Desain Dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft Dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar

DESAIN DAN UJI KINERJA TUNGKU GASIFIKASI
UPDRAFT DENGAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN
BAKAR

STEVANUS ANDIKA PUTRA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Uji
Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Stevanus Andika Putra

NIM F14110014

ABSTRAK
STEVANUS ANDIKA PUTRA. Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi
Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar. Dibimbing oleh
LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Penerapan konsep gasifikasi merupakan salah satu alternatif pemanfaatan
energi biomassa. Pada penelitian ini digunakan tungku gasifikasi updraft dengan
sumber udara gasifikasi diperoleh dari kipas. Biomassa yang digunakan sebagai
bahan bakar adalah kulit singkong yang telah dikeringkan sebelumnya. Tungku ini
dinyalakan dari bagian atas atau lebih dikenal dengan metode toplit karena dinilai
paling cocok. Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui performa gasifikasi yang
dilakukan menggunakan metode water boiling test. Kulit singkong diberi dua
perlakuan berbeda yaitu variasi kepadatan dan variasi kadar air. Hasil percobaan

menunjukkan bahwa tingkat kepadatan berpengaruh langsung terhadap konsumsi
spesifik, laju pembakaran dan laju pergerakan charcoal bed. Sedangkan kadar air
berpengaruh langsung terhadap kualitas gasifikasi. Nilai efisiensi tungku ini masih
relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 5.88 hingga 8.79%.
Kata kunci : Gasifikasi, Kulit singkong, Updraft

ABSTRACT
STEVANUS ANDIKA PUTRA. Design and Performance Test of Updraft
Gasification Stove with Cassava Peel as Fuel. Supervised by LEOPOLD OSCAR
NELWAN.
Application of gasification concept is an alternative way of biomass
energy utilization. In this experiment an updraft gasification stove is used, with
blower to supply gasification air. Biomass that used as fuel in this experiment is
dried cassava peel. This stove was ignited from the top which is known as toplit
method because it was the most suitable method. Water boiling test was
conducted to test gasification performance. Cassava peel was given two different
variations which are density and water content variation. The test result showed
that density variation was related directly to specific fuel consumtion, burning
rate, and charcoal bed moving rate. Meanwhile water content variation was related
directly to gasification quality. Efficiency of this gasifier is still pretty low only

between 5.88 to 8.79%.
Keywords : Cassava peel, Gasification, Updraft

DESAIN DAN UJI KINERJA TUNGKU GASIFIKASI
UPDRAFT DENGAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN
BAKAR

STEVANUS ANDIKA PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karunia-Nya yang tak terkira sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Topik
yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah Desain dan Uji Kinerja Tungku
Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar. Penelitian ini
mulai dilakukan pada bulan Maret 2015.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua dan adik penulis atas doa, kasih sayang, dukungan dana,
dan motivasi tiada henti.
2. Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan inspirasi selama penelitian
hingga penulisan karya ilmiah ini.
3. Ardelia Natakusuma selaku kekasih penulis beserta keluarganya yang telah
memberikan cinta, doa dan dukungan moral selama penelitian hingga
penulisan karya ilmiah ini.
4. Teman-teman penulis yang telah menemani dan banyak membantu penulis
dalam segala hal (Irpan, Fathur, Farrah, Alif, Yuko, Holil, Amel, Antoni,
Tanti, Andria, Fidela, Evans, Ibrahim, Priyohadi, Devi, dll).
5. Regenboog 48 yang telah menjadi teman seperjuangan penulis selama

menempuh studi di IPB.
6. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB yang telah menjadi keluarga kedua
penulis selama menempuh studi di IPB.
7. Teknisi Laboratorium Energi (Pak Harto) yang senantiasa membantu
penulis selama penelitian
8. Segala pihak yang telah membantu penulis yang namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu energi khususnya di bidang konversi energi.

Bogor, Januari 2016

Stevanus Andika Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR


v

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Singkong (Manihot utilisima)

2

Gasifikasi

4

Reaktor gasifikasi updraft

7

Tungku masak gasifikasi


8

METODOLOGI

9

Waktu dan Tempat

9

Peralatan

9

Prosedur Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN


17

Pengaruh Penggunaan Uap Air terhadap Performa Gasifikasi

17

Uji Kinerja Tungku Gasifikasi

19

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran


24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1

Jenis-jenis reaksi gasifikasi yang mungkin terjadi pada suhu 25oC


5

2

Nilai kalor gas hasil gasifikasi berdasarkan mediumnya

5

3

Hubungan suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi selulosa

6

4

Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi

17

5

Pengaruh tingkat kepadatan terhadap beberapa parameter pengujian

19

6

Pengaruh kadar air terhadap beberapa parameter pengujian

22

7

Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar

22

8

Hasil perhitungan efisiensi tungku gasifikasi

23

DAFTAR GAMBAR
1

Produksi singkong di Indonesia

3

2

Konfigurasi reaktor updraft

8

3

Diagram alir prosedur penelitian keseluruhan

10

4

Skema cara kerja alat

12

5

Lokasi pengukuran suhu

16

6

Tampilan 3D tungku

16

7

Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan

18

8

Perbedaan warna api tanpa uap air dan sedikit uap air

18

9

Contoh grafik kenaikan suhu di setiap titik pengukuran terhadap waktu

20

10 Cara perhitungan laju pergerakan charcoal bed

21

11 Penampakan api yang sangat besar

23

DAFTAR LAMPIRAN
1

Gambar teknik tungku gasifikasi

26

2

Tabel hubungan antara perlakuan dan parameter-parameter pengujian

27

3

Grafik sebaran suhu terhadap waktu pada tiap pengujian

28

4

Data perhitungan nilai kalor

31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Singkong (Manihot utilisima), disebut juga ubi kayu atau ketela, sebenarnya
adalah tanaman liar yang berasal dari Amerika Selatan. Kemudian oleh Bangsa
Portugis tanaman ini dibawa ke seluruh dunia dan akhirnya masuk ke Indonesia
sekitar abad ke-16. Saat itu singkong sempat menjadi makanan pokok masyarakat
Indonesia. Namun karena dipandang lebih rendah daripada nasi, singkong mulai
ditinggalkan. Meski singkong tidak lagi di konsumsi sebagai makanan pokok,
namun jumlah produksi singkong di Indonesia tetap tinggi. Bahkan Indonesia
menduduki peringkat ke 3 negara penghasil singkong terbesar di dunia setelah
Nigeria dan Thailand. Menurut data FAO produksi singkong Indonesia pada tahun
2013 mencapai 23.9 juta ton.
Saat ini singkong lebih sering diolah menjadi bentuk lain. Beberapa olahan
singkong yang sering dikonsumsi adalah tepung tapioka, keripik singkong dan
makanan tradisional lainnnya. Pengolahan singkong menjadi bentuk lain memang
menaikkan nilai ekonomis singkong dan tidak lagi dipandang sebagai makanan
orang miskin. Namun pengolahan singkong menimbulkan permasalahan baru
yaitu adanya limbah berupa kulit singkong. Limbah kulit singkong cukup banyak
jumlahnya. Berdasarkan Lebot (2009) setiap singkong dapat menghasilkan 10 –
15% limbah kulit singkong. Ini berarti jumlah limbah kulit singkong di Indonesia
pada tahun 2013 saja berkisar 2.3 – 3.6 juta ton.
Selama ini limbah kulit singkong hanya dibiarkan begitu saja dan belum
banyak yang melakukan pengolahan lebih lanjut. Limbah kulit singkong yang
dibiarkan menumpuk begitu saja akan membusuk dan menimbulkan polusi udara
berupa bau yang tidak sedap. Padahal jika dilakukan pengolahan lebih lanjut, kulit
singkong tersebut dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Pemanfaatan
kulit singkong sebagai sumber energi yang selama ini sudah dilakukan adalah
pembakaran secara langsung untuk boiler, pembuatan biogas dari kulit singkong,
dan pembuatan bioethanol. Selain cara-cara tersebut, ada salah satu cara lain
pemanfaatan kulit singkong yaitu dengan cara gasifikasi, namun kulit singkong
harus dalam kondisi kering.
Gasifikasi adalah sebuah reaksi kimia yang mengubah bahan yang
mengandung karbon seperti biomasa menjadi bahan bakar berupa gas atau
senyawa kimia. Gasifikasi berbeda dengan pembakaran langsung. Pada proses
pembakaran langsung juga terjadi proses pengubahan bahan yang mengandung
karbon menjadi produk gas, hanya saja gas yang dihasilkan tidak memiliki nilai
kalor. Proses gasifikasi mengemas energi menjadi ikatan kimia dalam produk,
sementara proses pembakaran melepaskan ikatan kimia tersebut. Gasifikasi
membutuhkan medium gasifikasi yang bereaksi dengan karbon padat dan
hidrokarbon yang berat untuk mengubahnya menjadi gas bermolekul ringan
seperti CO2 dan H2. Medium gasifikasi yang paling umum digunakan adalah
oksigen, uap, dan udara. Gasifikasi dengan oksigen memang menghasilkan gas
dengan nilai kalor yang tinggi, namun harganya cukup mahal. Sebenarnya oksigen
juga bisa didapat dari udara bebas hanya saja kandungan oksigennya sedikit dan
lebih banyak kandungan nitrogennya sehingga nilai kalor dari gas yang dihasilkan

2
lebih rendah. Sementara bila menggunakan uap sebagai medium gasifikasi nilai
kalor gas yang dihasilkan lebih tinggi daripada jika menggunakan udara, namun
lebih rendah daripada jika menggunakan oksigen (Basu 2013).
Dengan konsep tersebut akan dikembangkan tungku masak berbasis
gasifikasi dengan bahan bakar limbah kulit singkong kering. Tungku masak ini
sangat cocok digunakan oleh para produsen bahan olahan singkong. Limbah kulit
singkong yang dihasilkan dari proses produksi dapat digunakan lagi untuk proses
pengolahan singkong. Sehingga produsen dapat menghemat pengeluaran untuk
bahan bakar.
Perumusan Masalah
Dengan banyaknya produsen panganan berbahan dasar singkong, jumlah
limbah kulit singkong meningkat. Limbah kulit singkong ini memiliki potensi
yang cukup besar untuk dijadikan sumber energi. Pada penelitian ini limbah kulit
singkong dimanfaatkan dengan cara digasifikasi menggunakan tungku gasifikasi
updraft dan gas yang dihasilkan digunakan untuk proses pemasakan di industri
atau rumah tangga. Pemanfaatan limbah kulit singkong ini dapat mengurangi
permasalahan limbah serta menghemat pengeluaran produsen untuk bahan bakar.
Tujuan Penelitian
Merancang dan menguji kinerja tungku gasifikasi berbahan bakar kulit
singkong untuk proses pemasakan di industri kecil atau rumah tangga.

TINJAUAN PUSTAKA
Singkong (Manihot utilisima)
Berdasarkan Lebot (2009), singkong adalah tanaman terpenting keenam
setelah gandum, padi, jagung, kentang, dan jelai. Singkong masih menjadi
makanan pokok bagi lebih dari 800 juta orang di dunia, sebagian besar di negaranegara tropis yang miskin. Tempat asal dimana singkong tumbuh sangat misterius
dan telah banyak diperdebatkan. Hingga akhirnya pada akhir abad ke-19, dicapai
kesepakatan bahwa semua jenis singkong berasal dari daerah Amerika Selatan
tepatnya Brazil. Kemudian oleh para penjelajah dibawa masuk ke Indonesia pada
abad ke-16. Pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai
negara penghasil singkong terbesar di dunia menurut data FAO. Produksi
singkong di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.
Onwueme (1978) dalam bukunya menyatakan bahwa ada banyak jenis
tanaman singkong bergantung pada daerah tumbuhnya. Jenis-jenis singkong ini
dapat dibedakan berdasarkan morfologi dasar (seperti bentuk dan ukuran daun,
tinggi tanaman, warna petiole, dll.), bentuk umbi, lama panen, banyak panen, dan
kandungan cyanogenic glucoside pada akar. Berdasarkan kandungan cyanogenic
glucoside pada akar, singkong dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar :
varietas dengan rasa dominan pahit, dimana cyanogenic glucoside tersebar merata
di seluruh umbi dengan tingkat yang tinggi, dan varietas dengan rasa dominan

3
manis, dimana cyanogenic glucoside sebagian besar terkonsentrasi dan pada
tingkat yang rendah.
24.5
23.92

Produksi (juta ton)

24.0

24.04

24.18
23.94

23.5
23.0
22.5

22.04

22.0
21.5
21.0
20.5
2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 1 Produksi singkong di Indonesia
Bagian dalam singkong varietas manis dapat dikatakan tidak mengandung
cyanogenic glucoside, walaupun sebenarnya masih tetapi dalam jumlah yang
sedikit. Secara umum, bagian dalam dari umbi terdiri dari tiga bagian (Lebot
2009) :
1. Kulit luar (periderm), adalah lapisan terluar dari umbi yang tersusun atas
sel-sel gabus yang melindungi permukaan akar. Periderm mewakili 0.52.0% dari berat total akar dan dapat dihilangkan dengan mudah dengan
sedikit gesekan. Seiiring dengan perkembangan akar, kambium baru
membentuk dan memproduksi sel gabus dan memulihkan
lapisan
pelindung.
2. Kulit dalam (sering disebut phelloderm, cortex, atau kulit kedua) yang
terletak tepat dibawah kulit luar, hanya setebal 1-2 mm dan biasanya
berwarna putih, kemerahan, atau kecoklatan. Kulit dalam mewakili 8-15%
dari berat total akar dan dapat dilepaskan dengan mudah dari silinder pusat
dengan cara menariknya.
3. Silinder pusat, yang biasanya disebut sebagai daging singkong. Terdiri dari
sebagian besar sel-sel parenkim yang menyimpan sejumlah besar pati yang
dapat dimakan. Ikatan pembuluh yang sangat tipis menjalar tidak teratur di
sepanjang daging singkong dan untaian besar pembuluh menjalar di tengahtengah daging singkong.
Setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong dari
berat total singkong. Ini berarti jumlah limbah kulit singkong di Indonesia pada
tahun 2013 saja berkisar 2.3 – 3.6 juta ton. Selama ini limbah kulit singkong
belum banyak dimanfaatkan. Biasanya limbah kulit singkong hanya dijadikan
bahan pakan ternak. Di beberapa daerah limbah kulit singkong juga dijadikan
camilan keripik kulit singkong. Namun membutuhkan proses yang cukup panjang.

4
Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses pengubahan bahan padat atau cair menjadi bahan
bakar gas yang berguna atau senyawa kimia yang dapat dibakar untuk melepaskan
energi. Gasifikasi dan pembakaran adalah dua proses termokimia yang sangat
berkaitan erat, tetapi ada perbedaan penting diantara keduanya. Gasifikasi
mengemas energi menjadi ikatan kimia dalam produk gas, sedangkan pembakaran
melepas ikatan kimia tersebut untuk melepaskan energi. Proses gasifikasi
menambahkan hidrogen dan melepaskan karbon dari senyawa hidrokarbon untuk
menghasilkan gas dengan rasio hidrogen terhadap karbon (H/C) yang lebih tinggi,
sementara pembakaran mengoksidasi hidrogen dan karbon menjadi air dan karbon
dioksida (Basu 2013).
Menurut Basu (2013), masih ada beberapa perbedaan antara gasifikasi dan
pembakaran diantaranya :
1. Untuk sejumlah energi yang sama, jumlah gas buang yang dihasilkan dari
gasifikasi lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran langsung.
2. Bahan bakar hasil gasifikasi dapat diaplikasikan pada bermacam kegiatan.
3. Gas hasil gasifikasi lebih mudah dibawa dan dipindahkan dibanding bahan
bakar padat.
4. Gasifikasi menghasilkan NOx per unit energi output yang lebih sedikit
dibanding pembakaran langsung.
Proses gasifikasi pada umumnya terdiri dari beberapa fase yaitu
pengeringan; dekomposisi termal atau pirolisis; pembakaran parsial sebagian gas,
uap, dan arang; dan gasifikasi produk yang telah terdekomposisi. Agar proses
gasifikasi dapat berlangsung sangat diperlukan adanya medium gasifikasi seperti
uap, udara, atau oksigen. Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi pada proses
gasifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Medium gasifikasi atau agen gasifikasi bereaksi dengan karbon padat dan
hidrokarbon yang berat untuk mengubahnya menjadi gas yang lebih ringan seperti
CO dan H2. Oksigen adalah medium gasifikasi yang paling umum digunakan,
dapat berupa oksigen murni atau udara bebas. Jika menggunakan oksigen, produk
gas yang dihasilkan cenderung lebih kaya karbon dan miskin hidrogen seperti CO
(bila jumlah oksigen sedikit) dan CO2 (bila jumlah oksigen banyak). Tetapi jika
jumlah oksigen berlebihan proses akan bergeser dari gasifikasi menjadi
pembakaran dan menghasilkan “flue gas” bukan “fuel gas”. Flue gas adalah gas
yang dihasilkan dari proses pembakaran dan tidak mengandung nilai kalor
tambahan.
Pemilihan medium gasifikasi sangat berpengaruh terhadap nilai kalor dari
gas yang dihasilkan. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penggunaan oksigen
sebagai medium menghasilkan gas dengan nilai kalor tertinggi diikuti dengan uap
kemudian udara. Medium udara menghasilkan gas dengan nilai kalor rendah
karena banyaknya kandungan nitrogen di udara yang akan bercampur dengan gas
hasil.

5
Tabel 1 Jenis-jenis reaksi gasifikasi yang mungkin terjadi pada suhu 25oC
Jenis Reaksi
Reaksi
Carbon Reactions
R1 (Boudouard)
C + CO2
2CO
ΔH = + 172 kJ/mol
R2 (water-gas or steam) C + H2O
CO + H2
ΔH = + 131 kJ/mol
R3 (hydrogasification)
C + 2H2
CH4
ΔH = - 74.8 kJ/mol
R4
C + 0.5O2
CO
ΔH = - 111 kJ/mol
Oxidation Reactions
R5
C + O2
CO2
ΔH = - 394 kJ/mol
R6
CO + 0.5O2
CO2
ΔH = - 284 kJ/mol
R7
CH4 + 2O2
CO2 + 2H20 ΔH = - 803 kJ/mol
R8
H2 + 0.5O2
H2O
ΔH = - 242 kJ/mol
Shift Reaction
R9
CO + H2O
CO2 + H2
ΔH = - 41.2 kJ/mol
Methanation Reactions
R10
2CO + 2H2
CH4 + CO2
ΔH = - 247 kJ/mol
R11
CO + 3H2
CH4 + H2O ΔH = - 206 kJ/mol
R14
CO2 + 4H2
CH4 + 2H2O ΔH = - 165 kJ/mol
Steam-Reforming Reactions
R12
CH4 + H2O
CO + 3H2
ΔH = + 206 kJ/mol
R13
CH4 + 0.5O2
CO + 2H2 ΔH = - 36 kJ/mol
Sumber : Basu (2013)

Walaupun menghasilkan gas dengan nilai kalor yang tinggi namun
penggunaan oksigen murni sebagai medium gasifikasi dinilai cukup mahal.
Dengan kondisi tersebut maka uap air lah yang dapat dikatakan paling cocok
sebagai medium gasifikasi karena dari segi biaya tidak mahal dan mampu
menghasilkan gas dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Meskipun demikian
gasifikasi dengan medium gasifikasi uap air masih memiliki kekurangan karena
sifatnya yang sangat endotermik. Gasifikasi uap air baru dapat berlangsung jika
temperatur telah mencapai 800 ºC tanpa adanya tambahan katalis. (Bridgwater
2001)
Tabel 2 Nilai kalor gas hasil gasifikasi berdasarkan mediumnya
Medium
Oksigen
Uap
Udara

Nilai Kalor (MJ/Nm3)
12-28
10-18
4-7

Sumber : Basu (2013)

Menurut Klass (1998) menyatakan bahwa gasifikasi terdiri dari dua tahap.
Pada kisaran suhu 300 - 500ºC, senyawa volatil mulai berubah bentuk dan mulai
terbentuk residual char. Pada suhu 600 ºC senyawa volatil akan membentuk
synthesis gas atau syngas. Syngas adalah gas hasil gasifikasi yang akan
dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
jumlah syngas yang terbentuk misalnya suhu dan lamanya bahan dalam reaktor

6
(residence time). Seiring dengan peningkatan suhu dan residence time, arang dan
tar yang terbentuk semakin sedikit dan gas yang terbentuk semakin banyak. Tabel
3 menunjukkan hubungan antara suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi
uap selulosa. Penggunaan uap dalam gasifikasi biomassa kemungkinan dapat
meningkatkan jumlah H2 dalam gas hasil karena uap bereaksi dengan residual
char dari fase pirolisis. Gasifikasi uap juga memungkinkan penggunaan biomassa
segar tanpa dikeringkan terlebih dahulu.
Dalam proses gasifikasi uap dikenal istilah steam to biomass ratio atau
sering disebut S/B. Menurut Udomsirichakorn dan Salam (2013), S/B mengacu
pada laju uap dibandingkan dengan laju biomassa. S/B sangat berpengaruh
terhadap konsentrasi H2 dalam gas hasil juga terhadap jumlah gas yang dihasilkan.
Secara umum semakin tinggi S/B semakin tinggi pula konsentrasi H2 dalam gas
hasil dan juga mengurangi jumlah tar. Namun jika S/B terlalu besar malah akan
mengurangi jumlah gas yang dihasilkan dan menambah jumlah tar yang terbentuk.
Nilai S/B berbeda-beda untuk setiap bahan yang digasifikasi. Nilai S/B optimum
untuk suatu bahan bakar dapat diketahui dengan cara melakukan gasfikasi pada
nilai S/B yang bervariasi.
Tabel 3 Hubungan suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi selulosa
Kondisi
Suhu Reaktor (ºC)
Residence Time (detik)
Komposisi Hasil (% bobot)
Gas
Arang
Tar
Hasil Analisis Gas (% mol)
H2
CO
CO2
CH4
C2H4
C3H6
C2H6
Lain-lain
Nilai kalor gas (MJ/Nm3)

500
9

600
2

600
6

600
10

700
6

53
12
35

70
11
19

75
13
12

80
13
7

80
13
7

11
40
42
2
1
1
1
2
11.78

10
55
20
6
3
1
2
3
19.28

10
52
20
8
4
2
1
3
20.34

10
55
16
8
4
1
2
4
20.65

13
53
13
12
5
1
1
2
19.24

Sumber : Klass (1998)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi gasifikasi menurut Okuga
(2012) antara lain :
1. Kandungan energi bahan bakar
Bahan bakar dengan kandungan energi lebih besar akan lebih mudah
dibakar dan mampu menyediakan energi untuk fase endotermik gasifikasi
karena mampu terbakar dengan suhu yang lebih tinggi.

7
2. Kadar air bahan bakar
Kadar air bahan harus diusahakan agar tetap rendah. Semua air dalam
bahan harus diuapkan terlebih dahulu pada fase pengeringan agar dapat
terbakar dengan mudah karena air adalah komponen yang tidak dapat
terbakar. Jika kadar air tinggi maka panas pembakaran akan lebih banyak
digunakan untuk menguapkan air terlebih dahulu sehingga menjadi tidak
efisien. Dapat dikatakan bahwa bahan dengan kadar air rendah adalah bahan
yang lebih siap digasifikasi
3. Distribusi ukuran bahan bakar
Ukuran bahan bakar harus disesuaikan agar aliran bahan bakar
kebawah tidak terhambat. Ukuran bahan bakar juga menetukan porositas
tumpukan bahan.
4. Suhu reaktor
Reaktor gasifikasi perlu diinsulasi dengan baik agar kehilangan panas
dapat dikurangi. Jika kehilangan panas lebih besar daripada kebutuhan
panas dari fase endotermik maka gasifikasi tidak akan terjadi.
Reaktor gasifikasi updraft
Reaktor gasifikasi updraft termasuk dalam kategori fixed bed reactor. Yang
dimaksud dengan fixed bed adalah bahan bakar diproses secara curah dan
melewati beberapa fase yaitu pengeringan, pirolisis, dan pembakaran. Fixed bed
adalah jenis gasifier tertua dan telah banyak dikembangkan hingga kini. Fixed bed
terbagi menjadi dua yaitu updraft dan downdraft. Perbedaan antara keduanya
terletak pada arah aliran bahan bakar. Pada updraft bahan bakar mengalir
berlawanan dengan arah aliran gas hasil, sedangkan pada downdraft bahan bakar
mengalir searah dengan aliran gas hasil. Reaktor updraft adalah jenis reaktor
tertua dan paling sederhana. (Brown 2011)
Menurut Klass (1998), reaktor updraft merupakan salah satu reaktor yang
mudah dibuat dan dapat terdiri dari rangka berupa baja karbon dilengkapi dengan
lubang-lubang di bagian bawah yang dipasangi pipa manifold untuk memasukkan
udara, hooper pada bagian atas untuk mengumpankan bahan bakar, dan sebuah
pipa manifold di bagian atas untuk mengeluarkan gas hasil gasifikasi. Secara
umum reaktor ini mudah dibuat dan biayanya tidak terlalu mahal. Konfigurasi
reaktor updraft dapat dilihat pada Gambar 2 yang diambil dari Crocker (2010)
Gas hasil yang keluar pada reaktor updraft cenderung bersuhu tidak terlalu
tinggi yaitu berkisar antara 80-150°C karena harus mengalir melalui fase
pegeringan (Brown 2011 dan Crocker 2010). Rancangan reaktor dimana aliran
bahan dan gas berlawanan menyebabkan banyaknya kandungan tar dalam gas
hasil yang dikhawatirkan dapat menyumbat saluran pengeluaran gas. Oleh karena
itu, gas hasil dari reaktor ini biasanya dialirkan langsung menuju tungku perapian
atau boiler untuk menghasilkan uap atau air panas, karena keduanya lebih toleran
terhadap tar. Reaktor updraft tidak terlalu sensitif terhadap kadar air bahan.
Bahkan menurut Okuga (2012) reaktor updraft masih mampu beroperasi dengan
bahan bakar berkadar air 50%.

8

Gambar 2 Konfigurasi reaktor updraft (sumber : Crocker 2010)
Tungku masak gasifikasi
Penggunaan prinsip gasifikasi dalam proses pemasakan sudah mulai
diterapkan. Bahkan para peneliti telah mencoba mengembangkan bermacam jenis
tungku masak yang menggunakan prinsip gasifikasi. Kebanyakan tungku masak
gasifikasi memanfaatkan limbah sebagai bahan bakarnya dan biasanya digunakan
untuk pemakaian di area terpencil yang cenderung sulit untuk mendapatkan bahan
bakar gas atau minyak. Bahan bakar yang umum digunakan untuk tungku
gasifikasi adalah sekam padi. Salah satu peneliti yang mengembangkan tungku
masak gasifikasi adalah Alexis T. Belonio. Tungku yang dikembangkan
merupakan tungku gasifikasi berbahan bakar sekam padi dengan metode updraft.
Pengisian bahan bakar dilakukan dari atas dengan metode batch. Penyalaan bahan
bakar menggunakan metode toplit. Tungku Belonio terbuat dari plat stainless steel
dan plat baja galvanis berbentuk silinder, memiliki diameter ruang bakar sebesar
10-30cm dan tinggi 40-100cm. Tungku Belonio menggunakan lapisan insulasi
berupa abu sekam padi yang dicampur dengan semen diantara tabung ruang bakar
dan tabung luar. Di bagian bawah terdapat tempat penampungan abu serta kipas
yang dapat diatur kecepatannya sebagai sumber udara gasifikasi. Di bagian atas
dipasang dudukan panci dan ruang bakar gas. Ruang bakar gas memiliki banyak
lubang-lubang kecil agar gas bakar dapat keluar dan beberapa lubang cukup besar
agar udara dapat masuk dan membantu proses pembakaran gas bakar. Tungku ini
dapat menampung maksimal 1.3 kg sekam dan dapat beroperasi selama 46-51
menit. Laju pergerakan charcoal bed sebesar 1-2 cm per menit. Tungku ini
memiliki efisiensi sebesar 12.3-13.3%. (Belonio 2005)

9

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2015.
Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu Laboratorium Lapangan Leuwikopo
dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin
dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Peralatan

1.
2.

3.
4.

5.

6.
7.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Timbangan digital
Timbangan digunakan untuk mengukur berat awal dan akhir kulit singkong.
Oven
Oven digunakan untuk mengetahui kadar air kulit singkong yang akan
digasifikasi.
Bomb Calorimeter
Bomb Calorimeter digunakan untuk mengetahui nilai kalor kulit singkong.
Termokopel tipe K
Termokopel tipe K digunakan untuk mengukur suhu pembakaran gas hasil
gasifikasi dan suhu di dalam tungku gasifikasi.
Hybrid recorder
Hybrid recorder digunakan untuk membaca data suhu yang diukur dengan
termokopel.
Kipas
Kipas digunakan untuk mengalirkan udara sebagai medium gasifikasi.
Panci
Panci digunakan untuk memasak air guna menguji kinerja tungku gasifikasi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tungku gasifikasi. Bahan yang diperlukan untuk merancang tungku gasifikasi
antara lain :
 Plat baja karbon yang digunakan sebagai badan tungku
 Plat baja karbon berlubang yang digunakan sebagai bagian dasar tungku
 Ceramic wool yang digunakan sebagai insulator tungku
 Plat stainless steel digunakan sebagai pelapis tungku bagian luar
2. Kulit singkong
Kulit singkong merupakan bahan bakar yang digasifikasi

Prosedur Penelitian
Secara keseluruhan penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu
perancangan struktural dan fungsional tungku, pembuatan gambar teknik,
pembuatan alat atau pabrikasi. pengujian pendahuluan, pengujian kinerja tungku,
dan analisis data . Diagram alir prosedur penelitian dapat terlihat pada Gambar 3.

10

Mulai

Perancangan
struktural dan fungsional

Pembuatan gambar teknik

Pembuatan tungku
(Pabrikasi)

Pengujian
Pendahuluan
Pengujian kinerja
tungku

Analisis hasil pengujian
dan rekomendasi

Dokumentasi dan laporan

Selesai

Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian keseluruhan

11
Tahap Perancangan
Tungku gasifikasi yang dirancang adalah tungku gasifikasi updraft dengan
medium gasifikasi berupa udara. Tungku ini dirancang agar mampu menampung
bahan bakar paling banyak dua kilogram. Gas yang dihasilkan dari proses
gasifikasi yang terjadi di tungku ini akan langsung dimanfaatkan untuk proses
pemasakan. Namun, untuk keperluan pengujian yang akan dimasak hanyalah air
(water boiling test). Medium gasifikasi berupa udara dialirkan menggunakan
kipas melalui bagian bawah tungku. Kipas diberi dimmer untuk mengatur
kecepatan kipas. Tungku ini juga dirancang untuk menggunakan medium
gasifikasi berupa uap. Air mengalir perlahan dari botol menuju pipa di tengahtengah ruang bakar tungku. Panas pada pipa menguapkan air dan uap dapat masuk
kedalam tungku.
Rancangan fungsional dari alat ini adalah :
1. Kipas
Kipas digunakan untuk mengalirkan udara kedalam ruang gasifikasi melalui
dasar tungku yang berlubang.
2. Botol air
Botol air digunakan untuk menampung air yang akan diuapkan dan
digunakan sebagai medium gasifikasi.
3. Ruang gasifikasi
Ruang gasifikasi merupakan tempat berlangsungnya proses gasifikasi.
4. Dudukan panci
Dudukan panci terletak dibagian atas tungku yang berfungsi sebagai tempat
untuk meletakkan panci.
5. Lapisan insulasi
Lapisan insulasi berfungsi untuk mengurangi jumlah panas yang terbuang
percuma ke udara.
Adapun rancangan struktural dari alat ini adalah :
1. Kipas
Kipas yang digunakan adalah kipas listrik berdiameter 10 cm yang diletakkan
di depan lubang pemasukan udara pada tungku.
2. Botol air
Botol air terbuat dari kaca pada bagian tutup diberi lubang untuk mengalirkan
air
3. Ruang gasifikasi
Ruang gasifikasi bebentuk silinder terbuat dari plat baja karbon. Ruang
gasifikasi ini terletak di tengah-tengah tungku.
4. Dudukan panci
Dudukan panci terbuat dari baja karbon yang dibengkokkan. Terdapat tiga
dudukan panci diatas tungku untuk menjaga stabilitas panci.
5. Lapisan insulasi
Lapisan insulasi yang terbuat dari ceramic wool terletak di antara ruang
gasifikasi dan kerangka luar tungku setebal 5 cm.
Skema cara kerja tungku gasifikasi ini dapat dilihat pada Gambar 4. Bahan
bakar dimasukkan dari lubang pemasukan yang terletak di bagian atas tungku.
Pengisian bahan bakar menggunakan sistem batch atau sekali pengisian untuk
sekali masak. Lalu bagian atas mulai dibakar, setelah beberapa saat akan mulai

12
terbentuk gas hasil gasifikasi. Gas tersebut kemudian dibakar. Bahan bakar di
bagian atas akan membentuk charcoal bed akibat proses pirolisis yang terjadi.
Charcoal bed ini akan bergerak ke bagian bawah tungku secara perlahan-lahan
sampai bahan bakar habis. Panas pembakaran bahan bakar dari dalam tungku
dimanfaatkan untuk menguapkan air. Air dari botol akan mengalir ke pipa yang
panas sehingga berubah menjadi uap air dan mengalir ke bagian bawah tungku
sebagai medium gasifikasi.

1

2

5

8

3

6

7
4

Gambar 4 Skema cara kerja alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Keterangan :
Panci masak
Charcoal bed
Bahan bakar yang belum terbakar
Aliran udara
Lubang termokopel
Botol air
Kipas
Insulasi ceramic wool

Penentuan dimensi tungku menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan
dalam proses perancangan. Untuk menentukan dimensi tungku ini perlu
disesuaikan dengan kebutuhan calon pengguna, agar tidak terlalu besar atau
terlalu kecil. Penentuan dimensi ruang bakar tungku juga penting. Ruang bakar
harus dirancang agar dapat menampung bahan bakar yang cukup untuk memasak
air sebanyak lima liter hingga mendidih. Untuk penelitian ini ditentukan diameter
tungku sebesar 40 cm dan tinggi tungku sebesar 60 cm. Dimensi disesuaikan
dengan kebutuhan di industri kecil dan rumah tangga agar tidak terlalu besar dan
terlalu kecil. Sedangkan untuk ruang bakar dirancang agar mampu menampung
paling banyak 2 kilogram bahan bakar dan berdiamater 25 cm. Penentuan bahan

13
bakar sebanyak 2 kilogram didasarkan pada kemudahan pengisian. Jika lebih dari
2 kilogram pengisian bahan bakar lebih sulit dan kurang praktis.
Pada bagian bawah ruang bakar dipasang besi plat berlubang sebagai jalan
masuknya udara. Sistem katup dipasang di dekat mulut kipas sebagai pengatur
jumlah udara yang masuk. Pada kipas juga dipasang dimmer untuk mengatur
kecepatan kipas. Kebutuhan udara gasifikasi ideal menurut Okuga (2012) adalah
40% dari kebutuhan udara untuk pembakaran.
Tahap Pembuatan Gambar Teknik
Perkiraan desain yang telah diperoleh dari tahap perancangan kemudian
dituangkan menjadi gambar teknik untuk memudahkan dalam proses pembuatan
tungku (pabrikasi). Dalam pembuatan gambar teknik tungku gasifikasi ini
digunakan piranti lunak Autodesk Inventor Pro 2015. Gambar teknik dari tungku
gasifikasi ini bisa dilihat pada Lampiran 1.
Tahap Pembuatan Tungku (Pabrikasi)
Pembuatan tungku gasfikasi ini dimulai dengan membuat ruang bakar
dengan cara membuat silinder dan dua buah kerucut terpancung dari plat baja
karbon. Pada bagian bawahnya diberikan plat baja karbon berlubang sebagai
tempat keluarnya abu dan tempat masuknya udara. Diantara ruang bakar dan
selubung luar tungku diberi insulasi ceramic wool. Selubung luar tungku
berbentuk silinder dan terbuat dari stainless steel. Di bagian samping tungku
dipasang penampung air yang juga terbuat dari stainless steel. Penampung air ini
disambungkan ke ruang bakar melalui pipa stainless steel. Panas dari ruang bakar
akan memanaskan pipa dan dapat menguapkan air. Pada bagian atas penampung
air diletakkan secara terbalik botol berisi air sebagai persediaan air.
Tahap Pengujian Pendahuluan
Tahap pengujian pendahuluan adalah tahap pengujian fungsional tungku.
Tungku akan diisi bahan bakar lalu dicoba dibakar biasa dalam kondisi normal
(tanpa uap air). Jika tungku dapat berfungsi dengan baik pengujian kemudian
dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uap air. Tungku akan diisi bahan
bakar kemudian dinyalakan, setelah beberapa menit uap air dimasukan melalui
pipa ke bagian bawah tungku. Namun pada pengujian pendahuluan ini uap air
diperoleh dengan cara menguapkan air menggunakan sumber panas eksternal
(kompor gas) belum menggunakan sumber panas dari tungku.
Tahap Pengujian Kinerja
Pengujian kinerja akan dilakukan dengan cara memasak air hingga
mendidih atau lebih dikenal dengan nama water boiling test. Air yang akan
dimasak sebanyak 5 liter. Pada tahap ini akan digunakan bahan bakar dengan
tingkat kepadatan dan kadar air yang berbeda-beda. Tingkat kepadatan yang
berbeda dapat diperoleh dengan mengisi penuh ruang bakar dengan
mengaplikasikan penekanan yang berbeda terhadap tumpukan bahan bakar. Kadar
air yang berbeda dapat diperoleh dengan mengaplikasikan lama pernjemuran yang
beragam.
Untuk mengetahui tingkat kepadatan bahan bakar cukup membagi massa
bahan bakar di dalam ruang bakar dengan volume ruang bakar. Sedangkan untuk

14
mengetahui kadar air bahan bakar harus menggunakan oven pengering. Berikut
adalah metode mengetahui kadar air bahan bakar dengan metode oven :
1. Bahan dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan ditandai
sebelumnya.
2. Cawan beserta bahan ditimbang sebagai berat awal.
3. Oven pengering dinyalakan dan diatur suhunya yaitu 105ºC.
4. Setelah suhu oven stabil cawan dimasukkan ke dalam oven dan didiamkan
selama 24 jam.
5. Cawan dikeluarkan dari dalam oven setelah didiamkan 24 jam, kemudian
cawan dimasukkan ke dalam desikator selama beberapa menit.
6. Cawan yang telah didiamkan di desikator ditimbang kembali dan dicatat
masssanya sebagai berat akhir.
7. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut :
..................................................... (1.1)
Dimana :

= kadar air bahan bakar
= massa bahan bakar dan cawan sebelum dioven (g)
= massa bahan bakar dan cawan sesudah dioven (g)
= massa cawan (g)

Parameter-parameter yang akan diuji antara lain konsumsi spesifik bahan
bakar, laju pembakaran bahan bakar, kemudahan penyalaan, effisiensi tungku, laju
pergerakan charcoal bed, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api yang
terbentuk.
Konsumsi spesifik bahan bakar dapat dihitung dengan membagi jumlah
bahan bakar yang habis (diperoleh dengan cara mengurangi massa awal dengan
massa akhir bahan bakar) dengan total energi yang digunakan untuk pemasakan
yang dapat dilihat pada persamaan berikut:
……………………………………………………….. (1.2)
Dimana :

= konsumsi spesifik bahan bakar (kg/kJ)
= jumlah bahan bakar yang terbakar (kg)
= kebutuhan energi pemasakan (kJ)

Laju pembakaran bahan bakar dapat diketahui dengan membagi jumlah
bahan bakar yang habis terbakar dengan waktu pembakaran yang dapat dilihat
pada persamaan berikut:
̇

……………………………………………………….. (1.3)

Dimana : ̇

= laju pembakaran bahan bakar (kg/menit)
= waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan air (menit)

15
Efisiensi tungku dapat dihitung dengan membandingkan energi yang
terpakai untuk memasak dengan energi yang tersedia dari bahan bakar. Persamaan
berikut menerangkan cara memperoleh efisiensi tungku.
…………………………………………
Dimana :

(1.4)

= efisiensi tungku (%)
= nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
= kebutuhan energi pemasakan (kJ)

Untuk mengetahui besarnya nilai kalor bahan bakar perlu dilakukan
pengujian menggunakan bomb calorimeter. Pada penelitian ini digunakan bomb
calorimeter tipe adiabatis. Prinsip kerja alat ini adalah mengukur perubahan suhu
fluida pada volume yang tetap. Berikut adalah tahapan mengukur nilai kalor
menggunakan bomb calorimeter :
1. Bahan bakar yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 gram lalu dibungkus
dengan kertas pembungkus dan diikat dengan kawat nikel.
2. Bahan yang telah dibungkus dan diikat kemudian diletakkan pada wadah
bakar lalu kawat dihubungkan dengan elektroda positif dan negatif.
3. Wadah bakar dimasukkan ke dalam bom lalu ditutup dengan rapat.
4. Oksigen diisikan ke dalam bom hingga mencapai 20-30 kg/cm2.
5. Air dimasukkan ke dalam tangki pemanas sampai batas ketinggian
maksimum (2 liter), kemudian tombol heater ditekan untuk menyalakan
pemanas air.
6. Setelah suhu air di tangka pemanas mencapai 85ºC, air dimasukkan ke
bejana tengah hingga batas yang ditentukan.
7. Air sebanyak 2100 gram dimasukkan ke dalam bejana dalam, kemudian
bejana dalam diletakkan pada bejana tengah.
8. Bom dimasukkan ke bejana dalam, lalu kabel pada tutup bejana
dihubungkan ke bom kemudian bejana dalam ditutup rapat.
9. Kabel elektroda utama dihubungkan ke bejana dalam setelah calorimeter
tertutup rapat.
10. Motor dinyalakan untuk menggerakan agitator. Suhu awal air dibaca dan
dicatat.
11. Tombol katup air panas (Hot Water Valve) ditekan selama 1-2 detik untuk
mengalirkan air panas ke dalam bejana tengah.
12. Tombol pembakaran (Ignition) kemudian ditekan.
13. Tombol katup air panas ditekan saat suhu air di bejana dalam mulai naik,
untuk menaikkan suhu air di bejana tengah. Perbedaan suhu air diantara
kedua bejana harus diusahakan agar selalu sama.
14. Ketika kenaikan suhu tidak terjadi lagi, suhu air pada bejana dalam dicatat.
15. Nilai kalor bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
……………………………………… (1.5)
Dimana :

= Nilai ekuivalen air
= Nilai kalor bahan bakar (J/g)

16
= Massa air di bejana dalam (g)
= Massa bahan bakar (g)
= Kenaikan suhu pada bejana dalam (ºC)
Pergerakan charcoal bed dapat ditentukan dengan melihat grafik sebaran
suhu pembakaran. Kemudahan penyalaan, banyaknya asap,dan warna api
merupakan parameter-parameter yang hanya dapat diketahui melalui pengamatan.
Kemudahan penyalaan dapat diketahui dengan banyaknya waktu yang diperlukan
sampai api terbentuk.
Pengujian kinerja akan dilakukan sebanyak 8 kali, 4 diantaranya
menggunakan bahan bakar dengan kadar air yang hampir seragam namun dengan
pengaplikasian tekanan yang berbeda-beda, sedangkan 4 diantaranya akan
menggunakan bahan bakar dengan kadar air berbeda namun tidak diaplikasikan
penekanan sama sekali. Pengukuran suhu akan dilakukan menggunakan
termokopel tipe K yang diletakkan di 5 bagian yaitu di dalam panci, di ruang
bakar bagian atas, di ruang bakar bagian tengah, di ruang bakar bagian bawah, dan
diatas ruang bakar tempat keluarnya api. Lokasi pengukuran suhu ini dapat dilihat
pada Gambar 5 sedangkan tampilan 3D tungku dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan :
1. Di dalam panci
2. Api
3. Lubang 1
4. Lubang 2
5. Lubang 3

Gambar 5 Lokasi pengukuran suhu

Gambar 6 Tampilan 3D tungku

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penggunaan Uap Air terhadap Performa Gasifikasi
Sesuai dengan rancangan awal dimana uap air digunakan sebagai medium
gasifikasi, maka dilakukan pengujian pendahuluan guna mengetahui apakah
penggunaan uap air sebagai medium gasifikasi benar berpengaruh terhadap
peningkatkan performa gasifikasi. Pengujian dilakukan dengan cara
menambahkan uap air ke dalam tungku gasifikasi saat tungku sedang beroperasi.
Namun untuk kepentingan pengujian, uap air dihasilkan menggunakan bejana
khusus dan dipanaskan menggunakan kompor gas dan tidak menggunakan
penampung air pada tungku.
Tungku diisi bahan bakar dan dinyalakan secara normal. Sementara air di
dalam bejana dipanaskan menggunakan kompor gas hingga suhunya mencapai
105ºC. Suhu uap air harus mencapai 105 ºC agar memiliki tekanan yang cukup.
Setelah tungku menghasilkan api yang stabil dan air di dalam bejana telah
mencapai suhu 105ºC, katup pada bejana mulai dibuka perlahan untuk
mengalirkan uap air kedalam tungku.
Setelah dilakukan 3 kali pengujian penambahan uap air, ternyata
penambahan uap air tidak memberikan peningkatan performa gasifikasi.
Penambahan uap air dalam jumlah kecil mengubah warna api dari ungu
kemerahan menjadi jingga kemerahan dan menambah jumlah asap. Penambahan
uap air dalam jumlah besar akan memadamkan api yang telah terbentuk.
Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan tersebut maka dapat dikatakan bahwa
uap air tidak memberikan peningkatan performa gasifikasi tetapi justru
memperburuk. Sehingga untuk tahap pengujian kinerja tungku uap air tidak akan
lagi ditambahkan. Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi
Parameter
Jumlah asap

Tanpa uap air
+

Warna api
Ungu kemerahan
Keterangan : +
= sedikit
++
= sedang
+++ = banyak

Sedikit uap air
+++

Banyak uap air
+++

Jingga kemerahan

(api mati)

Alasan mengapa penambahan uap air malah memperburuk performa
gasifikasi mungkin dikarenakan penambahan uap air yang masih terlalu terpusat
sehingga uap air tidak bercampur dengan baik. Faktor lain yaitu suhu tungku yang
belum mencapai 800ºC tidak memungkinkan terjadinya gasifikasi uap. Selain itu
suhu uap yang hanya 105 ºC bisa jadi terlalu rendah untuk gasifikasi uap karena
dalam Wei et al. (2007) percobaan dilakukan menggunakan uap air bersuhu 400
ºC. Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar
7. Perbedaan warna api tanpa penambahan uap air dan penambahan sedikit uap air
dapat dilihat pada Gambar 8.

18

Gambar 7 Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan

Gambar 8 Perbedaan warna api tanpa uap air (kanan) dan sedikit uap air (kiri)

19
Uji Kinerja Tungku Gasifikasi
Pengujian kinerja dilakukan menggunakan bahan bakar dengan tingkat
kepadatan dan kadar air yang berbeda-beda. Bahan bakar dinyalakan dengan
metode top lit atau dinyalakan dari bagian atas. Dengan metode top lit tar yang
terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan metode bottom lit. Saravanakumar et
al. (2007) juga mengatakan bahwa bottom lit updraft gasifier adalah gasifier yang
membakar arang dan menghasilkan tar, sedangkan top lit updraft gasifier adalah
gasifier yang membakar tar dan menghasilkan arang. Metode top lit menghasilkan
tar 1-5% sedangkan bottom lit 10-30%. Dengan metode top lit nilai efisiensi dan
nilai kalor gas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan metode bottom
lit. Belonio (2005) juga mengatakan bahwa tipe reaktor TLUD (Top Lit Updraft
Gasifier) merupakan tipe reaktor yang cocok untuk bahan bakar limbah, namun
memiliki kekurangan yaitu sulit untuk dioperasikan secara continuous.
Dengan variasi kepadatan dan kadar air dilihat hubungan antara kedua
perlakuan tersebut dengan parameter-parameter pengujian yaitu konsumsi spesifik
bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar, kemudahan penyalaan, laju
pergerakan charcoal bed, banyaknya asap yang terbentuk, warna api yang
terbentuk, dan effisiensi tungku. Hubungan lengkap antara kedua perlakuan
dengan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada subbab
ini hubungan antara variasi kepadatan dan kadar air dengan parameter-parameter
pengujian disajikan terpisah.
Perbedaan Tingkat Kepadatan
Untuk memperoleh tingkat kepadatan bahan bakar yang berbeda dilakukan
dengan memberikan penekanan yang berbeda terhadap bahan bakar. Pengujian
kinerja dilakukan dengan 4 variasi kepadatan bahan bakar. Bahan bakar yang
digunakan memiliki kadar air sekitar 10% bb. Bahan bakar diisikan ke dalam
ruang bakar bervolume 0.0146 m3 hingga penuh dan diberikan penekanan yang
berbeda. Pembedaan kepadatan ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara
kepadatan dengan parameter-parameter pengujian khusunya konsumsi spesifik
bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar dan laju pergerakan charcoal bed.
Hubungan antara perlakuan dan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh tingkat kepadatan terhadap beberapa parameter pengujian
Massa
Konsumsi
Laju
Percobaan Bahan Kepadatan
Spesifik
Pembakaran
ke Bakar
(kg/m3)
(kg/kJ)
(kg/menit)
(kg)
1
2
3
4

1.588
1.770
1.913
1.986

108.77
121.23
131.03
136.03

0.00056
0.00084
0.00078
0.00074

0.0658
0.0797
0.0749
0.0712

Laju
Pergerakan
charcoal bed
(cm/menit)
2.25
2.12
1.42
1.23

Parameter utama yang dipengaruhi oleh kepadatan bahan bakar adalah
pergerakan charcoal bed. Yang dimaksud dengan charcoal bed adalah lapisan

20
arang yang terbentuk akibat proses pirolisis yang terjadi. Karena penyalaan bahan
bakar dilakukan secara top lit maka lapisan arang ini lama kelamaan akan
bergerak ke bawah, ke arah bahan bakar yang belum terbakar. Laju pergerakan ini
dapat diukur dengan cara mengukur suhu di 3 titik pengukuran dari waktu ke
waktu dan kemudian memetakannya dalam sebuah grafik. Dari grafik kenaikan
suhu terhadap waktu tersebut kemudian ditarik garis lurus sejajar dengan sumbu x
(waktu) yang memotong grafik. Kemudian dari setiap titik perpotongan ditarik
garis tegak lurus terhadap garis tersebut. Dari garis-garis tersebut terlihat berapa
waktu yang diperlukan oleh setiap titik pengukuran untuk mencapai suhu yang
sama. Lokasi titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5 ( titik 3, 4, 5). Jarak
antara satu titik ke yang lainnya adalah 6 cm. Sehingga laju pergerakan dapat
dihitung dengan membagi jarak antar titik dengan waktu yang diperlukan untuk
mencapai suhu yang sama. Jika waktu yang diperlukan dari titik 3 ke 4 berbeda
dengan titik 4 ke 5 maka hasil keduanya dirata-ratakan. Contoh cara menghitung
laju pergerakan charcoal bed dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Dari
data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kepadatan bahan bakar
maka laju pergerakan charcoal bed semakin lambat. Pergerakan charcoal bed
yang semakim lambat berarti semakin lama durasi api menyala.
Untuk konsumsi spesifik dan laju pembakaran bahan bakar menunjukkan
pola yang serupa dengan laju pergerakan charcoal bed. Konsumsi spesifik bahan
bakar diartikan sebagai berapa jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan energi sebesar 1 kJ. Dapat dihitung dengan cara membagi jumlah
bahan bakar yang habis terbakar (dalam kg) dengan kebutuhan energi untuk
mendidihkan air (dalam kJ). Laju pembakaran bahan bakar diartikan sebagai
banyaknya bahan bakar yang habis terbakar persatuan waktu. Dapat dihitung
dengan cara membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar (dalam kg) dengan
waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air (dalam menit). Konsumsi spesifik
dan laju pembakaran cenderung menurun dengan meningkatnya kepadatan bahan
bakar. Secara umum dengan peningkatan kepadatan akan mengurangi porositas
bahan bakar yang juga mengurangi jumlah udara dari kipas yang dapat melalui
tumpukan bahan bakar. Dengan berkurangnya udara yang melalui tumpukan
bahan bakar maka memberi kesempatan lebih besar bagi bahan bakar untuk
tergasifikasi dan bukan terbakar karena gasifikasi membutuhkan udara yang lebih
sedikit daripada kebutuhan udara pembakaran biasa.
1000

suhu (ºC)

800
600

lubang 1

400

lubang 2

200

lubang 3

0
0

10
20
waktu (menit)

30

Gambar 9 Contoh grafik kenaikan suhu di setiap titik pengukuran terhadap waktu

21

Perhitungan :

suhu (˚C)

300
6cm/2mnt =3cm/mnt

2)

6cm/4mnt =1.5cm/mnt

200

1)

Laju = (3+1.5)/2
= 2.25cm/mnt

100

0
0

2 menit

5

4 menit

10

15

waktu (menit)
Gambar 10 Cara perhitungan laju pergerakan charcoal bed
Perbedaan Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan. Kulit singkong
dalam keadaan basah kadar airnya bisa mencapai 50-70%. Kulit singkong tersebut
harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur. Tujuan penjemuran adalah
menguapkan air dalam bahan sehingga kadar air menurun. Untuk memperoleh
kadar air bahan bakar yang berbeda dilakukan dengan membedakan lama
penjemuran. Pengujian kinerja dilakukan dengan 4 variasi kadar air bahan bakar.
Bahan bakar diisikan ke dalam ruang bakar hingga penuh dan tidak diberikan
penekanan sama sekali. Tujuan utama pembedaan kadar air ini untuk mencari tahu
kadar air bahan yang sesuai untuk gasifikasi. Dapat dicari tahu dengan
menyelidiki hubungan antara kadar air bahan dengan parameter-parameter
pengujian yaitu kemudahan penyalaan api, banyaknya asap yang terbentuk, dan
warna api yang terbentuk. Hubungan antara perlakuan dan parameter tersebut
dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar air yang diuji beragam mulai dari bahan bakar kering hingga basah.
Berbeda dengan parameter-parameter sebelumnya yang kuantitatif (d