Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya.

RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI PIPA OTOMATIS
LAHAN SAWAH BERBASIS TENAGA SURYA

SUDIRMAN SIRAIT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun Sistem
Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2015
Sudirman Sirait
NIM F451130011

RINGKASAN
SUDIRMAN SIRAIT. Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan
Sawah Berbasis Tenaga Surya. Dibimbing oleh Satyanto K. Saptomo dan
M. Yanuar J. Purwanto.
Kondisi sumberdaya air yang terbatas dan telah mengalami gangguan akibat
perubahan iklim serta adanya degradasi lingkungan menyebabkan kebutuhan air
untuk kepentingan pertanian semakin kompetitif. Kondisi ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air tanaman. Masalah
kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh
dan berproduksi secara optimum. Mengatasi masalah kekurangan air untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi diperlukan
penerapan teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien, sehingga
penggunaan air irigasi per satuan berat produk budidaya pertanian yang dihasilkan
semakin kecil. Salah satu teknik pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien
adalah menjaga tinggi muka air di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan.

Untuk itu, sistem irigasi pipa yang memanfaatkan teknologi otomatis berbasis
tenaga surya menjadi satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi irigasi pipa
otomatis dengan acuan kendali tinggi muka air di lahan sawah untuk pengaturan
rotasi kran air elektris Valworx 561086 sebesar 90 dan melakukan pengujian
pada jaringan irigasi sistem perpipaan di lahan sawah. Penelitian ini difokuskan
pada pengembangan sistem kontrol otomatis untuk menggerakkan sistem aktuasi
kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino
Uno ATMega328P dan perancangan sistem perpipaan untuk jaringan irigasi
otomatis di lahan sawah. Teknologi irigasi otomatis dapat digunakan untuk
mempermudah pengaturan tinggi muka air di lahan sawah, meningkatkan efisiensi
penggunaan air irigasi serta efisiensi tenaga kerja.
Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan IPB Desa Cikarawang Dramaga
Bogor. Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu analisis sistem,
perancangan sistem kontrol otomatis dan jaringan irigasi sistem perpipaan,
pengujian dan percobaan lapang, serta analisis hasil percobaan lapang. Nilai tinggi
muka air di lahan sawah diatur antara 0 cm dan 5 cm sebagai setpoint bawah dan
atas untuk acuan dalam menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx
561086. Rancangan jaringan irigasi sistem perpipaan dilakukan pada lahan sawah

berukuran 52 x 17 m, dan sistem irigasi gravitasi dengan beda tinggi elevasi dari
reservoir ke lahan sebesar 50 cm. Pipa utama berdiameter 6 inchi mengalirkan air
ke pipa manifold berdiameter 3 inchi yang merupakan outlet irigasi. Pada pipa
manifold dilengkapi dengan kran air elektris Valworx 561086 yang dikendalikan
dengan sistem kontrol otomatis. Pada percobaan lapang dilakukan pengujian dan
implementasi sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan di lahan
sawah selama 7 hari secara kontinyu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kontrol otomatis dapat
mengontrol sistem aktuasi kran air elektris dengan menggunakan mikrokontroler
pada setpoint yang diinginkan. Sistem mikrokontroler membatasi durasi waktu
untuk pengaturan buka – tutup kran air elektris selama 300 detik dengan rotasi

90 yang dapat menghemat penggunaan daya baterai sebesar 22.2 Watt. Sistem
kontrol otomatis sepenuhnya didukung oleh energi surya yang terdiri dari panel
surya, charge controller dan baterai, dan dapat beroperasi 24 jam tanpa
pengawasan oleh operator. Rata-rata waktu buka katup irigasi adalah 80.67 menit
dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit. Total aplikasi irigasi yang diberikan
selama percobaan setara dengan 37.54 cm. Rata-rata durasi waktu untuk
penurunan tinggi muka air (water level) dari tinggi puncak sampai ke permukaan
tanah adalah 112.36 menit. Sistem irigasi otomatis dapat mengoperasikan kran

irigasi berdasarkan informasi water level di lahan sawah. Hal ini menunjukkan
bahwa aplikasi sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi pipa lahan sawah
dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air
irigasi serta efisien tenaga kerja.
Kata kunci: Irigasi otomatis, irigasi pipa, sawah, setpoint, tinggi muka air

SUMMARY
SUDIRMAN SIRAIT. Design of Automatic Pipe Irrigation System in Paddy Field
Based on Solar Power. Supervised by Satyanto K. Saptomo dan M. Yanuar J.
Purwanto.
The limited water resources and the disturbance caused by climate change
and environmental degradation led to the increasing of water need for agricultural
purposes. This condition can cause an imbalance between supply and demand of
water requirement to plants. The problem of shortage or excess water will cause
the plants can not grow and produce in the optimum condition. Overcoming the
problem of water shortage to increase the productivity and efficiency of irrigation
water use is required for irrigation management technology implementation
effective and efficient, so that the use of irrigation water per unit weight
agricultural cultivation resulting product is getting smaller. One of the technology
to make effective and efficient irrigation is by maintaining the water levels in the

paddy field, as desired. Therefore, the design of automatic pipe irrigation system
in paddy field based on solar power can become an alternative to increasing the
productivity and efficiency of irrigation water use in paddy fields.
The aims of this research are to design an automatic pipe irrigation system
for paddy field which is powered by using solar power with water level in the
paddy fields as reference for controlling electrical valve Valworx 561086 and
conduct testing on pipe irrigation system network in paddy fields. This study
focused on the development of the automatic control system to operate electrical
valve Valworx 561086 using Arduino Uno microcontroller ATmega328P and the
design of automatic pipe irrigation system in paddy field using solar power.
Automatic irrigation technology can be used to ease the water level control in the
paddy field, improving the efficiency of irrigation water and labor.
This research was carried in paddy fields at Cikarawang Village, Dramaga,
Bogor. This study is divided into several stages, which are system analysis, design
of automatic control system and irrigation piping system, testing and field trials,
and analysis of field trials results. Water level at the field was set at a range of 0 to
5 cm, as a setpoint. The design of pipe irrigation system network was
implemented at actual paddy fields of 52 x 17 m, and using gravitational irrigation
with difference of elevation from the reservoir to the land is 50 cm. The main line
with a diameter of 6 inches using for flowing the water into the manifold pipe

with diameter of 3 inches as the irrigation outlet. The manifold pipe fitted with
electrical valve that controlled by an automatic control system. In the field
experiment, testing and implementation of automatic control system on the pipe
irrigation network has been conducted continuously in paddy field for 7 days.
The results showed that the automatic control system can control 90
rotation of electrical valve Valworx 561086 using Arduino Uno microcontroller
ATmega328P in the setpoint. The system was designed to manage irrigation water
automatically based on water level sensor to attain the setpoint level which can be
set according to user requirement. Microcontroller system limits the duration of
time for setting the open  close electrical valve Valworx 561086 for 300 seconds
with a rotation of 90° that can reduce battery consumption of 22.2 Watt. The
system was operated by solar energy, which consists of solar panel, charge

controller, battery, and operate for 24 hours a day, unattended by operators.
Average irrigation valve open 80.67 minutes with an average discharge of 0.29
m3/minutes. Total irrigation water use during the trial is equivalent to 37.54 cm.
The average time in water level decrease from the high peaks to the ground level
was 112.36 minutes. Automatic irrigation system can operate irrigation valve
based on water level information in paddy fields. This indicates that the
application of the automatic control system on pipe irrigation network can

improve the productivity and efficiency of irrigation water use and labour.
Keywords: Automatic irrigation, paddy field, pipe irrigation, setpoint, water level

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI PIPA OTOMATIS
LAHAN SAWAH BERBASIS TENAGA SURYA

SUDIRMAN SIRAIT

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
Pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT

Judul Tesis

: Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah
Berbasis Tenaga Surya
Nama
: Sudirman Sirait
NIM

: F451130011
Program Studi : Teknik Sipil dan Lingkungan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi
Ketua

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi


Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
Irigasi Pipa Otomatis, dengan judul Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis
Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Satyanto K. Saptomo, STP,
MSi dan Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS selaku pembimbing, Bapak
Dr. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku penguji luar komisi, dan Bapak
Dr. Chusnul Arif, STP, MSi selaku moderator ujian tesis yang telah banyak
memberi saran untuk penyempurnaan penulisan. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada ayah, ibu, istri, dan seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada temanteman mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil dan Lingkungan

khususnya angkatan 2013 yang telah banyak memberikan motivasi dan membantu
selama penyusunan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan irigasi di
Indonesia.

Bogor, Agustus 2015
Sudirman Sirait

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi Pipa Otomatis
Kebutuhan Air Irigasi
Analisis Hidrolik Irigasi Pipa
Sistem Kontrol

3
3
4
6
10

3 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian

12
12
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah
Analisis Hidrolik Jaringan Irigasi Pipa
Kalibrasi Sensor
Sistem Irigasi Otomatis Berbasis Tenaga Surya
Pengujian dan Kinerja Sistem Irigasi Otomatis Bertenaga Surya

21
21
22
23
25
27

5 SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

30
30
31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Koefisien Hazen-William
Nilai Kc sebagai fungsi dari 
Koefisien Kb sebagai fungsi R/D
Format keluaran data hasil percobaan
Sifat fisik tanah lahan percobaan
Hasil analisis hidrolik pipa pada jaringan irigasi
Analisis konsumsi daya sistem kontrol otomatis

7
9
9
19
21
23
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Pengecilan penampang pipa secara mendadak
Pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur
Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur
Belokan pipa (a) secara berangsur-angsur, dan (b) secara mendadak
Sensor water level PN-12110215TC-12
Sensor kelembaban tanah VH 400
Aduino Uno
Relay (saklar magnetis)
Rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12
Skema rangkaian hardware sistem kontrol otomatis irigasi pipa
Diagram alir sistem kendali otomatis
Lokasi penelitian otomatisasi irigasi pipa berbasis tenaga surya
Lay-out jaringan irigasi pipa dengan memanfaatkan teknologi otomatis
Diagram alir perancangan jaringan irigasi pipa
Tata letak sensor di lahan sawah
Diagram alir penelitian
Kurva kalibrasi (a) sensor water level 1, dan (b) sensor water level 2
Kurva dan persamaan kalibrasi sensor soil moisture
Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction
Hasil percobaan irigasi otomatis di lahan sawah
Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi otomatis
Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi konvensional

8
8
9
9
10
10
11
12
14
15
16
17
17
18
19
20
24
24
25
28
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Lahan percobaan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya
Solar panel untuk menangkap energi matahari sebagai sumberdaya listrik
Pipa utama pada sistem irigasi pipa otomatis di lahan sawah
Pemasangan valve elektris pada jaringan irigasi
Sistem kontrol otomatis dan proses kalibrasi sensor

34
34
35
35
36

6 Panel sistem kendali yang terdiri dari mikrokontroler, saklar magnetis,
baterai dan charge controller
7 Tata letak sensor water level dan sensor soil moisture di lahan sawah
8 Valve elektris yang dilengkapi dengan by pass valve manual untuk
kondisi dimana sistem mengalami kegagalan

36
37
37

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Irigasi merupakan penambahan air secara buatan untuk mengatasi
kekurangan kadar air tanah. Hal ini disebabkan air tanah yang tersedia akan terus
berkurang karena diserap oleh tanaman dan hilang akibat perkolasi apabila tidak
terjadi hujan atau penambahan air tanah. Disisi lain kondisi sumberdaya air yang
terbatas dan telah mengalami gangguan akibat perubahan iklim serta adanya
degradasi lingkungan menyebabkan kebutuhan air untuk kepentingan pertanian
semakin kompetitif. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara
ketersediaan dan kebutuhan air tanaman. Masalah kekurangan atau kelebihan air
akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum.
Mengatasi masalah kekurangan air untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi penggunaan air irigasi diperlukan penerapan teknologi pengelolaan
irigasi yang efektif dan efisien, sehingga penggunaan air irigasi per satuan berat
produk budidaya pertanian yang dihasilkan semakin kecil. Menurut Molden et al.
(2007), water productivity untuk tanaman padi adalah 0.15 – 1.6 kg/m3, gandum
0.2 – 1.2 kg/m3, jagung 0.30 – 2.00 kg/m3, dan sayuran sebesar 3 – 20 kg/m3.
Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan produksi hasil tanaman pertanian. Perubahan iklim
global dan perubahan pola hujan yang terjadi menyebabkan cuaca sulit di prediksi
sehingga menimbulkan ketidakpastian ketersediaan air. Oleh sebab itu perlu dicari
teknologi otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi pemberian air irigasi. Salah
satu teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien adalah menjaga tinggi
muka air di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan. Pengaturan tinggi muka
air di lahan sawah tidak mungkin jika dilakukan dengan cara manual dan sistem
buka – tutup pintu air yang selama ini banyak dipakai (Hardjoamidjojo dan
Setiawan 2001; Tusi 2010). Pengaturan tinggi muka air dipengaruhi langsung oleh
hujan dan kondisi iklim mikro serta proses evapotranspirasi yang bervariatif
dengan jenis tanaman dan waktu. Oleh karena itu, desain sistem irigasi dengan
memanfaatkan teknologi otomatisasi menjadi satu alternatif yang dapat
meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah.
Penggunaan sistem kontrol otomatis di bidang irigasi memiliki dampak
yang besar pada peningkatan sistem irigasi dan efisiensi penggunaan sumber daya
air serta dapat menjaga permukaan air di lahan pada level tertentu sesuai
kebutuhan tanaman (Lozano et al. 2010; Sudha et al. 2011; Romero et al. 2012;
Saptomo et al. 2013; Coates et al. 2013; Sánchez-Molina et al. 2015; VeraRepullo et al. 2015). Tetapi jika daya baterai yang digunakan untuk menjalankan
alat kontrol masih kurang memadai karena tanpa supply listrik maka sistem
kontrol hanya dapat dipakai untuk satu kontrol saja dan tidak mampu dioperasikan
24 jam secara kontinyu (Saptomo et al. 2012). Berbagai ujicoba dan penelitian
telah dilakukan untuk menemukan teknologi pengelolaan air di sektor pertanian
khususnya lahan sawah. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah
otomatisasi irigasi sistem perpipaan. Dalam penelitian ini dikembangkan
rancangan otomatisasi irigasi pipa lahan sawah bertenaga surya dengan
menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, dengan acuan kendali

2
tinggi muka air (water level) di lahan sawah untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah serta dapat mendukung
keberlanjutan pengembangan pertanian dalam peningkatan produksi hasil
pertanian di Indonesia.

Perumusan Masalah
Pengelolaan air sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan produksi hasil
pertanian. Tanaman budidaya pertanian membutuhkan air yang volumenya
berbeda untuk setiap fase pertumbuhannya. Variasi kebutuhan air tergantung juga
pada varietas tanaman dan sistem pengelolaan lahan pertanian. Teknik
pengelolaan air perlu secara spesifik dikembangkan sesuai dengan sistem produksi
tanaman pertanian dan pola tanamnya. Salah satu cara untuk penyediaan
kebutuhan air oleh tanaman adalah sistem irigasi. Kebutuhan air irigasi
dipengaruhi berbagai faktor seperti iklim mikro, kondisi tanah, koefisien tanaman,
pola tanam, debit air irigasi, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, dan lain-lain.
Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari kinerja suatu sistem
jaringan irigasi. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi bahwa sebagian dari jumlah
air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan
ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Perancangan
sistem irigasi dan sistem penyaluran yang tidak tepat akan meningkatkan
kehilangan air baik di saluran maupun di petak sawah. Disisi lain pemberian air
irigasi yang tidak tepat dan tanpa adanya ukuran yang sesuai kebutuhan tanaman
dapat menyebabkan terjadinya pembusukan akar akibat kelebihan air. Hal ini
dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman serta rendahnya efisiensi
dan produktivitas air irigasi.
Pemberian air irigasi secara berlebihan akan menyebabkan banyaknya air
yang terbuang sehingga terjadi inefisiensi di lapangan. Air yang berlebihan atau
kurang akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berbuah secara
optimum. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pemberian air irigasi yang lebih
efisien. Peningkatan efisiensi dan produktivitas air irigasi dapat dilakukan dengan
cara pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah dengan sistem
otomatis. Pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah dipengaruhi
langsung oleh hujan dan kondisi iklim mikro serta proses evapotranspirasi yang
bervariatif dengan jenis tanaman dan waktu. Oleh karena itu, mendesain jaringan
irigasi yang tepat dan dilengkapi dengan teknologi otomatis menjadi satu
alternatif yang dapat mengurangi tingkat kehilangan air serta dapat
mengendalikan tinggi muka air (water level) sesuai dengan kebutuhan air tanaman.
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, maka dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagaimana menentukan model rancangan jaringan irigasi pipa lahan
sawah yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas air
irigasi berdasarkan kebutuhan air pada tanaman ?
2) Bagaimana penanganan pengelolaan air irigasi sehingga dapat
meningkatkan efisiensi air irigasi dan mengatasi kekurangan air pada
musim kemarau serta kelebihan air pada musim hujan di lahan sawah
dengan sistem kontrol otomatis berbasis tenaga surya ?

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknologi irigasi pipa
otomatis bertenaga surya dengan acuan kendali tinggi muka air (water level) di
lahan sawah untuk pengaturan rotasi kran air elektris Valworx 561086 sebesar 90
dan melakukan pengujian pada jaringan irigasi sistem perpipaan di lahan sawah.

Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini adalah teknologi irigasi pipa otomatis dapat
digunakan untuk mempermudah pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan
sawah, meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisiensi tenaga kerja.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan sistem kontrol otomatis untuk
menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan
menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dan perancangan
sistem perpipaan untuk jaringan irigasi otomatis di lahan sawah bertenaga surya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi Pipa Otomatis
Irigasi didefinisikan sebagai pemberian air kedalam tanah untuk
pertumbuhan tanaman (Prastowo 2010; Triatmodjo 2013). Penyediaan air irigasi
ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan dalam rangka meningkatkan
produksi pertanian yang maksimal dengan tetap memperhatikan kepentingan
lainnya. Irigasi permukaan (surface irrigation) merupakan cara aplikasi irigasi
yang paling banyak digunakan. Irigasi permukaan lebih cocok diterapkan pada
lahan yang relatif seragam dan datar (slope < 2%) serta tanah dengan kapasitas
infiltrasi rendah sampai sedang. Salah satu cara pemberian air irigasi adalah
dengan menggunakan pipa-pipa yang dipasang di bawah permukaan tanah. Pipa
yang digunakan adalah pipa berpori atau pipa yang diberi lubang-lubang kecil
tertentu, kedalaman letak pipa diatur sesuai jenis tanah dan jenis tanaman.
Demikian pula jarak pipa disesuaikan dengan keperluan bagi masing-masing
tempat. Kehilangan air pada sistem pendistribusian berbeda tergantung pada
metode distribusi dan pemberian air. Kehilangan air pada sistem distribusi saluran
terbuka yang salurannya tidak dilapisi diperkirakan sebesar 40%. Pada sistem
irigasi pipa, kehilangan air berkisar 10% untuk sistem irigasi mikro lokal dan
irigasi tetes (drip irrigation) sedangkan pada sistem irigasi sprinkler sampai 30%.
Upaya peningkatan efisiensi pemakaian air dapat dilakukan antara lain dengan
merubah sistem penyaluran atau sistem pemberian air yang didukung oleh
pemilihan jenis tanaman, masa tanam serta manajemen yang tepat. Salah satu

4
faktor yang sangat menentukan dalam mendesain suatu jaringan irigasi adalah
kebutuhan air tanaman, besarnya infiltrasi dan besarnya evapotranspirasi
(Raghuwanshi dan Wallender 1999).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman bisa terhambat atau terganggu
karena kebutuhan air pada tanaman tidak tercukupi atau keberadaan air tanah yang
berlebihan. Produksi hasil pertanian akan menurun jika tanaman mengalami
cekaman air (water stress) (Nikolidakis et al. 2015). Menurut Purwanto dan
Badrudin (1999); Winarbawa (2000); Adams et al. (2011), bahwa berkurangnya
kelembaban tanah dan kekurangan air bagi tanaman untuk melangsungkan proses
evapotranspirasi akan menghambat pertumbuhannya serta dapat mengakibatkan
kekeringan bahkan kematian tanaman. Salah satu cara penyediaan kebutuhan air
oleh tanaman untuk meningkatkan produksi hasil pertanian adalah sistem irigasi.
Siebert dan Doll (2010) memperkirakan bahwa rata-rata hasil produksi tanaman
biji-bijian dengan sistem irigasi adalah 4.4 ton/ha, sedangkan dengan sistem tadah
hujan sebesar 2.7 ton/ha. Sebesar 42% dari hasil produksi tanaman biji-bijian pada
umumnya berasal dari lahan irigasi dan tanpa sistem irigasi hasil produksi akan
menurun sebesar 20%.
Sistem irigasi yang dilengkapi dengan sistem kontrol otomatis dapat
menjaga tinggi muka air (water level) di lahan pada level tertentu. Pengaturan
muka air (water level) di lahan sawah dengan kontrol otomatis merupakan suatu
upaya yang dilakukan untuk menjaga kondisi kelembaban tanah sebagai media
tumbuh tanaman agar tidak sampai mengalami kekeringan dan kelebihan air serta
cukup bagi lahan untuk terhindar dari kekeringan (Saptomo et al. 2004; Arif et al.
2009). Pengaturan water level antara -10 cm sampai 2 cm pada irigasi permukaan
dapat menjaga kelembaban tanah di lahan sawah berada pada kondisi pF dibawah
2 yang berarti tanah berada pada kondisi jenuh atau macak-macak dan tidak
kekurangan air (Saptomo et al. 2012). Menurut Saptomo et al. (2013), bahwa
pengkondisian lengas tanah volumetrik diantara 38.5% dan 28.7% sebagai acuan
untuk mengoperasikan solenoid valve pada irigasi curah dapat mencegah
kekurangan air dan sekaligus menghindari perkolasi.

Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi di lahan sawah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
penyiapan lahan (pengolahan tanah), penggunaan konsumtif (kebutuhan air untuk
pertumbuhan tanaman), perkolasi dan rembesan, penggantian lapisan air, curah
hujan efektif, serta efisiensi irigasi (Prastowo 2010). Kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/ha. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh
faktor-faktor evaporasi dan transpirasi yang kemudian dihitung sebagai
evapotranspirasi. Analisis kesetimbangan air dilakukan untuk melihat kuantitas
dari masing-masing komponen kesetimbangan air dilahan sawah. Menurut
Hardjoamidjojo dan Setiawan (2001), bahwa peningkatan kekurangan air dan
penggunaan lahan dapat mengubah keseimbangan air dan kesehatan ekologi suatu
lahan pertanian. Analisis kesetimbangan air untuk irigasi genangan khususnya
lahan sawah dilakukan berdasarkan Persamaan (1).
Irr + Re = ETc + P + Ro + dS

(1)

5
keterangan:
Irr : irigasi (mm/hari)
Re : hujan efektif (mm/hari)
ETc : evapotranspirasi (mm/hari)
P
: perkolasi (mm/hari)
Ro : limpasan (mm/hari)
dS : perubahan simpanan air di lahan (mm/hari).
Besarnya evapotranspirasi dapat dihitung dengan metode empiris, seperti
metode Radiasi, Penman-Monteith, Blaney-Criddle, dan panci evapotranspirasi
(Prastowo 2010 diacu dalam Raes et al. 1989). Persamaan perhitungan
evapotranspirasi potensial (ETo) dengan menggunakan metode Penman-Monteith
yang dimodifikasi sebagai berikut:
o

n

1-

u



(2)

keterangan:
ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hari)
W
: faktor yang mempengaruhi penyinaran matahari
c
: faktor koreksi (penyesuaian kondisi cuaca akibat siang dan malam)
(1-W) : faktor berat sebagai pengaruh angin dan kelembaban
Rn
: radiasi penyinaran matahari (mm/hari)
f(u) : faktor yang tergantung dari kecepatan angin / fungsi relatif angin
ea
: tekanan uap jenuh (mbar)
ed
: tekanan uap nyata (mbar)
(ea-ed) : perbedaan tekanan uap air/ perbedaan tekanan uap jenuh rata-rata
dengan tekanan uap rata-rata yang sesungguhnya dan dinyatakan
dalam mbar pada temperatur rata-rata.
Kebutuhan air konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman
untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman.
Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus
dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem
irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang
ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah
perakaran, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, tahapan pertumbuhan, tipe
dedaunan, intensitas dan lama penyinaran. Kebutuhan air untuk tanaman di lahan
diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukkan faktor-faktor
tanaman (kc). Persamaan (3) digunakan untuk menghitung kebutuhan air
konsumtif tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) adalah sebagai berikut
(Prastowo 2010; Triatmodjo 2013):
ETc = ETo  Kc
keterangan:
ETc : kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hari)
Kc : koefisien tanaman.

(3)

6
Kebutuhan air konsumtif dipengaruhi oleh jenis dan umur tanaman (fase
pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air
konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat
pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum,
nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Nilai
kebutuhan air konsumtif untuk perubahan-perubahan fase pertumbuhan tanaman
tersebut merupakan nilai koefisien faktor tanaman (kc). Nilai koefisien
pertumbuhan tanaman (kc) tergantung jenis tanaman dan periode pertumbuhan
tanaman yang ditanam, untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut
varietasnya (Prastowo 2010). Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat
tanah, dan sifat tanah umumnya tergantung pada kegiatan pemanfaatan lahan atau
pengolahan tanah. Pada tanah bertekstur lempung berat dengan karakteristik
pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1  3 mm/hari.
Pada tanah-tanah yang bertekstur lempung lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih
tinggi. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar
Perencanaan Irigasi 1986, KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian lapisan
air adalah 50 mm/bulan (atau 3.3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan
dua bulan setelah transplantasi (Triatmodjo 2013).

Analisis Hidrolik Irigasi Pipa
Sistem irigasi perpipaan yang terdiri dari pipa utama, pipa monifold, pipa
lateral dan valve line dapat meningkatan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan
sawah serta dapat mengurangi tingkat kehilangan air akibat evaporasi, infiltrasi,
perkolasi, run off maupun seepage. Pipa adalah saluran tertutup dan biasanya
berpenampang lingkaran yang digunakan untuk mengalirkan fluida dengan
tampang aliran penuh. Analisis hidrolik jaringan pipa dapat dilakukan untuk
menentukan rancangan jaringan irigasi perpipaan, debit aliran dan head loss.
Persamaan aliran yang paling dasar adalah persamaan kesinambungan (continuity)
yang berkaitan dengan aliran air Q pada suatu penampang melintang, kecepatan
aliran v dan luas A dari dua penampang yang berbeda (Triatmodjo 2013; Kodoatie
2005):
Q  Av

(4)

keterangan:
Q : debit aliran (m3/d)
A : luas penampang saluran (m2)
v : kecepatan aliran (m/s).
Persamaan kontinuitas dapat digunakan untuk menghitung nilai debit aliran
pada jaringan irigasi. Menurut Sulistiono (2013), bahwa irigasi dengan
penyaluran tertutup menggunakan pipa sangat memungkinkan terjadinya
sedimentasi di dalam pipa. Faktor kecepatan aliran di dalam pipa sangat
berpengaruh terhadap laju sedimentasi yang terjadi, karena semakin rendah
kecepatan aliran di dalam pipa maka semakin tinggi laju sedimentasi yang terjadi
di dalam pipa. Kecepatan aliran dalam pipa ditentukan dengan menggunakan
persamaan Hazen-William berikut (Triatmodjo 2013):

7
v = 0,354 CH I 0,54 D 0,63

(5)

keterangan:
v : kecepatan (m/s)
CH : koefisien Hazen-William
I : kemiringan garis tenaga hf/L
D : diameter pipa (m).
Pada persamaan Hazen-William, nilai CH tergantung pada kekasaran pipa
seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Koefisien Hazen-William
Nilai CH
140
130
120
110
100
95
60  80
(Sumber: Triatmodjo 2013)

Jenis pipa
Pipa sangat halus
Pipa halus, semen, besi tuang baru
Pipa baja dilas baru
Pipa baja dikeling baru
Ppa besi tuang tua
Pipa baja dikeling tua
Pipa tua

Kecepatan aliran pada jaringan pipa dipengaruhi oleh kehilangan energi
(head loss) aliran dalam pipa. Jika kehilangan energi semakin besar maka
kecepatan aliran akan berkurang dan jika kehilangan energi semakin kecil maka
kecepatan aliran akan bertambah. Kehilangan energi (head loss) aliran melalui
pipa adalah penjumlahan dari perubahan energi mekanik internal. Head loss
dibagi 2 yaitu head loss major dan head loss minor. Head loss major adalah head
loss yang terjadi akibat gesekan pada dinding pipa atau bentuk penampang lainnya,
sedangkan head loss minor adalah head loss yang diakibatkan oleh adanya
perubahan penampang pipa, sambungan, belokan, dan accessories pipa lainnya.
Head loss major pada pipa dapat ditentukan dengan persamaan Darcy-Weisbach
(Maryono 2003; Munson 2003; Kodoatie 2005; Triatmodjo 2013) berikut:

hf  f

L v2
D 2g

(6)

keterangan:
hf : kehilangan energi (m)
f
: faktor gesek
L : panjang pipa (m)
D : diameter pipa (m)
v : kecepatan aliran (m/s)
g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2).
Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa juga dapat
disebabkan oleh pengecilan penampang yang mendadak (Gambar 1), tetapi
kehilangan energi (head loss) aliran pada pengecilan penampang pipa dapat

8
dikurangi dengan membuat pengecilan penampang secara berangsur-angsur
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Pengecilan penampang pipa secara mendadak

Gambar 2 Pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur
Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa yang disebabkan
oleh pengecilan penampang secara berangsur-angsur dapat ditentukan dengan
persamaan berikut (Triatmodjo 2013):

v 2
he  Kc 2
(7)
2g
keterangan:
he : kehilangan energi akibat pengecilan berangsur-angsur (m)
Kc : koefisien he, tergantung pada sudut transisi  dan perbandingan luas
penampang A2/A1
v2 : kecepatan aliran pada penampang 2 (m/s)
g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2).
Perbesaran penampang pipa secara mendadak mengakibatkan terjadinya
kenaikan tekanan dari p1 menjadi p2 dan kecepatan turun dari v1 menjadi v2, pada
tempat di sekitar perbesaran penampang (1) akan terjadi olakan dan aliran akan
normal kembali mulai dari penampang (2). Hal ini dapat menyebabkan kehilangan
energi (head loss) aliran pada jaringan pipa. Kehilangan energi (head loss) aliran
pada jaringan pipa yang disebabkan oleh perbesaran penampang pipa dapat
dikurangi dengan membuat perbesaran penampang secara berangsur-angsur
seperti ditunjukkan pada Gambar 3, nilai kehilangan energi (head loss) aliran
ditentukan dengan Persamaan (8) dan nilai Kc sebagai fungsi dari sudut 
ditunjukkan pada Tabel 2 (Triatmodjo 2013):

v  v 2
he  Ke 1 2
2g

(8)

9
keterangan:
he : kehilangan energi akibat perbesaran berangsur-angsur (m)
Kc : koefisien he, nilai Kc tergantung pada sudut 
v2 : kecepatan aliran pada penampang 2 (m/s)
g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2).

Gambar 3 Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur
Tabel 2 Nilai Kc sebagai fungsi dari 



10
0.078

Kc

20
0.31

30
0.49

40
0.60

50
0.67

60
0.72

75
0.72

(Sumber: Triatmodjo 2013)
Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa terjadi pula pada
belokan pipa. Kehilangan energi yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut
belokan pipa. Pada sudut belokan 90o dan dengan belokan berangsur-angsur
seperti ditunjukkan pada Gambar 4a, maka kehilangan energi tergantung pada
perbandingan antara jari-jari belokan dan diameter pipa. Nilai Kb untuk berbagai
nilai R/D ditunjukkan pada Tabel 3. Secara matematis besarnya head loss yang
terjadi pada belokan pipa dapat ditulis sebagai berikut:

v2
hb  K b
2g

(9)

Tabel 3 Koefisien Kb sebagai fungsi R/D
R/D
Kb

1
0.35

2
0.19

4
0.17

6
0.22

10
0.32

16
0.38

20
0.42

(Sumber: Triatmodjo 2013)

(a)

(b)

Gambar 4 Belokan pipa (a) secara berangsur-angsur, dan (b) secara mendadak

10
Sistem Kontrol
Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat
(kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari
suatu sistem. Sistem kontrol otomatis terdiri atas elemen pengukuran (sensor),
eleman kendali (actuator), dan pengendali (controller). Elemen pengukuran
(sensor) memberikan umpan balik (feedback) ke sistem kendali berupa kondisi
aktual dari proses yang dikendalikan. Sensor adalah alat untuk
mendeteksi/mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis,
magnetis, panas, sinar, kimia, menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor dalam
teknik pengukuran dan pengaturan secara elektronik berfungsi mengubah besaran
fisik (misalnya: temperatur, gaya, kecepatan putaran) menjadi besaran listrik yang
proposional (Septiawan 2010). Gambar 5 memperlihatkan sensor yang digunakan
untuk mengukur tinggi muka air di lahan sawah.

Gambar 5 Sensor water level PN-12110215TC-12
(Sumber: http://www.milonetech.com/)
Sistem kontrol otomatis dilengkapi dengan elemen sensor untuk mengukur
tingkat kelengasan tanah di lahan sawah. Sensor yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah adalah Vegetronix VH400
(Sudha et al. 2011). Gambar 6 memperlihatkan sensor yang digunakan untuk
mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah.

Gambar 6 Sensor kelembaban tanah VH 400
(Sumber: http://www.vegetronix.com/)

11
Elemen kendali (actuator) memiliki aktuator, sirkuit pengatur daya, dan
catu daya tersendiri dan berfungsi untuk aktualisasi perintah yang diberikan oleh
pengendali. Pengendali memiliki unit pemroses yang dilengkapi dengan memori
dan sirkuit pembanding setpoint dengan nilai yang terbaca oleh sensor. Pada
sistem kendali otomatis, mikrokontroler merupakan salah satu elemen pengendali.
Mikrokontroler adalah sebuah sistem komputer fungsional dalam sebuah chip.
Pada mikrokontroler terdapat sebuah inti prosesor, memori (sejumlah kecil RAM,
memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Mikrokontroler
merupakan suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran
serta kendali dengan program yang bisa ditulis maupun dihapus dengan cara
khusus, yaitu cara kerja mikrokontroler. Mikrokontroler digunakan dalam produk
dan alat yang dikendalikan secara otomatis serta menjadikan proses pembuatan
pada sebuah perangkat digital menjadi lebih mudah dan ekonomis. Salah satu
jenis mikrokontroler yang dapat digunakan untuk sistem kendali otomatis adalah
Arduino Uno ATMega328P. Skema Arduino Uno ATMega328P disajikan pada
Gambar 7 dengan spesifikasi sebagai berikut (www.arduino.cc):
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)

Operating voltage 5V
Rekomendasi input voltage 7  12V
Batas input voltage 6  20V
Memiliki 14 buah digital input/output
Memiliki 6 buah Analog Input
DC current setiap I/O Pin sebesar 40 mA
DC current untuk 3.3V sebesar 50 mA
Flash memory 32 KB
SRAM 2 KB
EEPROM 1 KB

Gambar 7 Aduino Uno
(Sumber: http://www.arduino.cc.)
Relay adalah saklar mekanik yang dikendalikan atau dikontrol secara
elektronik (elektro magnetik). Saklar pada relay menyebabkan perubahan posisi
OFF ke ON pada saat diberikan energi elektro magnetik pada armatur relay
tersebut. Saklar atau kontaktor relay dikendalikan menggunakan tegangan listrik
yang diberikan ke induktor pembangkit magnet untuk menarik armatur tuas saklar

12
atau kontaktor relay. Relay dibutuhkan dalam rangkaian elektronika sebagai
eksekutor sekaligus interface antara beban dan sistem kendali elektronik yang
berbeda sistem power supplynya. Secara fisik antara saklar atau kontaktor dengan
elektromagnet relay terpisah sehingga antara beban dan sistem kontrol juga
terpisah. Relay elektromekanik terdiri dari 2 bagian utama yakni saklar mekanik
dan sistem pembangkit elektromagnetik (induktor inti besi) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 8. Relay menggunakan prinsip elektromagnetik untuk
menggerakkan kontak saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil (low power)
dapat menghantarkan listrik yang bertegangan lebih tinggi.

Gambar 8 Relay (saklar magnetis)
(Sumber: http://teknikelektronika.com)

3 METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Mei 2015 di
Laboratorium Wageningan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan sebagai
tempat perancangan dan pangujian sistem kontrol otomatis. Perancangan dan
pengujian sistem irigasi pipa otomatis dilakukan di lahan percobaan IPB Desa
Cikarawang, Dramaga, Bogor. Penentuan karakteristik tanah dilakukan di
Laboratorium Sumberdaya Tanah Terpadu, Balai Penelitian Tanah, Cimanggu
Bogor. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berupa data iklim selama
percobaan lapang yaitu curah hujan harian, temperatur harian, dan penguapan.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk perancangan
jaringan irigasi pipa dan perancangan sistem kontrol otomatis. Adapun bahan
yang digunakan untuk perancangan jaringan irigasi pipa adalah pipa diameter 3
inchi dan 6 inchi, kran air manual 3 inchi dan 4 inchi, sock drat luar 3 inchi dan 4
inchi, VS 43 dan 63, solatip, dan lem pipa. Bahan yang digunakan untuk
perancangan sistem kontrol otomatis adalah mikrokontroler Arduino Uno

13
ATMega328P, sensor water level eTape Continuous Fluid Level Sensor PN12110215TC-12, sensor soil moisture Vegetronix VH400, kotak panel, micro SD,
RTC modul, baterai 12V, relay 12V dan 5V, panel surya, solar charge controller,
terminal barrier, kran air elektris Valworx 561086 diameter 4 inchi, dan kabel.

Alat
Alat yang digunakan untuk perancangan irigasi pipa otomatis berbasis
tenaga surya adalah peralatan perbengkelan pertanian, komputer, software
Microsoft Excel yang digunakan untuk pembuatan dan simulasi program kontrol
otomatis, penggaris, GPS, stopwatch, Theodolite, meteran, dan multimeter.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu analisis sistem,
perancangan sistem kontrol otomatis dan jaringan irigasi sistem perpipaan,
pengujian dan percobaan lapang, serta analisis hasil percobaan lapang.
Analisis Sistem
Pada tahap ini dilakukan analisis yang mencakup segala kebutuhan dalam
membangun sistem teknologi otomatis irigasi pipa dengan mengidentifikasi
masalah yang meliputi model rancangan dan sistem hidrolik jaringan pipa pada
jaringan irigasi, rangkaian hardware sistem kontrol otomatis, sensor water level
untuk mengukur tinggi muka air di lahan percobaan, sensor soil moisture untuk
mendeteksi tingkat kelengasan tanah di lahan percobaan, solar charge contoller
dan baterai serta perangkat elektronika sebagai pendukung sistem kontrol irigasi
pipa otomatis di lahan sawah dengan pemanfaatan energi surya.
Perancangan Sistem Kontrol Otomatis
Tahap perancangan sistem kontrol otomatis yang dilakukan adalah
perancangan software dan perancangan hardware. Pada tahap perancangan
software dilakukan pembuatan dan penyesuaian program untuk melakukan
serangkaian pengujian sistem otomatis. Penulisan program kendali ditulis di
halaman Arduino Uno. Bahasa pemograman didasarkan pada bahasa pemograman
C/C++. Pada tahap perancangan hardware terdiri atas sensor water level, sensor
soil moisture, mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, kran air elektris
Valworx 561086, baterai 12 volt, relay, panel surya dan solar charge controller,
terminal barrier, modul real time clock (RTC) dan micro SD. Sensor water level
yang digunakan yaitu eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12.
Dimana sensor ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)

Panjang sensor
Panjang sensor aktif
Lebar sensor
Sensor output
Resistance gradient

: 14.2 (361 mm)
: 12.4 (315 mm)
: 1.0 (25.4 mm)
: 400 – 2000Ω ±20%
: 150Ω /in hi 60Ω/cm)

14
6)
7)
8)
9)
10)

Resolusi
Actuation depth
Tahanan referensi (Rref)
Ketahanan suhu
Daya

: < 0.01 (0.25 mm)
: Nominal 1 (25.4 mm)
: 2000Ω, ±20%
: 15°F – 150°F (-9°C – 65°C)
: 0.5 Watts (VMax = 10 V)

Sensor water level memiliki empat pin yang memiliki fungsi masingmasing. Pin 1 merupakan Vin, pin 2 merupakan ground dan Vout merupakan
penggabungan pin 3 dan pin 4. Sensor water level yang digunakan yaitu eTape
Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12. Sensor water level yang
digunakan pada penelitian ini sebanyak 2 buah yang digunakan untuk kontrol dan
monitoring tinggi muka air di lahan percobaan. Setiap kaki pada sensor
dihubungkan dengan mikrokontroler, dimana kaki Vin dihubungkan ke port 5 V,
kaki ground dihubungkan ke port ground dan kaki Vout dihubungkan ke port
analog serial A1 dan A2 pada mikrokontroler. Gambar 9 memperlihatkan skema
rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12.
Vout = I x Rsense

Gambar 9 Rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12
Sensor soil moisture memiliki tiga pin yaitu bare, red, black. Pin bare
sebagai ground, pin red sebagai Vin (3.3V – 20VDC) dan pin black sebagai output
sensor (0 – 3V). Rangkaian sensor soil moisture hampir sama dengan rangkaian
sensor water level. Setiap kaki pada sensor dihubungkan dengan mikrokontroler,
dimana kaki Vin dihubungka ke port 5V, kaki ground dihubungkan pada port
ground dan kaki Vout dihubungkan pada port analog serial A0 pada
mikrokontroler. Sensor soil moisture yang digunakan yaitu Vegetronix VH400
dengan spesifikasi sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Konsumsi daya
Tegangan suplai
Daya ke output stabil
Output impedance
Ketahanan suhu
Akurasi pada 25°C
Output

: < 7mA
: 3.3V – 20 VDC
: 400 ms
: 10K ohms
: -40°C – 85°C
: 2%
: 0 – 3V

Sensor water level dan sensor soil moisture berkomunikasi dengan
komputer melalui USB Serial Port. Komputer berfungsi sebagai antar muka
pengguna untuk memonitor dari hasil pembacaan sensor, waktu dan aktivitas

15
sistem kendali irigasi, serta untuk mengubah setting pengendalian yang diinginkan.
Pada serial monitor akan ditampilkan nilai dari sensor water level dan sensor soil
moisture, sehingga dapat mengetahui dan mengamati nilai level muka air di lahan
percobaan. Komponen mikrokontroler ATMega328P yang berfungsi sebagai
pengolah keseluruhan data input analog sensor water level dan sensor soil
moisture, sehingga didapatkan nilai level muka air dan kadar air tanah pada lahan
percobaan. Pada blok mikrokontroler juga dipasang micro SD modul dan real time
clock sehingga dapat merekam data hasil pembacaaan sensor yang disertai dengan
waktu pengukuran. Micro SD modul dan real time clock dipasang pada port 3 volt,
port ground, port digital 10, port digital 11, port digital 12, dan port digital 13
yang terdapat pada mikrokontroler.
Pada blok mikrokontroler terdapat beberapa rangkaian, antara lain relay
sebagai saklar otomatis untuk menghidupkan atau mematikan sistem, terminal
barrier, panel surya dan solar charge controller sebagai pendukung sistem
dengan pemanfaatan tenaga surya, baterai 12 volt sebagai sumber tegangan listrik
yang akan dialirkan melalui relay untuk menggerakkan sistem motor kran air
elektris yang berfungsi sebagai buka – tutup aliran air yang akan mengalir ke
jaringan irigasi (outlet irigasi). Gambar 10 memperlihatkan skema rangkaian
hardware pada sistem irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya. Kran air elektris
yang digunakan pada penelitian ini adalah Valworx 561086 yang berdiameter 4
inchi dengan spesifikasi sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Tegangan kerja
Konsumsi daya
Ketahanan suhu
Cycle time
Berat
Max run torque

: 12 – 24 AC/DC
: 2.1A @12VDC, 1.20A @24VDC, 0.9A @24VC
: -4 – 158°F (-20 – 70°C)
: 35 sec / 90°
: 6.6 lbs (3 kg)
: 752 in lbs (85Nm)

Gambar 10 Skema rangkaian hardware sistem kontrol otomatis irigasi pipa

16
Sensor water level dan sensor soil moisture diletakkan di salah satu titik
pada lahan percobaan. Data yang diperoleh dari hasil pembacaan sensor tersebut
digunakan sebagai masukan kontrol kemudian diolah oleh mikrokontroler,
sehingga dihasilkan keluaran. Sistem mikrokontroler ini yang akan memantau
level muka air lahan sawah dari waktu ke waktu dan mengolahnya, kemudian
memberikan perintah pada motor kran air elektris Valworx 561086 untuk buka –
tutup yang berfungsi mengalirkan air ke jaringan irigasi melalui sistem perpipaan
sampai ke lahan.
Nilai setpoint level muka air lahan percobaan ditentukan pada ketinggian 0 5 cm. Ketika level muka air dilahan percobaan berada di bawah 0 cm, maka
mikrokontroler akan memberikan sinyal untuk mengaktifkan relay yang akan
mengaktifkan motor kran elektris untuk buka. Demikian juga sebaliknya ketika
level muka air dilahan percobaan berada di atas 5 cm, maka mikrokontroler akan
memberikan sinyal untuk mengaktifkan relay dan menggerakkan motor kran
elektris untuk tutup. Sistem pengaturan air akan menjadi lebih akurat karena
proses kendali dilakukan dengan sistem komputer dan tinggi level muka air tidak
hanya dapat dipantau tetapi juga dapat diukur. Gambar 11 menunjukkan bagan
alir rancangan sistem kendali otomatis irigasi pipa di lahan sawah bertenaga surya.
Start
Setpoint atas,
Setpoint bawah

Sensor
Valve Open

Sensor ≥ setpoint
atas

Yes

Valve Close

Analog to Digital Converter

No

Sensor ≤ setpoint
bawah

Stop

Gambar 11 Diagram alir sistem kendali otomatis
Pemasangan Sistem Kontrol Otomatis pada Jaringan Irigasi Perpipaan
Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem irigasi pipa otomatis lahan
sawah berbasis tenaga surya yang akan diterapkan pada lahan produksi di Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian terletak
pada koordinat 1064345.56 BT dan 6330.20 LS dengan luas lahan 0.116 ha.

17
Gambar 12 memperlihatkan lokasi penelitian rancang bangun sistem irigasi pipa
otomatis lahan sawah berbasis tenaga surya.

Gambar 12 Lokasi penelitian otomatisasi irigasi pipa berbasis tenaga surya
Rancangan jaringan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya dilakukan
pada lahan sawah berukuran 52 x 17 m dengan menggunakan sistem perpipaan,
dan sistem irigasi gravitasi dengan