PENGALAMAN PASIEN SPINAL CORD INJURY DALAM PENGGUNAAN INTERMITTENT CATHETER DI RSO Prof. Dr. R SOEHARSO SURAKARTA

(1)

i

PENGALAMAN PASIEN SPINAL CORD INJURY DALAM

PENGGUNAAN INTERMITTENT CATHETER

DI RSO Prof. Dr. R SOEHARSO SURAKARTA

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

DEWI SURYANDARI 20141050045

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

DEWI SURYANDARI 20141050045

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN Tesis

PENGALAMAN PASIEN SPINAL CORD INJURY DALAM

PENGGUNAAN INTERMITTENT CATETHER

DI RSO Prof. Dr. R SOEHARSO SURAKARTA

Telah diseminarkan dan diujikan pada: 5 November 2016

Oleh:

DEWI SURYANDARI NIM 20141050045

Penguji

Dr.dr. Arlina Dewi, M.Kes.,AAK (………..)

Azizah Khoiriyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep (………..)

Novita Kurnia Sari, S.Kep., Ns., M.Kep (………..)

Mengetahui

Ketua Program Studi Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(4)

iii Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Dewi Suryandari

NIM : 20141050045

Judul Tesis: Pengalaman pasien Spinal Cord Injury dalam Penggunaan Intermittent Catheter di RSO Prof Dr R Soeharso Surakarta.

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

2. Semua sumber yang saya cantumkan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Yogyakarta, November 2016 Dewi Suryandari


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puja dan Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Pengalaman pasien spinal cord injury dalam penggunaan intermittent catether di RSO Prof. DR. R Soeharso Surakarta”. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada :

1. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc, selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Fitri Arofiati, S.Kep.,Ns.,MAN.,Ph.D selaku Ketua Program Studi Megister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes., AAK, selaku pembimbing I yang telah

meluangkan untuk membimbing dan mengarahkan sampai tersusunnya tesis.

4. Azizah Khoiriyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep sebagai pembimbing II yang telah membimbing dengan sabar dan tanggung jawab sampai tersusunnya tesis ini.


(6)

v tesis.

6. Direktur, kepala bidang keperawatan, kepala bidang diklat beserta seluruh staff RSO Prof Dr R Soeharso Surakarta yang telah memberikan ijin dan membantu pelaksanaan penelitian.

7. Teman-teman Program Studi Magister Keperawatan angkatan ke-5 yang telah memberikan dukungan dan semangatnya dalam penyusunan tesis ini.

8. Almarhum Ayahandaku tercinta dan ibu, yang selalu memberikan pelajaran kehidupan dan menanamkan kebaikan serta pentingnya suatu ilmu dan pendidikan.

9. Suami tercinta dan anak-anakku tersayang serta keluarga besarku dan suamiku yang senantiasa memberikan semangat dan doa sehingga tesis ini dapat selesai.

10. Dwi ariadni, M.Kep yang telah memberikan arahan tentang suatu ilmu yang benar-benar bermanfaat.

11. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan tesis ini.


(7)

vi

Penulis berharap semoga kebaikan semua pihak yang telah membantu mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Wassalamu’alaikum.wr. wb.

Yogyakarta, November 2016 Penulis,


(8)

vii

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN………. ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS………. iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR GAMBAR……… ix

DAFTAR TABEL……… x

DAFTAR SINGKATAN……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xii

ABSTRAK………. xiii

ABSTRACT……….. xv

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III METODE PENELITIAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 4

C. Tujuan Penelitian ………. 4

D. Manfaat Penelitian ………... 5

E. Penelitian Terkait……….. 6

A. Landasan Teori 1.Spinal Cord Injury………. 2.Kemandirian ………. 3.Keterampilan ………. 10 21 25 B. Kerangka Teori ……… 29

C. Pertanyaan Penelitian ……….. 30

A. Desain Penelitian ………. 31

B. Informan ………. 32

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 33


(9)

viii BAB

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

E. Uji Validitas dan Reliabilitas……… 34

F. Cara Pengumpulan Data ……….. 38

G. Jalannya Penelitian ……….. 40

H. Pengolahan dan Metode Analisis Data ……… 43

I. Etika Penelitian ……… 45

A. Hasil Penelitian 1.Gambaran Lokasi Penelitian………. 2.Karakteristik Informan ………. 3.Hasil Analisa Data Kualitatif ……… 47 49 53 B. Pembahasan ………. 74

C. Keterbatasan Penelitian ……….. 89

A. Kesimpulan ………. 90


(10)

ix

Gambar 2.1 Tulang Belakang Manusia 11

Gambar 2.2 Sistem Perkemihan 13

Gambar 2.3 Kerangka Teori 29

Gambar 3.1 Alur Penelitian 43

Gambar 4.1 Gangguan persyarafan yang dialami setelah mengalami SCI

56 Gambar 4.2 Harapan tentang kesembuhan dari

penyakitnya serta kendala yang dialami pasien terhadap penyakitnya

59

Gambar 4.3 Ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien terhadap SCI

61 Gambar 4.4 Pengetahuan pasien tentang IC dan Prosedur

Pemasangan IC

64 Gambar 4.5 Pentingnya Dukungan Keluarga dan Tenaga

Kesehatan

68 Gambar 4.6 Komponen Penyuluhan dalam Penggunaan

IC pada pasien SCI

70 Gambar 4.7 Perilaku pasien dengan SCI terhadap

penggunaan IC


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Utama 50 Tabel 4.2 Informasi Karakteristik Informan Utama 51 Tabel 4.3 Karakteristik Informan Pendamping 52


(12)

xi AIS ASIA Impairment Scale BI Barthel Indeks

CIC Clean Intermittent Catheter

Fr Frankle

IC Intermittent Catheter

ICP Intermittent Catheter Program ISC Intermittent Self-Catheter ISK Infeksi Saluran Kemih

SCDNT Self Care Defisit Nursing Theory SCI Spinal Cord Injury

SFN Society for Neuroscience SIC Sterile Intermittent Catheter USG Ultrasonography

UTI Urinary Tract Infecsion VC Vertebra Cervicalis VL Vertebra Lumbal Vth Vertebra Thorakalis


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden Lampiran II Persetujuan menjadi Responden

Lampiran III Profil Responden

Lampiran IV Surat Ijin Studi Pendahuluan Lampiran V Surat Ijin Penelitian

Lampiran VI Daftar Hadir tim TPEK RS Lampiran VII Formulir Tanggapan Tim TPEK Lampiran VIII Surat Keterangan Hasil Uji Etik

Lampiran IX Surat Keterangan Pengambilan Data RS Lampiran X Lembar Monitoring Penelitian


(14)

xiii

Dewi suryandari1, Arlina Dewi2, Azizah Khoiriyati2

Mahasiswa Magister Universitas Muhammadiyah Surakarta1, Dosen PascaSarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2

Abstrak

Latar belakang : Kasus Spinal Cord Injury (SCI) yang terjadi di Amerika Serikat paling banyak terjadi karena kasus kecelakaan bermotor. Konsekuensi yang berkaitan yaitu cedera, termasuk hilangnya fungsi motorik, perubahan hormonal, perubahan sirkulasi darah, gangguan kandung kemih, fungsi usus, fungsi seksual, nyeri, gangguan tidur, kecemasan dan depresi. Pada pasien SCI, manajemen kandung kemih menjadi hal yang penting dimana intermittent catheter (IC) merupakan salah satu prosedur yang digunakan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengalaman pasien SCI dalam penggunaan IC.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah pasien dengan SCI di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta yang dilakukan wawancara pada saat sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang IC, setelah diberikan pendidikan kesehatan dan kontrol pertama di poli. Hasil : Hasil penelitian pada wawancara pertama, kedua dan ketiga di dapatkan 7 tema ) gangguan persyarafan yang dialami setelah mengalami SCI, 2) perilaku pasien SCI terhadap penggunaan IC, 3) komponen penyuluhan dalam penggunaan IC pada pasien SCI, 4) ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien SCI terhadap kondisinya, 5) pentingnya dukungan keluarga dan tenaga kesehatan, 6) harapan tentang kesembuhan dari penyakitnya serta kendala yang dialami pasien terhadap keadaannya setelah menggalami SCI, 7) pengetahuan pasien tentang IC dan prosedur pemasangan IC.

Kesimpulan : Keberhasilan penggunaan IC pada pasien SCI bergantung pada gangguan persyarafan yang dialami pasien setelah mengalami SCI, harapan tentang kesembuhan dari penyakitnya serta kendala yang dialami pasien terhadap penyakitnya setelah mengalami SCI, perilaku pasien SCI terhadap penggunaan IC, ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien terhadap SCI dalam penggunaan kateter, pengetahuan pasien tentang IC dan prosedur pemasangan IC, pentingnya dukungan keluarga dan tenaga kesehatan sebagai edukator dalam proses


(15)

xiv

pemasangan IC, komponen penyuluhan dalam penggunaan IC pada pasien SCI kurang informative dan ringkas, perilaku patuh pasien dengan SCI terhadap penggunaan IC.


(16)

xv

Dewi suryandari1, Arlina Dewi2, Azizah Khoiriyati2

Master Student at University Muhammadiyah of Yogyakarta, Master lecturer of Nursing at the University Muhammadiyah of Yogyakarta

Abstract

Background: The Case of Spinal Cord Injury (SCI) that occurred in the United States the most common for cases of motor accidents. The consequences are related injuries, including loss of motor function, hormonal changes, changes in blood circulation, impaired bladder, bowel function, sexual function, pain, sleep disorders, anxiety and depression. On the client SCI, bladder management becomes important where the intermittent catheter (IC) is one of the procedures used. The purpose of this study to determine the client SCI experience in the use of IC.

Methods: This study used a qualitative method with phenomenological approach. Informants in this study is a client with SCI in RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta conducted interviews at the time before being given health education about IC, after being given health education and the first control in poly.

Results: The results in the first interview, second and third in the get 7 themes which nerve disorder experienced after a SCI, expectations about the healing of disease and the constraints experienced by patients against the disease, discomfort and anxiety felt by patient against SCI, Knowledge patients about IC and IC Installation Procedures, the Importance of Family Support and Health Workers, Component Extension in the use of IC in SCI patients, patients with SCI attitude towards the use of IC.

Conclusion: The success of the use of IC in SCI patients depending on the nerve disorder experienced by clients after a SCI, expectations about the healing of disease and the constraints experienced by patients against the disease, discomfort and anxiety felt by the client to the SCI in the use of the catheter, the client's knowledge about IC and IC installation procedure, the importance of family support and health care workers as an educator in the process of mounting the IC, IC component in the use of counseling to clients SCI less informative and concise, submissive behavior SCI clients with the use of the IC.


(17)

xiii

PENGALAMAN PASIEN SPINAL CORD INJURY

DALAM PENGGUNAAN INTERMITTENT CATETHER

DI RSO Prof. Dr. R SOEHARSO SURAKARTA Dewi suryandari1, Arlina Dewi2, Azizah Khoiriyati2

Mahasiswa Magister Universitas Muhammadiyah Surakarta1, Dosen PascaSarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2

Abstrak

Latar belakang : Kasus Spinal Cord Injury (SCI) yang terjadi di Amerika Serikat paling banyak terjadi karena kasus kecelakaan bermotor. Konsekuensi yang berkaitan yaitu cedera, termasuk hilangnya fungsi motorik, perubahan hormonal, perubahan sirkulasi darah, gangguan kandung kemih, fungsi usus, fungsi seksual, nyeri, gangguan tidur, kecemasan dan depresi. Pada pasien SCI, manajemen kandung kemih menjadi hal yang penting dimana intermittent catheter (IC) merupakan salah satu prosedur yang digunakan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengalaman pasien SCI dalam penggunaan IC.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah pasien dengan SCI di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta yang dilakukan wawancara pada saat sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang IC, setelah diberikan pendidikan kesehatan dan kontrol pertama di poli. Hasil : Hasil penelitian pada wawancara pertama, kedua dan ketiga di dapatkan 7 tema ) gangguan persyarafan yang dialami setelah mengalami SCI, 2) perilaku pasien SCI terhadap penggunaan IC, 3) komponen penyuluhan dalam penggunaan IC pada pasien SCI, 4) ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien SCI terhadap kondisinya, 5) pentingnya dukungan keluarga dan tenaga kesehatan, 6) harapan tentang kesembuhan dari penyakitnya serta kendala yang dialami pasien terhadap keadaannya setelah menggalami SCI, 7) pengetahuan pasien tentang IC dan prosedur pemasangan IC.

Kesimpulan : Keberhasilan penggunaan IC pada pasien SCI bergantung pada gangguan persyarafan yang dialami pasien setelah mengalami SCI, harapan tentang kesembuhan dari penyakitnya serta kendala yang dialami pasien terhadap penyakitnya setelah mengalami SCI, perilaku pasien SCI terhadap penggunaan IC, ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien terhadap SCI dalam penggunaan kateter, pengetahuan pasien tentang IC dan prosedur pemasangan IC, pentingnya dukungan keluarga dan tenaga kesehatan sebagai edukator dalam proses


(18)

xiv


(19)

xv

EXPERIENCE OF SPINAL CORD INJURY USE OF INTERMITTENT CATETHER

IN RSO Prof. Dr. R SOEHARSO SURAKARTA Dewi suryandari1, Arlina Dewi2, Azizah Khoiriyati2

Master Student at University Muhammadiyah of Yogyakarta, Master lecturer of Nursing at the University Muhammadiyah of Yogyakarta

Abstract

Background: The Case of Spinal Cord Injury (SCI) that occurred in the United States the most common for cases of motor accidents. The consequences are related injuries, including loss of motor function, hormonal changes, changes in blood circulation, impaired bladder, bowel function, sexual function, pain, sleep disorders, anxiety and depression. On the client SCI, bladder management becomes important where the intermittent catheter (IC) is one of the procedures used. The purpose of this study to determine the client SCI experience in the use of IC.

Methods: This study used a qualitative method with phenomenological approach. Informants in this study is a client with SCI in RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta conducted interviews at the time before being given health education about IC, after being given health education and the first control in poly.

Results: The results in the first interview, second and third in the get 7 themes which nerve disorder experienced after a SCI, expectations about the healing of disease and the constraints experienced by patients against the disease, discomfort and anxiety felt by patient against SCI, Knowledge patients about IC and IC Installation Procedures, the Importance of Family Support and Health Workers, Component Extension in the use of IC in SCI patients, patients with SCI attitude towards the use of IC.

Conclusion: The success of the use of IC in SCI patients depending on the nerve disorder experienced by clients after a SCI, expectations about the healing of disease and the constraints experienced by patients against the disease, discomfort and anxiety felt by the client to the SCI in the use of the catheter, the client's knowledge about IC and IC installation procedure, the importance of family support and health care workers as an educator in the process of mounting the IC, IC component in the use of counseling to clients SCI less informative and concise, submissive behavior SCI clients with the use of the IC.


(20)

1 A. Latar Belakang

Kasus Spinal Cord Injury (SCI) di Amerika Serikat sekitar 200.000 orang dan sekitar 10.000 kasus SCI terjadi karena kasus kecelakaan bermotor. Sekitar 6.000 kasus baru muncul setiap tahun di Brazil. Kasus SCI dinegara Eropa adalah sekitar 19,4 per juta penduduk per tahun (9700), sedangkan prevalensinya sekitar 252 per juta penduduk (126.000). Penduduk dengan usia dewasa muda memiliki risiko lebih tinggi terkena SCI traumatis. Pasien akan mengalami konsekuensi dari cedera, termasuk hilangnya fungsi motorik, perubahan hormonal, perubahan sirkulasi darah, gangguan kandung kemih, usus dan fungsi seksual, kronis nyeri, tidur terganggu, kelenturan, kecemasan dan depresi (Baastrup & Finnerup, 2012; Vasconselos et al, 2013).

Manajemen kandung kemih pada pasien SCI merupakan hal penting dalam program rehabilitasi dan merupakan salah satu manajemen untuk menjaga kelangsungan hidup. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan seperti kapasitas


(21)

2

fisik dan status sosial budaya pasien, tingkat dan keparahan cedera. Manajemen kandung kemih menurut Spinal Injuries Association adalah proses untuk mengajarkan individu untuk mengelola dan mengosongkan kandung kemih.

Menurut Akkoc et al (2013), manajemen kandung kemih sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan SCI. Salah satu manajemen kandung kemih adalah intermittent catheter (IC). Penggunaan IC sangat popular di Amerika pada tahun 1972-2005. Fungsi penggunaan kateter adalah untuk pengelolaan retensi urin dan untuk mengurangi gejala inkontinensia urin. Clean Intermittent Catheter (CIC) adalah metode yang dapat diandalkan dan efektif dalam pasien SCI. Metode CIC merupakan salah satu metode yang disukai dalam proses tindak lanjut dalam jangka panjang (Yilmaz et al, 2014).

CIC dan Steril Intermittent Catheter (SIC) direkomendasikan sebagai standar kriteria oleh pedoman yang berbeda untuk pengelolaan saluran kemih bagian bawah di pasien dengan SCI. IC adalah prosedur yang dapat diterima secara sosial, pasien dapat melakukan bila diperlukan dan tidak harus membawa kateter dan kantong dengan diri mereka sendiri (Yilmaz et al, 2014). IC dianggap sebbagai suatu standar yang dapat


(22)

dipergunakan untuk membantu mengeluarkan urin dalam kandung kemih. Individu dapat melakukan pemasangan atau penggunaan IC secara mandiri dan menggunakan kateter dimana saja.

Penggunaan kateter secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih (Salameh, Mohajer & Daroucihe, 2015; Krassioukov et al, 2015). CIC merupakan salah satu tindakan yang digunakan untuk meminimalisir terjadinya infeksi. Pendidikan kesehatan sangat penting dilakukan dalam kepatuhan pemasangan kateter (Yilmaz B, et al, 2014).

Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989), salah satu peran perawat adalah sebagai pendidik. Perawat membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Burke & Mancuso (2012) dalam O’Shaughnessy, M. (2014)). Pendidikan kesehatan pada pasien SCI difokuskan pada self care atau perawatan diri sendiripasiensehingga pengetahuan pasien meningkat.

Jumlah penderita SCI di RS Prof. Dr. R Soeharso Surakarta berdasarkan data rekam medik yakni 139 pasien selama bulan Februari 2015-2016. Fenomena yang ada di RSO adalah banyaknya pasien dengan SCI yang mengalami gangguan eliminasi


(23)

4

berkemih dan mengharuskan pasien menggunakan kateter dalam waktu jangka pendek ataupun panjang. Pasien dengan SCI di RS Prof. Dr. R Soeharso Surakarta diberikan edukasi mengenai penggunaan IC sebelum pasien pulang yag diberikan pada keluarga dan pasien. Akan tetapi pasien belum diajarkan secara mandiri untuk pemasangan IC. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang Parang Seling, bahwa evaluasi saat kunjungan kembali/ kontrol mengenai penggunaan IC pada pasien yang diajarkan kepada keluarga dan pasien juga belum terlaksana.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu “ Pengalaman pasien Spinal Cord Injury dalam penggunaan Intermittent Catheter di RSO Prof. Dr.R Soeharso Surakarta”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Pengalaman pasien Spinal Cord Injury dalam penggunaan Intermittent Catheter di RSO Prof. Dr.R Soeharso Surakarta.


(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi keperawatan dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada pasien SCI dengan gangguan berkemih yang menggunakan IC. 2. Manfaat praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber acuan tentang penelitian terutama di bidang keperawatan medikal bedah dalam sistem musculoskeletal.

b. Bagi institusi pelayanan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan bagi pasien SCI dan memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan pasien.

c. Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama, tetapi dengan metode yang berbeda.


(25)

6

E. Penelitian Terkait

1. Afsar et al, (2013) Compliance with clean intermittent catheterization in spinal cord injury patients: a long-term follow-up study. Dengan jumlah sampel 164 pasien, desain studi retrospektif dari catatan medis. Kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa CIC adalah metode yang dapat diandalkan dan efektif dalam pasien SCI. Pemasangan kateter dan tindak lanjut diperlukan untuk mempertahankan kepatuhan pasien.

Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .

2. Akkoc et al, ( 2013) Effects of different bladder management methods on the quality of life in patients with traumatic spinal cord injury. Jumlah sampel 195, desain studi Multicenter, studi cross-sectional. Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah kualitas hidup pada pasien SCI terutama dipengaruhi efek negatif pada status emosional, fisik dan keterbatasan sosial dalam aktivitas.

Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .


(26)

3. Kriz J & Relichova K (2014) Intermittent self-catheterization in tetraplegic patients:a 6-year experience gained in the spinal cord unit in Prague. Jumlah sampel 412 dengan desain studi prospektif. Temuan ini menunjukkan bahwa pasien dengan SCI servikal di bawah level motor C5 dapat belajar sendiri dalam penggunaan kateter, yang meningkatkan kemandirian dan mengurangi risiko infeksi saluran kemih dan pembentukan batu.

Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .

4. Krebs J., Bartel B and Pannek J., (2013) Residual urine volumes after intermittent catheterization in men with spinal cord injury. Jumlah sampel 60, dengan desain studi prospective cross-sectional study. Dalam penelitian ini, evakuasi kandung kemih dengan IC adalah metode yang efisien, menghasilkan nol atau volume residu urin yang kecil. Sisa atau residu volume urin diamati untuk mencegah adanya UTI.

Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .

5. Cetinel B, et al( 2014) Urologic health condition of spinal cord-injured patients living in Turkey. Penelitian ini


(27)

8

menunjukkan bahwa tingkat UTI tinggi di antara pasien SCI, dan lebih umum pada wanita dengan cukup baik proporsi pasien yang menggunakan obat inkontinensia. Metode manajemen kandung kemih utama adalah CIC dan lebih umum pada laki-laki, meskipun penggunaan CIC menurun dengan waktu. Operasi batu kemih adalah prosedur bedah terkemuka. Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .

6. Krassioukov, A, et al, ( 2015) The good, the bad and the ugly of catheterization practices among elite athletes with spinal cord injury: a global perspective. Sampel yang digunakan adalah 61 responden. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan kembali kateter terkait erat dengan frekuensi ISK dan memberikan wawasan baru pada kandung kemih fungsi dan manajemen pada atlet elit dengan SCI. Alasan untuk digunakan kembali kateter mungkin karena kurangnya pendidikan kesehatan dan atau kurangnya sumber daya mengenai manajemen kandung kemih.

Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .


(28)

7. Hapsari, (2012). Efektivitas latihan Activity Daily Living terhadap tingkat kemandirian dan kecemasan pasien Spinal Cord Injury di RS Prof Dr R Soeharso Surakarta. Sampel yang digunakan sebanyak 28 responden dengan desain penelitian quasi eksperiment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, setelah dilakukan latihan, terdapat peningkatan kemandirian dan penurunan kecemasan pada pasien.

Perbedaannya dengan penelitian ini yakni pada metode penelitian yakni kualitatif .


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Spinal Cord Injury ( SCI)

Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan sebagai lesi traumatik akut elemen saraf dari kanal tulang belakang, termasuk sumsum tulang belakang dan cauda equina, yang menghasilkan defisit sensorik, motorik, atau disfungsi kandung kemih sementara atau permanen (Oteir et al, 2014). SCI adalah keadaan yang diakibatkan oleh trauma ataupun nontraumatik yang menyebabkan adanya keterbatasan dalam perawatan diri, bergerak dan beraktivitas sehari-hari (Sayılır, Erso¨z and Yalc¸ın, 2013).


(30)

Sumber: Wisnu (2012)

Tulang belakang terdiri dari vertebra cervicalis, thoracalis, lumbalis/lumbal, sacrum dan cogcygeus. Vertebra Servikalis berjumlah 7 buah dan membentuk daerah tengkuk. Vertebra Thorakalis berjumlah 12 buah dan membentuk bagian belakang thorak atau dada. Vertebra Lumbalis berjumlah 5 buah dan membentuk daerah lumbal atau pinggang. Vertebra Sakralis berjumlah 5 buah dan membentuk sakrum. Vertebra cogcygeus berjumlah 4 buah dan membentuk tulang cogcygeus.

a. Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan

Menurut Kozier et al (2011), sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Eliminasi urin

Gambar 2.1


(31)

12

tergantung pada fungsi organ tersebut. Ginjal adalah organ berbentuk kacang dengan ukuran sekepalan. Masing- masing individu memiliki sepasang ginjal yang terletak pada sisi kolumna spinalis dibelakang dari rongga peritoneum. Ginjal berfungsi sebagai pengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh. Setiap ginjal terdiri dari 1 juta nefron, dan setiap menit mengalir 21% curah jantung melalui ginjal. Urin dibuat di nefron ginjal, hasil urin yang terbentuk pada ginjal mengalir melalui duktus pengumpul menuju kaliks pelvik ginjal dan kemudian menuju ureter. Panjang ureter orang dewasa 25-30 cm dengan diameter 1,25 cm yang menuju kandung kemih.

Kandung kemih merupakan sebuah reservoir yang terdiri dari muskulus dan berbentuk seperti balon yang berfungsi menampung urin dan dikeluarkan melalui uretra. Urin disimpan dalam kandung kemih sampai terasa penuh. Otot sphincter menutup erat seperti karet gelang pada sekitar kandung kemih untuk membantu menjaga urin dalam kandung kemih. Saat kandung kemih terisi dengan urin, sensasi untuk membuang air kecil menjadi lebih kuat. Pada titik ketika kandung kemih mencapai batas-batasnya, saraf dari kandung kemih mengirim pesan ke otak bahwa kandung kemih sudah


(32)

penuh. Otak mengirimkan sinyal pada otot sphincter untuk santai dan membuang urin. Pada saat yang sama, otak mengirimkan sinyal pada otot-otot kandung kemih untuk mengencangkan, meremas urin keluar dari kandung kemih. Ketika semua sinyal bekerja normal, urin keluar dari kandung kemih melalui uretra.

Uretra merupakan saluran memanjang dari kandung kemih menuju meatus dengan panjang 3,7 cm pada wanita dan 20 cm pada pria (Klevbine, Phil., 2008). Tugas dari sistem perkemihan adalah untuk mengeluarkan limbah (urin) dan menjaga bahan kimia dan air dalam tubuh seimbang.

Gambar 2.2. sistem perkemihan

Setelah cedera tulang belakang, 3 bagian sistem perkemihan masih berfungsi secara normal. Ginjal terus memproduksi urin, mengalir melalui ureter dan dikeluarkan


(33)

14

melalui uretra. Organ- organ berfungsi tanpa adanya perintah untuk dari otak untuk mengosongkan kandung kemih. Pesan tersebut biasanya dikirim melalui saraf dekat akhir dari sumsum tulang belakang. Pasien dengan SCI, tidak terdapat koordinasi melalui sumsum tulang belakang. Hal ini menunjukkan individu dengan SCI mungkin tidak merasakan keinginan untuk buang air kecil ketika kandung kemih penuh.

Kandung kemih biasanya dipengaruhi satu dari dua cara: 1 Spastic (reflex) bladder adalah ketika kandung kemih terisi dengan urin dan secara otomatis terdapat reflex yang memicu untuk mengosongkan kandung kemih. Salah satu masalah utama dengan spastik kandung kemih adalah bahwa pasien tidak tahu kapan atau jika kandung kemih akan kosong; 2 Flaccid (Non-reflex) bladder adalah refleks ketika otot-otot dari kandung kemih yang lamban atau tidak ada. Pasien tidak merasa ketika kandung kemih penuh, hal ini dapat menyebabkan perut menjadi lebih buncit atau regang. Cadangan urin yang tersisa dan penuh dapat mengalir melalui ureter ke ginjal. Peregangan juga mempengaruhi otot dari kandung kemih.


(34)

Otot-otot sphincter mungkin juga akan terpengaruh setelah cedera. Dyssynergia terjadi ketika otot-otot sphincter tidak rilek dan urin tidak bisa mengalir melalui uretra. Hal ini menyebabkan urin back up ke dalam ginjal dan disebut refluk dan kandung kemih juga tidak kosong secara utuh. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses berkemih yakni faktor perkembangan, faktor psikososial, asupan cairan dan makanan, obat-obatan, gaya hidup, tonus otot, kondisi patologis/ penyakit, medikasi, prosedur bedah dan pemeriksaan diagnostik (Klevbine, Phil., 2008; Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

Pemeriksaan pasien dengan SCI tingkatan lesi dari SCI dengan ASIA Impairment Scale (AIS) yakni dikatakan AIS A = jika terdapat lesi lengkap, ada fungsi sensorik atau motorik yang dipertahankan di segmen terendah sakral; B = sensorik tidak lengkap (termasuk segmen S4-S5), tetapi tidak ada fungsi motorik bawah tingkat neurologis; C = sensorik dan motorik yang tidak lengkap tetapi lebih dari setengah dari 10 pasang otot utama memiliki kekuatan klasifikasi kurang dari 3 pada skala 0-5; D = sensorik dan motorik tidak lengkap, setidaknya setengah dari otot utama memiliki klasifikasi yang


(35)

16

lebih besar dari atau sama dengan 3; E = fungsi sensorik dan fungsi normal normal (Yilmaz et al, 2014).

b. Tipe dan Jenis kateter

Tipe kateter yakni kateter menetap dan kateter sementara. Menurut Yates, Ann (2013), beberapa jenis kateter yakni 1) kateter dilapisi hidrofilik untuk mencegah gesekan pada pemasangan dan pelepasan, 2) penggunaan tunggal dengan gel pelumas termasuk jadi air tidak diperlukan, 3) kateter nelaton dapat digunakan kembali, yang menggunakan air atau gel untuk pemasangan. Tipe kateter menurut Engkasan, Ng & Low (2014) dan Staats Z (2014), antara lain

clean intermittent catheterization (CIC), indwelling

catheterization, transurethrally lain (IDUC) atau

suprapubically (SPC). Kateter dibuat dalam berbagai diameter (diukur dengan Skala Perancis) dan panjangnya bervariasi. Kateter dibuat dalam berbagai diameter (diukur dengan Skala Perancis) dan panjangnya bervariasi. Ukuran Perancis 12 atau 14 adalah biasa untuk orang dewasa yang melakukan ISC. Kateter perempuan dengan panjang 6 inci, dikarenakan uretra pada perempuan lebih pendek (Sheldon, P, 2013).


(36)

Intermittent Self Catheter (ISC) pertama kali dikenalkan oleh Dr. Lapides pada tahun 1970. ISC merupakan kateter yang digunakan bukan dalam jangka waktu yang panjang, dan merupakan metode yang paling disukai untuk mengosongkan kandung kemih karena adanya retensi urin didalam kandung kemih. ISC hanya digunakan dalam mengeluarkan urin dan melepaskannya setelah kandung kemih kosong. Pengosongan kandung kemih dapat dilakukan dengan dua teknik yakni IC steril (SIC) dan IC bersih (CIC) (Sheldon P, 2013).

Phycon self cath adalah suatu kateter yang diperlukan dalam proses pengosongan kandung kemih secara mandiri (Budiati, 2012). Menurut Budiati (2012), cairan yang dipergunakan untuk menyimpan kateter yakni dengan membuat campuran aquabidestilata dan desinfektan murni. Mengganti cairan desinfektan dapat dilakukan setiap 24 jam dan setiap 3 hari sekali, kateter direbus dalam air mendidih. c. Pemasangan kateter

Frekuensi pemasangan kateter akan tergantung pada volume kandung kemih, asupan cairan dan parameter urodinamik (kepatuhan, tekanan detrusor). Pemasangan selang


(37)

18

kateter dianjurkan 4-6 kali sehari selama tahap akut. Frekuensi pemasangan kateter untuk pelatihan ulang sekitar 1-3 kali sehari. Jika pemasangan kateter di lakukan secara benar dan sesuai instruksi, penurunan kejadian infeksi dapat dicegah. Pengosongan yang tidak dilakukan secara sempurna, maka otot-otot kandung kemih akan meregang (Sheldon, P., 2013).

Kegagalan untuk mengosongkan kandung kemih untuk mengurangi tekanan dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, dimana setiap orang berbeda bahkan sampai dengan kematian. Jika pasien merupakan Spastic (Reflex) bladder, metode manajemen yang dapat digunakan adalah intermiten catheter program ( ICP) atau kondom laki-laki eksternal kateter. ICP biasanya merupakan metode pilihan untuk individu untuk mengosongkan kandung kemih. Kateter lurus tidak memiliki balon tiup yang memegang kateter untuk fiksasi di kandung kemih.

d. Keuntungan dan Manfaat

IC/ ISC modern memiliki beberapa manfaat untuk pasien dan penyedia layanan kesehatan, meliputi:

1) Memungkinkan klien dalam mempertahankan kemandirian dan control kandung kemih.


(38)

2) Tidak perlu menggunakan produk pembalut 3) mengurangi kejadian mengompol

4) mengurangi resiko trauma uretra 5) mengurangi infeksi saluran kemih. 6) Peningkatan kualitas tidur.

7) Melindungi saluran atas dari refluks

8) Tidak perlu sarana lain seperti kantong drainase 9) Kemampuan untuk seksualitas tetap aktif.

10)Pasien dan perawat menjadi lebih bertanggung jawab untuk perawatan (Kozier et al, 2011).

e. Potensial Komplikasi

Individu dengan SCI, beresiko adanya komplikasi pada saluran perkemihan. Adanya penggunaan kateter secara terus menerus, dapat menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih, seperti: stricture, uretral bleeding, urethritis, uretral false passages dan chronic or recurrent urinary tract (Winder, Ann., (2008); Klevbine, Phil ( 2008); Salameh, Mohajer & Daroucihe, (2015)).

Komplikasi pada saluran perkemihan yang mungkin muncul, dapat dicegah menggunakan perawatan kandung kemih. Banyak bakteri yang dapat berkembang dan


(39)

20

menyebabkan infeksi didalam tubuh. Tanda- tanda infeksi dapat dikenali antara lain: adanya sedimen (partikel pasir) atau lendir dalam urin, warna urin keruh, urin berbau busuk dan terdapat darah dalam urin. Hal- hal yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi yakni: minum lebih banyak air, menghindari minuman dengan gula, kafein dan alkohol serta mengosongkan kandung kemih lebih sering.

Komplikasi lainnya adalah kegagalan ginjal menjadi penyebab utama kematian bagi individu dengan SCI. Ginjal dan batu kandung kemih dapat terbentuk dalam sistem urin yang menghambat fungsi ginjal/ kandung kemih serta dapat menyebabkan infeksi. Adanya darah dalam urin juga merupakan tanda umum adanya batu dalam saluran urin. Kanker kandung kemih adalah kekhawatiran lain untuk beberapa individu dengan SCI. Hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan metode manajemen kandung kemih yakni komplikasi neurologis, preferensi pasien, lingkungan hidup, gaya hidup dan tingkat cedera. Pasien SCI investigasi yang dilakukan sebagai bagian dari penilaian kontinensia meliputi: urinalisis, pemeriksaan colok


(40)

dubur, scanning bladder, penilaian pelvic dan studi urodynamic (Mangnall, 2012).

f. Perawatan kandung kemih

Perawatan kandung kemih yang tepat adalah cara terbaik untuk mencegah masalah dan mempertahankan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang. Sebelum mengajarkan CISC, maka perawat perlu mementukan pola berkemih klien, volume kemih yang dikeluarkan, asupan cairan dan jumlah residu urin (Kozier et al, 2011).

2. Kemandirian A. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah keadaan dimana dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.Keperawatan sebagai panduan untuk situasi praktik keperawatan yang melibatkan individu di seluruh rentang kehidupan yang mengalami kesehatan atau penyakit, dan untuk situasi perawat-klien yang ditujukan untuk promosi kesehatan, restorasi kesehatan, atau pemeliharaan kesehatan (Parker, 2005). Menurut Masrun (1986:8) (dalam Areev (2010)) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan


(41)

22

seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/ kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

B. Aspek Kemandirian

Aspek yang menjadikan remaja mandiri menurut Doulvan dan Andelson (dalam Steinberg, 1993) ada tiga meliputi, kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Secara rinci karakteristik tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Kemandirian emosi, kemandirian ini merujuk kepada pengertian yang dikembangkan anak mengenai individuasi dan melepaskan diri atas ketergantungan mereka dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar.

2. kemandirian perilaku yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Secara operasional menurut Steinberg (dalam Yusuf, 2001) aspek kemandirian ini terdiri dari beberapa indikator yaitu: a) memiliki kemampuan untuk


(42)

mengambil keputusan tanpa campur tangan orang lain (changes in decision making abilities), b) memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain (changes in conformity and susceptibility to influence), dan memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan (self reliance in decision making).

3. Kemandirian nilai merujuk kepada suatu pengertian mengenai kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan-keputusan dan menetapkan pilihan yang lebih berpegang atas dasar prinsip-prinsip individual yang dimilikinya, daripada mengambil prinsip-prinsip orang lain.

C. Ciri- ciri Kemandirian

Kemandirian mempunyai ciri-ciri yang beragam, banyak dari para ahli yang berpendapat mengenai ciri-ciri kemandirian. Menurut Gilmore dalam Chabib Thoha (1993) merumuskan cirri kemandirian itu meliputi: 1) Ada rasa tanggung jawab, 2) Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi secara intelegen, 3) Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain,


(43)

24

4) Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna bagi orang lain.

Ciri-ciri kemandirian menurut Lindzey & Ritter, 1975 dalam Hasan Basri (2000) berpendapat bahwa individu yang mandiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Menunjukkan inisiatif dan berusaha untuk mengejar prestasi, 2) Secara relatif jarang mencari pertolongan pada orang lain, 3) Menunjukkan rasa percaya diri, 4) Mempunyai rasa ingin menonjol.

Menurut Areev (2010), ciri-ciri kemandirian tersebut antara lain: 1) Individu yang berinisiatif dalam segala hal, 2) Mampu mengerjakan tugas rutin yang dipertanggungjawabkan padanya, tanpa mencari pertolongan dari orang lain, 3) Memperoleh kepuasan dari pekerjaannya, 4) Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai kesuksesan, 5) Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap tugas dan kegiatan yang dihadapi, 6) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat dengan orang lain, dan merasa senang karena dia berani mengemukakan pendapatnya walaupun nantinya berbeda dengan orang lain.


(44)

3. Keterampilan a. Pengertian

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Tujuan dari ketrampilan ini adalah mengosongkan kandung kemih pada interval regular tanpa adanya resiko dari penggunaan kateter menetap. Hasil yang diharapkan dari pemasangan kateter ini adalah klien memiliki kemandirian dalam mengendalikan perkemihan, klien tidak mengalami kerusakan kulit, penggunaan kateter menjadi gaya hidup dan klien terbebas dari infeksi saluran kemih. Sasaran kunci dan kriteria adalah klien menunjukkan kemampuan yang konsisten dalam melakukan prosedur, menaati jadwal kateterisasi intermiten, menunjukkan kemampuan dalam membersihkan, mensterilkan dan menyimpan kateter untuk digunakan ulang secara aman (Johnson, Joyce,. 2005).

b. Langkah- langkah pemasangan kateter

Langkah- langkah pemasangan IC menurut Sheldon P, (2013) yakni:


(45)

26

a) Pasang semua peralatan: kateter, pelumas, wadah drainase (kontainer).

b) Cuci tangan dengan bersih dengan sabun dan air dan membersihkan penis dan pembukaan uretra.

c) Lumasi kateter, 2 sampai 7 inci( 5 sampai 15 cm) (Kozier et al, 2010; Johnson, Joyce young, 2005). d) Pegang penis tegak lurus dengan tubuh( sudut 60

sampai 90 derajad) (Kozier et al, 2010)

e) Mulailah dengan lembut memasukkan dan memajukan kateter.

f) Anda akan menghadapi perlawanan ketika mencapai area prostat. Cobalah untuk rileks dengan bernapas dalam dan terus masukkan kateter.

g) Setelah terlihat aliran urin, terus masukkan kateter 1 inci. Kembalikan pada posisi alaminya saat urin mulai mengalir.

h) Tahan sampai aliran urin berhenti dan kandung kemih kosong.

i) Lepaskan kateter

j) Cuci kateter dengan sabun dan air. Jika kateter sekali pakai, buang segera. Jika memang dapat digunakan


(46)

kembali, bilas kateter dengan benar dan keringkan. Menyimpan kateter dalam keadaan bersih.

2) Langkah-langkah proses pemasangan IC untuk wanita: a) Pasang semua peralatan: kateter, pelumas, wadah

drainase.

b) Cuci tangan dengan bersih dengan sabun dan air dan membersihkan vulva dan buka uretra.

c) Lumasi kateter. d) Cari lubang uretra.

e) Buka bibir vagina (labia) dengan kedua dan jari keempat, sementara menggunakan jari tengah untuk merasa untuk pembukaan.

f) Mulailah dengan lembut untuk memasukkan kateter ke dalam lubang. Mengarahkan ke atas seolah-olah menuju pusar.

g) Setelah kateter dimasukkan sekitar 2-3 inci pada lubang, urin akan mulai mengalir.

h) Setelah aliran urin dimulai, terus masukkan kateter 1 inci dan menahannya di tempat sampai aliran urin berhenti dan kandung kemih kosong.


(47)

28

j) Cuci kateter dengan sabun dan air. Jika kateter sekali pakai, buang segera. Jika memang dapat digunakan kembali, bilas dan keringkan kateter dengan benar. Menyimpan kateter di tempat yang bersih.


(48)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang secara khusus menggali informasi dari partisipan meliputi persepsi, pendapat dan perasaan seseorang mengenai sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku melalui informan dalam berbagai bentuk (Lapau, 2012; Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian kualitatif mempelajari masalah yang ada dengan menempatkan pada situasi yang alamiah dan memberikan makna atau menginterpretasikan suatu fenomena berdasarkan hal yang berarti bagi manusia (Creswell, 1998 dalam Saryono & Anggraeni 2010).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi, dimana peneliti mengindentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena dan mengharuskan peneliti mengkaji sejumlah subjek dengan terlibat secara langsung (Creswell, 2010; Saryono & Anggraeni, 2010).


(49)

32

Penelitian ini berusaha memahami individu dan pengalaman berupa peristiwa yang dialami oleh pasien SCI yang mengalami gangguan berkemih dalam penggunaan IC.

B. Informan

Sampel penelitian adalah populasi penelitian itu sendiri, yang cara mendefinisikannya tergantung pada situasi masalah yang terlihat pada judul penelitian (Lapau, 2012).

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian kualitatif didasarkan pada topik, tujuan, fokus, lokasi, teori dan situasi yang menjadi sampel penelitian (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Jenis sampel dalam penelitian ini adalah sampel variasi maksimal, yakni dengan menetapkan beberapa kriteria sebelumnya, kemudian sampel diseleksi atau dipilih dari lokasi atau informan yang berbeda namun wajib memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang masalah tertentu (Creswell, 2013; Afiyanti & Rachmawati, 2014; Lapau, 2012).Variasi sampel penelitian yang pergunakan dalam penelitian ini antara lain usia, status pernikahan, jenis kelamin dan pendidikan.


(50)

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah

a.Usia lebih 20-60 tahun ( kategori 20-40 tahun termasuk usia dewasa muda, dan 40-65 paruh baya) (Kozier et al, 2010)

b.Pasien SCI dengan gangguan berkemih

c.Bersedia menjadi responden dengan mengisi lembar informed consent

d.Post stabilisasi

e.Tidak mengalami kelainan congenital pada ekstremitas atas. Kriteria eksklusi:

a.pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau di rawat di ICU b.pasien spondilitis TB dengan paraplegi

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian telah laksanakan di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta pada bulan Mei- Juli 2016. RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta merupakan rumah sakit rujukan nasional yang menangani kasus musculoskeletal.

D. Batasan istilah


(51)

34

Pengalaman dalam kemandirian ini adalah pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan pemasangan IC dengan bantuan sebagian (dibantu keluarga) dan atau mandiri sendiri untuk memenuhi kebutuhan eliminasi dirinya sendiri.

2. Pengalaman dalam keterampilan

Pengalaman dalam keterampilan adalah pengetahuan dan sikap serta perilaku dalam usaha, upaya dan kecakapan seseorang dalam menggunakan intermittent catheter dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang diajarkan.

E. Uji Validitas Dan Reliabilitas

Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian kualitatif ini yakni meliputi:

1. Kredibilitas (keterpercayaan) Data

Yakni menjelaskan derajat atau nilai kebenaran dari data yang dihasilkan dari penelitian termasuk proses analisa data (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian :

a. Memperpanjang masa pengamatan (prolonge engagement) Hal ini memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Hal ini dapat meningkatkan keakraban dan


(52)

kepercayaan partisipan kepada peneliti sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan (Lapau, 2012; Saryono & Anggraeni, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pendekatan dengan informan dan keluarga. Peneliti melakukan pendekatan saat pasien datang pertama ke rumahsakit, saat akan di operasi, setelah diruang rawat pasca dari ICU, sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan setelah dilakukan pendidkan kesehatan tentang IC.

b. Peningkatan ketekunan dalam penelitian

Peneliti melakukan pengecekan kembali mengenai data yang ditemukan. Peneliti melakukan uji coba wawancara pada 1 informan, dan melakukan transkrip data. Kemudian peneliti membaca transkrip untuk melihat bagaimana pola wawancara yang telah dilakukan guna memperbaiki alur wawancara. c. Triangulasi

Pengecekan keabsahan data dari berbagai sumber atau sesuatu dari luar dengan berbagai cara dan waktu yakni triangulasi sumber dan triangulasi metode. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Peneliti juga melakukan wawancara kepada keluarga terdekat yang tinggal serumah, dalam hal ini istri, anak, menantu atau cucu.


(53)

36

d. Analisis kasus negatif

Metode ini dilakukan dengan menemukan data yang bertentangan dengan data yang telah ditemukan sebelumnya. Apabila data yang bertentangan sangat kurang, artinya data yang ditemukan sangat dipercaya.

e. Pengecekan anggota (member check)

Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data, dengan tujuan mengetahui sejauh mana kebenaran suatu data atau informasi yang telah diberikan. 2. Transferabilitas atau Keteralihan Data (Applicability, Fittingness)

Sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain yaitu situasi yang memiliki karakter hampir sama dengan objek penelitian sebelumnya (Lapau, 2012). Istilah transferabilitas dipakai pada penelitian kualitatif untuk menggatikan konsep generalisasi yang digunakan pada penelitian kuantitatif. Robson (2011) (dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014) menyatakan bahwa generalisasi pada penelitian kualitatif merupakan generalisasi analitik dan teoritik. Dalam penelitian ini, peneliti menuliskan secara jelas karakteristik informan utama dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat dibaca oleh khalayak yang sama dari daerah lain.


(54)

3. Dependabilitas (Ketergantungan)

Dilakukan untuk mengaudit seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh auditor yang independen. Dependabilitas mempertanyakan tentang konsistensi dan reliabilitas suatu instrument yang digunakan lebih dari sekali penggunaan. Cara yang dapat dilakukan peneliti untuk memperoleh hasil penelitian atau data yang konsisten melakukan suatu analisis data yang terstruktur dan mengupayakan untuk menginterpretasikan hasil studinya dengan benar, sehingga para pembaca dapat membuat kesimpulan yang sama dalam menggunakan persektif, data mentah dan dokumen analisis studi yang sedang dilakukan

4. Konfirmabilitas ( Confirmability)

Konfirmabilitas menggantikan objektivitas pada penelitian kuantitatif. Namun tidak sama persis artinya, yaitu kesediaan peneliti mengungkap secara terbuka proses dan elemen- elemen penelitiannya. Bagaimana hasil temuan penelitian tidak mengandung bias dan merefleksikan fokus dari pertanyaan penelitian (Lincoln & Guba, 1985) (dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014).


(55)

38

F. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi: wawancara, observasi dan dokumen (Saryono & Anggraeni, 2010). Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan adalah : 1. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka (face to face) antara pewawancara dan informan atau partisipan yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara (Saryono & Anggraeni, 2010).

Dalam penelitian ini menggunakan wawancara berstruktur, dimana daftar pertanyaan wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya. Tiap informan ditanyakan pertanyaan yang sama. Peneliti kualitatif menggunakan pertanyaan yang berstruktur ini hanya untuk mendapatkan data sosio-demografik seperti usia, lama kondisi yang dialami, lamanya pengalaman, pekerjaan, kualifikasi dan sebagainya (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Dimana draft wawancara yang digunakan diujikan pada satu informan untuk mengetahui pola wawancara. Dari hasil transkrip wawancara yang di uji kan pada tahap satu dan


(56)

dua, terdapat pertanyaan tentang harapan yang belum ditanyakan kepada informan.

Teknik wawancara yang digunakan untuk menggali tingkat kemandirian dan keterampilan informan mengenai penggunaan IC, peneliti menggunakan wawancara semi berstruktur. Urutan pertanyaan tidaklah sama pada tiap informan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu, dimana sebelumnya sudah menyiapkan pedoman wawancara yang akan digunakan. Peneliti dapat mengumpulkan data yang sama dari para partisipan. Jenis pertanyaan ini menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup (open- ended questions).

2. Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi yakni ruang, pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, dan perasaan dengan alasan untuk menyajikan gambaran yang realistik dan membantu mengerti perilaku manusia dan untuk aspek evaluasi (Saryono & Anggraeni, 2010).

Mark et al (2005) (dalam Afiyanti& Rachmawati, 2014), mengembangkan pedoman yang mencakup penampilan, perilaku verbal dan bermacam interaksi, perilaku fisik dan bahasa tubuh,


(57)

40

ruang, lalu lalang orang, dan orang- orang yang terlibat didalamnya.

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan pada kondisi informan, dimana dari 4 informan, 3 diantaranya dalam kondisi yang lemah, dan 1 informan dalam kondisi bisa berjalan.Selain itu, observasi dilakukan pada kegiatan

3. Dokumen

Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan studi dokumen dikarenakan dokumen dapat memberikan informasi tentang situasi yang tidak dapat diperoleh langsung melalui observasi atau wawancara (Hammersley & Atkinson, 2007) (dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian ini menggunakan dokumen yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan yakni data rekam medis informan yang ada di rumah sakit untuk mendukung hal-hal yang didapatkan dari informan secara langsung.

G. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melaksanakan uji etik (ethical clearance) di RS Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta pada Kamis tanggal 28 April 2016. Penelitian dilaksanakan setelah


(58)

mendapat surat keterangan lolos kaji etik tanggal 4 Mei 2016 No. DM.03.01/ II.3.1/ 02404/ 2016.

Peneliti melakukan pendekatan kepada informan ketika informan masuk pertama kali ke bangsal kemudian peneliti memperkenalkan diri kepada informan. Peneliti membangun kepercayaan antara peneliti dan informan serta keluarga dengan datang beberapa kali mengunjungi informan dan keluarga.

Penelitian ini mengambil informan sejumlah 6 orang, tetapi berdasarkan kfriteria dari penelitian, 2 orang dinyatakan tidak selesai mengikuti tahap penelitian dikarenakan tidak selesai mengikuti tahapan penelitian sampai selesai

Penelitian dilaksanakan dalam 3 kali wawancara, yakni wawancara 1, 2 dan 3. Wawancara pertama yakni saat sebelum informan diberi penyuluhan tentang IC. Wawancara pertama dimulai saat informan sudah diprogramkan untuk pulang dan dilepas kateter nelaton yang digunakan. Wawancara pertama dilakukan 24 jam sebelum pasien pulang. Peneliti melakukan wawancara kepada para informan dengan sebelumnya menyampaikan tujuan, maksud dan apa yang akan dilakukan serta dampak dari penelitian yang telah tertuang dalam lembar penjelasan penelitian informan. Peneliti meminta kepada informan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi


(59)

42

informan/ informed consent. Peneliti melakukan wawancara pertama kepada informan setelah pasien mengisi informed consent. Wawancara pertama dilaksanakan dengan menanyakan beberapa pertanyaan tentang kondisi pasien saat.

Wawancara ke 2 yakni peneliti melaksanakan wawancara setelah informan diberi peyuluhan tentang IC. Wawancara ke 2 dilakukan saat informan dan keluarga mendapatkan informasi dari petugas kesehatan rumah sakit yang menjelaskan tentang IC. Wawancara ke 2 ini dilaksanakan 4-5 jam dari pelepasan kateter nelaton.

Wawancara ke 3 yakni peneliti ketika informan datang kontrol dipoli RS Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta. Hal ini dimaksudkan bahwa informan telah mencoba menggunakan kateter selama dirumah dan dapat menceritakan pengalaman informan selama dirumah. Member checking dilakukan setelah peneliti melakukan transkrip keseluruhan data dan dipilih salah satu informan saja.


(60)

H. Pengolahan Dan Metode Analisis Data

Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti, sehingga analisa data pada penelitian kualitatif bersifat subjektif. Lima hal penting dalam proses analisa data pada penelitian kualitatif, yakni: 1) mempersiapkan data; 2) mengorganisasikan data dalam bentuk transkrip ; 3) mereduksi data kedalam bentuk tema- tema yang saling berhubungan melalui proses koding; 4) membuat ringkasan

Pasien SCI dengan IC post stabilisasi

Jam 6 pagi lepas nelaton kateter ( 24 jam sebelum pulang)

Pasien pulang

edukasi tentang IC ( 5 jam setelah lepas kateter nelaton) WAWANCARA PERTAMA

WAWANCARA KEDUA

Pasien kontrol I WAWANCARA KETIGA


(61)

44

atau kondensasi kode-kode yang telah dihasilkan; 5) mempresentasikan data tersebut kedalam bentuk gambar, tabel, atau materi diskusi (Creswell 2013 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi memiliki cara pengumpulan data dan cara analisis data yang fleksibel. Langkah- langkah analisis data pada fenomenologi (Saryono & Anggraeni, 2010):

1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian ini yakni pengalaman partisipan/ informan dalam menggunakan IC.

2. Mencatat data yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan mengenai pengalaman pasien yang mengalami SCI yang menggunakan IC. Transkrip dilakukan dengan merubah rekaman suara kedalam bentuk tulisan secara verbatim. Proses transkrip dibuat setiap selesai wawancara dengan informan. 3. Membaca hasil transkrip secara berulang- ulang agar peneliti

lebih memahami pernyataan tentang pengalaman pasien SCI yang menggunakan IC.


(62)

4. Membaca transkrip untuk memperoleh ide yang dimaksud informan yakni kata kunci atau kata bermakna dari setiap pernyataan informan yang kemudian dilakukan pengelompokan. 5. Memahami arti setiap pernyataan.

6. Melakukan pengelompokan data kedalam berbagai kategori untuk selanjutnya dipahami secara utuh dan menentukan tema- tema yang muncul.

7. Peneliti memberikan gambaran dan penjelasan dari pengalaman pasien SCI yang menggunakan IC.

8. Membuat laporan pengalaman informan dan menggabungkannya.

I. Etika Penelitian

Hal terpenting dalam pelaksanaan penelitian adalah mengenai etik penelitian. Menurut Pollit & Beck (2012), prinsip-prinsip etik penelitian yang menjadi dasar penelitian yakni:

1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia

Penelitian ini dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Subjek atau responden memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan dalam berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti tidak memaksa informan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Informan mendapatkan


(63)

46

informasi terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian yang meliputi tujuan dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, risiko penelitian, dan kerahasiaan informasi dari informan. Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada informan, setelah mendapatkan informasi yang jelas dan terbuka.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek

Informan dalam penelitian memiliki privasi untuk mendapatkan kerahasiaan informasi yang diberikan. Peneliti merahasiakan segala informasi yang menyangkut privasi dari informan, yakni dengan menggunakan kode.

3. Menghormati Keadilan dan Inklusivitas

Prinsip keterbukaan dalam penelitian harus dilakukan dengan jujur, tepat, cermat, hati-hati, dan profesional. Prinsip keadilan dalam penelitian ini dilakukan dengan tidak adanya diskrimimasi terhadap kriteria informan.

4. Menghitungkan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan

Dalam penelitian ini tidak ada kerugian yang ditimbulkan kepada informan, karena hanya akan dilakukan wawancara pada informan.


(64)

47 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman informan yang menggunakan IC/ kateter sementara di RS Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta. Penelitian ini telah dilakukan kepada empat informan yang telah melalui tahapan wawancara pertama, kedua dan ketiga. Wawancara yang dilakukan pada informan, penelitian ini menemukan beberapa tema. Penyajian hasil meliputi inisial informan, jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, alamat serta keterangan tambahan. Penyajian hasil dalam bentuk naratif sebagai berikut:

1. Gambaran lokasi penelitian

Prof.Dr.R Soeharso merupakan direktur pertama sekaligus pendiri dari rumah sakit ortopedi yakni pada tahun 1945. Sejarah berdirinya rumah sakit yang bermula dari Rehabilitasi Centrum (RC) menjadi RS Ortopedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta. Rehabilitasi Centrum (RC) rintisan Prof.DR.R.Soeharso sangat mendunia dan terkenal sampai Asia Tenggara dan mendapat perhatian dalam dan luar. Hal ini dikarenakan oleh berhasil dalam


(65)

48

hal pelaksanaan konsep Pelayanan Rehabilitasi terpadu dibawah satu atap atas pemikiran yang mendalam pada masa itu.

RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta beralamat di Jl Jendral A Yani Pabelan Surakarta, kode pos 57162, telp (0271) 714458. RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta merupakan rumah sakit rujukan Tersier (Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat III). Gedung bangunan RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yakni seluas 103.070 m2 (10.3 Ha). Sejarah singkat berdirinya RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta ini dimulai pada tahun 1945.

RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta merupakan rumah sakit PPK-BLU yang mempunyai tugas pokok sesuai peraturan menteri Kesehatan Nomor 839/Menkes/Per/VII/2007 tertanggal 20 Juli 2007. Pelayanan operasi unggulan RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta meliputi: Adult Reconstruction & total joint replacement, hand surgery, micro surgery, arthroscopic surgery, pediatric reconstruction, limb lengthening procedure:illizarov, scoliosis surgery, minimal invasive spine surgery and osteoporosis treatment advance. Salah satu keunggulan dari RSO adalah program Spine termasuk didalamnya adalah kasus SCI. Data RSO menunjukkan bahwa pasien dengan


(1)

13 Neuroscience (SFN) di Washington DC. Teknologi ini telah mendapat pengakuan di seluruh dunia. Pada bulan Juni, Nicolelis salah satu peserta penelitian yang digunakan sistem untuk memberikan tendangan perdana saat upacara pembukaan Piala Dunia FIFA 2014 di Brasil. Peserta ini membantu tim Nicolelis melihat salah satu keuntungan paling besar sistem dan beberapa klien mengalami pemulihan neurologis.

Ketiga,Ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh klien terhadap SCI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perasaan klien tentang penyakit meliputi hal yang dirasakan tentang penyakitnya dan kecemasan terhadap penyakit. Klien SCI mengalami perubahan kondisi dan ini membuat klien merasa cemas dan merasakan hal-hal tentang penyakit yang dialami. Hasil penelitian Okochi et al (2013), partisipan mengalami frustasi setiap hari. Beberapa partisipan menyatakan ingin berhenti untuk mengejar tujuan, mereka takut kehilangan kemampuan fisik setelah mengikuti rehabilitasi. Klien mencemaskan ketika memulai memasang IC dan merasa takut akan ketergantungan IC, terdapat luka, terjadi infeksi, perdarahan, dan takut akan nyeri (Yilmaz et al, 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian Okochi et al (2013), bahwa informan menekankan persepsi mereka tentang ketidakmampuan saat mereka membandingkan dirinya yakni sebelum dan setelah mengalami cidera. Peserta menyatakan bahwa sebelum cedera, mereka bertanggung jawab untuk mengelola kehidupan mereka. Informan menyatakan mereka menjadi seseorang yang tidak bisa

melakukan apa-apa tanpa bantuan orang lain karena cedera.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa butuh puluhan tahun bagi peserta untuk merekonstruksi kehidupan mereka sabagai orang normal seperti sebelum cedera. Seorang peserta mengatakan bahwa butuh waktu 20 tahun untuk beradaptasi. Enam peserta mulai hidup mandiri setelah merasa menjadi beban untuk keluarga. Beberapa informan juga menyatakan bahwa hidup mandiri diperlukan. Peserta merasa bahwa kompetensi diri diperkuat oleh asumsi positif anggota keluarga tentang keterampilan manajemen mereka (Okochi et al, 2013).

Keempat, Pengetahuan Klien tentang IC dan Prosedur Pemasangan IC. Pengetahuan informan dalam penelitian ini meliputi pengetahuan IC, cara merawat dan membersihkan, tujuan dan manfaat penggunaan IC, skill dalam memasang kateter serta penggunaan gel. Lama waktu terpasang kateter merupakan jumlah waktu yang digunakan klien dalam penggunaan kateter untuk memenuhi ketidakmampuan melakukan urinasi atau pengosongan kandung kemih secara normal (Sugiharto, 2004 dalam Salmiyati, 2014). Metode manajemen kandung kemih memerlukan pelatihan yang rutin. Untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kapasitas kandung kemih, klien dilatih secara teratur untuk menciptakan volume urin. Upaya manajemen kandung kemih yakni dengan mengatur jadwal minum dan pengosongan kandung kemih (Yilmaz et al, 2014).

Pengetahuan tentang IC terdiri dari pengosongan kateter dengan jaraknya, biasanya 4 sampai 6 jam.


(2)

14 Hal ini untuk menjaga jumlah normalnya yakni 400-500ml (Sheldon, 2013). Perawat memberi informasi seperti konsumsi cairan, jadwal kateterisasi dan tanda-tanda dan gejala infeksi saluran kemih. Hal ini akan membantu dalam mengembangkan jadwal kateterisasi yang cocok dengan klien dan mempertahankan volume urin di bawah 400 sampai 500 ml (Linsenmeyer et al., 2006).. Minuman yang mengandung kafein adalah basa karena mereka iritasi kandung kemih dan dapat merangsang kontraksi kandung kemih. Jumlah dan waktu setiap kateterisasi dicatat untuk mengetahui rutinitas (Sheldon, P. 2013). Selain pengosongan kateter, klien juga mengetahui cara merawat dan membersihkan kateter.

Tujuan dan manfaat kateter pada penelitian ini yakni supaya bisa buang air kecil, supaya mengatur kencing, mempercepat penyembuhan. Klien yang belajar ISC membutuhkan pemahaman keuntungan secara fisiologi seperti penurunan resiko terkena infeksi pada saluran kemih serta menjaga ginjal dari refluk (Sheldon, 2013). Hal ini sesuai dengan Cure (2012) setelah cedera tulang belakang, 3 bagian sistem perkemihan masih berfungsi secara normal. Ginjal terus memproduksi urin, mengalir melalui ureter dan dikeluarkan melalui uretra. Organ- organ berfungsi tanpa adanya perintah untuk dari otak untuk mengosongkan kandung kemih. Pesan tersebut biasanya dikirim melalui saraf dekat akhir dari sumsum tulang belakang. Klien dengan SCI, tidak terdapat koordinasi melalui sumsum tulang belakang. Hal ini menunjukkan individu dengan SCI mungkin tidak merasakan keinginan untuk buang air kecil ketika kandung kemih penuh.

Ketika kandung kemih penuh, otak akan mengirimkan sinyal kepada tulang belakang pada kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Tetapi dikarenakan terdapat kerusakan, maka pesan tidak sampai. Keuntungan lain dalam menggunakan ISC meningkatkan kualitas hidup klien. Klien dapat menikmati body image tanpa menggunakan kantong urin di kaki atau kursi roda. Selain itu juga tidak mengganggu dalam hal seksualitas (Sheldon, 2013).

Unsur penting lainnya dalam hal kateter adalah gel. Selama dekade terakhir, banyak versi kateter untuk CIC yang tersedia, termasuk yang membutuhkan penerapan jelly untuk membantu meminimalkan trauma uretra dan infeksi (Hakansson, 2014). Jelly digunakan sebagai pelumas untuk kateterisasi urin pada laki-laki dengan prinsip steril sebelum pemasukan selang kateter sehingga mengurangi pergesekan uretra yang menimbulkan nyeri (Wantonoro, 2014). Kateterisasi urin pada laki-laki dengan menggunakan jelly anestesi secara tepat akan mengurangi rasa nyeri dan mempengaruhi kecepatan pemasangan kateter sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan trauma dinding uretra akibat pergesekan dengan selang kateter, namun memastikan sensitivitas terhadap penggunaan jelly anestesi pada klien merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya reaksi alergi (Wantonoro, 2014).

Kelima, Pentingnya Dukungan Keluarga dan Tenaga Kesehatan. Pada klien SCI, dukungan keluarga dan tenaga kesehatan sangat dibutuhkan oleh klien. Sejalan dengan hasil penelitian Okochi et al (2013), bahwa informan merasa menderita karena


(3)

15 mereka berfikir menjadi beban keluarga. Keluarga menjadi orang yang berperan penting dalam proses penyembuhan klien dengan SCI.

Pada klien dengan masalah yang ada pada klien SCI sangat memerlukan perhatian. Menurut Okochi et al (2013), kehilangan kepercayaan diri tidak mudah dikembalikan dalam waktu yang singkat. Hal ini merupakan kewajiban masing-masing keluarga untuk merawat klien selama dirumah. Berdasarkan studi salah satu faktor pencapaian emisi stabil yakni memiliki ikatan keluarga yang kuat membantu orang-orang dengan SCI menyembuhkan yakni tentang kecemasan mereka, mengenal cedera, dan membangun kehidupan mereka setelah cedera (Okochi et al, 2013). Peran keluarga dan tenaga kesehatan sangat penting berkaitan dengan kenyamanan dan ketidaknyamanan dari klien. Konsep kenyamanan bersifat subjektif. Ketidaknyamanan klien seringkali dikarenakan oleh proses penyakitnya maupun akibat dari tindakan medis. Berbagai prosedur tindakan pengobatan mengharuskan seorang klien terpasang dengan alat bantuan dalam menjalankan fungsi fisiologis normal. Perubahan dari fungsi normal yang digantikan sebuah alat tentunya menyebabkan rasa ketidaknyamanan pada klien (Potter & Perry, 1997). Klien dengan fungsi tangan yang tidak kuat, dukungan keluarga untuk mengajari teknik ini (Afsar et al, 2013).

Pengetahuan tentang fungsi normal dari kandung kemih dan usus penting untuk membantu memahami dampak dari fungsi abnormal

(Hakansson, 2014). IC

direkomendasikan sebagai kriteria standar untuk manajemen dari saluran kemih bagian bawah pada klien dengan SCI (Yilmaz et al, 2014). Prosedur kateter merupakan keterampilan rutin bagi perawat, tetapi bagi klien merupakan pengalaman baru yang meliputi aspek fisik dan psikologi. Ketakutan adalah faktor penting bagi perawat ketika terjadi perubahan fungsi yang signifikan pada proses pembelajaran pada klien. Dalam proses ini perawat harus membangun kepercayaan.

Tema keenam, komponen Penyuluhan dalam Penggunaan IC pada klien SCI. Unsur penyuluhan dari hasil penelitian ini meliputi metode, sosialisasi dan evaluasi. Pendidikan kesehatan atau penyuluhan klien adalah salah fungsi keperawatan yang sangat penting, dan dalam kasus pengajaran mengenai ISC. Perawat harus menggunakan pengalaman untuk mengajarkan tentang ISC. Oleh karena itu, banyak perawat harus mengandalkan pengalaman mereka sendiri dan mengikuti kebijakan pengaturan klinis. Bukti penelitian mendukung adanya praktek ISC dan menjelaskan teknik yang tepat tentang pemasangan kateter, yang dapat mempraktikkan sebagai dasar untuk instruksi keperawatan (Lapides et al, 1972; Newman & Willson, 2011 dalam Sheldon, 2013). ISC dapat digunakan atau dilakukan, secepatnya bila klien sudah dapat duduk stabil. Klien dapat melakukan dalam posisi tidur terlentang, setengah duduk atau duduk di kursi (Budiati, D., 2012).

Efektifitas proses pembelajaran membutuhkan tempat yang nyaman. Perawat menggunakan metode pembelajaran dengan teknik menggambarkan dan menjelaskan


(4)

16 langkah demi langkah dari prosedur dimana hal ini dimulai saat pertama kali perawat mengajarkan. Lama waktu terpasang kateter merupakan jumlah waktu yang digunakan klien dalam penggunaan kateter uretra untuk

memenuhi ketidakmampuan

melakukan urinasi secara normal (Nusrat, 2005). Evaluasi adalah kegiatan menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya (Mubarak & Chayatin, 2009). Evaluasi penyuluhan dilakukan dengan melihat sasaran kunci dan kriteria yakni klien menunjukkan kemampuan yang konsisten dalam melakukan prosedur, mentaati jadwal IC, menunjukkan kemampuan dalam membersihkan, mensterilkan dan menyimpan kateter untuk digunakan ulang secara aman (Johnson, Joyce,. 2005). Pada penelitian ini evaluasi tentang penggunaan kateter pada klien yakni dengan melakukan wawancara saat tahap ke tiga untuk mengetahui pengalaman selama dirumah.

Tema ketujuh, perilaku Klien dengan SCI terhadap penggunaan IC Sikap klien SCI terhadap penggunaan IC. Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/ rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku terhadap pengobatan pada klien SCI hasil penelitian ini yang meliputi kepatuhan dan ketidakpatuhan klien dalam menggunakan kateter sangat tergantung pada kondisi klien dan keluarga. Hal penting untuk mengidentifikasi mengenai seberapa sering klien perlu menggunakan kateter, tempat pemaiakan kateter

yakni di rumah, toilet umum atau tempat kerja. Proses pemulihan keadaan, hal negatif dari pemikiran informan dalam ketergantungan tidak bisa hilang dalam waktu singkat, dan hal ini merupakan kewajiban keluarga dalam merawat klien selama dirumah. Orang dengan cacat fisik berat untuk hidup mandiri sangat sulit. Mengembangkan kemandirian adalah langkah penting menjadi reintegrasi sosial (Okochi et al, 2013).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai pengalaman klien SCI dalam penggunaan IC. Keberhasilan penggunaan IC pada pasien SCI bergantung pada gangguan persyarafan yang dialami klien setelah mengalami SCI, harapan klien serta kendala yang dialami klien terhadap penyakitnya, ketidaknyamanan dan kecemasan yang dirasakan oleh klien terhadap SCI dalam penggunaan kateter, pengetahuan klien tentang IC dan prosedur pemasangan IC, pentingnya dukungan keluarga dan tenaga kesehatan sebagai edukator dalam proses pemasangan IC, komponen penyuluhan dalam penggunaan IC pada klien SCI kurang informativ dan ringkas, perilaku patuh klien dengan SCI terhadap penggunaan IC.

Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien secara ringkas, jelas dan informatif.

2. Bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber


(5)

17 informasi yang dapat digunakan dalam meningkatkan pelayanan keperawatan terutama edukasi yang diberikan kepada klien dan juga metode serta media penyuluhan yang digunakan agar lebih maksimal.

3. Bagi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu baru mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan SCI yang menggunakan IC.

4. Bagi penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan penelitian selanjutnya dengan meneliti lebih lanjut dengan menggunakan metode kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyati & Rachmawati. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Afsar S, et al. 2013. Compliance with

clean intermittent

catheterization in spinal cord injury patients: a long-term follow-up study. Spinal Cord. Vol. 51, hh. 645-649.

Akkoc, et al. 2013. Effect of different bladder management methods on the quality of life in patient with traumatic spinal cord injury. Spinal cord. Vol. 51, hh. 226-231.

Albaugh, J. 2012. Urology Nursing practice educational preparation, titles, training and job responsibilities around the globe. Urologic nursing. Vol.32, No.2, hh. 79-85.

Baastrup & Finnerup. 2012. Pain in spinal cord injury. Pain manage. Vol. 2, no. 1, hh. 87-94.

Budiati, D.,2012. Pengaruh pendampingan terhadap pengetahuan mahasiswa keperawatan dan kompetensi bladder training di tim spine ruang bougenville dahlia RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Tesis. Universitas Negeri Sebelas Maret.

Ebrahim et al. 2015. Measures of

Patients’ Expectations About

Recovery: Systematic Review. J Occup Rehabil. Vol. 25, hh. 240-255.

Gifre et al. 2014. Incidence of skeletal fractures after traumatic spinal cord injury: a10-year follow-up study. Clinical rehabilitation. Vol. 28, no. 4, hh. 361-369. Hakansson. 2014. reuse versus

single-use catheters for intermittent catheterization: what is safe and preferred? Review of current status. Spinal cord. Vol. 52, hh. 511-516.

Klebvine, Phil. 2008. Bladder care and management. Office of Research Service, hh. 1-6. Diakses November 2015. Maheronnaghsh, Yousefian &

Movaghar. 2012. Update evidence-based bowel management among spinal cord injury patient. Injury & violence. Vol. 4, No. 59. Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015.

Buku ajar Ilmu Keperawatan Dasar, buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak & Chayatin. 2009. Ilmu kesehatan masyarakat, teori


(6)

18 dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin A. 2010. Pengkajian Keperawatan aplikasi pada praktik klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Nusrat. 2005. Hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyaman pada pasien yang terpasang kateter uretra dibangsal rawat inap rsu muhammadiyah tahun 2005. Skripsi.

Okochi, et al. 2013. Illness experience of adults with cervical spinal cord inury in japan: a qulitatif investigation. BMC Public Health. No. 13, Vol. 69.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC. ---. 2011b. Buku ajar

Fundamental Keperawatan: Konsep, proses & praktik, edisi 7, volume 2. Jakarta: EGC. Rantell A. 2012. Intermittent self

catheterissation in women. Nursing Standart. Vol. 26, No. 42, hh. 61-68.

Salameh, Mohaje & Darouchie. 2015. Prevention of urinary tract infections in patients with spinal cord injury. CMAJ. Vol. 187, no. 11, hh. 807-811. Salmiyati. 2014. Hubungan motivasi

dan kemandirin belajar dengan kompetensi pemasangan kateter mahasiswa keperawatan stikes Yogyakarta. Tesis dipublikasikan.

Saryono & Anggraeni. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalm bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sheldon, P. 2013. Successful intermittent self-catheterization

teaching: One nurse’s strategy

of how and what to teach. Urologic Nursing, 33(3), 113-117. Diakses Oktober 2015. Vasconselos et al, 2013. Self care in

neurogenic intestine in subjects with spinal cord injury: an integrative review. Online Brazilian Journal of Nursing. Vol. 12, No. 4, hh. 998-1010. Walker, Tawanda D, 2012. The

effectiveness of perceived social support and adherence On activities of daily living performance (ADL) and functional Outcomes in first time stroke survivors. Disertasi dipublikasikan. Proquest. Wantonoro et al. 2014. Efektivitas

kateterisasi urin menggunakan jelly anestesi dan jelly biasa terhadap respon nyeri pasien laki-laki. Jurnal kebidanan dan keperawatan. Vol. 10, No. 1, hh. 17-26.

Yates, Ann. 2013. Teaching Intermittent catheterization: barriers. Nursing time. Vol. 109, no. 44, hh. 22-25.

Yilmaz et al. 2014. Intermittent catheterization in patients with traumatic spinal cord injury: obstacles, worries, level of satisfaction. International Spinal Cord society. Vol. 52, hh. 826-830.

Dewi Suryandari

Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I pabelan Kartasura

Telp. (0271) 717417 No.Hp : 085743900505 Email : dewimutia22@gmail.com