. Pemeriksaan darah rutin tidak membantu mendiagnosis.6,7
Diagnosis banding varisela dapat disingkirkan karena pada varisela terdapat lesi diseluruh tubuh dimana lesi berdistribusi secara sentrifugal berupa vesikel yang tersebar satu-
Universitas Sumatera Utara

satu (diskret) dengan bentuk lesi yang polimorfis dan sering mengenai selaput lendir terutama mulut.5
Herpes simpleks zosteriform merupakan bentuk infeksi VHS yang rekuren, dengan gambaran klinis yang dapat menyerupai herpes zoster jika terjadi pada suatu distribusi dermatomal. Oleh karena itu berdasarkan anamnesis akan didapatkan adanya riwayat lesi herpes pada daerah oral atau perioral (umumnya akibat VHS tipe-1) ataupun pada daerah genital (umumnya akibat VHS-tipe 2). Namun berdasarkan anamnesis, riwayat keluhan seperti ini tidak dijumpai pada pasien.5,10
Pengobatan HZ bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan, membatasi derajat keparahan dan durasi nyeri akut maupun kronis, serta menurunkan komplikasi. Pada pasien ini tidak dilakukan pemberian obat antivirus oleh karena berdasarkan kepustakaan keamanan terapi antivirus selama kehamilan belum diketahui dengan pasti. Pengobatan yang diberikan berupa pemberian analgetik antipiretik oral yaitu paracetamol 3 x 500 mg dan analgetik topikal berupa lidokain topikal yang dioleskan 1x sehari yang berdasarkan kepustakaan bertujuan untuk mengatasi rasa nyeri dan katagori yang aman dipakai untuk wanita hamil yang menderita herpes zoster . Serta pemberian antibiotika berupa amoksisilin 3x 500 mg yang berdasarkan kepustakaan bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.4
Pasien datang:

Kontrol I (1 minggu setelah pengobatan):

Universitas Sumatera Utara

Kontrol II (2 minggu setelah pengobatan) :
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara

1. Eastern JS, et al. Herpes Zoster,2011. In : http://emedicine.medscape.com. 2. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster (singles) and
Post Herpetic Neuralgia. American Family Physician 2000 http://www.aafp.org/afp/20000415/2437.html 3. Sampathkumar P, Drage LA, Martin DP. Herpes Zoster (Shingles) and Postherpetic Neuralgia. Mayo Clinic Proceedings.2009(84)(3)p.274-80 4. Daili SF, Makes WIB. Infeksi Virus Herpes. Balai Penerbit FKUI.Jakarta;2002.h.190221. 5. Bernstein PS, Earden PV. Varicella Zoster Infections in Pregnancy.2003. Di unduh dari : http://www. medscape.com 6. Straus SE, Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. Dalam Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds. Fitzpatrick's Dermatology in general medicine, edisi ke-7. New York: McGraw-Hill, 2008:1885-98. 7. James WD, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Andrews’s Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-10. Philadelphia: WB Saunders; 2006. h. 376-420. 8. Dworkin RH et al. Recommendations for The Management of Herpes Zoster. Clin Infect Dis .2007;p1.26. Diunduh dari: http://www.ngc.gov/content.aspx?id=10222. 9. Schoenstadt A. Herpes Zoster During Pregnancy.2007. Di unduh dari : http://herpes.emedtv.com/herpes-zoster/herpes-zoster-during-pregnancy.html 10. Koh MJA, Seah PP, Teo RYL. Zosteriform herpes simplex. Singapore Med J 2008;49(2):e59-60.
Universitas Sumatera Utara